You are on page 1of 9

LAPORAN PORTOFOLIO MEDIKOLEGAL

Disusun Oleh:
dr. Anggi Prasetio

Pendamping:
dr. Maya H
dr. Ifadatul Waro

PROGRAM DOKTER INTERNSIP


RUMAH SAKIT Dr. SOEGIRI LAMONGAN
JAWA TIMUR
2017
Nama peserta : dr. Anggi Prasetio
Nama wahana: Rumah Sakit dr. Soegiri Lamongan
Topik: Mati Batang Otak, IVH dan ICH
Tanggal (kasus): 27 September 2016
Nama Pasien: An. R No. RM: 011245
Tanggal presentasi: Nama pendamping: 1. dr. Maya H
2. dr. Ifadatul Waro
Tempat presentasi: Rumah Sakit Muhammadyah Lamongan
Obyektif presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: An. R 2 tahun
Tujuan: mengetahui definisi yang tepat
Bahan bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas: Diskusi Presentasi Email Pos
dan diskusi
Data pasien: Nama: An. R Nomor RM: 01.12.45
Nama klinik: Rumah Sakit Telp: - Terdaftar sejak: 27 September
Muhammadyah Lamongan 2016
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / gambaran klinis:
Penurunan kesadaran post tertabrak sepeda motor 1 jam SMRS. Awalnya pasien
sedang bersepeda bersama teman-temannya kemudian ditabrak oleh pengendara
motor dan terseret sejauh kurang lebih 50 meter. Pasien langsung mengalami
penurunan kesadaran, tidak respon saat diajak bicara dan muntah sebanyak 2x.
Kejang disangkal, keluar darah dari hidung dan telinga disangkal.
2. Riwayat pengobatan: pasien belum pernah diberi pengobatan terhadap sakitnya
sebelumnya.
3. Riwayat kesehatan / penyakit:
Riw. Alergi disangkal.
4. Riwayat keluarga:
Riw. Alergi disangkal.
5. Lain-lain:
Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : pasien tampak sakit berat
TB : 90cm
BB : 15kg
Tanda Vital
Nadi : 132 kali/ menit
Suhu : 36,80 C
Nafas : 30 kali / menit
GCS 111
Kepala Leher : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, sianosis -/-, dispnea -/-,
pembesaran KGB , pupil isokor 5mm/5mm, refleks cahaya negatif, refleks batuk
negatif
Thoraks : pergerakan hemithoraks kanan dan kiri simetris, retraksi -/-,
Paru : Bunyi nafas vesikuler/vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor : Bunyi jantung S1, S2 normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : cembung, bising usus positif, hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : anemis +/+, ikterik -/-, edema -/-, akral hangat, kering, babinski +/+

Pemeriksaan Penunjang
RO Thorax
Hasil Pemeriksaan : Pulmo tak tampak fibrinoinfiltrat
Kesimpulan : Foto thorax tak tampak kelainan
CT SCAN KEPALA NON KONTRAS
Kesimpulan : didapatkan pendarahan di ventrikel, subkorteks hemisfer desktra mengarah ke
IVH dan ICH volume kurang lebih 30cc

Pemeriksaan Laboratorium Darah


Eritrosit 3,72 x 106 / L (3,80-5,30)
Hemoglobin 8,8 mg / dL (14,0-18,0)
MCV 66,10 fl (87,00-100,00)
MCH 20,50 pg (28,00-36,00)
MCHC 30,10 % (31,00-37,00)
Hematokrit 31,2 % (40,0-54,0)
Leukosit 28,7 x 103 / L (4,0-11,0)
Hitung jenis : Basofil 1,6 % (0,0-1,0)
Eosinofil 4,8 % (1,0-2,0)
Neutrofil 91,4 % (49,0-67,0)
Limfosit 8,7 % (25,0-33,0)
Monosit 2,5 % (3,0-7,0)
Trombosit 500 x 103 / L (150-450)
HbsAg negatif
SGOT 33 IU (0-37)
SGPT 25 IU (0-41)
Natrium 135 mEq / L (135-155)
Kalium 3,8 mEq / L (3,6-5,5)
Clorida 101 mEq / L (70-108)
Gula Darah Acak 120mg /dL
Daftar pustaka:
1. Widiana,Ana.2010.Bioetika:Euthanasia. Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati.ITB:Bandung
2. Siregar, Ramadhan Syahmedi. 2013. Euthanasia Dalam Perspektif Islam. FK USU: Medan
3. Zainafree,Intan. 2009. Euthanasia (Dalam Perspektif Etika dan Moralitas. Fakultas Ilmu
Kesehatan Masyarakat. UNNES
Hasil pembelajaran:
1. Subyektif : An. R 2 tahun datang dengan keluhan utama penurunan kesadaran post
tertabrak sepeda motor 1 jam SMRS. Awalnya pasien sedang bersepeda bersama
teman-temannya kemudian ditabrak oleh pengendara motor dan terseret sejauh kurang
lebih 50 meter. Pasien langsung mengalami penurunan kesadaran, tidak respon saat
diajak bicara dan muntah sebanyak 2x. Kejang disangkal, keluar darah dari hidung dan
telinga disangkal.
2. Obyektif: hasil pemeriksaan fisik dan penunjang mendukung didirikannya diagnosa
IVH dan ICH susp. MBO
3. Assestment: berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang,
dapat ditegakkan diagnosis IVH dan ICH susp. MBO
4. Plan:
a. Rawat Inap pro ICU
b. Obat-obatan yang diberikan
IGD IVFD KaEN 1B loading 500cc maintenance 1250cc/24 jam, Inj.
Santagesic 3x150mg iv, Inj. Bactecyn 3x250mg iv, Inj. Ranitidin 2x15mg iv
Pasang NGT dan DK, konsultasi Dokter Spesialis Bedah Saraf dan Anestesi
Di ICU : perkembangan menunjukkan MBO positif kie keluarga prognosa
buruk
c. Dan lain-lain : keluarga memutuskan aff ventilator dan stop pengobatan.

Pembelajaran Portofolio
Euthanasia
Euthanasia berasal dari kata Yunani, eu berarti baik,dan thanatos artinya mati.
Maksudnya mengakhirihidup dengan cara yang mudah dan tanpa rasa sakit.Sedangkan menurut
Dr. Yusuf Qardhawi, MA, (qatlar-rahmah): tindakan memudahkan kematianseseorang dengan
sengaja tanpa meresakan sakit,karena kasih sayang, dengan tujuan meringankanpenderitaan si
sakit. Oleh karena itu, euthanasiasering disebut juga dengan mercy killing(matidengan tenang).
Ditinjau dari kondisi pasienEuthanasia didefinisikan sebagai tindakan mengakhiri hidup
seorang individu secaratidak menyakitkan, ketika tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai
bantuan untukmeringankan penderitaan dari individu yang akan mengakhiri hidupnya.
Hadiwardoyo (1989) menyatakan bahwa dahulu istilah euthanasia menunjukkan usaha
tenagamedis untuk membantu para pasien supaya dapat meninggal dengan baik, tanpa
penderitaanyang terlalu hebat. Apabila euthanasia dipandang sebagai bantuan medis pada pasien
yangsudah mendekati akhir hidupnya, dengan cara yang sesuai dengan perikemanusiaan,
makatindakan tersebut baik motivasi atau caranya tidak bertentangan dengan rasa hormat
terhadapmartabat manusia.Pada saat ini banyak sekali pertentangan terhadap praktek euthanasia.
Ada pihak-pihak yangkontra terutama dari kalangan pemuka agama yang menganggap bahwa
tindakan euthanasiamerupakan upaya pembunuhan baik yang dilakukan secara terencana
ataupun tidak dan jugadipandang menyalahi aturan agama karena mendahului kehendak Allah
SWT. Tetapi tidaksedikit juga yang menjadi kelompok yang pro akan tindakan euthanasia ini
yang umumnya dianut terutama oleh kebanyakan pasien atau orang yang memiliki penyakit atau
penderitaanyang tak berkesudahan dan kesempatan untuk sembuhnya tipis. Mereka merasa
bahwa denganmelakukan euthanasia, selain tidak terlalu lama mengalami penderitaan, mereka
juga tidakmerepotkan dan membebani pihak keluarga yang selama ini mengurus dan
mengusahakandana perawatan mereka.Menurut Utomo (2009), dalam praktek kedokteran
dikenal dua macam euthanasia yaitu,euthanasia aktif dan euthanasia pasif.
Euthanasia aktif ialah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan
memberikansuntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Suntikan dilakukan pada saat keadaan
penyakitpasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir, yang
menurutperkiraan/perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama.
Alasanyang lazim dikemukakan dokter ialah bahwa pengobatan yang diberikan hanya
akanmemperpanjang penderitaan pasien, tidak mengurangi keadaan sakitnya yang memang
sudahparah. Contoh kasus euthanasia aktif misalnya pada orang yang mengalami keadaan koma
yangsangat lama, karena bagian otaknya terserang penyakit atau bagian kepalanya
mengalamibenturan yang sangat keras. Dalam keadaan demikian ia hanya mungkin dapat hidup
denganmempergunakan alat pernafasan, sedangkan dokter ahli berkeyakinan bahwa penderita
tidakakan dapat disembuhkan.Alat pernafasan itulah yang memompa udara ke dalam paru-
parunya dan menjadikannya dapatbernapas secara otomatis. Jika alat pernapasan tersebut
dihentikan (dilepas), maka penderitasakit tidak mungkin dapat melanjutkan pernafasannya
sebagai cara aktif yang kemudian akanmemudahkan proses kematiannya.
Euthanasia pasif adalah tindakan dokter berupa penghentian pengobatan pasien yang
menderitasakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan.
Penghentianpemberian obat ini berakibat mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim
dikemukakanialah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas, sementara dana yang
dibutuhkan untukbiaya pengobatan cukup tinggi, sedangkan fungsi pengobatan menurut
perhitungan doktersudah tidak efektif lagi. Ada lagi upaya lain yang bisa digolongkan dalam
euthanasia pasif, yaituupaya dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut
penelitian medis masihmungkin bisa sembuh. Contoh kasus dalam hal ini seseorang yang
kondisinya sangat kritis danakut karena menderita kelumpuhan tulang belakang yang biasa
menyebabkan kelumpuhanpada kedua kaki dan kehilangan kontrol pada kandung kencing dan
usus besar. Penderitapenyakit ini senantiasa dalam kondisi lumpuh dan selalu membutuhkan
bantuan khusus selamahidupnya. Atau penderita kelumpuhan otak yang menyebabkan
keterbelakangan pikiran dankelumpuhan badannya dengan stadium beragam yang biasanya
penderita penyakit ini akanlumpuh fisiknya dan otaknya serta selalu memerlukan bantuan khusus
selama hidupnya. Dalamkeadaan demikian ia dapat saja dibiarkan tanpa diberi pengobatan yang
mungkin akan dapatmembawa kematiannya.Dalam contoh tersebut, penghentian pengobatan
merupakan salah satu bentuk euthanasiapasif. Menurut gambaran umum, para penderita penyakit
seperti itu terutama anak-anak tidakberumur panjang, maka menghentikan pengobatan dan
mempermudah kematian secara pasifitu mencegah perpanjangan penderitaan si anak atau kedua
orang tuanya.
Kriteria mati dahulu mungkin dikatakan mati jikadilihat tidak bernafas (bisa saja dia mati
suri),kemudian ukuran ini berubah dengan tidakberfungsinya jantung atau gerak nadi.
Kemudiandiketahui bahwa jantungpun ternyata digerakkanoleh pusat saraf penggerak yang
terletak pada bagianbatang otak di kepala. Makanya Prof. Dr.MaharMardjono (eks Rektor UI)
dan para ahli kedokteransepakat bahwa yang menjadi patokan dalammenentukan kematian
adalah batang otak. Jikabatang otak betul-betul sudah mati harapan hidupseseorang sudah
terputus.
Menurut dr.Yusuf Misbach (ahli saraf), terdapat duamacam kematian otak, yaitu kematian
korteks otakyang merupakan pusat kegiatan intelektual, dankematian batang otak, kerusakan
pada batang otaklebih fatal, karena di bagian itulah terdapat pusatsaraf penggerak yang
merupakan motor semua saraftubuh, hal ini juga dikemukakan oleh dr.KartonoMuhammad
(Wakil Ketua IDI). Ia mengatakanbahwa seseorang dianggap mati apabila batang otakyang
menggerakkan jantung dan paru-paru tidakberfungsi lagi. Tegasnya batang otak
merupakanpedoman untuk mengetahui masih hidup atau sudahmatinya seseorang yang sudah
tidak sadar.
Untuk menentukan kerusakan otak pada maunusiamenurut Prof.Dr.Mahar Mardjono (eks
Rektor UI)tidak terlalu sulit bagi rumah sakit yang tidak adaalat electroencefalograf (EEG), bisa
juga denganmenggunakan alat detektor otak, maka cukupdengan mengetes refleksi kornea mata,
apabila pupilmasih memberi reaksi terhadap cahaya.Bisa juga dengan memeriksa refleks
vestibula ocular(meneteskan 20cc air es ke telinga kiri dan kanan,kemudian memeriksa reaksi
motoriknya pada mata).
Euthanasia menurut KUHP dan Kode EtikKedokteran. Dalam pasal 344 KUHP
dinyatakan: barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaanorang itu sendiri, yang
disebutkannya dengan nyatadengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanyadua
belas tahun.Berdasarkan pasal ini seorang dokter bisa dituntut bilamelakukan euthanasia,
walaupun atas permintaan pasiendan keluarga yang bersangkutan (euthanasia aktif).Namun bila
dilakukan tanpa permintaan pasien (dikategorikan euthanasia pasif), ancamannya Pasal 338 dan
340 KUHP. Pasal 338: Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, karena
salah telah melakukan pembunuhan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima
belas tahun. Pasal 340: Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu
menghilangkan nyawa orang lain, karena salah telah melakukan pembunuhan dengan
direncanakan terlebih dahulu, dihukum dengan hukuman mati atau dengan hukuman penjara
seumur hidup atau dengan hukuman penjara sementara selamalamanya dua puluh tahun.

Di dalam Kode EtikKedokteran yang ditetapkan Menteri Kesehatan


Nomor:434/Men.Kes./SK/X/1983 disebutkan pada pasal 10setiap dokter harus senantiasa
mengingat akankewajibannya melindungi hidup makhluk insani.Bagidokter yang melakukan
euthanasia bisa diberhentikandari jabatannya, karena melanggar kode etik kedokteran.
Solusi bagi pasien yang putus asa dari kesembuhansehingga ingin bunuh diri atau
euthanasia adalah, iamenyadari akan kelemahan imannya, sebab sakitadalah satu bentuk ujian
kesabaran. Jika ingineuthanasia dengan permintaan sendiri maka Allahmengancamnya melalui
hadist Nabi yang artinya:Barang siapa mencekik lehernya, ia akan mencekiklehernya pula
dalam neraka. Dan siapa menikamdirinya, maka ia menikam dirinya pula dalam apineraka
(dalam kitab Shahih Bukhari).Jika pihak keluarga merasa kasihan pada pasien atautidak sanggup
dengan biaya perawatan maka merekamemutuskan untuk euthanasia aktif sementara sipasien
masih ada tanda-tanda kehidupan (belummati batang otaknya), maka si pelaku euthanasia
dankeluarga pemberi izin, tergolong pembunuhandisengaja dan pelaku jarimah (akan kena
hukuman).Hal ini diancam Allah dalam firmannya yangartinya: Dan barang siapa yang
membunuhseorang mukmin dengan sengaja, maka balasannyaialah neraka Jahannam, kekal ia di
dalamnya danAllah murka kepadanya, dan mengutuknya sertamenyediakan azab yang besar
baginya. (Q.S.An-Nisa`:93). Jika keluarganya ingin pasien di euthanasia dengan tujuanagar cepat
memperoleh harta warisan, dalam KUHPmerupakan tindakan pembunuhan direncanakan
dandiancam hukuman. Sementara dalam ajaran Islam, orangyang membunuh tidak akan
mendapatkan wasisan dariorang yang dibunuhnya itu, jika ia merupakan salah satuahli warisnya.
Tapi para ulama sepakat dan begitu juga dikalangankedokteran bahwa euthanasia
pasifdiperbolehkan, yakni tanpa memberikan pengobatan bagipasien karena tidak mampu atau
memang pasrah dengankeadaan yang tak tau kepastiannya, hanya menunggukekuasaan
Allah.Padahal euthanasia pasif dapat memiliki keterkaitan dengan hak-hak pasien, antara lain
hak atas informasi, hak memberikan persetujuan, hak memilih dokter, hak memilih rumah sakit,
hak atas rahasia kedokteran, hak menolak pengobatan, hak menolak suatu tindakan medis
tertentu, hak untuk menghentikan pengobatan. Sedangkan dari sisi lain yaitu etika, pandangan
mengenai kesucian kehidupan dan penghargaan pengakuan hak untuk hidup memungkinkan
untuk melakukan euthanasia ini, karena adanya pengakuan hak untuk hidup seyogyanya
diperlakukan juga setara dengan adanya hak untuk mati. Prinsip menghormati kehidupan adalah
salah satu prinsip yang cukup penting dalam etika medis.

Pendamping, Pendamping,

(dr. Maya H) (dr. Ifadatul Waro)

You might also like