You are on page 1of 14

LAPORAN PORTOFOLIO RUMAH SAKIT

KASUS MEDIKOLEGAL

PEMERIKSAAN MEDIS PADA KASUS KEKERASAN DALAM RUMAH


TANGGA

Oleh :
dr. Sofi Ariani

Pendamping :
dr. Triyono
dr. Ismy Dianti

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MUNTILAN
DINAS KESEHATAN KABUPATEN MAGELANG
2017
No. ID dan Nama Peserta : dr. Sofi ariani Presentan : dr. Sofi ariani
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Muntilan Pendamping : dr. Triyono dan
dr. Ismy Dianti
TOPIK : Pemeriksaan Medis pada Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Tanggal (kasus) : 22 April 2017
Nama Pasien : Ny. WS/ 32 tahun No. RM : 166595
Tanggal Presentasi : 8 April 2017 Pendamping : dr. Triyono dan dr. Ismy Dianti
Tempat Presentasi : RSUD Muntilan Magelang
OBJEKTIF PRESENTASI
o Keilmuan o Keterampilan o Penyegaran Tinjauan Pustaka
o Diagnostik o Manajemen Masalah o Istimewa
o Neonatus o Bayi o Anak o Remaja Dewasa o Lansia o Bumil
o Deskripsi :
Seorang wanita berusia 32 tahun datang untuk meminta visum et repertum setelah
mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami pasien. Pasien telah melaporkan tindakan
kekerasan tersebut ke Polsek Muntilan. Dari Polsek Muntilan pasien diminta untuk langsung ke
RSUD Muntilan guna mendapatkan pemeriksaan medis sehubungan dengan keperluan visum.

o Tujuan:
Melakukan pemeriksaan status lokalis dan pemeriksaan penunjang, dan menyimpulkan hasilnya.
Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka o Riset Kasus o Audit
Cara Membahas o Diskusi Presentasi o E-mail o Pos
dan Diskusi
DATA PASIEN Nama : Ny. WS No Registrasi : 166595
Nama klinik : IGD Telp : - Terdaftar sejak : 22 April 2017
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis : Hematoma frontalis
2. Gambaran Klinis :
Pasien (Ny. WS) datang mengaku telah dihajar suami kemarin siang. Pasien
mengaku pipi kanan ditampar, dahi kanan dipukul, baju dirobek, dicekik selama
kurang lebih 1 menit. Pasien sempat melawan.
Pasien mengaku kejadian berulang tadi malam ukul 20.30, dipukul di
kepala, ditampar pipi dan telinga kiri hingga telinga berdenging. Setelah itu pasien
terjatuh, kemudian diinjak-injak kedua kakinya, saat ini paha kanan pasien terasa
nyeri. Kemudian dicekik dan dibekap dengan bantal selama kurang lebih 1 menit.
Kemudian ditendang diantara kedua bokong hingga terasa nyeri di daerah kemaluan.
Setelah itu pundak kiri pasien dipukul, kepala digigit dan dihantam dengan tangan
kosong. Saat ini bakas gigitan masih terasa nyeri.
Kejadian berulang pukul 03.30, pasien terbangun untuk ke kamar mandi
namun dilarang oleh suami, kemudian pasien dijambak, dicekik. Kemudian pasien
melarikan diri ke rumah kakak pasien.
Pasien mengaku kembali ke rumah pasien pada pukul 7 pagi untuk
mengambil barang-barang pasien yang disita suami. Pasien masuk ke rumah dengan
memecah kaca jendela dengan cara memukul dengan tangan kosong, yang
mengakibatkan jari tangan kanan pasien terluka.
Suami pasien tidak memiliki riwayat gangguan jiwa. Pasien mengaku ia dan
suaminya mempelajari ilmu kanuragan disebuah padepokan yang sama. Tindak
kekerasan sudah berulang kali dilakukan sehingga pasien merasa perlu menempuh
jalur hukum.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa :-
Riwayat hipertensi :-
Riwayat diabetes mellitus : -
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hipertensi :-
Riwayat diabetes mellitus :-
5. Riwayat Kebiasaan :
Riwayat merokok :-
Riwayat konsumsi jamu :-
Riwayat konsumsi minuman keras : -
Riwayat konsumsi obat-obatan :-

6. Riwayat Pernikahan :
Pasien menikah 1 kali dengan suami yang sekarang. Menikah selama 10 bulan.
Belum mempunyai anak.
HASIL PEMBELAJARAN:
1. Mengetahui tugas dokter pada kasus KDRT
2. Mengetahui karakteristik luka tumpul
3. Membuat rencana pada penanganan kasus KDRT
4. Mengetahui dasar hukum dan kedudukan Visum et Repertum
KASUS: HEMATOMA FRONTALIS DEXTRA (KASUS KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA)

7. Gambaran Klinis :
Pasien (Ny. WS) datang mengaku telah megalami tindak kekerasan yang
dilakukan oleh suami pasien. Kejadian pada kemarin siang, berulang tadi malam dan
tadi pagi. Kemarin siang pasien pipi kanan ditampar, dahi kanan dipukul, baju
dirobek, dicekik selama kurang lebih 1 menit. Pasien sempat melawan.
Pasien mengaku kejadian berulang tadi malam ukul 20.30, dipukul di
kepala, ditampar pipi dan telinga kiri hingga telinga berdenging. Pasien terjatuh,
kemudian diinjak-injak kedua kakinya, saat ini paha kanan pasien terasa nyeri.
Kemudian dicekik dan dibekap dengan bantal selama kurang lebih 1 menit. Kemudian
ditendang diantara kedua bokong hingga terasa nyeri di daerah kemaluan. Setelah itu
pundak kiri pasien dipukul, kepala digigit dan dihantam dengan tangan kosong. Saat
ini bakas gigitan masih terasa nyeri.
Kejadian berulang puul 03.30, pasien terbangun untuk ke kamar mandi
namun dilarang oleh suami, kemudian pasien dijambak, dicekik. Kemudian pasien
melarikan diri ke rumah kakak pasien.
Pasien mengaku kembali ke rumah pasien pada pukul 7 pagi untuk
mengambil barang-barang pasien yang disita suami. Pasien masuk ke rumah dengan
memecah kaca jendela dengan cara memukul dengan tangan kosong, yang
mengakibatkan jari tangan kanan pasien terluka.

1. OBJEKTIF
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : CM/ GCS E4V5M6
Vital sign
o TD : 130/90 mmHg
o Nadi : 89 kali/menit, reguler
o RR : 24 kali/menit
o Suhu : 36,5o C (per aksiler)
Kulit
Anemis (-), ikterik (-), purpura (-)
Kepala
Bentuk mesocephal, simetris, rambut berwarna hitam.
Nyeri tekan region frontalis dextra, warna sesuai sekitar.
Mata - Palpebra
Edema (-/-), ptosis (-/-), konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga
Otore (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-)
Hidung
Simetris, napas cuping hidung (-/-), secret (-/-), darah (-/-)
Mulut
Sianosis (-), pucat (-/-)
Tenggorokan
Uvula di tengah, T1-T1
Leher
Tampak kebiruan 1cm di daerah leher kiri di bawah telinga, nyeri tekan.
Trakhea di tengah, limfonodi tidak membesar, JVP tidak meningkat
Thoraks
Pulmo
Inspeksi : Simetris, retraksi dinding dada (-/-)
Palpasi : Pengembangan dada kanan=kiri, fremitus raba dada kanan=kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC IV linea medioclavicularis sinistra.
Perkusi :
Batas jantung kanan atas : SIC II linea parasternal dextra.
Batas jantung kanan bawah : SIC IV linea parasternal dextra.
Batas jantung kiri atas : SIC II linea parasternal sinistra.
Batas jantung kiri bawah : SIC IV linea medioclavicularis sinistra.
Kesan : batas jantung tidak melebar
Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), undulasi (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), Hepar-Lien tidak teraba
Ekstremitas
Superior : Deformitas (-/-), akral dingin (-/-), oedem (-/-)
Vulnus laseratum digiti I manus dextra ukuran 2 x 0,5cm
Vulnus laseratum digiti II manus dextra ukuran 1x 0,5 cm
Vulnus laseratum digiti III manus dextra ukuran 2x 0,5 cm
Inferior : Deformitas (-/-), akral dingin (-/-)oedem (-/-)
Nyeri tekan region femoralis, 1 cm diatas lutut kanan, warna dan perabaan sama
dengan sekitar.
2. ASSESSMENT
Contusio region frontalis dextra
Contusio region femoralis dextra
Vulnus laseratum digiti I manus dextra
Vulnus laseratum digiti II manus dextra
Vulnus laseratum digiti III manus dextra
3. PLAN
Hecting Vulnus Laseratum
Asam mefenamat 3 X 500 mg po
Amoxicillin 3 x 500 mg po
TINJAUAN PUSTAKA

A. VISUM ET REPERTUM
DEFINISI
Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang
dibuat oleh dokter dalam ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik
yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medik terhadap manusia, baik
hidup atau mati ataupun bagian atau diduga bagian tubuh manusia,
berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan pro
yustisia.
Visum et repertum kemudian digunakan bukti yang sah secara hukum
mengenai keadaan terakhir korban penganiayaan, pemerkosaan, maupun
korban yang berakibat kematian dan dinyatakan oleh dokter setelah
memeriksa (korban). Khusus untuk perempuan, visum et repertum termasuk
juga pernyataan oleh dokter apakah seseorang masih perawan atau tidak.

B. PERAN DAN FUNGSI VeR


Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana
tertulis dalam pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam
proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia.
Visum et repertum juga memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai
hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam bagian kesimpulan.
Dengan demikian, visum et repertum secara utuh telah menjembatani ilmu
kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum,
dapat diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para
praktisi hokum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana
yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia.
Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan
di sidang pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau
diajukannya bahan baru, seperti yang tercantum dalam KUHAP, yang
memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau penelitian ulang atas barang
bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasehat
hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180
KUHAP.
Bagi penyidik (Polisi/PolisiMiliter) visum et repertum berguna untuk
mengungkapkan perkara. Bagi Penuntut Umum (Jaksa) keterangan itu berguna
untuk menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi Hakim
sebagai alat bukti formal untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan
seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu, perlu dibuat suatu Standar Prosedur
Operasional Prosedur (SPO) pada suatu rumah sakit tentang tatalaksana
pengadaan visum et repertum.

C. JENIS VeR
1. VeR hidup
a. VeR definitif
VeR yang dibuat seketika, di mana korban tidak memerlukan
perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga tidak menghalangi
pekerjaan korban. Kualifikasi luka yang ditulis pada bagian
kesimpulanya itu luka derajat I atau luka golongan C.
b. VeR sementara
VeR yang dibuat untuk sementara waktu karena korban
memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga
menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka tidak ditentukan dan
tidak ditulis pada kesimpulan. Manfaat dibuatnyaVeR sementara, yaitu
1) Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak
2) Mengarahkan penyelidikan
3) Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan
sementara terhadap terdakwa
4) Menentukan tuntutan jaksa
5) Medical record
c. VeR lanjutan
VeR yang dibuat di mana luka korban telah dinyatakan sembuh
atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Bila
korban meninggal, maka dokter membuat VeR jenazah. Dokter
menulis kualifikasi luka pada bagian kesimpulanVeR.
2. VeR jenazah
VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan
pembuatan VeR ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme
kematian.
3. Ekspertise
VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh
korban, misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang, rambut, dan
lain-lain. Ada sebagian pihak yang menyatakan bahwa ekspertise bukan
merupakanVeR.

D. KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)


DEFINISI
Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam
Undang-undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga, memiliki arti setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Pasal 1
Butir 1). Pasal 2 menjabarkan selanjutnya:
1) Lingkup rumah tangga dalam undang-undang ini meliputi:
a. Suami, istri, dan anak
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap
dalam rumah tangga; dan/atau
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam
rumah tangga tersebut.
2) Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud dalam huruf c dipandang
sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam
rumah tangga yang bersangkutan.

Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri sebenarnya


merupakan unsur yang berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah
KUHP (kitab undang-undang hukum pidana) pasal 356 yang secara garis
besar isi pasal yang berbunyi: Barang siapa yang melakukan
penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri atau anak diancam hukuman
pidana

E. BENTUK KDRT
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004, tindak kekerasan
terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan ke dalam 4 macam :
1. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit,
jatuh sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam
golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi,
menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok,
memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan
ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas
luka lainnya.
2. Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang
mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan
psikis berat pada seseorang.
Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional
adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau
merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam
atau menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari
kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa
selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri.
Kekerasan seksual berat berupa:
a. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh
organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan
lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina, dan
merasa dikendalikan.
b. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada
saat korban tidak menghendaki.
c. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai,
merendahkan dan atau menyakitkan.
d. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan
pelacuran dan atau tujuan tertentu.
e. Terjadinya hubungan seksual di mana pelaku memanfaatkan posisi
ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
f. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa
bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.

Kekerasan seksual ringan, berupa pelecehan seksual secara


verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan
julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan
tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual
yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau
menghina korban. Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat
dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat.
4. Kekerasan ekonomi
Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup
rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau
karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan,
perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari
kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan
menghabiskan uang istri. Kekerasan ekonomi ringan, berupa
melakukan upaya-upaya sengaja yang menjadikan korban tergantung
atau tidak berdaya secara ekonomi atau tidak terpenuhi kebutuhan
dasarnya.
Kekerasan ekonomi berat, yakni tindakan eksploitasi,
manipulasi dan pengendalian lewat sarana ekonomi berupa:
a. Memaksa korban bekerja dengan cara eksploitatif, termasuk
pelacuran.
b. Melarang korban bekerja, tetapi menelantarkannya
c. Mengambil tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan korban,
merampas dan atau memanipulasi harta benda korban.

F. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KDRT


Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks
struktur masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga (marital violence) sebagai berikut:
1. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki.
2. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk
bekerja mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan
ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan
kekerasan.

3. Beban pengasuhan anak


Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban
sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap
anak, maka suami akan menyalahkan istri sehingga tejadi kekerasan dalam
rumah tangga.
4. Wanita sebagai anak-anak
Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum,
mengakibatkan keleluasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan
segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk
melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan
terhadap anaknya agar menjadi tertib.
5. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami
kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum sehingga
penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim
dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi
suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni
keluarga.

G. PERLINDUNGAN BAGI KORBAN KDRT


Perlindungan dan pelayanan diberikan oleh institusi dan lembaga
sesuai tugas dan fungsinya masing-masing:
1. Perlindungan oleh kepolisian
Berupa perlindungan sementara yang diberikan paling lama 7
(tujuh) hari, dan dalam waktu 1 X 24 jam sejak memberikan
perlindungan, kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah
perlindungan dari pengadilan. Sejalan dengan itu, kepolisian sesuai
tugas dan kewenangannya dapat melakukan penyelidikan, penangkapan
dan penahanan dengan bukti permulaan yang cukup dan disertai dengan
perintah penahanan terhadap pelaku KDRT.
2. Perlindungan oleh advokat
Dalam bentuk konsultasi hukum, melakukan mediasi, dan
negosiasi di antara pihak termasuk keluarga korban dan keluarga pelaku
(mediasi), dan mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan,
dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan (litigasi), melakukan
koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan
pekerja sosial(kerja sama dan kemitraan).
3. Perlindungan dengan penetapan pengadilan
Dalam bentuk perintah perlindungan yang diberikan selama 1
(satu) tahun dan dapat diperpanjang. Pengadilan dapat melakukan
penahanan dengan surat perintah penahanan terhadap pelaku KDRT
selama 30 (tiga puluh) hari apabila pelaku tersebut melakukan
pelanggaran atas pernyataan yang ditandatanganinya mengenai
kesanggupan untuk memenuhi perintah perlindungan dari pengadilan.
Pengadilan juga dapat memberikan perlindungan tambahan atas
pertimbangan bahaya yang mungkin timbul terhadap korban.
4. Pelayanan tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan sesuai profesinya wajib memberikan laporan
tertulis hasil pemeriksaan medis dan membuat visum et repertum atas
permintaan penyidik kepolisian atau membuat surat keterangan medis
lainnya yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti.
5. Pelayanan pekerja sosial diberikan dalam bentuk konseling untuk
menguatkan dan memberi rasa aman bagi korban, memberikan
informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan,
serta mengantarkan koordinasi dengan institusi dan lembaga terkait.
6. Pelayanan relawan pendamping diberikan kepada korban mengenai
hak-hak korban untuk mendapatkan seorang atau beberapa relawan
pendamping, mendampingi korban memaparkan secara objektif tindak
KDRT yang dialaminya pada tingkat penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan pengadilan, mendengarkan dan memberikan penguatan
secara psikologis dan fisik kepada korban.
7. Pelayanan oleh pembimbing rohani diberikan untuk memberikan
penjelasan mengenai hak, kewajiban dan memberikan penguatan iman
dan takwa kepada korban.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul W, Irfan M. 2001. Perlindungan terhadap korban kekerasan. Bandung:


Refika Aditama.
Budiyanto. 1997. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik
FK UI, pp:3-11, 15-16, 26-33, 55-57, 64-70.
Departemen Hukum dan Ham. 2004. Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Jakarta:
Cemerlang.
Ihromi TO. 2000. Penghapusan diskriminasi terhadap wanita. Bandung: Penerbit
Alumni.
Rika S. 2006. Perempuan dan penyelesaian kekerasan dalam rumah tangga.
Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
Soeparmono R. 2002. Keterangan ahli dan visum et repertum dalam aspek hokum
acara pidana. Bandung: Mandar Maju, p: 98.

You might also like