You are on page 1of 10

PENYEBARAN DAN POPULASI BURUNG PARUH BENGKOK PADA

BEBERAPA TIPE HABITAT DI PAPUA


(Distribution and Population of Parrots on Some Habitat Types in Papua)*
Oleh/By:
Hadi Warsito1 dan/and M. Bismark2
1
Balai Penelitian Kehutanan Manokwari
Jl. Inamberi, Susweni Po. Box. 159 Manokwari 98131, Papua Barat
Telp. (0986) 213437-213440 Fax. (0986) 213441; 213437; website : www.balithut manokwari.com
2
Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam
Jl. Gunung Batu No. 5 Po Box 165; Telp. 0251-8633234, 7520067; Fax 0251-8638111 Bogor
*) Diterima : 16 November 2007; Disetujui : 11 November 2009

s
ABSTRACT
Species existence in a site depends strongly on food availability and proper habitat condition. For birds, land
cover condition, food stock and human interference become factors affecting species distribution and
population size. This research was conducted to obtain information on the distribution and population size of
parrots (Psittacidae) at some habitats in Papua. The observations on species, population and habitat
conditions of Psittacidae used a line transect method, which were placed on some forest areas in Teluk
Cenderawasih National Park and Numfor Island. The results showed that 8 species of Psittacidae were found
in mix-forest at Aisandami, 7 species at Werabur, and 5 species at Saribi, Numfor. Cacatua galeritta and
Micropsitta geelvinkiana were dominant species and distributed broadly on Aisandami. Lorius lorry became
dominant and evenly distributed on Werabur. Eos cyagenia and Eclectus roratus were dominant and
distributed on Saribi. The habitat types were various, from mix-forest, sago forest, farms, primary forest,
shifted forest and coastal forest. Human activities around the habitats could affect on birds distribution and
population.
Keywords: Distribution, population, parrots, Psittacidae, Papua

ABSTRAK
Keberadaan suatu spesies di suatu tempat sangat tergantung dari adanya sumber pakan dan kondisi habitat
yang sesuai. Pada taksa burung, kondisi penutupan lahan, sediaan pakan, dan gangguan dari manusia menjadi
sebagian faktor yang dapat mempengaruhi sebaran dan ukuran populasi spesies. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kondisi sebaran dan populasi burung paruh bengkok (Psittacidae) di beberapa tipe habitat
di Papua. Pengamatan yang dilakukan terhadap spesies, populasi, dan kondisi habitat Psittacidae ini
menggunakan metode garis transek, pada beberapa hutan di wilayah dalam kawasan Taman Nasional Teluk
Cenderawasih dan di Pulau Numfor. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya delapan spesies di daerah
hutan campuran Aisandami, tujuh spesies di daerah Werabur, dan lima spesies di Saribi. Di daerah
Aisandami, spesies Cacatua galerita Latham, 1790 dan Micropsitta geelvinkiana (Schlegel, 1871)
mendominasi populasi dengan sebaran luas. Spesies Lorius lory Linn merupakan yang paling dominan dan
tersebar merata di daerah Werabur, sedangkan spesies Eos cyanogenia Bonn dan Eclectus roratus Mull
menjadi spesies dominan yang tersebar di wilayah hutan Saribi. Habitat pada ketiga lokasi yang diamati
menunjukkan adanya tipe yang beragam, mulai dari hutan campuran, hutan sagu, kebun masyarakat, hutan
primer, hutan peralihan, dan hutan pantai. Aktivitas manusia yang tinggal di sekitar habitat memberikan
pengaruh cukup besar pada sebaran dan ukuran populasi kelompok spesies yang ada.
Kata kunci: Distribusi, populasi, burung paruh bengkok, Psittacidae, Papua

93
Vol. VII No.1 : 93-102, 2010

I. PENDAHULUAN (Lorius lory Linn), dan bayan irian (Ec-


lectus roratus Mull).
Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis
satwaliar atau sekitar 17% satwa di dunia Berdasarkan status keterancaman oleh
terdapat di Indonesia, walaupun luas In- Badan Konservasi Alam Dunia (IUCN),
donesia hanya 1,3% dari luas daratan du- sebagian besar jenis-jenis burung paruh
nia. Indonesia merupakan negara nomor bengkok masuk dalam daftar burung
satu dalam hal kekayaan mamalia (515 yang rentan terhadap kepunahan. Hal ini
jenis) dan menjadi habitat dari sekitar terjadi karena aktivitas yang dilakukan
1.539 jenis burung dan 45% jenis ikan di oleh manusia seperti perburuan yang ter-
dunia (Pro Fauna Indonesia, 2007). Mes- lalu berlebihan yang melampaui batas ke-
kipun kaya namun Indonesia dikenal juga mampuan berkembang biak dari satwa.
sebagai negara yang memiliki daftar pan- Selain itu juga disebabkan oleh degradasi
jang tentang satwaliar yang terancam pu- dan fragmentasi habitat sebagai akibat
nah. Saat ini jumlah jenis satwaliar Indo- dari penebangan liar, pengelolaan hutan
nesia yang terancam punah adalah 147 je- dengan sistem konsesi HPH (Hak Peng-
nis mamalia, 114 jenis burung, 28 jenis usahaan Hutan) yang kurang terencana,
reptil, 91 jenis ikan, dan 28 jenis inver- dan kebakaran hutan.
tebrata (IUCN, 2003 dalam Pro Fauna In- Arief (2001) menyatakan bahwa sepe-
donesia, 2007). Satwa-satwa tersebut be- tak hutan kecil yang dirusak dapat meng-
nar-benar akan punah dari alam jika tidak akibatkan banyak spesies yang hilang sa-
ada tindakan untuk menyelamatkannya. ma sekali atau punah secara lokal. Selain
Pro Fauna Indonesia (2007) juga me- itu adanya pertumbuhan penduduk me-
nuliskan, lebih dari 100.000 burung paruh nyebabkan meningkatnya penggunaan
bengkok setiap tahunnya ditangkap dari alih guna (konversi) lahan yang juga
alam Papua dan Maluku. Burung paruh mengakibatkan terjadinya perubahan
bengkok (nuri dan kakatua) ditangkap da- kondisi ekologis yang ditandai dengan
ri alam dengan cara-cara yang menyiksa menurunnya potensi keragaman hayati
dan menyakitkan satwa (bulunya dicabuti khususnya satwaliar (Nandika, 2005). Se-
agar tidak bisa terbang). Penangkapan ini cara mendetail, Low (1984) dalam
juga melibatkan oknum militer. Sebagian PHPA/BirdLife (1998) mengemukakan
besar burung tersebut ditangkap secara il- bahwa langkanya burung paruh bengkok
legal dari alam. di alam disebabkan oleh kerusakan habi-
Burung paruh bengkok secara ilmiah tat (50%), tekanan gabungan antara per-
dikelompokkan ke dalam bangsa (ordo) buruan dan kerusakan habitat (10%), per-
Psittaciformes dan hanya memiliki suku/ buruan (5%), perdagangan (3%), habitat
famili tunggal, yaitu Psittacidae. Prijono yang sempit disertai populasi yang ren-
dan Handini (2002) menyebutkan, suku dah (16%), dan sebab lain yang tidak di-
ini dibagi tiga anak suku berdasarkan ketahui (16%).
morfologi dan kebiasaan makannya, yaitu Tujuan dari penelitian ini adalah un-
burung kakatua (Cacatuiinae), nuri (Lo- tuk mendapatkan informasi tentang pe-
riinae), dan betet (Pattaciinae). Burung nyebaran dan populasi jenis-jenis burung
paruh bengkok (Psittacidae) merupakan paruh bengkok Papua pada beberapa tipe
suku yang besar (337 jenis), tersebar di habitat yang ada di sekitar Taman Na-
kawasan tropis di seluruh dunia, khusus sional (TN) Teluk Cenderawasih dan Pu-
untuk Pulau Papua memiliki 46 jenis lau Numfor. Sasaran kegiatan penelitian
(Beehler et al., 1986). Beberapa jenis bu- ini adalah diperolehnya data dan infor-
rung paruh bengkok endemik Papua ada- masi tingkat populasi dan penyebaran bu-
lah kakatua besar jambul kuning (Caca- rung paruh bengkok di beberapa kawasan
tua galeritta Lath), nuri kepala hitam
94
Penyebaran dan Populasi Burung Paruh Bengkok(H. Warsito; M. Bismark)

hutan di Papua sebagai upaya pengelola- 1984 dan Eberhardt, 1968 dalam Alikod-
an satwaliar yang dilindungi. ra, 1990) dengan melakukan pengambilan
petak contoh secara acak di lokasi peneli-
II. METODOLOGI tian. Lokasi penelitian seluas 100 ha di-
buat plot pengamatan sebanyak lima jalur
A. Lokasi dan Waktu sepanjang satu km dan jarak antar jalur
250 m, setiap jalur dibagi menjadi 20 titik
Kegiatan penelitian dilaksanakan pa-
pusat dengan jarak antar titik 50 m. Pen-
da bulan September sampai dengan No-
dekatan pengamatan yang menggunakan
vember 2005. Lokasi penelitian dilaku-
metode garis transek dapat dihitung ber-
kan di beberapa kawasan hutan yang ada
dasarkan persamaan, sebagai berikut:
di sekitar TN Teluk Cenderawasih Papua,
yaitu kawasan hutan Aisandami dan ka- P/J = A.Z
; Y
z.Y ; Y D.Sin
wasan hutan Werabur. Kedua kawasan ini 2. X .Y Z
tergabung di dalam kawasan daratan be- P / Ji .......P / Jn
P
sar Pulau Papua. Lokasi lain yang diam- JT
bil datanya adalah kawasan hutan Saribi Dimana:
di Pulau Numfor Kabupaten Biak Num- P/J = Populasi dugaan burung tiap jalur transek/
ha
for, yang merupakan daerah satelit atau P = Populasi dugaan burung seluruh kawasan
pulau yang terpisah dari daratan besar Pu- A = Luas areal yang disensus
lau Papua. Secara sederhana sketsa gam- Z = Jumlah total burung/jalur transek
bar lokasi kegiatan penelitian disajikan X = Panjang jalur transek
pada Gambar 1. Y = Jarak tegak lurus antara pengamat dengan
burung yang terlihat/m
Y = Jarak tegak lurus rata-rata
B. Metode Penelitian z = Jumlah burung pada setiap pencatatan di
Kegiatan penelitian ini menggunakan kiri/kanan jalur
pendekatan pengamatan jenis burung pa- D = Jarak lapangan antara pengamat dengan
ruh bengkok, habitat alami, dan populasi burung/m
jenis burung. Metode yang digunakan = Sudut pandang (o)
P/Ji = Populasi dugaan burung pada jalur ke-i
adalah metode garis transek (Trippensee, JT = Jumlah jalur transek yang diamati

PETA LOKASI PENELITIAN


PENELITIAN

SARIBI

Lok as i Pen el iti an

WERIANGGI

IAISANDAMI

Gambar (Figure) 1. Peta lokasi penelitian di hutan Aisandami, Werabur, dan Saribi, Papua (Map of re-
search locations in Aisandami, Werabur, and Saribi forests, Papua)

95
Vol. VII No.1 : 93-102, 2010

Data yang diambil dalam metode ini kan kawasan hutan dataran tinggi dengan
adalah jenis dan jumlah burung, kondisi berbagai variasi jenis pohon yang tumbuh
habitat yang meliputi jenis pohon, suhu secara alami, seperti pohon matoa (P.
udara, kelembaban, dan altitude lokasi pinnata), kulilawang (Cinnamomum sp.),
penelitian. Pengamatan dilakukan pada kayu besi (I. bijuga), jambu hutan (Zysi-
waktu puncak aktivitas satwa, yaitu pada gium sp.), kayu merah (Homalium sp.),
pukul 06.30-09.30 dan dilanjutkan pada jenis-jenis pandan (Pandanus sp.), beri-
pukul 14.00-17.30 waktu setempat. Peng- ngin (Ficus sp.), ampupu leda (Eucalyp-
amatan juga dilakukan pada selang antara tus alba), nyatoh (Palaquium sp.), damar
waktu-waktu pengamatan tersebut untuk putih (Agathis alba), dan berbagai jenis
menambah data keragaman jenis yang anggrek (Orchidaceae sp.) serta jenis-je-
ada. nis jamur. Kawasan ini oleh masyarakat
setempat dibagi menjadi tiga kategori, ya-
itu:
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kawasan hutan sagu, yaitu merupa-
kan daerah rawa yang sebagian besar
A. Hasil Penelitian ditumbuhi oleh pohon sagu (Metroxy-
lon sagu Rottb.).
1. Tipe Habitat
2. Dusun/kebun masyarakat, yang terdiri
a. Tipe Habitat Hutan Aisandami dari tanaman jangka panjang dan ta-
Habitat yang disukai oleh jenis bu- naman jangka pendek seperti pohon
rung paruh bengkok yang ada di kawasan durian (Durio zibethinus Murr), lang-
hutan Aisandami umumnya merupakan sat (Lansium domestica Corr.), ceng-
pohon yang mati (kering) maupun pohon keh (Syzygium aromaticum (L.) Mer-
yang masih hidup dan memiliki keting- rill & Perry), pala (Myristica fragrans
gian yang cukup beragam yaitu antara 20 Houtt), keladi (Caladium sp.), pisang
m hingga 30 m dari permukaan tanah, se- (Musa acuminate Colla), dan ubi
dangkan diameter pohon relatif hampir (Ipomoea batatas L.).
seragam, yaitu berkisar antara 50 cm 3. Kawasan hutan primer, yaitu kawasan
sampai di atas 70 cm. Jenis-jenis pohon hutan yang secara alami ditumbuhi
yang merupakan tempat bermain, beristi- oleh berbagai jenis pohon komersial
rahat maupun untuk berkembang biak seperti merbau/kayu besi (I. bijuga
adalah pohon kayu besi (Intsia bijuga dan (Colebr.) O. Kuntze), kulilawang
I. palembanica), beringin (Ficus sp.), ma- (Cinnamomum culilawane Bl.), kayu
toa (Pometia pinnata, P. coreacea), dan merah (Homalium foetidum (Roxb)
beberapa jenis kedondong hutan (Spon- Benth), dan agathis (Agathis labillar-
dias sp.). Hasil pengamatan di lapangan, dieri Warb).
diketahui jenis-jenis pohon sebagai tem- c. Tipe Habitat Hutan Saribi
pat beraktivitas, banyak ditumbuhi oleh
Letak kawasan hutan Saribi yang ber-
tumbuhan merambat (liana) dan beberapa
batasan dengan Kampung Supmander di
jenis tali-talian serta adanya jenis anggrek
sebelah timur, bagian barat berbatasan
yang hidup di antara batang-batang po-
dengan Kampung Yembeba, sebelah se-
hon.
latan dengan Laut Woneyai, dan sebelah
b. Tipe Habitat Hutan Werabur utara berbatasan dengan Bukit Manwawa.
Kawasan hutan Werabur terletak di Untuk mencapai lokasi hutan Saribi dapat
atas ketinggian 750 m dpl. Suhu udara ditempuh dengan berjalan kaki sekitar sa-
berkisar antara 25,4-28,8C dengan ke- tu jam perjalanan dengan jarak kurang le-
lembaban 78-92%. Kawasan ini merupa- bih dua km dari perkampungan. Keting-
gian tempat mencapai 50-75 m dpl, suhu
96
Penyebaran dan Populasi Burung Paruh Bengkok(H. Warsito; M. Bismark)

berkisar antara 27,4-29,8oC, dan dengan acuminata, dan P. coreacea, dengan dia-
kelembaban 78-92%. meter berkisar antara 50-70 cm, ketinggi-
Kawasan hutan Saribi terbagi ke da- an yang bervariasi 40 m hingga 60 m dari
lam tiga lokasi pengamatan, yaitu hutan permukaan tanah dan banyak ditumbuhi
pantai, hutan peralihan, dan hutan primer. oleh tumbuhan merambat (liana) maupun
Vegetasi hutan pantai ditumbuhi oleh be- tumbuhan pakis dan anggrek hutan.
berapa jenis tanaman bakau-bakauan
2. Keragaman Jenis, Sebaran, dan Po-
(mangrove), bintangur (Callopylum sp.),
pulasi Burung Paruh Bengkok
kayu besi (Instia sp.), beringin (Ficus
sp.), matoa (Pometia sp.), dan kelapa a. Kawasan Hutan Aisandami
(Cocos sp.). Pada vegetasi hutan peralih- Hasil pendataan keragaman jenis, se-
an didominasi oleh kebun-kebun masya- baran, dan populasi burung paruh beng-
rakat dengan menanami jenis tanaman se- kok yang ditemukan pada lokasi peng-
musim, seperti kacang-kacangan, sayur- amatan di Aisandami disajikan pada
an, dan umbi-umbian. Untuk vegetasi hu- Gambar 2.
tan primer, ditemukan beberapa jenis ke- Gambar 2 menunjukkan bahwa jenis
dondong hutan (Spondias sp.) dan yang burung yang ditemukan pada kawasan
lainnya hampir sama dengan vegetasi hu- tersebut terdiri dari jenis burung M. geel-
tan pantai, kecuali bakau. vinkiana (81 ekor/km2), C. galerita (73
Habitat yang dihuni oleh sebagian je- ekor/km2), L. lory (65 ekor/km2), dan E.
nis burung (khususnya paruh bengkok) roratus (39 ekor/km2). Jenis tersebut
terdiri atas beberapa jenis pohon sebagai mempunyai jumlah populasi yang cukup
tempat bersarang dan beristirahat. Jenis banyak bila dibandingkan dengan jenis
pohon sebagai tempat bersarang pada burung Probosciger aterrimus (12 ekor/
umumnya ditemukan pada pohon I. pa- km2) dan Tanygnathus megalorynchos
lembanica dan I. bijuga, P. pinnata, P.

T.m T.megalorynchos; 22
450-750

P.a .P. aterrimus; 12


Ketinggian/altitude

C. g C. galerita; 46

E.r E. roratus; 39

L. l L. lory; 65

C.d C. diopthalma; 43
0-450

M.g M. geelvinkiana; 81

C.g C. galerita; 73

P.d P.desmarastii; 35

0 20 40 60 80 100
Populasi/population

Gambar (Figure) 2. Keragaman jenis, sebaran, dan populasi burung paruh bengkok pada kawasan hutan
Aisandami, Papua (Species diversity, distribution, and population of parrots in Aisan-
dami forest, Papua)

97
Vol. VII No.1 : 93-102, 2010

(22 ekor/km2). Burung-burung paruh Meliphaga seperti Meliphaga montana


bengkok yang terdapat di hutan tersebut dan Philemon buceroides.
menyebar merata di dalam kawasan mau-
c. Kawasan Hutan Saribi
pun di luar kawasan hutan Aisandami.
Pada kawasan hutan Saribi diketahui
b. Kawasan Hutan Werabur beberapa jenis burung paruh bengkok
Berdasarkan hasil penelitian yang di- menyebar merata pada beberapa tipe hu-
lakukan pada kawasan hutan Werabur di- tan, meskipun dengan populasi yang ren-
peroleh beberapa jenis burung paruh dah bila dibandingkan dengan jenis lain-
bengkok dan sebarannya dapat dilihat pa- nya. Beberapa jenis burung paruh beng-
da Gambar 3. kok yang terdapat di kawasan hutan Sa-
Berdasarkan data hasil penelitian da- ribi disajikan pada Gambar 4.
pat dilihat bahwa untuk jenis L. lory me- Gambar 4 menunjukkan jenis burung
miliki jumlah populasi tertinggi yaitu 119 serta populasi yang ditemukan pada tiga
ekor/km2, kemudian diikuti berturut-turut lokasi pengamatan. Jenis Eos cyanogenia
dengan Oreopsittacus arfaki 78 ekor/km2, dan E. roratus terlihat mendominasi dae-
Trichoglossus haematodus (perkici pela- rah hutan yang ada di Kawasan Saribi,
ngi) 65 ekor/km2, C. galeritta 36 ekor/ kemudian diikuti dengan beberapa jenis
km2, E. roratus 29 ekor/km2, Psittrichas burung paruh bengkok lainnya.
fulgidus (nuri kabare) 23 ekor/km2, dan P.
atterimus 21 ekor/km2. Dalam kehidup- B. Pembahasan
annya jenis-jenis burung paruh bengkok Berdasarkan hasil penelitian dari tiga
selalu berpasangan atau berkelompok.
lokasi dapat dilihat bahwa pada kawasan
Berdasarkan pengamatan di lapangan un- Aisandami lebih banyak ditemukan jenis
tuk jenis burung nuri kepala hitam dalam burung C. galerita, yaitu 119 ekor/km2
aktivitas mencari makan selalu terbang dan sebagian besar populasi ditemukan
dalam kelompok-kelompok kecil (lek) pada daerah dengan ketinggian 0-450 m
dan dapat berasosiasi (bergabung) dengan dpl. Hal ini sama dengan burung kakatua
jenis burung yang lain, seperti Apolianis jambul kuning yang ditemukan dari
metalica, perkici pelangi, dan jenis-jenis

L.l L.lory; 21
1000-
1500
Ketinggian/altitude

P. f P.fulgidus; 23

O.a O. arfaki; 78

P.a P. aterrimus; 21
750-1000

E.r E. roratus; 29

T.h T.haematodus; 65

L.l L.lory; 98

C. g C. galerita; 36

0 20 40 60 80 100 120
Populasi/population
Populas/population

Gambar (Figure) 3. Keragaman jenis, sebaran, dan populasi burung paruh bengkok pada kawasan hutan
Werabur, Papua (Species diversity, distribution, and population of parrots in Werabur
forest, Papua)
98
Penyebaran dan Populasi Burung Paruh Bengkok(H. Warsito; M. Bismark)

E.c E. cyanogenia; 62

H. Primer
E.r E. roratus; 30

M.g M. geelvikiana; 21
Lokasi/location

C.g C. galerita; 26
Peralihan

M.g M.geelvinkiana; 28
H.

E.r E. roratus; 48

E.c
H. Pantai

E. cyaonogenia; 95
G.g G. geoffroyi; 56

M.g M. geelvinkiana; 32

0 20 40 60 80 100
Populasi/population

Gambar (Figure) 4. Keragaman jenis, sebaran, dan populasi burung paruh bengkok pada kawasan hutan Sari-
bi, Papua (Species diversity, distribution, and population of parrots in Saribi forest,
Papua)

rita pada waktu pagi secara berkelompok


daerah Sulawesi ke arah selatan, hingga
terbang ke luar dari kawasan Aisandami
Sumba dan ke arah timur hingga Timor,
untuk mencari makan pada pulau-pulau
yang umumnya dapat ditemui pada ke-
yang ada di sekitar kawasan Aisandami.
tinggian di bawah 500 m serta tidak per-
Pada waktu sore burung tersebut kembali
nah dilaporkan pada ketinggian di atas
lagi ke kawasan hutan Aisandami untuk
1.200 m (PHPA/BirdLife, 1998). Semen-
beristirahat. Ada kemungkinan hutan Ai-
tara Rensch (1913) dalam BirdLife
sandami hanya digunakan sebagai daerah
(1998) melaporkan bahwa secara umum
peristirahatan dan tempat berkembang
jenis ini terdapat di dataran rendah dan
biak oleh burung C. galerita. Hal ini di-
sangat jarang dilaporkan di atas ketinggi-
tunjang dengan struktur vegetasi yang
an 500 m, hanya satu jenis yang tercatat
ada, dimana keanekaragaman komposisi
di atas ketinggian 1.000 m. Watling
jenis dan struktur jenis mulai dari vegeta-
(1983) dan Coates and Bishop (1997) me-
si mangrove hingga vegetasi hutan datar-
ngatakan bahwa di Sulawesi, burung ka-
an rendah/campuran, sehingga menjadi-
katua jambul kuning merupakan burung
kan tempat ini sebagai daerah bermain
yang hidup di hutan primer dan sekunder
dan berkembang biak bagi burung yang
yang tinggi di dataran rendah, perbukitan
hidup di kawasan tersebut.
dan pinggiran hutan, di antara perdu dan
Vegetasi mangrove didomidasi oleh
lahan pertanian.
jenis Bruguiera sp. (akar lutut), Avicen-
Schmutz (1977) dalam BirdLife
nia sp. (api-api), Rhizophora sp. (akar
(1998) melaporkan bahwa burung kaka-
tunjang), dan Sonneratia sp. Pada vege-
tua mengunjungi hutan yang bersemi dan
tasi pantai ditumbuhi beberapa jenis ta-
menghijau dan nampaknya burung-bu-
naman dan pohon, seperti ubi pantai (Ipo-
rung ini banyak menggunakan bagian
moea pescaprae), bintangur (Callophy-
tumbuhan segar di dalam vegetasi yang
lum inophyllum), beringin (Ficus sp.),
bersifat musiman. Berdasarkan hasil
ketapang (Terminalia catappa), dan
pengamatan di lapangan burung C. gale-
99
Vol. VII No.1 : 93-102, 2010

beberapa jenis lainnya. Sementara pada di hutan. Meskipun dengan populasi ren-
vegetasi hutan dataran rendah/campuran dah, namun di hutan jenis-jenis tersebut
terdiri dari kayu besi (Intsia bijuga), ma- sangat mendominasi kawasan, selama
toa (Pometia pinnata dan P. coreacea), pengamatan berlangsung terlihat jenis
damar (Agathis sp.), dan beberapa jenis burung lainnya terbang meninggalkan
kedondong hutan (Spondias spp.). tempat dan menjauhi kawanan burung ka-
Hasil pengamatan di hutan Werabur katua jambul kuning atau kakatua raja
menunjukkan bahwa populasi jenis L. lo- yang datang.
ry lebih banyak dibandingkan jenis lain- Pada kawasan hutan Werabur sebagi-
nya dan dapat ditemukan pada kedua da- an besar populasi ditemukan di daerah
erah ketinggian. Demikian pula pada je- dengan ketinggian 750-1.000 m dpl. Hal
nis T. haematodus. Diduga jenis ini ku- ini disebabkan di daerah tersebut banyak
rang diminati untuk diburu oleh masyara- dijumpai jenis-jenis pohon yang merupa-
kat setempat, karena harganya yang mu- kan pakan alami dari burung paruh beng-
rah, yaitu berkisar Rp 25.000-Rp 40.000. kok. Jenis pakan alami dari burung paruh
Selain itu, jenis ini relatif mudah berge- bengkok terdiri dari buah-buah hutan
rak, sehingga sulit untuk ditangkap bila yang sudah masak dan madu atau nektar.
dibandingkan jenis burung lainnya, seper- Di kawasan hutan ini, terlihat jenis
ti pada jenis kakatua jambul kuning dan burung L. lory dalam aktivitasnya menca-
kakatua raja (P. aterrimus). Tingkat po- ri makan lebih banyak ditemukan pada
pulasi kedua jenis ini rendah di hutan pohon Palaqium sp. yang sedang berbu-
Werabur. Rendahnya populasi ini dise- nga. Sedangkan dalam aktivitas bermain,
babkan adanya perburuan oleh masyara- kebanyakan lebih menggunakan jenis po-
kat setempat dan degradasi habitat, ka- hon dengan bentuk tajuk yang rapat dan
rena pembukaan lahan untuk berkebun. banyak ditumbuhi oleh jenis liana. Beeh-
Perburuan sering terjadi, karena jenis ler et al. (2001) menyatakan, jenis Lorius
tersebut memiliki nilai komersil yang biasanya berpasangan atau dalam kelom-
tinggi. Menurut masyarakat setempat, pok kecil (lek), mencari makan di kano-
harga burung yang baru tertangkap dapat pi hutan dan tepi hutan untuk mencari bu-
mencapai Rp 100.000-Rp 150.000/ekor. nga, beberapa jenis buah, dan serangga
Burung yang telah lama dipelihara dan kecil lainnya.
dapat menirukan suara jenis-jenis lain Berdasarkan hasil pengamatan di la-
akan menjadi lebih mahal harganya. Ha- pangan diketahui bahwa di daerah dengan
rian Kompas (Minggu 16 Februari 2007) ketinggian di atas 1.500 m dpl penye-
melaporkan bahwa harga burung ini rata- baran burung dari jenis burung paruh
rata Rp 1 juta/ekor dan di Singapura bisa bengkok cenderung menurun. Hal ini di-
laku hingga Rp 5 juta/ekor. Sementara pengaruhi oleh beberapa faktor, diantara-
itu, harga kakatua jambul kuning dari ta- nya adalah temperatur yang rendah dan
ngan masyarakat, seperti di Manokwari struktur vegetasi. Jenis pohon di daerah
hanya Rp 75.000/ekor sedangkan di Ja- ini lebih dominan ditumbuhi oleh bebera-
yapura Rp 150.000/ekor, sehingga rakyat pa jenis saja, seperti Eucalyptus alba, Po-
kurang menikmati manfaat dari penjualan docarpus sp., dan Agathis sp., pohon atau
satwa-satwa langka tersebut. vegetasi tersebut bukan merupakan sum-
Mudahnya jenis ini ditangkap dan di- ber pakan bagi burung.
buru oleh masyarakat disebabkan karena Pada kawasan hutan Saribi, jenis bu-
kedua jenis memiliki ukuran tubuh yang rung Eos cyanogenia yang merupakan
besar dibandingkan dengan jenis lainnya burung endemik P. Numfor, lebih banyak
serta suaranya yang sangat keras, sehing- dijumpai dan tersebar secara merata pada
ga mudah dikenali, dilihat, dan didengar kawasan hutan. Tabel 3 menunjukkan
saat ada di rimbunan pohon atau tegakan bahwa jenis ini mendominasi kawasan
100
Penyebaran dan Populasi Burung Paruh Bengkok(H. Warsito; M. Bismark)

hutan pantai yang ada di Saribi (P. Num- tersebut telah lama dibudidayakan oleh
for) dibandingkan dengan jenis burung masyarakat setempat dan memiliki harga
paruh bengkok lainnya. Perilaku jenis bu- yang tinggi.
rung ini suka berkelompok di habitat-ha-
bitat pesisir di pulau-pulau, tampak
menghindari hutan pedalaman, lebih se- IV. KESIMPULAN DAN SARAN
ring mengunjungi perkebunan kelapa,
dan terbang di bawah lapisan kanopi A. Kesimpulan
(Beehler et al., 2001). 1. Sebaran jenis burung paruh bengkok
Sementara di kawasan hutan peralih- di kawasan hutan Aisandami, Microp-
an yang terdapat areal perladangan ma- sitta geelvinkiena Schlegel (Geelvink
syarakat lebih didominasi oleh jenis E. Pygmy-parrot), Cacatua galerita Lath
roratus. Jenis ini mendatangi daerah per- (Sulphur-crested Cockatoo), Electus
ladangan/kebun masyarakat yang dita- roratus Mull (Electus Parrot), Lorius
nami beberapa jenis palawija, seperti ja- lory Linn (Western Black-capped Lo-
gung, kacang-kacangan (kacang tanah, ry), Psittaculirostris desmarestii Des-
kacang kedelai, kacang hijau), dan bebe- marest (Large-Fig-parrot), Tanyga-
rapa jenis tanaman penghasil umbi-um- thus megalorynchos Boddraert
bian. (Great-billed Parrot), Probosciger
Tanaman palawija yang ditanam oleh aterrimus Gmelin (Palm cockatoo),
masyarakat sering mendapat serangan da- dan Cyclopsitta dioptalma Hombron
ri burung E. roratus diantaranya tanaman & Jacquinot (Double_Eyed Fig-
kacang-kacangan. Masyarakat mengang-
Parrot). di kawasan hutan Werabur:
gap jenis ini sebagai hama tanaman me- Lorius lory Linn (Western Black-
reka, sehingga jenis ini sering diburu oleh capped Lory), Oreopsittacus arfaki
masyarakat. Perburuan dilakukan hanya Meyer (Plum-faced Lorikeet), Tri-
sekedar untuk mengurangi serangan, an- choglossus haematodus Linn (Rain-
tara lain dengan cara membunuh, namun bow Lorikeet), Cacatua galerita Lath
ada juga beberapa masyarakat menang- (Sulphur-crested Cockatoo), Electus
kapnya untuk dijual. Informasi yang di- roratus Mull (Electus Parrot), Psit-
peroleh, harga di pasaran lokal jenis E. trichas fulgidus Less (Pesquets Par-
roratus berkisar Rp 30.000-Rp 50.000/ rot), dan Probosciger aterrimus Gme-
ekor, sementara bila dibawa ke luar da- lin (Palm cockatoo), dan kawasan
erah (Biak, Manokwari dan sekitarnya)
hutan Saribi: Eos cyanogenia Bonn
harganya akan mencapai Rp 75.000-Rp (Biak Red Lory), Geoffroyus geoff-
150.000/ekor. royi G.R. Gray (Red-cheeked Parrot),
Untuk mengurangi serangan burung Electus roratus Mull (Electus Parrot),
E. roratus yang mengakibatkan kerusak- Micropsitta geelvinkiena Schlegel
an tanaman palawija (dari jenis kacang- (Geelvink Pygmy-parrot), dan Caca-
kacangan), masyarakat mengantisipasi tua galerita Lath (Sulphur-crested
dengan melakukan penjagaan saat mulai Cockatoo), keberadaannya dipenga-
tanam biji, saat tumbuh daun muda (tiga ruhi oleh ketersediaan pakan alami
daun muda), dan masa akan panen (ta- dan struktur vegetasi.
naman sudah berisi). Waktu tersebut me- 2. Sebaran populasi jenis burung paruh
rupakan saat terjadinya serangan burung, bengkok lebih banyak ada pada ke-
sehingga telah diantisipasi dengan mela- tinggian 0-1.000 m dpl.
kukan penjagaan untuk mengusir burung. 3. Jenis burung Cacatua galerita Lath
Kegiatan ini telah dilakukan oleh masya- lebih banyak ditemukan pada kawas-
rakat secara turun-temurun untuk menja- an hutan Aisandami, jenis burung
ga tanamannya, karena komoditi palawija
101
Vol. VII No.1 : 93-102, 2010

Lorius lory Linn lebih banyak dite- Beehler, B.M., T.K. Pratt and D.A. Zim-
mukan pada kawasan hutan Werabur, merman. 1986. Birds of New
sedangkan jenis burung Eos cyano- Guinea. Princeton University Press,
genia Bonn lebih banyak ditemukan New Jersey.
pada kawasan hutan Saribi. Beehler, B.M., T.K. Pratt and D.A. Zim-
4. Adanya perburuan dan perdagangan merman. 2001. Burung-burung di
jenis burung yang memiliki nilai ko- Kawasan Papua. Puslitbang Biologi-
mersil tinggi mengakibatkan sebaran LIPI, Bogor.
dan populasinya rendah. Coates, B.J. and K.D. Bishop. 1997. A
Guide to the Birds of Wallace. Al-
B. Saran derley Queensland, Dove Publica-
tion.
Dalam perencanaan kurang memper-
Kompas. 2007. Ketika Maling Kuras Ke-
hatikan musim buah yang dilakukan saat
kayaan Negara. hhtp://www.kompas
penelitian, oleh karena itu sebaiknya dila-
.com/16 Feb 2007. Diakses 12 Juni
kukan pada saat musim buah sedang ber-
2007 pukul 14.00. WIT.
langsung (bulan Juni-Agustus), sehingga
Nandika. 2005. Hutan bagi Ketahanan
data dan informasi yang diperoleh akan
Nasional. Universitas Muhammadi-
lebih kompleks.
yah Surakarta.
Pro Fauna Indonesia. 2007. Fakta tentang
Fauna di Indonesia. http//www. Pro
DAFTAR PUSTAKA
Fauna Indonesia. Diakses 12 Juni
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. 2007, pukul 21.00 WIT.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 175 PHPA/BirdLife. 1998. Rencana Pemulih-
hal. an Kakatua Kecil Jambul Kuning.
Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwa PHPA/BirdLife International-IP.
Liar Jilid I. Departemen Pendidikan Prijono dan S. Handini. 2002. Memeli-
dan Kebudayaan Direktorat Jenderal hara, Menangkarkan dan Melatih
Pendidikan Tinggi Pusat Antar Uni- Nuri. Penebar Swadaya, Jakarta. 110
versitas Ilmu Hayat Institut Partanian hal.
Bogor. Watling, D. 1983. Ornitological Notes
from Sulawesi. Emu 83: 247-261.

102

You might also like