You are on page 1of 45

BAB 3

ANALISIS LINGKUNGAN STRATEGIS


PENGEMBANGAN KEPARIWISTAAN
MALUKU UTARA

3.1. ANALISIS LINGKUNGAN EKTERNAL


Kepariwisataan banyak memiliki keterkaitan dengan berbagai isu yang populer di
dunia.Sebagai salah satu sektor yang bergerak pada bidang jasa, isu isu yang
ada memiliki pengaruh besar terhadap keyakinan konsumen, yaitu wisatawan
terutama dalam kaitannya dengan motivasi perjalanan pada suatu destinasi. Isu
yang negatif akan cenderung berakibat negatif terhadap penilaian konsumen,
sementara isu-isu yang positif juga akan berdampak pada penilai yang positif dari
wisatawan. Beberapa isu pariwisata internasional yang diperkirakan cukup
mempengaruhi industri kepariwisataan dunia, antara lain adalah:

3.1.1. Globalisasi

Keterbukaan dalam era globalisasi mengakibatkan ketidakmungkinan bagi negara


manapun untuk mengisolasi diri dari perkembangan dunia yang semakin cepat. Hal
ini semakin dipicu oleh perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi
seperti satelit, internet, dan High-Speed Downlink Packet Access (HSDPA) yang
mampu menembus batas-batas negara, sehingga dunia terasa semakin sempit
dan jarak terasa semakin dekat, karena komunikasi di dunia maya berlangsung
dalam real time. Kecanggihan teknologi tersebut membuat perubahan situasi dan
kondisi sosial masyarakat dunia semakin cepat dan berlangsung secara terus-
menerus sehingga perubahan menjadi keniscayaan di dunia.
Di era globalisasi, kepariwisataan bukan lagi merupakan ranah terpisah yang bisa
dilaksanakan tanpa pertimbangan atas perkembangan yang terjadi di ranah lain.
Adanya kejadian pandemi SARS, flu burung, flu babi, terorisme, keselamatan
penerbangan, terjadinya iklim ekstrim, dan krisis ekonomi global tak dapat
dimungkiri telah ikut memerosotkan merosotnya kepariwisataan dunia. Hal ini
menjadi bukti bahwa peristiwa atau masalah yang terjadi di satu negara dapat
menyebar dengan cepat dan menjadi tidak terpisahkan dari masalah di negara lain,
sehingga mengharuskan semua negara bekerjasama untuk menanggulanginya.
Oleh karena itu, pembangunan sistem kepariwisataan dunia, mau tidak mau harus
melebar dan merangkul sistem-sistem lain agar kepariwisataan itu sendiri bisa
bertahan dan berkembang.

Walaupun dunia sedang berada dalam krisis ekonomi global yang diperkirakan
akan berlanjut sampai dengan tahun 2010, tetapi diperkirakan bahwa pasca krisis,
kepariwisataan dunia akan meningkat lagi, namun dengan kebutuhan, profil, dan
keinginan yang berbeda. Menghadapi tahun 2020, UNWTO memprediksi bahwa
jumlah wisatawan dunia akan mencapai 1,6 milyar, dengan sebagian besar (1,2
milyar) merupakan wisatawan regional dan sisanya (378 juta) adalah wisatawan
jarak jauh. Secara regional, jumlah wisatawan terbanyak akan terdapat di Eropa
(717 juta wisatawan), selanjutnya ke Asia Timur dan Pasifik (397 juta) dan Amerika
Utara dan Selatan (282 juta), kemudian baru disusul oleh Afrika, Timur Tengah, dan
Asia Selatan.

Implikasi dari globalisasi bagi kepariwisataan Maluku Utara yang berkelanjutan


menghasilkan tiga buah kata kunci pembangunan kepariwisataan yang
berkelanjutan yaitu:

a. Ketahanan kepariwisataan

b. Peningkatan daya saing taraf regional dan internasional

c. Perencanaan dan manajemen destinasi (nasional, provinsi, daerah otonom)


yang terintegrasi.

Disamping itu, terjadinya liberalisasi sektor ekonomi di berbagai negara, sejalan


dengan globalisasi merupakan tantangan besar bagi segenap negara di dunia pada
abad 21 ini. Liberalisasi dan globalisasi tentu saja menempatkan negara-negara
berkembang di dunia pada posisi yang harus menghadapi tantangan semakin
kompleks untuk menuju pada langkah kompetitif dan tetap dapat berpartisipasi
dalam persaingan global. Pariwisata seperti halnya sektor perekonomian lainnya,
memiliki peluang semakin berkembang yang cukup besar, dengan adanya
liberalisasi. Hal tersebut disebabkan oleh karena semakin terbukanya sektor
perjalanan luar negeri, perdagangan, dan investasi.

3.1.2. Pemanasan Global (Global Warming)

Iklim global telah mengalami perubahan drastis dibandingkan dengan sebelum era
pra-industri dan diperkirakan akan terus berubah sampai akhir abad ke-21 dan
masih akan terus berlanjut. Inter-governmental Panel on Climate Change (IPCC)
menyimpulkan bahwa peningkatan rerata suhu di bumi ini hampir 90% merupakan
hasil dari aktivitas manusia yang menambahkan konsentrasi gas efek rumah kaca
(GHGs) ke atmosfer. Bila hal ini terus berlanjut, Badan Energi Internasional (IEA)
memprediksi gas efek rumah kaca akan meningkat 57% pada 2030 dan
mengakibatkan suhu bumi meningkat paling sedikit 3 C.

Peningkatan suhu ini menjadi penyebab utama mencairnya glasier dan bongkahan
es kutub yang berakibat naiknya permukaan air laut global sebesar 1,8 mm per
tahun (1961-1993) dan sekitar 3,1 mm per tahun (1993-2003). Akibatnya, terjadi
kemunduran garis pantai yang cukup signifikan. Hal ini merupakan ancaman serius
bagi eksistensi pulau-pulau kecil baik yang berpopulasi maupun yang tidak
berpopulasi di seluruh dunia. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia (DKP-RI) mencatat bahwa 24 dari sekitar 17.000 buah pulau yang
dimiliki Indonesia telah tenggelam. Padahal, pulau-pulau kecil di Indonesia sangat
kaya akan sumber daya kelautan sebagai salah satu aset kepariwisataan bangsa.
Di samping itu, peningkatan suhu ini juga menyebabkan bertambahnya frekuensi
dan besarnya gangguan iklim yang cukup ekstrim seperti gelombang panas,
kekeringan, banjir, dan badai tropis.
Dari gambaran di atas dapat diketahui sejumlah tantangan atas fenomena
pemanasan global bagi kepariwisataan Indonesia dapat dijabarkan dalam butir-
butir berikut ini:

a. Diperlukan berbagai kebijakan dan strategi bagi segenap pelaku usaha sektor
pariwisata untuk menerapkan berbagai praktek manajemen dan
pengembangan yang berasaskan pada prinsip ramah lingkungan (e.g.:
sosialisasi program-program Green Tourism secara luas)

b. Diperlukan guidelines pengembangan destinasi-destinasi rawan bencana dan


kerusakan alam (e.g: resor-resor di sepanjang pantai yang rawan bencana
tsunami dan ancaman abrasi)

c. Diperlukan rencana aksi strategi dan mitigasi bencana alam dan proses
evakuasi yang bersifat quick response pada destinasi wisata rawan bencana.

d. Diperlukan keseimbangan antardimensi dalam pembangunan pulau-pulau kecil


secara berkelanjutan.

Diperlukan pengembangan Destination Management Organization (DMO) yang


mampu mendorong pengembangan green tourism (green economy).

3.1.3. Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals)

Di awal millennium ketiga, Sekretariat Jenderal PBB telah mengeluarkan Deklarasi


Millennium, berupa Tujuan Pembangunan Millenium atau Millennium Development
Goals (MDGs) yang berisi 8 tujuan dengan 18 target dan 48 indikator. Dari 8 tujuan
tersebut terdapat tujuan yang tegas untuk mempromosikan kesetaraan gender dan
pemberdayan perempuan. Kedelapan tujuan MDGs tersebut adalah (1)
menghapuskan kemiskinan dan kelaparan, (2) mewujudkan pendidikan dasar yang
berlaku secara universal, (3) mendorong kesetaraan gender dan memberdayakan
kaum perempuan, (4) menurunkan angka kematian anak, (5) meningkatkan
kesehatan ibu, (6) memerangi penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit
menular lainnya, (7) menjamin pelestarian lingkungan dan (8) membangun suatu
kemitraan global untuk pembangunan. Dalam sektor pariwisata terdapat 4 tujuan
MDGs yang harus menjadi fokus pembangunan pariwisata berkelanjutan, yaitu:
a. Tujuan (1) menanggulangi kemiskinan dan
kelaparan

b. Tujuan (3) mendorong kesetaran gender dan


pemberdayaan perempuan

c. Tujuan (7) memastikan kelestarian lingkungan


hidup

d. Tujuan (8) membangun kemitran global untuk


pembangunan

Dalam rangka mencapai 4 tujuan tersebut, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan untuk meningkatkan kontribusi pariwisata dalam pengentasan
kemiskinan, yaitu:

a. Penyediaan lapangan pekerjaan oleh perusahaan-perusahaan pariwisata


untuk penduduk lokal dengan upah yang layak dan memberikan pelatihan.

b. Pengembangan pengembangan usaha kecil melalui dukungan teknis,


dukungan marketing, dan akses pada kredit.

c. Pengembangan ekonomi lokal dengan sumber daya lokal untuk memproduksi


makanan, barang-barang lain, dan pelayanan.

d. Menciptakan sumber pendapatan bagi masyarakat lokal dalam bentuk biaya


kontrak tanah atau perjanjian-perjanjian dagang yang lain dengan
masyarakat; mengedepankan kemitraan yang setara; sumbangan ke proyek
masyarakat lokal, dan sebagainya.

e. Pembagian pelayanan dilakukan dengan pemberian kesempatan penduduk


lokal untuk mengakses pelayanan yang dibangun untuk wisatawan termasuk
infrastruktur, keamanan, komunikasi, kesehatan, dan sebagainya.

f. Merawat akses ke sumber daya alam sebagai bentuk jaminan bahwa


pariwisata tidak akan menyebabkan dislokasi penduduk lokal dari habitatnya
dan menutup akses pada sumber daya utama seperti air dan sebagainya.

g. Memperkecil dampak negatif terhadap kebudayaan dengan mempromosikan


tradisi kebudayaan dengan penuh kehormatan, bukan dengan cara
eksploitatif, dan memastikan bahwa wisatawan telah diberi nasehat agar
berperilaku dan berpakaian dalam batas-batas yang sopan.

h. Meningkatkan ketahanan masyarakat, menghindari ketergantungan yang


berlebihan kepada pariwisata melalui keanekaragaman produk dan pasar,
hubungan ekonomi, dan sebagainya.

i. Partisipasi dalam perencanaan dan proses pengambilan keputusan,


memberikan kebijakan yang cocok dan lingkungan kelembagaan yang
mendukung keterlibatan penduduk lokal secara siginifikan serta
menghidupkan dialog antarstakeholder.

Tampaklah dengan jelas bahwaMDGs menempatkan manusia sebagai fokus


utama pembangunan yang harus memiliki tenggat waktu dan kemajuan yang
terukur. MDGs didasarkan atas konsensus dan kemitraan global, sambil
menekankan tanggung jawab negara berkembang untuk melaksanakan pekerjaan
rumah mereka, sedangkan negara maju berkewajiban mendukung upaya tersebut.

MDGs sesungguhnya bukan hal baru bagi Indonesia. Sebagai suatu bentuk
orientasi pembangunan, implementasi MDGs telah dipraktekkan oleh Pemerintah
Indonesia sejak masa Pemerintahan Presiden Soekarno dalam berbagai bentuk
kebijakan dan program yang sesuai dengan kondisi masa itu. Sampai saat ini
MDGs telah menjadi salah satu bahan masukan penting dalam penyusunan
Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional. Pelaksanaan berbagai kebijakan
pembangunan selama 40 tahun terakhir menunjukkan bahwa Indonesia telah
konsisten dengan tujuan MDGs, meskipun MDGs sendiri saat itu belum menjadi
agenda pembangunan global..

Dengan berdasar pada MDGs, Pemerintah memposisikan agenda meningkatkan


kesejahteraan rakyat menjadi titik prioritas pembangunan bangsa yang arah
kebijakannya menuju penanggulangan kemiskinan dan pengangguran. Dalam
konteks ini, kepariwisataan dianggap sebagai salah satu sektor ekonomi yang
dapat mendukung akselerasi program penanggulangan kemiskinan.

3.1.4. Kecenderungan dan Perkembangan Pariwisata Global


Identifikasi beberapa kekuatan penggerak yang diperkirakan banyak memberikan
pengaruh terhadap tren pergerakan wisatawan internasional pada umumnya, dan
wisatawan nasional pada khususnya menurut data WTO, antara lain adalah:

A. Pertumbuhan Ekonomi tinggi di berbagai negara di dunia yang berdampak


pada meningkatnya kesejahteraan.

B. Meningkatnya Disposable Income yang berakibat pada meningkatkan pola


pembelanjaan.

C. Kelonggaran-kelonggaran atas Travel Restrictions yang berdampak pada


meningkatkan tren outbound baik pada level regional maupun internasional

D. Intensitas dan keberhasilan promosi pariwisata di tiap-tiap negara seperti


yang terjadi di Thailand dan Malaysia yang sukses dalam pemulihan industri
pariwisatanya.

E. Meningkatnya Frekuensi, Dari Durasi Perjalanan Pendek (Short Trip).


Meningkatnya durasi perjalanan pendek diperkirakan akan memberikan
dampak positif khususnya dalam hal pembelanjaan. Jenis wisatawan yang
berminat pada tipe perjalanan pendek pada umumnya memiliki minat belanja
yang tinggi.

Berdasarkan data statistik WTO dapat digambarkan bahwa ada proporsi perjalanan
regional, intra regional, dan domestik yang tinggi di mana lebih dari 50% - 60%
perjalanan dilakukan diantara negara-negara maju dalam satu kawasan Eropa
Barat, Amerika Utara, dan Asia Timur. Hal ini mengindikasikan adanya
kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan dalam satu kawasan
(regional) yang disebabkan antara lain oleh faktor-faktor berikut:

A. Adanya kemudahan dalam aksesibilitas dari negara ke negara tujuan

B. Biaya perjalanan yang relatif terjangkau

C. Waktu perjalanan yang relatif singkat, sehingga wisatawan dapat lebih lama
menikmati wisatanya

D. Kemiripan selera terhadap makanan dan minuman


E. Kemiripan budaya/ kebiasaan hidup masyarakatnya memudahkan
melakukan komunikasi/ mengikuti adat istiadat setempat

F. Kecenderungan Kebutuhan manusia berwisata yang semakin meningkat

Dalam beberapa dekade terakhir industri pariwisata telah menjadi pusat perhatian
dunia, karena berbagai faktor keberhasilannya, bahkan untuk Indonesia pariwisata
sempat menjadi primadona dengan posisinya sebagai salah satu sumber devisa
negara non migas. Namun demikian, akibat dinamika gejolak ekonomi, sosial,
politik, dan keamanan, harus diakui pula bahwa pariwisata di Indonesia menjadi
sangat tidak menentu, bahkan sempat mengalami degradasi ketika terjadi krisis.
Sementara itu, terhadap kecenderungan pertumbuhan kedatangan wisatawan,
secara tidak langsung juga akan mempengaruhi tingkat penerimaan (receipts)
dunia.

Annualy Growth Rate menunjukkan bahwa World Visitor Arrivals: 4,32%, dan
Receipts: 6,24%

Gambar 3.1. Forecast Jumlah Wisatawan Internasional berdasarkan data Direktorat Pemasaran
Kemenbudpar 2009

Berdasarkan data kedatangan wisatawan internasional (ITA) dan perolehan market


share (MS) yaitu perolehan pasar dari masing-masing kawasan, Eropa merupakan
kawasan yang paling mendominasi dengan kedatangan wisatawan 403,2 Juta dan
market share 56,6%. Sementara itu, dilihat dari prospek pertumbuhannya, kawasan
Asia pasifik diprediksikan akan menjadi kawasan paling progressif dengan rata
pertumbuhan per tahun mencapai 7,6%.
Gambar 3.2. Kedatangan Wisatawan Internasional Dirinci Berdasarkan Kawasan, Sumber: WTO,

Gambar 3.3. International tourism forcast 2009


Sumber: WTO, 2009

Aspek-aspek eksternal yang diperkirakan akan menjadi pendorong dalam


perkembangan industri pariwisata global diantaranya meliputi:

A. Pertumbuhan Ekonomi tinggi di berbagai negara di dunia yang berdampak


pada meningkatnya kesejahteraan.

B. Meningkatnya Disposable Income yang berakibat pada meningkatkan pola


pembelanjaan.
C. Kelonggaran-kelonggaran atas Travel Restrictions yang berdampak pada
meningkatkan tren outbound baik pada level regional maupun internasional

D. Intensitas dan keberhasilan promosi pariwisata di tiap-tiap negara seperti


yang terjadi di Thailand dan Malaysia yang sukse s dalam pemulihan industri
pariwisatanya.

E. Meningkatnya Frekuensi, Dari Durasi Perjalanan Pendek (Short Trip).


Meningkatnya durasi perjalanan pendek diperkirakan akan memberikan
dampak positif khususnya dalam hal pembelanjaan. Jenis wisatawan yang
berminat pada tipe perjalanan pendek pada umumnya memiliki minat belanja
yang tinggi.

Berdasarkan data statistik WTO dapat digambarkan bahwa ada proporsi perjalanan
regional, intra regional, dan domestik yang tinggi di mana lebih dari 50% - 60%
perjalanan dilakukan diantara negara-negara maju dalam satu kawasan Eropa
Barat, Amerika Utara, dan Asia Timur. Hal ini mengindikasikan adanya
kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan dalam satu kawasan
(regional in bound) yang disebabkan antara lain oleh faktor-faktor berikut:

A. Adanya kemudahan dalam aksesibilitas dari negara ke negara tujuan

B. Biaya perjalanan yang relatif terjangkau

C. Waktu perjalanan yang relatif singkat, sehingga wisatawan dapat lebih lama
menikmati wisatanya

D. Kemiripan selera terhadap makanan dan minuman

E. Kemiripan budaya/ kebiasaan hidup masyarakatnya memudahkan


melakukan komunikasi/ mengikuti adat istiadat setempat

Di samping itu, masih ada beberapa aspek lainnya yang diindikasikan juga akan
berpengaruh pada pariwisata dunia, termasuk Indonesia didalamnya adalah:

A. Kemajuan teknologi informasi yang telah menyebabkan terjadinya perubahan


kecenderungan konsumen yang lebih bersifat point to point,
B. Perubahan pola konsumsi (customer behaviour pattern) yang tidak lagi
terfokus pada 3S (sun, sea, and sand).,

C. Tuntutan wisatawan atas produk-produk yang memiliki nilai tinggi (smart


customer),

D. Tanggungjawab terhadap kondisi pelestarian lingkungan (responsible


tourism) dan keterlibatan masyarakat setempat (local people participation)
yang besar,

E. Berbagai kebijakan regional (misal ASEAN Campaign, AFTA (Asean Free


Trade Agreement), AFAS (Asean Framework Agreement on Service), dan
GATTs).

3.1.5. Kode Etik Pariwisata Global (Global Code of Ethics Tourism)

United Nations World Tourism Development (UNWTO) mencanangkan 10 prinsip


dasar pengembangan pariwisata yang terangkum dalam Kode Etik Global
Pariwisata (Global Code of Ethics for Tourism), yaitu:

a. Kontribusi pariwisata bagi pemahaman saling pengertian dan saling


menghargai antara manusia dan komunitasnya, (Tourisms contribution to
mutual understanding and respect between peoples and societies),

b. Pariwisata sebagai wahana/kendaraan bagi pemenuhan kebutuhan, baik


bagi individu maupun kelompok (Tourism as a vehicle for individual and
collective fulfilment),

c. Pariwisata sebagai salah satu faktor dalam pembangunan berkelanjutan


(Tourism, a factor of sustainable development),

d. Sebagai pengguna atau pengambil manfaat atas keberadaan benda-benda


peninggalan budaya, pariwisata harus member kontribusi bagi
pengembangan benda peninggalan budaya (Tourism, a user of the cultural
heritage of mankind and a contributor to its enhancement),

e. Pariwisata harus merupakan aktivitas yang menguntungkan bagi negara tuan


rumah dan komunitasnya (Tourism, a beneficial activity for host countries and
communities),
f. Pembangunan pariwisata merupakan tanggung jawab para stakeholdernya
(Obligations of stakeholders in tourism development),

g. Menjunjung tinggi hak-hak kepariwisataan (Rights to tourism),

h. Menjunjung tinggi kebebasan bagi pergerakan wisatawan (Liberty of tourist


movements),

i. Menjunjung tinggi hak-hak para pekerja dan wirausahawan dalam industri


pariwisata (Rights of the workers and entrepreuners in the tourism industry),

j. Penerapan prinsip-prinsip Kode Etik Global bagi pariwisata (Implementation


of the principles of the Global Code of Ethics for Tourism).

Nilai penting dari pembangunan pariwisata berkelanjutan semakin menguat sejak


dikeluarkannya Kode Etik Global bagi Pariwisata (Global Code of Ethics for
Tourism) oleh World Tourism Organization yang berisikan 10 prinsip dasar
pengembangan pariwisata. Pada dasarnya, isi kode etik ini terfokus pada
menghormati dan menghargai nilai budaya lokal dengan rekomendasi yang jelas
untuk melindungi warisan artistik, produk budaya tradisional, kerajinan dan
legenda, dan pelestarian aset-aset alam. Meskipun demikian, di dalamnya terdapat
referensi untuk memberi keuntungan pada masyarakat lokal, dan referensi bagi
perusahaan multinasional untuk ikut menyumbang pembangunan, terutama di
kawasan destinasi pariwisata. Hak bekerja bagi tenaga lokal juga dimunculkan
meskipun tidak disertai keharusan kegiatan pelatihan yang memastikan penduduk
lokal mendapat posisi yang cukup berarti dalam pekerjaan dan bukan sekadar
menjadi buruh belaka.

Implikasi dari Global Code of Ethics for Tourism bagi kepariwisataan Indonesia
dapat dijabarkan berikut:

a. Adanya kebijakan yang menjamin kesejahteraan masyarakat dan


perlindungan hak-hak wisatawan.

b. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat lokal di bidang


pariwisata.

c. Standardisasi dan pengembangan remunerasi SDM pariwisata.


d. Penegakan hukum (law enforcement) yang kuat dan konsisten untuk
mengimplementasikan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi
Seksual Komersial Anak.

Penipuan terhadap wisatawan, dan berbagai tindak kriminal tidak bertanggung


jawab yang terjadi pada wisatawan telah memunculkan serangkain protes
khususnya dari wisatawan sendiri selaku pihak yang merasa dirugikan. Beberapa
kesalahan yang banyak terjadi dalam dunia pemasaran, akibat strategi pemasaran
yang tidak bertanggungjawab (unresponsible marketing) berakibat pada munculnya
serangkaian keluhan maupun rasa ketidakpuasan konsumen (termasuk wisatawan)
terhadap jasa maupun produk yang diterimanya.

Kondisi ini kemudian mulai ditanggapi oleh pihak pemerintah untuk memberikan
secara khusus terhadap konsumen dengan diberlakukannya undang-undang
perlindungan konsumen, seperti halnya terjadi di Indonesia. Dengan adanya
perlindungan terhadap hak-hak konsumen secara tidak langsung memiliki
konsekuensi terhadap jasa maupun produk yang akan dipasarkan atau ditawarkan
terhadap konsumen untuk dapat dilakukan menurut standar atau prosedur yang
benar.

3.1.6. Perkembangan Kawasan Asia Pasifik dan ASEAN

a. Kawasan Asia Pasifik

Kawasan Asia Pasifik juga memiliki tren perkembangan pariwisata yang


cukup cerah. Hal ini terlihat dari laju pertumbuhan penerimaan dan
kedatangan wisatawan dalam tiga (3) tahun terakhir. Dalam prediksi
terhadap prospek regional terhadap kepariwisataan internasional oleh
WTO, berdasarkan data pertumbuhan pariwisata di kawasan ini
dinyatakan sebagai kawasan (region) dengan average annual growth
rate tertinggi di bandingkan dengan kawasan lain (Eropa, Asia, Afrika,
dan Amerika) yaitu dengan rata-rata pertumbuhan per tahun 7,6%.

Kawasan ini dapat dikatakan memiliki keterkaitan yang erat dengan


Indonesia. Di samping keterkaitan dengan beberapa sumber pasar
utama, Indonesia juga memiliki banyak peluang melihat perkembangan
kepariwisataan di kawasan ini. Bahkan informasi harian Kompas
menyebutkanbahwa wisatawan outbound Asia Pasifik diprediksikan
akan terus meningkat. Dalam hal ini peningkatan yang signifikan
wisatawan Cina akan memimpin pemulihan industri pariwisata regional
sepanjang tahun. Secara nasional diprediksikan bahwa Indonesia akan
menikmati peningkatan travel outbound sebesar 8% dengan jumlah
wisatawan mencapai 1,15 Juta.

b. Perkembangan Kawasan ASEAN

Kawasan ASEAN merupakan kawasan dengan karakteristik


perkembangan pariwisata yang sangat dinamis sepanjang tahun.
Berdasarkan data kunjungan wisatawan pada masing-masing kawasan
terlihat pada tahun 2000 terjadi perubahan yang sangat signifikan
terhadap jumlah kunjungan, dimana masing-masing negara mengalami
kenaikan secara pesat seperti terjadi di Malaysia yang meningkat dari
jumlah 1.932.149 wisatawan menjadi 10.221.582 wisatawan di tahun
2000.

Dalam hal ini dilihat dari komposisi market share, Malaysia adalah
market leadernya. Dalam hubungannya dengan Indonesia Negara-
negara Asean merupakan negara-negara yang menjadi pesaing utama
sekaligus sumber pasar utama (40% dari total market) pariwisata
Indonesia.

Indonesia juga banyak memiliki berbagai faktor keterkaitan lain dengan


kawasan Asean, khususnya dengan Singapura. Seperti dalam hal
aksesibilitas, dimana pada jalur-jalur penerbangan internasional
Indonesia masih belum memiliki akses langsung, masih sangat
bergantung dengan Singapura, karena selama ini Singapura yang
memiliki infrastruktur terbaik di antara negara-negara ASEAN.
3.1.7. Dari Pariwisata Masal Menuju Pariwisata Minat Khusus (Mass
Tourism to Special Interest)

Perubahan kecederungan dari pariwisata masal ke arah pariwisata individual


memunculkan serangkaiankecederungan lain yangberkaitan dengan kecederungan
pariwisata secara keseluruhan, yaitu:

a. Munculnya specialty market yang diperkirakan akan terbentuk akibat pergeseran dari mass
market. Jenis pasar ini akan semakin mempersempit perluasan pasar pariwisata yang
sebenarnya jauh lebih beragam. Seperti halnya dengan pasar pariwisata Indonesia yang tidak
hanya terdiri dari pasar minat khusus (specialty market) tetapi juga memiliki segmen pasar yang
berminat pada budaya dan alam.

b. Pergeseran mass market diperkirakan juga akan membentuk karakter pasar wisatawan
internasional ke arah pasar yang lebih terfragmentasi (fragmented market) yaitu berkembangnya
individual tourism. Segmen pasar ini pada umumnya memiliki lebih banyak preferensi dan
ekspektasi, sehingga tipe segmen seperti ini sering disebut sebagai smart market di mana
wisatawan akan cenderung memiliki penilaian (preference values) yang lebih, terhadap segala
sesuatu yang dijumpainya dalam perjalanan, baik terhadap jasa pelayanan maupun produk.

3.1.8. Kelonggaran Terhadap Pergerakan dan Arus Wisatawan di beberapa


Wilayah (Tourism Restriction Allowance)

Berkembangnya tren outbound di beberapa kawasan, cukup positif direspon oleh


pemerintah setempat. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya kelonggaran-
kelonggaran bagi warga negaranya untuk melakukan perjalanan ke luar negeri,
seperti terjadi di Cina. Cina merupakan salah satu negara yang cukup keras
melakukan restriksi-restriksi baik terhadap masuknya warga asing, maupun urusan
warga negaranya yang akan bepergian ke luar negeri.

3.1.9. Kebangkitan Ekonomi Kreatif sebagai Ekonomi Gelombang


Keempat
Ekonomi Kreatif diprediksikan akan menjadi ekonomi gelombang ke-4 (fourth wave
industry) dalam perkembangan ekonomi global setelah era ekonomi pertanian,
ekonomi industri, dan ekonomi informasi. Negara-negara maju mulai menyadari
bahwa supremasi industri manufaktur sudah tidak dapat diandalkan lagi. Pada
tahun 1990-an, mereka mulai mengintensifkan kegiatan ekonomi yang berbasis
teknologi informasi dan kreativitas SDMnya. Perekonomian seperti ini, untuk
pertama kalinya diberi nama ekonomi kreatif oleh John Howkins (2002). Pada
dasarnya ekonomi kreatif merupakan wujud upaya pencarian model pembangunan
ekonomi yang berkelanjutan melalui kreativitas yang dianggap sebagai suatu
sumber daya yang terbarukan dan bahkan tidak terbatas. Ekonomi kreatif di
berbagai negara saat ini diyakini dapat memberikan kontribusi yang signifikan bagi
perekonomian bangsanya asalkan setiap negara membangun kompetensi ekonomi
kreatif sesuai dengan cara dan kemampuan masing-masing.

Komponen industri kreatif

Komponen industri kreatif meliputi (1) Arsitektur, (2) Desain, (3) Pasar Seni dan
Barang Antik, (4) Kerajinan, (5) Fashion, (6) Periklanan, (7) Video, Film, dan
Fotografi, (8) Permainan Interaktif, (9) Musik, (10) Seni Pertunjukan, (11)
Penerbitan & Percetakan, (12) Layanan Komputer dan Piranti Lunak, (13) Televisi &
Radio, dan (14) Riset dan Pengembangan

3.1.10. Revolusi Teknologi dan Informasi

Pesatnya kemajuan teknologi dan informasi sangat menuntut sikap yang proaktif
semua pihak baik stakeholder maupun enterprenur, dimana perkembangan E
Business telah menjadi bagian inti strategi. Dalam beberapa hal E- Business
mampu memberikan banyak kemudahan, baik dalam hubungan business to
business (B to B), maupun business to customer (B to C). Sebagai salah satu
strategi, e-business akan sangat mendukung pelaksanaan rencana-recana bisnis
masa depan yang tidak lagi boros (high cost economy) tetapi merupakan rangkaian
strategi yang lebih afektif dengan jangkauan yang jauh lebih luas, tanpa batas.

3.1.11. Pergeseran Kebijakan Pembangunan Nasional


Pergeseran peran pemerintah pada era otonomi saat ini telah turut merubah sistem
dan tatanan pembangunan tidak terkecuali di bidang pariwisata, dimana
pemerintah diarahkan untuk menjalankan fungsi fasilitasi dan koordinasi
pembangunan. Peran ini menuntut pemerintah untuk menghasilkan berbagai
perangkat yang mampu mengakomodasikan tugasnya sebagai pengarah
(directing) dan pengkoordinasi (coordinating) melalui kebijakan-kebijakan strategis,
yang selanjutnya dapat dijadikan panduan dan acuan oleh instansi teknis di pusat
dan daerah melalui berbagai program pembangunan.

Di sisi lain perubahan paradigma pembangunan dari upaya untuk mengejar


pertumbuhan (growth) ke arah pembangunan berkelanjutan (sustainable
development), yang lebih mengutamakan keberlanjutan dari pembangunan itu
sendiri baik dari aspek ekonomi, lingkungan, sosial-budaya dan teknologinya.
Model pembangunan berkelanjutan akan banyak memberi warna baru pada
seluruh proses pembangunan di tanah air, tidak terkecuali bidang pariwisata, yang
dari model ini mengisyaratkan adanya perubahan peran pemerintah dari initiatior
dan developer ke arah fasilitator, membuka akses masyarakat dalam
pembangunan, tuntutan atas pemerintahan yang baik, peningkatan
entrepreunership dan tuntutan standar global (ecolabeling, gender, human rights,
dan sebagainya).

3.1.12. Pembangunan yang berbasis pada Pemberdayaan Masyarakat


(People Oriented & Community Based Development)

Suatu kegiatan pengembangan yang mendasarkan pada nilai-nilai kerakyatan dan


komunitas setempat sebagai sumber daya utama. Masyarakat lokal adalah orang-
orang yang paling tahu kondisi setempat dan setiap kegiatan pembangunan harus
memperhitungkan nilai-nilai sosial budaya pembangunan. Oleh karena itu setiap
langkah keputusan perencanaan harus mencerminkan masyarakat lokal yang
secara aktif ikut terlibat di dalamnya.

Dengan pelibatan masyarakat akan lebih menjamin kesesuaian program


pengembangan dan pengelolaan dengan aspirasi masyarakat setempat,
kesesuaian dengan kapasitas yang ada, serta menjamin adanya komitmen
masyarakat karena adanya rasa memiliki yang kuat. Pembangunan yang bertumpu
pada masyarakat dalam jangka panjang akan memungkinkan tingkat kontinuitas
yang tinggi.

Adapun kriteria pembangunan yang berorientasi pada masyarakat adalah sebagai


berikut:

a. Memajukan tingkat hidup masyarakat sekaligus melestarikan identitas budaya dan tradisi lokal.

b. Meningkatkan pendapatan secara ekonomis sekaligus mendistribusikan secara merata pada


penduduk lokal

c. Memanfaatkan segala aspek yang berkaitan dengan kesenian yang ada di dalam suatu
masyarakat untuk dikelola dan dikembangkan guna memberikan nilai tambah kepada masyarakat
itu sendiri.

3.2. ANALISIS LINGKUNGAN INTERNAL


Selain Isu-isu strategis eksternal, isu internal pun sangat berpengaruh dalam
pembangunan Kepariwisataan Maluku Utara ke depan. Analisis lisngkungan
internal tersebut dapat dibagi dalam beberapa aspek sebagai berikut:

3.2.1. DESTINASI PARIWISATA

3.2.1.1. Keterbatasan Aspek Daya Saing dan Pengembangan Produk Wisata

A. Rendahnya daya saing pariwisata Provinsi Maluku Utara

Sejalan dengan perkembangan industri pariwisata yang semakin


kompetitif dan tren pasar dunia yang semakin dinamis, maka
peningkatan daya saing destinasi pariwisata merupakan prasyarat
mendasar yang diperlukan untuk mendorong pengembangan Indonesia
sebagai destinasi pariwisata yang mampu mendapat tempat penting
dalam peta kepariwisataan Internasional. Untuk itu tingkat
perkembangan kepariwisataan dan daya saing destinasi pariwisata
Indonesia harus dipetakan dan diidentifikasi kebutuhan
pengembangannya.

Keberhasilan sejumlah daerah dalam membangun sektor


kepariwisataannya terutama didukung oleh pengembangan destinasi
pariwisata secara profesional, terpadu secara sektoral dan kewilayahan,
memiliki konsep yang jelas, didukung oleh sistem jasa, infrastruktur dan
layanan yang handal serta diperkuat oleh strategi pemasaran yang aktif,
intensif dan terfokus. Dalam konteks Indonesia, pengembangan
Destinasi pariwisata masih mengalami sejumlah kendala dan hambatan.

Hambatan dan kendala tersebut tidak saja dalam merespon


perkembangan industri pariwisata yang sangat dinamik serta isu-isu
strategis pariwisata global, namun juga secara internal dalam hal
manajemen produk wisata yang dikembangkan didalamnya, maupun
koordinasi dan dukungan sektoral yang masih terbatas serta koordinasi
lintas wilayah/daerah yang belum bisa berjalan efektif karena
ego/semangat kedaerahan.

B. Menurunnya daya dukung lingkungan dan kualitas daya tarik wisata

Daya dukung lingkungan dan kualitas sebagian besar daya tarik wisata
unggulan Maluku Utara yang tersebar di berbagai kabupaten cenderung
menunjukkan kondisi penurunan yang diakibatkan oleh berbagai faktor,
antara lain: penurunan kualitas alam, lemahnya manajemen, konflik
pemanfaatan lahan, dan sebagainya.

Langkah-langkah penting yang harus diambil atas penurunan daya


dukung lingkungan dan kualitas daya tarik wisata bagi kepariwisataan
Maluku Utara dapat dijabarkan sebagai berikut:

a) Pengembangan Sadar Wisata di kalangan masyarakat secara luas.

b) Pengembangan program-program Ecotourism dan sosialisasinya.


c) Rekonstruksi dan revitalisasi produk wisata di kawasan-kawasan
pariwisata unggulan provinsi.

d) Optimalisasi implementasi kebijakan ketataruangan kepariwisataan


yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

C. Lemahnya inovasi pengembangan produk wisata

Jika dibandingkan dengan negara-negara pesaingnya, Indonesia


tergolong lemah program-program peremajaan(rejuvenation) produk-
produk wisata dan pengemasannya. Di samping itu, pembaharuan
destinasi sumber daya alam dan budaya di Maluku Utara cenderung
lamban. Hal ini terlihat dari banyaknya objek wisata yang tidak
berkembang. Sebagai contoh, jika dibandingkan dengan Bali, yang
penuh dengan inovasi, megah, dan mempesona, pengembangan wisata
pantai di Maluku Utara masih jauh tertinggal.

3.2.1.2. Perkembangan Destinasi Sejenis yang Berdekatan

UNITED Nations World Tourism Organization (UNWTO) atau badan dunia di bidang
pariwisata memprediksikan wisata bahari dan wisata yang berkenaan dengan
warisan budaya menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat dunia. Mengantisipasi
tren wisata dunia ini Indonesia sebagai bagian dari negara yang akan mendapatkan
limpahan kunjungan wisatawan dunia menetapkan "Marine and Heritage" sebagai
tema pariwisata Indonesia tahun 2010. Ditargetkan tujuh juta wisatawan asing akan
mengunjungi Indonesia dan wisatawan domestik sebanyak 223 juta orang. Para
wisatawan ini akan selalu bergerak, tak hanya di satu lokasi wisata.

UNWTO memprediksikan sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat dunia, tren
berwisata ke pantai dan laut akan terjadi di sejumlah belahan dunia. Hal ini menjadi
peluang sangat besar bagai Indonesia yang memiliki tidak kurang dari 17.000 pulau
dan banyak potensi wisatawa laut yang dapat digali. Berkenaan dengan tema yang
diangkat, untuk marine, keindahan laut mulai dari gugusan kepulauan di timur
hingga barat dapat menjadi daya tarik wisatawan asing ataupun domestik. Selain
itu, sejumlah olahraga laut yang kini mulai banyak diminati dapat menjadi nilai
tambah bagi wisata bahari Indonesia.

Tren perkembangan kepariwisataan akhir-akhir ini memunculkan wisata bahari


sebagai salah satu wisata yang paling diminati para wisatawan, baik domestik
maupun mancanegara. Perkembangan wisata bahari di Indonesia, khususnya di
kawasan Indonesia bagian Timur sangatlah pesat. Hal ini ditandai dengan promosi
dari pemerintah dalam even-even bahari di Indonesia Timur. Even sail Bunaken
2009 dan Sail Banda 2010 merupakan salah satu usaha untuk mempromosikan
Kawasan Indonesia Timur sebagai destinasi wisata bahari.

Takabonerate Raja Ampat Wakatobi


Gambar 3.4. Destinasi Bahari Sejenis Yang Berdekatan

Perkembangan destinasi wisata bahari di Indonesia Timur, seperti Raja Ampat,


Wakatobi, Ternate, Selayar, dan Alor mulai menunjukkan eksistensinya dalam
merebut minat wisatawan, khususnya wisatawan minat khusus bahari. Sebagai
salah satu destinasi bahari di kawasan Indonesia Timur, Maluku Utara perlu
merencanakan pengembangan pariwisata dengan terpadu dan terstruktur. Dalam
persaingan dengan destinasi sekitar yang juga menawarkan daya tarik wisata yang
hampir sama, Maluku Utara harus menawarkan suatu ciri khas yang dapat
memberikan pilihan yang menarik dari pada detinasi pariwisata sekitar.

3.2.1.3. Keterbatasan Jalur Pelayaran Cruise di Maluku Utara

Maluku Utara merupakan kawasan yang didominasi oleh wilayah kepulauan dan
mempunyai potensi wisata bahari yang cukup bersaing dengan kawasan sejenis
lainnya. Dari potensi ini, cruise merupakan salah satu posensi yang sangat
potensial di lakukan di Maluku Utara. Berikut adalah gambar jalur cruise yang
melewati Indonesia
Gambar 3.5. Jalur Pelayaran Cruise di Indonesia

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa Maluku Utara sebagai kawasan wisata
bahari belum di lalui oleh jalur pelayaran cruise. Dengan adanya even internasional
Sail Indonesia 2012 di Morotai, Maluku Utara dapat memperkenalkan Maluku Utara
sebagai destinasi wisata bahari yang layak disinggahi oleh kapal-kapal cruise.
Namun dilihat dari segi kesiapan Provinsi Maluku Utara untuk disinggahi kapal-
kapal cruise dan menerima para wisatawan yang cukup banyak masih perlu
ditingkatkan. Baik dari segi peningkatan fasilitas penunjang kegiatan yang di
sebabkan oleh adanya kapal cruise yang singgah dan juga dari segi SDM
pariwisata yang akan menerima wisatawan kapal cruise.

3.2.1.4. Keterbatasan Aksesibilitas dan Fasilitas Kepariwisataan

Provinsi Maluku Utara mempunyai wilayah yang sebagian besar adalah wilayah
kepulauan, sehingga transportasi antar daerah sebagian besar melalui laut. Dalam
pariwisata, transportasi juga merupakan hal yang sangat penting. Sehingga tulang
punggung aksesibilitas kepariwisataan Maluku Utara adalah melalui jalur laut.

Transportasi air di Maluku Utara sudah cukup mewadahi, mulai dari kondisi dan
jumlah kapal yang beroperasi sekaligus prasarana transportasinya seperti dermaga
dan kelengkapannya. Namun sarana dan prasarana transportasi tersebut masih
terbatas untuk kepentingan komersil saja, bukan sebagai transportasi pariwisata
yang lebih menekankan pada kenyamanan dan dapat menikmati perjalanan. Selain
keterbatasan akan transportasi pariwisata, jadwal perjalanan speedboat atau feri
masih belum dijalankan secara reguler sehingga wisatawan masih harus menyewa
boat dengan harga tinggi untuk mencapai suatu kawasan pariwisata tertentu.

Dalam transportasi darat, untuk menuju kawasan-kawasan wisata atau hotel dari
bandara atau dermaga, wisatawan juga belum menemukan angkutan umum yang
secara reguler dan nyaman untuk berkeliling, namun di kawasan Maluku Utara
terdapat banyak sekali mobil-mobil sewaan yang ditawarkan, namun dengan harga
yang relatif masih tinggi.

Fasilitas kepariwisataan juga belum berkembang di kawasan-kawasan pariwisata.


Misalnya di kawasan danau Tolire yang merupakan salah satu wisata andalan di
Maluku Utara. Kondisi Danau Tolire masih jauh dari pengembangan fasilitas
kepariwisataan, belum benar-benar ada perencanaan fasilitas di sana. Hanya
beberapa gazebo-gazebo yang telah rusak.

Terbatasnya infrastruktur transportasi dan fasilitas di Provinsi Kepulauan Maluku


Utara menyebabkan rendahnya aksesibilitas dan kunjungan wisatawan di wilayah
tersebut. Hal ini antara lain tercermin dari tingginya biaya transportasi antar wilayah
sehingga investor kurang berminat untuk menanamkan modalnya di wilayah yang
sebenarnya memilki potensi sumberdaya yang besar.

Gambar 3.6. Ilustrasi sarana transportasi laut, darat dan fasilitas di Maluku Utara

Selain itu, jika dilihat dari sisi kualitas infrastruktur jalan, terdapat s ejumlah tujuan
wisata yang relatif berada di daerah terpencil, kondisi jalan menuju objek wisata tersebut
kebanyakan rusak parah dan sulit untuk dilalui. Kesulitan itu, masih ditambah lagi dengan
ketidaktersedian angkutan umum yang langsung menuju kawasan/objek wisata tersebut.
Semua itu merupakan faktor yang dapat menghambat perkembangan pariwisata di
Indonesia karena menimbulkan kesan yang buruk bagi wisatawan sehingga menurunkan
minat wisatawan untuk berkunjung kembali.

Keterbatasan dan Kenyamanan Penerbangan Menuju Maluku Utara

Maluku Utara mempunyai sebuah bandara yang cukup memadai untuk didarati
pesawat Boeing 737 atau yang lebih kecil yaitu Bandara kelas 2B Sultan
Baabullaah. Untuk menuju Bandara Sultan Baabullaah, Tenate terdapat beberapa
maskapai yang melayani, antara lain Garuda Indonesia, Batavia Air, Lion Air dan
Ekspress Air.

Dalam penerbangan menuju Ternate terdapat beberapa kendala yang masih sering
terjadi, yang dalam hal ini berpengaruh pada akses wisatawan yang ingin
mengunjungi Maluku Utara. Kendala yang pertama adalah minimnya frekuensi
penerbangan menuju Ternate sehingga wisatawan tidak dapat setiap saat menuju
ke Ternate. Hal ini tentunya menyebabkan minimnya jumlah wisatawan yang
berkunjung.

Gambar 3.7. Ilustrasi Sarana Transportasi udara

Permasalahan yang kedua adalah jadwal penerbangan menuju Ternate yang


kurang nyaman bagi para wisatawan, misalnya pada penerbangan mengunakan
Batavia Air yang berangkat dari Jakarta dengan jadwal pukul 01.30 WIB sehingga
para penumpang harus menunggu sampai dini hari di Bandara Soekarno Hatta,
tanpa ruang tunggu yang mewadahi.

Dengan kedua permasalahan yang terpapar di atas, dapat disimpulkan bahwa


frekuensi penerbangan, jadwal penerbangan dan tingkat kenyamanan
penerbangan menuju Ternate masih perlu direncanakan dengan lebih baik lagi,
sehingga kenyamanan dan tingkat kunjungan wisatawan ke Maluku Utara dapat
meningkat.
Implikasi atas berbagai isu aksesibilitas pada destinasi kepariwisataan Maluku
Utara dapat dijabarkan dalam butir-butir berikut ini:

1) Perlu pengembangan rute penerbangan ke destinasi sekunder

2) Perlu penambahan seat capacity

3) Perlu peningkatan kualitas pelayanan penerbangan (e-ticket, standar


keamanan penerbangan, dsb)

4) Perlu peningkatan kualitas akses dan moda transportasi darat

3.2.1.5. Lokasi Geografis Yang Berada Di Wilayah Perbatasan

Terdapatnya bagian wilayah Provinsi Maluku Utara yang berada di Kawasan


Perbatasan dengan Negara Palau. Paradigma saat ini berpegang pada peran
strategis yang dimiliki kawasan perbatasan antar Negara. Peran stratgis tersebut
berkaitan dengan aspek sosial, budaya, ekonomi, politik, maupun pertahanan
keamanan. Kawasan perbatasan merupakan kawasan yang rentan terhadap
infiltrasi ideologi, ekonomi, maupun sosial budaya dari negara lain.

Dengan wilayah laut yang luas, terletak di wilayah perbatasan dengan negara
tetangga, serta terbatasnya sarana dan prasarana aparat penegak hukum di laut
menyebabkan kegiatan-kegiatan illegal (illegal fishing, illegal logging, illegal trading,
illegal minning, dan lain-lain).

Gambar 3.8. Peta Maluku Utara yang Berbatasan dengan Filipina


3.2.1.6. Keterbatasan Investasi Pariwisata

Prospek dan peluang investasi bidang pariwisata di Maluku Utara masih sangat
menjanjikan karena kondisi bisnis dan ekonomi nasional yang terus membaik
pasca krisis ekonomi global sehingga kepercayaan dunia internasional terhadap
Maluku Utara semakin bagus. Namun demikian, investasi kepariwisataan di
Indonesdia saat ini sebagian besar masih terkonsentrasi di Bali, Jakarta, dan
Batam dengan dominasi jenis usaha di bidang perhotelan, restoran, dan
tranportasi.

Di sisi lain, minimnya investasi pariwisata di luar Bali disebabkan oleh kemampuan
Daerah dalam melakukan pemasaran dan promosi masih sangat terbatas.
Beberapa Daerah yang berpotensi wisata ternyata kurang bisa 'menjual' potensi
daerah wisatanya kepada pemilik modal, bahkan masih banyak daerah yang belum
siap dan tidak tahu bagaimana cara menawarkan potensi daerahnya agar sesuai
keinginan dan harapan para investor. Oleh karena itu, pemerintah telah berussaha
memfasilitasi daerah-daerah yang cukup aktif menawarkan pariwisatanya kepada
investor dengan memberikan semacam pendampingan dan melakukan road show
ke luar negeri untuk menawarkan potensi investasi pariwisata daerah tersebut.

3.2.1.7. Belum Optimalnya Pelibatan dan Peran Masyarakat Lokal dalam


Pengembangan Pariwisata

Tingkat keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pariwisata sangat berbeda,


tergantung dari jenis potensi, pengalaman, pengetahuan, dan keahlian yang dimiliki
oleh masyarakat lokal tersebut. Dalam hal ini potensi dan posisi masyarakat lokal
sebagai pelaku atau subjek penting dalam pengembangan pariwisata masih belum
terwujud secara nyata dan optimal. Keterlibatan masyarakat lokal belum optiomal.
Hal ini dapat diihat dari sejumlah fenomena, antara lain: (1) operator pariwisata di
daerah tertentu bukanlah penduduk lokal, (2) penduduk lokal menjual tanah
mereka kepada operator untuk dijadikan objek dan daya tarik pariwisata (3)
masyarakat lokal hanya menjadi penonton dan tidak berperan dalam kegiatan
pariwisata bahkan tidak dapat ikut mengawasi dampak-dampak yang ditimbulkan
oleh kegiatan pariwisdata itu, (4) masyarakat lokal tidak dipekerjakan sebagai
karyawan tetap atau paruh waktu di perusahaan operator pariwisata tersebut, (5)
tidak terdapat hubungan antara pihak operator pariwisata dan masyarakat lokal,
seperti usaha patungan (joint venture) antara masyarakat lokal dan pihak swasta,
ataupun pengembangan pariwisata berbasiskan masyarakat.

Pengelolaan pariwisata harus menggunakan konsep pengembangan pariwisata


berbasis masyarakat melalui program pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat
merupakan upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam
merencanakan, memutuskan, dan mengelola sumber daya lokal yang dimiliki
melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki
kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial. Dalam
pengertian yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat merupakan proses fasilitasi
untuk mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional
dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk
mencapai kesejahteraan yang berkelanjutan dalam jangka panjang.

Masyarakat lokal harus terlibat secara aktif dalam pengembangan pariwisata. Lebih
jauh, pariwisata juga diharapkan dapat memberikan peluang dan akses kepada
masyarakat lokal untuk mengembangkan usaha pendukung pariwisata seperti toko
kerajinan, toko cinderamata (souvenir), warung makan, dan lain-lain agar
masyarakat lokal mendapat manfaat ekonomi yang lebih baik dan diperoleh secara
langsung dari wisatawan untuk meningkatkan kesejastraan dan taraf hidupnya.

3.2.1.8. Aktualisasi Konsep Sadar Wisata Di Destinasi Pariwisata Belum


Optimal

Masyarakat sebagai bagian penting dalam kegiatan pembangunan kepariwisataan,


memiliki peran strategis tidak hanya sebagai penerima manfaat pembangunan,
namun sekaligus menjadi pelaku bagi keberhasilan pembangunan kepariwisataan
di wilayahnya masing-masing. Salah satu aspek penting dan mendasar bagi
keberhasilan pengembangan pariwisata adalah terciptanya iklim yang kondusif
bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan kepariwisataan di suatu kawasan
tertentu. Hal tersebut menjadi mungkin jika mendapat dukungan, penerimaan, dan
partisipasi masyarakat setempat.
Dalam konteks dukungan dan partisipasi tersebut, Kementerian Pariwisata telah
memperkenalkan konsep Sadar Wisata yang didefinisikan sebagai suatu konsep
yang menggambarkan partisipasi dan dukungan masyarakat dalam mendorong
terwujudnya iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan
kepariwisataan di suatu tempat/wilayah. Definisi ini memposisikan masyarakat
sebagai tuan rumah (host). Disamping sebagai tuan rumah, masyarakat juga
berperan sebagai wisatawan (guest). Di sini peran masyarakat diharapkan dapat
mengenali potensi kepariwisataan Indonesia, sekaligus menggerakkan mata rantai
kepariwisataan di suatu tempat/wilayah.

Sadar wisata sebagai bentuk komitmen dukungan terhadap pengembangan


pariwisata, ternyata masih belum mengakar, dipahami, dan disikapi secara tepat
dan konkret oleh masyarakat. Beberapa hal yang mengindikasikan hal tersebut
antara lain adalah terbatasnya pemahaman masyarakat terhadap pariwisata
maupun sadar wisata (termasuk sapta pesona) yang berakibat pada sikap dan
perilaku masyarakat yang kurang peduli dengan pariwisata. Hal itu tampak pada
sikap dan perilaku masyarakat yang ofensif/agresif terhadap wisatawan dalam
menawarkan produk dan jasa, lingkungan ODTW yang kotor, kurang tertata, dan
kurang memberikan atmosfer yang nyaman bagi wisatawan. Di samping itu,
dukungan insentif dan kemudahan baik dari instansi pemerintah maupun swasta
bagi masyarakat yang akan berwisata masih terbatas. Akibatnya, animo
masyarakat yang hendak melakukan perjalanan wisata untuk mengenali potensi
kepariwisataan Maluku Utara, yang berarti sekaligus juga menggerakkan mata
rantai perekonomian kepariwisataan di suatu tempat/wilayah, masih rendah.

3.2.2. PEMASARAN PARIWISATA

3.2.2.1. Persaingan Pencitraan Destinasi Sekitar

Salah satu upaya dalam mereposisi pasar pariwisata Maluku Utara adalah dengan
meninjau kembali brand equity Maluku Utara, apakah sudah sesuai dan dapat
diterima oleh pasar atau belum.

Sejauh ini Maluku Utara telah memposisikan dirinya sebagai Destinasi kepulauan
yang mempunyai potesi kelautan dan perikanaan yang sangat potensial. Hal ini
juga dialami oleh destinasi sekitar seperti Raja Ampat dan Bunaken, yang tentunya
lebih dikenal di kalangan wisatawan nusantara dan domestik. Sehingga Maluku
Utara perlu mempromosikan dirinya lebih khas dan lebih menonjokan potensi lain
yang tidak dimiliki oleh kawasan lain, seperti potensi wisata heritage perang dunia
II yang tersebar luas di Provinsi Maluku Utara dan juga sebagai Kepulauan
penghasil rempah-rempah terbaik di seluruh dunia.

3.2.2.2. Belum Optimalnya Promosi dan Pemasaran Pariwisata

Pada saat ini Maluku Utara melakukan beberapa hal dalam usaha untuk
mempromosikan dan memasarkan produk-produk wisata mereka melalui beberapa
hal, misalnya brosur dan website. Promosi ini selain dilakukan oleh dinas
pariwisata Provinsi Maluku Utara juga dilakukan secara independen oleh dinas-
dinas pariwisata masing-masing kabupaten dan kota.

Cara ini dirasa masih belum optimal karena belum dapat menyentuh langsung
kepada wisatawan-wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara. Hal ini
disebabkan karena masih lemahnya pengelolaan kawasan pariwisata yang
dipasarkan dan sistem promosi yang masih terbatas pada kalangan tertentu saja.
Sehingga masih diperlukan beberapa cara lain yang dapat secara interaktif
menyentuh kebutuhan para calon wisatawsan ke Maluku Utara.

3.2.3. INDUSTRI PARIWISATA

3.2.3.1. Keterbatasan Kualitas dan Efisiensi Sistem Pelayanan Wisata

Pariwisata merupakan sektor yang tidak hanya menjual daya tarik berupa fisik saja,
melainkan juga merupakan sektor yang menjual jasa atau pelayanan. Saat ini
pelayanan baik yang diberikan di sejumlah pengelola objek wisata maupun usaha
pariwisata lainnya di Maluku Utara dinilai masih kurang memuaskan. Rendahnya
kualitas dan efisiensi sistem pelayanan wisata juga terlihat dari keluhan wisatawan
yang merasa tidak puas dengan pelayanan yang diberikan. Pelayanan atau
pemberian jasa trasportasi yang tidak memuaskan dan kurang profesional juga
didapati pada layanan taxi, dengan banyaknya sopir taksi yang tidak dapat
berbahasa Inggris. Akibatnya, sopir taksi sulit berkomunikasi dengan wisatawan
mancanegara, sehingga tidak dapat menjadi pemandu yang baik bagi wisatawan
yang menggunakan jasanya.

3.2.3.2. Kemitraan Pemerintah dan Swasta yang Belum Optimal

Jumlah penduduk Maluku Utara yang semakin membesar, arus globalisasi, dan
liberalisasi yang menguat menjadikan perubahan situasi dan kondisi ekonomi,
sosial, dan politik juga semakin cepat dan dinamis. Permasalahan-permasalahan
yang dihadapi Pemerintah pun semakin kompleks, sehingga diperlukan kecepatan,
ketepatan, dan keefektifan pengelolaan bangsa dan negara agar tidak tertinggal
dari bangsa lain.

Sampai saat ini, Pemerintah masih mendominasi peran sebagai regulator tunggal
dalam pembangunan kepariwisataan di Maluku Utara. Pemikiran tentang kegiatan
kepariwisataan belum mengarah pada kerja sama dengan badan-badan
kepariwisataan nasional, non-pemerintahan, dan pihak-pihak swasta lainnya

3.2.4. KELEMBAGAAN DAN SDM PARIWISATA

3.2.4.1. Koordinasi/Sinergi Lintas Sektor dan Daerah yang Belum Efektif

Pariwisata merupakan kegiatan yang memiliki saling hubungan dan keterkaitan


yang tinggi dengan bidang atau sektor lain baik secara lintas sektoral maupun
lintas regional (kewilayahan). Hubungan dalam konteks lintas sektor, antara lain
terkait dengan sektor kehutanan, kelautan, pertanian dan perkebunan, industri dan
perdagangan, telekomunikasi, perhubungan, kimpraswil, lingkungan, kebudayaan,
pendidikan, imigrasi dan hubungan luar negeri, dan sektor atau bidang terkait
lainnya. Hubungan tersebut mencakup aspek pemanfaatan sumber daya,
dukungan sarana prasarana dan infrastruktur, dukungan SDM, dukungan kebijakan
kemudahan perizinan, investasi, serta bentuk-bentuk regulasi lainnya.

Sebagai sektor yang memiliki keterkaitan sangat tinggi, maka pengembangan


pariwisata memerlukan koordinasi dan integrasi kebijakan yang sangat intensif
untuk mendukung pencapaian visi dan misi pembangunan pariwisata sebagai
sektor andalan pembangunan nasional, baik dalam rangka mendorong percepatan
peningkatan kunjungan wisatawan untuk meningkatkan penerimaan devisa
maupun kontribusi ekonomi bagi daerah dalam mendorong usaha-usaha
pemberdayaan masyarakat.

Isu koordinasi dan kerjasama antara pusat dan daerah muncul sebagai
konsekuensi dari implementasi otonomi daerah yang tidak dilandasi dengan
prinsip-prinsip Good Governance. Dengan adanya UU Otonomi Daerah maka
kewenangan pengembangan produk pariwisata berada di Daerah, sedangkan
kewenangan pemasarannya berada di Pusat. Pengaturan kewenangan ini
menimbulkan arogansi Daerah untuk menentukan arah pembangunan dan
pengelolaan sumber daya dan wilayah administratifnya masing-masing, sehingga
mengakibatkan pengembangan kegiatan kepariwisataan antara Pusat dan Daerah
kurang terkoordinasi dengan baik. Begitu pula koordinasi antara pemerintah dan
swasta. Hal ini dapat memicu kecenderungan orientasi pembangunan yang hanya
mengejar peningkatan PAD yang mendorong masing-masing daerah berkompetisi
secara kurang sehat untuk menarik pasar wisatawan ke daerahnya dengan
kebijakan-kebijakan tertentu yang tidak memberikan kenyamanan kunjungan
wisatawan dan bahkan mengarah pada eksploitasi berlebihan terhadap objek
wisata yang berdampak pada penurunan daya dukung dan kualitas objek tersebut.

Selain itu, ancaman yang paling serius atas implementasi otonomi daerah adalah
munculnya paradigma sektoral yang menggilas peran lintas sektoral pariwisata,
yang selanjutnya berpengaruh besar terhadap pembangunan faktor pendukung
pariwisata seperti aksesibilitas, amenitas, atraksi, dan promosi. Padahal,
pembangunan kepariwisataan bersifat borderless, yang berarti pembangunan dan
pengelolaannya berlangsung lintas batas administratif dan lintas sektor. Oleh
karena itu, hendaknya setiap pemegang kewenangan otonom dan pemangku
kepentingan pariwisata harus berpikir nasional (Indonesia) dan bertindak lokal
(daerah). Dengan konsep ini, berarti para pemegang kewenangan daerah otonom
tidak menutup diri bagi kebijakan pariwisata secara nasional untuk kepentingan
kemajuan daerahnya.
3.2.4.2. Pariwisata Masih Menjadi Kewenangan Pilihan Di dalam
Pemerintahan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah juncto Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Daerah
memiliki kewenangan seluas-luasnya untuk menentukan prioritas kebijakan sektor
atau bidang pembangunan yang dikehendakinya. Sementara itu, pariwisata bukan
merupakan urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, melainkan merupakan
urusan pilihan. Akibatnya, bagi daerah yang kurang menyadari pentingnya sektor
pariwisata cenderung mengabaikan pembangunan sektor ini.

Pelaksanaan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, khususnya di sektor


kepariwisataan akan berjalan efektif jika didukung grand strategy yang menjadi
acuan pelaksanaan kebijakannya. Oleh karena itu, percepatan penyelesaian grand
strategy, termasuk penjabaran rencana aslinya menjadi hal signifikan yang harus
dilakukan dalam jangka pendek. Efektivitas pelaksanaan kebijakan desentralisasi
dan otonomi daerah disektor kepariwisataan perlu ditopang pula oleh komunikasi
dan koordinasi yang konstruktif antar lembaga/instansi pemerintah di pusat, dalam
usaha menciptakan harmonisasi peraturan perundangan di bidang kepariwisataan.
Demikian pula diperlukan harmonisasi di daerah dan antarpemerintah daerah,
terutama untuk menetapkan peraturan perundangan kepariwisataan yang dapat
menjamin kepastian hukum pelaksanaan program-program pembangunan
kepariwisataan yang mempunyai sifat yang lintas wilayah dan lintas sektor.

Persoalan penting yang masih menjadi agenda penting untuk mendapatkan


perhatian oleh segenap pihak yang terkait dengan desentralisasi disektor
kepariwisataan ini adalah klaster III didalam struktur kementrian di Indonesia. Ini
membawa konsekuensi urusan kepariwisataan telah menjadi urusan pilihan bagi
daerah.
Gambar 3.9. Pariwisata sebagai urusan pilihan

Mendasarkan pada struktur urusan pemerintah seperti yang ada dalam gambar
diatas ; persoalan-persoalan koordinasi dan sinkronisasi program pariwisata yang
sangat bersifat lintas sektor dan lintas wilayah menjadi agak sulit untuk dilakukan.
Oleh karena itu penambahan satuan kerja baru di kementerian yang berfungsi
meningkatkan hubungan, koordinasi, dan sinkronisasi lintas sektor dan lintas
daerah dan lintas pelaku mutlak untuk dilakukan.

Diperlukan penyadaran bagi para pengambil kebijakan di daerah atas pentingnya


pariwisata sebagai motor penggerak perekonomian yang berjenjang dan berpadu,
karena kegiatan pariwisata merupakan kegiatan yang bersifat multisektora. Selain
itu, pariwisata juga mampu mempertahankan keberlanjutan kegiatan
perekonomian. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota perlu menggali dan mengembangkan potensi pariwisata
yang dimilikinya.

3.3. ANALISIS SWOT PROVINSI DAN


KABUPATEN KOTA
3.3.1. Analisis SWOT Provinsi Maluku Utara

ATAN KELEMAHAN

Memiliki nilai historis yang tinggi dalam sejarah perkembangan bangsa 1. Masih rendahnya manajemen pengelolaan daya tarik wisata
ndonesia khususnya Ternate dan Tidore 2. Masih terbatasnya kualitas SDM kepariwisataan
Maluku Utara merupakan penghasil rempah paling potensial di Asia Tenggara 3. Masih terbatasnya kualitas dan kuantitas cinderapata khas
Maluku Utara masuk dalam jalur perdagangan rempah dunia Utara
Maluku utara memiliki peranan penting dalam sejarah PD II terutama di Morotai 4. Keterbatasan akses udara (seat capacity, jalur pene
alur transportasi umum laut sudah sangat berkambang dengan baik langsung) dari dan ke kota-kota besar nasional, serta sarana
Memiliki peninggalan sejarah bawah laut yang sangat beragam dan potensial yang masih kurang terawat
Memiliki serangkaian bangunan peninggalan bangsa Portugis, Spanyol dan 5. Keterbatasan sarana akses laut bagi wisatawan (kapal wisata)
elanda 6. Masih terbatasnya kualitas dan kuantitas fasilitas kepariwisata
Memiliki keragaman adat tradisi, budaya, kuliner, dan kehidupan suku asli souvenir shop, restaurant)
edalaman 7. Kurang meratanya ketersediaan hotel dan penginapan di
Memiliki potensi sumberdaya laut berupa ikan, sebaran terumbu karang dan Maluku Utara
iving spot di hampir seluruh wilayah Maluku Utara 8. Masih terbatasnya jalur Cruise yang melewati Maluku Utara
udah adanya festival budaya tahunan (festival Teluk Jailolo, festival Guraici) 9. Belum optimalnya kemitraan antara pemerintah dan swasta
Memiliki keragaman potensi alam yang tinggi berupa gunung, pantai, goa,
utan (taman nasional), dan hutan mangrove

ANG ANCAMAN

ipilihnya maluku utara sebagai tuan rumah Sail Indonesia 2012 1. Berkembangnya destinasi sejenis di sekitar Maluku Utara (Su
ergeseran trend kepariwisataan dunia dari wisata masal ke minat khusus Ampat)
ipilihnya Marine and Heritage sebagai tema pariwisata Indonesia 2010 2. Maluku utara termasuk dalam jalur vulkanis yang masih aktif
Menjadi salah satu kawasan tujuan bagi diving club dunia 3. Masih adanya penangkapan ikan dengan cara menggunakan b
4. Makin berkurangnya kuantitas sisa sisa peninggalan PD II,
5. Kerawanan terhadap bencana alam seperti gempa bumi tekto
tsunami (pertemuan tiga lempeng, Australia, Eurasia, dan Pas

S O STRATEGIES W O STRATEGIES

1. Penataan kawasan kota Ternate sebagai Hub Maluku Utara 1. Pendidikan dan pelatihan u
2. Pengembangan wisata minat khusus (water sport, diving, jungle trekking, eco bidang kepariwisataan
village tourism, pilgrim tourism, underwater heritage, tribe tourism, cave ) 2. Pendidikan dan pelatihan un
3. Pengembangan wisata berbasis festival budaya dan tradisi secara rutin dan makanan tradisional
3. Penambahan dan pengemb
capacity dari dan ke Maluku U
4. Pemfokusan pada pasar wuis
5. Penambahan dan pengemb
Maluku Utara
6. Peningkatan kualitas dan ku
dan darat
7. Pengembangan falisitas akom
8. Peningkatan kerjasama antar

S T STRATEGIES W T STRATEGIES
1. Pengembangan data tarik wisata yang mewakili kekhasan Maluku Utara 1. Pengembangan early warnin
2. Pengembangan pariwisata tanggap bencana 2. Pengembangan sarana penun
3. Pengembangan sarana dan prasarana penunjang kepariwisataan yang 3. Pengembangan kerajinan sou
tanggap bencana 4. Pengembangan paket wisata
4. Peningkatan pemeliharaan dan pemanfaatan potensi laut PD II)
5. Revitalisasi dan pemeliharaan benda-benda sejarah 5. Pengembangan pedoman p
menonjolkan keunikan Maluku

3.3.2. Analisis SWOT Per Kabupaten Kota di Provinsi Maluku Utara

3.3.2.1. Kota Ternate

INTERNAL KEKUATAN K
1. Mempunyai bandara yang representatif 1.
2. Mempunyai Infrastruktur yang lengkap
3. Swering sebagai embrio kawasan waterfront
4. Mempunyai sebaran potensi wisata heritage 2.
5. Memiliki aktivitas kehidupan kota 24 jam
6. Tranportasi laut dan darat yang cukup memadai 3.
7. Memiliki nilai historis yang tinggi dalam sejarah
perkembangan bangsa Indonesia

EKSTERNAL

PELUANG S - O STRATEGIES W
1. Kota Ternate sebagai hub Provinsi Maluku Utara 1. Pengembangan wisata minat khusus (diving, 1.
2. Adanya kunjungan wisatawan mancanegara snorkeling, pilgrimage)
khususnya pada wisata minat khusus (diving, WW II 2. Pengembangan urban tourism yang berpusat di 2.
pilgrim) kawasan Swering sebagai kawasan watertfront
3. Pergeseran trend kepariwisataan dunia dari 3. Pengembangan heritage peninggalan Portugis 3.
wisata masal ke minat khusus
4. Mulai adanya kunjungan Curise ke Ternate

ANCAMAN S - T STRATEGIES W
1. Termasuk pada area pulau pulau vulkanis yang 1. Memberlakukan konsep sustainable 1.
masih aktif development dalam pengembangan serta
2. Memiliki kerawanan tinggi terhadap bencan pembangunan kepariwisataan guna meminimalisir 2.
gempa dampak negatif yang ditimbulkan
3. Berkembangnya destinasi sejenis di sekitar 2. Pengembangan pariwisata tanggap bencana 3.
Maluku Utara (Sulut, Raja Ampat) 3. Membuka kemudahan bagi investor yang masuk 4.
4. Makin berkurangnya kuantitas bangunan 4. Revitalisasi dan pemeliharaan benda-benda
bersejarah. sejarah 5.
5. Minat investor dibidang penerbangan masih kecil 5. Peningkatan pemeliharaan dan pemanfaatan
potensi laut

3.3.2.2. Kota Tidore Kepulauan

INTERNAL KEKUATAN KELE


1. Mempunyai sebaran potensi wisata heritage 1.
2. Tranportasi laut dan darat yang cukup p
memadahi a
3. Memiliki nilai historis yang tinggi dalam sejarah 2.
perkembangan bangsa Indonesia b
4. Sebagai penghasil rempah paling potensial di 3.
Asia Tenggara 4.
p

EKSTERNAL

PELUANG S - O STRATEGIES W -
1. Adanya kunjungan wisatawan mancanegara 1. Pengembangan wisata heritage peninggalan 1.
khususnya pada wisata minat khusus (diving, WW II bangsa Spanyol j
pilgrim) 2. Pengembangan wisata kuliner tepi pantai 2.
2. Pergeseran trend kepariwisataan dunia dari 3. Pemanfaatan potensi rempah-rempah sebagai k
wisata masal ke minat khusus daya tarik wisata minat khusus 3.
3. Mempunyai kedekatan geografis dengan 4.
Ternate sebagai hub utama Maluku Utara (10 menit p
dengan boat)

ANCAMAN S - T STRATEGIES W-T


1. Termasuk pada area pulau pulau vulkanis 1. Memberlakukan konsep sustainable 1.
yang masih aktif development dalam pengembangan serta b
2. Memiliki kerawanan tinggi terhadap bencan pembangunan kepariwisataan guna meminimalisir 2.
gempa dampak negatif yang ditimbulkan p
3. Berkembangnya destinasi sejenis di sekitar 2. Pengembangan pariwisata tanggap bencana 3.
Maluku Utara (Sulut, Raja Ampat) 3. Membuka kemudahan bagi investor yang U
4. Makin berkurangnya kuantitas sisa sisa masuk 4.
peninggalan PD II. 4. Revitalisasi dan pemeliharaan benda-benda k
5. Minat investor dibidang penerbangan masih sejarah 5.
kecil 5. Peningkatan pemeliharaan dan pemanfaatan p
potensi laut

3.3.2.3. Kabupaten Halmahera Barat


INTERNAL KEKUATAN K
1. Mempunyai sebaran potensi wisata heritage 1.
2. Tranportasi laut dan darat yang cukup memadahi
3. Sudah adanya festival budaya tahunan (festival
Teluk Jailolo) 2.
4. Mempunyai potensi pantai yang indah dan pasir
putih 3.
4.

EKSTERNAL

PELUANG S - O STRATEGIES W
1. Pergeseran trend kepariwisataan dunia dari 1. Pengembangan wisata minat khusus 1.
wisata masal ke minat khusus 2. Pengembangan urban tourism yang berpusat di
2. Marine and Heritage sebagai tema pariwisata kota Jailolo 2.
Indonesia 2010 3. Pengembangan heritage peninggalan
3. Mempunyai kedekatan geografis dengan Ternate Kasultanan Jailolo 3.
sebagai hub utama Maluku Utara (60 menit dengan 4. Pengembangan wisata tepi pantai
boat)

ANCAMAN S - T STRATEGIES W
1. Termasuk pada area pulau pulau vulkanis yang 1. Memberlakukan konsep sustainable 1.
masih aktif development dalam pengembangan serta
2. Berkembangnya destinasi sejenis di sekitar pembangunan kepariwisataan guna meminimalisir 2.
Maluku Utara (Sulut, Raja Ampat) dampak negatif yang ditimbulkan
3. Minat investor dibidang pariwisata masih kecil 2. Pengembangan pariwisata tanggap bencana 3.
3. Membuka kemudahan bagi investor yang masuk 4.
4. Peningkatan pemeliharaan dan pemanfaatan
potensi laut

3.3.2.4. Kabupaten Halmahera Tengah

INTERNAL KEKUATAN K
1. Mempunyai kawasan goa bokimanuru 1
2. Mempunyai potensi pantai

3
4

EKSTERNAL
PELUANG S - O STRATEGIES W
1. Pergeseran trend kepariwisataan dunia dari 1. Pengembangan wisata susur goa 1
wisata masal ke minat khusus 2. Pengembangan wisata cave tubing
2. Perkembangan tren wisatawan minat khusus 2
(cave tubing)

ANCAMAN S - T STRATEGIES W
1. Termasuk pada area pulau pulau vulkanis yang 1. Memberlakukan konsep sustainable 1
masih aktif development dalam pengembangan serta
2. Berkembangnya destinasi sejenis di sekitar pembangunan kepariwisataan guna meminimalisir 2
Maluku Utara (Sulut, Raja Ampat) dampak negatif yang ditimbulkan
3. Minat investor dibidang pariwisata masih kecil 2. Pengembangan pariwisata tanggap bencana 3
4. Penambangan batu bara yang meluas 3. Membuka kemudahan bagi investor yang masuk 4
4. Revitalisasi dan pemeliharaan benda-benda
sejarah
5. Peningkatan pemeliharaan dan pemanfaatan
potensi laut

3.3.2.5. Kabupaten Halmahera Utara

INTERNAL KEKUATAN KELE


1. Mempunyai beragam potensi wisata (bahari, 1.
heritage, pantai, alam) f
2. Mempunyai titik diving yang potensial p
3. Mempunyai potensi pantai yang indah 2.
4. Kehidupan kota 24 jam 3.
5. Tranportasi laut dan darat yang cukup f
memadahi r
6. Mempunyai pulau-pulau kecil yang berpotensi
(Kakara, Tagalaya dll)

EKSTERNAL

PELUANG S - O STRATEGIES W -
1. Adanya kunjungan wisatawan mancanegara 1. Pengembangan wisata minat khusus (diving, 1.
khususnya pada wisata minat khusus snorkeling, pilgrimage) p
2. Pergeseran trend kepariwisataan dunia dari 2. Pengembangan wisata jelajah hutan bakau 2.
wisata masal ke minat khusus 3. Pengembangan wisata perkotaan dan night life k
3. Marine and Heritage sebagai tema pariwisata 4. Pengembangan wisata heritage PD II 3.
Indonesia 2010 m
ANCAMAN S - T STRATEGIES W-T
1. Berkembangnya destinasi sejenis di sekitar 1. Memberlakukan konsep sustainable 1.
Maluku Utara (Sulut, Raja Ampat) development dalam pengembangan serta b
2. Minat investor dibidang pariwisata masih kecil pembangunan kepariwisataan guna meminimalisir 2.
3. Masih adanya penangkapan ikan dengan cara dampak negatif yang ditimbulkan k
menggunakan bom 2. Pengembangan pariwisata tanggap bencana 3.
4. Kerusakan atraksi wisata yang berupa bangkai 3. Membuka kemudahan bagi investor yang M
kapal dan peninggalan PD II masuk 4.
4. Peningkatan pemeliharaan dan pemanfaatan s
potensi laut M
5. Perawatan atraksi wisata yang berupa bangkai 5.
kapal dan peninggalan PD II

3.3.2.6. Kabupaten Halmahera Selatan

INTERNAL KEKUATAN KELE


1. Mempunyai titik diving yang potensial 1.
2. Mempunyai potensi pantai yang indah f
3. Guraici sebagai kawasan yang cukup p
berkembang dan mempunyai resort 2.
4. Mempunyai potensi kuliner yang khas di 3.
daerah Bacan f
5. Sudah adanya festival budaya tahunan (festival r
Guraici)

EKSTERNAL

PELUANG S - O STRATEGIES W -O
1. Adanya kunjungan wisatawan mancanegara 1. Pengembangan wisata minat khusus (diving, 1.
khususnya pada wisata minat khusus snorkeling, pilgrimage) p
2. Pergeseran trend kepariwisataan dunia dari 2. Pengembangan produk wisata alam 2.
wisata masal ke minat khusus Halmahera Selatan sebagai Eco-Village Resort k
3. Guraici sebagai salah satu daya tarik wisata di khususnya di Pulau Guraici 3.
Maluku Utara yang sudah cukup terkenal 3. Pengembangan wisata kuliner yang m
menonjolkan kekhasan

ANCAMAN S - T STRATEGIES W-T


1. Memiliki kerawanan tinggi terhadap bencan 1. Memberlakukan konsep sustainable 1.
gempa development dalam pengembangan serta b
2. Berkembangnya destinasi sejenis di sekitar pembangunan kepariwisataan guna meminimalisir 2.
Maluku Utara (Sulut, Raja Ampat) dampak negatif yang ditimbulkan k
3. Minat investor dibidang pariwisata masih kecil 2. Pengembangan pariwisata tanggap bencana 3.
4. Masih adanya penangkapan ikan dengan cara 3. Membuka kemudahan bagi investor yang M
menggunakan bom masuk 4.
4. Peningkatan pemeliharaan dan pemanfaatan 4
potensi laut 5.
s
M

3.3.2.7. Kabupaten Halmahera Timur

INTERNAL KEKUATAN KELE


1. Suku-suku asli pedalaman (Togutil) dengan 1.
cara hidup yang masih lestari hingga sekarang f
2. Mempunyai kawasan taman nasional p
3. Mempunyai species burung yang langka di 2.
Taman Nasionalnya (burung Bidadari) m
4. Mempunyai potensi pantai 3.
4.

EKSTERNAL

PELUANG S - O STRATEGIES W -
1. Pergeseran trend kepariwisataan dunia dari 1. Pengembangan village tourism 1.
wisata masal ke minat khusus 2. Pengembangan wisata jelajah hutan dan bird p
2. Marine and Heritage sebagai tema pariwisata watching 2.
Indonesia 2010 3. Pengembangan wisata pantai k

ANCAMAN S - T STRATEGIES W-T


1. Termasuk pada area pulau pulau vulkanis 1. Memberlakukan konsep sustainable 1.
yang masih aktif development dalam pengembangan serta b
2. Berkembangnya destinasi sejenis di sekitar pembangunan kepariwisataan guna meminimalisir 2.
Maluku Utara (Sulut, Raja Ampat) dampak negatif yang ditimbulkan k
3. Minat investor dibidang penerbangan masih 2. Pengembangan pariwisata tanggap bencana 3.
kecil 3. Membuka kemudahan bagi investor yang 4.
masuk s
4. Revitalisasi dan pemeliharaan benda-benda H
sejarah
5. Peningkatan pemeliharaan dan pemanfaatan
potensi laut

3.3.2.8. Kabupaten Kepulauan Sula


INTERNAL KEKUATAN KELE
1. Mempunyai potensi pantai yang cukup 1.
beragam f
2. Mempunyai peninggalan sejarah bangsa p
Portugis 2.
m
3.
4.

EKSTERNAL

PELUANG S - O STRATEGIES W -
1. Pergeseran trend kepariwisataan dunia dari 1. Pengembangan wisata pantai 1.
wisata masal ke minat khusus 2. Pengembangan wisata heritage p
3. Pengembangan wisata perkotaan 2.
k

ANCAMAN S - T STRATEGIES W-T


1. Termasuk pada area pulau pulau vulkanis 1. Memberlakukan konsep sustainable 1.
yang masih aktif development dalam pengembangan serta b
2. Berkembangnya destinasi sejenis di sekitar pembangunan kepariwisataan guna meminimalisir 2.
Maluku Utara (Sulut, Raja Ampat) dampak negatif yang ditimbulkan k
3. Minat investor dibidang pariwisata masih kecil 2. Pengembangan pariwisata tanggap bencana 3.
4. Jarak daerah (sphere of space), jarak waktu 3. Membuka kemudahan bagi investor yang 4.
(sphere of time), jarak pejabat (sphere of masuk s
functionary), jarak pelayanan masyarakat (sphere of 4. Revitalisasi dan pemeliharaan benda-benda
services) serta jarak pengawasan (sphere of sejarah
control). 5. Peningkatan pemeliharaan dan pemanfaatan
5. Daerah yang belum terlalu dikenal oleh potensi laut
wisatawan

3.3.2.9. Kabupaten Morotai

3.1. ANALISIS LINGKUNGAN EKTERNAL


1
3.1.1. Globalisasi

1
3.1.2. Pemanasan Global (Global Warming)

3
3.1.3. Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development
Goals)

4
3.1.4. Kecenderungan dan Perkembangan Pariwisata Global

6
3.1.5. Kode Etik Pariwisata Global (Global Code of Ethics
Tourism)

11
3.1.6. Perkembangan Kawasan Asia Pasifik dan ASEAN

13
3.1.7. Dari Pariwisata Masal Menuju Pariwisata Minat Khusus
(Mass Tourism to Special Interest)

15
3.1.8. Kelonggaran Terhadap Pergerakan dan Arus Wisatawan
di beberapa Wilayah (Tourism Restriction Allowance)

15
3.1.9. Kebangkitan Ekonomi Kreatif sebagai Ekonomi
Gelombang Keempat

16
3.1.10. Revolusi Teknologi dan Informasi

16
3.1.11. Pergeseran Kebijakan Pembangunan Nasional

17
3.1.12. Pembangunan yang berbasis pada Pemberdayaan
Masyarakat (People Oriented & Community Based
Development)

17
3.2. ANALISIS LINGKUNGAN INTERNAL
18
3.2.1. DESTINASI PARIWISATA

18
3.2.1.1. Keterbatasan Aspek Daya Saing dan Pengembangan Produk
Wisata

18
3.2.1.2. Perkembangan Destinasi Sejenis Yang Berdekatan

20
3.2.1.3. Keterbatasan Jalur Pelayaran Cruise di Maluku Utara

21
3.2.1.4. Keterbatasan Aksesibilitas dan Fasilitas Kepariwisataan

22
3.2.1.5. Lokasi Geografis Yang Berada Di Wilayah Perbatasan
25
3.2.1.6. Keterbatasan Investasi Pariwisata

26
3.2.1.7. Belum optimalnya pelibatan dan peran masyarakat lokal dalam
pengembangan pariwisata

26
3.2.1.8. Aktualisasi konsep sadar wisata di destinasi pariwisata belum
optimal

27
3.2.2. PEMASARAN PARIWISATA

28
3.2.2.1. Persaingan Pencitraan Destinasi Sekitar

28
3.2.2.2. Belum Optimalnya Promosi dan Pemasaran Pariwisata

29
3.2.3. INDUSTRI PARIWISATA

29
3.2.3.1. Keterbatasan Kualitas dan Efisiensi Sistem Pelayanan Wisata

29
3.2.3.2. Kemitraan pemerintah dan swasta yang belum optimal

30
3.2.4. KELEMBAGAAN DAN SDM PARIWISATA

30
3.2.4.1. Koordinasi/sinergi lintas sektor dan daerah yang belum efektif

30
3.2.4.2. Pariwisata Masih Menjadi Kewenangan Pilihan Di Dalam
Pemerintahan

32
3.3. ANALISIS SWOT PROVINSI DAN
KABUPATEN KOTA
34
3.3.1. Analisis SWOT Provinsi Maluku Utara

34
3.3.2. Analisis SWOT Per Kabupaten Kota di Provinsi Maluku
Utara

36
3.3.2.1. Kota Ternate
36
3.3.2.2. Kota Tidore Kepulauan

37
3.3.2.3. Kabupaten Halmahera Barat

38
3.3.2.4. Kabupaten Halmahera Tengah

39
3.3.2.5. Kabupaten Halmahera Utara

40
3.3.2.6. Kabupaten Halmahera Selatan

41
3.3.2.7. Kabupaten Halmahera Timur

42
3.3.2.8. Kabupaten Kepulauan Sula

43
3.3.2.9. Kabupaten Morotai

44

GAMBAR 3.1. FORECAST JUMLAH WISATAWAN


INTERNASIONAL BERDASARKAN DATA
DIREKTORAT PEMASARAN KEMENBUDPAR
2009
8
GAMBAR 3.2. KEDATANGAN WISATAWAN
INTERNASIONAL DIRINCI BERDASARKAN
KAWASAN, SUMBER: WTO,
9
GAMBAR 3.3. INTERNATIONAL TOURISM FORCAST 2009
9
GAMBAR 3.4. DESTINASI BAHARI SEJENIS YANG
BERDEKATAN
21
GAMBAR 3.5. JALUR PELAYARAN CRUISE DI INDONESIA
22
GAMBAR 3.6. ILUSTRASI SARANA TRANSPORTASI LAUT,
DARAT DAN FASILITAS DI MALUKU UTARA
23
GAMBAR 3.7. ILUSTRASI SARANA TRANSPORTASI
UDARA
24
GAMBAR 3.8. PETA MALUKU UTARA YANG BERBATASAN
DENGAN FILIPINA
25
GAMBAR 3.9. PARIWISATA SEBAGAI URUSAN PILIHAN
33

You might also like