Professional Documents
Culture Documents
Nyeri berkemih
PENYAKIT BPH
1. PENGERTIAN
Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika
urinaria.(Kapita Selekta Kedokteran).
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam akndung kemih, dapat terjadi
secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes 1995).
Retensio urine adlah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun
terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner & Suddarth).
2. ETIOLOGI
1. Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis.
Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya,
misalnya pada operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis,
misalnya miningokel, tabes doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai
dengan rasa
sakit yang hebat.
2. Vesikalberupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada
pasien DM
atau penyakit neurologist, divertikel yang besar.
3. Intravesikal berupa pembesaran prostat, kekakuan lehervesika, batu kecil dan
tumor.
4. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat,kelainan patologi
uretra,
trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih.
5. Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine),
preparat
antidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin (Pseudoefedrin
hidroklorida = Sudafed), preparat penyekat adrenergic (Propanolol),
preparat
antihipertensi (hidralasin).
3. PATOFISIOLOGI
Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa
sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai
mengejan. Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, factor obat dan factor
lainnya seperti ansietas,kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya.
Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat
miksi di medulla spinalsi menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis
sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor
yang mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter
internal, vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang,
intravesikal berupa hipertrofi prostate, tumor atau kekakuan leher vesika,
striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa
meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi abdomen. Factor obat
dapat mempengaruhi proses BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan
filtrasi glumerolus sehingga menyebabkan produksi urine menurun. Factor lain
berupa kecemasan, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya yang
dapat meningkatkan tensi otot perut, peri anal, spinkter anal eksterna tidak dapat
relaksasi dengan baik.
5. GAMBARAN KLINIS
Retensi urine memberikan gejala gangguan berkemih, termasuk diantaranya
kesulitan buang air kecil; pancaran kencing lemah, lambat, dan terputus-putus;
ada rasa tidak puas, dan keinginan untuk mengedan atau memberikan tekanan
pada suprapubik saat berkemih.
Suatu penelitian melaporkan bahwa gejala yang paling bermakna dalam
memprediksikan adanya gangguan berkemih adalah pancaran kencing yang
lemah, pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna, mengedan saat
berkemih, dan nokturia.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine
adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan specimen urine.
Pengambilan: steril, random, midstream.
Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, KEton, Nitrit.
Sistoskopy, IVP.
DIAGNOSIS
Pada pasien dengan keluhan saluran kemih bagian bawah, maka anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lengkap, pemeriksaan rongga pelvis, pemeriksaan
neurologik, jumlah urine yang dikeluarkan spontan dalam 24 jam, pemeriksaan
urinalisis dan kultur urine, pengukuran volume residu urine, sangat dibutuhkan.
Fungsi berkemih juga harus diperiksa, dalam hal ini dapat digunakan
uroflowmetry, pemeriksaan tekanan saat berkemih, atau dengan voiding
cystourethrography.
Dikatakan normal jika volume residu urine adalah kurang atau sama dengan
50ml, sehingga jika volume residu urine lebih dari 200ml dapat dikatakan
abnormal dan biasa disebut retensi urine. Namun volume residu urine antara 50-
200ml menjadi pertanyaan, sehingga telah disepakati bahwa volume residu
urine normal adalah 25% dari total volume vesika urinaria.
7. PENATALAKSANAAN
Ketika kandung kemih menjadi sangat menggembung diperlukan kateterisasi,
kateter Foley ditinggal dalam kandung kemih selama 24-48 jam untuk menjaga
kandung kemih tetap kosong dan memungkinkan kandung kemih menemukan
kembali tonus normal dan sensasi.
Bila kateter dilepas, pasien harus dapat berkemih secara spontan dalam waktu
4 jam. Setelah berkemih secara spontan, kandung kemih harus dikateter kembali
untuk memastikan bahwa residu urine minimal. Bila kandung kemih
mengandung lebih dari 100 ml urine, drainase kandung kemih dilanjutkan lagi.
8. KOMPLIKASI
Karena terjadinya retensi urine yang berkepanjangan, maka kemampuan
elastisitas vesica urinaria menurun, dan terjadi peningkatan tekanan intra vesika
yang menyebabkan terjadinya reflux, sehingga penting untuk dilakukan
pemeriksaan USG pada ginjal dan ureter atau dapat juga dilakukan foto BNO-
IVP.oestrgrd
Tingka
Keterangan
t CTAS
SIRS adalah respon inflamasi sistemik terhadap berbagai klinis yang berat.
Dimanifestasikan oleh 2 atau lebih dari kriteria berikut:
Suhu > 38 C atau < 36 C
Denyut jantung > 90 denyut / menit
Tingkat pernapasan > 20 kali / menit atau PaCO2 < 32 torr (< 4,3 kPa)
WBC > 12000 sel/mm3, < 4000 sel/mm3 atau > 10 % bentuk belum matang
Nyeri sentral berasal dalam rongga tubuh terkait dengan kondisi anggota
tubuh yang mengancam jiwa.
Nyeri akut adalah nyeri onset baru dan lebih membuktikan berbahaya
(terlebih dahulu ditangani) daripada nyeri kronis.
A. Airway :-
B. Breathing : ronkhi basah, Dyspnea, Perubahan pola nafas
C. Circulation : pucat
D. Disability : composmentis
E. Eksposure : hipotermi
Tingka
Keterangan
t CTAS
SIRS adalah respon inflamasi sistemik terhadap berbagai klinis yang berat.
Dimanifestasikan oleh 2 atau lebih dari kriteria berikut:
Nyeri sentral berasal dalam rongga tubuh terkait dengan kondisi anggota tubuh
yang mengancam jiwa.
Nyeri akut adalah nyeri onset baru dan lebih membuktikan berbahaya (terlebih
dahulu ditangani) daripada nyeri kronis.
Nyeri kronis adalah sindrom berulang yang berkesinambungan diakui baik atau
mewujudkan pola nyeri yang sama (perubahan dalam pola atau keparahan =
akut).
3. PENGKAJIAN SEKUNDER
L : -
Pemeriksaan fisik
a. Kaji adanya gagal jantung kongestif (disebabkan oleh retensi cairan dan
hipertensi yang di sebabkan oleh retensi natrium dan air)
b. Kaji produksi renin yang berlebihan
c. Kaji adanya anemia akibat angguan eritropoesis
d. Kaji adanya jejar/memar
e. Periksa keadaan dehidrasi dan overhidrasi
Pemeriksaan ginjal
a. Inspeksi adanya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen
b. Palpasi menggunakan 2 tangan dengan tangan kiri diletakkan disudut
kostovertebra untuk mengangkat ginjal ke atas, sedangkan tangan kanan
meraba ginjal dari depan.
c. Perkusi atau pemeriksaan ketok ginjal dilakukan dengan eberikan ketokan
pada sudut kostovertebra
d. Auskultasi adanya bruit ginjal dilakukan dengan
Pemeriksaan kandung kemih
Pemeriksaan eliminasi urine
Pemeriksaan genitalia eksternal
PENGKAJIAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratirium
b. Radiografik
c. Endourologi
d. USG
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut b/d radang urethra distensi bladder
b. Gangguan pola eliminasi urine b/d infeksi bladder, gangguan neurology,
hilangnya tonus jaringan perianal, efek terapi.
c. Ansietas b/d status kesehatan
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, kebutuhan pengobatan b/d tidak mengenali
informasi masalah tentang area sensitive
e. Resiko infeksi b/d terpasangnya kateter urethra
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnose :
Nyeri akut b/d radang urethra, distensi bladder
Tujuan :
Pasien menyatakan nyeri hilang dan mampu untuk melakukan istrahat dengan
tenang.
Intervensi :
1. Kaji nyeri, kolasi dan intensitas
2. Perhatikan tirah baring bila diindikasikan
3. Pasang kateter untuk melancarkan drainase
4. Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi, contoh eperidin
Diagnose :
Gangguan pola eliminasi urine b/d infeksi bladder, gangguan neurology, hilangnya
tonus jaringan perianal, efek terapi.
tujuan :
setelah intervensi diharapakan berkemih dengan jumlah yang normal dan tanpa
adanya retensi.
intervensi :
Diagnose:
Ansietas b/d status kesehatan
Tujuan:
Intervensi:
1. Berikan informasi tentang prosedur dan apa yang akan terjadi. Contoh kateter,
iritasi kandung kemih
2. Pertahankan perilaku nyata dalam melakukan prosedur atau menerima pasien
3. Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah/perasaan
Diagnose:
kurang pengetahuan tentang kondisi, kebutuhan pengobatan b/d tidak mengenal
informasi masalah tentang area sensitive.
Tujuan:
Intervensi:
1. Dorong pasien untuk menyatakan rasa takut dan atau perasaan perhatian
2. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan tindakan atau evaluasi medic
3. Berikan informasi bahwa kondisi pasien tidak ditularkan secara seksual
4. Anjurkan menghindari makanan berbumbu, kopi, dan minuman mengandung
alcohol.
Diagnose :
Resiko infeksi b/d terpasangnya kateter urethra
Tujuan:
mencapai waktu penyembuhan dan tidak mengalami tanda infeksi.
Intervensi:
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian primer
A. Airway :-
Breathing : ronkhi basah, Dyspnea, Perubahan pola nafas
Batuk
b. Circulation : sianosis
c.Disability : composmentis
d.Eksposure : hipertermi
PENGKAJIAN SEKUNDER
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
e. Pemeriksaan laboratirium
f. Radiografik
g. Endourologi
h. USG
Referensi: Asuhan keperawatan sistem
perkemihan
n Diagnosis Criteria evaluasi (NOC) Intervensi (NIC)
o Keperawatan