You are on page 1of 9

Jurnal Akuakultur

Perkembangan Indonesia,
enzim 5(1):larva
pencernaan 41-49 (2006)
ikan patin Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 41
http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id

PERKEMBANGAN ENZIM PENCERNAAN LARVA IKAN PATIN,


Pangasius hypophthalmus

Development of Digestive Enzyme of Patin Pangasius hypohthalmus Larvae

I. Effendi, D. Augustine dan Widanarni


Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16680

ABSTRACT

Culture of patin Pangasius hypophthalmus especially larval rearing very depends on the supply of natural
food as energy source. Artemia is the main natural food for fish larvae as a starter food, but its price is high.
To reduce production cost, farmers tend to reduce the feeding frequency and shorten the Artemia feeding
period. Altering feeding regime however may reduce fry quality. This relate to the availability of digestive
enzymes. The objective of this study was to examine digestive enzymes activity in patin larvae fed with
different feeding regime. By shorten feeding period with Artemia to 2-4 days and Tubifex,substitution, the
enzymes activity of protease, lipase and amylase were revealed similar pattern The enzymes activity tends to
increase and reach the peak at day 7 , and decrease later on until day 15 after hatching. Survival rate of fish
were varied for each treatment, and the highest survival rate was obtained when larvae were fed by Artemia for
8 days. Blood worm were not fully digested by patin larvae at early stage.

Keywords: enzyme, digestion, patin, Pangasius hypophthalmus

ABSTRAK

Proses budidaya ikan patin, Pangasius hypophthalmus terutama pembenihan sangat tergantung oleh
ketersediaan pakan alami sebagai sumber energinya. Artemia merupakan pakan alami yang banyak diberikan
pada saat larva ikan mulai makan, namun harganya relatif tinggi. Untuk menekan biaya produksi, petani ikan
patin cenderung mengurangi frekuensi pemberian Artemia dan mempersingkat waktu pemberiannya.
Penggeseran jadwal ini diduga mengakibatkan penurunan kualitas benih ikan patin yang dihasilkan yang
berhubungan dengan kesiapan enzim pencernaannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas
enzim pada larva ikan patin dengan jadwal pemberian pakan yang berbeda. Dengan memotong waktu
pemberian Artemia 2 4 hari dan disubstitusi dengan Tubifex, aktifitas enzim protease, lipase dan amilase
pada larva ikan patin, memiliki pola yang sama. Aktifitas enzim cenderung meningkat dan mencapai puncak
pada umur 7 hari, selanjutnya terus menurun sampai larva berumur 15 hari. Kelangsungan hidup ikan selama
penelitian berbeda-beda untuk setiap perlakuan dengan nilai tertinggi dicapai oleh larva yang diberi pakan
Artemia sampai berumur 8 hari. Larva ikan patin belum siap sepenuhnya untuk menerima pakan berupa cacing
sutera sejak stadia awalnya.

Kata kunci: Enzim, Pencernaan, Patin, Pangasius hypophthalmus

PENDAHULUAN ketersediaan pakan alami sebagai sumber


energinya. Artemia merupakan pakan alami
Ikan patin, Pangasius hypophthalmus yang banyak diberikan pada saat larva ikan
merupakan ikan konsumsi yang juga menjadi mulai makan. Namun dengan harganya yang
komoditas hias. Sebagai ikan konsumsi, relatif tinggi akan mempengaruhi besarnya
keistimewaan ikan patin antara lain rasanya biaya produksi secara keseluruhan. Untuk
yang khas, rendah kalori serta struktur menekan besarnya biaya produksi, petani
dagingnya yang kenyal tetapi empuk pembenih ikan patin cenderung mengurangi
(Hernowo, 2001). frekuensi pemberian Artemia dengan cara
Dalam proses budidaya ikan terutama menggeser jadwal pemberian pakan dan
pembenihan sangat tergantung oleh mempersingkat waktu pemberiannya. Pada
42 I. Effendi, D. Augustine dan Widanarni

beberapa panti benih, pemberian cacing tersebut masih terlihat transparan dengan
bahkan sudah dimulai sejak larva baru kuning telur terlihat jelas dan masih bergerak
berumur 3 hari. vertikal. Penebaran larva dilakukan dengan
Penggeseran jadwal ini diduga kepadatan 20 ekor/l. Proses aklimatisasi
mengakibatkan penurunan kualitas benih dilakukan sebelum proses penebaran yaitu
ikan patin yang dihasilkan. Hal ini dapat dengan cara mengapungkan kantong plastik
disebabkan oleh belum siapnya enzim berisi larva selama 1 jam kemudian dibuka,
pencernaan larva untuk menerima dan dimasukkan air akuarium sedikit demi sedikit
mencerna cacing yang diberikan. Stroband & dan larva dilepaskan secara perlahan.
Dabrowski (1979) dan Buddington (1985)
menyatakan bahwa pada kondisi saluran Pemberian pakan
pencernaan yang masih sangat sederhana, Selama pemeliharaan larva diberi pakan
produksi enzim-enzim pencernaanpun sangat
berupa chlorella, Artemia dan cacing sutera
rendah. Rendahnya aktifitas enzim dan (Tubifex). Tiga jadwal pemberian pakan
ketiadaan salah satu atau beberapa enzim diterapkan dalam pemeliharaan larva yaitu;
pencernaan akan sangat mempengaruhi
kemampuan cerna larva. - Perlakuan I : Artemia diberikan pada umur
2 8 hari dan Tubifex 7 15
hari
BAHAN DAN METODE - Perlakuan II : Artemia diberikan pada umur
2 6 hari dan Tubifex 5 15
Tahap persiapan hari
- Perlakuan III : Artemia diberikan pada umur
Wadah yang digunakan untuk 2 4 hari dan Tubifex 3 15
pemeliharaan larva adalah akuarium hari
berukuran 60 50 40 cm yang diisi air
sampai setinggi 25 cm. Suhu air Chlorella hasil kultur masal selama 19
dipertahankan pada tingkat 29-30 C dengan hari diberikan pada larva mulai umur 1 hari
dengan karakteristik oksigen terlarut 0,89 sampai dengan 15 hari pemeliharaan
ppm, pH 7,16, alkalinitas 21,02 ppm dan sebanyak 30 ml dengan kelimpahan 5,17 105
amoniak 0,078 ppm. Penebaran larva sel/ml. Artemia yang diberikan merupakan
dilakukan 3 5 hari setelah pengisian air hasil penetasan cyste selama 24 36 jam
tersebut. yang dilakukan setiap 4 jam (pukul 06.00,
10.00, 14.00, 18.00 dan 02.00). Sedangkan
Penebaran larva pemberian pakan cacing sutera dilakukan
Larva ikan patin, Pangasius setiap 6 jam (pukul 08.00, 14.00, 20.00 dan
hypophthalmus yang ditebar berumur satu 02.00). Cacing sutera (Tubifex) yang
hari dengan ukuran 3,77 3,97 mm dan diberikan dicuci terlebih dahulu kemudian
bobot 0,79 mg. Secara fisik, tubuh larva dihaluskan sehingga berukuran 0,67 mm.

Tabel 1. Jadwal pemberian pakan larva ikan patin, Pangasius hypophthalmus


Umur larva (hari)
Perlakuan Pakan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
I Chlorella
Artemia
Tubifex
II Chlorella
Artemia
Tubifex
III Chlorella
Artemia
Tubifex
Perkembangan enzim pencernaan larva ikan patin 43

Pengamatan terhadap enzim pencernaan Setelah 1jam masa inkubasi, reaksi enzim
diinaktifkan menggunakan aseton : etanol
Pengambilan sampel larva dilakukan
(1:1) sebanyak 10 ml dan ditambahkan 2 3
untuk keperluan asai enzim, pembuatan
tetes indikator phenophtalin (pp) 1% dan
preparat histologis dan pengukuran
dititrasi menggunakan KOH 0,05 N.
pertumbuhan. Untuk asai enzim dibutuhkan
Analisis amilase dilakukan dengan
sampel larva sebanyak 0,5 gr. Pengamatan
mencampur 1 ml cairan enzim dan 1 ml
enzim pencernaan dilakukan pada larva yang
larutan pati 1% (dalam buffer sitrat pH 5,7)
berumur 1, 2, 3, 5, 7, 10 dan 15 hari. Larva
dan diinkubasi pada suhu 20 C selama 30
dipanen setelah megalami pemberokan
menit. Selanjutnya ditambahkan 2 ml
selama 4 jam. Larva hasil pemanenan
pereaksi dinitrosalicylic (DNS) untuk
dibersihkan dari pakan alami dan kotoran
menginaktifkan rekasi yang sedang berjalan
yang terbawa, selanjutnya dilakukan analisis
dan ditempatkan dalam air mendidih selama
terhadap aktifitas enzim protease, lipase dan
5 menit. Selanjutnya diukur dengan
amilase.
spektrofotometer pada panjang gelombang
Analis protease dilakukan dengan
550 nm.
membuat campuran yang terdiri dari 0,5 ml
buffer borat 0,01 M (pH 8), 0,5 ml larutan
substrat kasein 1% dan 0,1 ml larutan enzim Pengamatan terhadap bukaan mulut dan
dalam CaCl2. selanjutnya campuran tersebut saluran pencernaan
diinkubasi pada suhu 37 C selama 10 menit. Pengamatan lebar bukaan mulut larva
Kemudian ditambahkan 1 ml larutan asam dilakukan dengan mengukur panjang rahang
Trichloroacetic (TCA) 0,1 M untuk dari sudut mulut hingga ujung tulang rahang
menghentikan reaksi yang sedang bagian atas dan dihitung berdasarkan rumus
berlangsung dan diinkubasi lagi pada suhu 37 berikut;
C selama 10 menit, kemudian disentrifuse
selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. bm = ra 2
Pada filtrat yang dihasilkan, ditambahkan 2,5 Keterangan:
ml Na2CO3 dan 0,75 ml reagen Folin (1:2), bm : bukaan mulut maksimum larva (mm)
kemudian diinkubasi kembali pada suhu 37 ra : panjang rahang atas larva (mm)
C selama 20 menit. Selanjutnya dilakukan
pengukuran menggunakan spetrofotometer Pengamatan saluran pencernaan
pada panjang gelombang 578 nm. dilakukan pada larva yang berumur 1, 2, 3, 5,
Analisis lipase dilakukan dengan 7, 10 dan 15 hari menggunakan metode
mencampur 2 gr minyak kelapa sawit dengan preparat histologis. Pada umur yang sama
4 ml buffer asetat 0,05 M pH 5,6 dan 1 ml juga dilakukan pengamatan terhadap isi
CaCl2 1 M serta 1 ml enzim. Campuran saluran pencernaan larva menggunakan
tersebut diinkubasi pada plate stirer 30 C. mikroskop.

Tabel 2. Substrat dan peubah yang digunakan dalam asai enzim pencernaan larva ikan patin,
Pangasius hypophthalmus.

Enzim Substrat Larutan Buffer pH C Pustaka

Protease Kasein 2% Borat 0,01 M 8,0 37 Bergmeyer et al.,1983

Lipase Minyak kelapa Asetat 0,05 M 5,6 30 Linfield et al., 1984

Amilase Larutan pati Sitrat 5,7 20 Bernfield et al., 1955


44 I. Effendi, D. Augustine dan Widanarni

Pengamatan isi saluran pencernaan serta kualitas air pemeliharaan yang meliputi
larva meliputi jenis dan jumlah pakan alami suhu, oksigen terlarut, karbon dioksida
yang terdapat didalamnya. Jumlah cacing bebas, pH, amoniak, kesadahan dan
yang dihitung berdasarkan jumlah potongan alkalinitas air.
yang ditemukan. Jumlah pakan alami larva
dihitung setiap jenisnya menggunakan rumus
sebagai berikut; HASIL DAN PEMBAHASAN

Jx Enzim pencernaan larva


Jp
n Aktifitas enzim protease memiliki pola
Keterangan: yang sama yaitu mengalami puncak pada
Jp : Jumlah satu jenis pakan alami umur 7 hari dengan nilai yang bervariasi
(individu atau koloni/larva) antar perlakuan. Aktifitas enzim perlakuan II
Jx : Jumlah total satu jenis pakan alami
(individu atau koloni) yang berkisar antara 0,021 0,568
n : Jumlah sampel larva yang diamati Mol/menit, relatif lebih tinggi dibandingkan
(ekor) dengan perlakuan lain. Perlakuan I berkisar
antara 0,006 0,262 Mol/menit, sedangkan
Pertumbuhan panjang dan bobot larva perlakuan III hanya berkisar antara 0,014
Pertumbuhan panjang tubuh larva 0,157 Mol/menit. Demikian pula dengan
diamati dengan cara mengukur panjang tubuh aktifitas enzim lipase yang memiliki pola
total, dari ujung terminal mulut sampai ujung hampir sama untuk masing-masing perlakuan
sirip ekor. Pengukuran panjang dilakukan yaitu mengalami puncak pada umur 5 hari.
setiap 2 hari dengan menggunakan rumus Aktifitas lipase perlakuan I berada pada
sebagai berikut; kisaran 0,043 1,805 Mol/menit,
perlakuan II antara 0,043 1,875
Pm = Pt P0 (Effendie, 1979) Mol/menit dan perlakuan III antara 0,043
1,855 Mol/menit. Pola aktifitas amilase
Keterangan: pada ikan patin selama 15 hari pertama
Pm : Pertumbuhan panjang mutlak larva mengalami dua kali puncak yaitu pada umur
(mm)
Pt : Panjang larva pada waktu ke-t (mm)
2 hari dan 7 hari. Pola tersebut relatif sama
P0 : Panjang larva pada waktu ke-0 (mm) untuk masing-masing perlakuan dengan nilai
yang bervariasi. Aktifitas tertinggi dicapai
Pengamatan bobot tubuh larva oleh perlakuan II dengan kisaran 1,965
dilakukan dengan cara menimbang larva 8,750 Mol/menit, sedangkan perlakuan I
sebanyak 10 ekor setiap 2 hari. Laju berkisar antara 1,550 8,400 Mol/menit
pertumbuhan bobot harian diukur dan Perlakuan III berkisar antara 0,550
berdasarkan rumus berikut; 8,630 Mol/menit.
Aktifitas enzim protease sudah
Wt terdeteksi sejak larva baru berumur 1 hari.
t 1 100% Hal ini diduga karena pada umur tersebut,
W0
saluran pencernaan larva sudah mulai
(Huisman, 1976) berkembang dan terjadi proses metabolisme
terhadap kuning telur yang terdapat pada
Keterangan;
larva. Kuning telur ikan mengandung asam
: Laju pertumbuhan harian individu (%)
t : Waktu/periode pengamatan (hari) amino dan lipid sehingga larva memperoleh
Wt : Bobot rata-rata larva pada waktu ke-t energi dari hasil katabolisme asam amino dan
(mg) fosfolipid tersebut. Aktifitas enzim protease
W0 : Bobot rata-rata larva pada waktu ke-0 menurun pada hari ke-3 akibat telah habisnya
(mg)
kuning telur dan adanya eksoenzim dari
Artemia yang diberikan sehingga produksi
Selain itu juga dilakukan pengamatan enzim oleh larva cenderung menurun.
terhadap tingkat kelangsungan hidup larva
Perkembangan enzim pencernaan larva ikan patin 45

Dengan semakin berkembangnya saluran Selain itu juga desebabkan mulai tercapainya
pencernaan larva terbukti dapat kesempurnaan saluran pencernaan larva.
meningkatkan aktifitas protease larva Aktifitas amilase memiliki pola yang
sehingga mencapai puncak pada umur 7 hari. sama untuk semua perlakuan. Aktifitas
Perkembangan saluran pencernaan larva ikan amilase yang tinggi sudah terdeteksi sejak
patin ditandai dengan meningkatnya luas stadia awal larva yang menggambarkan
permukaan usus (penambahan panjang dan respon terhadap tingginya konsumsi terhadap
lekukan bagian dalam usus) dan semakin fitoplankton, terutama pada perlakuan I.
meningkatnya konsumsi larva terhadap Berdasarkan penelitian Gawlicka (2000),
pakan dari luar. Dengan demikian, aktifitas bahwa kontribusi aktifitas amilase dan
protease tersebut merupakan respon saluran Artemia terhadap total aktifitas enzim
pencernaan terhadap peningkatan kualitas pencernaan lebih tinggi daripada aktifitas
dan kuantitas pakan (Kawai dan Ikeda), protease dan lipase. Artemia merupakan
1973; Hofer dan Udin, 1985; Cousin at al., herbivor yang diperkirakan mempunyai
1987). Aktifitas protease larva yang aktifitas amilase tinggi untuk mencerna
dipelihara dengan perlakuan II cenderung karbohidrat (Semain et al., dalam Gawlicka,
lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 2000). Tingkat aktifitas amilase pada zoea
lainnya. Hal ini disebabkan oleh larva yang beberapa krustasea (bersifat herbivor) lebih
mulai mencerna cacing yang tidak tinggi dibanding stadia lainnya (bersifat
mengandung eksoenzim, sedangkan saluran karnivor) (Kamarudin et al., 1994). Ini
pencernaannya belum siap untuk menunjukkan bahwa larva patin pada awal
mencernanya yang ditandai dengan hidupnya cenderung bersifat herbivor seperti
rendahnya tingkat kelangsungan hidup pada pada kebanyakan spesies ikan lainnya.
perlakuan II. Tingkat aktifitas enzim amilase lebih tinggi
Aktifitas lipase pada larva ikan patin dibanding enzim protease dan lipase pada
sudah terdeteksi sejak dini dan cenderung semua perlakuan.
terus meningkat. Pada ikan betutu yang Aktifitas amilase menurun pada hari
dipelihara pada cahaya normal maupun ke-5 dan meningkat lagi pada hari ke-7 yang
teduh, aktifitas lipase juga sudah terdeteksi kemudian cenderung menurun sampai akhir
sejak dini dan cenderung meningkat hingga penelitian. Menurunnya aktifitas amilase
umur 12 hari (Effendi, 1995). Tingginya tersebut diduga disebabkan oleh
aktifitas lipase saluran pencernaan larva pada meningkatnya konsumsi larva terhadap
awal hidupnya (saat larva belum makan), zooplankton yang menunjukkan telah
juga terjadi pada beberapa spesies antara lain bergesernya sifat pemangsaan larva dari
M. rosenbergii yang diduga akibat adanya herbivora ke karnivora.
kelenjar pencernaan larva yang penuh dengan Meningkatnya aktifitas ketiga enzim
butir lipid embrionik (Kamarudin et al., tersebut terjadi pada awal stadia larva hingga
1994). umur 7 hari. Hal ini terjadi karena kontribusi
Sejak umur 2 hari, aktifitas lipase larva pakan serta enzim endogenous sudah
ikan patin terus meningkat hingga umur 5 berkembang sejalan dengan perkembangan
hari. Peningkatan tersebut diduga akibat morfologi saluran pencernaan. Peningkatan
semakin berkembangnya saluran pencernaan aktifitas enzim ini ditandai dengan
larva, terutama semakin luasnya permukaan menurunnya tingkat kelangsungan hidup
bagian dalam usus. Selain itu larva juga larva. Fase tersebut merupakan fase kritis
sudah dapat beradaptasi terhadap pakan yaitu terjadi transisi sumber energi dari
terutama zooplankton yang ditandai dengan kuning telur (endogen) ke pakan dari luar
tingkat konsumsinya terhadap Artemia dan (eksogen). Larva yang saluran
zooplankton tertinggi pada hari ke-5. Setelah pencernaannya masih sederhana harus
umur 5 hari, aktifitas lipase cenderung memproduksi enzim pencernaan secara cepat
menurun. Penurunan aktifitas lipase diduga agar mampu mencerna pakan dari luar. Larva
disebabkan oleh adanya aktifitas enzim yang tidak mampu mencerna pakannya akan
tersebut yang berasal dari pakan luarnya. mati sehingga menurunkan tingkat
46 I. Effendi, D. Augustine dan Widanarni

kelangsungan hidupnya. Tingkat terkonsumsi. Jumlah Artemia yang


kelangsungan hidup yang rendah juga dikonsumsi larva cenderung meningkat
disebablan oleh kanibalisme antar larva sampai umur 5 hari. Penurunan ini terjadi
karena pada stadia awal, ikan patin bersifat karena larva sudah dapat mencerna atau
kanibal. mengkonsumsi cacing lebih banyak yang
ditandai dengan meningkatnya jumlah cacing
Saluran pencernaan yang diperoleh dari saluran pencernaannya
sampai umur 15 hari. Cacing mulai
Larva umur 1 hari memmiliki saluran
ditemukan dalam saluran pencernaan larva
pencernaan yang masih sederhana, kemudian
pada umur 3 hari (perlakuan III), umur 5 hari
terus berkembang sejalan dengan
(perlakuan II) dan umur 7 hari (perlakuan I).
bertambahnya umur larva. Saluran
Fitoplankton selalu ditemukan dalam
pencernaan semakin sempurna dengan
saluran pencernaan larva masing-masing
adanya lekukan usus yang terlihat jelas.
pada perlakuan dan jumlahnya cenderung
Hamper tidak ada perbedaan perkembangan
meningkat sampai akhir penelitian. Sedangka
usus larva antara masing-masing perlakuan.
konsumsi larva terhadap zooplankton
Pengamatan terhadap isi saluran pencernaan
terbanyak terjadi pada larva umur 5 hari dan
larva ikan patin menunjukkan keberadaan
10 hari dan cenderung menurun sampai umur
Artemia, cacing dan plankton yang
15 hari.
Aktifitas Enzim Protease

0,6
0,5
( Mol/menit)

0,4
0,3
0,2
0,1
0,0
0 1 2 3 5 7 10 15
Umur Larva (hari)

Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III

Gambar 1. Aktifitas enzim protease larva ikan patin, Pangasius hypophthalmus, yang
dipelihara dengan jadwal pemberian pakan berbeda

2,0
Aktifitas Enzim Lipase

1,5
( Mol/menit)

1,0

0,5

0,0
0 1 2 3 5 7 10 15
Umur Larva (hari)

Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III

Gambar 2. Aktifitas enzim lipase larva ikan patin, Pangasius hypophthalmus yang dipelihara
dengan jadwal pemberian pakan berbeda
Perkembangan enzim pencernaan larva ikan patin 47

10,0
9,0
8,0

Aktifitas Enzim Amilase


7,0

( Mol/menit)
6,0
5,0
4,0
3,0
2,0
1,0
0,0
0 1 2 3 5 7 10 15
Umur Larva (hari)

Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III

Gambar 3. Aktifitas enzim amilase larva ikan patin, Pangasius hypophthalmus yang dipelihara
dengan jadwal pemberian pakan berbeda

Tabel 3. Kualitas air selama pemeliharaan larva ikan patin, Pangasius hypophthalmus

Parameter Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III


Oksigen terlarut (ppm) 7,44 8,25 6,93 7,66 7,01 7,66
Karbon dioksida (ppm) 5,94 9,90 5,94 10,89 5,94 7,92
pH 7,50 8,52 8,05 8,27 7,83 8,29
Amonia (ppm) 0,008 0,029 0,008 0,052 0,008 0,031
Alkalinitas (ppm) 16,92 23,89 16,92 25,88 16,92 26,88
Kesadahan (ppm) 15,05 22,57 15,05 22,57 15,05 22,57

Pertumbuhan larva kelangsungan hidupnya. Kisaran suhu selama


pemeliharaan tersaji pada table 3.
Pertumbuhan panjang larva meningkat
sejalan dengan bertambahnya umur dengan
nilai yang tidak berbeda nyata untuk masing-
masing perlakuan. Hal tersebut juga terjadi KESIMPULAN
pada pertumbuhan bobot larva sampai umur
Aktifitas enzim protease pada larva
15 hari. Pertumbuhan panjang dan bobot
ikan patin, Pangasius hypophthalmus
larva meningkat secara cepat sejak hari ke-7
memiliki pola yang sama untuk semua
yang berhubungan dengan perkembangan
jadwal pemberian pakan. Aktifitas enzim
saluran pencernaannya. Pertumbuhan
cenderung meningkat sampai larva berumur
panjang mutlak dan laju pertumbuhan bobot
7 hari, selanjutnya terus menurun sampai
harian larva memiliki nilai yang relative
larva berumur 15 hari. Aktifitas tertinggi
sama pada setiap perlakuan. Namun tingkat
dicapai oleh larva yang diberi pakan Artemia
kelangsungan hidup larva pada perlakuan I
mulai umur 2 hari sampai 8 hari. Aktifitas
relative lebih tinggi dan tidak sama pada
lipase memiliki pola yang sama untuk semua
masing-masing perlakuan. Hal ini
perlakuan yaitu cenderung naik sampai larva
membuktikan bahwa larva ikan patin belum
berumur 5 hari kemudian turun sampai umur
siap sepenuhnya untuk menerima pakan
15 hari. Sedangkan pola aktifitas enzim
berupa cacing sutera pada stadia awal. Media
amilase cenderung menurun sampai larva
pemeliharaan yang digunakan selama
berumur 5 hari, naik pada umur 7 hari dan
penelitian juga menunjukkan kelayakan
turun kembali sampai akhir penelitian.
sehingga tidak mempengaruhi tingkat
48 I. Effendi, D. Augustine dan Widanarni

Kelangsungan hidup ikan selama penelitian ikan patin belum siap sepenuhnya untuk
berbeda-beda untuk setiap perlakuan dengan menerima pakan berupa cacing sutera sejak
nilai tertinggi dicapai oleh larva yang diberi stadia awalnya.
pakan Artemia sampai berumur 8 hari. Larva

30,0

Pertumbuhan Panjang
25,0
20,0

(mm)
15,0
10,0
5,0
0,0
0 1 3 5 7 9 11 13 15
Umur Larva (hari)

Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III

Gambar 4. Pertumbuhan panjang ikan patin, Pangasius hypophthalmus yang dipelihara dengan
jadwal pemberian pakan berbeda

70,0
Pertambahan Bobot

60,0
50,0
40,0
(mg)

30,0
20,0
10,0
0,0
0 1 3 5 7 9 11 13 15
Umur Larva (hari)

Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III

Gambar 4. Pertambahan bobot ikan patin, Pangasius hypophthalmus yang dipelihara dengan
jadwal pemberian pakan berbeda

100

80
Kelangsungan Hidup

60
(%)

40

20

0
0 1 3 5 7 10 15
Um ur Larva (hari)

Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III

Gambar 4. Tingkat Kelangsungan hidup Ikan Patin, Pangasius hypophthalmus yang Dipelihara
dengan Jadwal Pemberian Pakan Berbeda
Perkembangan enzim pencernaan larva ikan patin 49

DAFTAR PUSTAKA Indication of Readiness for First


Feeding. Aquaculture, 184: 303
Bergmeyer, H. U., M. Grossl H. E. Walter. 314.
1974. Reagent for Enzymatic
Analysis, p:274 275. In H. U. Hernowo. 2001. Pembenihan Patin Skala
Bergmeyer (ed), Methods of Kecil dan Besar, Solusi
rd
Enzymatic Analysis, 3 Edition, Permasalahan. Swadaya, Jakarta. 66
Volume II. Verlag Chemie, hal.
Weinhem.
Huisman, E. A. 1976. Food Conversion
Bernfield, P. 1955. Amylase A and B, p: 149 Efficiencies at Mainenance and
157. In P. Colowick and N. O. Production Levels for Carp, Cyprinus
Kaplan (Eds), Methods in carpio L., Rainbow trout,
Enzymology, Vol. I. Academic Press, Onchoryncus mykis R. Aquaculture,
New York. 9(3): 259-273.

Buddington, R. K. 1985. Digestive Secretion Kawai, S. & Ikeda, S. 1973. Studies on The
of Lake Sturgeon, Acipenceser Digestive Enzymes of Fishes III.
fulvescens, During Early Development of The Digestive
Development. J. Fish Biol., 26: 715 Enzymes of Rainbow Trout After
723. Hatching and The Effect of Dietary
Change on The Activities of
Cousin, J. C. B., F. Baudin-Laurencin & J. Digestive Enzymes in The Juvenile
Gabaudan. 1987. Ontogeny of Stage. Bulletin of Japanese Society of
Enzymatic Activities in Fed and Scientific Fisheries, 39: 819 823.
Fasting Turbot, Scophthalmus
maximus L. J. Fish Biol., 30: 15 33. Kamarudin, M. S., D. A. Jones, L. Le Vay &
A. Z. Abidin 1994. Ontogenetic
Effendi, I. 1995. Perkembangan Enzim Change in Digestive Enzyme Activity
Pencernaan Larva Ikan Betutu, During Larval Development of
Oxyeletris marmorata (BLKR) yang Macrobrachium rosenbergii.
Dipelihara pada Cahaya Normal dan Aquaculture, 123: 323 333.
Teduh. Tesis Program Pascasarjana
IPB, Bogor. Linfield, W. M., R. A. Barangkas, L. Sivieri,
S. Serosta & R. W. Stevenson. 1984.
Effendie, M. I. 1979. Biologi Perikanan. Enzymatic fat and Synthesis. JAOCS,
Yayasan Pustaka Nusatama, 18(2): 78 87.
Yogyakarta. 162 p.
Stroband, H. J. W. and K. R. Dabrowski.
Gawlicka, A., P. Brigitte, M. H. Horn, R. 1979. Morphological and
Neil, O. Ingergjerd & J. T. Ole. 2000. Pdysiological Aspects of The
Activity of Digestive Enzyme in Digestive System and Feeding in
Yolk-sac Larvae of Atlantic Halibut Freshwater Fish Larvae. CNERNA,
(Hippoglossus hippoglossus): Paris. P: 356 376.

You might also like