You are on page 1of 31

BATUK DARAH

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makro dan Mikro Sistem Pernafasan


Bawah
LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makro Sistem Pernafasan Bawah
LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikro Sistem Pernafasan Bawah
LI 2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Sistem Pernafasan
LI 3 Memahami dan Menjelaskan Tuberkulosis Paru
LO 3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Tuberkulosis Paru
LO 3.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Tuberkulosis Paru
LO 3.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Tuberkulosis Paru
LO 3.4 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Tuberkulosis Paru
LO 3.5 Memahami dan Menjelaskan Patogenesis Tuberkulosis Paru
LO 3.6 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Tuberkulosis Paru
LO 3.7 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Tuberkulosis Paru
LO 3.8 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Tuberkulosis Paru
LO 3.9 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Tuberkulosis Paru
LO 3.10 Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru
LO 3.11 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Tuberkulosis Paru
LO 3.12 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Tuberkulosis Paru
LO 3.13 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Tuberkulosis Paru
LI 4 Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium Tuberculosis
LO 4.1 Memahami dan Menjelaskan Morfologi
LO 4.2 Memahami dan Menjelaskan Daur Hidup
LI 5 Memahami dan Menjelaskan Etika Batuk dalam Islam
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makro dan Mikro Sistem Pernafasan
Bawah
LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makro Sistem Pernafasan Bawah
LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Mikro
Sistem Pernafasan Bawah
Trakea
Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina
propria dan tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada
di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar
membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing.
Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada
ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat
ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan
mencegah distensi berlebihan.

Bronkus
Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina
propria yang mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang
rawan pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang
lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan mengecilnya
garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin.

Bronkiolus
Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina
propria mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran
sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel bertingkat
silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai menjadi epitel selapis
silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Terdapat sel
Clara pada epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang memiliki granul
sekretori dan mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel
yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.

Bronkiolus respiratorius
Mukosa bronkiolus respiratorius secara struktural identik dengan mukosa bronkiolus
terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus
respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus,
epitel bronkiolus menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya semakin
bertambah banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapat otot polos dan jaringan
ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius.
Duktus alveolaris
Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara
alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus alveolaris.
Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin sedikit pada segmen
distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan kolagen. Duktus alveolaris
bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus alveolaris. Adanya serat elastin dan
retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus alveolaris dan alveoli memungkinkan
alveolus mengembang sewaktu inspirasi, berkontraksi secara pasif pada waktu ekspirasi
secara normal, mencegah terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada
kapiler-kapiler halus dan septa alveolar yang tipis.

Alveolus
Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida
antara udara dan darah. Septum interalveolar memisahkan dua alveolus yang berdekatan,
septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin,
retikulin, matriks dan sel jaringan ikat.
Pleura
Pleura merupakan lapisan yang memisahkan antara paru dan dinding toraks. Pleura terdiri
atas dua lapisan: pars parietal dan pars viseral. Kedua lapisan terdiri dari sel-sel mesotel yang
berada di atas serat kolagen dan elastin.
LI 2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Sistem Pernafasan
Pernafasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen

O2
kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida

C O2
sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Sisa respirasi berperan untuk menukar

udara ke permukaan dalam paru-paru. Udara masuk dan menetap dalam sistem pernafasan
dan masuk dalam pernafasan otot sehingga trakea dapat melakukan penyaringan,
penghangatan dan melembabkan udara yang masuk, juga melindungi organ lembut.
penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Zona Konduksi
Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan, serta
membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan dengan suhu tubuh.
Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses pembentukan suara. Zona konduksi
terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus, serta bronkioli terminalis.
a. Hidung
Rambut, zat mucus serta silia yang bergerak kearah faring berperan sebagai system
pembersih pada hidung. Fungsi pembersih udara ini juga ditunjang oleh konka nasalis yang
menimbulkan turbulensi aliran udara sehingga dapat mengendapkan partikel-partikel dari
udara yang seterusnya akan diikat oleh zat mucus. System turbulensi udara ini dapat
mengendapkan partikel-partikel yang berukuran lebih besar dari 4 mikron.
b. Faring
Faring merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernapasan bagian atas.
Faring terbagi atas tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, serta laringofaring.
c. Trakea
Trakea berarti pipa udara. Trakea dapat juga dijuluki sebagai eskalator-muko-siliaris
karena silia pada trakea dapat mendorong benda asing yang terikat zat mucus kearah faring
yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan. Silia dapat dirusak oleh bahan-bahan beracun
yang terkandung dalam asap rokok.
d. Bronki atau bronkioli
Struktur bronki primer masih serupa dengan struktur trakea. Akan tetapi mulai bronki
sekunder, perubahan struktur mulai terjadi. Pada bagian akhir dari bronki, cincin tulang
rawan yang utuh berubah menjadi lempengan-lempengan. Pada bronkioli terminalis struktur
tulang rawan menghilang dan saluran udara pada daerah ini hanya dilingkari oleh otot polos.
Struktur semacam ini menyebabkan bronkioli lebih rentan terhadap penyimpatan yang dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Bronkioli mempunyai silia dan zat mucus sehingga
berfungsi sebagai pembersih udara. Bahan-bahan debris di alveoli ditangkap oleh sel
makrofag yang terdapat pada alveoli, kemudian dibawa oleh lapisan mukosa dan selanjutnya
dibuang.
2. Zona Respiratorik
Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan. Pertukaran gas
antara udara dan darah terjadi dalam alveoli. Selain struktur diatas terdapat pula struktur yang
lain, seperti bulu-bulu pada pintu masuk yang penting untuk menyaring partikel-partikel yang
masuk. Sistem pernafasan memiliki sistem pertahanan tersendiri dalam melawan setiap bahan
yang masuk yang dapat merusak.
Adapun fungsi pernapasan, yaitu :
1. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya)
untuk mengadakan pembakaran
2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian
dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh)
3. Melembabkan udara.
Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di alveolus paru-
paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya aliran udara timbal balik
(pernapasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding
alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang dihirup. Paru-paru merupakan
jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja.
Proses dari sistem pernapasan atau sistem respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu
1. Ventilasi, yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru
2. Pertukaran gas di dalam alveoli dan darah. Proses ini disebut pernapasan luar
3. Transportasi gas melalui darah
4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan. Proses ini disebut pernapasan
dalam
5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut juga
pernapasan seluler.
Ventilasi
Ventilasi merupakan proses pertukaran udara antara atmosfer dengan alveoli. Proses
ini terdiri dari inspirasi (masuknya udara ke paru-paru) dan ekspirasi (keluarnya udara dari
paru-paru). Ventilasi terjadi karena adanya perubahan tekanan intra pulmonal, pada saat
inspirasi tekanan intra pulmonal lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara dari
atmosfer akan terhisap ke dalam paru-paru. Sebaliknya pada saat ekspirasi tekanan
intrapulmonal menjadi lebih tinggi dari atmosfer sehingga udara akan tertiup keluar dari
paru-paru.

Perubahan tekanan intrapulmonal tersebut disebabkan karena perubahan volume thorax


akibat kerja dari otot-otot pernafasan dan diafragma. Pada saat inspirasi terjadi kontraksi dari
otot-otot insiprasi (muskulus interkostalis eksternus dan diafragma)sehingga terjadi elevasi
dari tulang-tulang kostae dan menyebabkan peningkatan volume cavum thorax (rongga
dada), secara bersamaan paru-paru juga akan ikut mengembang sehingga tekanan intra
pulmonal menurun dan udara terhirup ke dalam paru-paru.
Setelah inspirasi normal biasanya kita masih bisa menghirup udara dalam-dalam (menarik
nafas dalam), hal ini dimungkinkan karena kerja dari otot-otot tambahan isnpirasi yaitu
muskulus sternokleidomastoideus dan muskulus skalenus.
Ekspirasi merupakan proses yang pasif dimana setelah terjadi pengembangan cavum
thorax akibat kerja otot-otot inspirasi maka setelah otot-otot tersebut relaksasi maka terjadilah
ekspirasi. Tetapi setelah ekspirasi normal, kitapun masih bisa menghembuskan nafas dalam-
dalam karena adanya kerja dari otot-otot ekspirasi yaitu muskulus interkostalis internus dan
muskulus abdominis.

Kerja dari otot-otot pernafasan disebabkan karena adanya perintah dari pusat pernafasan
(medula oblongata) pada otak. Medula oblongata terdiri dari sekelompok neuron inspirasi dan
ekspirasi. Eksitasi neuron-neuron inspirasi akan dilanjutkan dengan eksitasi pada neuron-
neuron ekspirasi serta inhibisi terhadap neuron-neuron inspirasi sehingga terjadilah peristiwa
inspirasi yang diikuti dengan peristiwa ekspirasi. Area inspirasi dan area ekspirasi ini terdapat
pada daerah berirama medula (medulla rithmicity) yang menyebabkan irama pernafasan
berjalan teratur dengan perbandingan 2 : 3 (inspirasi : ekspirasi).
Ventilasi dipengaruhi oleh :
1. Kadar oksigen pada atmosfer
2. Kebersihan jalan nafas
3. Daya recoil & complience (kembang kempis) dari paru-paru
4. Pusat pernafasan
Fleksibilitas paru sangat penting dalam proses ventilasi. Fleksibilitas paru dijaga oleh
surfaktan. Surfaktan merupakan campuran lipoprotein yang dikeluarkan sel sekretori alveoli
pada bagian epitel alveolus dan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus yang
disebabkan karena daya tarik menarik molekul air & mencegah kolaps alveoli dengan cara
membentuk lapisan monomolekuler antara lapisan cairan dan udara.
Energi yang diperlukan untuk ventilasi adalah 2 3% energi total yang dibentuk oleh tubuh.
Kebutuhan energi ini akan meningkat saat olah raga berat, bisa mencapai 25 kali lipat.
Saat terjadi ventilasi maka volume udara yang keluar masuk antara atmosfer dan paru-paru
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi dan diekspirasi dalam pernafasan
normal. IRV (volume cadangan inspirasi) adalah volume udara yang masih bisa dihirup paru-
paru setelah inspirasi normal. ERV (volume cadangan ekspirasi) adalah volume udara yang
masih bisa diekshalasi setelah ekspirasi normal. Sedangkan RV (volume sisa) adalah volume
udara yang masih tersisa dalam paru-paru setelah ekspirasi kuat.
Difusi
Difusi dalam respirasi merupakan proses pertukaran gas antara alveoli dengan darah
pada kapiler paru. Proses difusi terjadi karena perbedaan tekanan, gas berdifusi dari tekanan
tinggi ke tekanan rendah. Salah satu ukuran difusi adalah tekanan parsial. Difusi terjadi
melalui membran respirasi yang merupakan dinding alveolus yang sangat tipis dengan
ketebalan rata-rata 0,5 mikron. Di dalamnya terdapat jalinan kapiler yang sangat banyak
dengan diameter 8 angstrom. Dalam paru2 terdapat sekitar 300 juta alveoli dan bila
dibentangkan dindingnya maka luasnya mencapai 70 m2 pada orang dewasa normal.
Saat difusi terjadi pertukaran gas antara oksigen dan karbondioksida secara simultan.
Saat inspirasi maka oksigen akan masuk ke dalam kapiler paru dan saat ekspirasi
karbondioksida akan dilepaskan kapiler paru ke alveoli untuk dibuang ke atmosfer. Proses
pertukaran gas tersebut terjadi karena perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida
antara alveoli dan kapiler paru.
Volume gas yang berdifusi melalui membran respirasi per menit untuk setiap
perbedaan tekanan sebesar 1 mmHg disebut dengan kapasitas difusi. Kapasitas difusi oksigen
dalam keadaan istirahat sekitar 230 ml/menit. Saat aktivitas meningkat maka kapasitas difusi
ini juga meningkat karena jumlah kapiler aktif meningkat disertai dDilatasi kapiler yang
menyebabkan luas permukaan membran difusi meningkat. Kapasitas difusi karbondioksida
saat istirahat adalah 400-450 ml/menit. Saat bekerja meningkat menjadi 1200-1500 ml/menit.
Difusi dipengaruhi oleh :
1. Ketebalan membran respirasi
2. Koefisien difusi
3. Luas permukaan membran respirasi
4. Perbedaan tekanan parsial
5. Transportasi
Setelah difusi maka selanjutnya terjadi proses transportasi oksigen ke sel-sel yang
membutuhkan melalui darah dan pengangkutan karbondioksida sebagai sisa metabolisme ke
kapiler paru. Sekitar 97 98,5% Oksigen ditransportasikan dengan cara berikatan dengan Hb
(HbO2/oksihaemoglobin,) sisanya larut dalam plasma. Sekitar 5- 7 % karbondioksida larut
dalam plasma, 23 30% berikatan dengan Hb(HbCO2/karbaminahaemoglobin) dan 65
70% dalam bentuk HCO3 (ion bikarbonat).
Saat istirahat, 5 ml oksigen
ditransportasikan oleh 100 ml darah setiap menit. Jika curah jantung 5000 ml/menit maka
jumlah oksigen yang diberikan ke jaringan sekitar 250 ml/menit. Saat olah raga berat dapat
meningkat 15 20 kali lipat.
Transportasi gas dipengaruhi oleh :
1. Cardiac Output
2. Jumlah eritrosit
3. Aktivitas
4. Hematokrit darah
Setelah transportasi maka terjadilah difusi gas pada sel/jaringan. Difusi gas pada sel/jaringan
terjadi karena tekanan parsial oksigen (PO2) intrasel selalu lebih rendah dari PO2 kapiler
karena O2 dalam sel selalu digunakan oleh sel. Sebaliknya tekanan parsial karbondioksida
(PCO2) intrasel selalu lebih tinggi karena CO2 selalu diproduksi oleh sel sebagai sisa
metabolisme.
Regulasi
Kebutuhan oksigen tubuh bersifat dinamis, berubah-ubah dipengaruhi oleh berbagai
faktor diantaranya adalah aktivitas. Saat aktivitas meningkat maka kebutuhan oksigen akan
meningkat sehingga kerja sistem respirasi juga meningkat. Mekanisme adaptasi sistem
respirasi terhadap perubahan kebutuhan oksigen tubuh sangat penting untuk menjaga
homeostastis dengan mekanisme sebagai berikut :
Sistem respirasi diatur oleh pusat pernafasan pada otak yaitu medula oblongata. Pusat
nafas terdiri dari daerah berirama medulla (medulla rithmicity) dan pons. Daerah berirama
medula terdiri dari area inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan pons terdiri dari pneumotaxic area
dan apneustic area. Pneumotaxic area menginhibisi sirkuit inspirasi dan meningkatkan irama
respirasi. Sedangkan apneustic area mengeksitasi sirkuit inspirasi.

Daerah berirama medula mempertahankan irama nafas I : E = 2 : 3. Stimulasi


neuron inspirasi menyebabkan osilasi pada sirkuit inspirasi selama 2 dan inhibisi pada
neuron ekspirasi kemudian terjadi kelelahan sehingga berhenti. Setelah inhibisi hilang
kemudian sirkuit ekspirasi berosilasi selama 3 dan terjadi inhibisi pada sirkuit inspirasi.
Setelah itu terjadi kelelahan dan berhenti dan terus menerus terjadi sehingga tercipta
pernafasan yang ritmis.
Pengaturan respirasi dipengaruhi oleh :
1. Korteks serebri yang dapat mempengaruhi pola respirasi.
2. Zat-zat kimiawi : dalam tubuh terdapat kemoresptor yang sensitif terhadap perubahan
konsentrasi O2, CO2 dan H+ di aorta, arkus aorta dan arteri karotis.
3. Gerakan : perubahan gerakan diterima oleh proprioseptor.
4. Refleks Heuring Breur : menjaga pengembangan dan pengempisan paru agar optimal.
5. Faktor lain : tekanan darah, emosi, suhu, nyeri, aktivitas spinkter ani dan iritasi
saluran nafas.
Volume statis paru-paru
a. Volume tidal (VT) = jumlah udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernafas
pada saat istirahat. Volume tidal normal bagi 350-400 ml.
b. Volume residu (RV) = jumlah gas yang tersisa di paru-paru setelah menghembuskan
nafas secara maksimal atau ekspirasi paksa. Nilai normalnya adalah 1200 ml.
c. Kapasitas vital (VC) = jumlah gas yang dapat diekspirasi setelah inspirasi secara
maksimal. VC = VT + IRV + ERV (seharusnya 80% TLC). Besarnya adalah 4800 ml.
d. Kapasitas total paru-paru (TLC) = yaitu jumlah total udara yang dapat dimasukkan ke
dalam paru-paru setelah inspirasi maksimal. TLC= VT + IRV + ERV + RV. Besarnya
adalah 6000 ml.
e. Kapasitas residu fungsional (FRC) = jumlah gas yang tertinggal di paru-paru setelah
ekspirasi volume tidak normal. FRC = ERV + RV. Besarnya berkisar 2400 ml.
f. Kapasitas inspirasi (IC) = jumlah udara maksimal yang dapat diinspirasi setelah
ekspirasi normal. IC = VT + IRT. Nilai normalnya sekitar 3600 ml.
g. Volume cadangan inspirasi (IRV) = jumlah udara yang dapat diinspirasi secara paksa
sesudah inspirasi volume tidak normal.
h. Volume cadangan ekspirasi (ERV) = jumlah udara yang dapat diekspirasi secara paksa
sesudah ekspirasi volume tidak normal.

LI 3 Memahami dan Menjelaskan Tuberkulosis Paru


LO 3.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya.
LO 3.2 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Tuberkulosis Paru
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
1. Tuberkulosis paru BTA positif.
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik
TB paru BTA negatif harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
1. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses far
advanced), dan atau keadaan umum pasien buruk.
2. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b. TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih
dan alat kelamin.
Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
pasien yaitu:
1. Kasus baru : Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (Relaps) : Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3. Kasus setelah putus berobat (Default ) : Adalah pasien yang telah berobat dan putus
berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure) : Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus Pindahan (Transfer In) : Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang
memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus lain : Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan.
LO 3.3 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Tuberkulosis Paru
Cara penularan
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu
yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Risiko penularan
1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru
dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien
TB paru dengan BTA negatif.
2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun.
ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap
tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.
3. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.
Risiko menjadi sakit TB
1. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
2. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000
terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun.
Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
3. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya
tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
4. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB.
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular
immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah
orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan
demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

LO 3.4 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Tuberkulosis Paru


Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian
akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB
didunia,terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB
lebihbanyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis
(15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu
kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan
rumah tangganya sekitar 20 30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan
pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan
dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat.
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:
1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara yang
sedang berkembang.
2. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:
a. Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
b. Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat,
penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjaminpenyediaannya,
tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya).
c. Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar,
gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)
d. Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.
e. Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis
f. ekonomi atau pergolakan masyarakat.
3. Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur
umur kependudukan.
4. Dampak pandemi infeksi HIV. Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan
masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah
India dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia.
Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.

LO 3.5 Memahami dan Menjelaskan Patogenesis Tuberkulosis Paru


Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme
imunologisnon spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya
sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus,
makrofagtidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam
makrofag.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk
koloni ditempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus
Primer GOHN. Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus
primer.Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan
dikelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika
fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal.
Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional
yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).Waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap
disebut sebagai masa inkubasi TB. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-
8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman
umbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang
respons imunitas seluler. Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kumanTB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap
tuberkulin,mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer
inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas erhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji
tuberkulin.
Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer
terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu
dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma.
Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan
segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru
biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami
fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di
jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam
kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang
mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan
eksternaldapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis
perkijuandapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB
endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit
padabronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering
disebutsebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit
sistemik. Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaranhematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB
menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis.
Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya
ditujuadalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan
parusendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB
akanbereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang
akanmembatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian
dibatasi pertumbuhannya olehimunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman.
Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk
menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON.
Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat
mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB
tulang, dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata
akut ( acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB
masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan
timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB
diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya
penyakitbergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi
berulangnyapenyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem
imun pejamu(host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acutegeneralized hematogenic spread
dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan
mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran
lesidiseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut ( millet seed). Secara patologi
anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi
merupakangranuloma. Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan menyebar ke
saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam
darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute
generalized hematogenic spread.

LO 3.6 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Tuberkulosis Paru


LO 3.7 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Tuberkulosis Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas,badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain tb, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di
Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala
tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratorik
a. batuk-batuk lebih dari 2 minggu
b. batuk darah
c. sesak napas
d. nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yangcukup
berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila
bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejalabatuk.
Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
a. Demam
b. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun.
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya padalimfadenitis
tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening,
pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara padapleuritis
tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang ronggapleuranya
terdapat cairan.

LO 3.8 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding TB Paru


Diagnosis TB paru
1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi -
sewaktu (SPS).
2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB
(BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan
uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya.
3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto
toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering
terjadi overdiagnosis.
4. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
5. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua
hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
1. S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama
kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pagi pada hari kedua.
2. P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
3. S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi.
Diagnosis TB ekstra paru.
1. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lainlainnya.
2. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode
pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji
mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
Indikasi pemeriksaan foto toraks
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
1. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan
foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif. (lihat
bagan alur)
2. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT. (lihat bagan alur)
3. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau
efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).
LO 3.9
Memahami dan
Menjelaskan
Pemeriksaan Fisik
dan
Penunjang TB
Paru
LO 3.10
Memahami dan
Menjelaskan

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru


1. Promotif
a. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
b. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara
c. penularan, cara pencegahan, faktor resiko
d. Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
2. Preventif
a. Vaksinasi BCG
b. Menggunakan isoniazid (INH)
c. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
d. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui
e. secara dini.
3. Kuratif
Pengobatan tuberkulosis terutama pada pemberian obat antimikroba dalam jangka
waktu yang lama. Obat-obat dapat juga digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit
klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi. Penderita tuberkulosis dengan gejala
klinis harus mendapat minuman dua obat untuk mencegah timbulnya strain yang resisten
terhadap obat. Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang
dikelola dengan menggunakan strategi DOTS.
Tujuan utama pengobatan pasien TB adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan serta
mencegah penularan dengan cara menyembuhkan pasien. Penatalaksanaan penyakit TB
merupakan bagian dari surveilans penyakit; tidak sekedar memastikan pasien menelan obat
sampai dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang
dibutuhkan, petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak
lanjutnya.
Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi) . Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT
= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
1. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
2. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
3. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
1. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama
2. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan
Pengobatan TB paru :
1. Ketegori I 2RHZE/4R3H3
a. TB paru BTA (+) kasus baru
b. TB paru BTA (-), foto thorax (+), kasus baru
c. TB ekstra paru ringan & berat
2. Kategori II 2RHZES/1RHZE/5R3H3E3
a. Pasien kambuh
b. Pasien default
c. Pasien gagal pengobatan
3. Kategori IV TB MDR
Jenis OAT Sifat Dosis (mg/kg) Dosis (mg/kg)
Harian 3xseminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 10
(4-6) (8-12)

Rifampicin (R) Bakterisid 10 10


(8-12) (8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 35
(20-30) (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15 15
(12-18) (12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 30
(15-20) (20-35)

Kombinasi Dosis Tetap OAT


Contoh Panduan OAT :
1. 2HRZE/4HR
a. Fase awal : 2HRZE 2 bulan setiap hari diberikan isoniazid, rimfampisin,
pirazinamid dan etambutol (sesuai dosis panduan)
b. Fase lanjutan : 4HR dilanjutkan selama 4 bulan setiap hari diberikan terapi
isoniazid & rifampisin
2. 2(HRZ)E/4(HR)
a. Fase awal : 2(HRZ)E 2 bulan setiap hari kombinasi tetap isoniazid, rimfampisin
dan pirazinamid, ditambah etambutol
b. Fase lanjutan : 4(HR) dilanjutkan selama 4 bulan setiap hari kombinasi tetap
terapi isoniazid & rifampisin
3. 2HRZE/4H3R3
a. Fase awal : 2HRZE
b. Fase lanjutan : 4H3R3 dilanjutkan selama 4 bulan seminggu 3 kali diberikan
terapi isoniazid & rifampisin
Pemantauan Pengobatan
Kategori I
1. Setelah 2 bulan fase awal cek BTA
a. BTA (-) fase lanjutan
b. BTA (+) sisipan RHZE 1 bulan BTA (-) fase lanjutan
2. 1 bulan sebelum akhir pengobatan cek BTA
a. BTA (-) lanjutkan sampai selesai pengobatn
b. BTA (+) uji biakan & kepekaan
3. Akhir pengobatan cek BTA
a. BTA (-) pengobatan lengkap pasien sembuh
b. BTA (+) kategori II
Kategori II
1. Setelah 3 bulan fase awal cek BTA
a. BTA (-) fase lanjutan
b. BTA (+) uji biakan & kepekaan, sisipan RHZES 1 bulan BTA (-) fase
lanjutan
2. 1 bulan sebelum akhir pengobatan cek BTA
a. BTA (-) lanjutkan sampai selesai pengobatn
b. BTA (+) uji biakan & kepekaan rujuk
3. Akhir pengobatan cek BTA
a. BTA (-) pengobatan lengkap pasien sembuh
b. BTA (+) gagal, kasus kronik rujuk
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.
Persyaratan PMO
1. Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
2. maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
3. Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
4. Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
5. Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien
Siapa yang bisa menjadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya,
Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang
memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau
tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
Tugas seorang PMO
1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
3. Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
4. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala gejala
mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.
Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari
unit pelayanan kesehatan.
Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan
keluarganya:
1. TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur
2. TB bukan penyakit keturunan atau kutukan
3. Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya
4. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan)
5. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
6. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan
ke UPK
Hasil Pengobatan
1. Sembuh, Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan
ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up
sebelumnya
2. Pengobatan Lengkap, Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
3. Meninggal, Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.
4. Pindah, Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan
hasilpengobatannya tidak diketahui.
5. Default (Putus berobat), Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau
lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
6. Gagal, Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif
pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

LO 3.11 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Tuberkulosis Paru


LO 3.12 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Tuberkulosis Paru
LO 3.13 Memahami dan Menjelaskan Pencegahan Tuberkulosis Paru
LI 4 Memahami dan Menjelaskan Mycobacterium Tuberculosis
LO 4.1 Memahami dan Menjelaskan Morfologi
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak
berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 0,6 mm dan panjang 1 4
mm. Dinding M. Tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi
(60%).Penyusun utama dinding sel M. Tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks
(complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cor d factor, dan mycobacterial
sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai
panjang (C60 C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan
dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel
bakteritersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur
dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M . tuberculosis bersifat tahan
asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna
tersebutdengan larutan asamalkohol. Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan
sitoplasma yaitu komponen lipid,polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M.tuber
culosis dapat diidentifikasi denganmenggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal
purified antigens dengan beratmolekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang
memberikan sensitifitas danspesifisitas yang berfariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga
yang menggolongkan antigen M .tuberculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan
yang tidak disekresi (somatik).Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang
hidup, contohnya antigen 30.000 a,protein MTP 40 dan lain lain

You might also like