Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1 | Page
c) Bagaimana klasifikasi dari penyakit HIV/AIDS?
d) Bagaimana patofisiologi dari penyakit HIV/AIDS?
e) Bagaimana manifestasi klinik dari penyakit HIV/AIDS?
f) Bagaimana pemeriksaan diagnostic dari penyakit HIV/AIDS?
g) Bagaimana penatalaksanaan dari penyakit HIV/AIDS?
h) Bagaimana komplikasi dari penyakit HIV/AIDS?
i) Bagaimana konsep keperawatan dari penyakit HIV/AIDS?
j) Bagaimana manajemen kasus dari penyakit HIV/AIDS?
1.3 Tujuan
a) Tujuan Umum
Untuk pemenuhan tugas keperawatan medical bedah mengenai
HIV/AIDS serta mahasiswa dapat mengetahui dan mendeskripsikan
tentang HIV/AIDS dan asuhan keperawatan mengenai HIV/AIDS.
b) Tujuan Khusus
Untuk mengetahui definisi dari HIV/AIDS
Untuk mengetahui dan memahami etiologi dari HIV/AIDS
Untuk memahami klasifikasi dari HIV/AIDS
Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi dari HIV/AIDS
Untuk memahami manifestasi klinik dari HIV/AIDS
Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari HIV/AIDS
Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari HIV/AIDS
Untuk mengetahui komplikasi dari HIV/AIDS
Untuk mengetahui dan memahami konsep keperawatan dari
HIV/AIDS
Untuk memahami manajemen kasus dari HIV/AIDS
1.4 Manfaat
a) Untuk Mahasiswa
Makalah ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan
tentang HIV/AIDS untuk mahasiswa. Dan dapat dijadikan referensi bagi
mahasiswa apabila mendapat tugas untuk membuat makalah tentang
HIV/AIDS.
b) Untuk Kampus
Makalah ini dapat menjadi tambahan bahan bacaan di
perpustakaan. Dan dapat di gunakan juga sebagai bahan acuan untuk
mencari referensi tentang HIV/AIDS beserta asuhan keperawatannya.
2 | Page
BAB II
PEMBAHASAN
3 | Page
HIV secara umum adalah virus yang hanya dapat menginfeksi manusia,
memperbanyak diri didalam sel manusia, sehingga menurunkan kekebalan
manusia terhadap penyakit infeksi. AIDS adalah sekumpulan tanda dan gejala
penyakit akibat hilangnya atau menurunnya sistem kekebalan tubuh
seseorang yang didapat karena terinfeksi HIV.
AIDS adalah salah satu penyakit retrovirus epidemic menular, yang
disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai
depresi berat imunitas seluler, dan mengenai kelompok resiko tertentu,
termasuk pria homoseksual, atau biseksual, penyalahgunaan obat intra vena,
penderita hemofilia, dan penerima transfusi darah lainnya, hubungan seksual
dan individu yang terinfeksi virus tersebut. (DORLAN, 2002)
AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dan
kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga
keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat
membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi.
(Centre for Disease Control and Prevention).
2.2 Etiologi HIV/AIDS
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun
1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika
ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap
sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk
memudahkan keduanya disebut HIV.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
4 | Page
4) Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam,
keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash,
limfadenopati, lesi mulut.
5) AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS
pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan
tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
Cara penularan HIV:
1) Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang
telah terinfeksi. Kondom adalah satusatunya cara dimana
penularan HIV dapat dicegah.
2) Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah
dimana darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan
jarum suntik yang tidak steril.
3) Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius
dengan seseorang yang telah terinfeksi.
4) Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama
masa kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.
Penularan secara perinatal
1) Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi
yang dikandungnya.
2) Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan,
karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu
dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.
3) Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam
kandungan atau juga melalui ASI
4) Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI
Kelompok resiko tinggi:
1) Lelaki homoseksual atau biseks.
2) Orang yang ketagian obat intravena
3) Partner seks dari penderita AIDS
4) Penerima darah atau produk darah (transfusi).
5) Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
HIV, yang dahulu disebut virus limfotropik sel T manusia tipe III
(HTLV-III) atau virus limfadenopati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia
5 | Page
sitopatik dari family lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya
(RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel
pejamu. HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi
penyebab utama AIDS di seluruh dunia.
Genom HIV mengode Sembilan protein yang esensial untuk setiap
aspek siklus hidup virus. Dari segi struktur genomic, virus-virus memiliki
perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus,
tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan
infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain,
Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2 yang pertama
kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika Barat (warga
Senegal) pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya
kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Marlink, 1994).
2.3 Klasifikasi HIV/AIDS
Tabel 1
Klasifikasi Klinis dan CD4 Pada Pasien Remaja dan Orang Dewasa
MenurutCDC.
A
(Asimtomtomati B C
Total %
(Simtomatis) ( AIDS )
s Infeksi Akut )
29 % A1 B1 C1
500/ml
200-
14-28 A2 B2 C2
499
Pembagian Stadium :
a) Stadium pertama : HIV
Infeksi di mulai dengan masuknya HIV dan di ikuti dengan
terjadinya perubahan serologis ketika antibodi terhadap virus
tersebut berubag dari negatfi menjadi positif. Rentang waktu
sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibodi terhadap
HIVmenjadi positif di sebut dengan window period. Lama
6 | Page
window period adalah antara satu sampai tiga bulan, bahkan
ada yang dapat berlangsung sampai enam bulan
b) Stadium kedua : Asimptomatik ( tanpa gejala )
Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat
HIV, tetapi tubuh tidak menunjukkan gejala apa pun. Keadaan
ini dapat berlangsung rata-rata selama 5-10 tahun. Cairan tubuh
pasien HIV.AIDS yang tampak sehat ini sudah dapat
menularkan HIV kepada orang lain.
c) Stadium ketiga : Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan
merata (pesistent Generalized Lynphadenopaty)
Hal ini tidak hanya muncul pada satu tempat saja dan
berlangsung lebih satu bulan.
d) Stadium keempat : AIDS
Keadaan ini di sertai dengan adanya bermacam-macam
penyakit, antara lain penyakit konstitusional, penyakit saraf,
dan penyakit infeksi sekunder.
Tabel 2
Klasifikasi Klinis Infeksi HIV menurut WHO
7 | Page
satu bulan
10. Kandidiasis orofaringeal
11. Oral hairy leukoplakia
12. TB paru alam satu tahun terakhir
13. Infeksi bacterial yang berat seperti
pnemonia, piomiositis
IV 14. HIV wasting syndrome seperti yang Pada umumya sangat
didefinisikan oleh CDC lemah, aktivitas di
15. Pnemonia Pneumocystis carini
tempat tidur lebih dari
16. Toksoplasmosis otak
17. Diare kriptosporidiosis lebih dari 50%
satu bulan
18. Kriptokokosis Ekstrapulmonal
19. Retinitis virus sitomegalo
20. Herpes simplek mukokutan > 1
bulan
21. Leukoensefalopati multifokal
progresif
22. Mikosis diseminata seperti
histoplasmosis
23. Kandidiasis di esophagus, trakea,
bronkus, dan paru
24. Mikobakteriosis atipikal diseminata
25. Septisemia salmonelosis nontifoid
26. Tuberkulosis di luar paru
27. Limfoma
28. Sarkoma kaposi
29. Ensealopati HIV
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah
sel-sel yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan
terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan
protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup
120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan
reproduksi dan banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon
8 | Page
imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang
terinfeksi.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin
lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan
menurunnya fungsi sel T penolong.
Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV )
dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-
tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel
perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3 tahun
setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes
zoster dan jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat
timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya
terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila
jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi
opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
2.5 Manifestasi Klinis HIV/ AIDS
Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal
antara lain tumor dan infeksi oportunistik :
9 | Page
1. Manifestasi tumor diantaranya :
a. Sarkoma Kaposi ; kanker pada semua bagian kulit dan
organ tubuh. Frekuensi kejadiannya 36-50% biasanya
terjadi pada homoseksual, dan jarang terjadi pada
heteroseksual serta jarang menjadi sebab kematian primer.
b. Limfoma ganas ; terjadi seyelah sarcoma kaposi dan
menyerang syaraf , dan bertahan kurang lebih 1 tahun .
2. Manifestasi oportunistik diantaranya
a. Manifestasi pada paru-paru
Pneumonia pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS
merupakan infeksi paru-paru PCP dengan gejala sesak
napas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam.
Cytomegalo virus (CMV)
Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai
komensial pada paru-paru tetapi dapat menyebabkan
pneumocytis. CMV merupakan penyebab kematian
30% penderita AIDS.
Mycobacterium avilum
Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium
akhir dan sulit disembuhkan
Mycobacterium tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi
miliar dan cepat menyebar ke organ lain organ diluar
paru,
3. Manifestasi pada gastroitestinal
Sekitar 10% kasus AIDS menunjukkan manifestasi
neorologis, biasanya timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan
syaraf yang umum adalah ensefilitis, meningitis, demensia,
mielopati dan neuropari perifer.
10 | P a g e
1. Infeksi HIV Stadium Pertama
Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan
memungkinkan juga terjadi gejala-gejala yang mirip influenza
atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening.
2. Persisten Generalized Limfadenopati
Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak,
inguinal, keringat pada waktu malam atau kehilangan berat badan
tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh jamur kandida di
mulut.
3. AIDS Relative Complex (ARC)
Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem
kekebalan sehingga mulai terjadi berbagai jenis infeksi yang
seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh. Disini penderita
menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang
lebih dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang sudah timbul
pada fase kedua.
4. Full Blown AIDS
Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita
sangat rentan terhadap infeksi sehingga dapat meninggal
sewaktu-waktu. Sering terjadi radang paru pneumocytik, sarcoma
kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman
opportunistik, gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga
penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan lebih
dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya.
2.6 Pemeriksaan Penunjang HIV/AIDS
Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
ELISA
Western blot
P24 antigen test
Kultur HIV
Tes untuk deteksi gangguan system imun.
Hematokrit.
LED
CD4 limfosit
Rasio CD4/CD limfosit
Serum mikroglobulin B2
Hemoglobulin
11 | P a g e
2.7 Penatalaksanaan Medis HIV/AIDS
Secara umum penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri atas beberapa jenis yaitu
pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretroviral (ARV),
pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit infeksi opportunistik menyertai
infeksi HIV/AIDS dan pengobatan suportif (Bertozzi et al., 2006).
a. Terapi antiretroviral (ARV)
Terapi anti-HIV yang dianjurkan saat ini adalah HAART
(Highly Active Antiretroviral Therapy), yang menggunakan kombinasi
minimal tiga obat antiretroviral. Terapi ini terbukti efektif dalam
menekan replikasi virus (viral load) sampai dengan kadar di bawah
ambang deteksi. Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan
dengan seksama karena obat ARV akan diberikan dalam jangka
panjang. ARV dapat diberikan apabila infeksi HIV telah ditegakkan
berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan dibuktikan secara laboratories
(Hammer et al., 2008).
12 | P a g e
Inhibitor RT ini terdiri dari inhibitor dengan senyawa dasar nukleosid
(nucleoside-based inhibitor) dan nonnukleosid (nonnucleoside-based
inhibitor). Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti
nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI), non-nucleoside
reverse transcriptase inhibitor (NNRTI), protease inhibitor (PI)
(Gatell, 2010).
13 | P a g e
kombinasi obat yang lain dan membutuhkan biaya yang lebih sedikit
karena terdapat generiknya. Analog thiacytadine (3 TC atau FTC)
merupakan obat pilihan dalam terapi lini pertama. 3 TC atau FTC
dapat dikombinasi dengan analog nukleosida atau nukleotida seperti
AZT, TDF, ABC atau d4T. Didanosine (ddI) merupakan analog
adenosine direkomendasikan untuk terapi lini kedua. Obat golongan
NNRTI, baik EFV atau NVP dapat dipilih untuk dikombanasikan
dengan obat NRTI sebagai terapi lini pertama. Terapi lini pertama
dapat juga dengan mengkombinasikan 3 obat golongan NRTI apabila
obat golongan NNRTI sulit untuk diperoleh. Pemilihan regimen obat
ARV sebagai lini pertama dapat dilihat pada gambar 2.7.2. (Kitahata
et al. 2009).
14 | P a g e
lanjut. Kembalinya fungsi imunologi dapat pula menimbulkan gejala
atipik dari infeksi oportunistik. Apabila terjadi penurunan jumlah
CD4+ dalam masa pengobatan terapi lini pertama dan didapat tanda
terjadinya toksisitas dapat dipertimbangkan untuk mengganti terapi
(Maggiolo, 2009)
15 | P a g e
antibiotika intravena, dapat melanjutkan terapi dengan antibiotika per
oral untuk jika sudah memungkinkan. Hipoksemia yang signifikan
(PaO2 < 70 mmHg atau gradien arterial-alveoler > 35), memerlukan
kortikosteroid dan diberikan sesegera mungkin (dalam 72 jam) belum
terapi antibiotika untuk menekan risiko komplikasi dan memperbaiki
prognosis.16,18 Pada kasus-kasus ringan-sedang dapat diberikan
kotrimoksazol oral dengan dosis 2 x 960 mg selama 21 hari. Alternatif
terapi lainnya untuk PCP berat adalah pentamidin intravena (pilihan
kedua) dan klindamisin plus primakuin (pilihan ketiga), sedangkan
PCP ringan-sedang dapat diberikan dapsone plus trimetoprim,
klindamisin plus primakuin, atovaquone atau trimetrexate plus
leucovorin (Harris dan Bolus, 2008).
16 | P a g e
terapeutik yang berakibat incomplete viral suppresion dan timbulnya
resistensi obat. Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula
mempertinggi atau menghambat sistem enzim ini dan berakibat
terganggunya kadar rifampicin dalam darah. Interaksi obat-obat ini
akhirnya berakibat tidak efektifnya sehingga terjadi penurunan kadar
PI dan NNRTI dalam darah sampai kadar sub-terapeutik yang
berakibat incomplete viral suppresion dan timbulnya resistensi obat.
Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula mempertinggi atau
menghambat sistem enzim ini dan berakibat terganggunya kadar
rifampicin dalam darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat
tidak efektifnya obat ARV dan terapi tuberkulosis serta meningkatnya
risiko toksisitas obat, sehingga pemakaian bersama obat-obat tersebut
tidak direkomendasikan (Gatell, 2010).
17 | P a g e
Sakit tipe A atau B yang mempunyai berbagai disiplin keahlian dan
fasilitas ICU. Perawatan dilakukan di Unit sesuai dengan gejala klinis
yang menonjol pada penderita. Harapan untuk sembuh memang sulit,
sehingga perlu perawatan dan perhatian penuh, termasuk memberikan
dukungan moral sehingga rasa takut dan frustrasi penderita dapat
dikurangi. Guna mencegah penularan di rumah sakit terhadap
penderita lain yang dirawat maupun terhadap tenaga kesehatan dan
keluarga penderita, perlu diberikan penjelasan-penjelasan khusus.
Perawatan khusus diperuntukkan dalam hal perlakuan spesimen yang
potensial sebagai sumber penularan. Petugas yang merawat perlu
mempergunakan alat-alat pelindung seperti masker, sarung tangan,
yang jasa pelindung, pelindung mata, melindungi kulit terluka dari
kemungkinan kontak dengan cairan tubuh penderita dan mencegah
supaya tidak terkena bahan/sampah penderita (Martin-Carbonero and
Soriano, 2010).
18 | P a g e
5. Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat replikasi HIV.
6. Rehabilitasi bertujuan untuk memberi dukungan mental-psikologis,
membantu megubah perilaku resiko tinggi menjadi perilaku kurang
berisiko atau tidak berisiko, mengingatkan cara hidup sehat dan
mempertahankan kondisi hidup sehat.
7. Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan
makanan yang sehat, hindari sters, gizi yang kurang, obat-obatan yang
mengganggu fungsi imun. Edukasi ini juga bertujuan untuk mendidik
keluarga pasien bagaimana menghadapi kenyataan ketika anak
mengidap AIDS dan kemungkinan isolasi dari masyarakat.
2.8 Komplikasi HIV/AIDS
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social.
Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek :
sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
3. Gastrointestinal
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
19 | P a g e
Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus
influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster,
dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus
dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.
20 | P a g e
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik,
limpoma, kortikosteroid, globulin anti limfosit, disfungsi timik
congenital.
Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia
congenital, protein liosing enteropati (peradangan usus)
b. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Sujektif)
Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan
pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi
aktifitas (Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan).
Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama
pada cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer,
pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan
penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau
tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare
pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,
perianal, perubahan jumlah, warna, dan karakteristik urine.
Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan
gusi yang buruk, edema
Hygiene
21 | P a g e
Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
Neurosensoro
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan
status indera, kelemahan otot, tremor, perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks
tidak normal, tremor, kejang, hemiparesis, kejang.
Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala, nyeri dada
pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan
rentan gerak, pincang.
Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk,
sesak pada dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas,
adanya sputum.
Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse
darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat
malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya
nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum,
tekanan umum.
Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi, menurunnya
libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan, herpes genetalia
Interaksi Sosial
Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi,
kesepian, adanya trauma AIDS
22 | P a g e
Tanda : Perubahan interaksi
Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Kegagalan dalam perawatan, prilaku seks beresiko tinggi,
penyalahgunaan obat-obatan IV, merokok, alkoholik.
c. Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih
bersifat penelitian. Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan
untuk mendiagnosis Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
memantau perkembangan penyakit serta responnya terhadap terapi
Human Immunodeficiency Virus (HIV)
a) Serologis
- Tes antibody serum
Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
ELISA. Hasil tes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus
(HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor
pada sel helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun.
- P24 (Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus
(HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi
progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau
mendekati normal
23 | P a g e
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi
sel perifer monoseluler.
- Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV
mungkin positif
b) Budaya
Histologis, pemeriksaan sitologis urine, darah, feces, cairan
spina, luka, sputum, dan sekresi, untuk mengidentifikasi
adanya infeksi : parasit, protozoa, jamur, bakteri, viral.
c) Neurologis
EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
d) Tes Lainnya
1) Sinar X dada
Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP
tahap lanjut atau adanya komplikasi lain
2) Tes Fungsi Pulmonal
Deteksi awal pneumonia interstisial
3) Skan Gallium
Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk
pneumonia lainnya.
4) Biopsis
Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
5) Brankoskopi / pencucian trakeobronkial
Dilakukan dengan biopsy pada waktu PCP ataupun dugaan
kerusakan paru-paru
2) Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV),
maka system imun akan bereaksi dengan memproduksi antibody
terhadap virus tersebut. Antibody terbentuk dalam 3 12 minggu
setelah infeksi, atau bisa sampai 6 12 bulan. Hal ini menjelaskan
24 | P a g e
mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan
hasil tes positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan
mendeteksi antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dalam darah memungkinkan skrining produk darah dan
memudahkan evaluasi diagnostic.
Pada tahun 1985 Food and Drug Administration (FDA) memberi
lisensi tentang uji kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV)
bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu :
a) Tes Enzym Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan
kepada virus Human Immunodeficiency Virus (HIV). ELISA
tidak menegakan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukkan
bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Orang yang dalam darahnya
terdapat antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV)
disebut seropositif.
b) Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dan memastikan seropositifitas Human Immunodeficiency
Virus (HIV)
c) Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan
seropositifitas.
d) Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.
3) Pelacakan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Penentuan langsung ada dan aktivitasnya Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk melacak perjalanan penyakit
dan responnya. Protein tersebut disebut protein virus p24,
pemerikasaan p24 antigen capture assay sangat spesifik untuk HIV
1. tapi kadar p24 pada penderita infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) sangat rendah, pasien dengantiter
25 | P a g e
p24 punya kemungkinan lebih lanjut lebih besar dari menjadi
AIDS.
Pemeriksaan ini digunakan dengan tes lainnya untuk mengevaluasi
efek anti virus. Pemeriksaan kultur Human Immunodeficiency
Virus (HIV) atau kultur plasma kuantitatif dan viremia plasma
merupakan tes tambahan yang mengukur beban virus (viral
burden)
AIDS muncul setelah benteng pertahanan tubuh yaitu sistem kekebalan
alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, dengan runtuhnya/
hancurnya sel-sel limfosit T karena kekurangan sel T, maka penderita mudah
sekali terserang infeksi dan kanker yang sederhana sekalipun, yang untuk
orang normal tidak berarti. Jadi bukan AIDS nya sendiri yang menyebabkan
kematian penderita, melainkan infeksi dan kanker yang dideritanya.
HIV biasanya ditularkan melalui hubungan seks dengan orang yang
mengidap virus tersebut dan terdapat kontak langsung dengan darah atau
produk darah dan cairan tubuh lainnya. Pada wanita virus mungkin masuk
melalui luka atau lecet pada mulut rahim/vagina. Begitu pula virus memasuki
aliran darah pria jika pada genitalnya ada luka/lecet. Hubungan seks melalui
anus berisiko tinggi untuk terinfeksi, namun juga vaginal dan oral. HIV juga
dapat ditularkan melalui kontak langsung darah dengan darah, seperti jarum
suntik (pecandu obat narkotik suntikan), transfusi darah/produk darah dan ibu
hamil ke bayinya saat melahirkan. Tidak ada bukti penularan melalui kontak
sehari-hari seperti berjabat tangan, mencium, gels bekas dipakai penderita,
handuk atau melalui closet umum, karena virus ini sangat rapuh.
Masa inkubasi/masa laten sangat tergantung pada daya tahan tubuh
masing-masing orang, rata-rata 5-10 tahun. Selama masa ini orang tidak
memperlihatkan gejala-gejala, walaupun jumlah HIV semakin bertambah dan
sel T4 semakin menururn. Semakin rendah jumlah sel T4, semakin rusak
sistem kekebalan tubuh.
Pada waktu sistem kekebalan tubuh sudah dalam keadaan parah,
seseorang yang mengidap HIV/AIDS akan mulai menampakkan gejala-gejala
AIDS.
26 | P a g e
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan
pola hidup yang beresiko.
Perencanaan Keperawatan
N Diagnosa
o Keperawatan Tujuan dan criteria hasil Intervensi
27 | P a g e
pasien) memperhatikan universal mencegah transmisi HIV dan
berhubungan precautions dengan kriteriaa kuman patogen lainnya.
2. Gunakan darah dan cairan
dengan infeksi kontak pasien dan tim
tubuh precaution bial merawat
HIV, adanya kesehatan tidak terpapar HIV,
pasien. Gunakan masker bila
infeksi tidak terinfeksi patogen lain
perlu.
nonopportunisiti seperti TBC.
k yang dapat
ditransmisikan.
28 | P a g e
5 Diare Pasien merasa nyaman dan 1. Kaji konsistensi dan
berhubungan mengnontrol diare, frekuensi feses dan adanya
dengan infeksi komplikasi minimal dengan darah.
2. Auskultasi bunyi usus
GI kriteria perut lunak, tidak
3. Atur agen antimotilitas dan
tegang, feses lunak dan
psilium (Metamucil) sesuai
warna normal, kram perut
order
hilang, 4. Berikan ointment A dan D,
vaselin atau zinc oside
6 Tidak efektif Keluarga atau orang penting 1. Kaji koping keluarga
koping keluarga lain mempertahankan suport terhadap sakit pasein dan
berhubungan sistem dan adaptasi terhadap perawatannya
2. Biarkan keluarga
dengan cemas perubahan akan
mengungkapkana perasaan
tentang keadaan kebutuhannya dengan kriteria
secara verbal
yang orang pasien dan keluarga
3. Ajarkan kepada keluaraga
dicintai. berinteraksi dengan cara yang
tentang penyakit dan
konstruktif
transmisinya.
29 | P a g e
A Pengkajian
1 Data Demografi
Nama klien : Tn Y
Umur : 38 th
Diagnosa Medik : HIV - AIDS
Tanggal Masuk : 7 November 2014
Alamat : Jl Delima No. 05 Panam. Pekanbaru
Suku : Batak
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru
Status perkawinan : Duda
Status pendidikan : Sarjana Pendidikan
2 Riwayat Penyakit
a Keluhan Utama
Klien mengeluh demam, merasa capek, mudah lelah, letih, lesu,
flu, pusing, dan diare. Pasien mengalami berat badan menurun derastis
dari 60 kg menjadi 54 kg
b Riwayat Penyakit Terdahulu
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit yang di
alaminya saat ini.
c Riwayat Kesehatan Keluarga
Menurut pengakuan keluarga, dalam keluarganya tidak ada yang
mengalami penyakit yang sedang di derita pasien.
d Keluhan waktu di data
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 7 November 2014
ditemukan benjolan pada leher.
3 Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas/istirahat
1) Gejala : mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
biasanya, progresi kelelaha/malaise. Perubahan pola tidur.
2) Tanda : kelelahan otot, menurunya masa otot. Respon fisiologis
terhadap aktivitas seperti perubahan dalam TD, frekuensi jantung,
pernafasan.
b. Integritas ego
1) Gejala : faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan
(keluarga, pekerjan, gaya hidup,dll), mengkuatirkan penampilan
(menurunyya berat badan,dd), mengingkari diagnosa, merasa tidak
berdaya,putus asa, tidak berguna, rasa bersalah, dan depresi.
2) Tanda : mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri.perilaku
marah, menangis, kontak mata yang kurang.
30 | P a g e
c. Eliminasi
1) Gejala : diare yang intermiten, terus menerus, sering atau tanpa
disertai kram abdominal. Nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi.
2) Tanda : feses enter atau tanpa disertai mucus atau darah. Diare pekat
yang sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal.
Perubahan dalam jumlah, warna, sdan karakteristik urine.
d. Makanan/cairan
1) Gejala : tidak nafsu makan, perubahan dalam mengenali makanan,
mual/muntah. Disfagia, nyeri retrosternal saat menelan. penurunan
berat badan yang progresif.
2) Tanda : Penurunan berat badan, dapat menunjukkan adanya bising
usus hiperaktif, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut, adanya
selaput puih dan perubahan warna, edema.
e. Hygiene
1) Tanda :memperlihatkan penampilan yang tidak rapih. Kekurangan
dalam banyak atau semua perawatan diri, aktivitas perawatan diri.
f. Neurosensori
1) Gejala : pusing/pening, sakit kepala. Perubahan status mental,
kehilangan ketajaman/ kemampuan diri untukmengawasi masalah,
tidak mampu mrngingat/ konsentrasi menurun.kelemahan otot,
tremor, dan perubahan ketajaman penglihatan. Kebas, kasemutan
pada ekstremiats(kaki menunjukkan perubahan paling awal).
2) Tanda : perubahan status mental, dngan rentang antara kacau mental
sampai demensia, lupa, konsentrasi buruk, tingkat kasadaran
menurun, apatis, retardasi psikomotor/respon lambat. Ide paranoid,
ansietas yang berkembang bebas, harapan yang tidak realistis.
Timbul reflek tidak normal, menurunnya kekuatan otot, dan gaya
berjalan ataksia.tremor pada motorik kasar/halus, menurunnya
motorik fokalis. Hemoragi retina dan eksudat.
g. Nyeri/kenyamanan
1) Gejala : nyeri umum /local, sakit, rasa terbakar pada kaki. Sakit
kepala, nyeri dada pleuritis.
2) Tanda : pembengkakan pada sendi, nyeri pada kelenjar, nyeri tekan.
Penurunan rentang gerak, perubahan gaya berjalan/pincang, gerak
otot melindungi yang sakit.
h. Pernapasan
31 | P a g e
1) Gejala : ISK sering, menetap. Napas pendek yang progresif. Batuk
(mulai dari sedang sampai parah), produktif/non-produktif sputum.
Bendungan atau sesak pada dada.
2) Tanda : Tacipneu, disters pernapasan. Perubahan bunyi npas/bunyi
napas adventius. Sputum :kuning
i. Interaksi social
1) Gejala : masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,mis. Kehilangan
karabat/orang terdekat, teman, pendukung.rasa takut untuk
mengungkapkannya pada orang lain, takut akan
penolakan/kehilangan pendapatan. Isolasi, keseian, teman dekat
ataupun pasangan yang meninggal karena AIDS. Mempertanyakan
kemampuan untuk tetap mandiri, tidak mampu membuat rencana.
2) Tanda : perubahan oada interaksi keluarga/ orang terdekat.aktivitas
yang tak terorganisasi.
2. Hasil Lab
a. Jumlah limfosit CD4 100 yang normal berkisar antara 500 dan 1.600.
b. LISA ( +)
c. Western Blot (+)
B Analisa data
Masalah
No Sumber Data Etiologi
Keperawatan
1 Objektif : Virus HIV Resiko tinggi terhadap
Pasien mengatakan diare
kekurangan volume
Pasien mengatakan demam Merusak seluler
Pasien mengatakan capek cairan
Pasien mengatakan mudah Menyerang T Limfosit,
lelah sel
Pasien mengatakan letih saraf, makrofag, monosit,
Pasien mengatakan lesu limfosit B
pasien mengatakan
Immunocompromise
berkeringat malam hari
Subjektif : Invasi kuman pathogen
TTV :
TD : 130/80 Organ target
N : 80x/menit
S : 39 C Gastrointestinal
RR : 26x/menit
32 | P a g e
Pasien tampak lesu
Pasien tampak tidak segar Diare
Pasien mengalami berat
Cairan berkurang
badan menurun derastis
dari 60 kg menjadi 54 kg
Pasien tampak sering
BAB / diare
Pasien terlihat perubahan
pada tekanan darah
pasien terlihat pucat
pasien terlihat sianosis
n pasien mengalami diare
pasien mengalami
perubahan jumlah dan
warna urin
pasien anoreksia
turgor kulit pasien terlihat
buruk
Objektif Immunocompromise
Pasien tampak lesu
Invasi kuman pathogen
Pasien tampak tidak segar
Pasien mengalami berat Organ target
badan menurun derastis
Gastrointestinal
dari 60 kg menjadi 54 kg
Porsi makan klien tidak anoreksia
habis
Pasien mengalami
kelemahan otot
Pasien terlihat pucat
Pasien terlihat sianosis
Pasien anoreksia
33 | P a g e
3 Subjektif : Virus HIV Infeksi
Pasien mengatakan mudah
Merusak seluler
sakit-sakitan
Pasien mengatakan demam Menyerang T Limfosit,
Pasien mengatakan
sel saraf, makrofag,
gampang terserang flu
Pasien mengatakan pusing monosit, limfosit B
Pasien mengatakan pusing,
Immunocompromise
sakit kepala
Pasien mengatakan rasa Invasi kuman pathogen
terbakar pada kaki
Organ target
Pasien mengatakan nyeri
dada pleuritis
Pasien mengatakan Infeksi
berkeringat malam hari
Objektif :
TTV :
TD: 130/80
N: 80x/menit
S: 39 C
RR : 26x/menit
Pasien teraba benjolan di
daerah leher
Hasil pemeriksaan fisik
didapatkan sel-T CD4+ =
100 sel/ mm3
Pasien mengalami
Takikardia
Pasien mengalami nyeri
panggul
Pasien mengalami nyeri
abdomen
C Diagnosa
1 Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b.d output yang
berlebihan
2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak
adekuat
3 Infeksi b.d adanya virus HIV-AIDS
34 | P a g e
D Intervensi Dan Evaluasi
Diagnosa
No NOC NIC
Keperawatan
1 Resiko tinggi Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
terhadap keperawatan selama 1 x 24 jam 1. Pantau TTV, termasuk CVP
kekurangan volume diharapkan : bila terpasang. Catat
cairan b.d output Diare (-) hipertensi, termasuk
yang berlebihan Demam (-) perubahan postural.
Pasien tidak mudah lelah 2. Catat peningkatan suhu dan
TTV :
TD: 120/80 durasi demam. Berikan
N: 80x/menit kompres hangat sesuai
S: 37 C
RR : 20x/menit indikasi. Pertahankan pakaian
berat badan pasien naik dari 54 tetap kering. Pertahankan
kg menjadi 54+ kg kenyamanan suhu lingkungan.
BAB / diare (-) 3. Kaji turgor kulit, membrane
pasien tidak terlihat pucat
mukosa, dan rasa haus.
sianosis (-) 4. Pantau pemasukan oral dan
pasien tidak pingsan
umlah dan warna urin normal memasukka cairan sedikitnya
anoreksia (-) 2500 ml/hari.
Turgor kulit baik / lembab
Kolaborasi :
1. Berikan cairan / elektrolit
melalui selang pemberi
makanan / IV
2. Pantau hasil pem. LAB sesuai
indikasi, mis.. : HB/HT
3. Antipiretik, mis.. :
asetaminofen
2 Perubahan nutrisi Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
kurang dari keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Kaji kemampuan untuk
kebutuhan tubuh diharpkan : mengunyah, merasakan, dan
b.d intake yang Pasien tidak mudah lelah menelan.
Pasien tidak letih 2. Timbang berat badan sesuai
tidak adekuat
Pasien tidak lesu kebutuhan. Evaluasi berat
Nafsu makan bertambah, porsi
badan dalam hal adanya berat
makan habis
Pasien dapat menverna makanan badan yang tidak sesuai.
35 | P a g e
Berat badan naik dari 54 kg pengukuran berat badan dan
menjadi 54+ kg antropometrik.
pasien tidak terlihat pucat 3. Dorong aktivitas fisik sebanyak
pasien tidak sianosis mungkin
pasien tidak anoreksia 4. Catat pemasukan kalori
Kolaborasi :
1. Pertahankan status puasa jika di
indikasikan
2. Suplemen vitamin.
3 Infeksi b.d adanya Setelah dilakukan tindakan Mandiri :
virus HIV-AIDS keperawatan selama 3 x 24 jam, 1 Monitor tanda-tanda infeksi
diharapkan : baru.
2 Gunakan teknik aseptik pada
Demam (-)
Pusing (-) setiap tindakan invasif. Cuci
rasa terbakar pada kaki hilang tangan sebelum meberikan
nyeri dada pleuritis (-)
TTV tindakan.
3 Berikan lingkungan yang bersih
TD: 120/80
dan berventilasi baik. Periksa
N: 80x/menit
pengunjung / staf terhadap
S: 37 C
tanda infeksi dan pertahankan
RR : 20x/menit
kewaspadaan sesuai indikasi
benjolan di daerah leher (-)
Kolaborasi :
Lesi (-)
Kejang (-) 1. Periksa kultur / sensitivitas lesi,
Dipsnea (-) darah, urine dan sputum
nyeri panggul (-) 2. Berikan antibiotic antijamur /
nyeri abdomen (-)
agen antimikroba, missal :
tremor (-)
trimetroprim (bactrim, septra),
nistatin (mycostatin),
ketokonazol, pentamidin atau
AZT/retrovir
N
N o Tanda
Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP)
o D Tangan
x
36 | P a g e
1 7 1 4 Memantau TTV, S :
November
termasuk CVP Pasien
2014
bila terpasang. mengatakan
mencatat sudah tidak
hipertensi, diare lagi.
termasuk Pasien
perubahan mengatakan
5 Mencatat lelah
peningkatan suhu O :
dan durasi Diare (-)
Demam (-)
demam. Pasien tidak
memberikan
mudah lelah
kompres hangat Pasien tidak
sesuai indikasi. berkeringat
mempertahankan malam hari
pakaian tetap TTV :
kering. TD : 120/80
mempertahankan N : 80x/menit
kenyamanan S : 37 C
suhu lingkungan. RR : 20x/menit
Hasil :
berat badan
meningkatkan
pasien naik
kebutuhan
dari 54 kg
metabolisme
menjadi 54.5
kg
6 Mengkaji turgor BAB /diare (-)
kulit, membrane pasien tidak
37 | P a g e
haus. pasien tidak
Hasil : turgor
pingsan
kulit dan umlah dan
membrane warna urin
mukosa baik / normal
lembab anoreksia (-)
Turgor kulit
baik / lembab
2 Memantau
A : masalah
pemasukan oral
kekurangan volume
dan memasukka
cairan tubuh sudah
cairan sedikitnya
teratasi
2500 ml/hari.
Hasil : P : intervensi
mempertahankan dihentikan
keseimbangan
cairan,
mengurangi rasa
haus, dan
melembabkan
membrane
mukosa.
3 Memberikan
cairan / elektrolit
melalui selang
pemberi
makanan / IV
hasil :
memperbesar
volume sirkulasi,
pasien tidak
anoreksia
4 Memantau hasil
pem. LAB sesuai
38 | P a g e
indikasi, mis.. :
HB/HT
hasil : kebutuhan
cairan adekuat
5 Memberikan
Antipiretik,
mis.. :
asetaminofen
hasil : membantu
mengurangi
demam dan
respons hiper
metabolism,
menurunkan
kehilangan cairan
tak kasat mata
2 8 2 1. Mengkaji S:
November
kemampuan Pasien tidak
2014
untuk mengeluh
mengunyah, lemah lagi
merasakan, dan O :
menelan. Pasien tidak
Hasil : pasien
mudah lelah
dapat mengunyah Pasien tidak
dan mencerna letih
makanan dengan Pasien tidak
39 | P a g e
adanya berat dengan baik
Berat badan
badan yang tidak
sesuai. Gunakan naik dari 54
serangkaian kg menjadi
5. Mempertahankan
status puasa jika
di indikasikan
Hasil : muntah
berkurang
40 | P a g e
6. Memberikan
suplemen
vitamin.
Hasil : kebutuhan
vitamin untuk
tubuh terpenuhi
3 9 3 1. Memonitor S : Pasien
November
tanda-tanda mengatakan sudah
2014
infeksi baru. tidak demam lagi.
Hasil : pasien
O:
tidak terpapar
Demam (-)
oleh infeksi Pusing (-)
kuman pathogen Rasa terbakar
di RS pada kaki
2. Menggunakan hilang
teknik actrim Nyeri dada
41 | P a g e
kewaspadaan tremor (-)
sesuai indikasi A : masalah infeksi
Hasil : tidak
sudah teratasi
terjadi
P : intervensi
penambahan
dihentikan
infeksi yg lebih
parah
4. Memeriksa
kultur /
sensitivitas lesi,
darah, urine dan
sputum
Hasil :
mengurangi
demam dan tidak
terjadi
pertumbuhan
kuman pathogen
penyebab infeksi
5. Memberikan
antibiotic
antijamur / agen
antimikroba,
missal :
trimetroprim
(actrim, septra),
nistatin
(mycostatin),
ketokonazol,
pentamidin atau
AZT/retrovir
Hasil :
meningkatkan
fungsi imun dan
tidak terjadi
42 | P a g e
infeksi
BAB III
PENUTUP
3.2. Kesimpulan
3.3. Saran
1 Bagi Mahasiswa
43 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Sudarth ed. 8. Jakarta: ECG.
44 | P a g e