Professional Documents
Culture Documents
Batuk Darah Evry PDF
Batuk Darah Evry PDF
BATUK DARAH
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makro dan Mikro Sistem Pernafasan Bawah
LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makro Sistem Pernafasan Bawah
LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikro Sistem Pernafasan Bawah
LI 2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Sistem Pernafasan
LI 4 Memahami dan Menjelaskan Tuberkulosis Paru
LO 4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Tuberkulosis Paru
LO 4.2 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Tuberkulosis Paru
LO 4.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Tuberkulosis Paru
LO 4.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Tuberkulosis Paru
LO 4.5 Memahami dan Menjelaskan Patogenesis dan Patofisiologi Tuberkulosis Paru
LO 4.6 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Tuberkulosis Paru
LO 4.7 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Tuberkulosis Paru
LO 4.8 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Banding Tuberkulosis Paru
LO 4.9 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru
LO 4.10 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Tuberkulosis Paru
LO 4.11 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Tuberkulosis Paru
LI 3 Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium Tuberculosis
LO 4.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi
LO 4.2 Memahami dan Menjelaskan Morfologi
LO 4.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi
LO 4.4 Memahami dan Menjelaskan Sifat
LO 4.5. Memahami dan Menjelaskan Daur Hidup
LI 5 Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk dalam Islam
1
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makro dan Mikro Sistem Pernafasan Bawah
LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makro Sistem Pernafasan Bawah
2
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
Bronkus
Bronkiolus
Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan
kelenjar pada mukosanya. Lamina propria
mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran sel goblet dalam epitel. Pada
bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat silindris bersilia, yang makin memendek dan makin
sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang
lebih kecil. Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang memiliki granul
sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel yang kemungkinan
berfungsi sebagai kemoreseptor.
Bronkiolus respiratorius
Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus terminalis, kecuali
dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid
bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1.
3
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
Semakin ke distal alveolusnya semakin bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapat otot
polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius.
Duktus alveolaris
Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara alveolus, hingga
seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus alveolaris. Terdapat anyaman sel otot polos pada
lamina proprianya, yang semakin sedikit pada segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin
dan kolagen. Duktus alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya serat
elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli memungkinkan alveolus
mengembang sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada waktu ekspirasi secara normal, mencegah
terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang
tipis.
Alveolus
Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah.
Septum interalveolar memisahkan dua alveolus yang berdekatan, septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng
tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin, matriks dan sel jaringan ikat.
Pleura
Pleura merupakan lapisan yang memisahkan antara paru dan dinding toraks. Pleura terdiri atas dua lapisan: pars
parietal dan pars viseral. Kedua lapisan terdiri dari sel-sel mesotel yang berada di atas serat kolagen dan elastin.
4
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
ini hanya dilingkari oleh otot polos. Struktur semacam ini menyebabkan bronkioli lebih rentan terhadap
penyimpatan yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Bronkioli mempunyai silia dan zat mucus sehingga
berfungsi sebagai pembersih udara. Bahan-bahan debris di alveoli ditangkap oleh sel makrofag yang terdapat pada
alveoli, kemudian dibawa oleh lapisan mukosa dan selanjutnya dibuang.
2. Zona Respiratorik
Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas antara udara dan
darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang lain, seperti bulu-bulu pada pintu
masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikel yang masuk. Sistem pernafasan memiliki sistem
pertahanan tersendiri dalam melawan setiap bahan yang masuk yang dapat merusak.
Adapun fungsi pernapasan, yaitu :
1. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan
pembakaran
2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian dibawa oleh darah
ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh)
3. Melembabkan udara.
Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di alveolus paru-paru. Pertukaran
tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya aliran udara timbal balik (pernapasan), dan tergantung pada difusi
oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang
dihirup. Paru-paru merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja.
Proses dari sistem pernapasan atau sistem respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu
1. Ventilasi, yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru
2. Pertukaran gas di dalam alveoli dan darah. Proses ini disebut pernapasan luar
3. Transportasi gas melalui darah
4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan. Proses ini disebut pernapasan dalam
5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut juga pernapasan seluler.
Ventilasi
Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli. Proses ini terdiri dari
inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari paru-paru). Ventilasi terjadi karena
adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat inspirasi tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan
atmosfer sehingga udara dari atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan
intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari paru-paru.
Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax akibat kerja dari otot-otot
pernafasan dan diafragma. Pada saat inspirasi terjadi kontraksi dari otot-otot insiprasi (muskulus interkostalis
eksternus dan diafragma)sehingga terjadi elevasi dari tulang-tulang kostae dan menyebabkan peningkatan volume
cavum thorax (rongga dada), secara bersamaan paru-paru juga akan ikut mengembang sehingga tekanan intra
pulmonal menurun dan udara terhirup ke dalam paru-paru.
5
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
Setelah inspirasi normal biasanya kita masih bisa menghirup udara dalam-dalam (menarik nafas dalam), hal ini
dimungkinkan karena kerja dari otot-otot tambahan isnpirasi yaitu muskulus sternokleidomastoideus dan
muskulus skalenus.
Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan cavum thorax akibat kerja
otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi maka terjadilah ekspirasi. Tetapi setelah ekspirasi
normal, kitapun masih bisa menghembuskan nafas dalam-dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu
muskulus interkostalis internus dan muskulus abdominis.
Kerja dari otot-otot pernafasan disebabkan karena adanya perintah dari pusat pernafasan (medula oblongata) pada
otak. Medula oblongata terdiri dari sekelompok neuron inspirasi dan ekspirasi. Eksitasi neuron-neuron inspirasi
akan dilanjutkan dengan eksitasi pada neuron-neuron ekspirasi serta inhibisi terhadap neuron-neuron inspirasi
sehingga terjadilah peristiwa inspirasi yang diikuti dengan peristiwa ekspirasi. Area inspirasi dan area ekspirasi
ini terdapat pada daerah berirama medula (medulla rithmicity) yang menyebabkan irama pernafasan berjalan
teratur dengan perbandingan 2 : 3 (inspirasi : ekspirasi).
Ventilasi dipengaruhi oleh :
1. Kadar oksigen pada atmosfer
2. Kebersihan jalan nafas
3. Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru
4. Pusat pernafasan
Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh surfaktan. Surfaktan
merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli pada bagian epitel alveolus dan berfungsi
menurunkan tegangan permukaan alveolus yang disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah
kolaps alveoli dengan cara membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.
Energi yang diperlukan untuk ventilasi adalah 2 3% energi total yang dibentuk oleh tubuh. Kebutuhan energi
ini akan meningkat saat olah raga berat, bisa mencapai 25 kali lipat.
Saat terjadi ventilasi maka volume udara yang keluar masuk antara atmosfer dan paru-paru dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi dalam pernafasan normal. IRV
(volume cadangan inspirasi) adalah volume udara yang masih bisa dihirup paru-paru setelah inspirasi normal.
ERV (volume cadangan ekspirasi) adalah volume udara yang masih bisa diekshalasi setelah ekspirasi normal.
Sedangkan RV (volume sisa) adalah volume udara yang masih tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi kuat.
Difusi
Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah pada kapiler paru.
Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Salah satu
ukuran difusi adalah tekanan parsial. Difusi terjadi melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus
yang sangat tipis dengan ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang sangat banyak
dengan diameter 8 angstrom. Dalam paru2 terdapat sekitar 300 juta alveoli dan bila dibentangkan dindingnya
maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa normal.
Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan. Saat inspirasi maka
oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi karbondioksida akan dilepaskan kapiler paru ke
alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses pertukaran gas tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial
oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.
Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap perbedaan tekanan sebesar
1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit.
Saat aktivitas meningkat maka kapasitas difusi ini juga meningkat karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai
6
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
dDilatasi kapiler yang menyebabkan luas permukaan membran difusi meningkat. Kapasitas difusi karbondioksida
saat istirahat adalah 400-450 ml/menit. Saat bekerja meningkat menjadi 1200-1500 ml/menit.
Difusi dipengaruhi oleh :
1. Ketebalan membran respirasi
2. Koefisien difusi
3. Luas permukaan membran respirasi
4. Perbedaan tekanan parsial
5. Transportasi
Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang membutuhkan melalui darah
dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke kapiler paru. Sekitar 97 98,5% Oksigen
ditransportasikan dengan cara berikatan dengan Hb (HbO2/oksihaemoglobin,) sisanya larut dalam plasma. Sekitar
5- 7 % karbondioksida larut dalam plasma, 23 30% berikatan dengan Hb(HbCO2/karbaminahaemoglobin) dan
65 70% dalam bentuk HCO3 (ion bikarbonat).
Saat istirahat, 5 ml oksigen ditransportasikan oleh 100 ml darah setiap menit. Jika curah jantung 5000 ml/menit
maka jumlah oksigen yang diberikan ke jaringan sekitar 250 ml/menit. Saat olah raga berat dapat meningkat 15
20 kali lipat.
Transportasi gas dipengaruhi oleh :
1. Cardiac Output
2. Jumlah eritrosit
3. Aktivitas
4. Hematokrit darah
Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas pada sel/jaringan terjadi karena
tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari PO2 kapiler karena O2 dalam sel selalu digunakan
oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial karbondioksida (PCO2) intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu
diproduksi oleh sel sebagai sisa metabolisme.
Regulasi
Kebutuhan oksigen tubuh bersifat dinamis, berubah-ubah dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya
adalah aktivitas. Saat aktivitas meningkat maka kebutuhan oksigen akan meningkat sehingga kerja sistem respirasi
juga meningkat. Mekanisme adaptasi sistem respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh sangat penting
untuk menjaga homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut :
Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat nafas terdiri dari
daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah berirama medula terdiri dari area inspirasi dan
ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic area dan apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi
sirkuit inspirasi dan meningkatkan irama respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi.
7
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
8
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
(BTA). Mycobacterium Tuberculosis lebih resistan terhadap faktor kimia bila dibandingkan bakteri lain, karena
sifat hidrofobik pada permukaan selnya dan pertumbuhannya yang cenderung berkoloni.
Mycobacterium tuberculosis tidak menghasilkan kapsul atau spora, tidak bersimpai dan dinding selnya
terdiri dari peptidoglikan dan DAP. Kandungan Lemaknya sekitar 60%. Kandungan lemak pada dinding sel
Mycobacterium Tuberculosis berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan terdapat di bawah
arabinogalaktan. Dari struktur tersebut dapat menyebabkan menurunnya permeabilitas dinding sel, dimana akan
mengurangi efektivitas dari antibiotik. Molekul yang terdapat dalam dinding sel Mycobacterium yang disebut
dengan Lipoarabinomannan, mempunyai peran dalam interaksi diantara inangn dan patogen, sehingga
Mycobacterium Tuberculosis mampu bertahan hidup dalam makrofag. Dinding sel yang tebal dengan kandungan
zat lilin pada Mycobacterium Tuberculosis berperan dalam pembentukan fase atau formasi granoluma atau bintil
yang dapat dilihat pada hasil rontgen paru-paru.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri aerob, oleh karena itu pada kasus TBC biasanya mereka
ditemukan pada daerah yang banyak udaranya.
9
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
4. Dampak pandemi infeksi HIV. Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah
pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien
sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000
kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.
LO 4.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Tuberkulosis Paru
Cara penularan
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet
nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi
dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan
dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin
tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara
dan lamanya menghirup udara tersebut.
Risiko penularan
1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif
memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu
proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh)
orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
3. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.
Risiko menjadi sakit TB
1. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
2. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10%
diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA
positif.
10
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
3. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang
rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
4. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV
mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular immunity), sehingga jika terjadi
infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan
meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
LO 4.4 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Tuberkulosis Paru
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru.
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
1. Tuberkulosis paru BTA positif.
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan
sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif
harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
1. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu
bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan
paru yang luas (misalnya proses far advanced), dan atau keadaan umum pasien buruk.
2. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa
bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
1. Kasus baru : Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang
dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (Relaps) : Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
3. Kasus setelah putus berobat (Default ) : Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure) : Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus Pindahan (Transfer In) : Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus lain : Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk
Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
LO 4.5 Memahami dan Menjelaskan Patogenesis Tuberkulosis Paru
Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil,
kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini
akan segera diatasi oleh mekanisme imunologisnon spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan
biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus,
makrofagtidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
11
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni ditempat
tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. Dari fokus primer,
kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai
saluran limfe ke lokasi fokus primer.Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan dikelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di
apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal.
Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB
hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Masa inkubasi TB
biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi
tersebut, kuman umbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler. Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kumanTB
sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin,mengalami perkembangan
sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal
tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas erhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif
terhadap uji tuberkulin.
Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler
tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu
sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap
hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan
segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami
resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan
enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya
biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama
bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh
fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis
atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang
mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus
dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternaldapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar
yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuandapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus,
sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi
komplit padabronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebutsebagai
lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk
kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai
penyakit sistemik. Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaranhematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara
sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai
berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya ditujuadalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik,
misalnya otak, tulang, ginjal, dan parusendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi
tersebut, kuman TB akanbereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang
akanmembatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya
olehimunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut
menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai
Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat mengalami
reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut ( acute
generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah
menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang
disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya
penyakitbergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnyapenyebaran.
Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu(host) dalam mengatasi infeksi TB,
misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acutegeneralized hematogenic spread dengan jumlah kuman
yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama.
12
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
Istilih milier berasal dari gambaran lesidiseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut ( millet seed).
Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi
merupakangranuloma. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread.
Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan menyebar ke saluran vaskular di dekatnya, sehingga
sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini
tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread.
13
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimptomatik dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkan adanya
kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin positif. Radiologis.
c. Pemeriksaan laboratorium :
1. Darah : pada awal tuberculosis aktif jumlah leukosit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri,
LED tinggi, Limfosit masih dibawah normal, anemia, gamma globulin meningkat.
Pemeriksaan serologis : dipakai reaksi takahashi untuk menunjukan proses tuberculosis masih aktif atau
tidak.
14
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
2. Sputum : bagi pasien yang susah untuk mengeluarkan batuk, maka dianjurkan satu hari sebelum
pemeriksaan sputum dianjurkan minum 2L dan dengan memberikan obat mukolitik ekspektoran. Sputum
yang diperiksa sehendaknya sesegera mungkin, kuman baru bisa terlihat bila bronkus yang terlibat proses
penyakit ini terbuka keluar, sehingga sputum yang mengandung kuman mudah keluar.
Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
1. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat
pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
2. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa
dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
3. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi.
Pembiakan bakteri di sputum 4-6 minggu kuman tbc sudah mulai tampak dengan menggunakan pewarnaan
ZIehl Nelsen dan dilihat di mikroskop biasa.
Intepretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan :
3 kali positif / 2 kali positif 1 kali negative BTA positif
1 kali positif, 2 kali negative Ulang BTA 3 kali
Bila 1 kali positif, 2 kali negative BTA positif
Bila 3 kali negative BTA negative
d. Pemeriksaan radiologis : lokasi di apex paru, pada pemeriksaan rontgen ditemukan bercak-bercak seperti
awan dengan batas-batas yang tidak tegas dan bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan akan
berbentuk bulat dengan batas yang tegas. Lesi ini disebut tuberkuloma.
Gambaran tuberculosis milier : bercak-bercak halus yang tersebar merata di seluruh lapangan paru.
CT scan dan MRI juga bisa dipakai.
e. Pemeriksaan khusus
BACTEC : metode radiometric, dimana M.tuberculosis memetabolisme asam lemak dan
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya. Dan ini merupakan alternative
pemeriksaan biakan secara cepat.
PCR : dapat mendeteksi DNA bakterinya.
Pemeriksaan serologi :
- ELISA :untuk mendeteksi respon humoral proses ag da nab.
- ICT : untuk mendeteksi ab bakteri dalam serum.
- Mycodot : mendeteksi antibody antimikrobakterial dalam tubuh manusia, dengan menggunakan
sisir plastic yang dicelupkan kedalam serum manusia yang nantinya terdapat antiLAM.
- Uji tuberculin : membantu menegakkan diagnosis pada anak-anak (balita). Tes ini bertujuan
untuk mengetahui apakah seseorang pernah terkena atau sedang terkena bakteri
M.tuberkulosa,M.bovis, vaksinasi BCG atau Micobacterium pathogen lainnya. Biasanya
setelah 48-72 jam disuntik, hasilnya ditemukan indurasi kemerahan.
Uji tuberkulin. Berdasar reaksi hipersensitifitas tipe 4, dimana basil TB memproduksi
tuberculoprotein yang akan merangsang munculnya reaksi tersebut.
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
1. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program
TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis
sepanjang sesuai dengan indikasinya.
2. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu
memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
3. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
4. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan
menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
4. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat
pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
15
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
5. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa
dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
6. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi.
16
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
17
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
1. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak
menular dalam kurun waktu 2 minggu.
3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama
2. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
Pengobatan TB paru :
1. Ketegori I 2RHZE/4R3H3
a. TB paru BTA (+) kasus baru
b. TB paru BTA (-), foto thorax (+), kasus baru
c. TB ekstra paru ringan & berat
2. Kategori II 2RHZES/1RHZE/5R3H3E3
a. Pasien kambuh
b. Pasien default
c. Pasien gagal pengobatan
3. Kategori IV TB MDR
Harian 3xseminggu
(4-6) (8-12)
(8-12) (8-12)
(20-30) (30-40)
(12-18) (12-18)
(15-20) (20-35)
2. 2(HRZ)E/4(HR)
Fase awal : 2(HRZ)E 2 bulan setiap hari kombinasi tetap isoniazid, rimfampisin dan pirazinamid,
a.
ditambah etambutol
b. Fase lanjutan : 4(HR) dilanjutkan selama 4 bulan setiap hari kombinasi tetap terapi isoniazid &
rifampisin
3. 2HRZE/4H3R3
a. Fase awal : 2HRZE
b. Fase lanjutan : 4H3R3 dilanjutkan selama 4 bulan seminggu 3 kali diberikan terapi isoniazid &
rifampisin
18
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
Pemantauan Pengobatan
Kategori I
1. Setelah 2 bulan fase awal cek BTA
a. BTA (-) fase lanjutan
b. BTA (+) sisipan RHZE 1 bulan BTA (-) fase lanjutan
2. 1 bulan sebelum akhir pengobatan cek BTA
a. BTA (-) lanjutkan sampai selesai pengobatn
b. BTA (+) uji biakan & kepekaan
3. Akhir pengobatan cek BTA
a. BTA (-) pengobatan lengkap pasien sembuh
b. BTA (+) kategori II
Kategori II
1. Setelah 3 bulan fase awal cek BTA
a. BTA (-) fase lanjutan
b. BTA (+) uji biakan & kepekaan, sisipan RHZES 1 bulan BTA (-) fase lanjutan
2. 1 bulan sebelum akhir pengobatan cek BTA
a. BTA (-) lanjutkan sampai selesai pengobatn
b. BTA (+) uji biakan & kepekaan rujuk
3. Akhir pengobatan cek BTA
a. BTA (-) pengobatan lengkap pasien sembuh
b. BTA (+) gagal, kasus kronik rujuk
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.
Persyaratan PMO
1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
2. maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
3. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
19
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
Pengobatan TB paru :
4. Ketegori I 2RHZE/4R3H3
a. TB paru BTA (+) kasus baru
b. TB paru BTA (-), foto thorax (+), kasus baru
c. TB ekstra paru ringan & berat
5. Kategori II 2RHZES/1RHZE/5R3H3E3
a. Pasien kambuh
b. Pasien default
c. Pasien gagal pengobatan
6. Kategori IV TB MDR
20
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
a. Fase awal : 2HRZE 2 bulan setiap hari diberikan isoniazid, rimfampisin, pirazinamid dan etambutol
(sesuai dosis panduan)
b. Fase lanjutan : 4HR dilanjutkan selama 4 bulan setiap hari diberikan terapi isoniazid & rifampisin
5. 2(HRZ)E/4(HR)
Fase awal : 2(HRZ)E 2 bulan setiap hari kombinasi tetap isoniazid, rimfampisin dan pirazinamid,
a.
ditambah etambutol
b. Fase lanjutan : 4(HR) dilanjutkan selama 4 bulan setiap hari kombinasi tetap terapi isoniazid &
rifampisin
6. 2HRZE/4H3R3
a. Fase awal : 2HRZE
b. Fase lanjutan : 4H3R3 dilanjutkan selama 4 bulan seminggu 3 kali diberikan terapi isoniazid &
rifampisin
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif),
dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
o Penderita baru TBC paru BTA positif.
o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.
o Penderita gagal terapi.
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap
hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap
INH).
2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian
INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga
ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10
mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
TB tidak berat
INH : 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari
21
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
Isonoazid (INH)
Farmakokinetika
Absorbsi: oral & parenteral mudah, kadar max 1-2 jam setelah P.O
Kecepatan asetilasi tdk mempengaruhi aktivitas / toksisitas INH bila diberikan setiap hari kec asetilator cepat
bila mendapat obat seminggu sx penyembuhan kurang baik
Efek Samping
Reaksi hipersensitivitas :
Neuritis perifer
Neuropatologis: vesikel sinap hilang, mitokondria bengkak & pecahnya akson terminal spt
defisiensi piridoksin
Rifampizin
Farmakokinetik
Absorbsi dihambat oleh makanan & asam paraamino salisilat (selang waktu 8-12jam)
22
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
Luas distribusi warna oranye / merah pd urin, tinja, sputum, air mata, saliva, keringat Pasien
harus diberitahu
Ekskresi melalui urin 30% setengahnya merupakan rifampisin utuh pasien gangguan ginjal tdk perlu
penyesuian dosis
Efek samping
Keluhan SSP: lelah, mengantuk, sakit kepala, ataxia, bingung, melemahnya otot
Interaksi obat
Krn mrpkan drug inducer meningkatkan metabolisme obat lain: hipoglikemik oral, kirtikosteroid,
kontrasepsi oral efektifitasnya berkurang bila diberikan bersama rifampisin
Etambutol
Mek kerja: hambat sintesis metabolit sel Metabolisme terhambat sel mati
Absorbsi: 70-80% stlh P.O, kadar max 2-4 jam, T eliminasi 3-4 jam
Kadar pd eritrosit 1-2x > kadar plasma depot etambutol release sedikit demi sedikit
Tidak dpt menembus sawar darah otak, namun pd meningitis TB dpt ditemukan etambutol pd kadar
terapi di CSS
ES lain: pruritus, nyeri sendi, gangguan GIT, malaise, sakit kepala, pening, bingung, disorientasi, kaku
& kesemutan pd jari
23
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
Etambutol menyebabkan peningkatan asam urat pd 50% pasien Penurunan ekskresi asam urat
Pd pasien gangguan fs ginjal dosis perlu disesuaikan krn etambutol terakumulasi dlm tubuh
Pirazinamid
In vitro: menghambat pertumbuhan kuman M.tb dlm monosit bakterisid kuat utk mikobakteria dlm
makrofag
Mudah diabsobsri & distribusi luas, ekskresi via filtrasi glomerulus, T eliminasi 10-16jam, metabolit
utama as hidropirazinoat
ES: serius: bila diberikan 3g/hari 15% pasien: kelainan hati peningkatan SGOT-SGPT
ES: hambat ekskresi as urat pirai, atralgia, anoreksia, mual & muntah, disuria, malaise & demam
Streptomisin
Resistensi meningkat ~ lama pemakaian, setelah 4 bulan 80% kuman mjd tdk sensitif lg
Hampir semua streptomisin berada dlm plasma stlh penyuntikan, hanya sedikit masuk dlm eritrosit
ES: sakit kepala, malaise, parestesi di wajah sekitar mulut, kesemutan di tangan
Neurotoksin pd saraf kranial VIII ototoksik dosis besar & lama, bbrp pasien pd dosis total 10-12
gram sdh mengalami gangguan tsb
Dosis total tidak boleh lebih dr 20g dlm 5 bln terakhir kehamilan utk mencegah ketulian pd janin
Hasil Pengobatan
1. Sembuh, Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-
up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya
2. Pengobatan Lengkap, Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak
memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
3. Meninggal, Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
4. Pindah, Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasilpengobatannya
tidak diketahui.
24
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
5. Default (Putus berobat), Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
6. Gagal, Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima
atau lebih selama pengobatan.
Pencegahan :
a. Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti kepadatan hunian,
dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.
b. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau suspectgambas, sering
dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita, kontak,suspect, perawatan.
c. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit inaktif dengan
pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.
d. BCG, vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan bagi ibunyadan
keluarhanya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut berupatempat pencegahan.
e. Memberantas penyakti TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi, danpasteurisasi air susu
sapi.
f. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karean menghirup udara yang tercemardebu para
pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya.
g. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala tbc paru.
h. Pemeriksaan screening dengan tubercullin test pada kelompok beresiko tinggi, sepertipara emigrant,
orang-orang kontak dengan penderita, petugas dirumah sakit,petugas/guru disekolah, petugas foto
rontgen.
i. Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil pemeriksaantuberculin test.
- Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena
syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
- Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
- Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru.
- Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
- Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
- nsufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.
Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa
mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti
ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila
perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.
1. Komplikasi dini :pleuriti, efusi pleura, emfiema, laryngitis, usus, Poncets arthropathy
2. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan nafas SOFT (Sindrom Pasca Tuberkulosis), kerusakan perenkim
berat SOPT/ fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis karsinoma paru sindrom gagal nafas dewasa
(ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB
(Aru W. Sudoyo, dkk, 2006)
25
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa
prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC
Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000
kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. Perkiraan
prevalensi, insidensi dan kematian akibat TBC dilakukan berdasarkan analisis dari semua data yang tersedia,
seperti pelaporan kasus, prevalensi infeksi dan penyakit, lama waktu sakit, proporsi kasus BTA positif, jumlah
pasien yang mendapat pengobatan dan yang tidak mendapat pengobatan, prevalensi dan insidens HIV, angka
kematian dan demografi.
Dari data tahun 1997-2004 [Attachment: Tabel Identifikasi Kasus 1997-2004 dan Tingkat Pelaporan
1995 2000] terlihat adanya peningkatan pelaporan kasus sejak tahun 1996. Yang paling dramatis terjadi pada
tahun 2001, yaitu tingkat pelaporan kasus TBC meningkat dari 43 menjadi 81 per 100.000 penduduk, dan
pelaporan kasus BTA positif meningkat dari 25 menjadi 42 per 100.000 penduduk. Sedangkan berdasarkan umur,
terlihat angka insidensi TBC secara perlahan bergerak ke arah kelompok umur tua (dengan puncak pada 55-64
tahun), meskipun saat ini sebagian besar kasus masih terjadi pada kelompok umur 15-64 tahun. [Attachment :
Age Specific Notification Rate 2004]
Cara Penularan :
Sumber penularana adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita
menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat
bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB
tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran
linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.
26
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya.
Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan
dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.Kemungkinan seseorang
terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Resiko Penularan :
Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap
cukup tinggi dan berfariasi antara 1 ? 2 %. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara
1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi
penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas,
dapat diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100
(seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 % penderita adalah BTA positif. Faktor yang
mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah; diantaranya
karena gizi buruk atau HIV/AIDS.
1. Infeksi Primer :
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat
kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga
sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe akan membawa kuma TB
ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi
sampai pembentukan kompleks primer adalah 4 ? 6 minggu.Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya
perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh
(imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman
TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur).
Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa
bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan
mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Faktor resiko
1. Infeksi tuberkulosis
Orang-orang yang lahir di negara asing dari negara yang berinsidens tinggi
Orang-orang yang sangat miskin, terutama di kota- kota besar
Penghuni penjara sekarang atau sebelumnya
Oarng tunawisma
Pengguna obat injeksi
Pekerja perawat kesehatan yang merawat penderita berisko tinggi
Anak yang terpajan pada orang dewasa berisiko tinggi
2. Penyakit tuberkulosis bila terinfeksi
Koinfeksi dengan virus imunodefisiensi manusia (HIV)
Penyakit gangguan imun lai, terutama keganasan
Pengobatan imunosupresif
Bayi dan anak 3 tahun
(Nelson, 2000)
27
NUR ISNAENI EVRY K. (1102012203) B-12 RESPIRASI-SK2
Batuk bukanlah suatu penyakit. Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh di saluran pernapasan dan
merupakan gejala suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di tenggorokan karena adanya lendir, makanan,
debu, asap dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
28