You are on page 1of 8

BAB I

PENDAHULUAN

Kranial Arteritis atau Giant Cell Arteritis dan sering disebut juga dengan
Temporal Arteritis adalah kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada
arteri-arteri sedang dan besar di dalam tubuh. Hal ini biasanya mengenai arteri-
arteri temporal, arteri-arteri yang membawa darah dari jantung dan berjalan
sepanjang leher sampai ke otak. 1
Ketika hal ini terjadi, hal ini dapat menyebabkan nyeri kepala yang hebat.
Akan tetapi, kondisi ini juga dapat mengenai arteri-arteri sedang sampai besar
lainnya di bagian tubuh yang lain, menyebabkan gejala-gejala, seperti nyeri otot
rahang ketika mengunyah dan nyeri tekan pada tulang tengkorak. 1
Giant cell arteritis adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan usia
yang mengenai orang dewasa di atas usia 50 tahun dan 2-3 kali lebih sering terjadi
pada wanita dibandingkan dengan pria.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cranial Arteritis

2.2. Definisi

Kranial Arteritis atau Giant Cell Arteritis (GCA) suatu peradangan pada
lapisan arteri pembuluh darah yang membawa darah yang kaya oksigen dari
jantung ke seluruh tubuh. Sering peradangan mempengaruhi arteri di kepala
arteritis sel raksasa kadang-kadang disebut temporal arteritis.2

2.3. Epidemiologi

Insidensi karnial arteritis di Olmsted County, Minnesota,Amerika Serikat


pada tahun 1975, prevalensi adalah 133 kasus per 100.000 pada orang yang
berusia 50 tahun atau lebih. Insidensi kranial arteritis di Skandinavia adalah 23,3-
33,6 per 100.000 pada orang yang berusia 50 tahunatau lebih.Prevalensi sangat
tergantung pada jumlah individu yang berusia 50 tahun atau lebih tua, usia rata-
rata onset adalah 75 tahun. Negara-negara dengan harapan hidup yang lebih
rendah memiliki prevalensi yang lebihrendah. Penyakit ini lebih sering menyerang
perempuan dengan rasio perempuan dan laki-laki kira-kira 3,7:13

2.4. Etiologi

Etiologi kranial arteritis adalah multifaktorial dan ditentukan oleh faktor


lingkungan dan genetik. Data menunjukkan bahwa penyakit ini mungkin
disebabkan oleh paparan antigen eksogen. Banyak virus dan bakteri telah
diusulkan berpotensial, termasuk parvovirus, virus parainfluenza, varicella zoster
virus, Chlamydia pneumoniae, dan Mycoplasma pneumoniae.1

Sel T direkrut ke dinding pembuluh darah setelah paparan awal antigen.


Mereka melepaskan sitokin yang bekerja pada makrofag lokal dan sel raksasa

2
berinti banyak. Respon dari makrofag dan sel raksasa berinti banyak dengan
sitokin tergantung pada lokasi mereka dalam dinding pembuluh darah.1

Adventitia berbasis makrofag menghasilkan interleukin-6 (IL-6), yang


selanjutnya menambah kaskade inflamasi. Makrofag dalam media menghasilkan
radikal oksigen bebas dan metalloproteases, yang menghancurkan dinding arteri
dan fragmen lamina elastis. Dengan gangguan dari lamina elastis internal, intima
migrasi menjadi myofibroblasts, yang berproliferasi dan menjadi matriks
ekstraseluler.1

Proses migrasi didorong oleh intima berbasis makrofag yang menghasilkan


platelet-derived growth factor (PDGF) dan faktor pertumbuhan endotel vaskular
(VEGF). Efek dari peristiwa ini adalah arteritis dengan kehancuran vaskular lokal
dan hiperplasia intimal menyebabkan stenosis luminal dan oklusi.1

2.5. Gejala

Gejala Klinis4

Demam dan berkeringat


Nyeri di seluruh tubuh termasuk kepala, leher, bahu, pinggul, otot dan
sendi.
Kehilangan nafsu makan dan berat badan
rasa sakit saat mengunyah
Kelelahan dan kelemahan
penglihatan kabur atau ganda atau bahkan berkurang atau
hilangnya penglihatan
Mulut luka dan pendarahan gusi
Pernapasan terganggu
rasa sakit pada rahang, otot-otot pengunyahan
dan lidah bisa terluka jika makan atau berbicara.

2.6. Diagnosis

Kriteria diagnosis menurut American College of Rheumatology's :1

3
1. Pasien usia 50 tahun pada saat onset penyakit (gejala dimulai pada usia 50
tahun).
2. Nyeri kepala yang baru dirasakan.
3. Abnormalitas dari arteri temporalis (nyeri arteri temporalis pada palpasi atau
penurunan denyut arteri temporalis, yang tidak berhubungan dengan
arteriosklerosis arteri servikal).
4. Peningkatan LED (> 50 mm/jam dengan metode Westergreen).
5. Biopsi abnormal (Biopsi specimen arteri menunjukkan vasculitis yang
ditandai adanya dominasi infiltrasi sel mononuclear atau inflamasi
granulomatosa, biasanya dengan sel-sel raksasa berinti).

2.7. Penatalaksanaan

Pasien yang diduga menderita arteritis temporalis harus mulai terapi sekaligus.
Meskipun rekomendasi dosis bervariasi, peneliti kebanyakan merekomendasikan
penggunaan prednison diberikan secara oral dalam dosis 40 sampai 60 mg per
hari. Pasien dengan gejala visual sebaiknya memulai pengobatan dengan dosis
lebih tinggi, seperti 250 mg natrium suksinat methylprednisolone (Solu-Medrol)
diberikan secara intravena setiap enam jam untuk tiga sampai lima hari, kemudian
berlanjut ke terapi kortikosteroid oral.4

Pada kebanyakan pasien dengan arteritis temporalis, gejala klinis membaik


dan LED kembali normal dalam waktu dua sampai empat minggu. Pada titik ini,
dosis kortikosteroid diturunkan perlahan, dengan pengurangan tidak lebih dari 10
persen dari dosis harian total setiap dua minggu. Selama penurunan dosis,
penderita harus dimonitor gejala klinis atau peningkatan LED. Jika salah satu
terjadi, penurunan dosis dihentikan dan dosis saat ini dipertahankan. Setelah
gejala teratasi dan LED tidak lagi meningkat, penurunan dosis di ulang dengan
pengurangan dosis lebih kecil pada interval lebih lama. Proses pengobatan
mungkin "stabil" dengan dosis 10 sampai 20 mg per hari, yang dipertahankan
selama beberapa bulan sebelum pengurangan dosis lebih lanjut dapat dilakukan.4

Relaps paling mungkin terjadi dalam 18 bulan pertama terapi atau dalam
waktu 12 bulan setelah penghentian pengobatan kortikosteroid. Tingkat

4
kekambuhan mungkin sebesar 25 persen. Saat ini tidak ada cara untuk
memprediksi pasien untuk beresiko kembali. Pasien harus disarankan untuk
kontrol ke dokter segera jika gejala kambuh, gejala khususnya cranial atau visual.4

Terdapat alternatif agen imunosupresan yaitu pada percobaan agen


imunosupresan lainnya, termasuk azathioprine, methotrexate, dapson, dan
cyclophosphamide, telah dicoba untuk sedikit efek steroid.
Azathioprine tidak memiliki efek akut, dan efek steroidnya mungkin tidak terlihat
selama setahun.4

Aspirin dosis rendah dapat digunakan sebagai tindakan pencegahan untuk


mencegah stroke karena stroke mungkin terjadi meskipun diberikan dosis tinggi
pada terapi kortikosteroid dan karena hampir semua pasien dengan arteritis
temporalis memiliki trombositosis.4

2.8. Komplikasi
1. Komplikasi tanpa pengobatan antara lain1
Kehilangan penglihatan. Jika penyakit ini mempengaruhi
pembuluh darah mata, merupakan keadaan darurat.
Keterlibatan pembuluh jantung.
Stroke.
Sedikitnya sirkulasi darah di lengan dan kaki.
2. Komplikasi dengan terapi kortikosteroid adalah osteoporosis, patah
tulang dan infeksi. Studi menunjukkan bahwa terapi etidronat
intermiten mencegah keropos tulang pada pasien yang menerima
terapi kortikosteroid kronis. Selain itu, American College of
Rheumatology telah merekomendasikan alendronate untuk
pencegahan glukokortikoid yang menginduksi osteoporosis.

2.9. Prognosis

Sebelum munculnya kortikosteroid, kebanyakan pasien yang menderita


arteritis temporal kehilangan penglihatan mereka. Dengan terapi yang memadai
saat ini dan diagnosis yang cepat, kejadian kebutaan telah diturunkan menjadi 9-

5
25%. Setelah kebutaan terjadi, bagaimanapun, tidak dapat dikembalikan dengan
terapi kortikosteroid.

Meskipun sebagian besar pasien bebas gejala setelah 3 tahun terapi,


setengah dari mereka akan memerlukan pengelolaan yang berkelanjutan dengan
kortikosteroid. Terapi kortikosteroid berkepanjangan dikaitkan dengan morbiditas
yang signifikan, termasuk pengembangan penyakit katarak, hipertensi, miopati,
danosteopenia.

BAB III
PENUTUP

kranial Arteritis adalah suatu penyakit yang terutama mengenai orang


berusia lanjut dengan arteri karotis eksterna, dan terutama arteri temporalis,
mengalami peradangan granulomatosa dengan sel-sel raksasa. Arteritis temporalis
(arteritis kranialis) dapat menyebabkan defisit non reversibel fokal yang parah,
dan dapat disembuhkan apabila ditemukan secara dini. Tanda-tanda awal bersifat
nonspesifik dan samar, yang biasanya menyebabkan diagnosis tertunda.
Pengobatan harus segera dimulai setelah penyakit ini terdiagnosis. Pada awalnya
diberikan obat kortikosteroid dosis tinggi seperti prednison 5 mg tablet, kemudian

6
setelah keadaan pasien membaik, dosisnya diturunkan secara perlahanlahan. Jika
penyakit ini tidak segera ditangani maka akan menyebabkan kebutaan pada
pasiennya. Kranial arteritis ini dapat disembuhkan, meskipun ada kemungkinan
untuk kambuh kembali.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. 19 September 2011. Arteritis Temporal. From:


http://kesehatansaya.com/2011/09/19/arteritis-temporal/. Akses 2 April
2013
2. Anonymous. 4 Oktober 2012. Anatomi Fisiologi Otak. From:
http://kristynilansari91.blogspot.com/2012/10/anatomi-fisiologiotak.html.
Akses: 4 April 2013
3. Harsono. 2009. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press

7
4. Kowalak, Jenniper P., dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Price, Silvia A., dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi VI. Jakarta: EGC 18 Thank

You might also like