You are on page 1of 8

Mungkin sebagian dari kita bingung mengisi waktu liburan kali ini.

Ada yang mengisinya


dengan menonton televisi, tamasya, belanja, jalan-jalan, dan lain-lain. Ada yang mengisi
liburannya dengan setumpuk kegiatan organisasi di kampus, ada pula yang mengisinya dengan
menghadiri banyak pengajian. Sebagian mengisi liburan dengan kegiatan yang bermanfaat,
sedangkan sebagian yang lain mengisinya dengan kegiatan yang sia-sia. Terlepas dari semua itu,
tidakkah kita ingat bahwa terdapat suatu kegiatan yang sangat mulia dan utama? Kegiatan mulia
yang bernama berbakti kepada kedua orang tua.

Kita pasti sudah tidak asing dengan kata berbakti kepada kedua orang tua yang sering kita
jumpai di pengajian-pengajian dan buku-buku keislaman. Kali ini, kami ingin mengingatkan
kembali tentang tema berbakti kepada kedua orang tua serta kisah para ulama dalam menaati
kedua orang tua.

Sumber: https://muslimah.or.id/5753-berbakti-kepada-kedua-orang-tua.html

Kedudukan Berbakti kepada Kedua Orang Tua dalam Islam

Islam menjadikan berbakti kepada kedua orang tua sebagai sebuah kewajiban yang sangat besar.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda ketika ditanya tentang amal-amal saleh yang
paling tinggi dan mulia,

Shalat tepat pada waktunya berbuat baik kepada kedua orang tua jihad di jalan Allah.
(HR. Bukhari dan Muslim)

Lihatlah betapa kedudukan orang tua sangat agung dalam Islam, sampai-sampai Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam menempatkannya sebagai salah satu amalan yang paling utama.
Lalu, sudahkah kita berbakti kepada kedua orang tua?

Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Wahai Rasulullah,
siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan baik dariku? Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam, Ibumu. Laki-laki itu bertanya kembali, Kemudian siapa?
Beliau menjawab, Ibumu. Orang itu bertanya lagi, Kemudian siapa? Lagi-lagi beliau
menjawab, Ibumu. Orang itu pun bertanya lagi, Kemudian siapa? Maka beliau menjawab,
Ayahmu. (HR. Bukhari dan Muslim)

Perkataan Salafush Shalih (Generasi Pendahulu yang Saleh) tentang Berbakti kepada
Kedua Orang Tua

Suatu ketika Ibnu Umar radhiyallahu anhuma bertanya kepada seseorang, Apakah engkau
takut masuk neraka dan ingin masuk ke dalam surga? Orang itu menjawab, Ya. Ibnu Umar
berkata, Berbaktilah kepada ibumu. Demi Allah, jika engkau melembutkan kata-kata untuknya,
memberinya makan, niscaya engkau akan masuk surga selama engkau menjauhi dosa-dosa
besar. (HR. Bukhari)

Subhanallah Dewasa ini sering kita saksikan banyak orang yang melakukan ritual-ritual
ibadah yang menyimpang karena kebodohan mereka dengan tujuan agar terhindar dari api neraka
dan mendekatkan diri ke surga. Padahal kalau mereka tahu, sebenarnya alangkah dekatnya
mereka dengan surga. Ya surga yang selalu menjadi penggerak jiwa para salafush shalih
untuk bisa meraihnya, yang dipenuhi dengan kenikmatan, beraroma kasturi, yang mengalir
sungai-sungai di bawahnya, yang membuat segenap jiwa merindukannya, yang menjadi harapan
utama bagi setiap mukmin. Semua itu bisa mereka raih dengan berbakti kepada kedua orang tua
selama mereka menjauhi dosa besar.

Kisah Seorang Wanita yang Berbakti kepada Ibunya

Yahya bin Katsir menceritakan, Suatu ketika Abu Musa Al-Asyari dan Abu Amir radhiyallahu
anhuma datang menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk berbaiat kepada beliau
dan masuk Islam. Ketika itu, beliau bertanya, Apa yang kamu lakukan terhadap istrimu yang
kamu tuduh ini dan itu? Keduanya menjawab, Kami tinggalkan dia bersama keluarganya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya mereka telah diampuni.

Mengapa wahai Rasulullah? tanya mereka. Beliau menjawab, Karena dia telah berbuat baik
kepada ibunya. Kemudian beliau melanjutkan, Dia memiliki ibu yang sangat tua. Suatu ketika
ada orang yang berseru, Hai, ada musuh yang hendak memporak-porandakan kalian! Lalu ia
menggendong ibunya yang telah tua itu. Bila kelelahan, ia turunkan ibunya kemudian ia gendong
ibunya di depan. Ia taruh telapak kaki ibunya di atas telapak kakinya agar ibunya tidak terkena
panas. Begitu seterusnya hingga akhirnya mereka selamat dari sergapan musuh.

Saudariku renungkanlah, bila kita simak kisah di atas lebih mendalam, kita akan mengetahui
bahwa berbakti kepada orang tuaterutama ibumenjadi sebab kebahagiaan seseorang di dunia
dan di akhirat. Maka selayaknya kita berusaha agar bisa meraih kebahagiaan itu selagi orang tua
kita masih hidup. Kemudian bandingkanlah keadaan di zaman kita dengan kisah di atas.
Alangkah jauh perbedaannya! Apakah yang memberatkan kita untuk berbakti kepadanya
sebagaimana yang telah dilakukan oleh salafush shalih? Apa yang menghalangi kita untuk
berbakti kepadanya jika hal tersebut akan membuat kita bahagia dan menjadi orang yang kaya
pahala dan tenteram hatinya?

Sungguh merugi jika kita mengetahui dekatnya surga denganberbakti kepada kedua orang tua,
tetapi kita malah melalaikannya.

Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda,

Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah. Jika engkau ingin maka sia-siakanlah pintu
itu atau jagalah ia. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Dalam hadits lain beliau juga bersabda, Celaka, celaka, celaka! Ada yang bertanya,Siapa
wahai Rasulullah? Beliau menjawab, Orang yang mendapati salah satu atau kedua orang
tuanya telah berusia lanjut, tetapi tidak membuatnya masuk ke dalam surga. (HR. Muslim)

Melalui Doa Ibu

Berikut ini terdapat kutipan kisah penuh hikmah tentang pentingnya berbakti kepada orang tua.
Salim bin Ayyub bercerita, Aku pernah mengadakan perjalanan ke kota Ray, ketika itu usiaku
dua puluh tahun. Di sana aku menghadiri suatu majelis dengan seorang syaikhyang sedang
mengajar. Syaikh itu berkata kepadaku, Maju dan bacalah. Aku berusaha membacanya tetapi
aku tidak bisa. Lidahku kelu.

Ia bertanya, Apakah kamu punya ibu?

Aku menjawab, Ya.

Syaikh berkata, Kalau begitu, mintalah ia supaya mendoakanmu agar Allah


menganugerahkanmu Al-Qur`anul-Karim dan ilmu.

Lantas aku pulang menemui ibuku dan memintanya berdoa. Maka ia berdoa untukku. Setelah
tumbuh dewasa, suatu ketika aku pergi ke Bagdad. Di sana aku belajar bahasa Arab dan fikih,
kemudian aku kembali ke kota Ray.

Ketika aku sedang berada di Masjid Al-Jami mempelajari kitab Mukhtashar Al-Muzani, tiba-tiba
Asy-syaikh datang dan mengucapkan salam kepada kami sedangkan ia tidak mengenaliku. Ia
mendengarkan perkataan kami, tetapi tidak tahu apa yang kami ucapkan, kemudian ia bertanya,
Kapan ia belajar seperti ini? Maka aku ingin mengatakan seperti yang ia ucapkan dahulu, Jika
engkau punya ibu, katakan kepadanya agar ia berdoa untukmu. Akan tetapi aku malu
kepadanya.

Lihatlah Saudariku, betapa mustajabnya doa seorang ibu. Lalu mengapa terkadang kita khawatir
doa kita tidak terkabul? Mengapa terkadang kita merasa kesulitan memahami suatu ilmu padahal
ada seorang ibu di samping kita?

Bakti Seorang Anak ketika Orang Tua telah Tiada


Terkadang sebagian kita beranggapan bahwa kewajiban berbakti kepada kedua orang tua telah
usai ketika orang tua telah wafat. Jika memang demikian, alangkah bakhilnya diri kita. Alangkah
singkatnya bakti kita kepada orang tua yang telah mengasuh kita dengan penuh kasih sayang,
yang telah mengorbankan siang dan malamnya untuk kebahagiaan sang anak. Seseorang yang
telah mengucurkan banyak air mata dan keringat untuk kebaikan sang anak. Lantas, apakah balas
budi kepada mereka akan berakhir seiring berakhirnya kehidupan mereka??

Saudariku ketahuilah, bahwa saat setelah wafat adalah saat di mana kedua orang tua paling
membutuhkan bakti anak-anaknya, yaitu ketika mereka telah memasuki alam barzah. Mereka
sangat membutuhkan doa yang baik dan permohonan ampun melalui seorang anak untuk
mengangkat kedua telapak tangannya kepada Allah Taala.

Seseorang datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan bertanya, Wahai
Rasulullah, apakah masih tersisa sesuatu sebagai baktiku kepada kedua orang tuaku setelah
keduanya wafat? Beliau bersabda, Ya, engkau mendoakan keduanya, memohonkan ampunan
untuk keduanya, menunaikan janji keduanya, memuliakan teman keduanya, dan silaturahmi
yang tidak tersambung kecuali dengan keduanya. (HR. Al-Hakim)

Begitulah, bakti seorang anak kepada kedua orang tua senantiasa menjadi utang manusia selama
ruh masih berada pada jasadnya, selama jantung masih berdetak, selama nadi masih berdenyut,
dan selama napas masih berembus. Oleh karena itu, sangat keliru jika ada orang yang
beranggapan bahwa baktinya telah usai ketika orang tua telah wafat. Bakti seorang anak kepada
orang tua senantiasa menjadi hutang yang harus ditunaikan sampai ia bertemu dengan Allah
Taala. Mereka sangat membutuhkan doa yang tulus serta permohonan ampun sehingga mereka
mendapatkan limpahan rahmat dan ampunan dari Allah karenanya.

Sesungguhnya Allah mengangkat derajat seorang hamba yang saleh di surga. Lantas ia
bertanya, Wahai Rabb, mengapa aku mendapatkan ini? Allah menjawab, Karena permohonan
ampunan anakmu untukmu. (HR. Ahmad)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda, Apabila seorang anak Adam
meninggal dunia maka amalnya terputus, kecuali tiga perkara: ,anak saleh yang
mendoakannya. (HR. Muslim)

Faedah Berbakti kepada Kedua Orang Tua

Berbakti kepada kedua orang tua membuahkan banyak keutamaan. Berikut ini beberapa faedah
berbakti kepada kedua orang tua:

1. Dikabulkannya doa (sebagaimana kisah yang telah disebutkan).

2. Sebab dihapuskannya dosa besar.


Seorang laki-laki mendatangi Nabi shallallahu alaih wa sallam lalu berkata, Wahai
Rasulullah, aku telah melakukan dosa besar. Apakah ada taubat untukku? Nabi
bertanya, Apakah engkau memiliki seorang ibu? Laki-laki itu menjawab, Tidak.
Nabi bertanya lagi, Apakah engkau memiliki seorang bibi? Ia menjawab, Ya. Nabi
bersabda, Berbaktilah kepadanya. (HR. Ibnu Hibban)

3. Berbakti kepada kedua orang tua merupakan penyebab keberkahan dan bertambahnya
rezeki.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Barangsiapa yang ingin
dipanjangkan umurnya dan ditambahkan rezekinya, hendaklah ia berbakti kepada kedua
orang tuanya dan hendaklah ia menyambung silaturahmi. (HR. Ahmad)

4. Barangsiapa yang berbakti kepada bapak ibunya maka anak-anaknya akan berbakti
kepadanya, dan barangsiapa yang durhaka kepada keduanya maka anak-anaknya pun
akan durhaka pula kepadanya.
Tsabit Al-Banany mengatakan, Aku melihat seseorang memukul bapaknya di suatu
tempat. Maka dikatakan kepadanya, Apa-apaan ini? Sang ayah berkata, Biarkanlah
dia. Sesungguhnya dulu aku memukul ayahku pada bagian ini maka aku diuji Allah
dengan anakku sendiri, ia memukulku pada bagian ini. Berbaktilah kalian kepada orang
tua kalian, niscaya anak-anak kalian akan berbakt kepada kalian.
5. Ridha Allah terletak pada ridha kedua orang tua, murka Allah pada murka orang tua.

6. Diterimanya amal.
Sesorang yang berbakti kepada kedua orang tua maka amalnya akan diterima.
Diterimanya amal akan mendatangkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Ibnu Umar
radhiyallahu anhuma mengatakan, Kalau aku tahu bahwasanya aku punya shalat yang
diterima, pasti aku bersandar kepada hal itu. Barangsiapa yang berbakti kepada kedua
orang tuanya, sesungguhnya Allah menerima amalnya.

Saudariku, renungkanlah keutamaan-keutamaan di atas. Sesungguhnya berbakti kepada orang


tua merupakan salah satu sebab dihapuskannya dosa besar, diterimanya amal, serta sebab
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Setelah kita melihat keutamaan berbakti kepada kedua orang
tua, pahala yang dijanjikan, serta kisah-kisah generasi pendahulu yang saleh, masih adakah
penghalang bagi kita untuk menaati kedua orang tua?

Renungan

Saudariku, mari renungkan kisah ini agar kita tahu betapa luas dan dalamnya kasih sayang orang
tuaterutama ibukepada anaknya.

Dikisahkan, pada masa kekuasaan Al-Abbasiyyah ada seorang laki-laki mendatangi rumah
seorang wanita, lalu ia mengetuk pintu dan memintanya melunasi utang. Perempuan itu
menampakkan ketidakmampuannya untuk melunasi utang sehingga orang itu marah dan
memukulnya lantas pergi. Kemudian dia datang sekali lagi menemui wanita tersebut. Akan
tetapi, kali ini yang membukakan pintu adalah anak laki-laki dari wanita itu. Tamu itu
menanyakan di mana ibunya. Anak tersebut menjawab, Ibuku pergi ke pasar. Laki-laki itu
menyangka bahwa anak tersebut berdusta sehingga ia memukul anak itu dengan pukulan yang
tidak begitu keras.

Tiba-tiba ibunya muncul dan melihat laki-laki itu memukul putranya maka ia menangis sejadi-
jadinya. Laki-laki itu bertanya kepadanya, Aku tidak memukulnya dengan keras, mengapa
engkau menangis? Padahal kemarin aku memukulmu lebih keras, tetapi engkau tidak menangis.

Sang ibu menjawab, Kemarin engkau memukul kulitku, dan sekarang engkau memukul hatiku
.

Laki-laki tersebut terharu dan memaafkannya, serta bersumpah untuk tidak menuntut utangnya
lagi semenjak itu.

Masya Allah

Kehadiran orang tua sangatlah memberi ketenangan, cinta, serta kasih sayang tersendiri yang
bersemi di hati segenap insan yang berakal. Mereka biarkan kesedihan dan keletihan demi
senyuman buah hatinya. Mereka curahkan segenap pengorbanan demi kebahagiaan sang buah
hati. Mereka adalah kebahagiaan di dunia dan akhirat. Mereka adalah sekotak permata paling
berharga, sekeping emas termahal yang dapat mengantarkan kita ke surga-Nya.

Semoga tulisan ini bermanfaat serta menjadi nasihat bagi penulis dan segenap pembaca
Aamiin .

***

Penulis: Ummu Umar


Artikel Buletin Zuhairah

Referensi:

Wahai Ibu Maafkan Anakmu karya Abu Zubeir Al-Hawary.

Indahnya Surga Dahsyatnya Neraka karya Syaikh Ali bin Hasan bin Ali Abdul Hamid Al-
Halabi.
Sumber: https://muslimah.or.id/5753-berbakti-kepada-kedua-orang-tua.html

Seorang anak, meskipun telah berkeluarga, tetap wajib berbakti kepada kedua orang tuanya.
Kewajiban ini tidaklah gugur bila seseorang telah berkeluarga. Namun sangat disayangkan,
betapa banyak orang yang sudah berkeluarga lalu mereka meninggalkan kewajiban ini.
Mengingat pentingnya masalah berbakti kepada kedua orang tua, maka masalah ini perlu dikaji
secara khusus.

Jalan yang haq dalam menggapai ridha Allah Azza wa Jalla melalui orang tua adalah birrul
walidain. Birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) merupakan salah satu masalah
penting dalam Islam. Di dalam Al-Quran, setelah memerintahkan manusia untuk bertauhid,
Allah Azza wa Jalla memerintahkan untuk berbakti kepada orang tuanya.

Seperti tersurat dalam surat al-Israa ayat 23-24, Allah Taala berfirman:

Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah melainkan hanya kepada-Nya
dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-
duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau
mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah engkau membentak keduanya, dan
ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya
dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, Ya Rabb-ku, sayangilah keduanya sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil. [Al-Israa : 23-24]

Perintah birrul walidain juga tercantum dalam surat an-Nisaa ayat 36:

Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa
pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga dekat, tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil [1], dan hamba sahaya yang
kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan
diri. [An-Nisaa : 36]

Dalam surat al-Ankabuut ayat 8, tercantum larangan mematuhi orang tua yang kafir jika mereka
mengajak kepada kekafiran:

Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan
jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak
mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat
kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. [Al-Ankabuut
(29): 8] Lihat juga surat Luqman ayat 14-15.

ANJURAN BERBUAT KEPADA KEDUA ORANG TUA BAIK DAN LARANGAN


DURHAKA KEPADA KEDUANYA
Yang dimaksud ihsan dalam pembahasan ini adalah berbakti kepada kedua orang tua, yaitu
menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya semampu kita dan bila memungkinkan
mencegah gangguan kepada keduanya. Menurut Ibnu Athiyah, kita juga wajib mentaati
keduanya dalam hal-hal yang mubah (yang diperbolehkan syariat), dan harus mengikuti apa-apa
yang diperintahkan keduanya dan menjauhi apa-apa yang dilarang (selama tidak melanggar
batasan-batasan Allah Azza wa Jalla).

Sedangkan uququl walidain adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak terhadap
keduanya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan berupa perkataan, yaitu
mengucapkan ah atau cis, berkata dengan kalimat yang keras atau menyakitkan hati,
menggertak, mencaci maki dan lain-lain. Sedangkan yang berupa perbuatan adalah berlaku kasar,
seperti memukul dengan tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu atau menyuruh
untuk memenuhi keinginannya, membenci, tidak mempedulikan, tidak bersilaturrahim, atau
tidak memberi nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin.

KEUTAMAAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA DAN PAHALANYA


1. Merupakan Amal Yang Paling Utama
Abdullah bin Masud radhiyallaahu anhu berkata.

: :

:

:

Aku bertanya kepada Nabi shallallaahu alaihi wa sallam, Amal apakah yang paling utama?
Nabi shallallaahu alaihi wa sallam menjawab, Shalat pada waktunya (dalam riwayat lain
disebutkan shalat di awal waktunya). Aku bertanya lagi, Kemudian apa? Nabi menjawab:
Berbakti kepada kedua orang tua. Aku bertanya lagi: Kemudian apa? Nabi menjawab, Jihad
di jalan Allah [2]

2. Ridha Allah Bergantung Kepada Ridha Orang Tua


Sesuai hadits Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam, disebutkan:

Darii Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallaahu anhuma, bahwa Rasulullah shallallaahu
alaihi wa sallam bersabda: Ridha Allah bergantung kepada keridhaan orang tua dan murka
Allah bergantung kepada kemurkaan orang tua [3]

3. Berbakti Kepada Orang Tua Dapat Menghilangkan Kesulitan Yang Sedang Dialami
Yaitu, dengan cara bertawassul dengan amal shalih tersebut. Dalilnya adalah hadits riwayat dari
Ibnu Umar radhiyallaahu anhuma mengenai kisah tiga orang yang terjebak dalam gua, dan
salah seorangnya bertawassul dengan bakti kepada ibu bapaknya.

Haditsnya sebagai berikut:

: .
: .

.
.

Pada suatu hari tiga orang dari ummat sebelum kalian sedang berjalan, lalu kehujanan.
Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka berada di dalamnya,
tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi mulut gua. Sebagian mereka berkata kepada
yang lain: Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan. Kemudian mereka memohon
kepada Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan
kesulitan tersebut. Salah satu di antara mereka berkata: Ya Allah, sesung-guhnya aku
mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai isteri dan anak-
anak yang masih kecil. Aku menggembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah
susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus
berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang sudah larut malam
dan aku dapati orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana
sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi keduanya namun keduanya
masih tertidur pulas. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku
tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku
perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya bangun.
Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya
minum lalu kuberikan kepada anak-anakku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan
yang baik karena mengharap wajah-Mu, maka bukakanlah mulut gua ini. Maka batu yang
menutupi pintu gua itu pun bergeser sedikit..[4]
4. Akan Diluaskan Rizki Dan Dipanjangkan Umur
Sesuai sabda Nabi shallallaahu alaihi wa sallam

Barangsiapa yang ingin diluaskan rizkinya dan di-panjangkan umurnya, maka hendaklah ia
menyam-bung silaturrahimnya. [5]

Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan adalah silaturahmi kepada orang tua sebelum kepada
yang lain. Banyak di antara saudara-saudara kita yang sering berkunjung kepada teman-
temannya, tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang, bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih
kecil, dia selalu bersama orang tuanya. Sesulit apa pun harus tetap diusahakan untuk
bersilaturahmi kepada kedua orang tua, karena dekat kepada keduanya -insya Allah- akan
dimudahkan rizki dan dipanjangkan umurnya.

5. Akan Dimasukkan Ke Surga Oleh Allah Azza wa Jalla


Berbuat baik kepada orang tua dan taat kepada keduanya dalam kebaikan merupakan jalan
menuju Surga. Sedangkan durhaka kepada orang tua akan mengakibatkan seorang anak tidak
masuk Surga. Dan di antara dosa-dosa yang Allah Azza wa Jalla segerakan adzabnya di dunia
adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada orang tua. Dengan demikian, jika seorang anak
berbuat baik kepada orang tuanya, Allah akan menghindarkannya dari berbagai malapetaka,
dengan izin Allah Azza wa Jalla dan akan dimasukkan ke Surga.

BENTUK-BENTUK DURHAKA KEPADA KEDUA ORANG TUA


1. Menimbulkan gangguan terhadap orang tua, baik berupa perkataan atau pun perbuatan yang
mem-buat orang tua sedih atau sakit hati.
2. Berkata ah atau cis dan tidak memenuhi pang-gilan orang tua.
3. Membentak atau menghardik orang tua.
4. Bakhil atau kikir, tidak mengurus orang tuanya, bahkan lebih mementingkan yang lain
daripada mengurus orang tuanya, padahal orang tuanya sangat membutuhkan. Seandainya
memberi nafkah pun, dilakukan dengan penuh perhitungan.
5. Bermuka masam dan cemberut di hadapan orang tua, merendahkan orang tua, mengatakan
bodoh, kolot, dan lain-lain.
6. Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau menyiapkan makanan. Pekerjaan
tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua, terutama jika mereka sudah tua dan lemah. Tetapi,
jika si ibu melakukan pekerjaan tersebut dengan kemauannya sendiri, maka tidaklah mengapa,
dan karena itu seorang anak harus berterima kasih dan membantu orang tua.
7. Menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau mencemarkan nama baik orang
tua.
8. Memasukkan kemungkaran ke dalam rumah, misalnya alat musik, mengisap rokok, dan lain-
lain.
9. Lebih mentaati isteri daripada kedua orang tua. Bahkan ada sebagian orang yang tega
mengusir ibunya demi menuruti kemauan isterinya.
Nas-alullaahas salaamah wal aafiyah
10. Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu dengan keberadaan orang tua dan
tempat tinggal ketika status sosialnya meningkat. Tidak diragukan lagi, sikap semacam itu adalah
sikap yang sangat tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yang keji dan nista.

BENTUK-BENTUK BERBAKTI KEPADA ORANG TUA


1. Bergaul bersama keduanya dengan cara yang baik. Di dalam hadits Nabi shallallaahu alaihi
wa sallam disebutkan bahwa memberi kegembiraan kepada seseorang mukmin termasuk
shadaqah, lebih utama lagi kalau memberi kegembiraan kepada orang tua kita

2. Berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lemah lembut. Hendaknya dibedakan adab
ber-bicara antara kepada kedua orang tua dengan ke-pada anak, teman atau dengan yang lain.
Berbicara dengan perkataan yang mulia kepada kedua orang tua.

3. Tawadhu (rendah hati). Tidak boleh kibr (sombong) apabila sudah meraih sukses atau
memenuhi jabatan di dunia, karena sewaktu lahir, kita berada dalam keadaan hina dan
membutuhkan pertolongan, kita diberi makan, minum, dan pakaian oleh orang tua.
4. Memberi infaq (shadaqah) kepada kedua orang tua, karena pada hakikatnya semua harta kita
adalah milik orang tua. Oleh karena itu berikanlah harta itu kepada kedua orang tua, baik ketika
mereka minta ataupun tidak.

5 . Mendoakan kedua orang tua. Di antaranya dengan doa berikut:

Wahai Rabb-ku, kasihilah keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku sewaktu
kecil.

Seandainya orang tua masih berbuat syirik serta bidah, kita tetap harus berlaku lemah lembut
kepada keduanya, dengan harapan agar keduanya kembali kepada Tauhid dan Sunnah.
Bagaimana pun, syirik dan bidah adalah sebesar-besar kemungkaran, maka kita harus
mencegahnya semampu kita dengan dasar ilmu, lemah lembut dan kesabaran. Sambil terus
berdoa siang dan malam agar orang tua kita diberi petunjuk ke jalan yang benar.

APABILA KEDUA ORANG TUA TELAH MENINGGAL


Maka yang harus kita lakukan adalah:
1. Meminta ampun kepada Allah Azza wa Jalla dengan taubat nashuha (jujur) bila kita pernah
berbuat durhaka kepada keduanya di waktu mereka masih hidup.
2. Menshalatkannya dan mengantarkan jenazahnya ke kubur.
3. Selalu memintakan ampunan untuk keduanya.
4. Membayarkan hutang-hutangnya.
5. Melaksanakan wasiat sesuai dengan syariat.
6. Menyambung silaturrahim kepada orang yang keduanya juga pernah menyambungnya.

Semoga dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai Islam tersebut, kita dimudahkan oleh
Allah Azza wa Jalla dalam mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Aamiin.

[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir
Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Bogor Jawa Barat, Cet Ke II Dzul Qadah 1427H/Desember
2006]
_______
Footnote
[1]. Ibnu sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan maksiat yang kehabisan bekal.
Termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu-bapaknya.
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 527), Muslim dalam Kitabul Iman (no.
85), an-Nasa-i (I/292-293), at-Tirmidzi (no. 173), ad-Darimi (I/278), Ahmad (I/351, 409, 410,
439).
[3]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Adabul Mufrad (no. 2), Ibnu Hibban (no.
2026 al-Mawaarid), at-Tirmidzi (no. 1899), al-Hakim (IV/151-152), ia menshahihkan atas syarat
Muslim dan adz-Dzahabi menyetujuinya. Syaikh al-Albani rahimahullaah mengatakan hadits ini
sebagaimana yang dikatakan oleh mereka berdua (al-Hakim dan adz-Dzahabi). Lihat Shahiih
Adabul Mufrad (no. 2).
[4]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 2272), Fathul Baari (IV/449), Muslim (no.
2743), dari Shahabat Abdullah bin Umar radhiyallaahu anhuma.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 5985, 5986), Muslim (no. 2557), Abu
Dawud (no. 1693), dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallaahu anhu.

Sumber: https://almanhaj.or.id/989-menggapai-ridha-allah-dengan-berbakti-kepada-orang-
tua.html

You might also like