You are on page 1of 11

PENGUKURAN LAJU ABSORPSI GLUKOSA PADA MENCIT

Oleh:
Nama : Nindya Nuraida Ayuningtyas
NIM : B1J014118
Rombongan :I
Kelompok :1
Asisten : Muthiara Nur Afifah

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI NUTRISI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2016
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang

Metabolisme merupakan proses fisiologi yang mengakibatkan makhluk hidup


dapat mempertahankan diri untuk tetap menjalani aktivitas biologis. Proses ini
melibatkan dua proses penting yakni anabolisme dan katabolisme. Karbohidrat
menjadi salah satu komponen makanan yang kompleks. Komponen inilah yang
menjadi salah satu bahan dalam proses metabolisme. Karbohidrat merupakan
senyawa yang terbentuk dari molekul karbon, hidrogen dan oksigen. Senyawa
biologis ini hanya terdapat dalam jumlah 1% dari keseluruhan tubuh manusia, diolah
dalam tubuh sebagai bahan makanan, dicadangkan dalam bentuk glikogen dan
digunakan sebagai bahan bakar sel, juga dibutuhkan dalam pembentukan tulang
rawan. Sumber karbohidrat yang paling banyak berasal dari tumbuhan (Gaman,
1994).
Dalam proses untuk menghasilkan energi, semua jenis karbohidrat yang
dikonsumsi akan masuk ke dalam sistem pencernaan dan juga usus halus, terkonversi
menjadi glukosa untuk kemudian diabsorbsi oleh aliran darah dan ditempatkan ke
berbagai organ dan jaringan tubuh. Molekul glukosa hasil konversi berbagai macam
jenis karbohidrat inilah yang kemudian akan berfungsi sebagai dasar pembentukan
energi di dalam tubuh. Melalui berbagai tahapan dalam proses metabolisme, sel-sel
yang terdapat di dalam tubuh dapat mengoksidasi glukosa menjadi CO2 & H2O
dimana proses ini juga akan disertai dengan produksi energi. Proses metabolisme
glukosa yang terjadi di dalam tubuh ini akan memberikan kontribusi hampir lebih
dari 50% bagi ketersediaan energi. Di dalam tubuh, karbohidrat yang telah
terkonversi menjadi glukosa tidak hanya akan berfungsi sebagai sumber energi utama
bagi kontraksi otot atau aktifitas fisik tubuh, namun glukosa juga akan berfungsi
sebagai sumber energi bagi sistem syaraf pusat termasuk juga untuk kerja otak.
Selain itu, karbohidrat yang dikonsumsi juga dapat tersimpan sebagai cadangan
energi dalam bentuk glikogen di dalam otot dan hati (Guyton & Hall, 2007).
Kadar gula darah yang melebihi normal membuat insulin yang ada tidak
cukup untuk mengubah semua glukosa darah menjadi glikogin sehingga glukosa
yang berlebih tersebut dikeluarkan dari ginjal melalui cairan tubuh, seperti urin.
Kurangnya hormone insulin mengakibatkan glokosa tidak dapat diubah menjadi
tenaga atau energi dan tertimbun di dalam darah. Sementara itu, kadar gula dalam
darah yang tinggi setelah makan akan merangsang pulau langerhans untuk
mengeluarkan insulin (Juliana et al., 2010). Insulin merupakan hormon yang
dihasilkan oleh pankreas. Ketika mengkonsumsi makanan, pankreas mensekresikan
insulin menuju ke pembuluh darah untuk mencegah kenaikan kadar glukosa darah
yang lebih lanjut dan menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan (Yuda
et al., 2013).

I.2 Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah mengevaluasi kecepatan absorbsi gula pada
mencit setelah mengkonsumsi karbohidrat.

II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1 Materi

Alat yang digunakan adalah alat sonde, spuit injeksi, glucoDR dan kitnya,
tabung erlenmeyer, kandang mencit, dan tissue.
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah mencit (Mus musculus),
pati, glukosa, sukrosa, CMC, maltosa, dan alkohol.

2.2 Cara Kerja


Cara kerja yang digunakan dalam praktikum Pengukuran laju absorpsi
glukosa pada mencit adalah sebagai berikut :
1. Mencit yang telah dipuasakan sebelumnya disiapkan.
2. Larutan glukosa, maltosa, sukrosa, pati dan CMC dibuat dengan konsentrasi
yang rendah.
3. Mencit diberi larutan karbohidrat menggunakan spuit yang berkanula/sonde
sebanyak 1 mL, setiap satu mencit satu perlakuan.
4. Kadar glukosa darah mencit diukur dengan menggunakan GlukoDR pada
menit ke 5, 15 dan 45 setelah pemberian larutan karbohidrat.
5. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan menusukkan jarum pada
bagian ekor mencit, tampung darah yang keluar pada GlucoStrip dan ukur
kadar glukosa darah mencit menggunakan GlucoDR.
6. Hasil pengukuran kadar glukosa darah mencit dicatat.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Tabel 3.1.1. Pengukuran laju absorpsi glukosa rombongan I


Kadar Gula Darah
Larutan
Kelompok 5 menit 15 menit 45 menit
Karbohidrat
(mg/dL) (mg/dL) (mg/dL)
Glukosa 69 111 91
1
CMC 237 155 121
Pati 170 132 133
2
Maltosa 179 149 120
Sukrosa 135 100 87
3
Glukosa 205 230 169
Maltosa 138 159 118
4
Pati 296 290 267
CMC 53 90 97
5
Sukrosa 203 251 33
3.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengukuran kadar glukosa darah mencit setelah diberikan


perlakuan pemberian berbagai macam polimer glukosa menunjukkan hasil yang
fluktuatif, kadar glukosa diawal pengukuran dan pengukuran selanjutnya tidak selalu
naik secara signifikan, akan tetapi beberapa diantaranya mengalami penurunan.
Hasil yang diperoleh dari kelompok 1 rombongan I sendiri dengan menggunakan
polimer glukosa darah mencit rendah kemudian tinggi dan rendah lagi, dimana pada
menit ke 5 hasil pengukurannya adalah 69 mg/dl, pada menit ke 15 nilainya 111
mg/dl dan pada menit ke 45 nilainya 91 mg/dl. Sedangkan pada pemberian CMC
pada pengukuran waktu 5 menit menunjukkan nilai 237 mg/dl, pada menit ke 15
nialainya 155 mg/dl, dan pada menit ke-45 menit sebesar 121 mg/dl. Perbedaan hasil
pengukuran hasil absorpsi glukosa bergantung pada jenis polimer glukosa yang
digunakan, keadaan mencit yang digunakan sebagai hewan uji, serta faktor
lingkungan. Semakin kompleks molekul glukosa yang digunakan semakin lambat
laju absorpsi glukosanya, karena polimer ini harus dipecah terlebih dahulu menjadi
molekul yang lebih sederhana agar mudah untuk diserap oleh usus. Berdasarkan data
diatas dapat diketahui bahwa pada saat evaluasi hasil perlakuan pada mencit, mencit
sedang berada dalam kondisi stress, sehingga ada beberapa mencit yang
menunjukkan peningkatan kadar glukosa darah setelah diberi perlakuan pemberian
polimer glukosa. Kemungkinan kedua ketika kadar glukosa darah meningkat adalah
karena polimer glukosa yang diberikan terlalu pekat atau kompleks sehingga
intestine sulit untuk mencerna senyawa tersebut. Akibatnya kita tidak dapat
mengevaluasi hasil perlakuan sesuai dengan harapan (Triansyah, 2011).
Monosakarida atau gula sederhana yang penting mencakup pentosa
(C5H10O5) yaitu gula dengan 5 atom C dan heksosa (C6H12O6). Pentosa terdapat
di alam dalam jumlah sedikit. Pentosa dapat dihasilkan melalui hidrolisis pentosan
yang terdapat dalam kayu, janggel jagung, kulit oil, jerami. Pentosa terdiri dari
arabinosa, ribosa, dan xilosa. Heksosa bersifat lebih umum dan lebih penting dalam
pakan dibandingkan dengan monosakarida lainnya. Heksosa terdiri dari fruktosa,
galaktosa, manosa dan glukosa. Fruktosa (levulosa) terdapat bebas dalam buah yang
masak dan dalam madu. Galaktosa berada dalam senyawa dengan glukosa
membentuk laktosa (gula susu). Glukosa (dekstrosa) terdapat dalam madu, dan
bentuk inilah yang terdapat dalam darah (Widodo, 2006).
Glukosa merupakan karbohidrat terpenting yang kebanyakan diserap ke
dalam aliran darah sebagai glukosa dan gula lain diubah menjadi glukosa di hati.
Glukosa adalah bahan bakar utama dalam jaringan tubuh serta berfungsi untuk
menghasilkan energi (Amir et al., 2015). Hati adalah organ utama untuk metabolisme
glukosa. Selain mengekspresikan enzim yang terlibat dalam metabolisme glukosa
dan regulasi, hati memiliki banyak terlibat dalam detoksifikasi dan toksisitas.
Sebagian besar zat pada saat masuk ke dalam tubuh terutama dimetabolisme di
dalam hati (Dey et al., 2013).
Disakarida dibentuk oleh kombinasi kimia dari dua molekul monosakarida
dengan pembebasan satu molekul air. Bentuk disakarida yang umum adalah sukrosa,
maltosa, laktosa dan selobiosa. Sukrosa merupakan gabungan dari glukosa dan
fruktosa yang dikenal sebagai gula dalam kehidupan sehari-hari. Sukrosa umumnya
terdapat dalam gula tebu, gula bit serta gula mapel. Maltosa merupakan gabungan
glukosa dan glukosa. Maltosa terbentuk dari proses hidrolisa pati. Laktosa (gula
susu) terbentuk dari gabungan galaktosa dan glukosa. Selubiosa merupaka gabungan
dari glukosa dan glukosa. Selubiosa adalah sakarida yang terbentuk dari sesulosa
sebagai hasil kerja enzim selulose yang berasal dari mikroorganisme (Widodo,
2006).
Trisakarida terdiri dari melezitosa dan rafinosa. Rafinosa terdiri dari
masing-masing satu molekul glukosa, galaktosa dan fruktosa. Dalam jumlah tertentu
terdapat dalam gula bit dan biji kapas. Melezitosa terdiri dari dua molekul glukosa
dan satu molekul fruktosa (Widodo, 2006).
Polisakarida tersusun atas sejumlah molekul gula sederhana. Kebanyakan
polisakarida berbentuk heksosan yang tersusun dari gula heksosa, tetapi ada juga
pentosan yang tersusun oleh gula pentosa, disamping juga ada yang dalam bentuk
campuran yaitu kitin, hemiselolusa, musilage dan pektin. Polisakarida heksosan
merupakan komponen utama dari zat-zat makanan yang terdapat dalam bahan asal
tanaman. Heksosan terdiri dari selulosa, dekstrin, glikogen, inulin dan pati. Pati
terdiri dari amilosa dan amilopektin. Pati merupakan persediaan utama makanan
pada kebanyakan tumbuh-tumbuhan, apabila terurai akan menjadi dekstrin [glukosa],
kemudian menjadi maltosa dan akhirnya menjadi glukosa. Pati merupakan sumber
energi yang sangat baik bagi ternak. Selulosa menyusun sebagian besar struktur
tanaman, sifatnya lebih kompleks dan tahan terhadap hidrolisa dibandingkan dengan
pati. Sebagian besar cadangan karbohidrat dalam tubuh hewan berada dalam bentuk
glikogen yang terdapat dalam hati dan otot. Glikogen larut dalam air dan hasil akhir
hidrolisa adalah glukosa. Glikogen dan pati merupakan bentuk simpan atau cadangan
untuk gula. Inulin adalah polisakarida yang apabila dihidrolisa akan dihasilkan
fruktosa. Polisakarida ini merupakan cadangan (sebagai ganti pati), khususnya dalam
tanaman yang disebut artichke Yerusalem (seperti tanaman bunga matahari). Inulin
digunakan untuk pengujian clearance rate pada fungsi ginjal karena zat tersebut
melintas dengan bebas melalui glomerulus ginjal dan tidak di sekresi atau diserap
oleh tubuh ginjal. Kitin merupakan polisakarida campuran yang terdapat dalam
eksoskeleton (kulit yang keras) pada berbagai serangga (Widodo, 2006).
Karbohidrase merupakan enzim-enzim yang memecah karbohidrat menjadi
gula-gula yang lebih sederhana. Amilase berfungsi merombak pati menjadi gula-gula
yang lebih sederhana. Oligisakaride memecah trigliserida menjadi gula sederhana.
Disakarida sukrosa dan maltosa dihidrolisis oleh sukrase dan maltase. Sekresi saliva
umumnya mengandung enzim amilase. Pati yang tidak dirombak dalam
proventrikulus oleh amilase air liur, dalam lingkungan netral usus dengan cepat
diubah menjadi maltosa oleh amilase pankreas. Dalam cairan usus mungkin terdapat
juga sedikit amilase. Disakarida maltosa, sukrosa dan laktosa dirombak oleh enzim-
enzim khusus yaitu maltase, sekrase dan laktase. Enzim-enzim ini dan enzim-enzim
yang lain yang dihasilkan oleh sel-sel usus tidak sepenuhnya terdapat dalam keadaan
bebas di dalam rongga usus. Hal ini terbukti karena ekstrak bebas sel dari cairan usus
hanya mengandung sedikit enzim tersebut. Tetapi enzim-enzim tersebut terdapat
pada permukaan mikrovilus yang merupakan batas dari sel absorpsi vilus tersebut
(Widodo, 2006).
Hormon insulin yang dihasilkan oleh kelompok-kelompok sel endokrin
pankreas, yaitu pulau Langerhans, mengontrol pengambilan glukosa oleh sel-sel dan
sintesis glikogen. Peningkatan gula dalam darah merangsang sel-sel pankreas untuk
memproduksi insulin. Insulin diangkut melalui darah ke seluruh tubuh tempat zat ini
merangsang sintesis glikogen dalam sel otot dan hati. Reaksi kebalikannya, yaitu
perombakan glikogen menjadi glukosa diatur oleh enzim pankreas, glukagon, dan
oleh epinefrin. Tetapi sel-sel otot tidak mempunyai enzim untuk mengubah glukosa-
6-fosfat menjadi glukosa, sehingga glikogen otot hanya dapat dipergunakan sebagai
penimbunan energi untuk sel otot (Widodo, 2006).
Setelah proses penyerapan melalui dinding usus halus, sebagian besar
monosakarida dibawa oleh aliran darah ke hati. Di dalam hati, monosakarida
mengalami proses sintesis menghasilkan glikogen, oksidasi menjadi CO2 dan H2O,
atau dilepaskan untuk dibawa dengan aliran darah ke bagian tubuh yang
memerlukannya. Sebagian lain, monosakarida dibawa langsung ke sel jaringan organ
tertentu dan mengalami proses metabolisme lebih lanjut (Widodo, 2006).
Faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil dari pengukuran glukosa darah
mencit yang tidak signifikan ketika sebelum dan sesudah perlakuan adalah kondisi
mencit pada saat pengukuran glukosa darah awal sebelum perlakuan dan setelah
perlakuan sedang tidak stabil kondisi hormonalnya, sedang dalam keadaan stress,
adanya gangguan dari mencit lain, dan kondisi lingkungan tempat tinggal yang tidak
sama dengan habitat aslinya (Widodo, 2006). Kemampuan penyerapan glukosa di
usus dipengaruhi oleh glukosa luminal melalui aktivasi Intestinal Sweet Taste
Receptors (STRs), cotransporter glukosa I (SGLT-1), dan glukosa transporter 2
(GLUT2) (Nguyen et al., 2015).
Pencernaan karbohidrat dimulai semenjak berada di mulut. Enzim ptyalin
(amilase) yang dihasilkan bersama dengan liur akan memecah polisakarida
menjadi disakarida. Selanjutnya pencernaan terakhir sampai usus halus yang
mengubah disakarida menjadi monosakarida melalui beberapa enzim yaitu maltosa,
sukrasa dan laktosa yang sering disebut karbohidratase. Disakarida selanjutnya
dihidrolisis menjadi monosakarida. Monosakarida ini juga diabsorpsi di membran
mukosa usus halus serta melalui sel-sel absorpsi usus sampai semua monosakarida
terabsorpsi. Glukosa yang tidak digunakan oleh jaringan akan ditransfer kedalam hati
dan otot menjadi glikogen oleh hormone insulin. Fraksi karbohidrat yang terbatas
yang tidak segera dibakar disimpan sebagai glikogen di dalam hepar dan otot.
Sisanya dengan cepat diubah menjadi asam lemak dan gliserol dan akhirnya
disimpan sebagai trigliserida dalam jaringan adiposa. Karbohidrat yang diserap oleh
tubuh berbentuk monosakarida seperti glukosa, galaktosa dan fruktosa.
Monosakarida dalam saluran pencernaan diserap ke dalam darah portal 8 dibawa ke
dalam hepar. Sel hepar yang berisi sejumlah besar glukosa fosfatase. Glukosa 6-
fofatase dalam hepar diubah kembali menjadi glukosa dan fosfat. Glukosa yang
dihasilkan di transpor kembali melalui membrane sel hepar ke dalam darah menuju
sel-sel jaringan tubuh melalui membran sel masuk kedalam sitoplasma sel.
Kecepatan pengangkutan glukosa dan beberapa monosakarida ke dalam jaringan
tubuh sangat ditingkatkan oleh insulin. Sedangkan masuknya glukosa kedalam sel
melalui membran dengan mekanisme difusi pasif yang dimungkinkan oleh ikatan
tertentu dari protein pembawa (carier) membran glukosa (Guyton & Hall, 2005).
Glikogen yang telah disimpan dapat dipecah kembali menjadi glukosa
melalui proses glikogenolisis dan untuk simpanan yang bukan berasal dari
karbohidrat (lemak dan protein) akan dipecah melalui proses glukoneogenesis
apabila tubuh dalam keadaan lapar (Poedjiadi, 2005). Simpanan glikogen di dalam
otot sebagian besar digunakan untuk beraktivitas, sedangkan glikogen yang didalam
hati akan tetap disimpan. Simpanan glikogen didalam hati akan digunakan apabila
tubuh dalam 12-18 jam. Glikogen dapat meningkat hingga total kira-kira 5% sampai
6% massa hati yang sepadan dengan hampir 100 gram glikogen yang disimpan
dalam hati (Guyton & Hall, 2005).
Kelebihan glukosa dalam darah disimpan dalam bentuk glikogen, suatu
molekul besar yang terdiri dari molekul-molekul yang saling berhubungan, di hati
dan otot. Karena glikogen merupakan cadangan energi yang relatif kecil, bentuk ini
hanya dapat memenuhi kebutuhan energi kurang dari sehari. Setelah gudang
glikogen di hati dan otot terisi penuh, glukosa lain harus diubah menjadi asam
lemak dan gliserol, yang digunakan membentuk trigliserida (gliserol dengan tiga
asam lemak melekat padanya), terutama di jaringan adipose (lemak) dan sedikit di
otot (Sherwood, 2012).

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa


laju absorpsi gula salah satunya paling dipengaruhi oleh kompleksitas gulanya
sehingga berpengaruh terhadap daya serap dan kecepatan penyerapan gulanya.
DAFTAR REFERENSI

Amir, S.M.J., Wungouw, H & Pangemanan, D. 2015. Kadar Glukosa Darah Sewaktu
Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Bahu Kota Manado.
Jurnal e-Biomedik, 3 (1), pp. 32-40

Dey, A. 2013. Role of Liver in Glucose Metabolism. Journal of Emergency Med,


3(5), pp. 1-3.

Gaman, P.M & Sherrington. 1994. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi
dan Mikrobiologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

Guyton A.C & Hall, J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
EGC.

Juliana, A., Aisyah, S., & Mustapha, I. 2010. Isolasi Karakterisasi Senyawa Turunan
Terpenoid dari Fraksi n-Heksan Momordica charantia. Jurnal Sains dan
Teknologi Kimia, 1, pp. 88-89.

Nguyen, N.Q., Debreceni, T.L., Bambrick, J.E., Chia, B., Wishart, J., Deane, A.M.,
Rayner, C.K., Horowitz, M., & Young, R.L. 2015. Accelerated Intestinal
Glucose Absorption in Morbidly Obese Humans: Relationship to Glucose
Transporters, Incretin Hormones, and Glycemia. jcem.endojournals, 100 (3),
pp. 968976.

Poedjiadi, A. 2005. Sains Teknologi Masyarakat. Bandung: PT.Remaja Rosda Karya.

Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Edisi 6. Jakarta: EGC.

Triansyah, F.P. 2011. Pengaruh Decocta Buah Pare (Momordica charantia L.)
Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar Yang Diberi Beban
Glukosa. Skripsi. Universitas Diponegoro.

Widodo, W. 2006. Pengantar Ilmu Nutrisi Ternak. Bogor: IPB

Yuda, I. K. A., Anthara, M.A, & Dharmayudha, A.A.G.O. 2013. Identifikasi


Golongan Senyawa Kimia Estrak Etanol Buah Pare (Momordica charantia) dan
Pengaruhnya Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan
(Rattus novergicus) yang Diinduksi Aloksan. Buletin Veteriner Udayana, 5 (2),
pp. 87.

You might also like