You are on page 1of 28

LAPORAN ASKEP PERIOPERATIF

KLIEN HNP OF THE 4 5 LUMBAL DENGAN TINDAKAN OPERASI


LAMINEKTOMI, DECOMPRESI, STABILISASI

Tugas Individu
Stase Peminatan Kamar Operasi
Tahap Profesi Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM

Disusun Oleh:
Avin Maria
13/362197/KU/16925

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAK U LTAS K E D O K T E RAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

Konsep Dasar Penyakit


A. Pengertian
Diskus antarvertebra terdiri dari dua bagian utama yitu nucleus pulposus dibagian
tengah dan annulus fibrosus yang mengelilinginya. Nukleus pulposus adalah bagian sentral
semigelatinosa diskus yang mengandung berkas-berkas serat gelatinosa, sel jaringan ikat, dan
sel tulang rawan. Bahan ini berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber) antara korpus
vertebra yang berdekatan dan juga berperan dalam pertukaran cairan antara diskus dan
kapiler. Anulus fibrosus terdiri dari cincin-cincin fibrosa konsentrik yang mengelilingi
nucleus pulposus. Fungsi dari annulus fibrosus adalah agar dapat terjadi gerakan antara
korpus-korpus vertebra, menahan nucleus pulposus, dan sebagai peredam kejut.
Gambar 1. Bantalan dan ruas tulang belakang.
Hernia nucleus pulposus (HNP) merupakan rupturnya nukleus pulposus. HNP adalah
keadaan ketika nucleus pulposus keluar menonjol kemudian menekan kearah kanalis spinal
melalui annulus fibrosus yang robek. (Brunner & Suddarth, 2002).

Gambar 2. Rongga tulang belakang berisi saraf. Gambar 3. HNP dapat menekan saraf tulang belakang

B. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP :
a. Aliran darah ke discus berkurang
b. Beban berat
c. Ligamentum longitudinalis posterior menyempit
Jika beban pada discus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat menahan nucleus
pulposus, (gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh karena gel yang berada di canalis
vertebralis menekan radiks.
C. Klasifikasi
HNP dapat terjadi di berbagai tempat di sepanjang tulang belakang. Menurut tempat
terjadinya, HNP dibagi atas:
1. Hernia lumbosakralis
Penyebab terjadinya lumbal menonjol keluar, biasanya oleh kejadian luka posisi
fleksi, tapi perbandingan yang sesungguhnya pada pasien non trauma adalah kejadian
yang berulang. Proses penyusutan nukleus pulposus pada ligamentum longitudinal
posterior dan annulus fibrosus dapat diam di tempat atau ditunjukkan/dimanifestasikan
dengan ringan, penyakit lumbal yang sering kambuh. Bersin, gerakan tiba-tiba, biasa
dapat menyebabkan nucleus pulposus prolaps, mendorong ujungnya/jumbainya dan
melemahkan anulus posterior. Pada kasus berat penyakit sendi, nucleus menonjol keluar
sampai anulus atau menjadi extruded dan melintang sebagai potongan bebas pada
canalis vertebralis. Lebih sering, fragmen dari nucleus pulposus menonjol sampai pada
celah anulus, biasanya pada satu sisi atau lainnya (kadang-kadang ditengah), dimana
mereka mengenai menimpa sebuah serabut atau beberapa serabut syaraf. Tonjolan yang
besar dapat menekan serabut-serabut saraf melawan apophysis artikuler.
2. Hernia servikalis
Keluhan utama nyeri radikuler pleksus servikobrakhialis. Penggerakan kolumma
vertebralis servikal menjadi terbatas, sedang kurvatural yang normal menghilang. Otot-
otot leher spastik, kaku kuduk, refleks biseps yang menurun atau menghilang Hernia ini
melibatkan sendi antara tulang belakang dari C5 dan C6 dan diikuti C4 dan C5 atau C6
dan C7. Hernia ini menonjol keluar posterolateral mengakibatkan tekanan pada pangkal
syaraf. Hal ini menghasilkan nyeri radikal yang mana selalu diawali gejala-gejala dan
mengacu pada kerusakan kulit.
3. Hernia thorakalis.
Hernia ini jarang terjadi dan selalu berada digaris tengah hernia. Gejala-
gejalannya terdiri dari nyeri radikal pada tingkat lesi yang parastesis. Hernia dapat
menyebabkan melemahnya anggota tubuh bagian bawah, membuat kejang paraparese
kadang-kadang serangannya mendadak dengan paraparese.
Penonjolan pada sendi intervertebral toracal masih jarang terjadi. Pada empat
thoracal paling bawah atau tempat yang paling sering mengalami trauma jatuh dengan
posisi tumit atau bokong adalah faktor penyebab yang paling utama.
D. Patofisiologi
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan
degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus
menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di
anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setela trauma (jatuh, kecelakaan, dan
stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera.
Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini
disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun.
Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau
mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau
terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.
Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus
menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan
dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya
ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan
terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak
akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.
Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis
sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.
Pathways

Trauma dan proses degeneratif

Kehilangan protein polisakarida, kandungan air menurun, serat-serat menjadi kasar

Pemisahan lempeng tulang rawan dari korpus vertebrae yang berdekatan

Nukleus pulposus keluar melalui serabut annulus yang sobek

HNP

Menekan syaraf spinal

Kerusakan jalur simpatik desending Spasme otot & pelepasan mediator


kimia: histamin, prostaglandin,
bradikinin, serotonin
Terputusnya jaringan saraf di medulla spinalis

Nyeri
Paralisis dan paraplegia

Kelemahan
Gangguan mobilitas fisik

Tonus otot Atropi, kontraktur


Bed rest total & lama

Penekanan jaringan setempat Ulkus, dekubitus Risk for disuse


syndrome

E. Tanda dan Gejala Resiko gangguan integritas kulit

Gejala utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung bawah disertai otot-otot sekitar
lesi dan nyeri tekan .
HNP terbagi atas :
1. HNP sentral
HNP sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia, dan retensi urine
2. HNP lateral
Rasa nyeri terletak pada punggung bawah, ditengah-tengah antara pantat dan
betis, belakang tumit dan telapak kaki. Ditempat itu juga akan terasa nyeri tekan.
Kekuatan ekstensi jari ke V kaki berkurang dan refleks achiler negatif. Pada HNP lateral
L 4-5 rasa nyeri dan tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai
bawah bagian lateral, dan di dorsum pedis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan
refleks patela negatif. Sensibilitas [ada dermatom yang sesuai dengan radiks yang
terkena menurun. Pada percobaan lasegue atau test mengangkat tungkai yang lurus
(straight leg raising) yaitu mengangkat tungkai secara lurus dengan fleksi di sendi
panggul, akan dirasakan nyeri disepanjang bagian belakang (tanda lasefue positif).
Valsava dab nafsinger akan memberikan hasil posistif .
3. Hernia Lumbosakralis
Gejala pertama biasanya low back pain yang mula-mula berlangsung dan
periodik kemudian menjadi konstan. Rasa nyeri di provokasi oleh posisi badan tertentu,
ketegangan hawa dingin dan lembab, pinggang terfikasi sehingga kadang-kadang
terdapat skoliosis. Gejala patognomonik adalah nyeri lokal pada tekanan atau ketokan
yang terbatas antara 2 prosesus spinosus dan disertai nyeri menjalar kedalam bokong dan
tungkai. Low back pain ini disertai rasa nyeri yang menjalar ke daerah iskhias sebelah
tungkai (nyeri radikuler) dan secara refleks mengambil sikap tertentu untuk mengatasi
nyeri tersebut, sering dalam bentuk skilosis lumbal.
4. Hernia Servicalis
Ditandai dengan parasthesi dan rasa sakit ditemukan di daerah extremitas
(sevikobrachialis), atrofi di daerah biceps dan triceps, refleks biceps yang menurun atau
menghilang, otot-otot leher spastik dan kakukuduk.
5. Hernia thorakalis
Ditandai dengan adanya nyeri radikal, melemahnya anggota tubuh bagian bawah
dapat menyebabkan kejang paraparesi, serangannya kadang-kadang mendadak dengan
paraplegia.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Darah rutin : Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat; laju endap
darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan fungsi ginjal.
2. Urine rutin : tidak spesifik
3. Lumbal Pungsi (LP)
LP akan normal pada fase permulaan prolaps diskus, namun belakangan akan
terjadi transudasi dari low molecular weight albumin sehingga terlihat albumin yang
sedikit meninggi sampai dua kali level normal. Pada pasien ini tak dilakukan tindakan LP
karena pemeriksaan ini tidak memberikan gambaran yang spesifik terhadap HNP, juga
perannya telah dapat digantikan oleh adanya gambaran radiologis yang lebih objektif
dan tidak invasif.
4. Liquor cerebrospinalis: biasanya normal. Jika terjadi blok akan didapatkan peningkatan
kadar protein ringan dengan adanya penyakit diskus. Kecil manfaatnya untuk diagnosis.
5. Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan lokasi dari hernia. Bila
operasi dipertimbangkan maka myelogram dilakukan untuk menentukan tingkat protrusi
diskus.
6. Mielografi
Mielografi berguna untuk melihat kelainan radiks spinal, terutama pada
pasien yang sebelumnya dilakukan operasi vertebra atau dengan alat fiksasi metal. CT
mielografi dilakukan dengan suatu zat kontras berguna untuk melihat dengan lebih jelas
ada atau tidaknya kompresi nervus atau araknoiditis pada pasien yang menjalani operasi
vertebra multipel dan bila akan direncanakan tindakan operasi terhadap stenosis
foraminal dan kanal vertebralis.
7. MRI tulang belakang bermanfaat untuk diagnosis kompresi medula spinalis atau kauda
ekuina. Alat ini sedikit kurang teliti daripada CT scan dalam hal mengevaluasi gangguan
radiks saraf. Akurasi 73-80% dan biasanya sangat sensitif pada HNP dan akan
menunjukkan berbagai prolaps. Namun para ahli bedah saraf dan ahli bedah ortopedi
tetap memerlukan suatu EMG untuk menentukan diskus mana yang paling terkena.
8. CT Scan
9. Sarana diagnostik yang efektif bila vertebra dan level neurologis telah jelas dan
kemungkinan karena kelainan tulang.
10. Elektromiografi (EMG)
Untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati perifer. Dalam bidang
neurologi, maka pemeriksaan elektrofisiologis/neurofisiologis sangat berguna pada
diagnosis sindroma radiks. Pemeriksaan EMG dilakukan untuk :
1. Menentukan level dari iritasi atau kompresi radiks.
2. Membedakan antara lesi radiks dengan lesi saraf perifer.
3. Membedakan adanya iritasi atau kompresi radiks.
Pemeriksaan EMG adalah suatu pemeriksaan yang non-invasif, Motor
Unit Action Potentials (MUAP) pada iritasi radiks terlihat sebagai:
1. Potensial yang polifasik.
2. Amplitudo yang lebih besar
3. Durasi potensial yang lebih panjang, pada otot-otot dari segmen yang terkena.
Pada kompresi radiks, selain kelainan-kelainan yang telah disebut diatas, juga
ditemukan aktivitas spontan pada pemeriksaan EMG berupa fibrilasi di otot-otot
segmen terkena atau di otot paraspinal atau interspinal dari miotoma yang
terkena. Sensifitas pemeriksaan EMG untuk mendeteksi penderita radikulopati lumbal
sebesar 92,47%. EMG lebih sensitif dilakukan pada waktu minimal 10-14 hari
setelah onset defisit neurologis, dan dapat menunjukkan tentang kelainan berupa
radikulopati, fleksopati ataupun neuropati.
11. Foto rontgen tulang belakang.
Foto rontgen biasa (plain photos) sering terlihat normal atau kadang-kadang dijumpai
penyempitan ruangan intervertebral, pembentukan osteofit spondilolistesis, perubahan
degeneratif,dan tumor spinal. Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang
terlihat bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan suatu skoliosis akibat
spasme otot paravertebral.
G. Komplikasi
1. Kelemahan dan atropi otot
2. Trauma serabut syaraf dan jaringan lain
3. Kehilangan kontrol otot sphinter
4. Paralis atau ketidakmampuan pergerakan
5. Perdarahan
6. Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal
H. Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
a) Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan sikap
yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk dimana tungkai dalam sikap
fleksi pada sendi panggul dan lutut. tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai
pegas/per dengan demikian tempat tidur harus dari papan yang lurus dan ditutup
dengan lembar busa tipis. Tirah baring bermanfaat untuk nyeri punggung bawah
mekanik akut. Lama tirah baring tergantung pada berat ringannya gangguan yang
dirasakan penderita. Pada HNP memerlukan waktu yang lebih lama. Setelah
berbaring dianggap cukup maka dilakukan latihan / dipasang korset untuk mencegah
terjadinya kontraktur dan mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot.

b) Medikamentosa
1) Symtomatik
Analgetik (salisilat, parasetamol), kortikosteroid (prednison, prednisolon),
anti-inflamasi non-steroid (AINS) seperti piroksikan, antidepresan trisiklik
( amitriptilin), obat penenang minor (diasepam, klordiasepoksid).
2) Kausal :Kolagenese
3) Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermy (pemanasan dengan jangkauan
permukaan yang lebih dalam) untuk relaksasi otot dan mengurnagi lordosis.
2. Terapi operatif
Dikerjakan apabila dengan tindakan konservatif tidak memberikan hasil yang
nyata, kambuh berulang atau terjadi defisit neurologic. Tujuan : Mengurangi tekanan
pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan mengubah defisit neurologik.
Macam :
1) Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari diskus intervertebral
2) Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural pada kanalis
spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi kanalis
spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan
menghilangkan kompresi medula dan radiks.
3) Laminotomi : Pembagian lamina vertebra.
4) Disektomi dengan peleburan.
3. Rehabilitasi
a. Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula.
b. Agar tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam melakkan kegiatan sehari-hari
(the activity of daily living).
c. Klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran kencing dan
sebagainya).

Nursing Care Plan


1. Pre Operatif
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik
b. Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan terhadap penyakitnya
2. Intra Operatif
a. Risiko Cedera Perioperatif
3. Post Operatif
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka post op
b. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan

a. Pre operatif
NO Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan
keperawatan
1 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan Melakukan pengkajian nyeri
berhubungan keperawatan diharapkan pasien secara komprehensif
dengan agen dapat berkurang nyerinya dengan Observasi tanda non verbal

injuri fisik kriteria hasil : adanya ketidaknyamanan


Tidak melaporkan adanya Tentukan dampak nyeri

nyeri terhadap kualitas hidup


Mampu mendeskripsikan Sediakan informasi tentang

penyebab nyeri nyeri (penyebab, onset, durasi


Melaporkan dapat mengontrol nyeri)
nyeri Kontrol faktor lingkungan
yang mempengaruhi nyeri
Ajarkan teknik
nonfarmakologis (distraksi,
nafas dalam, relaksasi)
4 Cemas Setelah diberikan asuhan Orientasikan klien dengan
berhubungan keperawatan diharapkan cemas lingkungan
dengan berkurang dengan kriteria hasil : Ajak keluarga untuk

ketidaktahuan Pasien tidak bertanya-tanya. mengurangi cemas klien jika


Cemas berkurang. Pasien
terhadap kondisi sudah stabil
tidak tampak bingung. Jelaskan keadaan yang
penyakit.
fisiologis pada klien post op

b. Intra operatif
NO Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan
keperawatan
1 Resiko cedera Setelah diberikan asuhan Mengecek integritas kulit
perioperatif keperawatan diharapkan pasien Memperhatikan kepala dan

dapat berkurang nyerinya dengan leher saat transfer pasien


Mempertahankan IV line,
kriteria hasil :
Identifikasi faktor resiko selang oksigen dan kateter
Mencegah faktor resiko Menempatkan pasien pada
Memposisikan pasien dengan posisi operasi supinasi
benar Memonitor posisi pasien
selama operasi
c. Post operatif
NO Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan
keperawatan
1 Gangguan Setelah diberikan asuhan Periksa keadaan sekitar
rasa nyaman keperawatan diharapkan nyeri balutan
nyeri berkurang dengan kriteria hasil : Catat lokasi dan lamanya

berhubungan nyeri berkurang nyeri


pasien tidak tampak meringis. Kolaborasi dengan dokter
dengan luka
dengan memberikan obat-
post op
obat analgetik
2 Resiko Setelah diberikan asuhan Dorong teknik mencuci
infeksi keperawatan diharapkan infeksi tangan dengan baik
berhubungan tidak terjadi dengan kriteria hasil : Kaji kondisi luka pasien
Tanda-tanda infeksi Berikan antibiotik sesuai
dengan
berkurang dengan indikasi
tindakan
pembedahan
FORMAT PENGKAJIAN
STASE PEMINATAN OK
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
Nama Mahasiswa : Avin Maria Ruangan : OK 505
Waktu Praktik : 2 Maret 2015

1. IDENTITAS DIRI KLIEN


Nama :Tn. S
Umur : 66 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Bayan Purworejo
Status Perkawinan: Menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan : tamat SMP
Pekerjaan : Buruh Tani
Lama bekerja :-
Dx Medis :HNP of he 4-5 lumbal
Tanggal MRS : 12 Februari 2015
No. RM : 01.41.06.15
Tanggal Pengkajian : 2 Maret 2014
Jam Pengkajian : 08.45 WIB
Sumber informasi : Pasien dan RM
2. RIWAYAT PENYAKIT
A.Riwayat Kesehatan
Dx medis : HNP of he 4-5 lumbal
Jenis Operasi : laminectomy, decomp, stabilisasi
Jenis Anestesi : GA
Keluhan Utama:klien mengeluh nyeri tulang belakang
RPS : Klien mengatakan nyeri tulang belakang semenjak 2 bulan yang
lalu, kaki mengalami kesemuan, nyeri idak berkurang. Klien
sudah memeriksakan ke dokter spesialis saraf dan sudah diberikan
obat. Namun nyeri tidak berkurang.
RPD :Klien terdiagnosis HNP semenjak 2 bulan yang lalu
Hipertensi (tidak), DM (tidak).

B. Pola Kebiasaan
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan: klien mengatakan jika sakit biasanya
berobat ke puskesmas.
2. Pola nutrisi / metabolic: makan 3x sehari, makan 1 porsi selalu habis.
Penilaian nutrisi :
A : BB 65 kg, TB 168 cm
B : albumin : 3, 56 g/dL ; Hb : 13 g/dL
C : pasien tidak tampak pucat
D : TKTP 1500kal
3. Pola Eliminasi: BAB 1 x sehari, konsistensi padat, bau khas feses
BAK 5 x sehari, berwarna kuning jernih, bau khas urin
4. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum V
Mandi V
Toileting V
Berpakaian V
Mobilitas di tempat tidur V
Berpindah V
Ambulasi/ROM V
Keterangan: 0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain
dan alat, 4: tergantung total
5. Oksigenasi: tidak menggunakan alat bantu pernafasan (nafas spontan).
6. Pola tidur dan istirahat :lama tidur 7 jam per hari (jam 22.00-05.00),
terkadang tidur siang 1 jam.
7. Pola perceptual : tidak menggunakan alat bantu penglihatan, alat bantu dengar,
tidak mengalami gangguan pengecapan, dapat merasakan nyeri, dingin.
8. Pola persepsi diri : ketika sedang sakit cenderung tidak mau merepotkan orang lain.
9. Pola seksualitas dan reproduksi : klien sudah menikah, istri selalu
mendampingi dan memberikan support pada klien.
10. Pola peran-hubungan : klien memiliki hubungan yang baik dengan
keluarganya, klien mengatakan tidak ada masalah dengan keluarganya.
11. Pola managemen koping-stress : ketika merasa cemas, klien cenderung berdoa
(sebelum operasi klien terlihat membaca doa)
12. Sistem nilai dan keyakinan : klien rajin mengikuti kegiatan pengajian di
lingkungan tempat tinggalnya.

3.PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum: KU baik, CM, TD 112/ 80 mmHg, N 108 x/mnit, RR 20
x/mnt, suhu: 36,2 C, skor nyeri= 4, E4V5M6
b. Kulit : bersih, tidak ada luka, turgor kulit baik (tidak kering).
c. Kepala : mesochepal, rambut bersih, berwarna hitam beruban.
d. Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pasien
tidak menggunakan alat bantu lihat
e. Telinga :tidak menggunakan alat bantu dengar, dapat
mendengar suara pada jarak komunikasi normal
f. Hidung : bersih, tidak ada polip, tidak flu
g. Mulut : bersih, gigi tidak berlubang
h. Leher : JVP tidak meningkat, tidak terdapat pembesaran
kelenjar tiroid
i. Thorak:
I : simetris, terdapat ada luka
Pal : tidak ada ketinggalan gerak
Per : sonor, redup
A : suara paru vesikuler +/+
j. Cor: S1 tunggal, S2 split tdk konstan
k. Abdomen:
I : Warna homogen, tidak ada penonjolan
A : Bising usus (+) 15x/ menit
Pal : supel
Per : thympani
l. Genitalia :bersih
m. Anus dan rectum :bersih

n. Muskuloskeletal :kekuatan otot


o. Ekstremitas :akral hangat, nadi kuat, capilarry
refil < 2 detik, edema perifer (-)

4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENUNJANG


TANGGAL PEMERIKSAAN
JENIS
NILAI NORMAL 24/02
PEMERIKSAAN
/2015

DARAH LENGKAP

Hb L 1318; P 1216 13,0


gr/dL

Leukosit 4,5-10,5x103/uL 7,71

Eritrosit L4,7-6,1; P 4,2- 4,41


5,4x106/uL

Trombosit 150-450x103/uL 254

Hct L 4252 %; P 3747% 39,3

MCV L 80-94/ P 81-99 fL 89,1

MCH 27-31 pg 29,5

MCHC 30-34G/dL 33,1

APTT/kontrol Beda s.d 7 detik 32,8

PT/kontrol Beda s.d 2 detik 14,0

HBSAg Negat
if

SERUM ELEKTROLIT

Na+ 136-145 mEq/L 136

K+ 3,8-5,1 mEq/L 3,90

Cl- 97-113 mEq/L 107

FAAL HATI

Albumin 3,5 5 g/dL 3,56

FAAL RENAL

BUN 10-20 mg/dL 16,60

Serum Kreatinin 0,5-1,2 mg/dL 1,19

GLUKOSA DARAH

Glukosa 2 JPP s.d 140 mg/dL 115

Kesimpulan Hasil lab: dalam batas normal

Hasil EKG (18/02/2015)


Kesimpulan Hasil EKG: NORMAL
Hasil foto thorax 18/02/15:

Persiapan Operasi:
Persiapan saat di ruang penerimaan
1. Konfirmasi:Identitas Pasien (gelang identitas pasien berwarna biru di
tangan kanan), Inform Concern operasi dan anastesi, prosedur operasi.
2. Status kesehatan fisik umum dan persiapan fisik (Site Operasi,
Pengosongan lambung dan colon (puasa jam 24.00), melepas semua
aksesoris).
3. Kondisi Psikologis (menenangkan pasien ketika merasa cemas).
4. Mengecek kelengkapan : Hasil Pemeriksaan laboratorium dan
Pemeriksaan penunjang (Hasil pemeriksaan Radiologi, EKG, sediaan
darah, antibiotic profilaksis yg diberikan :inj.iv cefotaxime 1 gram pada
jam 07.30).

ASKEP PRE OPERATIF


A. ANALISA DATA:
DO:
Pro Laminektomi.
Tanda vital (08.00) : TD : 120/80 mmHg ; N : 86x/menit ; RR: 20x/menit
DS:
Pasien mengeluh nyeri punggung VAS = 4
Klien tampak kesakitan dengan nyeri punggungnya.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri akut
Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial / digambarkan dalam
hal kerusakan sedemikian rupa.
NOC
Pain Control
No Indikator Awal Target
1 Melaporkan nyeri 4 1
2 Mendeskripsikan penyebab nyeri 2 4
3 Melaporkan perubahan nyeri pada petugas kesehatan 2 4
4 Melaporkan dapat mengontrol nyeri 2 4
Keterangan :
1. Tidak pernah mendemonstrasikan
2. Jarang mendemonstrasikan
3. Kadang-kadang mendemonstrasikan
4. Sering mendemonstrasikan
5. Selalu mendemonstrasikan
Pain Level
No Indikator Awal Target
1 Melaporkan tingkat nyeri 3 4
2 Ekspresi wajah menahan nyeri 3 4

Keterangan :
1. Sangat parah
2. Parah
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
NIC
Pain Management
Akivitas :
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
2. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengeahui pengalaman
nyeri
3. Observasi tanda non verbal adanya ketidaknyamanan
4. Tentukan dampak nyeri terhadap kualitas hidup
5. Ajarkan teknik non farmakologi (misal : disraksi, nafas dalam, relaksasi,
terapi musik)
Implementasi
Melakukan pengkajian nyeri (pukul 08.45).
Menggali pengalaman nyeri yang dirasakan pasien (pukul 08.50).
Mengobservasi tanda non verbal adanya ketidaknyamanan (pukul 08.55).
Menentukan dampak nyeri terhadap kualitas hidup klien (09.00).
Mengajarkan teknik nafas dalam unuk mengurangi nyeri yang dirasakan pasien
(pukul 09.10)
Evaluasi
S:
Pengkajian nyeri :
1) O : nyeri sudah dialami 2 bulan yang lalu
2) P : klien mengatakan biasanya nyeri timbul sangat
bergerak, merubah posisi
3) Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk
4) R : bagian punggung
5) S : nilai VAS : 4
6) T : klien mengatakan nyeri berkurang dengan obat analgetik
7) U : klien mengatakan nyerinya membuat klien sulit
untuk beraktivitas, berpindah posisi.
8) V : klien berharap nyeri hilang setelah operasi.
O:
Pasien terdiagnosis HNP of the 4-5 lumbal.
Klien terlihat kesakitan dengan nyeri punggungnya.
Klien telah diajarkan teknik nafas dalam unuk mengurangi rasa nyeri,
klien dapat memprakekkan nafas dalam dengan baik, dan akan
mempraktekkan nafas dalam jika merasa nyeri
Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang setelah melakukan nafas dalam
Klien mengatakan bisa mengontrol nyeri
A:
Pain Control
No Indikator Awal Target Pencapaian
1 Melaporkan nyeri 4 1 2
2 Mendeskripsikan penyebab nyeri 2 4 4
3 Melaporkan perubahan nyeri pada petugas 2 4 4
kesehatan
4 Melaporkan dapat mengontrol nyeri 2 4 4

Pain Level
No Indikator Awal Target Pencapaian
1 Melaporkan tingkat nyeri 3 4 4
2 Ekspresi wajah menahan nyeri 3 4 4
Nyeri aku teratasi sebagian
P: -
ASKEP INTRAOPERATIVE

Pengkajian
1. Persiapan Perawat (scrub nurse dan perawat sirkuler).
2. Persiapan pasien (pengkajian preanastesi, positioning, drapping pada area
pembedahan, dan hemodinamik).
3. Sebelum Insisi (Time out):menjelaskan secara verbal identitas pasien,
prosedur, antibiotic yg sudah diberikan, konfirmasi seluruh anggota tim
sesuai peran.
Persiapan Alat
Handscoon steril/non steril: 6/1
Betadine: 1 botol
Kassa: 20
Alcohol 70 %: 1 botol
Ioban (1), kit cleaner (1), Spongestan (1), Daryantull (1)
Transfusi set 1
Folley cath 16 fr/ urine bag: 1/1
Spuit 5 cc/10 cc: 1/1
Mess 20:1
Cairan RL:2 plabot
Dafilon 2/0 : 1
Safil 1, 0, 2/0 : 1/1/1
Persiapan Instrumen
Set yang dipakai : Spine set (1), Implant set (1)

Persiapan pasien:
Pasien di tempatkan di meja operasi, dipasang plat negatif di kaki kanan
Pasien dilakukan anestesi GA
Pasien diposisikan pronasi
Bagian kepala diganjal bantal, dan kedua kaki diberi bantalan.
Prosedur Operasi:
1. Pasien posisi pronasi dalam stadium anestesi dilakukan tindakan asepsis
2. Medan operasi dipersempit dengan duk steril dan dipakaikan ioban
3. Dilakukan insisi posterior approach spine sepanjang 15 cm
4. Kutis, subkutis, fossa thorakal, muskulus paraspinalis lalu dilakukan
deseksi sub periosteal sampai terlihat lamina.
5. Dilakukan insersi pedicle screw di VL 5, VL 4, VL 3.
6. Dilakukan laminectomy VL 3 dan VL 4
7. Dilakukan pemasangan rod dan distraksi
8. Dilakukan pemasangan cross link
9. Dilakukan pemasangan drainase
10. Tutup luka operasi lapis demi lapis
11. Operasi selesai

A. ANALISA DATA
DO:
Klien dilakukan General Anestesi, Klien diposisikan pronasi. Klien
dilakukan prosedur laminektomi, decompresi, stabilisasi, klien tampak
tidak sadarkan diri.
DS:-

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko cedera akibat posisi perioperative
Definisi : Beresiko mengalami perubahan anatomis dan fisik yang tidak disengaja
akibat sikap tubuh atau peralatan yang digunakan saat prosedur invasif/bedah.
NOC:
Aspiration Prevention
Definisi: Perilaku personal untuk mencegah masuknya cairan dan pertikel padat
ke dalam paru-paru.
No Indikator Awal Target
1. Identifikasi faktor resiko 1 5
2. Mencegah faktor resiko 1 5
3. Memposisikan dengan benar 1 5
Keterangan :
1. Tidak pernah mendemonstrasikan
2. Jarang mendemonstrasikan
3. Kadang mendemonstrasikan
4. Sering mendemonstrasikan
5. Selalu mendemonstrasikan
NIC:
Aspiration precaution
Aktivitas:
a. Monitor level kesadaran, reflek batuk, reflek muntah, dan kemampuan menelan
b. Monitor status pulmonary
c. Pertahankan jalan nafas
d. Pertahankan cuff trakhea menggembung
e. Pertahankan pengaturan suction tersedia
Positioning: Intraoperative
Aktivitas:
a. Cek sirkulasi perifer dan status neurologis
b. Cek integritas kulit
c. Perhatikan kepala dan leher saat transfer pasien
d. Pertahankan IV line, selang oksigen dan kateter
e. Lindungi mata pasien
f. Imobilisasi tubuh pasien
g. Tempatkan pasien pada posisi operasi (Pronasi)
h. Monitor posisi pasien selama operasi

Implementasi
Aspiration precaution
Memonitor level kesadaran, reflek batuk, reflek muntah, dan kemampuan
menelan ( pukul 10.00)
Memonitor status pulmonary ( pukul 10.10)
Mempertahankan cuff trakhea menggembung ( pukul 10.50)

Positioning: Intraoperative
Menempatkan pasien pada posisi pronasi (pukul 09.40)
Imobilisasi tubuh pasien dengan pengaruh anaestesi GA (pukul 09.50)
Memperhatikan kepala dan leher saat transfer pasien (pukul 09.20 dan
14.45)
Mempertahankan IV line, selang oksigen dan kateter (pukul 12.00)
Mengecek integritas kulit (pukul 12.00)
Memonitor posisi pasien selama operasi ( pukul 09.45-14.30)
Evaluasi
S:
Pasien terlihat tidak sadarkan diri
Mata pasien terindungi dengan baik, air mata (-).
Kepala dan leher saat transfer pasien dari brankard ke meja operasi dan
dari meja operasi ke brankard terfiksasi dengan baik.
Proses positioning tidak ada kendala.
Posisi pasien selama operasi terjaga.
O:
Level kesadaran dalam pengaruh GA anestesi, reflek batuk(-), reflek
muntah(-), dan kemampuan menelan (-)
Status pulmonary: SaO2 99%, RR 22 x/ mnt, TD 107/74 mmHg, N=88
x/mnit
Jalan napas paten
Cuff trachea tetap menggembung
Integritas kulit: dibuat luka insisi di bagian posterior (spina)
IV line, selang oksigen dan kateter terpasang dengan baik
A:
No Indikator Awal Target Pencapaian
1. Identifikasi faktor resiko 1 5 5
2. Mencegah faktor resiko 1 5 5
3. Memposisikan dengan benar 1 5 5
Resiko cedera perioperatif teratasi
P:-

Risiko cedera akibat posisi perioperative


Definisi : Beresiko mengalami perubahan anatomis dan fisik yang tidak disengaja
akibat sikap tubuh aau peralatan yang digunakan saat prosedur invasif/bedah.
NOC :
Tissue integrity: skin & mucous membrane
Definisi: Keutuhan struktural dan fungsi fisiologis kulit dan membrane mukosa
yang normal
No Indikator Awal Target
1 Suhu kulit 5 5
2 Sensasi 5 5
3 Elatisitas 5 5
4 Hidrasi 4 5
Keterangan :
1. Penyimpangan sangat berat
2. Penyimpangan berat
3. Penyimpangan sedang
4. Penyimpangan ringan
5. Tidak terdapat penyimpangan

NIC :
Incision Site care
Aktivitas:
a. Bersihkan area sekitar insisi menggunakan pembersih yang tepat
b. Monitor luka inisi dari tanda dan gejala infeksi
c. Tutup luka insisi dengan baik
Surgical Precaution
Aktivitas:
a. Mengecek ground isolation monitor
b. Memverifikasi ketepatan penggunaan peralatan
c. Mengecek suction untuk tekanan yang cukup, tube dan keteter.
d. Memindahkan peralatan yang tidak aman
e. Menghitung jumlah alat dan kassa sebelum, selama dan setelah operasi.
f. Menyediakan electrosurgical unit, groundling pad
g. Memverifikasi pasien tidak menggunakan bahan metal
h. Menginspeksi kulit di sekitar groundling pad
i. Mendokumentasikan proses operasi
Infection control: intraoperative
Aktivitas:
a. Monitor dan utamakan aliran pernapasan
b. Verifikasi antibiotic yang digunakan
c. Monitor teknik isolasi
d. Verifikasi indicator sterilisasi
e. Gaun, sarung tangan, dan baju operasi sesuai aturan/standar
f. Pisahkan barang-barang yang tidak steril
g. Inspeksi kulit/jaringan yang akan dilakukan operasi
h. Berikan larutan antimikroba pada area insisi
i. Hindari kontaminasi
j. Aplikasikan dressing bedah
k. Bersihkan dan sterilisasikan alat bedah

Implementasi
Incision Site care
Membersihkan area sekitar insisi menggunakan alkohol dan providone
iodine (pukul 09.40)
Memonitor luka insisi (pukul 11.30)
Tutup luka bekas insisi dengan steri strip dan kassa (pukul 14.40)
Surgical Precaution
Memverifikasi pasien tidak menggunakan bahan metal (pukul 09.20)
Menyediakan electrosurgical unit, groundling pad (pukul 09.30)
Mengecek ground isolation monitor (pukul 09.30)
Memverifikasi ketepatan penggunaan peralatan (pukul 09.45-14.30)
Menghitung jumlah alat dan kassa sebelum, selama dan setelah operasi
(pukul 09.45-14.30)
Menginspeksi kulit di sekitar groundling pad (pukul 14.45)
Mendokumentasikan proses operasi (pukul 14.50)
Infection control: intraoperative
Memverifikasi antibiotic yang digunakan (pukul 09.00), antibiotic
cefotazim 1 gram sudah diberikan di bangsal
Memverifikasi indicator sterilisasi (pukul 09.30)
Gaun, sarung tangan, dan baju operasi sesuai aturan/standar (pukul 09.35)
Menginspeksi kulit/jaringan yang akan dilakukan operasi (pukul 09.40)
Memisahkan barang-barang yang tidak steril seperti letak tempat sampah
(pukul 10.15)
Memberikan larutan hibiset, betadin, alcohol dan memasang drapping
serta ioban pada area insisi (pukul 09.55)
Mengaplikasikan teknik aseptik cuci tangan (14.30)
Mensterilisasikan alat bedah (pukul 14.45)

Evaluasi
S: luka bekas insisi tertutup dengan baik dengan steri strip
O:
Petugas OK 9 orang
Antibiotic yang digunakan cefotazime 1 gram, tidak ada tanda-tanda alergi
Membatasi area operasi dengan duk steril dan ioban
Set alat dan intrumen sudah disterilkan dan tanggal ED ( 8 Maret 2015)
Area sekitar insisi steril
Ground isolation berfungsi dengan baik
Set instrument telah digunakan dengan tepat
Electrosurgical unit, groundling pad berfungsi dengan baik
Pasien tidak menggunakan bahan metal saat operasi
Kulit di sekitar groundling pad tidak terbakar/luka
Area insisi tidak terdapat bengkak, warna kemerahan, teraba hangat
Turgor kulit baik, pasien tidak ampak pucat

A:
No Indikator Awal Target Hasil
1 Suhu kulit 5 5 5
2 Sensasi 5 5 5
3 Elastisitas 5 5 5
4 Hidrasi 3 5 4
Resiko cedera perioperatif teratasi sebagian
P:-

Risiko cedera akibat posisi perioperative


Definisi : Beresiko mengalami perubahan anatomis dan fisik yang tidak disengaja
akibat sikap tubuh atau peralatan yang digunakan saat prosedur invasif/bedah.
NOC: Blood Coagulation
Definisi: Tingkat bekuan darah dalam periode waktu yang normal.
No Indikator Awal Target
1. Pembentukan gumpalan 5 5
2. Perdarahan 5 5
3. Memar 5 5
4. Hematuria 5 5
Keterangan :
1. Penyimpangan sangat berat
2. Penyimpangan berat
3. Penyimpangan sedang
4. Penyimpangan ringan
5. Tidak terdapat penyimpangan
NIC :
Bleeding reduction: wound
Aktivitas:
a. Berikan tekanan manual pada daerah yang mengalami perdarahan atau yang
berpotensi mengalami perdarahan
b. Berikan balutan yang menekan pada daerah yang mengalami perdarahan
c. Monitor tanda vital sesuai kebutuhan
d. Monitor intake dan output secara akurat
e. Pertahankan irigasi blader secara terus menerus sesuai kebutuhan
f. Instruksikan pasien untuk membatasi aktivitas sesuai kebutuhan
Implementasi
a. Menekan daerah perdarahan selama operasi, mematikan pembuluh darah
(dengan corter) untuk mengurangi perdarahan selama operasi (09.45-13.30)
b. Memonitor tanda vital sesuai kebutuhan (10.30-13.00)
c. Monitor intake dan output urin secara akurat (13.00)
d. Mempertahankan irigasi secara terus menerus sesuai kebutuhan (10.00-12.00)
e. Monitor perdarahan (14.00)

Evaluasi
S:-
O:
Mengecek tanda vital : Jam 12.00 N: 91 x/menit, TD 117/82, R:20 x/menit
Memberikan cairan RL 2000ml selama operasi
Urin output (14.45) :250 cc, warna kuning
Jumlah perdarahan 300cc
A:
No Indikator Awal Target Pencapaian
1. Pembentukan gumpalan 5 5 5
2. Perdarahan 5 5 5
3. Memar 5 5 5
4. Hematuria 5 5 5
Resiko cedera perioperatif teratasi
P:-

ASKEP POST OPERATIF


Pengkajian
1. Kondisi umum pasien, evaluasi pernafasan, kepatenan jalan nafas, tanda-
tanda vital
2. Segala masalah yang terjadi selama fase pembedahan yang sekiranya dapat
mempengaruhi perawatan pasca-operatif (monitor perdarahan 300 cc)
3. Cairan yang diberikan (RL)
4. Alat bantu pendukung ( drain, kateter)
5. Status kesadaran (On ventilator)
Aldrete Score Penilaian : skor 9
Nilai Warna (2), Pernapasan (2), Sirkulasi (2), Kesadaran (1), Aktivitas (2)
Pukul 14.30

A. ANALISA DATA
DO:
Pasien masih dalam pengaruh anestesi, on ventilator
DS:
Pasien terlihat belum sadar
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Risiko cedera akibat posisi perioperative
Definisi : Beresiko mengalami perubahan anatomis dan fisik yang tidak disengaja
akibat sikap tubuh atau peralatan yang digunakan saat prosedur invasif/bedah.
NOC :
Acute confusion level
Definisi: keparahan gangguan dalam kesadaran dan kognisi yang berkembang
dalam waktu singkat.
No Indikator Awal Target
1. Disorientasi waktu 3 5
2. Disorientasi tempat 3 5
3. Disorientasi orang 3 5
4. Aktivitas Psikomotor 3 5
5. Kesulitan mengikuti perintah yang rumit 4 5
6. Kesulitan menginterpretasikan stimulus lingkungan 4 5
7. Kesulitan mempertahankan percakapan 2 5
8. Perubahan level kesadaran 2 4
Keterangan :
1. Sangat parah
2. Parah
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada

NIC :
Reality Orientation
Definisi : mengorientasikan pasien terhadap keadaan yg sedang terjadi
Aktivitas:
a. Informasikan pasien terkait orang, tempat dan waktu sesuai kebutuhan
b. Gunakan gesture dan objek untuk meningkatkan kemampuan komunikasi
verbal
c. Hindari situasi yang tidak familiar
d. Sediakan caregiver/orang terdekat pasien untuk mendampingi pasien
e. Sediakan object yang menyimbolkan identitas pasien
f. Fasilitasi instirahat dan tidur pasien yang adekuat

Implementasi
a. Memberikan instruksi kepada pasien untuk membuka mata dan mengangkat
tangan. (pukul 14.45)
b. Menginformasikan pasien terkait keberadaan di PACU dan keadaan sudah
selesai operasi. (pukul 14.50)
c. Menstimulus secara terus menerus dengan gerakan/sentuhan(pukul 14.55)

Evaluasi
S:
Pasien berespon terhadap perintah membuka mata dan membuka
genggaman tangan
Pasien mampu mengenali ruangan dan petugas kesehatan
O: Kesadaran CM, RR 22x/mnt, N 86x/mnt, produk drain 50 cc, CRT <2 detik
A:
No Indikator Awal Target Hasil
1. Disorientasi waktu 3 5 4
2. Disorientasi tempat 3 5 4
3. Disorientasi orang 3 5 4
4. Aktivitas Psikomotor 4 5 4
5. Kesulitan mengikuti perintah yang rumit 4 5 4
6. Kesulitan mempertahankan percakapan 2 5 4
7. Perubahan level kesadaran 2 4 4
Resiko cedera perioperatif teratasi sebagian
P: reality orientation

Risiko cedera akibat posisi perioperative


Definisi : Beresiko mengalami perubahan anatomis dan fisik yang tidak disengaja
akibat sikap tubuh aau peralatan yang digunakan saat prosedur invasif/bedah.
NOC :
Tissue perfusion: cellular
Definisi: Adekuatnya aliran darah melalui vaskularisasi ke fungsi utama pada
level sel.
No Indikator Awal Target
1 Tekanan darah sistol 5 5
2 Tekanan darah diastole 5 5
3 Kapilari refill 5 5
4 Output urin 5 5
Keterangan :
1. Penyimpangan sangat berat
2. Penyimpangan berat
3. Penyimpangan sedang
4. Penyimpangan ringan
5. Tidak terdapat penyimpangan
NIC :
Circulatory care: venous insufficiency
Aktivitas:
a. Lakukan penilaian status circulasi perifer (nadi perifer, edema, capillary refill,
warna kulit dan suhu
b. Monitor status cairan, termasuk intake dan output

Implementasi
Melakukan penilaian status circulasi perifer (nadi perifer, edema, capillary
refill, warna kulit dan suhu)
Memberikan selimut untuk menghangatkan tubuh pasien
Monitor status cairan, termasuk intake dan output
Evaluasi
S: -
O:
Mual (-), Muntah (-)
Kulit pasien teraba lebih hangat
TTV: TD: 90/60 mmHg, N: 131 x/mnt, RR: 20 x/ mnt, CRT: < 2 dtk
urin 250 cc warna kuning
A:
No Indikator Awal Target Hasil
1 Tekanan darah sistol 5 5 5
2 Tekanan darah diastole 5 5 5
3 Kapilari refill 5 5 5
4 Output urin 5 5 5
Resiko cedera perioperatif teratasi
P: monitor TTV

DAFTAR PUSTAKA

Cecily L. Bets, Linda A. Sowden, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3,


Jakarta : EGC, 2002.
Corleton PF, ODonnell MM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit:
Penyakit Katup Jantung. Buku I; Ed 4. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 2. Jakarta:
EGC
Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Bandung : Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996.
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengn Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia.2006.Ilmu Penyakit
Dalam.Jakarta:FKUI
Price Sylvia dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzane C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth edisi 8 Vol 3, Jakarta : EGC, 2002
Sudoyo AW. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I; Ed IV. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Tucker,Susan Martin,Standar Perawatan Pasien edisi 5, Jakarta : EGC, 1998.

You might also like