Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Kranial Arteritis atau Giant Cell Arteritis dan sering disebut juga dengan
Temporal Arteritis adalah kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada
arteri-arteri sedang dan besar di dalam tubuh. Hal ini biasanya mengenai arteri-
arteri temporal, arteri-arteri yang membawa darah dari jantung dan berjalan
sepanjang leher sampai ke otak. 1
Ketika hal ini terjadi, hal ini dapat menyebabkan nyeri kepala yang hebat.
Akan tetapi, kondisi ini juga dapat mengenai arteri-arteri sedang sampai besar
lainnya di bagian tubuh yang lain, menyebabkan gejala-gejala, seperti nyeri otot
rahang ketika mengunyah dan nyeri tekan pada tulang tengkorak. 1
Giant cell arteritis adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan usia
yang mengenai orang dewasa di atas usia 50 tahun dan 2-3 kali lebih sering terjadi
pada wanita dibandingkan dengan pria.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2. Definisi
Kranial Arteritis atau Giant Cell Arteritis (GCA) suatu peradangan pada
lapisan arteri pembuluh darah yang membawa darah yang kaya oksigen dari
jantung ke seluruh tubuh. Sering peradangan mempengaruhi arteri di kepala
arteritis sel raksasa kadang-kadang disebut temporal arteritis.2
2.3. Epidemiologi
2.4. Etiologi
2
berinti banyak. Respon dari makrofag dan sel raksasa berinti banyak dengan
sitokin tergantung pada lokasi mereka dalam dinding pembuluh darah.1
2.5. Gejala
Gejala Klinis4
2.6. Diagnosis
3
1. Pasien usia 50 tahun pada saat onset penyakit (gejala dimulai pada usia 50
tahun).
2. Nyeri kepala yang baru dirasakan.
3. Abnormalitas dari arteri temporalis (nyeri arteri temporalis pada palpasi atau
penurunan denyut arteri temporalis, yang tidak berhubungan dengan
arteriosklerosis arteri servikal).
4. Peningkatan LED (> 50 mm/jam dengan metode Westergreen).
5. Biopsi abnormal (Biopsi specimen arteri menunjukkan vasculitis yang
ditandai adanya dominasi infiltrasi sel mononuclear atau inflamasi
granulomatosa, biasanya dengan sel-sel raksasa berinti).
2.7. Penatalaksanaan
Pasien yang diduga menderita arteritis temporalis harus mulai terapi sekaligus.
Meskipun rekomendasi dosis bervariasi, peneliti kebanyakan merekomendasikan
penggunaan prednison diberikan secara oral dalam dosis 40 sampai 60 mg per
hari. Pasien dengan gejala visual sebaiknya memulai pengobatan dengan dosis
lebih tinggi, seperti 250 mg natrium suksinat methylprednisolone (Solu-Medrol)
diberikan secara intravena setiap enam jam untuk tiga sampai lima hari, kemudian
berlanjut ke terapi kortikosteroid oral.4
Relaps paling mungkin terjadi dalam 18 bulan pertama terapi atau dalam
waktu 12 bulan setelah penghentian pengobatan kortikosteroid. Tingkat
4
kekambuhan mungkin sebesar 25 persen. Saat ini tidak ada cara untuk
memprediksi pasien untuk beresiko kembali. Pasien harus disarankan untuk
kontrol ke dokter segera jika gejala kambuh, gejala khususnya cranial atau visual.4
2.8. Komplikasi
1. Komplikasi tanpa pengobatan antara lain1
Kehilangan penglihatan. Jika penyakit ini mempengaruhi
pembuluh darah mata, merupakan keadaan darurat.
Keterlibatan pembuluh jantung.
Stroke.
Sedikitnya sirkulasi darah di lengan dan kaki.
2. Komplikasi dengan terapi kortikosteroid adalah osteoporosis, patah
tulang dan infeksi. Studi menunjukkan bahwa terapi etidronat
intermiten mencegah keropos tulang pada pasien yang menerima
terapi kortikosteroid kronis. Selain itu, American College of
Rheumatology telah merekomendasikan alendronate untuk
pencegahan glukokortikoid yang menginduksi osteoporosis.
2.9. Prognosis
5
25%. Setelah kebutaan terjadi, bagaimanapun, tidak dapat dikembalikan dengan
terapi kortikosteroid.
BAB III
PENUTUP
6
setelah keadaan pasien membaik, dosisnya diturunkan secara perlahanlahan. Jika
penyakit ini tidak segera ditangani maka akan menyebabkan kebutaan pada
pasiennya. Kranial arteritis ini dapat disembuhkan, meskipun ada kemungkinan
untuk kambuh kembali.
DAFTAR PUSTAKA
7
4. Kowalak, Jenniper P., dkk. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Price, Silvia A., dkk. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi VI. Jakarta: EGC 18 Thank