Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh
KELOMPOK : VI (ENAM)
UNIVERSITAS JAMBI
2017
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami segenap tim penulis dapat menyelesaikan
Makalah Metode Eksperimen Fisika ini. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metode Eksperimen Fisika pada Progam
Studi Pendidikan Fisika di Universitas Jambi.
Makalah Metode Eksperimen Fisika ini merupakan salah satu sumber
yang dapat dipergunakan sebagai bahan belajar diantara banyaknya sumber
bahan belajar lainnya yang dapat dengan mudah diperoleh ataupun diakses untuk
membantu berlangsungnya proses pembelajaran.
Makalah Metode Eksperimen Fisika diawali dengan paparan tentang
rata-rata berbobot, penolakan data, dan kriteria chauvenet yang akan dibahas
pada bab dalam makalah ini. Penulis dalam kesempatan ini menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian
makalah ini. Semoga ilmu yang diperoleh dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan pembaca pada umumnya. Kritik dan saran penulis butuhkan
untuk perbaikan makalah selanjutnya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan rata-rata berbobot?
2. Bagaimana perhitungan rata-rata berbobot?
3. Apa yang dimaksud dengan penolakan data?
4. Apa saja kriteria-kriteria dalam penolakan data?
5. Apa yang dimaksud dengan Kriteria Chauvenet?
1.3. Tujuan
1. Dapat menjelaskan maksud dari rata-rata berbobot
2. Dapat melakukan perhitungan rata-rata berbobot
4
3. Dapat menjelaskan maksud dari penolakan data
4. Dapat menjelaskan metode atau prosedur dan kriteria untuk menolak suatu data
5. Dapat menjelaskan kriteria Chauvenet dalam penolakan data
5
BAB II
PEMBAHASAN
Rata-rata berbobot merupakan nilai terbaik hasil kombinasi dari berbagai nilai yang
dihasilkan dengan metode pengamatan yang berbeda terhadap satu besaran fisis yang
diamati.
Misalkan yaitu Suatu besaran fisis (X) diamati dengan dua metode yang berbeda dan
saling bebas, dengan hasil akhir masing-masing :
Metode I : XI = xI I
Metode II : XII = xII II
Nilai akhir besaran fisis (X) dapat dihitung dari dua hasil diatas dengan menghitung
nilai terbaiknya yang merupakan kombinasi dari XI dan XII , apabila dipenuhi syarat
kesesuaian antara dua nilai tersebut.
Pengukuran pada sebuah eksperimen dapat dilakukan pada beberapa waktu dan
lokasi. Dalam setiap pengukuran dalam beberapa waktu atau lokasi akan memperoleh
hasil pengukuran yang berupa (x Sx), dengan x adalah nilai ter baik dan Sx
merupakan ketidakpastian. Pengukuran yang dilakukan dalam beberapa waktu misalnya
mengukur suhu lingkungan setiap hari pada siang hari selama satu bulan. Pengukuran
yang dilakukan pada lokasi yang berbeda misalnya mengukur hambatan (R) di
laboratorium fisika dasar dan laboratorium elektronika. Keduanya pengukuran pada
waktu dan lokasi yang berbeda akan diperoleh sasil ukur yang berupa (x Sx) pada
setiap pengukuran. Yang menjadi pertanyaan adalah berapa hasil ukur terbaik dan
ketidakpastian dari seluruh nilai pengukuran.
6
Hasil perkiraan nilai pengukuran terbaik dari air tidak serta merta dengan
+
menghitung( ). Kedua hasil pengukuran yang dilakukan mahasiswa A dan
2
mahasiswa B memiliki ketidakpastian yang berbeda sehingga kesalahan dari hasil ukur
tersebut akan memberikan bobot yang berbeda pada nilai perkiraan pengukuran
terbaiknya. Kedua hasil pengukuran mahasiswa tersebut untuk mengetahui nilai
perkiraan terbaik dari air dapat dilakukan dengan rata-rata berbobot. Kedua hasil ukur
yang dilakukan mahasiswa A dan B dapat dirata-rata berbobot apabila diskripansi dari
kedua hasil ukur tidak signifikan atau kedua data tersebut harus cocok.
2.1.2 Diskripansi
Pengukuran besaran yang sama dapat menghasilkan hasil ukur yang berbeda.
Perbedaan hasil ukur ini disebut dengan diskripansi. Kita dengan jelas dapat
mendefinisikan diskripansi adalah perbedaan antara dua nilai hasil pengukuran dari
besaran yang sama. Diskripansi () dapat dinyataka dalam bentuk|1 2 |, dengan X1
adalah hasil terbaik pengukuran 1 dan X2 adalah hasil terbaik pengukuran 2.
Pengukuran massa jenis air yang dilakukan oleh mahasiswa A diperoleh hasil
pengukuran air A = (0,95 0,04) gram/m3 dan mahasiswa B diperoleh air B = (0,93
0,03) gram/m3. nilai diskripansi dari kedua hasil pengukuran dapat dehitung sebagai
berikut:
= | |
= |0,95 , 93|
= 0,02 ,
sehingga deperoleh nilai diskripansi dari kedua pengukuran mahasiswa A dan
mahasiswa B adalah 0,02.
Diskripansi selain dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan dua nilai hasil
pengukuran juga dapat digunakan untuk mengetauhi perbedaan nilai hasil pengukuran
dengan nilai acuan atau standar yang berlaku. Sebagai contoh hasil pengukuran massa
jenis air pada sebuah ekperimen dapat dicari perbedaanya dengan nilai massa jenis air
yang berlaku sebagi standar.
7
Dua hasil pengukuran atau hasil pengukuran dengan nilai standar yang berlaku
dapat dicek keduanya cocok atau tidak. Dua hasil pengukuran1 1 dan2 2
dapat dikatakan cocok apabila nilai diskripansi kedua hasil ukur nilai 1 dan 2 .
Pengujian kecocokan 2 data dapat dituliskan sebagai berikut:
Data pengukuran yang dikatakan saling cocok apabila ada range (daerah
jangkauan) pengukuran yang saling overlaping (tumpang tindih) atara kedua data.
Jangkauan data satu masuk pada jangkauan data yang lainganya maka kedua data itu
saling cocok. Apabila data yang dicocokan adalah data hasil pengukuran dan nilai
standar yang berlaku maka nilaistandar akan berada didalam range data hasil
pengukuran. Gambar berikut menunjukan daeah yang saling overlaping.
Gambar 10: (a) Range pengukuran yang saling overlaping. (b) Nilai standar yang
berada pada range nilai X
Dua data pengukuran massa jenis air yang dilakukan mahasiwa A dan B yang
sudah disampaikan sebelumnya dapat digunakan sebagai contoh pengujian kecocokan
data. Nilai sudah dihitung sama dengan 0,02, sedangkan nilai1 + 2 = 0,04 +
0,03 = 0,07 . Nilai1 + 2 sehingga kedua hasil pengukuran mahasiswa A dan
mahasiswa B dapat dikatakan cocok.
2.1.4 Perhitungan rata-rata berbobot
Sama halnya dengan rata-rata pada pengukuran berulang, rata-rata berbobot
dilakukan apabila nilai besaran yang dirata-rata merupakan besaran yang sama. Sebagai
contoh pengukuran massa benda x yang dilakukan terpisah oleh beberapa mahasiswa.
8
Hasil pengukuran massa oleh beberapa mahasiswa dapat dirata-rata berbobot. Besaran
yang tidak sama tidak dapat dilakukan rata-rata berbobot. Misalnya pengukuran volume
benda oleh mahasiswa A dan suhu benda oleh mahasiswa B. kedua hasil ukur
mahasiswa A dan B dalam hal ini tidak bisa dirata-rata.
Sebelum rata-rata berbobot dilakukan terlebih dahulu data diuji kecocokanya.
Apabila data sudah saling cocok maka data dapat dirata-rata berbobot. Saat pengujian
kecocokan dilakukan dengan cermat untuk mengetahui pasangan data yang tidak cocok.
Jika ada data yang saling tidak cocok maka data tidak diikutkan dalam rata-rata
berbobot. Pengujian kecocokan data dilakukan sepasang demi sepasang.
Pengukuran massa jenis air yang telah disampaikan sebelumnya sudah dilakukan
pengujian kecocokan data. Hasil pengujian diperoleh kedua hasil pengukuran massa
jenis yang dilakukan mahasiswa A dan B saling cocok, sehingga kedua data ini dapat
dilakukan perhitungan rata-rata berbobot.
Rata-rata berbobot dari besaran yang diukur dapat dilakukan dengan perhitungan
sebagai berikut:
+
2 2
= 1 1
+
2 2
(3.1)
dengan adalah hasil rata-rata terbaik, XA adalah hasil pengukuran terbaik dari besaran A,
SA adalah ketidakpastian hasil pengukuran besaran A, XB adalah hasil pengukuran
terbaik dari besaran B, SB adalah ketidakpastian hasil pengukuran besaran B.
1 1
Nilai2 dan2 didefinisikan sebagai faktor bobot yang disimbulkan wA sebagai
faktor bobot dari hasil pengukuran besaran A. Rumus 3.1 dapat diganti dengan bentuk
sebagai berikut:
+
=
+
(3.2)
Apabila data pengukuran diperoleh seperti berikut: X1 S1, X2 S2, X3 S3,., Xn
SN, maka nilai hasil ukur terbaiknya dapat dituliskan sebagai berikut:
9
1 1 + 2 2 + 3 3 + +
=
1 + 2 + 3 + +
= =1
=1
(3.3)
1
2
= ( )
Atau
1
=
Tabel 1: Hasil pengukuran arus (i) dari kumparan yang diberi medan magnet berubah-
ubah
No I SXi
1 0.0095 0.0095
2 0.011 0.011
3 0.01 0.01
4 0.0115 0.0115
5 0.0115 0.0115
6 0.01 0.01
7 0.011 0.0125
8 0.011 0.0125
9 0.013 0.013
10
10 0.008 0.008
Data yang berada pada tabel 1 dapat dihitung nilai rata-ratanya. Langkah
pertama adalah memastikan data pada table 1 saling cocok. Berikutnya dilakukan
perhitungan rata-rata berbobot. Data yang dirata-rata hanya data yang saling cocok.
Berikut ini pengujian apakah data pada tabel 1 saling cocok atau tidak dilanjutkan
perhitungan rata-rata berbobot:
11
23 SX3+SX9 0.023 x3-x9 -0.003 cocok
24 SX3+SX10 0.018 x3-x10 0.002 cocok
25 SX4+SX5 0.021 x4-x5 0.002 cocok
26 SX4+SX6 0.0215 x4-x6 0.0015 cocok
27 SX4+SX7 0.024 x4-x7 0.0005 cocok
28 SX4+SX8 0.024 x4-x8 -0.001 cocok
29 SX4+SX9 0.0245 x4-x9 -0.0015 cocok
30 SX4+SX10 0.0195 x4-x10 0.0035 cocok
31 SX5+SX6 0.0195 x5-x6 -0.0005 cocok
32 SX5+SX7 0.022 x5-x7 -0.0015 cocok
33 SX5+SX8 0.022 x5-x8 -0.003 cocok
34 SX5+SX9 0.0225 x5-x9 -0.0035 cocok
35 SX5+SX10 0.0175 x5-x10 0.0015 cocok
36 SX6+SX7 0.0225 x6-x7 -0.001 cocok
37 SX6+SX8 0.0225 x6-x8 -0.0025 cocok
38 SX6+SX9 0.023 x6-x9 -0.003 cocok
39 SX6+SX10 0.018 x6-x10 0.002 cocok
40 Sx7+Sx8 0.025 x7-x8 -0.0015 cocok
41 SX7+SX9 0.0255 x7-x9 -0.002 cocok
42 SX7+SX10 0.0205 x7-x10 0.003 cocok
43 SX8+SX9 0.0255 x8-x9 -0.0005 cocok
44 SX8+SX10 0.0205 x8-x10 0.0045 cocok
45 SX9+SX10 0.021 x9-x10 0.005 cocok
12
6 0.01 0.01 10000 100
7 0.011 0.0125 6400 70.4
8 0.0125 0.0125 6400 80
9 0.013 0.013 5917.1598 76.92308
10 0.008 0.008 15625 125
92328.724 940.715
= 1
= =
=
940.715 1
= =
92328.724 92328,724
= 0,01019 = 0,00329
13
juga sifat-sifat data dalam perolehannya ( pengamat sangat mengerti masalah data yang
diamati ).
Banyak model analisa data untuk membatasi toleransi penyimpangan agar dapat
menentukan apakah suatu data diterima atau ditolak, diantaranya :
- Metode penolakan data dengan kriteria t
- Metode penolakan data dengan kriteria Chauvenet
Kedua metode tersebut mempunyai aturan yang berbeda, masing-masing mempunyai
kelemahan dan keunggulan. Sedang dalam penggunaan metode tersebut, kita sebagai
pengolah data dapat memilih criteria yang cocok untuk model data yang ada agar dapat
dicapai nilai terbaik.
2.1.2 Teori Penolakan Data
Untuk memudahkan cara penolakan data akan didefinisikan fungsi error dengan cara
memodifikasi fungsi distribusi Gauss sebagai berikut : ( cermati Appendix-A dan B,
pada bab VII )
1 1
Fungsi Gauss : P(a;b)= () = 2 exp { ( )2 }
22
f(X)
P(a;b)
X
Integral fungsi distribusi normal diatas kita sebut sebagai integral fungsi error
normal dan probabilitas suatu pengukuran berada antara x=a dan x=b, ditulis sebagai :
P(a x b) = ()
Bila : = ( ) , = ( + )
14
Maka dapat dikatakan bahwa probabilitas pengukuran berada didalam (t); t =
angka tetapan , dituliskan sebagai :
P(dalam t) = P[( ) ( + )]
1 + 1
P(t) = 2 exp { ( )2 }
22
2
1
P(t) = 2 ; ini merupakan fungsi error ditulis sebagai : erf(t)
2
( )
dengan : z =
Fungsi erf(t) secara numeric dapat dihitung dan hasil perhitungan secara lengkap
sudah ditabelkan pada Appendix-A maupun B.
2
1
P(t) = 2 P(t)
2
2
1
Q(t) = 2 Q(t)
2 0
KESIMPULAN
15
Deretan data pengukuran : x1; x2; x3; x4; x5; x6 xn , mempunyai nilai
terbaik yang didekati dengan nilai rata-ratanya ( ); dan deviasi standar (), masing-
masing rumusan sebagai berikut:
1
=
2
( xi x)
= Sn-1 = 1
Data tersebut setelah dilakukan analisa yang cermat dengan mempertimbangkan hasil
akhir yang ingin lebih teliti lagi, maka perlu ada beberapa nilai x i yang ditolak dengan
suatu criteria penolakan. Setelah dilakukan penolakan kemudian dihitung ulang nilai ( )
dan () yang baru, langkah ini dapat memberikan hasil akhir yang lebih baik.
Adapun criteria yang digunakan untuk penolakan ada banyak macamnya, kita
sebagai pengamat dapat memilih dan menentukan model penolakan yang digunakan.
Dalam bab ini akan disajikan dua macam metode penolakan data sebagai berikut :
1. Kriteria (t)
Dalam criteria ini kita bebas menentukan nilai (t) misalkan kita pilih (t=1) berarti
data yang diterima dalam criteria kita adalah nilai data (xi) yang berada pada kisaran
:
( ) ( + ) atau probabilitas nilai xi yang ditulis P(xi) P().
Dalam bahasa Penolakan data ,berarti criteria (t) adalah criteria yang akan
menolak data pengukuran (xi) yang mempunyai pbobabilitas pengukurannya P(xi)
>P()
KRITERIA ( t )
16
Untuk: t = 1; P() = 68% ; sedang P(x3) =P(1,5) = 87% jadi data (x3) DITOLAK
Dengan cara yang lain diperoleh bahwa : x3 = 9 <10 ; dan x7 = 11,5 >11, jadi semua
ditolak.
Untuk : t = 2; P(2) = 95% ; maka P(x3) =P(1,5) = 87% < P(2) ; jadi data( x3) ini
DITERIMA
sedangkan (x7) dengan P(x7) =95% = P(2) ; jadi data ini juga masih diterima.
Bagi pengamat dipebolehkan menentukan batasan criteria yang akan digunakan, hal
ini lebih disesuaikan dengan karakteristik dari data yang ada. Keadaan data, mudah dan
sulitnya data diamati, ketelitian alat, dan sebagainya yang lebih mengetahui adalah
pengamat, inilah yang menjadi bagian dari variable karakter datanya.
2. Kriteria Chauvenet
Pada kriteria ini jumlah data merupakan bagian variable yang akan ikut berperan
dalam diterima atau ditolaknya data pengamatan. Hal ini karena dasar penolakannya
akan dibandingkan dengan prosentase jumlah data.
Adapun aturan penolakan sebagai berikut :
Bila ada sederetan data pengukuran : yang jumlahnya (k); kemudian akan
dicermati beberapa data untuk di-cek , misalkan data (xc) akan di-cek; maka data
tersebut akan diterima bila memenuhi P(xc) (100% - k) atau Q(xc) (50%- k).
Dengan bahasa penolakan dapat dinyatakan bahwa (x) ditolak bila [ 100% - P(xc) ] <
k atau [ 50% - Q(xc) ] < k.
KRITERIA CHAUVENET
17
2.2.4 Prosedur penolakan data
Misalkan data pengamatan x1; x2; x3; x4; dan x5 , akan di-cek data mana yang
ditolak dengan kriteria dibawah ini :
a. Kriteria (t) :
(1 +2 +3 +4 +5 )
Tentukan nilai rata-rata : = dan ralatnya ()
5
b. Kriteria Chauvenet :
Teliti data tersebut , tentukan data yang akan di-cek (xc) yaitu data yang
terbesar dan data terkecil. Misalnya x1 (data terbesar) dan x3 (data
terkecil)
Cek data tersebut dengan criteria chauvenet, apabila ternyata ada salah
satu yang ditolak ( misal x1) maka data yang baru tinggal 4 buah tanpa
x1.
Lakukan analisa ulang tanpa (x1) dan cek lagi data xc yang baru seperti
langkan yll.
Kalau dengan xc yang besar diterima, maka cek xc yang kecil, bila juga
diterima maka berarti ke 4 data tersebut diterima dalam criteria
Akhirnya selesai analisa anda dan simpulkan hasil akhir yaitu : hitung
nilai rata-rata tebaru juga ralatnya.
3. Contoh Aplikasi :
Deretan data : 46, 48, 44, 38, 45, 47, 58, 44, 45, 43
1
1. Dihitung = 45,8 = 5,1 ; k=10 jadi ( = 0,05 5%); akan dicek
2
( ) 5845,8
xc = 58(data terbesar) , nilai t= = = 2,4; berarti P(2,4) =98,4% ;
5,1
18
1
[100%-P(2,4)] = 100% - 98,4% = 1,6% dan ini lebih kecil dari nilai (2 =
Kriteria Chauvenet adalah suatu satu metode yang dapat digunakan untuk
membuang salah satu atau beberapa nilai hasil pengukuran yang menyimpang
terlalu jauh dari nilai rata-ratanya, atau disebut outlayer.
Jika kita membuat N pengukuran X1 , . , XN dari kuantitas N tunggal, dan jika salah
satu hasil pengukuran (misalnya Xsus) adalah berbeda dengan yang lain, maka perlu
19
| |
=
= ( )
Jika <12 , sesuai dengan kriteria Chauvenet, maka kita dapat menolak nilai .
Oleh karena ada beberapa perkecualian terhadap kriteria Chauvenet (terutama jika N
tidak terlalu besar ), dimana harus digunakan hanya sebagai upaya terakhir, ketika
pengukuran x tidak dapat diperiksa . Keberatan dengan kriteria Chauvenet adalah
lebih besar jika dua atau lebih pengukuran memiliki , tetapi pengujian dapat
diperluas untuk situasi ini.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rata-rata berbobot merupakan nilai terbaik hasil kombinasi dari berbagai nilai yang
dihasilkan dengan metode pengamatan yang berbeda terhadap satu besaran fisis yang
diamati. Rata-rata berbobot dari besaran yang diukur dapat dilakukan dengan
perhitungan sebagai berikut:
2 + 2
=
1 1
2 + 2
Untuk memudahkan cara penolakan data akan didefinisikan fungsi error dengan
cara memodifikasi fungsi distribusi Gauss:
1 1
Fungsi Gauss :P(a;b)= () = 2 exp { ( )2 }
22
untuk menentukan apakah suatu data diterima atau ditolak digunakan model analisa data
untuk membatasi toleransi penyimpangan, diantaranya :
- Metode penolakan data dengan kriteria t
- Metode penolakan data dengan kriteria Chauvenet
Kriteria Chauvenet adalah suatu satu metode yang dapat digunakan untuk membuang
salah satu atau beberapa nilai hasil pengukuran yang menyimpang terlalu jauh dari nilai
rata-ratanya, atau disebut outlayer
3.2 Saran
Dalam ilmu fisika akan sering sekali dijumpai data statistika dari nilai-nilai
pengukuran. Maka dari itu penulis membahas tentang rata-rata berbobot, penolakan data
serta kriteria chauvenet untuk memudahkan dan memberikan pemahaman secara tidak
langsung untuk pembaca mengolah data dengan baik dan benar.
21
DAFTAR PUSTAKA
Nugroho, Kuncoro Asih. 2010. Modul Analisis Pengukuran Fisika. Yogyakarta: UNY
22