You are on page 1of 21

Diabetes Melitus Tipe 2

Disusun oleh:
Sunny
102012325
A3
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510 Telp : (021) 5694-20
sunnytahir@live.com

Pendahuluan

Latar belakang
Diabetes melitus (DM) merujuk kepada kelompok kelainan metabolik yang memiliki
gejala klinis dasar yaitu hiperglikemik. Beberapa pembagian umum dari tipe-tipe DM
dibedakan oleh interaksi penyebab kelainan genetik dan juga penyebab dari lingkungan.
Penyebab-penyebab tersebut berkontribusi terhadap hiperglikemik pada DM, termasuk di
dalamnya juga adalah penurunan sekresi insulin, penurunan penggunaan glukosa dan
peningkatan produksi glukosa. Kelainan regulasi metabolik ini juga dapat menyebabkan
berbagai kelainan pada beberapa organ dalam tubuh manusia. Contohnya kelainan ginjal,
amputasi ekstremitas, dan kebutaan pada dewasa. Dapat juga DM menjadi predisposisi pada
penyakit kardiovaskular.Dengan insiden yang terus meningkat hampir di seluruh dunia, DM
mungkin akan menjadi penyakit dengan angka morbiditas dan mortalitas paling tinggi untuk
kedepannya.1,2

Hipotesis
Pasien tersebut menderita diabetes melitus tipe 2.

Sasaran pembelajaran
1. Mengetahui dan memahami maksud dari dilakukannya anamnesis.
2. Mengetahui dan memahami tata cara pemerikasaan fisik pada Diabetes Melitus Tipe
2.
3. Mengetahui pemeriksaan penunjang apa saja yang dapat dilakukan pada Diabetes
Melitus Tipe 2.
4. Mengetahui dan memahami diagnosis kerja Diabetes Melitus Tipe 2.
5. Mengetahui dan memahami diagnosis banding antara Diabetes Melitus Tipe 2 dengan
penyakit lain yang mempunyai gejala yang hampir sama.

1
6. Mengetahui dan memahami etiologi Diabetes Melitus Tipe 2.
7. Mengetahui dan memahami epidemiologi dari Diabetes Melitus Tipe 2.
8. Mengetahui dan memahami patofisiologi dari Diabetes Melitus Tipe 2.
9. Mengetahui dan memahami gejala-gelaja klinik dari Diabetes Melitus Tipe 2.
10. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan medik dan non-medik dari Diabetes
Melitus Tipe 2.
11. Mengetahui dan memahami komplikasi apa saja yang dapat terjadi karena Diabetes
Melitus Tipe 2.
12. Mengetahui dan memahami pencegahan dari Diabetes Melitus Tipe 2.
13. Mengetahui prognosis Diabetes Melitus Tipe 2.

2
Isi

Skenario 3
Seorang laki-laki berusia 35 tahun berobat ke dokter untuk berkonsultasi karena ia
merasa semakin lemas sejak 2 minggu yang lalu. Pasien memiliki riwayat diabetes sejak 5
tahun yang lalu dan minu, metformin dan glibenklamid secara teratur.

Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien
(auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis). Anamnesis
sendiri terdiri dari beberapa pertanyaan yang dapat mengarahkan kita untuk dapat
mendiagnosa penyakit apa yang diderita oleh pasien. Dalam hal ini, Pertanyaan-
pertanyaannya meliputi:

I. Identitas
Menanyakan nama, tempat dan tanggal lahir, usia, pekerjaan, alamat, ras,
suku, agama dan jenis kelamin pemberi informasi (misalnya pasien atau keluarga).

II. Keluhan utama


Anamnesis keluhan utama merupakan bagian paling penting dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Anamnesis ini biasanya memberikan informasi penting untuk
mencapai diagnosis banding dan memberikan wawasan vital mengenai gambaran
keluhan yang menurut pasien paling penting.3 Dalam hal ini keluhan utama pasien
pada skenario adalah pasien merasa semakin lemas sejak 2 minggu yang lalu.

III. Riwayat penyakit sekarang


Sebagai dokter, kita harus menanyakan apa yang dirasakan oleh pasien saat
ini. Tanyakan kepada pasien:
Apakah banyak makan, minum dan banyak kencing?
Menanyakan apakah pernah dirawat dengan penurunan kesadaran karena
lupa makan setelah minum obat.
Menanyakan apakah pernah dirawat dengan penurunan kesadaran karena
diare berlebihan.

3
Menanyakan apakah pernah dirawat dengan penurunan kesadaran karena
sesuatu keadaan stres misalnya infeksi atau MCI.
Menanyakan apakah adanya buram, katarak, buta, retinopati, glaucoma.
Menanyakan apakah ada kesemutan, sakit maag dan impotensi.
Menanyakan adanya bengkak pada kaki, urin yang berkurang dan lemas.
Menanyakan adanya riwayat sakit jantung (nyeri dada kiri).
Menanyakan adanya hipertensi.
Menanyakan adanya luka yang sukar sembuh, jaringan parut pada kulit dan
luka yang bau.
Menanyakan apakah ada batuk >3 minggu.

IV. Riwayat penyakit dahulu dan riwayat obat


Sangat penting untuk mengetahui apakah sebelumnya pasien pernah
mengalami keluhan yang sama dan apakah telah memperoleh pengobatan.3

V. Riwayat penyakit keluarga


Penting untuk mencari penyakit yang pernah diderita oleh kerabat pasien
karena terdapat kontribusi genetik yang kuat pada berbagai penyakit. 3 Tanyakan
apakah dari keluarga pasien, ada yang mengalami Diabetes Melitus atau tidak, karena
diabetes merupakan salah satu penyakit yang bersifat keturunan.

VI. Riwayat penyakit sosial


Penting untuk memahami latar belakang pasien, pengaruh penyakit yang
mereka derita terhadap hidup dan keluarga mereka.Tanyakan mengenai pola hidup
pasien terutama mengenai kebiasaan makan makanan yang manis.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik juga penting untuk mengarahkan evaluasi selanjutnya. Sebelumnya,
kita juga harus melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV). Terdapat empat modus
dasarnya, yaitu:
1. Keadaan umum dan TTV dapat dilakukan secara selintas pandang dengan menilai
keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang keadaan
pasien (compos mentis, apatis, somnolen, sopor, atau koma). Hasil:
a. Keadaan umum baik
b. Tekanan darah 120/80
c. Nadi 88x/menit (N 75-120x/menit)

4
d. Pernapasan 16x/menit (N 20-30x/menit)

2. Inspeksi yang membutuhkan penggunaan mata pemeriksa secara kritis, dimulai


dengan pengamatan umum selama wawancara medik (anamnesis) dan merupakan
modus utama pemeriksaan fisik. Hasil:
a. Lipatan leher dan ketiak daerah hiperpigmentasi (+)

3. Palpasi yaitu meraba dan merasakan, dimana palpasi ringan digunakan untuk menilai
kulit dan struktur permukaan, variasi dari suhu permukaan, kelembaban, serta
kekeringan. Palpasi dilakukan di organ-organ visera, seperti pada abdomen.

4. Perkusi yaitu menggunakan suara untuk menentukan densitas dan isi struktur. Perkusi
dilakukan dengan mengetuk permukaan tubuh dan menimbulkan getaran, mendengar,
dan merasakan adanya perbedaan dalam penghantaran gelombang suara.

5. Auskultasi dilakukan dengan menggunakan stetoskop untuk menilai pergerakan gas,


cairan, atau organ di dalam kompartemen tubuh.

6. Indeks Massa Tubuh (IMT) : 22,5 m/kg2

7. Gula darah Sewaktu: 252 mg/dL (Cut off : 200 mg/dL)

8. HbA1c 10% (Cut off : 6,5% )

9. Pemeriksaan HOMA-IR: 8 ( Cut off : 2,77)

Pemeriksaan Penunjang
Toleransi glukosa dapat ditaksir menggunakan glukosa darah puasa/fasting plasma
glucose (FPG), TTGO atau hemoglobin A1C. FPG <5.6 mmol/L (100 mg/dL), glukosa
plasma<140 mg/dL (11.1 mmol/L) pada TTGO, dan A1C <5.6% adalah nilai-nilai yang
mengambarkan toleransi glukosa normal. Berdasarkan American Diabetes Association
menyimpulkan kriteria untuk diagnosis DM adalah FPG 7.0 mmol/L (126 mg/dL),
glukosa >11.1 mmol/L (200 mg/dL) 2 jamTTGO, atau A1C 6.5% memastikan diagnosis DM.
Gula darah sewaktu 11.1 mmol/L (200 mg/dL) diikuti dengan gejala klasik DM (polyuria,
polydipsia, weightloss) juga bisa didiagnosis sebagai DM.1,2,4

5
GAMBAR 1 Kriteria diagnosis diabetes melitus
Sumber : Longo DL etal. 2011.Harrisonsprinciples of internal medicine. 18th Ed.Vol II.

Impaired glukosa homeostasis didefinisikan sebagai :1


1. FPG = 5.66.9 mmol/L (100125 mg/dL), dimana didefinisikan sebagai IFG (World
Health Organizationmemakai FPG of 6.16.9 mmol/L (110125 mg/dL);
2. Glukosa plasma 7.8 and 11 mmol/L (140 and 199 mg/dL) setelah TTGO, dimana
diistilahkan sebagaiimpairedglucosetolerance (IGT); atau
3. A1C of 5.76.4%.

Hasil A1C antara 5.76.4%, IFG, dan IGT tidak sama untuk semua individu, tetapi individu
pada ketiga grup ini mempunyai resiko yang besar untuk berkembang menjadi DM tipe 2 dan
penyakit kardiovaskularnya. Beberapa menggunakan istilah "prediabetes," "increasedrisk of
diabetes" (ADA), atau "intermediatehyperglycemia" (WHO) untuk kategori ini impaired
glukosa homeostasis.1,2,4

HOMA-IR
Homeostatic Model Assessment(HOMA) adalah sebuah metode yang digunakan untuk
mengukur resistensi insulin (HOMA-IR), sensitivitas insulin (%S) dan fungsi beta sel (%B).
HOMA2 merupakan modifikasi dari HOMA dengan menggunakan model komputerisasi
untuk menggambarkan lebih baik fisiologi manusia dan merekalibrasinya sesuai assays
modern insulin. Dalam revisi terbaru itu, kita dapat menentukan sensitivitas insulin, fungsi
beta sel dari glukosa darah puasa dan konsentrasi insulin, spesifik insulin, atau C-peptida.4

6
GAMBAR 2 Persamaan untuk menghitung nilai HOMA
Sumber : Longo DL etal. 2011.Harrisonsprinciples of internal medicine. 18th Ed.Vol II.

Nilai cut-off HOMA berbeda-beda untuk setiap tempat, tergantung ras, suku bangsa
dan berbagai faktor lainnya. Contohnya untuk di timur tengah Iran cut for HOMA yang
dipakai adalah untuk orang normal adalah 1.775 sedangkan nilai optimal HOMA untuk
penderita diabetes adalah 3,875. Di Indonesia penyusun tidak menemukan jurnal/hasil studi
untuk menentukan nilai cut off HOMA ini.4

Jika hasil pemeriksaan HOMA B tinggi, maka produksi insulin bagus sehingga hasil
gula puasa juga bagus (turun), artinya HOMA B dikatakan baik jika hasilnya lebih besar dari
nilai normal. Jika HOMA IR dibawah nilai normal, berarti kualitas insulin bagus, maka
otomatis HbA1C turun sehingga gula darah 2 jamPP pasti turun. Artinya HOMA IR
dikatakan baik jika hasilnya kurang dari nilai normal.4

Bila dalam beberapa kali pengobatan HOMA IR selalu tinggi, maka harus diwaspadai
terjadinya Insulin Resistensi, segera deteksi dengan parameter ADIPONECTIN. Apabila
hasilnya rendah artinya terjadi Insulin Resistensi.4

Selain pemeriksaan diatas, dapat juga dilakukan pemeriksaan : 2


1. Glukosa Urin
Adanya glukosuria tidak dapat dijadikan sebagai dasar diagnosis karena kurang akurat.
Akan tetapi, hiperglikemik yang disertai glukosuria dapat dijadikan untuk menegakkan
diagnosis termasuk ketoasidosis. Biasanya pemeriksaan glukosa darah harus bersamaan
dengan glukosa urin.
2. Benda Keton, sedimen, dan protein dalam urin : Pemeriksaan keton dilakukan untuk
mengetahui ada tidaknya gangguan metabolic.
3. Resisten Insulin : dengan pemeriksaan HOMA dan Quicky.
4. Profil Lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserida)
5. Mikroalbumin
6. Kadar Kreatinin Serum

7
7. Pemeriksaan funduskopi : Pemeriksaan funduskopi untuk melihat ada tidaknya kelainan
mata yang sering terjadi pada penderita DM seperti katarak.
8. Foto rontgen thoraks : Foto rontgen thoraks dilakukan untuk melihat ada tidaknya
infeksi TBC karena pada penderita DM sangat rentan akan infeksi. 1,2

Diagnosis

Diabetes Melitus diklasifikasikan berdasarkan proses patogenesis yang menyebabkan


hiperglikemik, dulunya pernah dikriteriakan berdasarkan onset atau tipe terapi yang
diberikan. Dua kategori utama dari DM adalah tipe 1 dan tipe 2. DM tipe 1 merupakan hasil
dari komplit atau near-total insulin defisiensi. Sedangkan DM tipe 2 merupakan campuran
kelainan yang heterogen seperti derajat resistensi insulin, kelainan sekresi insulin dan
peningkatan produksi glukosa.1

GAMBAR 3 Spektrum dari homeostasis glukosa dan diabetes melitus


Sumber : Longo DL etal. 2011.Harrisonsprinciples of internal medicine. 18th Ed. Vol II

8
GAMBAR 4 Klasifikasi DM berdasarkan AMA, 2011
Sumber : Longo DL etal. 2011.Harrisonsprinciples of internal medicine. 18th Ed.Vol II

Etiologi lain dari DM termasuk efek genetik spesifik dalam sekresi insulin atau
aksinya, abnormalitas metabolik yang mempengaruhi sekresi insulin, kelainan mitokondrial
dan kondisi host yang mempengaruhi toleransi glukosa. Maturity-onset diabetes of the young
(MODY) adalah salah satu subtipe dari DM yang ditandai oleh kelainan genetik
autosomaldominan, onset dari hiperglikemik biasanya kurang dari usia 25 tahun dan ada
Kelainan sekresi insulin. MODY akan dibahas di bagian diferensial diagnosis.1,2

Epidemiologi
Prevalensi DM di dunia meningkat secara dramatis dalam dua dekade terakhir,
diperkirakan dari 30 juta kejadian pada tahun 1985 menjadi 285 juta kasus pada tahun 2010.
Berdasarkan pada trendnya, International Diabetes Federation memperkirakan bahwa pada
tahun 2030 akan ada 438 juta individu yang terkena diabetes.1,2,4

9
DM tipe 2 prevalensinya meningkat lebih cepat daripada tipe 1. Mungkin disebabkan
oleh peningkatan obesitas, pengurangan aktivitas fisik dan usia harapan hidup yang
meningkat.1

GAMBAR 5 Prevalensi diabetes mellitus berdasarkan IDF, 2009


Sumber : Longo DL etal. 2011.Harrisonsprinciples of internal medicine. 18th Ed.Vol II

Differential diagnosis
1. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes tipe 1 yang merupakan tipe immune-mediated lebih dari 95% (tipe 1a) dan
tipe idiopatik< 5% (tipe 1b). Tingkat/kecepatan kerusakan Beta sel pankreas bervariasi,
bisa terjadi cepat ataupun lambat di individu-individu tertentu. DM tipe 1 sering
diasosiasikan dengan terjadinya ketosis bila tidak diobati. Dapat terjadi pada berbagai
usia namun terbanyak onsetnya pada saat anak-anak dan dewasa muda dominan pada
usia sebelum sekolah dan pada masa pubertas. Kelainan katabolik dimana terjadinya
absen dari sirkulasi insulin, glukagon plasma meningkat dan cell Beta pankreas gagal
merespons semua stimulus kekurangan insulin tersebut. Pemberian insulin dari luar
sangat dibutuhkan untuk mengembalikan keadaan katabolik tersebut, mencegah ketosis,
mengurangi hiperglukagon dan menurunkan glukosa darah. Pengaruh lingkungan dalam
DM tipe 1 kurang diketahui. Beberapa hipotesis mengatakan bahwa infeksi virus seperti
mumps, rubbella atau Coxsackie B4 juga dapat meningkatkan resiko DM tipe 1.1,2,4

10
GAMBAR 6 Spesifitas dan sensitivitas markerautoimun untuk DM tipe 1
Sumber : Papadakis MA, Mcphee SJ. 2013.Currentmedical diagnosis &treatment 2013

2. MODY
Maturity-onset diabetes of The Yong (MODY) adalah kelainan genetik dan klinik
yang heterogen dan merupakan salah satu tipe dari DM yang ditandai dengan onset yang
cepat, kelainan genetik autosomal dominan dan defek utama pada sekresi insulin -
Geneticdefects of beta cellfunction. Mutasi pada pada enam gen merupakan penyebab
MODY terbanyak. MODY seperti DM tipe 2 yang disebabkan oleh kelainan gen
autosomal dominan dan terjadi pada usia muda dengan riwayat DM dalam keluarga.
MODY merupakan kelainan genetik diwariskan melalui keturunan. MODY sering
dibandingkan dengan DM tipe 2 dan memiliki beberapa kesamaan gejala. Tetapi
bagaimanapun, MODY tidak ada hubungannya dengan obesitas, penderitanya biasanya
muda dan tidak ada kaitannya dengan kelebihan berat badan. Diperkirakan sekitar 1-2%
orang yang teken DM sebenarnya merupakan tipe MODY. Onset terjadi sebelum usia 25
tahun. Dapat terjadi dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam keluarga. MODY
tidak selalu membutuhkan pengobatan insulin. Manifestasi klinis yang digunakan untuk
menegakkan diagnosis MODY :6.7
Hiperglikemik ringan sampai sedang (tpically 130250 mg/ dl, atau 714 mmol/ l)
dan ditemukan sebelum usia 30 tahun. Tetapi bagaimanapun, MODY masih dapat
berkembang sampai dibawah usia 50 tahun.
Gejala awal sama seperti gejala DM pada umumnya.
Tidak ada autoantibodi atau kelainan autoimun lainnya.
Kadar insulin yang Persita rendah.
Tidak ada obesitas atau kelainan lainnya yang berhubungan dengan DM tipe 2.
Resistensi insulin jarang terjadi.
Adanya kista pada ginjal pasien juga sering ditemukan.
Non-transientneonatal DM.
Liver adenoma dan hepatocellular karsinoma sering ditemukan bersama MODY tipe
3.

3. LADA

11
Latent-autoimmune diabetes of adults (LADA) adalah sebuah konsep yang
diperkenalkan pada tahun 1993 untuk menggambarkan slow-onsetautoimun DM tipe 1
pada dewasa. Biasanya individu dewasa yang menderita LADA sering salah didiagnosa
menderita DM tipe 2 karena mungkin pengaruh dari umur tetapi bukan etiologi. Pasien
dengan LADA memiliki gejala lebih sedikit dibanding DM tipe 2. Ciri khas lainnya
adalah pada pasien LADA ada kesulitan untuk mengontrol kadar glukosa darah
menggunakan obat standar hipoglikemi oral. Pasien LADA memiliki markerautoimmun
dalam darahnya seperti marker pada DM tipe 1 tetapi bisanya pada awal diagnosis, pasien
LADA tidak membutuhkan terapi insulin bukan insulin dependen. Tetapi ketika
kelainan metaboliknya terus berlanjut, maka pasien dengan LADA akan membutuh terapi
insulin (insulin dependen) seperti pada DM tipe 1. Gejala ketoasidosis juga mulai timbul
pada keadaan lanjut pasien dengan LADA yang tidak terkontrol. Berdasarkan The UK
Prospective Diabetes Study menemukan bahwa antibodi spesifik LADA dapat ditemukan
pada 6% - 10% pasien yang didiagnosis menderita DM tipe 2. Diagnosis LADA
ditegakkan ketika ditemukan peningkatan kadar markerautoantibodi dalam darah pasien
seperti pada DM tipe 1. Pada tahap awal, pasien dengan LADA mungkin berespons
terhadap terapi OHO. Tetapi kerusakan sel Beta pankreas terus berlanjut dan pada
akhirnya pasien harus membutuhkan insulin insulin dependent. 1,6.7
Karakteristik LADA yang mungkin dapat digunakan pada diferensial diagnosis : 1,6,7
Onset biasanya umur 25 tahun atau lebih tua.
Bergejala awal seperti DM tipe 2 pada orang yang bukan obese. (pasien LADA
biasanya memiliki berat badan yang ideal.
Sering tetapi tidak selalu, pasien LADA jarang memiliki riwayat DM tipe 2 dalam
keluarganya.
Individu dengan LADA kelihatannya seperti resisten insulin.
HLA gen berhubungan dengan DM tipe 1 bukan DM tipe 2.
Biasanya sekitar 12 tahun setelah salah didiagnosa sebagai DM tipe 2, pasien LADA
akan dependen insulin.

Manifestasi klinis
Gejala klasik DM yakni : 1,2
1. Polidipsi (banyak minum)
2. Poliphagia (banyak makan) Trias DM (3P)
3. Poliuria (sering buang air kecil)
4. Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.

12
Gejala penyerta : 1,2
1. Lemas, cepat lelah, dan mengantuk
2. Kesemutan
3. Hiperpigmentasi (laki-laki : penis, selangkangan, axilla; Wanita : vulva) tidak hilang
dengan dicuci atau obat kulit.
4. Penglihatan kabur
5. Disfungsi ereksi atau impoten (pada pria)
6. Frigiditas (pada wanita) : tidak ada hasrat seks pada wanita atau sakit saat koitus
akibat mukosa vaginal kering.
7. Pruritus ( didaerah vulva pada wanita )
8. Penyembuhan luka yang lambat

Pertimbangan Genetik
DM tipe 2 juga sangat dipengaruhi oleh genetik. Peluang terjadinya DM tipe 2 pada
kembar identik adalah 70-90%. Individu dengan salah satu orangtuanya menderita DM tipe 2,
memiliki resiko juga untuk terkena DM, jika kedua orang tua terkena DM, resiko
keturunannya menderita DM dapat mencapai 40%. Gene yang menyebabkan predisposisi
untuk DM tipe 2 belum sepenuhnya teridentifikasi. 1,2

Insuline Resistention Syndrome


Kondisi resistensi insulin terdiri dari berbagai kelainan dengan hiperglikemik
merupakan salah satu gejala paling utama untuk mendiagnosisnya. Metabolik sindrom,
insulin resistensi sindrom, sindrom X merupakan istilah-istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kumpulan kelainan metabolik seperti insulin resistensi, hipertensi,
dislipidemia (penurunan HDL dan peningkatan trigliserida), obesitas visceral atau sentral,
DM tipe 2 atau IGT/FGT dan mempercepat kelainan kardiovaskular.1,2

Mutasi dari reseptor insulin yang mengganggu pengikatan atau transduksi signal
adalah penyebab yang cukup jarang terjadinya insulin resistensi. Acanthosis migran dan
gejala hiperandrogen (hisutisme, jerawat, dan oligomenorea pada wanita) juga merupakan
gejala umum dari sindrom ini. Disfungsi jaringan adiposa dapat menyebabkan resistensi
insulin sistemik.1,2

Acanthosis Nigricans

13
GAMBAR 7 Spesifitas dan sensitivitas markerautoimun untuk DM tipe 1
Sumber: google.com/image/achantosisnigricans

Acanthosis nigricans ialah dermatosis yang terdiri atas hiperpigmentasi dan hipertrofi
papular yang berlokalisasi simetrik. Acanthosis nigricans merupakan kelainan pada kulit
yang sering ditemukan pada penderita terutama yang resisten insulin dan obesitas.
Acanthosisnigricans sering ditemukan leher, aksila, groin dan lipatan abdominal.5
Adanya Acanthosis nigricans bisa dipergunakan sebagai pertanda untuk prognosis
DM tipe 2. Insulin jelas memiliki pengaruh utama pada munculnya Acanthosis nigricans.
Pada keadaan resistensi insulin, Acanthosis nigricans merupakan akibat dari kadar insulin
yang berlebihan dan berikatan dengan IGF-1R (insulin-likegrowthfactor1 reseptor) pada
keratinosit dan fibroblast yang menyebabkan proliferasi epidermal yang abnormal. Proliferasi
yang abnormal itulah yang menyebabkan munculnya fenotip acanthosis nigricans. IGF-1R
terdapat pada asal keratinosit dan regulasinya meningkat pada keadaan proliferasi keratinosit
ataupun fibroblast.5

Patofisiologi
Insulin resistensi dan kelainan sekresi insulin berperan utama pada perkembangan
DM tipe 2. Meskipun efek utama masih menjadi kontroversi, kebanyakan studi mendukung
pandangan bahwa resistensi insulin mendahului defek insulin sekresi tetapi diabetes mulai
terjadi hanya ketika sekresi insulin menjadi inadekuat.1,2

DM tipe 2 dicirikan dengan kelainan insulin sekresi, resistensi insulin, produksi


glukosa oleh hati yang berlebihan dan kelainan metabolisme lemak. Kegemukan, terutama

14
visceral atau sentral sangat sering menderita DM tipe 2. Pada kelainan tahap awal, toleransi
glukosa cukup normal, meskipun terjadi resistensi karena cell beta pankreas mengkompensasi
dengan meningkatkan pengeluaran insulin. Ketika insulin resistensi dan kompensasi
hiperinsulinemia terus terjadi, sel beta pankreas pada beberapa individu tidak dapat
menopang keadaan hiperinsulinemia. Hal tersebut menyebabkan terjadinya IGT, ditandai
dengan meningkatnya glukosa postprandial. Pada keadaan yang lebih lanjut, penurunan
sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa oleh hati menyebabkan diabetes yang jelas
dengan hiperglukosa pada saat keadaan puasa. Yang paling terakhir adalah terjadi kerusakan
sel beta.1,2

Gambar 8 Patofisiologi DM tipe 2

15
Komplikasi
Dalam perjalanan penyakit DM tipe 2 dapat terjaid komplikasi atau penyulit akut dan
menahun. Komplikasi akut berlangsung cepat dan meningkatkan tingkat mortalitas :1,2,4
1. Ketoasidosis diabetik : hiperglikemik, asidosis, ketosis.
Ketoasidosis diabetik ditandai dengan gejala DM tidak terkontrol, rasa lemah, anoreksia,
mual, muntah, sakit perut, hipotermia, hiperpneu (pernapasan kussmaul), napas berbau
aseton, dehidrasi, hiporefleks, inkoordinasi otot mata, serta dilatasi pupil. Pada
pemeriksaan lab, didapatkan hiperglikemia, ketonemia, kadar bikarbonat menurun, pH
darah menurun, kadar BUN dan ureum darah meningkat, jumlah sel darah dan Ht
meningkat.

2. Hiperosmolar non-ketosis : hiperglikemik berat, dehidrasi berat, tanpa ketosis, dan


asidosis, yang ditandai dengan gejala klinis poliuria, polidipsi, dan letargi. Pada
pemeriksaan lab, didapatkan kadar glukosa darah sangat tinggi, kadar bikarbonat plasma
normal, dan pH darah normal.

3. Hipoglikemia : Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60


mg/dl. Biasanya hipoglemia ditandai dengan penurunan kesadaran pada penderita DM.
Hipoglikemik biasa ditandai pada penggunaan sulfonylurea dan insulin. Hipoglikemia
akibat sulfonylurea dapat berlangsung lama sehingga harus diawasi secara terus-menerus
hingga waktu kerja obat habis ( sekitar 24-72 jam). Gejala hipoglikemik seperti adanya
gejala adrenergic (berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-
glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma). Hipoglikemik harus
segera mendapat pengelolaan memadai dengan diberikan makanan yang mengandung
karbohidrat atau glukosa 15-20 gram intravena.

Komplikasi kronik atau penyulit menahun berlangsung lambat tapi bila tidak dicegah, dapat
menyebabkan mortalitas : 1,2,4
1. Makroangipati : komplikasi yang terjadi pada pembuluh darah besar seperti pada
pembuluh darah jantung dan pembuluh darah tepi. Komplikasi menyebabkan lebih
cepat terjadinya aterosklerosis yang akhirnya mengakibatkan peningkatan risiko
timbulnya infark miokard, stroke, dan gangrene pada ekstremitas bawah. Penyakit arteri
perifer sering terjadi dengan gejala tipikal intermittent claudicatio atau dapat pula tanpa
gejala. Ulkus iskemik pada kaki merupakan kelainan yang umum muncul dan biasa
terjadi pertama kali. mikroangiopati dapat juga terjadi pada pembuluh darah otak.

16
2. Mikroangiopati : Mikroangiopati merupakan komplikasi yang terjadi pada pembuluh
darah kapiler yang umumnya terjadi paling berat pada retina, ginjal, dan saraf yang
akhirnya menyebabkan retinopati diabetika, nefropati diabetika, dan neuropati
diabetika.

Tata Laksana
Penatalaksanaan DM disebut sebagai 4 pilar yang terdiri atas edukasi (pasien,
keluarga), terapi gizi medis (food planning), latihan jasmani atau aktivitas fisik, dan
intervensi farmakologis untuk menurunkan kadar glukosa darah (obat hipoglikemik oral /
OHO maupun insulin). Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani dalam jangka waktu antara 2-4 minggu. Apabila kadar glukosa darah belum
mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO)
atau dengan suntikan insulin. OHO dapat diberikan tunggal atau dengan kombinasi. Dalam
keadaan dekompensasi metabolic berat seperti ketoasidosis, stress berat, berat badan yang
menurun cepat, adanya ketonuria, dapat menjadi indikasi pemberian insulin segera.
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia, dan cara
mengatasinya harus diberitahukan kepada pasien. Untuk pencegahan hipoglikemia, dapat
dilakukan dengan jadwal makan yang teratur, hindari konsumsi alcohol, hindari olahraga
berlebihan, dan makan snack sekitar 1 jam sebelum berolahraga. 1,2,4

1. Edukasi
Promosi perilaku sehat seperti pola makan sehat dan teratur, melakukan aktivitas fisik dan
latihan jasmani secara rutin, menggunakan obat diabetes atau insulin secara teratur sesuai
dosis yang diberikan, melakukan pemantauan glukosa darah mandiri secara teratur,
melakukan perawatan kaki secara berkala, serta mengerti keadaan hipoglikemik. Edukasi
pada pasien yang perlu disampaikan seperti pengertian tentang perjalanan penyakit DM,
makan pentingnya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit DM dan risikonya,
intervensi farmakologis dan non farmakologis serta target perawatan, interaksi asupan
makanan dengan aktivitas fisik dan OHO serta insulin, cara pemantauan glukosa mandiri,
mengatasi keadaan gawat darurat seperti rasa sakit atau hipoglikemik, pentingnya latihan
jasmani teratur, pentingnya perawatan kaki, dan cara mempergunakan fasilitas perawatan
kesehatan. 1,2,4

17
2. Terapi Gizi Medis (TGM)
Setiap penderita diabetes harus menyesuaikan TGM dengan kebutuhannya dengan
komposisi makronutrisi (KH, lemak, protein) dan mikronutrisi (vitamin dan mineral)
yang cukup dan seimbang serta dengan jadwal makan yang teratur. Karbohidrat
dianjurkan sebesar 45-65 % total asupan energy. Jenis KH yang diberikan termasuk
karbohidrat kompleks dan berserat tinggi. Jadwal makan penderita DM dibagi menjadi 6
kali setiap 3 jam, dengan 3 kali makan besar dan 3 kali makan kecil seperti buah-buahan
dengan interval setiap 3 jam. Lemak dianjurkan sekitar 20-25 % dari total kebutuhan
kalori dengan lemak tidak jenuh < 10% dan lemak jenuh < 7%. Protein diberikan 10-20%
dari total asupan energy dengan sumber protein yang baik seperti ikan, daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.
Sayuran yang dianjurkan buncis dan hindari nangka muda. Untuk buah dianjurkan
papaya, kedondong, salak, pisang ambon, tomat, dan semangka. Buah yang harus dihinari
seperti sawo, nanas, rambutan, durian, nangka, dan anggur. 1,2,4

3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani dilakukan secara teratur 3-4 kali seminggu selama rentang waktu 30-60
menit disertai dengan aktivitas fisik sehari-hari. Latihan jasmani bermanfaat untuk
menurunkan atau menjaga berat badan, meningkatkan kebugaran, memperbaiki
sensitivitas insulin sehingga glukosa darah dapat terkontrol. Latihan jasmani yang
dianjurkan yang berintensitas ringan-sedang seperti jalan kaki, bersepeda, jogging, senam
atau berenang hingga didapat maximal heart rate 60-70%. Maximal heart rate (MHR)
didapat dari (220-umur) karena intensitas harus disesuaikan dengan usia dan kemampuan
tubuh. 1,2,4

4. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis dilakukan bila sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
ketiga pilar diatas. Intervensi farmakologis diberikan dari mulai dosis terendah hingga
memberikan efek pada pasien atau disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Intervensi
farmakologis untuk DM tipe 2 diawali dengan pemberian obat hipoglikemik oral (OHO)
dan apabila tidak responsive, maka diberikan insulin. Intervensi farmakologis dengan
obat hipoglikemik oral (OHO)yang biasa digunakan adalah : 1,2,4
Cara Kerja Utama Efek Samping Penurunan A1C
Utama
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi insulin BB naik 1,5-2%

18
Hipoglikemik
Glinid Meningkatkan sekresi insulin BB naik ???
Hipoglikemik
Metformin Menekan produksi glukosa dan Diare 1,5-2%
menambah sensitivitas terhadap insulin Dyspepsia
Asidosis laktat
Penghambat Menghambat absorbsi glukosa Flatulens 0,5-1,0%
Glukonidase Alfa Tinja lembek
Tiazolidindion Menambah sensitivitas terhadap insulin Edema 1,3%
Insulin Menekan produksi glukosa hati, Hipoglikemik Potensial sampai
stimulasi pemanfaatan glukosa BB naik normal

Cara pemberian OHO yang benar yakni : 1,2,4


- OHO dimulai dengn dosis kecil dan ditingkatkan bertahap sesuai respons kadar
glukosa darah, hingga dosis maksimal.
- Sulfonylurea I dan II diberikan 15-30 menit sebelum makan.
- Glinid diberikan sebelum makan.
- Metformin bisa diberikan sebelum/saat/sesudah makan.
- Acarbose dapat diberikan bersama makanan suapan pertama.
- Tiazolidindion tidak bergantung pada jadwal makan

Insulin diperlukan pada keadaan penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia berat
dsiertai ketosis, ketoasidosis diabetic, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia
dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO atau dengan dosis maksimal, stress
berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/ DM gestasional
yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi ginjal atau hati yang
berta, serta kontraindikasi atau alergi terhadap OHO. Cara kerja insulin adalah dengan
menekan produksi glukosa hati dan menstimulasi pemanfaatan glukosa. Efek samping dari
terapi glukosa seperti dapat terjadinya hipoglikemia serta timbulnya reaksi imunologi berupa
alergi terhadap insulin atau resistensi insulin. 1,2,4

Prognosis
Sepanjang dapat dikontrol dengan baik, prognosis DM dapat memuaskan. Selain itu
juga ketaatan pasien sangat menentukan juga prognosis kelainan ini. Kadar glukosa darah
harus dijaga agar selalu optimal; tidak berlebihan ataupun kekurangan.Pencegahan atau
penanganan komplikasi yang cepat juga dapat menurunkan angka mortalitas dari penyakit ini.
Berikut parameter yang digunakan untuk menilai prognosis perbaikan DM tipe 2 : 1,2,4

Parameter Baik Sedang Buruk

19
GDP (mg/dl) 80-109 110-125 126
GD2PP (mg/dl) 80-144 145-179 180
A1C (%) < 6,5 6,5-8,0 8,0
K-Total (mg/dl) < 200 200-239 240
K-LDL (mg/dl) < 100 100-129 130
K-HDL (mg/dl) >45
TG (mg/dl) < 150 150-199 200
IMT (kg/m2) 18,5-22,9 23-25 25
TD (mmHg) <130/80 130-140/80-90 140/90

20
PENUTUP
Kesimpulan
Diabetes melitus (DM) merujuk kepada kelompok kelainan metabolik yang memiliki
gejala klinis dasar yaitu hiperglikemik. Diabetes tipe 2 disebabkan oleh gangguan resistensi
perifer terhadap kerja insulin dengan respons kompensasi sekresi insulin yang tidak adekuat
oleh sel-sel pankreas/ defisiensi insulin relatif. Penyebab tersering pada DM tipe 2 adalah
obesitas terutama obesitas sentral. Gejala klinis diabetes ditandai dengan 3P(Polidipsi,
Polifagi dan Poliuri) dan rasa cepat lelah serta mengantuk, selain itu juga disertai dengan
penurunan berat badan. Penatalaksanaan DM disebut sebagai 4 pilar yang terdiri atas edukasi
(pasien, keluarga), terapi gizi medis (food planning), latihan jasmani atau aktivitas fisik, dan
intervensi farmakologis untuk menurunkan kadar glukosa darah (obat hipoglikemik
oral/OHO maupun insulin). Prognosis DM dapat memuaskan apabila dapat dikontrol dengan
tepat.

Daftar Pustaka
1. Powers CA. Diabetes mellitus. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL,
Jameson JL, Loscalzo J [editor].Harrisonsprinciples of internal medicine. 18 th Ed.
Vol. II Philadelphia: The McGraw-HillCompanies, 2011: 2968-3002.
2. Soegondo S, Rudianto A, Manaf A, Subekti I, BPranoto A, Arsana PM, dkk.
Consensus pengelolaan dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta :
PB. Perkeni; 2008 .h. 1-33.
3. Gleadle J. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005.
Hal.155,191.
4. Masharani U. Diabetes mellitus & hypoglycemia. In: Papadakis MA, Mcphee SJ
[editor].Current Medical diagnosis &treatment 2013. Philadelphia: The McGraw-
HillCompanies, 2013: 1992-1244.
5. Kalus AA, Chien AJ, Olerud JE. Diabetes mellitus and other endocrine diseases. In:
Wold K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ
[editor].Fitzpatricks dermatolog in general medicine. 7th Ed. Philadelphia: The
McGraw-HillCompanies, 2008: 1461-83.
6. Velho G, Robert JJ. Maturity-onset diabetes of the Yong (MODY): genetis and
clinical characteristics. HormRes 2002; 57(suppl 1): 29-33.
7. Gardner DS, Tai ES. Clinical features and treatment of maturity onset diabetes of the
young (MODY). Dovepress 2012; 5: 101-108.

21

You might also like