You are on page 1of 14

Pengertian dan Penatalaksaan Deep Vein Thrombosi(DVT)

Anak Agung Gede Putra Saskara


102013206
B5
putrasaskara@ymail.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510

Pendahuluan

Dalam pembuluh darah dapat terjadi bekuan atau pembekuan yang sering disebut
dengan trombosis. Thrombus atau bekuan darah ini dapat terbentuk pada pembuluh vena,
pembuluh arteri, pembuluh jantung atau mikrosirkulasi dan menyebabkan komplikasi akibat
obstruksi atau emboli. Di Amerika Serikat, thrombosis merupakan penyebab utama kematian
dengan angka kematian sekitar 2 juta penduduk tiap tahun akibat thrombosis arteri, vena atau
komplikasinya. Angka kejadian thrombosis vena dalam atau deep vein thrombosis (DVT)
yang baru berkisar 50 per 100.000 penduduk, sedangkan pada usia lebih dari 70 tahun
diperkirakan 200 per 100.000 penduduk.1
Thrombosis vena banyak sekali mempunyai komplikasi yang sangat fatal bagi tubuh
antara lain resiko trombo emboli pada pasien devisiensi antitrombin III dapat mencapai 80%,
70% pada gagal jantung kongestif dan 40% pada infark miocard akut. Pada pasien yang
menjalani operasi ginekologi dan obsetri, risiko DVT berkisar 7-45% sedangkan pada operasi
saraf anatara 9-50%.1 Makalah ini saya buat dengan tujuan memberikan informasi mengenai
apa itu deep vein thrombosis(DVT), gejala, serta penatalaksanaannya untuk masyarakat
umum dan mahasiswa kedokteran.

Anamnesis

Hal pertama yang perlu dilakukan oleh seorang dokter ketika pasien datang adalah
melakukan anamnesis. Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan
pasien dengan memperhatikan petunjuk petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat
penyakit pasien. Riwayat pasien merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga
kerahasiaannya, yaitu segala hal yang diceritakan oleh pasien. Anamnesis atau medical
history adalah informasi yang dikumpulkan oleh seorang dokter dengan cara melakukan
wawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan spesifik baik itu terhadap pasien itu
sendiri (auto-anamnesis) maupun dari orang yang dianggap dapat memberikan keterangan
yang berhubungan dengan keadaan pasien (allo-anamnesis/hetero-anamnesis). Berdasarkan
anamnesis yang baik, seorang dokter biasanya akan menanyakan identitas dan keadaan pasien
meliputi:2
- Nama lengkap - Status perkawinan
- Jenis kelamin - Pekerjaan
- Umur - Suku bangsa
- Tempat tanggal lahir - Agama
- Alamat tempat tinggal - Pendidikan

Hal pertama yang ditanyakan kepada pasien adalah mengenai riwayat pribadi pasien.
Riwayat pribadi adalah segala hal yang menyangkut pribadi pasien; mengenai peristiwa
penting pasien dimulai dari keterangan kelahiran, serta sikap pasien terhadap keluarga dekat.
Termasuk dalam riwayat pribadi adalah riwayat kelahiran, riwayat imunisasi, riwayat makan,
riwayat pendidikan dan masalah keluarga. Setelah mendapatkan data pribadi pasien,
anamnesis selanjutnya adalah menanyakan keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga dan riwayat sosial. 2
Keluhan utama adalah gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan
penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan serta
menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Keluhan utama merupakan dasar untuk
memulai evaluasi pasien. Riwayat penyakit sekarang adalah penyakit yang bermula pada saat
pertama kali penderita merasakan keluhan itu. Tentang sifat keluhan itu yang harus diketahui
adalah: 2
- Lokasi - Situasi
- Kualitas penyakit - Faktor yang memperberat atau yang
- Kuantitas penyakit mengurangi keluhan
- Urutan waktu
-
- Riwayat penyakit dahulu adalah riwayat penyakit yang pernah diderita di masa
lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang dialaminya sekarang. Riwayat
keluarga merupakan segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter dan kontak antar
anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami pasien. Dalam hal ini faktor-faktor sosial
keluarga turut mempengaruhi kesehatan penderita. Riwayat sosial mencakup keterangan
mengenai pendidikan, pekerjaan dan segala aktivitas di luar pekerjaan, lingkungan tempat
tinggal, perkawinan, tanggungan keluarga, dan lain-lain. Perlu ditanyakan pula tentang
kesulitan yang dihadapi pasien. 2
-
- Pemeriksaan Fisik
-
-
Tujuan pemeriksaan fisik umum adalah untuk mengidentifikasi keadaan
umum pasien saat pemeriksaan dengan penekanan pada tanda-tanda vital, keadaan sakit, gizi
dan aktivitas pasien. Setelah anamnesis selesai dilakukan, maka pemeriksaan fisik biasanya
dimulai dengan pemeriksaan objektif yaitu tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, suhu dan
tingkat kesadaran, serta pemeriksaan tanda-tanda vital dengan inspeksi, palpasi, dan
auskultasi. 2
- Biasanya pada DVT akan ditemukan tanda tanda klinis yang klasik yaitu edema
tungkai yang unilateral, eritema, hangat, nyeri dan dapat pula diraba pembuluh darah
superficial. Pada pasien ditemukan inflasi dan eritema pada betis kirinya (unilateral).
-
- Pemeriksaan Penunjang
-
- Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan laboratorium dalam arti luas adalah
setiap pemeriksaan yang dilakukan di luar pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang dalam
garis besarnya dimaksudkan sebagai alat diagnostik, petunjuk tatalaksana, dan petunjuk
prognosis.2
- Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus DVT antara lain :1
- Pemeriksaan radiologis
- Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang penting untuk
mendiagnosis DVT. Pada DVT pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan adalah
venografi dan flebografi pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan paling standart
untuk DVT baik pada betis, paha, maupun system ileofemoral lainnya, kerugiannya
adalah pemasangan kateter vena dan resiko alergi terhadap bahan radiokontras
(yodium). Dapat pula dilakukan Ultrasoografi (USG) Doppler maupun
Ultrasonografi kompresi, pemeriksaan USG Doppler adalah pemeriksaan USG yang
dilakukan secara duplex dan mempunyai spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi
untuk DVT proksimal. Ketepatan pemeriksaan USG Doppler untuk DVT proksimal
yang simtomatik adalah 94% dibandingkan dengan venografi. Sedangkan USG
kompresi mempunyai sensitivitas 89% dan spesifisitas 97% ada DVT proksimal yang
simtomatik sedangkan DVT pada daerah betis mempunyai hasil negative palsu 50%.
Selain itu dapat pula dilakukam MRI, biasanya MRI digunakan untuk
mendiagnosis DVT pada perempuan hamil atau DVT pada pelvis, iliaka dan vena
kava dimana usg Doppler pada ekstremitas bawah menunjukan hasil negative.
- Pemeriksaan labolatorium
- Pada pemeriksaan labolatorium hemostasis didapatkan peningkatan D-
dimer dan penurunan anti thrombin. Peningkatan D-dimer merupakan indicator
adanya thrombosis aktif. Pemeriksaan ini sangat sensitive tapi tidak spesifik dan
sebenarnya lebih berperan untuk menyingkirkan adanya thrombosis jika hasilnya
negative. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas 93%, spesifisitas 77% dan nilai
prediksi negative 98% pada DVT proksimal, sedangkan pada DVT daerah betis
sensitivitasnya 70%. Pemeriksaan labolatorium lain umumnya tidak teralu bermakna
untuk mendiagnosis adanya thrombosis, tetapi dapat membantu menentukan faktor
risiko .
- Diagnosis Banding
1. Superfiscial trombopheblitis
- Trombopheblitis adalah peradangan dan pembekuan dalam pembuluh
darah. Tromboflebitis berarti bahwa gumpalan darah telah terbentuk dalam vena dekat
dengan kulit. Mungkin juga ada infeksi pada pembuluh darah. Trombopheblitis
biasanya terdapat di vena kaki atau lengan. Dengan hati-hati, masalah ini harus
diselesaikan sampai dalam waktu 2 sampai 3 minggu. Trombopheblitis paling sering
mempengaruhi vena superfisial di kaki, tetapi dapat juga mempengaruhi vena
superfisial di paha. Sering kali, trombopheblitis terjadi pada orang dengan varises
tetapi tidak semua penderita varises menderita trombopheblitis. Trombopheblitis
superfisialis menyebabkan reaksi peradangan akut yang menyebabkan trombus
melekat dengan kuat ke dinding vena dan jarang pecah dan terlepas. Vena permukaan
tidak memiliki otot di sekitarnya yang bisa menekan dan membebaskan suatu
trombus. Karena itu trombopheblitis superfisialis jarang menyebabkan emboli.2
- Trombopheblitis melibatkan reaksi inflamasi akut yang menyebabkan
trombus untuk tetap pada dinding pembuluh darah dan mengurangi kemungkinan
thrombus hilang. Tidak seperti dalam vena, vena superfisial tidak memiliki otot-otot
sekitarnya untuk menekan dan mengusir trombus. Karena ini, tromboflebitis
superfisialis jarang menyebabkan emboli. Trombopheblitis yang berulang kali terjadi
di vena yang normal disebut bermigrasi radang pembuluh darah atau migrasi
trombopheblitis. Ini mungkin menunjukkan kelainan yang mendasari serius, seperti
kanker dari organ internal.
- Trombopheblitis dapat disebabkan oleh infeksi atau cedera vena.
Penyebab lainnya mungkin tidak bergerak cukup cepat setelah pembedahan atau
beristirahat di tempat tidur untuk waktu yang lama, mungkin mengenakan gips,
merokok, minum pil KB, obat-obatan mungkin melukai dinding pembuluh darah dan
menyebabkan tromboflebitis. Penyebab lainnya mungkin varises, kehamilan, atau
iritasi dari infus di pembuluh darah/ menggunakan intravena (IV) line, atau setelah
trauma pada vena. Ini melibatkan respons peradangan berhubungan dengan gumpalan
di pembuluh darah. 2
- Resiko yang menyebabkan kecenderungan peningkatan pembekuan
darah, infeksi, atau saat terakhir kehamilan, varises, dan kimia atau iritasi lainnya dari
daerah. Berkepanjangan duduk, berdiri, atau imobilisasi meningkatkan risiko.
Dangkal tromboflebitis mungkin kadang-kadang dikaitkan dengan kanker perut
(seperti karsinoma pankreas), deep vein thrombosis, thromboangiitis obliterans, dan
(jarang) dengan embolus paru. 2
- Sakit dan pembengkakan lokal berkembang dengan cepat, kulit di atas
vena menjadi merah, dan hangat dan sangat keras. Karena darah di vena yang beku,
pembuluh darah terasa seperti tali yang keras di bawah kulit, tidak lembut seperti
normal atau varises vena.
- Paling sering, trombopheblitis berkurang dengan sendirinya. Dengan
analgesik, seperti aspirin atau yang lain non-steroid anti-inflamasi (NSAID), biasanya
membantu mengurangi rasa sakit. Selain NSAID, antikoagulan dan antibiotic juga
harus diberikan. Untuk mempercepat penyembuhan, bisa disuntikkan anestesi (obat
bius) lokal, dilakukan pengangkatan trombus dan kemudian pemakaian perban
kompresi selama beberapa hari. Selain obat dan terapi operatif tersebut dapat pula di
tambahkan dengan meninggikan bagian kaki yang terkena agar aliran darah vena
menjadi lebih mudah. 2
-

-
-
2. Lymphedema
- Limfedema adalah kondisi medis yang ditandai dengan pembengkakan
pada salah satu lengan atau tungkai. Adakalanya, kedua anggota gerak dapat
membengkak. Hal ini disebabkan karena tersumbatnya sistem getah bening, bagian
dari sistem kekebalan tubuh dan sistem peredaran darah. Sistem getah bening
terbentuk dari pembuluh-pembuluh getah bening dan kelenjar-kelenjar getah bening.5
- Carian getah bening yang kaya akan protein dari aliran darah
berpindah ke dalam sistem getah bening dan mengangkut bakteri-bakteri, virus-virus
dan produk-produk sisa ke kelenjar getah bening, dimana patogen-parogen ini
dihancurkan oleh sel-sel kekebalan tubuh. Cairan getah bening yang telah disaring
kemudian dikembalikan ke aliran darah. Ketika sistem getah bening terseumbat,
cairan tidak dapat bergerak secara bebas dan tidak dapat diserap kembali ke dalam
aliran darah. Hal ini menyebabkan terjadinya akumulasi cairan getah bening dan
menyebabkan pembengkakan. Penyebab obstruksi yang paling sering ditemukan
adalah keganasan, reseksi limfonodi regional, fibrosis pasca-radiasi, filariasis,
thrombosis pasca-inflamasi dengan pembentukan parut limfatik.
- Terdapat dua tipe limfedema: Limfedema Diturunkan dan Limfedema
Didapat. Limfedema diturunkan disebabkan karena cacat kongenital dari sistem getah
bening, seperti penyakit Milroy (malformasi pada kelenjar getah bening) atau
penyakit Meige (malformasi pada pembuluh getah bening). Kelainan kongenital ini
hampir seluruhnya mengenai tungkai dan jarang pada lengan. Kelainan ini lebih
sering terjadi pada anak perempuan. Limfedema Didapat biasanya disebabkan oleh
jejas pada sistem getah bening, seperti sewaktu operasi atau terapi radiasi dapat pula
di karenakan pembentukan jaringan parut karena infeksi berulang pada pembuluh
getah bening, sehingga terjadi gangguan aliran cairan getah bening. Contohnya pada
infeksi parasit tropis filaria yang menyebabkan kaki gajah (filariasis). Selain itu
kumpulan cacing dewasa yang terjadi pada infeksi itu juga menyebabkan
penyumbatan pembuluh dan kelenjar limfe. Selain itu lymphedema bisa juga akibat
penyakit lain, seperti gagal jantung, sirosis hati, atau gagal ginjal, yang menyebabkan
kapasitas sistem limfe relatif tidak mencukupi beban limfe yang berlebihan. 5
- Untuk mendiagnosis limfedema maka diperlukan rangkaian
pemeriksaan mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksan penunjang.
Akan ditanyakan sejak kapan kelainan itu muncul, hal apa yang terjadi sebelum
kelainan muncul, dan pertanyaan yang mengarah pada pencarian penyebab.
Pemeriksaan fisik tentu dengan melihat dan meraba. Limfadema biasanya tidak
disertai dengan pelebaran pembuluh darah setempat, berbeda dengan pembengkakan
yang disebabkan oleh kelainan pembuluh darah. Kemudian dilakukan penekanan
apakah bagian yang di tekan itu bisa kembali seperti semula atau tidak. Biasanya
kalau tahap awal bila ditekan masih bisa kembali lagi. Jika sudah tahap lanjut dimana
sudah tidak bisa kembali lagi, berarti sudah ada pengerasan jaringan di dalamnya.
Selain itu dapat pula dilakulan pemeriksaan penunjang yaitu limfangiografi, yakni
dengan memasukan zat kontras kedalam pembuluh limfe kemudian di rontgen.
Nantinya bisa dilihat pembuluh mana yang tersumbat. 5
- Pengobatan untuk lymphedema tidak ada yang spesifik ini,
dikarenakan lymphedema hanya merupakan gejala dari suatu penyakit. Jadi yang
hanya perlu kita lakukan adalah memberikan pengobatan untuk sumber penyakitnya.
Selain itu dapat dilakukan terapi lainnya seperti drainase system limfe dan pemakaian
stocking pneumatic untuk mengurangi pembengkakan pada limfa. 5
3. Peripheral arteri occlusive disease
- Penyakit arteri perifer (peripheral arterial disease) adalah suatu
kelainan klinis akibat adanya stenosis atau oklusi pada aorta dan/atau arteri
ekstremitas. Aterosklerosis merupakan penyebab tersering dari penyakit ini pada usia
>40 tahun. Penyebab lainnya adalah thrombosis, emboli, vaskulitis, trauma.
Prevalensi tertinggi timbulnya penyakit ini pada usia dekade keenam dan ketujuh.
Rokok telah diketahui sebagai faktor risiko dari timbulnya penyakit arteri perifer,
selain faktor lainnya seperti diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, dan hipertensi.3,4
- Manifestasi klinis tersering dari penyakit arteri perifer adalah adanya
klaudikasio intermiten, suatu rasa nyeri, keram, baal, atau letih pada otot yang muncul
dalam penggunaan otot untuk aktivitas, dan membaik saat keadaan istirahat, biasanya
setelah 2-5 menit. Gejala ini muncul pada daerah distal dari lokasi lesi oklusif,
misalnya klaudikasio pada betis akibat adanya kelainan pada arteri femoral-poplitea.
Karena lebih tingginya insidensi obstruksi pada pembuluh darah bagian inferior
tubuh, maka gejala klaudikasio intermiten ini lebih banyak didapatkan pada otot-otot
ekstremitas bawah. 3,4
- Pada pasien dengan oklusi yang berat, maka dalam keadaan istirahat
pun, aliran darah tidak dapat mencukupi kebutuhan metabolisme basal dari jaringan,
sehingga dapat timbul critical limb ischemia. Pasien akan mengeluh nyeri pada saat
istirahat atau merasa dingin atau baal pada jari kaki dan kaki. Gejala ini lebih nyata
pada saat tidur (posisi tungkai horizontal), dan membaik saat tungkai dalam posisi
tergantung ke bawah. Ini dapat menjadi pembeda dengan kelainan pada vena pada
tungkai. Pada gangguan aliran vena tungkai, rasa nyeri lebih nyata dalam posisi
berdiri dan membaik saat tungkai dalam posisi elevasi. 3,4
- Dapat juga dilakukan pemeriksaan yang dapat menunjang diagnostic
penyakit ini yaitu : 3,4
1. Angiografi
- Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan gold standardalam
kelainan arteri perifer. Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan invasif dan
memerlukan izin pasien. Pemeriksaan angiografi memberikan resiko kepada
pasien dengan gagal ginjal oleh karena menggunakan zat kontras.
2. Computed Tomography Angiography
- Dalam pemeriksaan ini gambar yang didapat dihasilkan melalui pemeriksaan
CT-scan. Citra yang dihasilkan serupa dengan angiografi biasa hanya dalam 3
dimensi, dan sebenarnya tidak bermakna klinis yang lebih baik. Pemeriksaan ini
memiliki kerugian yang sama dengan pemeriksaan angiografi biasa yaitu;
berbahaya digunakan pada pasien dengan gagal ginjal.
3. Magnetic Resonance Angiography
- Citra angiography diperoleh melalui pemeriksaan MRI. Sama dengan CTA;
zat kontras diberikan secara intravena. MRA atau CTA dapat diindikasikan apabila
pasien tidak dapat mentolerir tusukan intra-arterial, misal karena kelainan bilateral
atau kelainan perdarahan. MRA dikontraindikasikan pada pasien dengan alat pacu
jantung atau katup protesis metal.
- Penatalaksanaan utama adalah menggunakan cara konservatif, yang
terdiri dari: stop merokok, olahraga, penghilangan faktor resiko, dan obat. Setelah
penatalaksanaan konservatif; sekitar 50% pasien menunjukkan perbaikan, 30% tidak
berubah, 25% memburuk, dan hanya 5% yang menjadi iskemia kritikal. Tindakan
intervensi bedah pada pasien yang hanya mengeluhkan klaudikasio hanya
diindikasikan bila: 3,4
kegagalan terapi konservatif
gejala klaudikasio yang hebat serta mempengaruhi kehidupan sehari-hari
lesi tidak multipel dan difus
unilateral
kelainan pada aorta atau iliaka
- Pasien yang telah mengalami iskemik kritikal tungkai memiliki
prognosis yang buruk, yaitu: mortalitas 1 tahun sebesar 25%, dan 5 tahun sebesar
50%. Penyebab utama kematian bukanlah akibat iskemia tungkai akan tetapi oleh
karena kelainan pada koroner atau serebrovaskular. Oleh karena itu penatalaksanaan
iskemik kritikal tungkai bertujuan untuk mencegah adanya amputasi tungkai,
bukanlah untuk meningkatkan angka harapan hidup pasien. 3,4
- Penatalaksanaan untuk kelainan iskemik kritikal tungkai adalah
tindakan intervensi melalui pembedahan atau endovaskular atau kombinasi keduanya.
Sebagai patokan kasar adalah: bila pasien memiliki keadaan umum yang buruk, atau
dengan harapan hidup pendek karena faktor komorbid, dan tidak memerlukan
tindakan lain seperti amputasi atau debridement, sebaiknya intervensi dilakukan
secara endovascular. Pasien yang memiliki harapan hidup yang panjang (tanpa
kelainan kardiovaskular atau serebrovaskular yang mengancam) selayaknya segera
menjalani operasi bypass sehingga kualitas hidupnya dapat meningkat. Tindakan
intervensi endovaskular sebaiknya tidak dikerjakan pada kelainan arteri infrainguinal
oleh karena tingginya angka oklusi dan hanya boleh dipertimbangkan bila tidak
tersedianya vena autogen sebagai graft. 3,4
-
- Diagnosis Kerja : Trombosis Vena Dalam (Deep Vein Trombosis/DVT)
- Etiologi
-
- Pasien bedah dapat mengalami kelainan system hemostatik yang menimbulkan
thrombosis. Untuk mencegah thrombosis, sistem hemostatik mengandung tiga protein plasma
penting : (1) anti trombin III, (2) protein C dan (3) protein S. 1,3
- Thrombosis vena profunda berulang dapat timbul pada pasien dengan kelainan
antitrombin III congenital. Kenyataan ini mempertegas kepentingan klinik antitrombin II
dalam mencegah thrombosis pada sirkulasi. Gangguan antitrombil III congenital terjasi
sekunder dari thrombosis berat, sindroma DIC, terapi heparin, penyakit hati dan kelainan
pembuangan protein pada ginjal serta tractus gastrointestinalis. Kekurangan antitrombin
III congenital dapat menimbulkan kelainan trombotik pada keadaan klinik. Protein C
adalah protein plasma lain yang berfungsi membatasi pembentukan thrombin. Gangguan
protein C congenital sudah ditemukan dan dianggap berhubungan dengan thrombosis vena
profunda dan superfiscial. Pasien bedah belum ditemukan memiliki devisisensi protein C
kecuali bila dia menderita sindroma DIC. Protein C diaktifkan pada permukaan sel endotel
bila penyakit autoimun melukai endotel atau bila trauma local memodifikasi permukaan sel
endotel, maka protein c tidak dapat di aktifkan. Ia akan menimbulkan segmen pembuluh
darah yang mudah mengalami thrombosis. Baru-baru ini sudah dilakukan penelitian
tentang hal tersebut. Protein S adalah protein yang tergantung pada vitamin k, protein ini
berfungsi untuk melokalisasi protein C pada permukaan fosfolipid. Bila tidak ada protein S
pada permukaan fosfolipid, maka aktivasi protein C terganggu dan fungsinya berkurang.
Kekurangan protein S congenital terbukti dapat menimbulkan kelainan trombotik
yang mirip dengan protein C.3
- Dalam keadaan normal, darah yang bersirkulasi berada dalam keadaan cair,
tetapi akan membentuk bekuanjika teraktivasi atau terpapar dengan suatu permukaan.
Virchow mengungkapkan suatu trias yang merupakan dasar terbentuknya thrombus yang
dikenal dengan trias Virchow. Triad ini terdiri dari: 1) ganguan pada aliran darah yang
menyebabkan statis, 2) gangguan keseimbangan antara prokoagulab dn antikoagulan yang
menyebabkan aktivasi faktor pembekuan dan 3) gangguan pada dinding pembuluh darah
(endotel) yang menyebabkan prokoagulan. 3
- Thrombus yang terbentuk pada arteri, karena alirannya cepat maka terdiri dari
tombosit yang diikat oleh fibrin yang tipis, sedangkan thrombus pada vena terutama
terbentuk pad adaerah statis dan terdiri dari eritrosit dengan fibrin dalam jumlah yang besar
dan memiliki sedikit trobosit.
- Thrombosis vena dalam pasca bedah merupakan komplikasi operasi dan
istirahat tirah baring. Pada pasien yang mengalami operasi abdomen untuk tumor ganas
ginekologi atau pasien yang menjalani operasi panggun rekonstruksi, thrombosis vena dalam
pasca beda dapatterjasi. Sebagian besar thrombosis yang terjadi pada vena terjadi pada
anggota gerak bagian bawah karena pada daerah ini aliran darah berkurang. Secara klinik,
thrombosis vena profunda menimbulkan penyumbatan pada aliran darah, yang merangsang
timbulnya respon peradangan pada vena. Bekuan darah pada sistel vena profunda mempunyai
komplikasi utama emboli yang berada dalam sirkulasi pulmonalis. 3
-
- Epidemiologi
-
-
Trombosis vena dalam terjadi kira kira 1 per 1000 orang per tahun. Kira
kira 1 5% menyebabkan kematian akibat komplikasi. Trombosis vena dalam sangat sedikit
dijumpai pada anak anak. Ratio laki laki dan perempuan yaitu 1:1,2. Trombosis vena
dalam biasanya terjadi pada umur lebih dari 40 tahun.4
-
- Gejala klinis
-
- Gelaja klinis pada pasien DVT dapat terlihat yaitu :5
a. 50% dari semua pasien tidak menunjukan gejala
b. Obstruksi vena profunda dari tungkai menghasilkan edema dan pembengkakan
ekstremitas
c. Kulit pada tungkai yang terkena dapat teraba hangat; vena superficial dapat lebih
menonjol
d. Pembengkakan bilateral mungkin sulit untu dideteksi.
e. Nyeri tekan terjadi kemudian; terdeteksi dengan palpasi ringan pada tungkai
f. Tanda human ( nyeri pada betis setelah dorsoflesi tajam kaki), tidak spesifik untuk
thrombosis vena profunda karena nyeri ini dapar didatangkan olehsetiap kondisi
yang menyakitkan pada betis
g. Pada beberapa kasus, tanda embolus pulmonal merupakan indikasi pertama
adanya thrombosis vena profunda
h. Thrombus vena superficial menyebabkan nyeri terkan, kemerahan dan rasa hangat
pada daerah yang terkena.
-
- Penatalaksanaan
-
- Tujuan penatalaksanaan DVT pada fase akut adalah1
1. Menghentikan bertambahnya thrombus
2. Membatasi bengkak yang progesif pada tungkai
3. Melisiskan atau membuang bekuan darah (trombektomi) dan mencegah disfungsi
vena atau sindrom pasca thrombosis di kemudian hari
4. Mencegah emboli
- Antikoagulan, Unfractionated heparin (UFH) merupakan antikuagulan yang
sudah lama digunkan untuk penatalaksanaan DVT pada saat awal mekanisme kerja utama
heparin adalah meningkatkan kerja antitrombin III segai inhibitor dan melepaskan tissue
factor pathway inhibitor dari dinding pembuluh darah. Terapi ini diberikan dengan bolus 80
IU/kgbb/jam dengan pemantauan nilai Activated Partial Tromboplastin Time (APTT) sekitar
6 jam setelah bolus untuk mencapai target APTT 1,5-2,5 kali nilai control dan kemudian
dipantau sedikitnya setiap hari. Sebelum memulai terapi heparin, APTT, masa protombin
(protombin time) dan jumlah trombosit harus diperiksa, terutama pada pasien dengan risiko
pendarahan yang tinggi atau dengan gangguan hati atau ginjal.
- Heparin berat molekul rendah (Low Molecular Weight Heparin/LMWH) dapat
diberikan 1 atau 2 kali sehari secara subkutan da mempunyai efikasi yang baik,
keuntungannya adalah risiko pendarahan mayor yang lebih kecil, dan tidak membutuhkan
pemantauan labolatorium yang sering dibandingkan dengan UFH, kecuali pada pasien-pasien
tertentu seperti gagal ginjal atau sangat gemuk. 1
- Pemberian antikoagulan UFH atau LMWH ini dilanjutkan dengan
antikoagulan oral yang bekerja menghambat faktor pembekuan yang memerlukan vit K.
antikoagulan oral yang sering digunakan warfarin atau coumarin/ derivatnya. Obat ini
diberikan bersama-samasaat awal tetapi heparin dengan pemantauan INR. Heparin diberikan
selama minimal 5 hari dan daoat dihentikan bila antikoagualan oral ini mencapi target INR
yaitu 2,0-3,0 selama 2 hari berturut-turut. Lama pemberian antikoagulan masih bervariasi,
tetapi pada umumnya bergantung pada faktor risiko DVT tersebut. Pasien yang mengalami
DVT harus mendapatkan antikoagulan selama 6 minggu hingga 3 bulan jika mempunyai
faktor risiko yang reversible atau sedikitnya 6 bulan jika faktor risikonya tidak diketahui
(idiopatik), sedangkan pada pasien yang mempunyai faktor risiko molecular yang diturunkan
seperti defisiensi antitrombin III, protein C, protein S, lupus anticoagulant atau antibody
cardiolipin, antikoagulan oral diberikan lebih lama bahkan dapat seumur hidup. Pemberian
antikoagulan seumur hidup ini juga diindikasikan pada pasien yang mengalami lebih dari dua
kali episode thrombosis vena atau satu kalitrombosispada kanker yang aktiv.
- Terapi trombolitik, terapi ini bertujuan untuk melisiskan thrombus secra
cepat dengan cara mengaktifkn plasminogen menjadi plasmis. Terapi ini umumnya hanya
efektif pada fase awal dan penggunaannya benar-benar harus dipertimbangkan secara baik
karena mempunyai faktor risiko perdarahan 3 kali lipat dibandingkan dengan terapi
antikoagulan saja pada umunya terapi ini hanya dilakukan pada DVT dengan occlusi total
terutama pada ileofemoral.
- Trombektomi, trombektomi terutama dengan fistula arteriovena sementara,
harus dipertimbangkan pada thrombosis vena ileofemoral akut yang kurang dari7 hari dengan
harapan hisup lebih dari 10 tahun. 1
- Filter vena kava interior, filter ini digunakan pada thrombosis di atas lutut
pada kasus dimana antikoagulan merupakan kontraindikasi atau gagal mencegah emboli
berulang.
-
- Komplikasi
-
- Embolisasi pulmonalis adalah proses dengan bekuan darah dalam system vena
profunda, terlaepas dari dinding pembuluh dan masuk ke sirkulasi pulmonalis. Sebagian
besar emboli berasal dari system profunfa atau vena pelvis dan mengganggu fungsi
oksigenasi paru-paru atau fungsi jantung, bila emboli menyumbat sebagian besar (lebih dari
60%) sirkulasi pulmonalis. Emboli arteri dari daerah thrombosis pada arteria aterosklerotik
dapat menimbulkan cedera jaringan yang serius dan disfungsi organ, tergantung pada besar
dan letak emboli. 1
- Sindroma pasca phlebitis suatu komplikasi thrombosis vena profunda yang
serius. Sindroma ini merupakan akibat langsung kerusakan katup vena oleh thrombus. Ia
menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik pada vvvena perforantes betis, yang
normalnya mengalirkan darah dari vena superfisialis ke system vena profunda. Bila katup
perforantes rusak, maka aliran darag terdorong ke system superfisialis selama kontrasi otot
betis bawah. Kenaikan aliran darah merangsang timbulnya edema dan mengganggu fungsi
jaringan subkutis. Sehingga menimbulkan perubahan warna dan ulserasi kulit yang serius. 3
-
- Prognosis
-
- Semua pasien dengan trombosis vena dalam pada masa yang lama mempunyai
resiko terjadinya insufisiensi vena kronik. Kira-kira 20% pasien dengan DVT yang tidak
ditangani dapat berkembang menjadi emboli paru, dan 10-20% dapat menyebabkan kematian.
Dengan antikoagulan terapi angka kematian dapat menurun hingga 5 sampai 10 kali.1
-
-
- Kesimpulan
- Laki-laki 65 tahun yang mempunyai keluhan bengkak kemerahan pada betis kirinya
dikarenakan oleh operasi penggantian sendi panggulnya yang berlangsung 2 hari lalu.
Mungkin terjadi komplikasi setelah pembedahan. Salah satu komplikasi yang paling
mungkin terjadi adalah thrombosis vena dalam (deep vein thrombosis/DVT). Untuk
menegakan diagnosis DVT perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang seperti USG
Doppler maupun pemeriksaan D-dimer. Jika sudah diagnosis DVT dapat ditegakan
pengobatan terhadap DVT dapat dilakukan.
-
-
-
-
-
-
- Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid 2. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h.1354-8.
2. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan Diabetes
Indonesia; 2004.h.1-4,6,13-5,20,98.
3. Sabiston. Buku Ajar Bedah. Jilid 1. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2005. h.
114-5.
4. Shires, Spencer. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 7 Jakarta: Jakarta: Penerbit
buku kedokteran EGC; 2005. h. 339-44.
5. Baughman DC, Hackley JC. Medikal-Bedah. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC;
2005. h. 184-8.
-

You might also like