You are on page 1of 6

JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

VOLUME 13 No. 01 Maret 2010 Halaman 3 - 8


Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
Makalah Kebijakan

KEBIJAKAN INFORMED CONSENT DALAM PELAYANAN GIGI


DI INDONESIA
DENTAL CARE INFORMED CONSENT POLICY IN INDONESIA

Oktarina
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem dan Kebijakan Kesehatan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Surabaya

ABSTRACT PENGANTAR
More than 50% out patients in Puskesmas at Surabaya city Memasuki abad ke-20 telah tumbuh bidang
came to the dentist for dental permanent extraction. The target
ratio between filling and extraction that government stated
hukum yang bersifat khusus (lex spesialis) salah
were 1:1, but coveraged in Puskesmas at Surabaya City in satunya tentang kesehatan yang berakar dari
2003 were 1:5,9. Informed consent was given to patients pelaksanaan hak asasi manusia memperoleh
before the actions, consisted the diagnoses, procedures, the kesehatan (the right to health care). Masing-masing
medical purpose, alternative actions, risks, possible
complications and prognoses.
pihak yaitu yang memberi pelayanan (medical
In Indonesia, there were not the rules yet that regulated the providers) dan yang menerima pelayanan (medical
informed consent before dental extraction. The law of recievers) mempunyai hak dan kewajiban yang harus
Indonesian Medical Practices No. 29/2004 has described the dihormati. Dalam ikatan demikianlah masalah
responsibilities to do the informed consent for the actions that
purposed on preventive, diagnostic, teurapeutic and
persetujuan tindakan medik (informed consent)
rehabilitative. So, a dental extraction which is the teurapeutic muncul, di satu sisi tim dokter mempunyai kewajiban
prosedured needs the informed consent. After all, the informed untuk melakukan tindakan medik, di lain pihak
consent should be protect both of patient as a subject and pasien atau keluarga pasien mempunyai hak
doctor/paramedic from unpredictable conditions.
mendapatkan penjelasan/informasi tentang apa yang
Keywords: informed consent, dental permanent extraction, akan dilakukan dokter.1
policy Pada penyakit gigi dan mulut yang banyak
ditemukan di masyarakat adalah karies gigi dan
ABSTRAK penyakit periodontal Survei Kesehatan Rumah
Lebih dari 50% pengunjung poli gigi yang datang ke Puskesmas
Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa 63%
di Kota Surabaya bertujuan untuk mencabut gigi tetap. Target
rasio penambalan gigi tetap dan pencabutan gigi tetap yang penduduk Indonesia menderita karies gigi aktif atau
ditentukan oleh pemerintah adalah sebesar 1:1. Cakupan rasio kerusakan pada gigi yang belum ditangani.2 Lebih
pelayanan penambalan gigi tetap dan pencabutan gigi tetap di dari 50% pengunjung poli gigi yang datang ke
Puskesmas Kota Surabaya tahun 2003 yaitu 1: 5,9. Sebelum
Puskesmas di Kota Surabaya bertujuan untuk
tindakan pencabutan gigi tetap perlu diberikan penjelasan
(informed consent) yang meliputi diagnosis, tatacara tindakan mencabut gigi tetap.3
medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan lain, risikonya Kualitas pelayanan kesehatan gigi di Indonesia
dan komplikasi yang mungkin terjadi, serta prognosisnya. juga masih rendah karena hingga kini angka
Kebijakan di Indonesia belum ada aturan secara tersurat yang
pencabutan gigi tetap masih tinggi. Rasio
mengharuskan pelaksanaan informed consent sebelum
tindakan pencabutan gigi tetap. Undang-Undang tentang Praktik penambalan dan pencabutan gigi tetap masih tinggi
Kedokteran No.29/2004 telah mengisyaratkan kewajiban untuk yakni 1:6 dan di beberapa daerah bahkan lebih besar
melakukan informed consent pada setiap tindakan untuk pasien, dari itu.4 Target rasio penambalan gigi tetap dan
baik untuk tujuan preventif, diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif.
pencabutan gigi tetap yang ditentukan oleh
Pada pencabutan gigi tetap termasuk tindakan terapeutik
(pengobatan penyakit) dalam pelaksanaannya membutuhkan pemerintah adalah sebesar 1: 1. Hasil penelitian
informed consent. Bagaimanapun informed consent Oktarina5, cakupan rasio penambalan gigi dan
seharusnya melindungi kedua pihak, baik kepada pasien pencabutan gigi tetap di Puskesmas Kota Surabaya
sebagai subyek maupun kepada dokter/petugas medis dari
yaitu 1: 5,9.
hal-hal yang tidak diinginkan.
Efek samping setelah pencabutan gigi dapat
Kata kunci: informed consent, pencabutan gigi tetap, kebijakan terjadi, baik yang tidak diinginkan dan bersifat lokal

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 1 Maret 2010 3


Oktarina: Kebijakan Informed Consent dalam Pelayanan Gigi

maupun sistemik. Sebagian besar hanya bersifat Dalam Permenkes No.585/Menkes/Per/IX/1989


ringan dan bisa hilang sendiri. Reaksi berat yang definisi informed consent yaitu persetujuan yang
tidak diduga sampai mengancam jiwa bisa terjadi diperoleh dokter yang diberikan pasien atau
meskipun jarang. Umumnya reaksi terjadi segera keluarganya atas dasar penjelasan mengenai
setelah dilakukan pencabutan gigi, namun bisa juga tindakan medik berupa pemeriksaan, pengobatan
reaksi tersebut muncul kemudian. atau tindakan medik apapun yang akan dilakukan
Pencabutan gigi tetap dilakukan setelah dokter terhadap pasien.7
gigi menyuntikkan obat anastesi (obat bius) terlebih Informed consent bukan sekedar formulir
dahulu dan menggunakan pisau bedah dan bor. persetujuan yang didapat dari pasien, tetapi
Pembengkakkan pada bagian sekitar gigi yang merupakan suatu proses komunikasi. Tercapainya
dicabut bisa berlangsung selama dua hingga tiga kesepakatan antara dokter-pasien merupakan dasar
hari. Pasien baru bisa sembuh total sekitar seminggu dari seluruh proses tentang informed consent.
kemudian. Sejalan dengan berkembangnya praktik Formulir itu merupakan pengukuhan atau
yang menekankan pada perlindungan dan konsep pendokumentasian dari apa yang telah disepakati
penghargaan pada individu maka dalam pencabutan (informend consent is a process, not an event).8
gigi tetap perlu memberikan informasi kepada Tahun 2002 di Amerika dideklarasikan Charter
keluarga mengenai risiko yang akan terjadi setelah on Medical Professionalism. Dalam charter itu
pencabutan gigi tetap. dinyatakan tiga prinsip utama, yaitu prinsip
Sebagai acuan hukum internasional untuk mengutamakan kesejahteraan pasien, prinsip
membuat hukum nasional, diantaranya Declaration otonomi pasien dan prinsip keadilan sosial. Ketiga
of Lisbon (1981) dan Patientss Bill of Right prinsip tersebut diikuti dengan sepuluh tanggung
(American Hospital Association, 1972) pada intinya jawab (komitmen), yaitu tanggung jawab atas
menyatakan bahwa pasien mempunyai hak kompetensi profesional, kejujuran kepada pasien,
menerima dan menolak pengobatan, dan hak untuk kerahasiaan pasien, hubungan yang baik dengan
menerima informasi dari dokternya sebelum pasien, peningkatan kualitas layanan, perbaikan
persetujuan atas tindakan medik yang berkaitan akses layanan, distribusi sumber daya yang
dengan hak menentukan nasib sendiri (the right to terbatas secara adil, pengetahuan ilmiah,
self determination). pemeliharaan kepercayaan melalui pengelolaan
Akhirnya Indonesia telah mempunyai kaidah- konflik kepentingan dan tanggung jawab profesional.
kaidah yang perlu segera dipahami baik oleh Tujuan informed consent yaitu perlindungan
providers ataupun receivers dalam membuat, pasien untuk segala tindakan medik. Perlakuan
merencanakan ataupun melaksanakanInformed medik tidak diketahui/disadari pasien/keluarga, yang
Consent (IC) sehingga tak perlu lagi adanya seharusnya tidak dilakukan ataupun
tuntutan/gugatan medical malpractics yaitu yang merugikan/membahayakan diri pasien.
Peraturan Menteri Kesehatan No.585/Menkes/Per/ Perlindungan tenaga kesehatan terhadap terjadinya
IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik (PTM)/ akibat yang tidak terduga serta dianggap meragukan
Informed Consent (IC). pihak lain. Tak selamanya tindakan dokter berhasil,
tak terduga malah merugikan pasien meskipun
Informed Consent dengan sangat hati-hati, sesuai dengan Standar
Istilah informed consent belum ada pembakuan Operating Prosedur (SOP). Peristiwa tersebut bisa
dalam bahasa Indonesia. Kadang informed consent risk of treatment ataupun error judgement.1
diterjemahkan sebagai persetujuan sesudah Informasi yang diberikan oleh dokter secara
penjelasan, persetujuan tindakan medis, atau lengkap kepada pasien sekurang-kurangnya
persetujuan sesudah diskusi informasi medis. mencakup diagnosis dan tata cara tindakan medis,
Persetujuan Tindakan Medik (PTM) adalah tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif
terjemahan yang dipakai untuk istilah informed tindakan lain dan risikonya, komplikasi yang mungkin
consent. Sesungguhnya terjemahan ini tidaklah terjadi, prognosis dari tindakan yang dilakukan,
begitu tepat. Informed artinya telah diberitahukan, sebaiknya penjelasan juga berkaitan dengan
telah disampaikan, atau telah diinformasikan. pembiayaan.7
Consent artinya persetujuan yang diberikan kepada Dengan penjelasan yang lengkap, pasien dapat
seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian menentukan sendiri keputusannya sesuai dengan
informed consent adalah persetujuan yang diberikan pilihan dia sendiri (informed decision) karena pasien
pasien kepada dokter setelah diberikan penjelasan.6 juga berhak menolak tindakan medis yang

4 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 1 Maret 2010


Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

dianjurkan. Pasien juga berhak untuk meminta Hak: Memperoleh perlindungan hukum dalam
pendapat dokter lain (second opinion). Memang melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
harus diakui bahwa hak-hak pasien masih cenderung Setelah kita mengetahui pengertian pasien sebagai
sering dikalahkan oleh kekuasaan pemberi konsumen dan dokter sebagai pelaku usaha, kini
pelayanan kesehatan. Dalam hal ini yang kita menuju pada pertanyaan selanjutnya,
memprihatinkan bahwa kekalahan tersebut bisa bagaimana hubungan hukum antara pasien dan RS,
berupa kerugian moral dan material yang cukup pasien dan sarana kesehatan lainnya, tenaga
besar. Jenis-jenis masalah perlindungan konsumen kesehatan, sesama tenaga kesehatan yang tidak
sejak berlakunya UU No. 8 /1999 tentang memenuhi unsur standar profesi kedokteran berarti
Perlindungan Konsumen sangat beragam, namun melakukan suatu kesalahan profesi (malapraktik).10
gugatan konsumen terhadap pelayanan jasa Secara yuridis semua kasus dapat diajukan ke
kesehatan dan yang berhubungan dengan masalah pengadilan pidana maupun perdata sebagai
kesehatan masih tergolong langka. Hal ini antara malpraktik untuk dilakukan pembuktian berdasarkan
lain disebabkan selama ini hubungan antara pasien standar profesi kedokteran dan informed consent.
dengan dokter/dokter gigi, yang dalam terminology Bila dokter terbukti tidak menyimpang dari standar
dunia kedokteran dikenal dengan istilah transaksi profesi kedokteran dan sudah memenuhi informed
terapeutik, lebih banyak bersifat paternalistic. Seiring consent maka ia tidak dipidana atau diputuskan
dengan perubahan masyarakat, hubungan dokter - bebas membayar kerugian.
pasien juga semakin kompleks, yang ditandai
dengan pergeseran pola dari paternalistic menuju Informed Consent Pencabutan Gigi
partnership yaitu kedudukan dokter sejajar dengan Sebelum tindakan perawatan kesehatan gigi
pasien (dokter merupakan partner dan mitra bagi kepada pasien, dokter gigi harus melakukan
pasien). 9 anamnesa terlebih dahulu sampai tindakan yang
akan dilakukan harus benar-benar diberi penjelasan
Hak konsumen kesehatan berdasarkan UU No.8 / sehingga pasien akan mengerti dan mendapatkan
1999 tentang Perlindungan Konsumen: hasil sesuai dengan yang diharapkan. Bagi dokter
Kenyamanan, keamanan, dan keselamatan gigi harus memahami bahwa interaksi dokter gigi
Memilih dengan pasien dapat mempengaruhi komunikasi
Informasi yang benar, jelas, dan jujur sehingga apabila interaksi baik akan mendukung
Didengar pendapat dan keluhannya pengertian dan kerjasama dengan pasien.
Mendapatkan advokasi, pendidikan dan Salah satu kewajiban pasien adalah
perlindungan konsumen memberikan informasi yang benar dan lengkap
Dilayani secara benar, jujur, tidak diskriminatif tentang penyakitnya. Hal ini penting bagi dokter gigi
Memperoleh kompensasi, ganti rugi dan atau dalam membantu menegakkan diagnosis penyakit
penggantian dan tindakan yang akan dilakukan.
Pada saat pemeriksaan, interaksi antara dokter
Berdasarkan UU No.23/1992 tentang Kesehatan gigi dengan pasien ternyata sebanyak 61,7% pasien
Informasi menyatakan dokter gigi tidak menjelaskan penyebab
Memberikan persetujuan dan akibat dari pencabutan gigi.5
Rahasia kedokteran Untuk membantu mengurangi kesalahan dalam
Pendapat kedua (second opinion) pelayanan sangat diperlukan SOP (Standar
Operating Prosedur) karena SOP memberikan
Kewajiban konsumen langkah-langkah yang sudah diuji dan disetujui
Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dalam pelaksanaan berbagai kegiatan. Tak
dan prosedur selamanya tindakan dokter dan dokter gigi berhasil,
Beritikad baik tak terduga malah merugikan pasien, meskipun
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang dengan sangat hati-hati sesuai dengan SOP.
disepakati Harapannya dengan adanya SOP dapat membantu
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa mengurangi kesalahan dan pelayanan di bawah
perlindungan konsumen secara patut. standar (substandar) sehingga dalam pelaksanannya
dapat lebih efisien, efektif, konsisten atau uniform
Hak dan kewajiban tenaga kesehatan berdasarkan UU dan aman dalam rangka meningkatkan mutu
No. 23 /1992 tentang kesehatan kewajiban: Mematuhi pelayanan melalui pemenuhan standar yang telah
standar profesi dan menghormati hak pasien. disepakati bersama.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 1 Maret 2010 5


Oktarina: Kebijakan Informed Consent dalam Pelayanan Gigi

Masyarakat juga perlu diberikan penyuluhan, gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
bahwa memeriksakan gigi sebaiknya sedini mungkin Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes No. 585/
karena dalam pengobatan/tindakan akan lebih 1989 tentang persetujuan tindakan medis. Dokter
berhasil dan akan mengurangi komplikasi yang melakukan tindakan medis tanpa informed consent
merugikan, sehingga jelas pada umumnya dapat dari pasien atau keluarganya saksi administratif
sembuh dan tidak perlu harus dilakukan pencabutan berupa pencabutan surat ijin praktiknya. Bila tidak
gigi. informed consent pasien bisa menuntut.
Hampir 90% pencabutan gigi tetap berakibat Peraturan yang sejalan dengan informed
merusak tulang rahang dalam jangka panjang, consent adalah peraturan yang mengatur tentang
sehingga rahang tidak dapat berfungsi dengan baik hak pasien yaitu UU No. 29/2004 tentang Praktik
dan perlu dilakukan bone graft atau penggantian Kedokteran (Pasal 52 Ayat 2) dan UU Kesehatan
tulang rahang gigi.11 No.23/1992 (Pasal 53 Ayat 2). Adapun hak pasien
Sejalan dengan hal tersebut di atas maka dalam praktik kedokteran yaitu mendapatkan
sebaiknya pelaksanakan informed consent sebelum penjelasan lengkap tentang tindakan medis (hak
pencabutan gigi perlu dilakukan dengan memberikan informasi), meminta pendapat dokter dan dokter gigi
penjelasan kepada pasien dan keluarga pasien. lain (hak atas pendapat kedua), mendapatkan
Penjelasan pada proses informed consent pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis,
setidaknya harus meliputi diagnosis dan tata cara memberikan persetujuan, menolak tindakan medis
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif dan mendapatkan isi rekam medis (hak atas rahasia
tindakan lain dan risikonya, risiko dan komplikasi kedokteran). Pemenuhan hak-hak pasien juga
yang mungkin terjadi dan prognosisnya. Persetujuan selaras dengan Pasal 4 UU No.8/1999 tentang
pasien atau oleh yang berhak menyetujuinya dapat Perlindungan Konsumen (UU No.29/2004). Undang-
dilakukan secara lisan ataupun tertulis, namun Undang (UU) No.23/1992 tentang Kesehatan Pasal
demikian disebutkan bahwa tindakan yang memiliki 53 bunyinya tenaga kesehatan berhak memperoleh
risiko tinggi membutuhkan persetujuan tertulis. perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
Undang-undang (UU) mengijinkan pengungkapan sesuai dengan profesinya. Tenaga kesehatan dalam
rahasia kedokteran untuk kepentingan pasien, melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum standar profesi dan menghormati hak pasien. Hak
dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien pasien antara lain hak informasi hak untuk
sendiri atau berdasarkan ketentuan UU. memberikan persetujuan, hak atas rahasia
kedokteran dan hak atas pendapat kedua (second
Kebijakan Informed Consent Pencabutan Gigi opinion). Dokter melakukan tindakan medis tanpa
Indonesia informed consent dari pasien atau keluarganya saksi
Berdasarkan UU No.29/2004 tentang Praktik administratif berupa pencabutan surat ijin praktiknya.
Kedokteran, pada Pasal 45 Ayat 1 menyatakan Bila tidak informed consent pasien bisa menuntut.13
bahwa setiap tindakan kedokteran atau kedokteran Informed consent merupakan perangkat hukum
gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan. yang memberikan perlindungan hukum kepada
Persetujuan sebagaimana dimaksud oleh Ayat 1 dokter dan pasien. Dalam penyelenggaraan praktik
diberikan setelah pasien mendapatkan penjelasan kedokteran, dokter dan pasien memiliki hubungan
secara lengkap.12 Di dalam UU Praktik Kedokteran hukum, yang masing-masing pihak mempunyai
Pasal 39 menyatakan bahwa praktik kedokteran otonomi (kebebasan, hak dan kewajiban) dalam
diselenggarakan berdasarkan kesepakatan antara menjalin komunikasi dan interaksi dua arah. Objek
dokter atau dokter gigi dengan pasien dalam upaya dalam hubungan hukum tersebut adalah pelayanan
untuk memelihara kesehatan, pencegahan penyakit, kesehatan kepada pasien.
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan Dikaitkan dengan UU Praktik Kedokteran,
pemulihan kesehatan. Kata kesepakatan perangkat informed consent tersebut yaitu: a)
menunjukkan bahwa setiap tindakan kedokteran atau Menghormati harkat dan martabat pasien melalui
kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau pemberian informasi dan persetujuan atas tindakan
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat yang akan dilakukan. b) Meningkatkan kesadaran,
persetujuan (informed consent). kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat. c).
Undang-Undang (UU) No. 29/2004 tentang Menumbuhkan sikap positif dan itikad baik serta
Praktik Kedokteran Pasal 45 Ayat (1), (2), (3), (4), profesionalisme terhadap peran dokter dan dokter
(5,) (6) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi mengingat pentingnya harkat dan martabat
gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter pasien. d). Memelihara dan meningkatkan mutu

6 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 1 Maret 2010


Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

pelayanan sesuai standar dan persyaratan yang sehingga harus dilakukan dengan penuh hati-hati
berlaku. Penjelasan pada proses informed consent oleh orang-orang yang berkompeten dan memiliki
setidaknya harus meliputi diagnosis dan tata cara kewenangan khusus untuk itu. Dalam hal ini, pasien
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif sebenarnya merupakan factor liveware. Pasien harus
tindakan lain dan risikonya, risiko dan komplikasi dipandang sebagai subyek yang memiliki pengaruh
yang mungkin terjadi dan prognosisnya. Persetujuan besar atas hasil akhir layanan bukan sekedar obyek.
pasien atau oleh yang berhak menyetujuinya dapat Hak-hak pasien harus dipenuhi mengingat kepuasan
dilakukan secara lisan ataupun tertulis, namun pasien menjadi salah satu barometer mutu layanan,
demikian disebutkan bahwa tindakan yang memiliki sedangkan ketidakpuasan pasien dapat menjadikan
risiko tinggi membutuhkan persetujuan tertulis. pangkal tuntutan hukum.
Undang-Undang (UU) mengijinkan pengungkapan Di dalam kebijakan di Indonesia belum ada
rahasia kedokteran untuk kepentingan pasien, aturan secara tersurat yang mengharuskan
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum pelaksanaan informed consent sebelum tindakan
dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien pencabutan gigi tetap, di dalam Permenkes No. 585/
sendiri atau berdasarkan ketentuan UU. 1989, menetapkan bahwa pencabutan gigi tetap yang
Untuk memberikan penjelasan lebih lanjut dilaksanakan di Puskesmas tidak diperlukan
mengenai persetujuan tindakan medik tersebut maka informed concent. Namun di lain pihak, menurut UU
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) sebagai lembaga tentang Praktik Kedokteran No. 29/2004 telah
yang dibentuk berdasarkan UU No.29/2004 tentang mengisyaratkan kewajiban untuk melakukan
praktik Kedokteran telah menerbitkan buku Manual informed consent pada setiap tindakan untuk pasien,
Persetujuan Tindakan Kedokteran. Dalam buku baik untuk tujuan preventif, diagnostik, terapeutik dan
tersebut menyatakan bahwa suatu tindakan rehabilitatif.
kedokteran atau kedokteran gigi dilakukan terhadap Sejalan dengan peningkatan pendidikan dan
pasien untuk tujuan preventif, diagnostik, terapeutik pengetahuan masyarakat serta kesadaran
dan rehabilitatif.12 Dengan demikian, dapat dikatakan konsumen akan hak-haknya, maka perlu
bahwa pencabutan gigi termasuk tindakan terapeutik dilaksanakan informed consent pada pencabutan
(pengobatan penyakit) dalam pelaksanaannya gigi tetap, baik yang dilakukan Puskesmas, RS,
membutuhkan informed consent. Pada bagian maupun praktik swasta. Perlu dipahami bahwa
tersebut UU juga mengatur tentang hak dan informed consent tidak menjadikan petugas
kewajiban dokter dan pasien. Salah satu hak dokter kesehatan kebal hukum. Setiap kelalaian atau
yang penting adalah memperoleh perlindungan bentuk kesalahan dalam melakukan tindakan medik
hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai yang menyebabkan pasien tidak puas berpotensi
dengan standar profesi dan standar prosedur untuk menimbulkan tuntutan hukum. Dalam hal ini,
operasional, sedangkan hak pasien yang terpenting diperlukan keseriusan pihak pemerintah, khususnya
adalah hak memperoleh penjelasan tentang Departemen Kesehatan untuk segera membuat
penyakit, tindakan medis, manfaat, alternatif, risiko, Peraturan Pemerintah (PP) dari UU No.23/1992
komplikasi dan prognosisnya, hak untuk menyetujui tentang Kesehatan, terutama PP tentang Standar
atau menolak tindakan medis, serta hak Profesi. Hal ini mengingat hingga saat ini, dari 29
mendapatkan isi rekam medis. PP dari UU No.23/1992 yang seharusnya ada, baru
Undang-Undang (UU) No 29/2004 mengatur enam PP yang telah dibuat, sedangkan UU Praktik
tentang disiplin profesi. Undang-Undang (UU) Kedokteran yang belum lama ini disahkan cenderung
mendirikan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran hanya mengakomodir kepentingan dokter, sehingga
Indonesia yang bertugas menerima pengaduan, perlu diadakan judicial review.
memeriksa dan memutuskan kasus pelanggaran
disiplin dokter. Sanksi yang diberikan oleh MKDKI KEPUSTAKAAN
adalah berupa peringatan tertulis, rekomendasi 1. www.hukumkesehatan.com/informedconsent.
pencabutan STR dan/atau SIP, dan kewajiban html. Diakses 15 April 2009.
mengikuti pendidikan dan pelatihan tertentu yang 2. Departemen Kesehatan. Pedoman Upaya
dibutuhkan. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di
Puskesmas. Direktorat Jenderal Pelayanan
KESIMPULAN DAN SARAN Medik Direktorat Kesehatan Gigi. Jakarta, 2000.
Layanan kedokteran adalah suatu sistem yang 3. Departemen Kesehatan Kota Surabaya. Profil
kompleks dan rentan akan terjadinya kecelakaan, Kesehatan Kota Surabaya. 2001.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 1 Maret 2010 7


Oktarina: Kebijakan Informed Consent dalam Pelayanan Gigi

4. Anton Rahardjo. Karies, Dominasi Masalah 9. Undang-Undang No.8/1999 Tentang


Kesehatan Gigi. http//www.jurnalnet. com/ Perlindungan Konsumen.www.pirac.web.id/
konten.php. Diakses 21 April 2009. download/uu_8-99_perlindungan konsumen.pdf.
5. Oktarina, Nyoman, A, SK Poerwani. Upaya 1999. Diakses 10 Maret 2009.
Meningkatkan Pemanfaatan Pelayanan 10. www.Stadtaus.com_perlindungan konsumen
Perawatan Penambalan Gigi Tetap Pada 7 kesehatan berkaitan dengan malpraktik
Puskesmas di Kota Surabaya Berdasarkan Oral medis.pdf. Diakses 29 April 2009.
Health Impact Profile (OHI-P). Buletin Penelitian 11. Sudarto Wirjokusumo. http//www.harianterbit.
Sistem Kesehatan, Januari.2007:10(01):16-24. com/artikel/rubric/artikel.php. Diakses 25 April
6. Jusuf Hanafiah, M. Amri, A. Etika Kedokteran 2009.
dan Hukum Kesehatan. Edisi 3 Penerbit Buku 12. Undang-Undang No.29/2004 Tentang Praktik
Kedokteran EGC. Jakarta 1999. Kedokteran. Penerbit BP. Panca Usaha,
7. Menteri Kesehatan Permenkes No.585/ Jakarta, 2004:18-25.
Menkes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan 13. Undang-Undang RI No.23/1992 Tentang
Tindakan Medik. Depkes RI. Jakarta, 1990. Kesehatan. Koperasi Sekunder Bakti Husada
8. Guwandi, J. Malpraktik Medik. Balai Penerbit Depkes RI. Jakarta, 1992:17.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta, 1993.

8 Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 1 Maret 2010

You might also like