You are on page 1of 19

DAVIN C.

SETIAMANAH / GAMMA 2014 / 04011381419212

Apa saja jenis-jenis dari uji hipotesisnya? 3


Pengujian hipotesis dapat di bedakan atas beberapa jenis berdasarkan criteria yang menyertainya.
1. Berdasarkan Jenis Parameternya
Didasarkan atas jenis parameter yang di gunakan, pengujian hipotesis dapat di bedakan atas tiga
jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Pengujian hipotesis tentang rata-rata
Pengujian hipotesis tentang rata-rata adalah pengujian hipotesis mengenai rata-rata populasi
yang di dasarkan atas informasi sampelnya.
Contohnya:
1. Pengujian hipotesis satu rata-rata
2.Pengujian hipotesis beda dua rata-rata
3.Pengujian hipotesis beda tiga rata-rata
b. Pengujian hipotesis tentang proporsi
Pengujian hipotesis tentang proporsi adalah pengujian hipotesis mengenai proporsi populasi
yang di dasarkan atas informasi sampelnya.
Contohnya:
1. Pengujian hipotesis satu proporsi
2.Pengujian hipotesis beda dua proporsi
3.Pengujian hipotesis beda tiga proporsi
c. Pengujian hipotesis tentang varians
Pengujian hipotesis tentang varians adalah pengujian hipotesis mengenai rata-rata populasi
yang di dasarkan atas informasi sampelnya.
Contohnya:
1. Pengujian hipotesis tentang satu varians
2. Pengujian hipotesis tentang kesamaan dua varians
2. Berdasarkan Jumlah Sampelnya
Didasarkan atas ukuran sampelnya, pengujian hipotesis dapat di bedakan atas dua jenis, yaitu
sebagai berikut.
a. Pengujian hipotesis sampel besar
Pengujian hipotesis sampel besar adalah pengujian hipotesis yang menggunakan sampel
lebih besar dari 30 (n > 30).
b. Pengujian hipotesis sampel kecil
Pengujian hipotesis sampel kecil adalah pengujian hipotesis yang menggunakan sampel
lebih kecil atau sama dengan 30 (n 30).
3. Berdasarkan Jenis Distribusinya
Didasarkan atas jenis distribusi yang digunakan, pengujian hipotesis dapat di bedakan atas
empat jenis, yaitu sebagai berikut.
a. Pengujian hipotesis dengan distribusi Z
Pengujian hipotesis dengan distribusi Z adalah pengujian hipotesis yang menggunakan
distribusi Z sebagai uji statistik. Tabel pengujiannya disebut tabel normal standard. Hasil
uji statistik ini kemudian di bandingkan dengan nilai dalam tabel untuk menerima atau
menolak hipotesis nol (Ho) yang di kemukakan.
Contohnya :
1. Pengujian hipotesis satu dan beda dua rata-rata sampel besar
2. Pengujian satu dan beda dua proporsi.
b. Pengujian hipotesis dengan distribusi t (t-student)
DAVIN C. SETIAMANAH / GAMMA 2014 / 04011381419212

Pengujian hipotesis dengan distribusi t adalah pengujian hipotesis yang menggunakan


distribusi t sebagai uji statistik. Tabel pengujiannya disebut tabel t-student. Hasil uji
statistik ini kemudian di bandingkan dengan nilai dalam tabel untuk menerima atau
menolak hipotesis nol (Ho) yang di kemukakan.
Contohnya :
1. Pengujian hipotesis satu rata-rata sampel kecil
2. Pengujian hipotesis beda dua rata-rata sampel kecil
c. Pengujian hipotesis dengan distribusi 2 ( kai kuadrat)
Pengujian hipotesis dengan distribusi 2 ( kai kuadrat) adalah pengujian hipotesis yang
menggunakan distribusi 2 sebagai uji statistik. Tabel pengujiannya disebut tabel 2. Hasil
uji statistik ini kemudian di bandingkan dengan nilai dalam tabel untuk menerima atau
menolak hipotesis nol (Ho) yang di kemukakan.
Contohnya :
1. Pengujian hipotesis beda tiga proporsi
2. Pengujian Independensi
3. Pengujian hipotesis kompatibilitas
d. Pengujian hipotesis dengan distribusi F (F-ratio)
Pengujian hipotesis dengan distribusi F (F-ratio) adalah pengujian hipotesis yang
menggunakan distribusi F (F-ratio) sebagai uji statistik. Tabel pengujiannya disebut tabel
F. Hasil uji statistik ini kemudian di bandingkan dengan nilai dalam tabel untuk
menerima atau menolak hipotesis nol (Ho) yang di kemukakan.
Contohnya :
1. Pengujian hipotesis beda tiga rata-rata
2. Pengujian hipotesis kesamaan dua varians
4. Berdasarkan Arah atau Bentuk Formulasi Hipotesisnya
Didasarkan atas arah atau bentuk formulasi hipotesisnya, pengujian hipotesis di bedakan atas
3 jenis, yaitu sebagai berikut.
a. Pengujian hipotesis dua pihak (two tail test)
Pengujian hipotesis dua pihak adalah pengujian hipotesis di mana hipotesis nol (H o)
berbunyi sama dengan dan hipotesis alternatifnya (H1) berbunyi tidak sama dengan
(Ho = dan H1 )
b. Pengujian hipotesis pihak kiri atau sisi kiri
Pengujian hipotesis pihak kiri adalah pengujian hipotesis di mana hipotesis nol (H o)
berbunyi sama dengan atau lebih besar atau sama dengan dan hipotesis alternatifnya
(H1) berbunyi lebih kecil atau lebih kecil atau sama dengan (H o = atau Ho dan H1 <
atau H1 ). Kalimat lebih kecil atau sama dengan sinonim dengan kata paling sedikit
atau paling kecil.
c. Pengujian hipotesis pihak kanan atau sisi kanan
Pengujian hipotesis pihak kanan adalah pengujian hipotesis di mana hipotesis nol (H o)
berbunyi sama dengan atau lebih kecil atau sama dengan dan hipotesis alternatifnya
(H1) berbunyi lebih besar atau lebih besar atau sama dengan (H o = atau Ho dan H1 >
atau H1 ). Kalimat lebih besar atau sama dengan sinonim dengan kata paling banyak
atau paling besar.

Tipe tipe Hipotesis Statistik


DAVIN C. SETIAMANAH / GAMMA 2014 / 04011381419212

Hipotesis dibagi menurut tingkat eksplanasi hipotesis yang akan diuji, maka rumusan
hipotesis dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu hipotesis deskriptif (pada satu
sampel atau variabel mandiri/tidak dibandingkan dan dihubungkan), komparatif dan
hubungan.
1. Hipotesis deskriptif : dugaan tentang nilai suatu variabel mandiri, tidak membuat
perbandingan atau hubungan. Dalam perumusan hipotesis statistik, antara hipotesis
nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha) selalu berpasangan, bila salah satu ditolak,
maka yang lain pasti diterima sehingga dapat dibuat keputusan yang tegas, yaitu
kalau H0 ditolak pasti Ha diterima. Hipotesis statistik dinyatakan melalui simbol-
simbol.
2. Hipotesis komparatif : adalah pernyataan yang menunjukkan dugaan nilai dalam
satu variabel atau lebih pada sampel yang berbeda.
3. Hipotesis asosiatif : adalah suatu pernyataan yang menunjukkan dugaan tentang
hubungan antara dua variabel atau lebih

ANALISIS MASALAH

1. Apa saja distribusi frekuensi penyakit?


Jawab :
Jenis Jenis Distribusi Frekuensi
Distribusi frekuensi memiliki jenis-jenis yang berbeda untuk setiap kriterianya.
Berdasarkan kriteria tersebut, distribusi frekuensi dapat dibedakan tiga jenis (Hasan,
2001):

1. Distribusi frekuensi biasa


Distribusi frekuensi yang berisikan jumlah frekuensi dari setiap kelompok data.
Distribusi frekuensi ada dua jenis yaitu distribusi frekuensi numerik dan distribusi
frekuensi peristiwa atau kategori.
2. Distribusi frekuensi relatif
Distribusi frekuensi yang berisikan nilai-nilai hasil bagi antara frekuensi kelas dan jumlah
pengamatan. Distribusi frekuensi relatif menyatakan proporsi data yang berada pada
suatu kelas interval, distribusi frekuensi relatif pada suatu kelas didapatkan dengan cara
membagi frekuensi dengan total data yang ada dari pengamatan atau observasi.
3. Distribusi frekuensi kumulatif
Distribusi frekuensi yang berisikan frekuensi kumulatif (frekuensi yang dijumlahkan).
Distribusi frekuensi kumulatif memiliki kurva yang disebut ogif. Ada dua macam
distribusi frekuensi kumulatif yaitu distribusi frekuensi kumulatih kurang dari dan
distribusi frekuensi lebih dari.
DAVIN C. SETIAMANAH / GAMMA 2014 / 04011381419212

Penyusunan Distribusi Frekuensi


Penyusunan suatu distribusi frekuensi perlu dilakukan tahapan penyusunan data. Pertama
melakukan pengurutan data-data terlebih dahulu sesuai urutan besarnya nilai yang ada
pada data, selanjutnya diakukan tahapan berikut ini (Hasan, 2001).
1. Menentukan jangkauan (range) dari data. Jangkauan = data terbesar data terkecil.
2. Menentukan banyaknya kelas (k). Banyaknya kelas ditentukan dengan rumus sturgess K
= 1 + 3.3 log n; k (Keterangan: k = banyaknya kelas, n = banyaknya data)
3. Menentukan panjang interval kelas. Panjang interval kelas (i) = Jumlah Kelas (k)/
Jangkauan (R)
4. Menentukan batas bawah kelas pertama. Tepi bawah kelas pertama biasanya dipilih dari
data terkecil atau data yang berasal dari pelebaran jangkauan (data yang lebih kecil dari
data data terkecil) dan selisihnya harus kurang dari panjang interval kelasnya.
5. Menuliskan frekuensi kelas didalam kolom turus atau tally (sistem turus) sesuai
banyaknya data.

2. Bagaimana cara menentukan penyakit yang berpotensi KLB?


Jawab :
Kejadian Luar Biasa (KLB) merupakan timbulnya/ meningkatnya kejadian kesakitan /
kematian yang bermakna secara epidemiologis, pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu.
Suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB, apabila memenuhi salah satu
kriteria sbb (Berdasarkan Permenkes RI Nomor 1501 tahun 2010) :
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal pada suatu daerah
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 kurun waktu dalam jam, hari,
atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan periode
sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari, atau minggu menurut jenis penyakitnya
4. Jumlah penderita baru dalam periode 1 bulan menunjukkan kenaikan 2 kali atau lebih
dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 tahun menunjukkan kenaikan
2 kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan
dalam tahun sebelumnya
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan dengan angka kematian
kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
DAVIN C. SETIAMANAH / GAMMA 2014 / 04011381419212

7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode
menunjukkan kenaikan 2 kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.

3. Data statistik apa yang dapat digunakan untuk menentukan hubungan sebab akibat antara
DBD dengan ABJ?
Jawab :
Analisis korelasi merupakan istilah statistik yang menyatakan derajat hubungan linier
antara dua variabel atau lebih. Korelasi adalah salah satu teknik analisis statistik yang
paling banyak digunakan oleh para peneliti.
Terdapat beberapa metode pemilihan teknik analisis :

4. Apa saja jenis-jenis penelitian epidemiologi?


Jawab :
Terdapat beberapa pendekatan dalam penelitian epidemiologi yaitu
1. Epidemiologi Deskriptif
Biasanya melibatkan penentuan insidensi, prevalensi, dan angka kematian dalam
kelompok populasi yang berbeda-beda, diklasifikasikan oleh karakteristik kelompok
seperti usia, jenis kelamin, ras, pekerjaan, pendidikan, tingkat sosial , tempat tinggal
dan waktu. Dengan cara ini distribusi masalah-masalah kesehatan dalam suatu
DAVIN C. SETIAMANAH / GAMMA 2014 / 04011381419212

komunitas digambarkan dibawah 4 garis besar : What (jenis penyakit), Who (orang),
Where (Tempat), dan When (waktu).
2. Epidemiologi Analitik / Etiologik
Epidemiologi analitik menggunakan studi tambahan untuk menguji suatu hipotesis.
Melibatkan evaluasi dari determinan- determinan distribusi penyakit dalam mencari
faktor-faktor kausa yang mungkin. Terdapat 2 pendekatan :
- Case control
- Cohort study
3. Epidemiologi Operasional
Kegiatan-kegiatan lapangan yang terdapat pada epidemiologi operasional adalah:
- Penelitian terhadap ledakan penyakit
- Penatalaksanaan pencegahan dan kontrol penyakit-penyakit
Fungsi utamanya adalah mendukung pekerjaan praktis dari agen-agen kesehatan
masyarakat
4. Epidemiologi Eksperimental
Termasuk studi-studi yang mencari bukti untuk efikasi dan efektifitas dari ukuran
kontrol, metode pengobatan baru, ukuran profilaktif/ preventif. Epidemiologi
eksperimental dapat diklasifikasikan sbb :
- Clinical trial
- Field trial
- Community trial

Dua minggu yang lalu pada suatu pesta yang dikunjungi 100 orang, mengalami
kejadian gastroenteritis, daftar undangan tersedia lengkap 90 orang dapat
diwawancarai apakah makan atau tidak makan di pesta tersebut, 80 orang sesuai
dengan definisi kasus. Tim Puskesmas melakukan investigasi, hasilnya dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Jumlah yang makan dan tidak makan menurut jenis makanan di Pesta X,
Maret 2017

Jenis makanan Jumlah yang makan Jumlah yang tidak makan

Sakit Tidak Total Sakit Tidak Total

Kerecek 48 9 57 5 18 23

Daging 30 20 50 10 15 25

Nasi 22 30 52 11 11 22

Saus 27 16 43 20 12 32

1. Bagaimana studi kasus yang tepat untuk investigasi masalah ini?


Dilakukan studi epidemiologi observational analitik studi kohort.
DAVIN C. SETIAMANAH / GAMMA 2014 / 04011381419212

Studi cohort adalah rancangan studi yang mempelajari hubungan antara


paparan dengan penyakit dengan cara membandingkan kelompok terpapar (faktor
penelitian) dan kelompok tidak terpapar berdasarkan status penyakit. Ciri-ciri studi
cohort adalah pemilihan subjek berdasarkan status paparannya dan kemudian
dilakukan pengamatan dan pencatatan apakah subyek dalam perkembangannya
mengalami penyakit yang diteliti atau tidak.
Pada saat mengidentifikasi status paparan, semua subyek harus bebas dari
penyakit yang diteliti. Jadi, kelompok terpapar maupun kelompok tidak terpapar
berasal dari satu populasi atau dua populasi yang bebas penyakit tersebut. Jika ada
dua populasi maka kedua populasi tersebut harus memiliki karakteristik yang sama.
Dalam studi cohort peneliti hanya mengamati dan mencatat paparan dan penyakit
tanpa sengaja membuat subyek terpapar.

2. Bagaimana cara analisis data? (ratio risk, attack rate, uji hipotesis)

Jenis makanan Jumlah yang makan Jumlah yang tidak makan

Sakit Tidak Total Sakit Tidak Total

Kerecek 48 9 57 5 18 23

Daging 30 20 50 10 15 25

Nasi 22 30 52 11 11 22

Saus 27 16 43 20 12 32

Tabel analisis data:


Makana Attack rate makan Attack rate tidak makan Relative risk (RR):
n (%): (%): Risiko kelompok
Jumlah Jumlah sakit/jumlah terpajan/tidak terpajan
sakit/jumlah total total
Krecek 48/57 = 84.2 5/23 = 21.7 84.2/21.7 = 3.88
Daging 30/50 = 60 10/25 = 40 60/40 = 1.5
Nasi 22/52 = 42.3 11/22 = 50 42.3/50 = 0.85
Saus 27/43 = 62.8 20/32 = 62.5 62.8/62.5 = 1

Dari hasil analisis, didapatkan ada dua makanan yang RRnya di atas 1 dan
menunjukkan bahwa makanan tersebut adalah faktor risiko, yakni krecek (3.88) dan
daging (1.5). Nasi bukan merupakan faktor risiko malah mengurangi risiko/proteksi
(RR 0.85 = <1) dan saus (RR=1) maka diduga tidak memengaruhi/tidak ada
hubungan.
DAVIN C. SETIAMANAH / GAMMA 2014 / 04011381419212

3. BagaimanacarapenanggulanganKLBpadakasusini?
Upaya penanggulangan wabah merupakan salah satu langkah salam investigasi
wabah. Dalam PP No.40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit
Menular, upaya penanggulangan wabah meliputi penyelidikan epidemiologis,
pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita termasuk tindakan
karantina, pencegahan dan pengebalan, pemusnahan penyebab penyakit,
penanganan jenazah akibat wabah, penyuluhan kepada masyarakat dan upaya
penanggulanganlainnya.
Tindakanpenyelidikanepidemiologisbertujuanantaralain:
1. Mengetahuisebabsebabpenyakitwabah;
2. Menentukanfaktorpenyebabtimbulnyawabah;
3. Mengetahuikelompokmasyarakatyangterancamterkenawabah;dan
4. Menentukancarapenanggulangan.
Penyelidikanepidemiologisdijalankanmelaluikegiatankegiatansebagaiberikut:
1) pengumpulan data kesakitan dan kematian penduduk; 2) pemeriksaan klinis,
fisik, laboratorium dan penegakan diagnosis; dan 3) pengamatan terhadap
penduduk,pemeriksaanterhadapmakhlukhiduplaindanbendabendayangadadi
suatuwilayahyangdidugamengandungpenyebabpenyakitwabah.

Investigasi Kejadian Luar Biasa


1. Prepare for field work
2. Establish the existence of an outbreak
3. Verify the diagnosis
4. Define and identify cases (establish a case definition and identify and count case
5. Perform descriptive epidemiology
6. Develop hypotheses
7. Evaluate hypotheses
8. As necessary, reconsider/refine hypotheses and execute additional studies (additional
epidemiologic studies and other types of studies laboratory, environmental)
9. Implement control and prevention measures
10. Communicate findings
1. Persiapan investigasi di lapangan
Dalam melakukan persiapan investigasi ada 4 hal yang harus disiapkan, yakni:
1. Meneliti penyakit yang akan dilaporkan;
DAVIN C. SETIAMANAH / GAMMA 2014 / 04011381419212

2. Mengumpulkan sarana dan prasarana yang akan dibawa;


3. Membuat perjanjian secara administratif atau personal yang diperlukan;
4. Berkonsultasi dengan semua bagian/tim untuk menentukan peranan kita
dalam investigasi wabah tersebut; dan
5. Mengidentifikasi kontak person lokal, segera setelah tiba pada tempat yang
direncanakan
2. Memastikan adanya wabah
Pada tahap ini yang dilakukan adalah menentukan apakah jumlah kasus yang ada
sudah melampaui jumlah yang diharapkan. Cara untuk menentukan jumlah kasus
adalah dengan membandingkan jumlah yang ada saat itu dengan jumlahnya
beberapa minggu atau bulan sebelumnya, atau dengan jumlah yang ada pada
periode waktu yang sama di tahun-tahun sebelumnya.
Sumber informasi untuk mengetahui jumlah kasus dapat diperoleh dari:
1. Catatan Hasil Surveilans, untuk penyakit yang rutin harus dilaporkan;
2. Data Penyakit setempat/lokal, untuk penyakit atau kondisi lain;
3. Bila data lokal tidak ada, dapat digunakan rate dari wilayah di dekatnya atau
data nasional; dan
4. Dilaksanakan survei di masyarakat untuk menentukan kondisi penyakit yang
biasanya ada.
Dalam menghitung jumlah kasus, kadang dihadapkan dengan satu kondisi yang
disebut pseudo endemic. Kondisi ini terjadi bila jumlah kasus yang dilaporkan
melebihi jumlah yang diharapkan, namun kelebihan ini tidak menunjukkan
adanya wabah. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor antara lain: 1) perubahan
cara pencatatan dan pelaporan penderita; 2) adanya cara diagnosis baru; 3)
bertambahnya kesadaran penduduk untuk berobat; 4) adanya penyakit lain
dengan gejala yang serupa; dan 5) bertambahnya jumlah penduduk yang rentan.
Bila wabah sudah dapat dipastikan, bagaimana kita membuktikan bahwa
memang benar-benar telah terjadi wabah? Ada 3 ketentuan untuk mengatasi hal
ini yaitu dengan menghitung jumlah penderita yang diharapkan, dengan:
1. Untuk penyakit endemis yang tidak dipengaruhi oleh musim, jumlah
penderita dihitung dengan:
o Melihat rata-rata penderita penyakit per bulan pada tahun-tahun yang
lalu; atau
o Membandingkan jumlah penderita yang ada dengan jumlah ambang
wabah (epidemic threshold), yaitu rata-rata hitung (mean) jumlah
penderita pada waktu-waktu yang lalu, ditambah dengan dua kali
standar error, atau dengan formula sebagai berikut:

2. Untuk penyakit epidemis yang bersifat musiman, dengan:


DAVIN C. SETIAMANAH / GAMMA 2014 / 04011381419212

o Melihat jumlah penderita di musim yang sama tahun lalu; atau


o Melihat jumlah paling tinggi yang pernah terjadi pada musim-musim
yang sama di tahun lalu; atau
o Membandingkan jumlah penderita yang ada dengan jumlah ambang
wabah mingguan atau bulanan berdasarkan variasi musiman.
3. Untuk penyakit yang tidak epidemis, dengan:
o Membandingkan jumlah penderita yang ada terhadap jumlah penderita
pada saat penyakit tersebut ditemukan.
Untuk menentukan bahwa telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) digunakan
kriteria sebagai berikut:
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal di suatu daerah (emerging infectious disease);
2. Adanya peningkatan kejadian kesakitan atau kematian dua kali atau lebih
dibandingkan jumlah kesakitan atau kematian yang biasa terjadi pada
kurun waktu sebelumnya (jam, hari, minggu) bergantung pada jenis
penyakitnya; dan/atau
3. Adanya peningkatan kejadian kesakitan secara terus menerus selama 3
kurun waktu (jam, hari, minggu) berturut-turut menurut jenis penyakitnya
Untuk wabah akibat keracunan makanan, CDC telah menentukan kriteria
sebagai berikut:
1. Ditemukannya dua atau lebih penderita penyakit serupa, yang biasanya
berupa gejala gangguan pencernaan (gastrointestinal), sesudah memakan
makanan yang sama; dan
2. Hasil penyelidikan epidemiologi menunjukkan makanan sebagai sumber
penularan.
3. Perkecualian diadakan untuk keracunan akibat toksin/racun clostridium
botulinum atau akibat bahan-bahan kimia. Maka bila didapatkan 1 orang
saja penderita, sudah dianggap suatu letusan/wabah.
Dalam memastikan apakah terjadi wabah atau tidak, perlu dipertimbangkan
faktor-faktor berikut yang akan mempengaruhi invetigasi wabah, antara lain:
1. Keparahan penyakit;
2. Potensi penyebaran penyakit;
3. Pertimbangan politik;
4. Relasi publik; dan
5. Ketersediaan sumber daya.
3. Memastikan diagnosis

Tujuan dari tahap ini adalah untuk a) memastikan bahwa masalah tersebut telah
didiagnosis dengan patut; dan b) menyingkirkan kemungkinan kesalahan
DAVIN C. SETIAMANAH / GAMMA 2014 / 04011381419212

laboratorium yang menyebabkan peningkatan kasus yang dilaporkan. Semua


temuan klinis harus disimpulkan dalam distribusi frekuensi, yang berguna untuk
menggambarkan spektrum penyakit, menentukan diagnosis, dan
mengembangkan definisi kasus, serta menentukan kunjungan terhadap satu atau
dua penderita.

Dalam memastikan diagnosis, langkah dilakukan meliputi:


1. Membuat definisi kasus
Definisi kasus meliputi kriteria klinis dan terutama dalam penyelidikan
wabah dibatasi oleh waktu, tempat dan orang. Bila penyakitnya belum
terdiagnosis, diagnosis kerja dibuat berdasarkan gejalagejala yang paling
banyak diderita, sedapat mungkin yang dapat menggambarkan proses
penyakit yang pathognomonis, dan cukup spesifik. Harus dipastikan bahwa
seluruh penderita/pasien yang dihitung sebagai kasus memiliki penyakit
yang sama.
Dalam mengembangkan definisi kasus perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1) informasi klinis tentang penyakit; 2) karakteristik populasi yang
dipengaruhi oleh penyakit; 3) karakteristik lokasi atau tempat; dan 4)
karakteristik waktu timbulnya penyakit.
Dalam mendefinisikan kasus terdapat 3 level yang ditentukan:
o Kasus Pasti (Confirmed), bila kasus disertakan dengan hasil
pemeriksaan laboratorium yang positif;
o Kasus Mungkin (Probable), bila kasus memenuhi semua ciri klinis
penyakit, TANPA pemeriksaan laboratorium; dan
o Kasus Meragukan (Possible), bila kasus hanya memenuhi gejala klinis
saja.
Definisi kasus harus dibuat cukup luas agar sebagian besar penyakit dapat
tertangkap. Hal ini dapat dimulai dengan kasus yang longgar. Definisi
kasus yang lemah/sempit dalam investigasi wabah ada kemungkinan akan
mengeluarkan kasus-kasus yang mungkin terjadi (possible).
2. Menemukan dan menghitung kasus
Dalam menentukan dan menghitung kasus, maka dari setiap kasus penyakit
harus dikumpulkan informasi-informasi sebagai berikut:
o Data identifikasi (nama, alamat, nomor telepon, dsb);
o Data demografi (umur, jenis kelamin, ras, dan pekerjaan);
o Data klinis;
o Faktor risiko (harus dibuat khusus untuk tiap penyakit); dan
DAVIN C. SETIAMANAH / GAMMA 2014 / 04011381419212

o Informasi pelapor, yang berguna untuk mencari informasi tambahan


atau memberikan umpan balik
4. Epidemiologi deskriptif (waktu, tempat, orang);
Epidemiologi deskriptif adalah studi tentang kejadian penyakit atau masalah lain
yang berkaitan dengan kesehatan pada populasi, yang umumnya berkaitan
dengan ciri-ciri dasar seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, status sosial
ekonomi, dan lokasi geografiknya, berdasarkan Orang (People), Tempat (Place),
dan Waktu (Time). Dengan demikian, data pada invetigasi wabah harus
informatif dan reliable, dengan berorientasi pada a) Orang (siapa? Atau populasi
yang dipengaruhi); b) Tempat (Dimana? yakni luar geografiknya); dan c) Waktu
(kapan? menunjukkan trend).
Untuk menggambarkan suatu wabah berdasarkan perjalanannya (waktu/time)
digunakan Kurva Epidemi, yaitu grafik berbentuk histogram dari jumlah kasus
berdasarkan waktu timbulnya gejala pertama. Kurva ini berguna untuk:
Mendapatkan informasi tentang perjalanan wabah dan kemungkinan
kelanjutan penyakit;
Bila penyakit dan masa inkubasi diketahui, dapat memperkirakan kapan
pemaparan terjadi, sehingga dapat memusatkan penyelidikan pada periode
tersebut; dan
Menyimpulkan pola kejadian penyakit, apakah bersumber tunggal,
ditularkan dari orang ke orang, atau campuran keduanya.
Dari kurva epidemi, dapat diiterpretasikan dua hal yaitu a) cara penularan; b)
perjalanan wabah; dan c) periode pemaparan penyakit.
Interpretasi cara penularan penyakit berdasarkan Kurva Epidemi, menunjukkan
bahwa menurut sifatnya, wabah dapat dibagi menjadi dua bentuk utama yaitu: 1)
common source epidemic; dan 2) propagated atau progressive epidemic. Dari
dua jenis wabah ini, terdapat empat bentuk kurva epidemi, yaitu
a. Point source epidemic, bila pemaparan penyakit bersumber tunggal dan
waktunya singkat, sehingga resultante/hasil dari semua kasus/kejadian
berkembang hanya dalam satu masa inkubasi saja.

b. Continuous common source epidemic, bila periode pemaparan


serta kurva tunggal dan datar; memanjang, berpuncak
DAVIN C. SETIAMANAH / GAMMA 2014 / 04011381419212

c. Intermittent common source epidemic, bila lama pemaparan dan jumlah orang
yang terpapar tak beraturan besarnya;

d. Propagated epidemic, bila penularan dari orang ke orang, berpuncak banyak,


dan berjarak masa 1 inkubasi.

Interpretasi perjalanan (time/waktu) wabah dengan Kurva Epidemi adalah:


Bila kurva epidemi menanjak, menunjukkan jumlah kasus terus bertambah,
wabah sedang memuncak, dan/atau akan ada kasus-kasus baru;
Bila puncak kurve sudah dilalui, menunjukkan kasus yang terjadi semakin
berkurang, dan/atau wabah akan segera berakhir.
Gambaran waktu/time suatu wabah dapat pula ditunjukkan dengan mengitung
masa inkubasi (periode pemaparan) penyakit. Manfaat diketahuinya masa
inkubasi adalah:
a. Bila penyakit belum diketahui, informasi tentang masa inkubasi bersama
diagnosis penyakit dapat mempersempit differential diagnosis; dan
b. Untuk memperkirakan saat terjadinya penularan.
Pada point of source epidemic, jenis penyakit sudah diketahui sehingga masa
inkubasinya dapat diketahui melalui kurva epidemi. Pada kondisi dimana masa
DAVIN C. SETIAMANAH / GAMMA 2014 / 04011381419212

inkubasi tidak diketahui, untuk menghitungnya digunakan ilustrasi (data tidak


berkelompok) sebagai berikut:
Sepuluh orang menderita diare akibat keracunan makanan yang diperkirakan
terjadi pada saat makan siang, pada tanggal 6 Desember 2015, jam 13.00. Laporan
saat timbulnya gejala pertama adalah sebagai berikut:
1. Tanggal 6 Des 2015 jam 24.00;
2. Tanggal 6 Des 2015 jam 18.30;
3. Tanggal 7 Des 2015 jam 01.00;
4. Tanggal 6 Des 2015 jam 21.00;
5. Tanggal 6 Des 2015 jam 16.00;
6. Tanggal 6 Des 2015 jam 19.00;
7. Tanggal 6 Des 2015 jam 19.00;
8. Tanggal 6 Des 2015 jam 20.00;
9. Tanggal 6 Des 2015 jam 19.00; dan
10. Tanggal 6 Des 2015 jam 18.00.
Tentukan masa inkubasi: terpendek, terpanjang, dan median?
1. Masa inkubasi terpendek adalah pada kasus ke-5 yaitu 3 jam, yaitu selisih
waktu antara jam makan siang (6 Des 2015 jam 13.00) dengan jam timbulnya
gejala pada kasus ke-5 (6 Des 2015 jam 16.00);
2. Masa inkubasi terpendek adalah pada kasus ke-3 yaitu 12 jam, yaitu selisih
waktu antara jam makan siang (6 Des 2015 jam 13.00) dengan jam timbulnya
gejala pada kasus ke-3 (7 Des 2015 jam 01.00);
3. Untuk mencari median, maka laporan di atas diurut berdasarkan jam
kejadiannya, sehingga menjadi:
1. Tanggal 6 Des 2015 jam 16.00;
2. Tanggal 6 Des 2015 jam 18.00.
3. Tanggal 6 Des 2015 jam 18.30;
4. Tanggal 6 Des 2015 jam 19.00;
5. Tanggal 6 Des 2015 jam 19.00;
6. Tanggal 6 Des 2015 jam 19.00;
7. Tanggal 6 Des 2015 jam 20.00;
8. Tanggal 6 Des 2015 jam 21.00;
9. Tanggal 6 Des 2015 jam 24.00; dan
10. Tanggal 7 Des 2015 jam 01.00;
Sehingga median masa inkubasi terletak antara kasus ke-5 dan ke-6, atau selisih
antara jam makan siang (6 Des 2015 jam 13.00) dengan rata-rata kasus ke-5 dan
6 (6 Des 2015 jam 19.00), yaitu 6 jam
DAVIN C. SETIAMANAH / GAMMA 2014 / 04011381419212

Gambaran kejadian wabah dapat pula dideskripsikan berdasarkan orang atau


person, yang salah satunya bisa digambarkan sebagai berikut:
1. Ciri inang, misalnya umur. Umur meerupakan salah satu faktor penentu
penyakit, karena mempengaruhi:
o Daya tahan tubuh;
o Pengalaman kontak dengan penyakit; dan
o Lingkungan pergaulan yang memungkinkan kontak dengan sumber
penyakit
2. Jenis kelamin, ras, dan suku dijelaskan bila diduga ada perbedaan risiko di
antara golongan-golongan dalam faktor tersebut. Di negara multirasial, ras
menjadi gambaran penting dan sering ditampilkan, karena adanya cara
hidup, tingkat sosial ekonomi, kekebalan, dan sebagainya;
3. Pemaparan yang didapat, antara lain pekerjaan, rekreasi, dan penggunaan
obat-obatan.
Dalam menilai dan mengidentifikasikan kelompok (atau people) yang berisiko
tinggi digunakan ukuran rate yang merupakan proporsi jumlah kasus terhadap
jumlah populasi. Rate dapat diukur berdasarkan umur dan jenis kelamin, dimana
keduanya merupakan faktor yang paling kuat hubungannya dengan pemaparan
dan risiko terserang penyakit.
Gambaran kejadian wabah yanhg ketiga adalah berdasarkan tempat/place.
Gambaran tempat memberikan informasi tentang luasnya wialyah yang
terserang, serta menggambarkan pengelompokkan atau pola lain ke arah
penyebab. Pemaparan wabah berdasarkan tempat dapat berupa Spot map atau
area map. Spot map adalah peta sederhana yang berguna untuk menggambarkan
tempat para penderita tinggal, bekerja, atau kemungkinan terpapar, sedangkan
Area map menunjukkan insidens atau distribusi kejadian pada wilayah dengan
kode/ arsiran yang mencantumkan angka serangan (rate) untuk masing-masing
wilayah.
Contoh Spot map:
DAVIN C. SETIAMANAH / GAMMA 2014 / 04011381419212

Contoh Area map:

5. Membuat hipotesis
Hipotesis diformulasikan berdasarkan parameter:
Sumber agen penyakit;
Cara penularan (serta alat penularan/vektor); dan
Pemaparan yang mengakibatkan sakit.
Untuk menghasilkan hipotesis digunakan cara-cara antara lain:
1. Mempertimbangkan apa yang diketahui tentang penyakit tersebut: apa
reservoir utama agen penyakitnya? Bagaimana cara penularannya? Bahan
apa yang biasanya menjadi alat penularanannya? Apa saja faktor yang
meningkatkan risiko tertular? Dan sebagainya;
2. Melakukan wawancara dengan beberapa penderita;
DAVIN C. SETIAMANAH / GAMMA 2014 / 04011381419212

3. Mengumpulkan beberapa penderita untuk mencari kesamaan pemaparan;


4. Melakukan kunjungan rumah penderita;
5. Melakukan wawancara dengan petugas kesehatan setempat; dan/atau
6. Menggunakan epidemiologi deskriptif.
Contoh hipotesis dalam investigasi wabah:
Hipotesis: orang yang makan di restoran padang X cenderung
kemungkinan mengalami sakit
1. Pajanan/exposure: makan di restoran padang X
2. Hasil/outcome: mengalami sakit dengan diare dan demam
Hipotesis: orang yang makan ikan bawal di restoran padang X
cenderung kemungkinan positif salmonela berdasarkan uji laboratorium
1. Pajanan/exposure: makan ikan bawal di restoran padang X
2. Hasil/outcome: konfirmasi laboratorium Salmonella postif
6. Menilai hipotesis (penggunaan penelitian kohort dan penelitian kasus-
kontrol)
Hipotesis yang telah diformulasikan, dapat dinilai dengan salah satu cara
sebagai berikut:
1. Membandingkan hipotesis dengan fakta yang ada; atau
2. Menganalisis hubungan dan peran kebetulan (disebut epidemiologic
analysis)
Investigasi wabah pada populasi yang kecil dan jelas batas-batasnya, analisis
yang cocok adalah dengan penelitian kohort. Studi kofort dimulai dengan
memberikan paparan/pajanan kepada obyek, kemudian dilakukan penilaian
terhadap penyakit. Beberapa ukuran frekuensi penyakit diukur dalam studi
kohort ini, antara lain attack rates (AR), relative riks (RR), risk difference
(RD).
Investigasi wabah pada populasi yang tidak jelas batasannya, analisis yang
cocok adalah dengan penelitian Kasus-Kontrol (case-control study).
Berlawanan dengan kohort, pada Kasus-Kontrol, studi dimulai dengan
mempelajari penyakit, kemudian mundur ke belakangan untuk mengetahui
pajanan/paparan. Ukuran frekuensi penyakit yang biasanya dihitung adalajh
Odds Ratio. Uji kemaknaan secara statistik diukur dengan menggunakan
metode Chi-square.
7. Memperbaiki hipotesis dan mengadakan penelitian tambahan.
Kadangkala hipotesis yang diajukan tidak cocok atau tidak menggambarkan
kejadian penyakit yang sebenarnya. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan atau
perumusan kembali dengan studi epidemiologi analitik. Beberapa alasan perlu
dilakukan perumusan ulang hipotesis adalah:
1. Studi analitik awal gagal mengkonfirmasi hipotesis;
DAVIN C. SETIAMANAH / GAMMA 2014 / 04011381419212

2. Menyempurnakan hipotesis meskipun data inisial mendukung; dan


3. Sebagai supplement temuan epidemiologi dengan bukti laboratorium dan
bukti lingkungan misalnya pemeriksaan serum, pemeriksaan tempat
pembuangan tinja, dan sebagainya.
8. Melaksanakan pengendalian dan pencegahan
Upaya pengendalian dan pencegahan harus dilakukan sesegera mungkin, dan
biasanya dapat diterapkan bila sumber wabah sudah diketahui. Upaya tersebut
umumnya diarahkan pada mata rantai penularan penyakit yang paling
lemah. Mungkin pula diarahkan pada agen penyakit, sumber penyakit, atau
reservoir.
9. Menyampaikan hasil penyelidikan
Terdapat dua cara dalam menyampaikan hasil investigasi wabah, antara lain:
- Secara lisan kepada pejabat kesehatan setempat, dalam rangka pengendalian
dan pencegahan
- Secara tertulis dengan membuat Laporan Investigasi Wabah
Dalam menyampaikan hasil investigasi wabah, perlu diperhatikan aspek-
aspek sebagai berikut:
1. Laporan harus jelas, meyakinkan, disertai rekomendasi yang tepat dan
beralasan;
2. Sampaikan hal-hal yang sudah dikerjakan secara ilmiah, serta kesimpulan
dan saran harus dapat dipertahankan secara ilmiah;
3. Laporan lisan harus dilengkapi dengan laporan tertulis, bentuknya sesuai
dengan tulisan ilmiah (pendahuluan, latar belakang, metodologi, hasil,
diskusi, kesimpulan, dan saran);
4. Laporan merupakan cetak biru untuk mengambil tindakan; dan
5. Laporan merupakan catatan dari pekerjaan, dokumen dari isu legal, dan
merupakan bahan rujukan apabila terjadi hal yang sama di masa datang.
Penyusunan laporan tertulis bisa menggunakan format sebagai berikut:
1. Pendahuluan, isinya menggambarkan peristiwa;
2. Latar belakang, baik secara geografis, politis, ekonomis, demografis, atau
historis;
3. Uraian tentang investigasi yang dilakukan, meliputi: alasan, metode,
sumber informasi;
4. Hasil investigasi, yang mencakup: fakta, karakteristik kasus, angka
serangan, tabulasi, kalkulasi, kurva epidemi, pemeriksaan laboratorium,
kemungkinan sumber infeksi, suspek suatu sumber penularan, dan lain-
lain;
5. Analisis data dan Kesimpulan;
6. Uraian tentang tindakan;
DAVIN C. SETIAMANAH / GAMMA 2014 / 04011381419212

7. Uraian tentang dampak wabah, misalnya akibat kesehatan, hukum,


ekonomis pada populasi
8. Tindakan penanggulangan terhadap: populasi (status kekebalan, cara
hidup), reservoir (jumlah, distribusi), Vektor (jumlah, distribusi), dan
penemuan penyebab menular baru; dan
9. Saran, yakni perbaikan prosedur surveilans dan penanggulangan di masa
depan.
Ilustrasi berikut menggambarkan kejadian investigasi wabah terhadap
kejadian wabah gastroentritis di sebuah sekolah berdasarkan keluhan seorang
siswa pada tanggal 11 Maret 2015. Maka urutan kejadian berikutnya akan
terjadi:
1. Petugas kesehatan di sekolah tersebut akan segera melakukan:
1. Pencarian kasus secara aktif;
2. Membuat peta penyakit; dan
3. Membuat hipotesa penyebab wabah berdasarkan wawancara dengan
penderita atau orang di sekitarnya
Dari pencarian data ditemukan: 75 kasus pada tanggal 12 Maret 2015;
2. Mengumpulkan spesimen/sampel tinja, dan hasil laboratorium
menunjukkan adalah bakteri patogen negatif, sehingga diasumsikan
penyebabnya adalah virus patogen;
3. Dari hasil investigasi ternyata ditemukan kasus paling awal yaitu pada
tanggal 5 Maret 2015;
4. Berdasarkan temuan di atas, dilakukan wawancara terhadap 7 siswa
paling awal yang mengalami serangan. Hasilnya didapat bahwa 6 dari 7
siswa makan di counter makanan Deli yang berada di kantin utama
kampus;
5. Langkah selanjutnya, adalah membuat hipotesa utama bahwa kantin
kampus kemungkinan sebagai sumber penularan penyakit;
6. Kemudian dilakukan wawancara terhadap 30 staff kantin kampus (dari
total 31 staff), dimana 1 staff yang tidak ikut wawancara adalah petugas
counter makanan Deli. Wawancara tersebut diikuti dengan investigasi
terhadap counter makanan Deli;
7. Akhirnya petugas penyelidik menutup counter makanan Deli
berdasarkan temuan:
a. Hasil interview 6 dari 7 siswa yang makan di tempat yang sama
(counter deli); dan
b. Hasil investigasi menunjukkan counter Deli tidak menerapkan
sanitasi makanan yang baik.

You might also like