You are on page 1of 37

Gangguan Mekanisme Kerja Jantung

Christian Sarmento Giam


10.2012.319
A6

Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna Utara no 6, Kebon Jeruk, Jakarta Barat
Tahun Ajaran 2012/2013
Email: chrsitian_giam77@yahoo.com

Pendahuluan
Jantung merupakan salah satu organ manusia yang sangat penting dan fundamental.
Dikatakan fundamental dikarenakan fungsi utamanya yang menyokong kehidupan manusia,
tentunya selain jantung ada pula organ lain yang juga ikut mempertahankan kehidupan
manusia, seperti paru-paru. Pada masa embrio, jantung juga menjadi satu-satunya organ
pertama yang fungsional. Seperti yang sudah kita semua ketahui, bahwa jantung berperan
dalam sistem sirkulasi darah. Darah yang disirkulasikan oleh jantung mengandung oksigen
dan sari-sari makanan yang dibutuhkan oleh jaringan-jaringan pada tubuh manusia terutama
otak. Selain mengangkut oksigen dan sari-sari makanan, karbondioksida dan zat-zat hasil
metabolisme juga ikut disirkulasikan oleh jantung, sehingga tercipta lah suatu sistem transpor
dalam tubuh.

Isi
Skenario
Seorang laki-laki berusia 45 tahun dating ke rumah sakit karena merasakan berdebar-debar.
Pada pemeriksaan TD 120/80 mmHg, T:36,3 C, pada pemeriksaan ekg dokter mengatakan
pasien tersebut ditemukan ekstrasistol.

Rumusan Masalah
Laki-laki usia 45 tahun merasa berdebar-debar

Hipotesis
Berdebar-debar disebabkan karena adanya gangguan mekanisme kerja jantung.
PEMBAHASAN

2.1 Organ Jantung Manusia

Anatomi Organ Jantung

Organ jantung merupakan organ muskulus berongga yang berfungsi sebagai


pompa untuk mempompakan darah dan memberdayakan sistem sirkulasi darah,

Gambar 1. Struktur Umum Anatomi Jantung1


sehingga darah dapat sampai ke jaringan-jaringan. Jantung terletak di sebelah
posterior dari sternum dan kartilago kosta, di sebelah anterior dari
oesophagus, dan terletak di dalam mediastinum inferior, pars media
(terselubung oleh mediastinum). Dua pertiga dari jantung dapat ditemukan
terletak di sebelah sinistra dari linea midsternal. Organ ini memiliki ukuran
sebesar kepalan tangan pemiliknya dan memiliki bentuk seperti kerucut yang
tumpul di berbagai ujung runcingnya. Ujung atas jantung yang lebar mengarah ke
bahu kanan, sedangkan ujung bawah yang mengerucut atau biasa disebut apex
cordis mengarah ke panggul kiri. Seringkali detakan jantung dirasakan di bagian
kiri dada, padahal sebenarnya jantung terletak di tengah-tengah dada. Efek
detakan jantung yang berada di sebelah kiri ini, disebabkan karena apeks jantung
yang memukul kuat bagian dada kiri saat jantung berdenyut dengan kuat.2-4

2
Organ jantung dibungkus oleh sebuah kantung berdinding ganda yang dapat
membesar dan mengecil yang disebut perikardium. Selain membungkus jantung,
perikardium ini juga ikut menyelimuti pembuluh-pembuluh darah besar.
Perikardium pada jantung ini disebut juga sebagai kantung serofibrosa
dikarenakan komponennya yang terdiri atas komponen fibrosa dan serosa. Oleh
karena itu, perikardium terdiri atas 2 jenis, yaitu:3
a. Perikardium fibrosa
Perikardium ini merupakan lapisan kuat yang menyelimuti jantung.
Berbentuk konus dan akan berlanjut ke superior menjadi fascia
pretrachealis dan juga bergabung dengan pangkal dari pembuluh besar.
Perikardium ini di sisi inferior atau kaudal, melekat kuat dengan centrum
tendineum (tendon sentral) dari diafragma. Di sisi anteriornya, dibatasi
oleh pleura dan paru terhadap dinding anterior thorax, sedangkan di sisi
posterior berbatasan dengan trakea, oesophagus dan aorta descendens.
Perikardium fibrosa juga melakukan suatu perlekatan dengan sternum
melalui 2 ligamentum, yaitu ligamentum pericardiacosternalis superior
untuk berikatan dengan ujung superior corpus sternum dan ligamentum
pericardiacosternalis inferior untuk berikatan dengan ujung inferior dari
corpus sternum.5
b. Perikardium serosa
Perikardium serosa terdiri atas 2 bagian, yaitu pars parietalis dan pars
visceralis. Pars parietalis dari pericardium ini berlekatan dengan
perikardium fibrosa dan terletak di inferior perikardium fibrosa, sedangkan
pars visceralisnya ialah apa yang disebut sebagai epikardium, yang
berlekatan langsung dengan jantung. Perikardium serosa memiliki
permukaan yang halus dan berfungsi sebagai bantalan bagi jantung. Di
antara 2 bagian dari perikardium ini terdapat dua sinus yang penting, yaitu:
(1) sinus transversus, yang terletak di antara vena cava superior dan atrium
sinister di bagian posterior serta truncus pulmonalis dan aorta di bagian
anterior dan (2) sinus obliquus, yang terletak di posterior dari atrium
sinister, dan dibatasi oleh vena cava superior et inferior dan vv. pulmonalis
yang berjumlah 4 buah.5

Selain dibungkus oleh perikardium, jantung juga memiliki beberapa


permukaan yang penting, yaitu:

3
a. Fascies sternocotalis (permukaan anterior)
Permukaan anterior ini terutama dibentuk oleh atrium dexter dengan
auriculanya, ventriculus dexter, dan segaris tipis ventriculus sinister.
Permukaan anterior ini dilewati oleh sulcus atrioventricularis anterior.
b. Fascies diaphragmatica (permukaan inferior)
Permukaan inferior ini terutama dibentuk oleh kedua ventrikel yang
dipisahkan oleh sulcus interventrikular dan dominan dibentuk oleh
ventriculus sinister.
c. Fascies basalis (permukaan posterior)
Permukaan posterior ini terdiri dari atrium sinister yang menerima
keempat vv. pulmonalis.5

Sebagaimana yang telah kita semua sudah pelajari sebelumnya, bahwa jantung
memiliki 4 ruangan yang membentuknya, 2 atrium (sinister dan dexter) dan 2
ventrikel (sinister dan dexter). Atrium dexter terletak lebih anterior terhadap
atrium sinister dan begitu pula dengan ventriculusnya.

a. Atrium dexter
Atrium dexter terdiri atas 2 bagian, yaitu atrium propria (merupakan
atrium yang sebenarnya) dan auricula dextra. Atrium propria merupakan
sebuah ruang di antara 2 vena cava (superior et inferior) dan ostium
atrioventrikularis, sedangkan auricula dextra yang berbentuk seperti
kuping ialah kantung yang terdapat di antara vena cava superior dan
ventriculus dexter. Auricula dan atrium dibatasi dengan sebuah alur yang
disebut sulcus terminalis. Di sebelah dalam dari alur ini terdapat sebuah
penonjolan berbentuk rigi yang disebut crista terminalis. Dinding dalam
dari auricula dibentuk oleh susunan otot yang horizontal seperti mata sisir
yang disebut mm. pectinati.
Pada atrium dexter ini dapat ditemukan beberapa lubang yang berfungsi
sebagai muara dari pembuluh balik besar, yaitu:
(1) Ostium vena cava superior, merupakan muara dari vena cava superior
yang membawa darah deoksigenasi. Ostium ini tidak memiliki katup
(valva).
(2) Ostium vena cava inferior, merupakan muara dari vena cava inferior
yang juga membawa darah deoksigenasi. Ostium ini lebih besar
daripada yang superior, dan berfungsi untuk mengalirkan darah ke
fossa ovalis pada sirkulasi darah janin. Pada dewasa, fossa ovalis sudah
tertutup sehingga atrium sinister dan dexter tidak saling berhubungan.

4
Ostium ini memiliki valva yang disebut valva Eustachius atau valva
vena cava inferior.
(3) Sinus coronarius, merupakan muara dari dari berbagai vena jantung.
Letak dari sinus coronarius ialah di antara vena cava inferior dengan
ostium atrioventricular dextra. Pada sinus coronarius ini juga dapat
ditemukan sebuah katup atau valva yang dinamakan valva Thebessi
dan akan menutup sewaktu atrium dexter berkontraksi sehingga darah
tidak dapat masuk ke dalam sinus coronarius.

Di sebelah superior dari sinus coronarius, terdapat septum interatrial yang


membentuk dinding posterior dari atrium dexter. Pada septum ini dapat
ditemukan bangunan rudimenter dari foramen ovale, yaitu fossa ovalis
yang berbentuk oval pada dinding septum yang mulanya ialah septum
primum. Pada bagian atas fossa ovalis, terdapat penonjolan yang disebut
limbus fossa ovalis yang mewakili septum sekundum. Kadangkala, kedua
septum tidak saling menyatu (defek septal atrial), sehingga foramen masih
menetap hingga dewasa dan hal ini akan menyebabkan kedua atrium saling
berhubungan, akibatnya ialah darah yang kotor dengan darah bersih akan
saling bercampur.

b. Ventriculus dexter
Ventriculus dexter hampir sebagian besar menempati permukaan anterior
jantung (fascies sternocostalis). Dinding ventriculus dexter lebih tebal
dibandingkan dengan atriumnya, namun tidak lebih tebal daripada dinding
ventriculus sinister. Dinding dari ventriculus ini mengandung massa otot
yang disebut trabecula carnae. Ada pun kelompok otot trabecula carnae
yang menonjol ke depan dari septum interventrikular ke dinding anterior
disebut moderator band atau pita moderator yang memiliki fungsi penting
untuk konduksi impuls dan mencegah over distensi dari ventriculus. Pita
moderator atau trabecula septomarginal penting untuk konduksi impuls
karena memiliki cabang kanan dari nodus A-V. Seperti halnya dengan
bagian atriumnya, ventriculus dexter juga memiliki beberapa lubang
penting, yaitu:
(1) Ostium atrioventricularis dextra, merupakan ostium berbentuk oval
yang dilindungi oleh sebuah katup dengan tiga daun pintu yang
dibentuk oleh lipatan endokardium disertai sedikit jaringan fibrosa,

5
disebut valva tricuspidalis atau valva atrioventricularis dextra. Ketiga
daun pintu dari valva tricuspidalis dihubungkan oleh chorda tendinae.
Chorda tendinae ini berfungsi mencegah katup terbuka ke arah atrium
akibat tekanan ventrikel yang tinggi. Pada chorda tendinae dapat
ditemukan pula perlekatan muskulus papillaris, yang akan ikut
berkontraksi ketika ventrikel mengalami kontraksi dan menarik chorda
tendinae ke arah bawah sebagai mekanisme untuk mempertahankan
katup tetap tertutup ketika menerima tekanan yang tinggi dari
ventrikel.

(2) Ostium truncus pulmonalis, merupakan lubang pada puncak conus arteriosus. Sama
halnya dengan ostium AV dextra, ostium ini pun juga dilindungi oleh sebuah katup
yang disebut valva truncus pulmonalis atau valva semilunaris, karena memiliki 3 daun
katup yang berbentuk seperti setengah bulan sabit. Katup ini akan membuka ketika
tekanan di dalam ventrikel melebihi tekanan di arteri pulmonalis dan akan menutup
ketika tekanan ventrikel menurun sehingga tetap menjaga aliran darah yang satu arah.

c. Atrium sinister

Atrium sinister memiliki ukuran yang sedikit lebih kecil dibandingkan


dengan atrium dexter, dan mengisi sebagian besar bagian posterior dari
jantung. Tidak jauh berbeda dengan atrium dexter, atrium ini juga terdiri
atas 2 bagian, yaitu (1) atrium propria yang merupakan muara dari
keempat vv. pulmonalis. Muara ini tidak memiliki katup. Pada ostium A-V
sinistra, dilekati oleh katup yang terdiri atas 2 daun pintu atau biasa disebut
valva bicuspidalis/valva mitral (karena kemiripan bentuknya yang seperti
topi mitre atau topi tradisional uskup) dan (2) auricula sinister yang lebih
melengkung dibanding yang dextra. Dinding dalamnya juga dibentuk oleh
otot-otot berbentuk rigi dari mm. pectinati.

d. Ventriculus sinister
Ventriculus sinister memiliki dinding yang jauh lebih tebal dibandingkan
dengan ventriculus dexter dikarenakan fungsinya untuk memompa darah
teroksigenasi dengan tekanan tinggi melalui sirkulasi sistemik. Secara
stuktur masih sama dengan ventrikel kanan. Ventrikel kiri memiliki bentuk

6
yang lebih konus dan puncak konus membentuk apex cordis. Pada
ventrikel kiri ini juga ditemukan beberapa lubang, yaitu:
(1) Ostium atrioventricularis sinistra, yang berukuran lebih kecil
dibandingkan dengan yang dextra dan dilindungi oleh katup dengan 2
daun pintu yang disebut katup bicuspidalis atau valva mitral (sudah
dijelaskan di bagian atrium sinister). Pada ostium ini juga ditemukan
adanya trabecula carnae namun memiliki jumlah dan ketebalan yang
lebih dibandingkan dengan yang dexter. Pada ostium ini tidak
ditemukan adanya pita moderator seperti pada ventrikel kanan.
(2) Ostium aorticum, merupakan lubang bulat di sebelah ventral dan
dextra dari ostium A-V sinister, memiliki katup yang bentuknya sama
seperti katup pada truncus pulmonalis yaitu semilunar. Bagian
ventrikel yang ada di inferio dari ostium aorticum disebut vestibulum
aorticum. Di antara cuspis (daun katup) dan dinding aorta terdapat
pelebaran yang berbentuk seperti kantung disebut sinus aorticum/sinus
valsava yang merupakan asal dari a.coronaria dextra dan sinistra.2,3,5,6

Gambar 2. Struktur Anatomi Atrium Dexter dan Ventriculus Dexter, Tampak Ventral1

7
Gambar 3. Struktur Anatomi Atrium Sinister dan Ventriculus Sinister, Tampak Lateral1

Gambar 4. Struktur Anatomi Ventriculus Sinister dan Dexter1

Gambar 5. Struktur Anatomi Katup-katup Jantung1


e. Vaskularisasi Jantung5,6
Pasokan darah oksigenasi ke jantung terutama dilakukan oleh a.coronaria
yang berasal dari sinus aorta. Terdapat dua jenis a.coronaria, yang sinister
dan yang dexter.
(1) A.coronaria sinister, merupakan arteri yang keluar dari sinus aorta
tepat di atas daun posterior kiri katup aorta. Ukurannya biasa lebih
besar dibandingkan dengan yang dextra. Berfungsi untuk
memperdarahi sebagain besar atrium sinister dan ventriculus sinister.
Pertama-tama, ia akan berjalan di sebelah anterior di antara truncus
pulmonalis dan auricula sinistra, kemudian akan berbelok ke sinistra
menuju sulcus A-V anterior dan selanjutnya akan ke daerah posterior
untuk mengelilingi margo sinistra/margo obtusus untuk berjalan
berdampingan dengan sinus coronarius dan sampai sejauh sulcus
interventricularis posterior dimana ia akan beranastomosis dengan
arteri coronaria dextra. A.coronaria sinister memiliki 2 cabang, yaitu
a.coronaria sinister, ramus interventricularis anterior yang
dipercabangkan sebelum a.coronaria sinistra berbelok ke sinistra untuk
memperdarahi bagian anterior ventrikel kanan dan kiri, serta
membentuk satu cabang lagi, yaitu a.marginalis sinistra untuk
memperdarahi ventrikel kiri. Cabang kedua a.coronaria sinistra ialah
a.coronaria sinister, ramus circumflexa, yang memperdarahi atrium
dan ventriculus sinistra.
(2) A.coronaria dexter, merupakan arteri yang keluar dari sinus aorta tepat
di atas daun anterior katup aorta. Pertama-tama ia akan berjalan di

9
anterior dextra untuk muncul di antara truncus pulmonalis dan auricula
dextra, kemudian akan berjalan di inferior dextra pada sulcus A-V
menuju ke pertemuan dari margo dextra dan inferior cordis dan
kemudian akan berputar ke sinistra untuk ke bagian posterior jantung
sampi sejauh sulcus interventricularis posterior, untuk beranastomosis
dengan a.coronaria sinistra. Arteri ini memiliki 2 cabang, yaitu
a.coronaria dexter, ramus interventricularis posterior yang akan
berjalan di dalam sulcus interventricularis posterior untuk menuju apex
dan memperdarahi kedua ventrikel. Cabang kedua dari arteri ini ialah,
a.coronaria dexter, ramus marginalis yang timbul pada margo dextra
dan berjalan mengikuti margo acutus, akan memperdarahi fascies
anterior dan posterior ventriculus dexter. Cabang kedua a.coronaria
dexter ini juga akan ikut memperdarahi nodus sinuatrialis dengan
mempercabangkan cabang kecil yang melintas di antara atrium dexter
dan vena cava superior.
f. Drainase Vena Jantung5,6
Sebagian besar vena jantung akan bermuara pada sinus coronarius yang
kemudian akan dialirkan ke atrium dexter. Sinus coronarius ini terletak
pada bagian posterior sulcus coronarius. Pada sinus ini terdapat katup yang
disebut valva Thebessi. Beberapa vena yang bermuara di sinus coronarius
ialah:
(1) Vena cordis magna = vena cardiaca magna = vena coronaria sinistra
(2) Vena cordis parva = vena cardiaca parva = vena coronaria dextra
(3) Vena cordis media = vena cardiaca media (mengikuti a.interventrikular
posterior)
(4) Vena ventricularis sinistra posterior
(5) Vena oblique atria sinistra Marshalli

Namun ada juga vena-vena kecil yang tidak bermuara ke dalam sinus
coronarius, yaitu:

(1) Vv.cordis minimae (vena-vena kecil yang langsung mengalir ke dalam


bilik-bilik jantung)
(2) Vv.cordis anterior = Vv.cardiaca anterior (vena-vena kecil yang
menyilang sulcus atrioventricularis dan mengalir langsung ke atrium
dexter)
g. Persarafan Jantung

10
Jantung mendapat persarafan dari serabut simpatis dan parasimpatis
susunan saraf otonom melalui plexus cardiacus yang terletak di bawah
arcus aorta. Persarafan simpatis untuk jantung berasal dari ganglia simpatis
cervicalis dan thoracalis atas melalui plexus cordis superficialis dan
profunda, sedangkan persarafan parasimpatis untuk jantung berasal dari
N.vagus (X).
(1) Serabut-serabut postganglionik simpatis berakhir di nodus sinoatrialis
dan nodus atrioventricularis, serabut-serabut otot jantung dan arteri
coronariae. Perangsangan simpatis akan menghasilkan akselerasi
jantung, meningkatkan daya kontraksi otot jantung, mempercepat
frekuensi ritme nodus sekaligus penghantaran impuls, dan
menyebabkan dilatasi (pelebaran) dari a.coronaria/vasodilatasi.
(2) Serabut-serabut postganglionik parasimpatis berakhir pada nodus
sinoatrialis, nodus atrioventricularis, dan arteri coronariae.
Perangsangan parasimpatis akan mengakibatkan pengurangan denyut
jantung, melemahnya kontraksi otot jantung, perlambatan frekuensi
ritme nodus sekaligus penghantaran impuls, dan menyebabkan
konstriksi (penyempitan) dari a.coronaria/vasokonstriksi.5,7

Histologi Organ Jantung

Organ jantung merupakan organ berotot dan berongga yang berkontraksi


secara berirama untuk memompa darah untuk masuk ke dalam sistem sirkulasi
tubuh, baik yang sistemik maupun yang pulmonal. Dinding jantung, terutama
terdiri dari 3 lapisan tunika, yaitu antara lain endokard (dinding jantung yang
paling dalam), miokard (dinding jantung tengah), dan epikard (dinding terluar
jantung). Selain itu, jantung juga memiliki daerah pusat yang fibrosa, yaitu
kerangka fibrosa yang memiliki fungsi sebagai pangkal katup, selain sebagai
tempat asal dan insersi dari miosit jantung.

(1) Endokardium
Endokardium pada jantung sama halnya seperti tunika intima pada pembuluh
darah. Terdiri dari selapis sel endotel gepeng, yang terbentang di atas lapisan
subendotel tipis jaringan ikat longgar dengan serat-serat elastin dan kolagen,
selain sel otot polos. Di antara endokardium dan miokardium, terdapat lapisan

11
subendokardium yang menyatu dengan endomisium yang juga mengandung
vena, saraf, dan cabang-cabang sistem hantar-rangsang jantung.8
(2) Miokardium
Miokardium merupakan lapisan jantung yang paling tebal dan terdiri atas sel-
sel otot jantung yang tersusun dalam lapisan yang mengelilingi bilik-bilik
jantung secara berpilin majemuk. Banyak lapisan ini tertanam dalam kerangka
jantung fibrosa. Susunan sel-sel otot ini sangat bervariasi, sehingga pada
sajian histologi pada daerah kecil tertentu, sel-sel ini tampak menurut macam-
macam orientasi. Sel-sel otot jantung dibagi dalam 2 populasi : sel-sel otot
jantung yang kontraktil dan yang non-kontraktil (sel pembangkit dan
penghantar rangsang). Sel-sel pembangkit dan penghantar rangsang berfungsi
membangkitkan isyarat listrik untuk memulai denyut jantung.8
(3) Epikardium
Epikardium yang homolog dengan tunika adventisia pada pembuluh darah
ialah pembungkus serosa dari jantung yang membentuk lapisan visceral dari
perikardium. Bagian luarnya ditutupi oleh epitel selapis gepeng/pipih
(mesotel) yang ditunjang oleh lapisan tipis jaringan ikat. Lapis subepikardium
terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung vena, saraf dan ganglia
saraf. Jaringan lemak yang biasa ditemukan membungkus jantung juga dapat
ditemukan pada lapisan ini.8
(4) Kerangka fibrosa
Kerangka fibrosa jantung terdiri dari jaringan ikat padat. Komponen
utamanya ialah septum membranaseum, trigonum fibrosum, dan annulus
fibrosus. Bangunan ini terdiri atas jaringan ikat padat, dengan serat-serat
kolagen kasar yang teorientasi ke berbagai arah. Daerah tertentu bahkan
ditemukan mengandung nodulus tulang rawan fibrosa.
(5) Katup jantung
Katup jantung terdiri atas jaringan ikat padat sebagai pusat (mengandung
kolagen dan elastin), kedua sisinya dilapisi oleh lapis endotel. Pangkal katup
melekat pada annulus fibrosa dari kerangka fibrosa.
(6) Sel-sel otot jantung
Sel-sel otot jantung yang menjadi penyusun utama dari lapisan miokardium,
memiliki kekhususan struktur bila dibandingkan dengan sel otot rangka dan
polos. Miosit jantung dirangkai ujung dengan ujungnya melalui sebuah taut
khusus yang disebut diskus interkalaris, taut ini terlihat berbeda dengan
susunan paralel silindris dari otot rangka dikarenakan hubungan oblik dengan
untaian di dekatnya menghasilkan rangkaian tiga dimensi yang rumit. Jantung

12
manusia bersifat miogenik, artinya independen dari rangsangan saraf. Semua
miosit jantung memiliki kemampuan untuk mengadakan depolarisasi ritmik
spontan dan repolarisasi membarannya. Tetapi sekelompok miosit dalam
atrium ada yang memiliki peran sebagai pacemaker dan eksitasi akan
menyebar dari situ ke seluruh miokardium melalui taut rekah antar miosit.
Inilah yang disebut sebagai kelompok miosit yang bersifat non-kontraktil.
Secara garis besar, dengan pemeriksaan mikroskop cahaya, sel otot jantung
memiliki pola bergaris melintang sama seperti yang dimiliki oleh otot rangka
namun serat-serat otot tersebut saling bercabang dan saling berhubungan
dengan serat yang ada di dekatnya. Sarkoplasma otot jantung juga lebih
banyak dan corak garis memanjang pada otot jantung jelas dikarenakan
miofibrilnya yang dipisahkan oleh deretan mitokondria. Perbedaan yang dapat
ditemukan pada otot jantung ialah tubul-T. Tubul-T pada otot jantung berbeda
dengan yang terdapat pada otot rangka. Mereka terletak setinggi garis Z,
bukan pada batas A-I dan karenanya hanya ada satu per sarkomer. Diameter
tubul lebih besar dan memiliki sistem tubul bercabang-cabang yang disebut
sebagai sistem tubuler aksial-transversal untuk membedakannya dari sistem-
T pada otot rangka. Begitu pula dengan retikulum sarkoplasma dari otot
jantung, memanjang dan tidak serumit yang terdapat pada otot rangka. Terdiri
atas anyaman tubulus berdiameter 20-35 nm di subsarkolemma yang meluas
ke dalam celah-celah pada kolom filamennya.
Kontraksi pada otot jantung seperti halnya pada otot rangka, bergantung pada
ion kalsium bebas pada sarkoplasma. Namun otot jantung yang memiliki
sakulus relatif kecil sebagai ganti sisterna terminalis mempunyai lebih banyak
cadangan kalsium intrasel. Selama depolarisasi sarkolema dan invaginasinya,
kalsium ekstrasel masuk dan diikuti pula dengan pelepasan kalsium intrasel
dalam retikulum. Kedua sumber kalsium ini akan mengaktifkan peluncuran
filament dan menghasilkan kontraksi.
Struktur otot jantung di atrium dan ventrikel jantung serupa namun miosit
atrium berdiameter rata-rata lebih kecil dan sistem tubul aksial-transversal
kurang berkembang. Pada atrium, penyebaran potensial aksi berjalan lebih
cepat daripada yang di ventrikel. Proses penyebaran potensial aksi pada sel
otot jantung dilakukan dengan taut-taut rekah kecil di antara serat-serat otot
jantung yang berdekatan. Taut-taut rekah kecil merupakan bagian dari diskus
interkalaris yang terbentuk dari membran yang saling berhadapan dan

13
berkontak erat. Secara fisiologis, taut ini penting untuk difusi ion-ion melalui
pori dan dengan demikian akan memudahkan koordinasi aktivitas dari miosit.
Semua bagian jantung berhubungan secara listrik melalui taut-taut ini.
Meskipun sel-selnya terpisah namun otot jantung secara fisiologis bekerja
sebagai sinsisium.9
(7) Struktur Pengatur Denyut Jantung
Jantung memiliki sistem pembangkit dan penghantar rangsang yang membuat
atrium dan ventrikel dapat berkontraksi secara ritmis menghasilkan pola
denyut jantung yang teratur. Salah satunya ialah nodus sinoatrial yang
merupakan pemicu/pacemaker jantung, karena memiliki aktivitas ritmik yang
paling cepat. Nodus SA ini terletak dekat masuknya vena cava superior ke
dalam atrium dexter. Sel-sel nodus ialah sel jantung yang mengalami
modifikasi, lebih kecil dari sel otot atrium dengan lebih sedikit miofibril. Sel
nodus tersusun secara konsentris di sekitar sebuah arteri nodus besar. Traktus
internodus terdiri atas sel-sel khusus yang menghantarkan depolarisasi listrik
dari nodus SA ke nodus atrioventrikular. Nodus atrioventrikular ii terletak
di bagian bawah dari septum interatrial tepat di atas pintu sinus koronarius.
Sel-sel nodusnya serupa dengan yang dimiliki oleh sel nodus SA. Terdapat
arteriol besar dan jaringan lemak.
Selain kedua jenis nodus di atas, terdapat pula berkas atrioventrikular atau
dikenal pula sebagai berkas Hiss yang dibentuk oleh serabut-serabut Purkinje
yang menembus kerangka fibrosa dan kemudian pecah menjadi cabang ke kiri
dan ke kanan. Berkas kiri akan memecah lagi menjadi 2 fasikel. Berkas
serabut Purkinje ini berjalan dalam lapis subendokard menuju apeks jantung,
tempat mereka berbalik arah dan mulai bercabang-cabang yang akan
berkontak dengan sel otot jantung biasa dengan perangsangan taut rekah.
Karena susunan ini lah, rangsang bagi kontraksi ventrikel dihantarkan dengan
cepat menuju apeks jantung, yang harus berkontraksi terlebih dahulu untuk
memompa darah keluar dari ventrikel. Gelombang kontraksi kemudian akan
dihantarkan ke basis jantung, dimana terdapat katup aorta dan katup pumonal.
Sel dari serabut Purkinje memiliki diameter yang jauh lebih besar dibanding
sel otot jantung pada umumnya.8,9

14
Gambar 6. Letak Sel-sel Otoritmik Jantung8

Mekanisme Kerja Pompa Jantung


Sebelum membahas mengenai aktivitas listrik pada jantung, saya ingin
membahas sedikit mengenai diskus interkalaris secara fisiologis, tentunya hal ini
akan memiliki korelasi dengan bagaimana sebuah impuls listrik dapat menyebar
ke seluruh sel otot jantung.
Diskus intekalaris seperti yang telah saya singgung di topik bahasan
sebelumnya, merupakan hubungan yang terbentuk antar ujung-ujung serat otot
jantung. Pada diskus interkalaris ini, terdapat 2 jenis taut membran yaitu:
desmosom dan taut celah/taut rekah. Desmosom, merupakan suatu taut erat yang
menyatukan sel-sel secara mekanis dan terdapat sangat banyak di jaringan yang
mengalami stres mekanis besar seperti jantung. Pada interval tertentu sepanjang
diskus interkalaris, dapat ditemukan taut celah yang merupakan membran yang
saling berhadapan dan saling mendekat. Taut celah memilki daerah dengan
resistensi listrik yang rendah memungkinkan potensial aksi untuk menyebar
melalui taut celah ini dengan mudah. Sebagai sel otot jantung dapat mengalami
kontraksi tanpa mendapat rangsangan apapun. Ketika satu sel jantung mengalami
potensial aksi secara spontan, maka potensial aksi tersebut akan menjalar ke sel-
sel jantung lainnya dan akibatnya massa otot-otot sekitar akan ikut mengalami
eksitasi dan kontraksi sebagai suatu sinsitium fungsional. Taut celah tidak
menyatukan sel-sel kontraktil atrium dan ventrikel namun ada sistem hantaran
khusus yang mengatur koordinasi kontraksi atrium dan ventrikel untuk
memastikan sinkronisasi keduanya berjalan ritmis.

15
Kontraksi pada otot jantung
Gambar 7. Diskus Interkalaris2
sebagaimana yang telah dibahas,
terjadi akibat potensial aksi
yang dimulai dari satu sel otot
jantung yang kemudian menjalar sel-sel otot jantung yang lain. Jantung dapat
berdenyut secara berirama karena memiliki sifat otoritmisitas. Ada 2 jenis sel otot
jantung, yaitu (a) sel kontraktil, yang melakukan kerja mekanis memompa darah
dan tidak dapat membentuk potensial aksi dengan sendirinya dan (b) sel non-
kontraktil atau sel otoritmik yang jumlahnya sedikit namun memiliki fungsi
penting untuk membangkitkan potensial aksi pada sel kontraktil. Sel otot non-
kontraktil ini tidak ikut berkontraksi dan tidak memiliki aktivitas potensial
istirahat, sel ini justru menunjukkan aktivitas pemacu dimana terdapat gambaran
depolarisasi yang berlangsung perlahan hingga akhirnya mencapai ambang dan
menimbulkan potensial aksi. Pergeseran perlahan potensial ini hingga mencapai
ambang disebut sebagai potensial pemacu. Potensial pemacu ini terus bekerja
untuk menimbulkan potensial aksi yang memicu denyut berirama tanpa mendapat
rangsangan apapun.
a. Aktivitas Listrik Jantung
Dalam menciptakan otoritmisitas jantung, setidaknya ada beberapa sel-sel
jantung non-kontraktil yang ikut berperan, yaitu:
(1) Nodus sinoatrialis/Nodus SA, suatu daerah kecil khusus di dinding atrium
dexter dekat pintu masuk vena cava superior. Memiliki laju otoritimisitas
paling cepat, dengan demikian irama nodus ini menjadi irama dasar untuk
semua nodus.

16
(2) Nodus atrioventrikularis/Nodus AV, suatu berkas kecil sel-sel otot jantung
yang terletak di dasar atrium dexter dekat dengan septum, tepat di pertemuan
atrium dan ventrikel.
(3) Berkas His/berkas atrioventrikular, jaras sel khusus yang berasal dari nodus
AV dan masuk ke septum antar ventrikel untuk kemudian bercabang menjadi
cabang yang ke kanan dan yang ke kiri. Berkas cabang kanan dan kiri ini akan
meyusur sepanjang septum, untuk turun mengelilingi ventrikel dan kemudian
akan berjalan balik ke arah atrium di dinding luar.
(4) Serat Purkinje, percabangan kembali dari berkas His dan menyebar ke seluruh
miokardium ventrikel.

Kembali ke bahasan mengenai potensial pemacu, potensial pemacu dapat


terbentuk dengan melibatkan sejumlah kejadian ionik. Setidaknya, ada 2 kejadian
ionik yang dapat menyebabkan potensial pemacu, yaitu penurunan arus K + keluar
disertai dengan oleh arus Na+ masuk yang konstan dan peningkatan arus Ca2+
yang masuk.

Fase awal depolarisasi lambat menuju ke ambang dikarenakan penurunan


fluks pasif K+ yang keluar disertai dengan kebocoran Na+ yang mengakibatkan
Na+ secara konstan masuk. Permeabilitas K+ pada sel ototritmik jantung juga
tidak stabil, dan cenderung untuk menurun pada keadaan potensial negatif yang
menyebabkan pintu K+ tertutup, mencegah K+ keluar. Tidak seperti layaknya pada
sel otot rangka, sel ototritmik jantung tidak memiliki pintu Na + bervoltase. Sel-sel
ini justru memiliki pintu yang selalu terbuka dan pada potensial negatif akan lebih
permeabel terhadap Na+, sehingga secara terus menerus akan terjadi influks pasif
Na+ , namum tidak diimbangi dengan efluks K+. Influks pasif Na+ inilah yang
menyebabkan bagian di dalam menjadi kurang negatif dan demikian secara
perlahan akan membawa membran ke ambang batasnya.2
Pada paruh kedua potensial pemacu, saluran ion Ca 2+ tipe T akan membuka
sebelum membran mencapai ambang, dengan kata lain saluran ini akan terbuka
ketika membran masih mengalami depolarisasi lambat. Pembukaan saluran ion
ini akan semakin mendepolarisasi membran. Ketika ambang tercapai, terjadi
pembukaan saluran ion Ca2+, tipe L berpintu voltase yang membuka lebih lama
dibanding yang tipe T. Pembukaan ini akan menimbulkan gambaran potensial
aksi yang naik. Tidak seperti pada otot rangka, dimana fase naik diinduksi oleh

17
masuknya ion Na+ dalam jumlah besar, pada sel otoritmik jantung hal itu
dikerjakan oleh Ca2+.2
Fase turun atau repolarisasi, seperti biasa terjadi karena efluks K + akibat
permeabilitasnya yang meningkat seiring diaktifkannya saluran K+ berpintu
voltase. Setelah satu potensial aksi selesai, membran kembali dalam fase
depolarisasi lambat dengan pintu K+ yang sudah menutup kembali.2

Gambar 8. Diagram Aktivitas Pemacu Sel Otoritmik Jantung2

Potensial aksi yang terbentuk di nodus sinus, kemudian akan dikirimkan


melalui serat-serat nodus sinus yang bersatu dengan serat-serat otot atrium di
sekelilingnya, hingga akhirnya mencapai nodus AV. Selain berkas tersebut, ada
pula berkas serat otot atrium yang membentang dari nodus SA atrium kanan ke
kiri, yang disebut sebagai anterior interatrial band (pita antar atrium anterior).
Pita ini bertujuan untuk memastikan atrium terdepolarisasi bersamaan untuk
kemudian berkontraksi secara bersamaan pula. Ada pula berkas lain yang

18
berjumlah 3 buah yang terbentang dari dinding atrium dan berakhir di nodus AV,
disebut jalur internodus anterior, media, dan posterior.2,10
Konduksi impuls yang berlangsung dari atrium ke ventrikel berlangsung
lambat dan cenderung untuk mengalami penundaan. Penundaan ini penting terjadi
untuk memastikan atrium sudah benar-benar melakukan pengosongan sempurna
dan ventrikel juga sudah terisi sempurna sebelum akhirnya ventrikel berkontraksi.
Kemudian, setelah impuls dijalarkan ke nodus AV, nodus AV akan
mengirimkan impuls ke berkas His terlebih dahulu untuk selanjutnya ke serat-
serat Purkinje agar potensial aksi dapat diteruskan ke seluruh miokardium
ventrikel. Nodus AV hanya dapat meneruskan impuls searah yaitu dari atrium ke
ventrikel, sehingga penjalaran balik impuls dari ventrikel ke atrium tidak akan
pernah terjadi. Penjalaran di dalam sistem Purkinje berlangsung dengan sangat
cepat, penjalaran potensial aksi yang cepat dimungkinkan dapat terjadi karena
tingkat permeabilitas taut celah yang makin tinggi pada diskus interkalaris sel-sel
jantung yang menyusun serat Purkinje. Penjalaran potensial aksi yang enam kali
lebih cepat dari sel-sel kontraktil sinsisium ventrikel ini dimaksudkan agar
potensial aksi dapat langsung mencapai apeks dan distribusi dari impuls dapat
merata antar kedua ventrikel sehingga ventrikel dapat berkontraksi bersamaan
memompa darah ke sirkulasi sistemik dan pulmonal, tentunya hal ini terjadi untuk
alasan efisiensi pompa.2,10
Sel-sel otoritmik jantung memiliki laju otoritmisitas yang berbeda-beda, dan
seperti yang telah
diungkap sebelumnya,
10
bahwa nodus Gambar 9. Sistem Konduksi Sel Otoritmik Jantung SA
memiliki laju otoritmisitas
yang paling tinggi
dibandingkan yang lainnya
yaitu sekitar 70-80
potensial aksi per menit,
sehingga nodus SA
akan menjadi pemacu
normal untuk jantung. Dengan kata lain, jantung akan berdenyut dengan
berpatokan pada laju otoritmisitas ini. Alasan lain nodus SA menjadi pemacu
normal untuk jantung ialah karena kemampuannya untuk segera pulih dari
keadaan hiperpolarisasi yang lebih cepat dibanding dengan nodus AV dan serat

19
Purkinje, oleh karena itu ketika nodus AV dan serat Purkinje belom dapat lepas
dari keadaan hiperpolarisasi, nodus SA sudah didapati mencetuskan potensial aksi
baru. Bila dengan satu dan lain hal, nodus SA mengalami kerusakan maka laju
otoritmisitas akan beralih ke nodus AV atau pun ke serat Purkinje yang peka
rangsang. Jaringan nodus otoritmik non-SA dapat disebut pula sebagai pemacu
laten. Keadaan blok jantung komplit didapati pada jaringan penghantar antara
atrium dan ventrikel yang rusak, sehingga didapati laju otoritmisitas ventrikel
akan menyesuaikan dengan serat Purkinje yang hanya sebesar 30-40 potensial
aksi per menit. Pada keadaan ini, kecepatan denyut tersebut tidak mampu
menopang eksistensi kehidupan dan biasanya pasien sedang berada dalam
keadaan koma. Ada pula keadaan dimana serat Purkinje yang peka rangsangan
mengalami depolarisasi yang lebih cepat daripada nodus SA. Dalam keadaan
seperti ini maka laju otoritmisitas jantung akan berpindah ke fokus yang
abnormal tersebut, atau disebut juga fokus ektopik. Impuls dari fokus ektopik
akan menyebabkan kontraksi ventrikel prematur dan biasanya dirangsang oleh
penyakit jantung organik seperti cemas, alkohol, atau konsumsi kafein dan
nikotin berlebihan.2,10
Potensial aksi yang dihasilkan oleh sel kontraktil jantung memiliki gambaran
yang sedikit berbeda dengan yang dihasilkan oleh sel non-kontraktil jantung.
Setidaknya ada beberapa peristiwa penting yang ikut terlibat dalam pembentukan
potensial aksi sel kontraktil jantung, yaitu:
(1) Fase istirahat membran, berkisar sekitar -90 mV. Ketika terjadi influks Na +
dengan cepat maka dapat dikatakan membran sedang mengalami fase naik
potensial aksi. Permeabilitas membran terhadap Na+ meningkat sehingga
influks Na+ berlangsung cepat.
(2) Sementara membran sudah mencapai fase naik potensial aksinya,
terbentuklah fase datar yang khas pada potensial aksi ini. Fase datar yang
khas ini timbul akibat perubahan permeabilitas membran terhadap ion Ca 2+
dan K+. Peningkatan potensial aksi secara tiba-tiba menyebabkan saluran ion
kalsium tipe L yang lambat, untuk membuka dan memungkinkan influks
ion kalsium dari luar cairan ekstrasel ke dalam sel. Keadaan ini juga diperkuat
oleh permeabilitas ion kalium yang menurun. Gambaran plateau pada otot
jantung tidak ditemukan pada otot rangka. Hal yang mendasari gambaran
plateau ini ialah karena (a) pada otot jantung terjadi pembukaan saluran
natrium dan saluran lambat kalsium-natrium yang tidak terdapat pada otot

20
rangka dan (b) setelah potensial aksi timbul, permeabilitas ion kalium
menurun 5x lipat, hal ini tidak ditemukan pada otot rangka. Penurunan tajam
permeabilitas ini mencegah repolarisasi cepat.
(3) Fase repolarisasi seperti biasa, terjadi akibat efluks ion kalium dikarenakan
permeabilitas ion kalium yang berangsur-angsur dan memungkinkan ion
kalium untuk keluar dengan cepat, membuat membran kembali dalam fase
istirahatnya.2,10

Gambar 10. Diagram Aktivitas Sel Kontraktil Otot Jantung, Terdapat Gambaran Plateau yang Khas2

b. Siklus Jantung
Siklus jantung secara umum dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu sistol
dan diastol. Satu siklus jantung terdiri atas satu periode relaksasi/diastol dan
satu periode kontraksi/sistol. Siklus jantung dapat dibedakan menjadi
beberapa fase, antara lain:
(1) Relaksasi isovolumetrik ventrikel, merupakan awal dari fase relaksasi
ventrikel, dimana satu katup aorta tertutup dan katup AV belum terbuka.
Tidak ada darah yang masuk ke ventrikel dari atrium. Tidak terjadi
perubahan volume/volume tetap. Terjadi pada akhir sistolik.
(2) Pengisian cepat ventrikel, terjadi akibat tekanan ventrikel yang lebih
rendah dibandingkan tekanan di atrium. Tekanan yang besar di atrium
akibat mengumpulnya darah di atrium menyebabkan katup AV terbuka,
dan mengisi darah ke ventrikel dengan cepat atau disebut periode
pengisian cepat (darah mengalir dengan deras ke ventrikel akibat tekanan

21
yang sangat tinggi di atrium) dan selanjutnya diikuti dengan periode
pengisian lambat (aliran darah melambat akibat tekanan di atrium
berangsur-angsur menurun dan darah sudah dialirkan hampir seluruhnya
ke ventrikel).
(3) Kontraksi isovolumetrik ventrikel, merupakan fase saat tekanan ventrikel
melebih tekanan atrium dan katup AV sudah menutup. Untuk membuka
katup semilunaris, tekanan ventrikel harus lebih tinggi dibanding tekanan
aorta dan arteri pulmonalis. Pada fase ini, ventrikel mengalami kontraksi
namun volume ventrikel tetap dan ventrikel menjadi suatu ruang yang
tertutup. Tekanan di dalam ventrikel pada fase ini terus meningkat.
(4) Ejeksi, merupakan fase ketika tekanan di dalam ventrikel lebih tinggi
dibanding tekanan pada aorta dan arteri pulmonalis, sehingga ventrikel
dengan cepat meng-ejeksikan darah melalui katup semilunar. Periode
ejeksi terdiri atas 2 bagian, yaitu periode ejeksi cepat yang mendominasi
70% pengosongan dan periode ejeksi lambat yang mendominasi 30%
pengosongan. Jumlah darah yang dipompa keluar dari masing-masing
ventrikel saat kontraksi disebut isi sekuncup dan merupakan hasil dari
(volume diastol akhir/VDA volume sistol akhir/VS). Volume diastol
akhir ialah volume darah yang dapat ditampung oleh ventrikel ketika
proses pengisian ventrikel tuntas, sedangkan volume sistol akhir ialah
volume darah yang masih tertinggal di ventrikel ketika ejeksi telah
tuntas.2,10

22
Gambar 11. Arah Aliran Darah Pada Jantung yang Merupakan Gabungan Siklus Sistol dan Diastol2

2.2 Darah

Darah merupakan cairan yang terdapat dalam sistem sirkulasi tertutup, dan
mengalir secara teratur karena dorongan berirama dari jantung. Darah terdiri atas 2
bagian, yaitu unsur yang berbentuk atau sel-sel darah dan plasma, cairan dimana sel-
sel darah itu terendam. Unsur yang berbentuk dari darah antara lain seperti eritrosit,
leukosit dan trombosit.
Plasma darah yang merupakan cairan dimana sel-sel darah terendam, selain
terdapat sel-sel darah, plasma juga menjadi wadah berbagai bahan organik dan
anorganik. Bahan anorganik yang terdapat pada plasma sebagai besar dalam wujud
ion, seperti Na+ dan K+ yang merupakan ion yang paling banyak dalam plasma. Ion-
ion dalam plasma berperan dalam eksitabilitas membran dan menyangga pH darah.
Sedangkan, bahan-bahan organik dalam plasma terutama didominasi oleh keberadaan
protein plasma seperti albumin, globulin dan fibrinogen. Protein plasma ini berupa
koloid di dalam plasma. Albumin merupakan protein plasma yang berguna untuk
mempertahankan tekanan osmotik darah. Globulin, ialah protein plasma yang terdiri
atas 3 kelas yaitu alfa, beta dan gamma. Gamma globulin ialah zat anti dan biasa
disebut immunoglobulin yang penting untuk mekanisme pertahanan tubuh. Protein
plasma terakhir, yaitu fibrinogen, berperan penting pada mekanisme pembekuan
darah. Semua protein plasma diproduksi oleh hati, kecuali gamma globulin yang
diproduksi oleh limfosit.2,8
Komponen lain dari darah ialah eritrosit atau sel darah merah yang memiliki
fungsi primer untuk mengangkut oksiden dan karbondioksida serta sari-sari makanan.
Secara umum, eritrosit memiliki bentuk cakram bikonkaf tanpa inti. Bagian tengahnya

23
berbentuk cekung. Bentuk bikonkaf pada sel darah merah menjadikan sel ini memiliki
luas membran yang lebih luas untuk difusi oksigen dibanding bentuk bulat.
Kemampuan eritrosit untuk membawa oksigen disebabkan adanya kandungan protein
pembawa oksigen atau hemoglobin di dalam eritrosit. Hemoglobin pada sel darah
merah juga memiliki kemampuan untuk mengikat karbondioksida dan
karbonmonoksida, bahkan afinitas hemoglobin terhadap karbonmonoksida lebih
tinggi daripada afinitas oksigen dengan hemoglobin. Hemoglobin yang berikatan
dengan oksigen akan berwarna kemerahan, sedangkan hemoglobin yang mengalami
deoksigenisasi akan berwarna keunguan. Eritrosit akan bersirkulasi dalam tubuh
kurang lebih 120 hari. Lebih dari itu, eritrosit akan rusak dan akan mengakhiri
hidupnya di limpa. Eritrosit akan dibentuk kembali di sumsum tulang yang terdapat di
rongga tulang. Proses pembentukan sel darah merah baru disebut eritropoiesis yang
kecepatannya menyamai kecepatan kerusakan sel darah merah tua.2,8
Selain eritrosit, dikenal pula leukosit atau sel darah putih yang menjadi satuan
mobile dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit ini bukan merupakan komponen tetap
pada darah, karena ia akan bermigrasi ke jaringan untuk melakukan fungsinya.
Leukosit dibedakan atas 2 kelas, yaitu granulosit atau leukosit bergranula dan
agranulosit atau leukosit tidak bergranula. Macam-macam granulosit ialah antara lain
neutrofil, basofil dan eosinofil dengan afinitas granulanya terhadap zat warna yang
berbeda-beda. Neutrofil bersifat netral, basofil memiliki afinitas terhadap warna biru
basa dan eosinofil memiliki afinitas terhadap warna merah eosin. Agranulosit terdiri
atas 2 jenis yaitu monosit dan limfosit. Kesemua jenis leukosit ini memiliki fungsinya
masing-masing dan pada dasarnya ialah untuk sistem imunitas tubuh.

(1) Neutrofil, berfungsi untuk memfagositosis mikroorganisme atau sebagai


mikrofag, seperti bakteri sehingga neutrofil menjadi sangat penting untuk
menghadang invasi bakteri.
(2) Eosinofil, berfungsi dalam pertahanan tubuh terhadap parasit internal,
seperti cacing. Protein utama yang terdapat pada eosinofil dapat
mematikan cacing-cacing parasitik.
(3) Basofil, berfungsi dalam sintesis dan penyimpanan histamin dan heparin.
Pelepasan histamin penting untuk reaksi alergi, sedangkan heparin dapat
mempercepat pembersihan lemak dari darah. Heparin juga memiliki sifat
anti-koagulan atau mencegah pembekuan darah.

24
(4) Monosit, memiliki fungsi yang hampir sama dengan neurofil namun ia
memfagositosis molekul yang lebih besar atau sebagai makrofag.
(5) Limfosit, memiliki fungsi yang sangat penting membentuk pertahanan
imun tubuh terhadap lawan-lawan dari limfosit yang spesifik. Limfosit ada
2 jenis yaitu (a) limfosit B yang bertanggung jawab untuk imunitas
humoral atau imunitas dengan perantaraan antibodi. Limfosit B mengalami
pematangan di sumsum tulang dan (2) limfosit T yang bertanggung jawab
untuk imunitas selular atau imunitas tanpa perantaraan antibodi dan
biasanya akan langsung menghancurkan antigen dengan zat-zat kimia.
Limfosit T mengalami pematangan di timus.2,8

Komponen terakhir dari darah yang tidak kalah pentingnya ialah trombosit
atau keping-keping darah. Trombosit ialah fragmen sel mirip cakram, tidak berinti dan
merupakan fragmentasi dari megakariosit yang merupakan tepi luar sel sumsum
tulang yang sangat besar. Trombosit berperan penting dalam proses pembekuan darah
dan membentuk sumbat untuk pembuluh darah yang robek.
Darah mengandung cairan ekstraselular (cairan dalam plasma) dan cairan
intraselular (cairan dalam sel darah merah). Namun, darah dianggap sebagai
kompartemen yang terpisah karena kandungan dalam ruangnya sendiri, yaitu sistem
sirkulasi. Volume darah secara khusus penting untuk mengatur dinamika
kardiovaskular. Rata-rata volume darah dewasa normal ialah sekitar 8 persen dari
berat tubuh, atau sekitar 5 liter.10
Darah juga memiliki laju alirnya sendiri yang disebut laju alir darah. Laju alir
darah ini berbanding lurus dengan gradien tekanan dan berbanding terbalik dengan
resistensi vaskular. Gradien tekanan yang semakin besar akan cenderung mendorong
darah lebih cepat. Resistensi didefinisikan sebagai ukuran tahanan atau oposisi
terhadap aliran darah yang melalui suatu pembuluh. Hal ini dapat terjadi akibat
gesekan atau friksi antara cairan yang bergerak dengan dinding pembuluh yang diam.
Apabila resistensi meningkat, maka otomatis gradien tekanan pun harus ikut
ditingkatkan untuk menyeimbangkan laju alir darah seperti semula, imbasnya ialah
jantung harus bekerja lebih kuat untuk memompa darah. Resistensi terutama
dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu viskositas darah, panjang pembuluh dan jari-jari
pembuluh. Viskositas atau kekentalan darah tentu mempengaruhi tekanan darah,
karena seiring dengan meningkatnya kekentalan darah maka resistensi akan semakin
besar dan tekanan untuk mendorongnya harus lah lebih kuat. Kekentalan darah dapat

25
terjadi akibat pertambahan jumlah sel-sel darah yang beredar. Jumlah sel darah yang
berlebihan akan membuat darah semakin kental dan mengalami perlambatan laju alir.
Oleh karena itu, tekanan darah harus lebih kuat untuk mendorong darah agar
sirkulasinya normal. Panjang pembuluh menentukan luas permukaan pembuluh yang
berkontak dengan darah. Pada radius tetap, panjang pembuluh yang semakin besar
akan semakin meningkatkan resistensi karena luas permukaan pembuluh yang
berkontak dengan darah semakin besar pula. Jari-jari pembuluh memegang faktor
penting untuk resistensi, karena darah cairan pada dasarnya lebih mudah mengalir
pada pembuluh yang besar dibanding yang kecil. Perubahan sedikit pada jari-jari
pembuluh akan sangat mempengaruhi laju alir darah. Oleh karena itulah, penyempitan
dan pelebaran pembuluh darah secara tidak langsung akan mempengaruhi tekanan
darah seseorang.2

2.3 Pembuluh Darah, Kapiler, Arteri dan Vena


Pembuluh darah
Pembuluh darah secara umum memiliki struktur yang sama. Pembuluh darah
secara struktural disesuaikan dengan fisiologisnya. Misalnya, pembuluh darah
arteri sistemik (sistem tekanan tinggi) lebih tebal dibandingkan arteri pulmoner
(sistem bertekanan rendah). Pembuluh darah biasanya dibedakan atas beberapa
lapisan atau tunika, yaitu antara lain:
(1) Tunika intima
Tunikan ini umumnya dibentuk oleh selapis sel endotel yang melapisi
permukaan dalam pembuluh. Di bawah lapis endotel terdapat lapisan
subendotel, yang terdiri atas jaringan ikat jarang yang kadang mengandung
otot polos. Pada arteri, tunika intima dengan media dipisahkan oleh lamina
elastika interna. Lamina ini terdiri atas serat elastin, dan ber-fenestra
(celah) yang memungkinkan difusi makanan untuk sel-sel di bagian lebih
dalam pembuluh darah.
(2) Tunika media
Tunika ini terdiri atas lapis-lapis konsentris, tersusun oleh sel-sel otot
polos secara berpilin. Sel-sel otot polos menjadi sumber dari matriks
ekstraselular ini. Pada arteri dengan ukuran lebih besar, terkadang didapati
lamina elastika eksterna yang memisahkan antara tunika media dengan
tunika adventisia.
(3) Tunika adventisia

26
Tunika ini terutama terdiri atas serat-serat kolagen dan elastin yang
tersusun memanjang. Lapisan adventisia berangsur-angsur akan menyatu
dengan jaringan ikat pembungkus organ, tempat dilaluinya pembuluh itu.

Gambar 12. Lapisan-lapisan pada Pembuluh Darah8

Pada pembuluh darah besar, vasa vasorum bercabang secara luas di


adventisia dan media bagian luar. Vasa vasorum ini berfungsi untuk
menyampaikan nutrisi kepada adventisia dan media pada pembuluh darah yang
lebih besar, dikarenakan lapisan yang terlalu tebal untuk proses difusi nutrisi dari
lumen. Vasa vasorum lebih banyak ditemukan pada pembuluh darah vena
dibanding arteri. Alasannya ialah, karena pembuluh darah vena sebagian besar
membawa darah kotor yang miskin nutrien dan oksigen, sehingga dibutuhkan
lebih banyak vasa vasorum untuk menyediakan makanan bagi pembuluh darah
vena.8
Kapiler
Kapiler secara umum terdiri atas satu lapis sel endotel yang berasal dari
mesenkim, tergulung membentuk saluran dan menutupi ruang silindris. Diameter
kapiler rata-rata kecil, hanya sekitar 7-9m. Panjangnya pun bervariasi, mulai

27
dari 0,25 mm hingga 1 mm. Pada berbagai tempat sepanjang kapiler da venul
kecil terdapat perisit yang merupakan sel mesenkimal dengan cabang sitoplasma
panjang yang memeluk sebagian sel endotel. Perisit ini memiliki potensi untuk
ditransformasi menjadi sel lain, selain itu keberadaan miosin,aktin, dan
tropomiosin menunjukkan kesan kuat bahwa sel-sel ini juga cenderung kontraktil.
Perisit juga berfungsi untuk penyembuhan dengan cara berproliferasi dan
berdiferensiasi menjadi pembuluh baru selama cedera jaringan. Kapiler dapat
dibedakan menjadi 4 tipe berdasarkan struktur sel endotel dan ada tidaknya
lamina basal, yaitu:

(1) Kapiler kontinu atau somatik, ditandai oleh tidak adanya fenestra. Banyak
ditemukan pada jaringan otot, jaringan ikat, dan jaringan saraf.
(2) Kapiler bertingkap atau visceral, ditandai dengan adanya fenestra besar pada
dinding sel endotel. Memiliki lamina basal yang utuh. Kapiler bertingkap
banyak ditemukan pada jaringan dengan kerja pertukaran zat yang cepat
antara jaringan dengan darah seperti jaringan pada organ ginjal dan usus.
(3) Kapiler jenis ketiga, kapiler yang juga bertingkap tetapi tidak ditemukan
adanya diafragma yang menutupi lubang-lubang. Kapiler jenis ini sangat khas
untuk glomerulus ginjal.
(4) Kapiler sinusoid tidak berkesinambungan, memiliki diameter sangat besar,
dinding endotelnya tidak berkesinambungan, dan sel-sel endotel
memperlihatkan banyak fenestra tanpa diafragma. Kapiler jenis ini terutama
ditemukan pada hati, dan organ hematopoietik seperti sumsum tulang.
Beberapa fungsi penting dari kapiler ialah:
(a) Permeabilitas, kapiler seringkali disebut sebagai pembuluh pertukaran,
karena pada kapiler lah, dilakukan pertukaran oksigen, karbon dioksida,
substrat dan metabolit dari darah ke jaringan dan dari jaringan ke darah.
Permeabilitas dinding kapiler bervariasi sesuai dengan ukuran dan muatan
molekul yang melaluinya.
(b) Fungsi metabolik, sel endotel kapiler dapat memetabolisme berbagai
macam substrat.
(c) Aktivasi, fungsi ini dijalankan dengan mengkonversikan angiotensin I
menjadi angiotensin II.
(d) Inaktivasi, fungsi ini dilakukan dengan mengkonversikan bradikinin,
serotonin, prostaglandin, norepinefrin, thrombin menjadi senyawa yang
secara biologis tidak aktif.

28
(e) Lipolisis, kapiler mampu merombak lipoprotein menjadi trigliserida
untuk pasokan energi dan kolesterol.
(f) Produksi faktor vasoaktif, sel-sel endotel memproduksi berbagai macam
substansi yang memiliki efek tonus vaskular, seperti endotelin yang
merupakan obat vasokonstriktif.8

Arteri

Arteri merupakan struktur dalam tubuh yang mengangkut darah ke jaringan.


Arteri digolongkan menjadi berbagai macam jenis dengan ukuran yang berbeda,
yaitu antara lain:

(1) Arteriol, memiliki garis tengah kurang dari 0,5 nm dan lumennya relatif
sempit. Lumen dilapisi dengan sel endotel. Lapis subendotelnya snagat tipis
dan tidak terdapat lamina elastika interna kecuali pada arteriol dengan ukuran
lebih besar. Adventisianya tipis. Tunika medianya muskular dan biasa
terbentuk dari 1-5 otot polos.
(2) Arteri muskular, memiliki lapis subendotel yang lebih tebal dan mungkin
ada pula sedikit otot polosnya. Lamina elastika internanya mencolok. Tunika
media dapat mengandung hingga 40 lapis otot polos. Pada arteri muskular
dengan ukuran lebih besar, dapat ditemukan lamina elastika eksterna.
Adventisianya terdiri dari serat-serat kolagen dan elastin, terdapat pula
pembuluh limfe dan vasa vasorum yang menembus adventisia hingga ke
tunika media.
(3) Arteri elastis besar, arteri ini mencakup aorta dan cabang-cabang besarnya.
Warnanya kekuningan karena banyak mengandung elastin. Tunika intima
arteri ini lebih tebal dibandingkan dengan arteri muskular. Lapis
subendotelnya tebal dan serat jaringan ikat lapis subendotelnya menunjukkan
gambaran bergurat memanjang yang penting untuk distorsi lapis sel endotel
selama kontraksi berirama dan melebarnya pembuluh. Lamina elastika
internanya tidak jelas. Tunika media terdiri atas satu seri lamina elastis
perforate yang biasanya mengandung otot polos, dan substansi dasar seperti
kondroitin sulfat. Tunika adventisianya tidak memiliki lamina pembatas luar,
relatif tidak berkembang dan didapati mengandung serat elastis dan kolagen.8

Vena

29
Vena ialah struktur dalam tubuh yang berfungsi untuk mengembalikan darah
ke jantung yang umumya dibantu oleh aktivitas otot polos dan katup-katup
khusus. Sama halnya seperti arteri, vena juga terbagi menjadi beberapa jenis
sesuai dengan ukurannya yang berbeda-beda, yaitu antara lain:

(1) Venul, memiliki dinding yang sangat tipis. Tunika adventisianya relatif lebih
tebal. Tunika media kecil dan hanya mengandung perisit kontraktil, dengan
sedikit otot polos. Venul dengan diameter hingga 50 m biasanya ikut
berperan dalam proses radang dan pertukaran metabolit antara darah dan
jaringan.
(2) Vena kecil atau sedang memiliki diameter antara 1-9 mm. Lapis intima
umumnya memiliki lapis subendotel namun tidak selalu ada. Lapis media
terdiri atas berkas kecil sel otot polos, berbaur dengan serat retikulin dan
jalina halus serat elastin. Lapis adventisia yang fibrosa berkembang baik.
Vena kecil atau sedang memiliki katup di dalamnya. Katup ini terdiri atas 2
lipatan semilunar dari tunika intima yang menjulur ke dalam lumen.
(3) Vena besar, memiliki tunika intima yang berkembang baik. Lapisan
medianya jauh lebih tipis dengan beberapa lapis sel otot polos dan banyak
jaringan ikat. Lapis adventisianya paling tebal dan lapis yang paling
berkembang pada vena. Pada lapis adventisia, terdapat lapisan otot yang
berfungsi untuk memperkuat dinding dan mencegah pelebaran pembuluh itu.8

2.4 Hormon-hormon yang Mempengaruhi Vasokonstriksi dan Vasodilatasi

Pembuluh darah dalam tubuh dapat mengalami penyempitan dan pelebaran


dalam kaitannya untuk mengatur kebutuhan sesaat tubuh terhadap pasokan oksigen
dan nutrisi serta untuk mengatur tekanan darah arteri. Seperti yang sudah dibahas
sebelumnya, bahwa dinding pembuluh darah tidak hanya mengandung serat elastis
namun juga mengandung lapisan otot polos. Pada hal ini, saya akan menggunakan
dinding arteriol sebagai contoh karena pembuluh arteriol memiliki resistensi utama
pada pohon vaskular, dengan jari-jari kecil yang berpotensi meghasilkan resistensi
besar terhadap aliran darah. Dinding arteriol mengandung sedikit serat elastik namun
memiliki lapisan otot polos yang tebal dan dipersarafi oleh serat saraf simpatis. Oleh
karena itu, ketika lapisan otot polos ini berkontraksi dan memperkecil jari-jari arteriol,
maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan mengurangi aliran darah

30
melalui pembuluh, kejadian ini dinamakan vasokonstriksi. Ketika lapisan otot polos
melemas dan memperbesar jari-jari arteriol, maka resistensi terhadap aliran darah
akan menurun dan akan meningkatkan aliran darah melalui pembuluh, kejadian
semacam ini dinamakan vasodilatasi. Untuk menyebabkan suatu pembuluh
menyempit atau melebar, ada beberapa jenis hormon yang ikut berperan penting, yaitu
antara lain:

(1) Hormon epinefrin dan norepinefrin


Norepinefrin merupakan hormon vasokonstriktor yang kuat, sedangkan
epinefrin justru tidak begitu kuat dan dalam beberapa keadaan bahkan
dapat menyebabkan vasodilatasi, yang umum terjadi pada arteri koronarius
pada jantung untuk mengimbangi aktivitas jantung yang meningkat. Kedua
hormon ini dapat dilepaskan dengan stimulasi simpatis pada kelenjar
adrenal. Hormon norepinefin berikatan dengan reseptor 1 yang
menimbulkan vasokonstriksi. Semua otot polos dari arteriol memiliki
reseptor 1 kecuali yang di otak karena otak membutuhkan pasokan
oksigen yang terus-menerus dengan aliran darah yang tetap, oleh karena
itu, arteriol di otak perlu secara refleks untuk tidak menyempit pada
keadaan apapun. Hormon epinefrin berikatan dengan reseptor 1 dan 1
namun afinitasnya lebih tinggi terhadap reseptor 1 yang menyebabkan
vasodilatasi. Reseptor 1 ini seringkali ditemukan pada otot jantung dan
otot rangka, karena vasodilatasi penting untuk mengimbangi kerja dari otot
jantung dan otot rangka yang semakin berat.
(2) Hormon angiotensin II
Hormon angiotensin II ialah salah satu hormon yang terlibat dalam suatu
jalur hormon yang disebut sistem renin-angiotensin-aldosteron yang
penting untuk mengatur keseimbangan garam di dalam tubuh dan juga
menyebabkan retensi H2O. Hormon angiotensin II merupakan hormon
vasokonstriktor karena kerjanya yang meningkatkan resistensi perifer total.
Selain itu, hormon ini juga merangsang pusat haus dan merangsang
hormon vasopresin. Dengan demikian, volume plasma akan bertambah dan
meningkatkan tekanan arteri.
(3) Hormon vasopresin
Hormon vasopresin disebut juga hormon antidiuretik yang merupakan
hormon yang memiliki kekuatan vasokonstriktor lebih kuat dibandingkan

31
dengan hormon angiotensin II. Hormon ini diproduksi di hipotalamus.
Hormon ini juga berperan untuk mengendalikan volume cairan tubuh.2,10

2.5 Enzim-enzim Kardiovaskular

Enzim-enzim di dalam darah dapat dibedakan dalam 2 jenis yaitu, enzim


plasma fungsional dan enzim plasma non-fungsional. Enzim plasma fungsional
merupakan enzim-enzim yang bekerja secara fisiologis di dalam darah dan sebagian
besar disintesis oleh hati. Contoh enzim-enzim plasma fungsional ialah lipoprotein
lipase, pseudokolinesterase, dan proenzim koagulasi darah. Sebaliknya, enzim-enzim
plasma fungsional ialah enzim-enzim yang fungsinya di dalam darah tidak diketahui.
Enzim-enzim ini umumnya berasal dari kerusakan eritrosit, leukosit atau sel lain.
Kerusakan atau nekrosis jaringan akibat cedera biasanya disertai dengan peningkatan
kadar enzim yang non-fungsional ini. Enzim-enzim ini dapat digunakan dalam
enzimologi diagnostik, termasuk dalam mendeteksi infark miokardium. Beberapa
enzim yang dapat digunakan untuk mendeteksi infar miokardium ialah aspartat
aminotransferase, kreatin kinase, dan laktat dehidrogenase.11
Setelah kematian jaringan miokard, konstituen sitoplasma sel miokard
dilepaskan ke dalam sirkulasi. Kreatin fosfokinase (creatine phospokinase/CPK)
dapat dideteksi 6-8 jam setelah infark miokard dan memuncak dalam 24 jam serta
kembali menjadi normal setelah 24 jam selanjutnya. Isoenzim (CPK-MB) spesifik
untuk otot jantung, namun juga dapat dilepaskan pada kardiomiositis, trauma jantung
dan setelah syok yang melawan aliran langsung. Aspartat amino transferase (AAT),
suatu enzim non-spesifik yang umumnya diperiksa sebagai bagian screening
biokimiawi, dapat dideteksi dalam 12 jam, memuncak pada 36 jam dan kembali
normal setelah 4 hari.12
Peningkatan enzim non-spesifik laktat dehidrogenase (LDH) terjadi pada
tahap lanjut infark miokard, peningkatan kadarnya dapat dideteksi dalam 24 jam,
memuncak dalm 3-6 hari dengan peningkatan yang tetap, dan dapat dideteksi selama
2 minggu. Isoenzim dari LDH, lebih spesifik namun penggunaannya secara klinis
telah dilampaui oleh pengukuran troponin. L-Laktat dehidrogenase ialah enzim
tetametrik yang keempat subunitnya terdapat dalam dua bentuk iso yang dinamai H
untuk jantung dan M untuk otot. Sub-unit ini dapat berkombinasi untuk menghasilkan
isozim L-laktat dehidrogenase yang secara katalitik aktif. Dalam plasma, secara
normal terdapat sejumlah kecil laktat dehidrogenase. Setelah suatu infark

32
miokardium, jaringan yang rusak akan membebaskan berbagai bentuk iso laktat
dehidrogenase yang khas ke dalam darah. Peningkatan kadar ini dapat dideteksi
dengan memisahkan berbagai oligomer laktat dehidrogenase dengan elektroforesis
dan dengan mengukur aktivitas katalitiknya.11,12
Troponin ialah protein regulator yang terletak dalam aparatus kontraktil
miosit. Keduanya merupakan cedera sel miokard pertanda spesifik dan dapat diukur
dengan alat tes di sisi tempat tidur. Troponin tampaknya lebih meningkat baik pada
infark miokard akut dan pada beberapa pasien risiko tinggi dengan angina tidak stabil
bila kadar CPK tetap normal. Kriteria diagnostik untuk infark miokard akut baru-baru
ini didefinisikan kembali berdasarkan pengukuran troponin.12

2.6 Pengaturan Sistem Saraf Otonom Terhadap Tekanan Arterial

Bagian dari sistem saraf otonom yang terpenting dalam mempengaruhi


tekanan arterial ialah sistem saraf simpatis. Serat-serat vasomotor dari saraf simpatis
akan meninggalkan medulla spinalis melalui semua saraf spinal thoraks dan lumbal
pertama dan kedua. Serat-serat ini akan mempengaruhi sistem sirkulasi dengan 2
jalan, yaitu (1) melalui saraf simpatis spesifik yang terutama menginervasi vaskulatur
dari visera internal dan jantung serta (2) melalui nervus spinalis yang menginervasi
vaskulatur daerah perifer. Inervasi arteriol yang menyebabkan rangsangan simpatis,
selanjutnya akan meningkatkan tahanan dan oleh karena itulah akan menurunkan laju
alir darah ke jaringan. Sistem saraf parasimpatis pada dasarnya tidak terlalu
mempengaruhi sistem sirkulasi secara langsung. Pengaruh saraf parasimpatis yang
penting ialah pada organ jantung melalui N.vagus, dimana pengaruhnya akan
menyebabkan penurunan frekuensi denyut jantung (di bagian anatomi sudah dibahas).
Saraf simpatis mengangkut banyak sekali serat vasokonstriktor dan sedikit serat
vasodilatator. Serat vasokonstriktor ini akan didistribusikan ke seluruh segmen
sirkulasi dan tentunya akan menyebabkan konstriksi pembuluh darah yang
dirangsang.10
Vasomotor juga memiliki pusat pengendaliannya yang terletak di substansia
retikularis medulla dan sepertiga bawah dari pons. Pusat vasomotor ini mengirimkan
impuls parasimpatis melalui nervus vagus dan impuls simpatis melalui medulla
spinalis dan saraf simpatis perifer ke semua atau hampir semua pembuluh darah
tubuh. Pusat vasomotor ini kemudian terbagi-bagi menjadi daerah vasokonstriktor
(terletak di anterolateral medulla bagian atas dan menghasilkan neuron norepinefrin),

33
daerah vasodilator (terletak di separuh anterolateral medulla bagian bawah dan
berfungsi menghambat efek dari serat vasokonstriktor) dan daerah sensorik (terletak
di traktus solitarius di bagian posterolateral medulla dan pons bagian bawah,
berfungsi untuk mengendalikan aktivitas daerah vasokonstriktor dan vasodilator).10
Tekanan arteri akan meningkat seiring dengan peningkatan kerja otot.
Peningkatan tekanan arteri selama kerja otot, diduga akibat dari ikut terangsangnya
area vasokonstriktor dan kardioakselerator pada pusat vasomotor sebagai imbas dari
teraktivasinya daerah motorik sistem saraf yang juga mengaktifkan sistem
pengaktivasi retikular pada batang otak atau medulla oblongata. Tekanan darah arteri
yang meningkat ini berguna untuk menyesuaikan besarnya peningkatan aktivitas otot.
Selain kerja otot, rasa takut juga akan memicu tekanan darah arteri untuk
meningkat. Pengaruh ini dinamakan reaksi alarm. Tekanan arteri yang meningkat dua
kali dibanding normal dalam waktu beberapa detik dibutuhkan untuk memasok darah
ke otot-otot tubuh dengan cepat untuk mengimbangi kerja otot yang memberi respon
berlari menjauh dari bahaya.10

2.7 Pengukuran Tekanan Darah

Pada skenario, wanita tersebut melakukan pengukuran tekanan darah juga


selain mengukur frekuensi nadi dan pernapasannya untuk mengetahui berapa tekanan
darahnya. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan menggunakan alat yang
dinamakan sfigmomanometer. Tekanan darah dinyatakan dalam satuan milimeter air
raksa atau mmHg. Salah satu cara untuk mengukur tekanan darah ialah dengan cara
auskultasi. Cara auskultasi dilakukan dengan meletakkan stetoskop di atas arteri
antekubiti dan di sekeliling lengan atas, kurang lebih berjarak 3 jari di atas fossa
cubiti sudah tergulung manset. Manset kemudian digembungkan, hingga arteri
radialis tidak terasa atau dipompakan hingga tekanan manset sampai di atas tekanan
arteri sistolik. Penggembungan manset ini akan menyebabkan arteri brakialis kolaps
dan tidak ada darah yang mengalir. Tekanan di dalam manset kemudian perlahan-
lahan dikurangi, hingga akhirnya darah sesaat lolos melewati arteri yang tertutup
parsial. Semburan darah ini turbulen sehingga dapat didengarkan dengan stetoskop.
Nilai tekanan saat bunyi yang pertama kali terdengar disebut sebagai tekanan sistolik.
Bila tekanan dalam manset terus dikurangi, maka perlahan-lahan bunyi berdetak akan
berkurang namun menjadi lebih kasar. Kemudian ketika tekanan manset terus
dikurangi, maka aliran darah yang semula turbulen akan perlahan-lahan kembali ke

34
aliran yang laminar dan tidak bersuara. Nilai tekanan saat bunyi yang terakhir kali
didengar sebelum akhirnya menghilang disebut sebagai tekanan diastolik. Tekanan
darah umumnya dinyatakan dengan satuan tekanan sistolik per tekanan diastolik atau
120/80 mmHg untuk tekanan arteri normal. Bunyi-bunyi yang didengar selama
penghitungan tekanan darah disebut sebagai bunyi Korotkoff dan memiliki fase-
fasenya mulai dari ketika pertama kali bunyi terdengar hingga akhirnya bunyi tersebut
menghilang. Bunyi Korotkoff ini diduga dapat terdengar akibat aliran turbulen darah
yang menggetarkan membran stetoskop.2,10
2.8 Sekilas Mengenai Hipertensi

Hipertensi merupakan istilah yang digunakan untuk seseorang dengan tekanan


darah arteri yang di atas rata-rata. Dalam keadaan istirahat, apabila tekanan darah
arteri seseorang di atas 110-120 mmHg maka dapat dianggap sudah hipertensi. Nilai
ini dapat terjadi apabila tekanan darah diastolik lebih besar dari 90 mmHg. Hipertensi
ini berbahaya dan memiliki efek letal dikarenakan (1) kinerja jantung yang berlebihan
berpotensi untuk menimbulkan penyakit jantung koroner dan kongestif yang dapat
menimbulkan serangan jantung (2) tekanan yang tinggi pada pembuluh darah otak
dapat menyebabkan ruptur pada pembuluh darah otak yang berujung pada stroke (3)
tekanan yang tinggi mampu menyebabkan perdarahan ginjal yang selanjutnya
berujung pada kerusakan beberapa area ginjal. Hipertensi masih belum diketahui
penyebabnya secara pasti, namun faktor seperti obesitas, merokok, stress dapat
meningkatkan risiko hipertensi. Konsumsi garam berlebihan pun juga diduga
meningkatkan risiko hipertensi dikarenakan garam akan merangsang pusat haus
sehingga aktivitas minum bertambah dan tentu hal ini berkaitan dengan peningkatan
cairan ekstraseluler. Peningkatan dari cairan ekstraseluler dan volume darah akan
berpengaruh pada peningkatan tekanan darah arteri melalui mekanisme autoregulasi
(merangsang pembuluh darah untuk mengalami konstriksi agar darah tidak mengalir
terlalu banyak) dan kenaikan curah jantung.2,10

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hipotesis diterima. Peningkatan tekanan darah dapat terjadi akibat berbagai
macam faktor baik yang bersifat internal, misalnya akibat peningkatan volume

35
dan viskositas darah dan faktor yang bersifat eksternal, misalnya akibat faktor
asupan makanan dan kebiasaan hidup yang buruk.

Daftar Pustaka
1. Sobotta. Editor: Putz R, Pabst R, Gmbh E, Munich. Atlas anatomi manusia jilid 1.
Edisi: 22. Jakarta: EGC; 2007.p.74-80.
2. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Ed ke-6. Jakarta: EGC; 2011.
3. Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2004.
4. Cambridge Communication Limited. Anatomi fisiologi: Sistem pernapasan dan
sistem kardiovaskular. Edisi ke-2. Jakarta:EGC;2001.
5. Faiz O, Moffat D. At a glance anatomi. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2004.h.14-21.
6. Winami W, Kindangen K, Listiawati E. Buku ajar anatomi: Sistem kardiovaskular.
Jakarta: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran UKRIDA;2010.
7. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h.101-12.
8. Junqueira LC, Carneiro J, Kelley RO. Histologi dasar. Edisi ke-8. Jakarta:
EGC;1998.h.210-41.

36
9. Bloom, Fawcett. Buku Ajar Histologi. Ed.12. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2002.h.264-274.
10. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed ke-11. Jakarta: EGC;
2007.
11. Murray RK, Graner DK, Rodwell VW. Editor: Wulandari N, Rendy L,
Dwijayanthi L, liena, Danny F, Rachman LY. Biokimia Harper. Edisi ke 27.
Jakarta: EGC; 2009.h.61-2.
12. Gray HH, Dawkins KD, Morgan JM, Simpson IA. Lecture notes kardiologi. Edisi
ke-4. Jakarta: Erlangga;2003.h.138.

37

You might also like