You are on page 1of 10

PENGARUH KEBIJAKAN TENTANG JALUR PENANGKAPAN IKAN

DAN PENEMPATAN ALAT PENANGKAPAN IKAN


DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA

ABSTRAK

Alat penangkapan ikan sebagai salah satu input usaha perikanan


memiliki peranan yang penting dalam pengelolaan perikanan. Kementrian
kelautan dan perikanan menerbitkan peraturan nomor 71/PERMEN-
KP/2016, dimana pelarangan alat tangkap ikan yang berpotensi merusak
ekosistem serta jalurkan penangkapan ikan yang direkomendasikan.
Beberapa alat tangkap sebelumnya merupakan satu satunya sumber
mata pencaharian nelayan namun dengan pelarangan dalam bejikan
tersebut menjadikan nelayan tidak dapat melakukan proses perikanan. Hal
ini berdampak terhadap pendapat nelayan dan beberapa stakeholder
disekitarnya, seperti wanita nelayan pedagang, pengolah, dll. Hal ini
tentunya akan berdapak terdapat tingkat kemiskinan dan kesejahteraan
nelayan. Di sisi lain, dengan pelarangan beberapa alat tangkap ikan
tersebut menyebabkan tingkat kelestarian dan keberlanjutan ekosistem
perikanan semakin terjamin. Hal ini tertunya berdapak positive terdapat
generasi penerus dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang alami.
Fenomena terpuruknya perekonomian dan semakin baiknya kondisi
lingkungan perikanan ini menjadikan persoalan yang pelik. Untuk itu
perlukan pembenahan pembenahan yang dilakukan seperti memberikan
kesempatan dengan rentan waktu yang cukup kepada nelayan untuk
beralih kea lat penangkapan ikan yang lebih ramah lingkungan dan
penyedian sarana dan prasaran yang baik oleh pemerintah seperti (alat
tangkap ramah lingkungan, sosialisasi penggunaan alat tangkap ramah
lingkungan dan sebagainya). Sehingga secara bertahap secara keseluruhan
akan saling terwujud baik peningkatan perekonomian nelayan maupun
tingkat kondisi perairan yang semakin baik.

1. PENDAHULUAN

Baru baru ini dunia kelautan dan perikanan republic


Indonesia ramai terkait terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 71 Tahun 2017 tentang jalur penangkapan ikan
dan penempatan alat penangkapan ikan di wilayah pengelolaan
perikanan negara republik indonesia di wilayah pengelolaan
perikanan negara Republik Indonesia.

Penetapan kebijakan pada Permen KP 71 / 2016 tentang Jalur


Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di

1
WPP NRI, merupakan pengganti Permen KP 2/2015 tentang
Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawl)
dan Pukat Tarik (Seine Nets) di WPP NRI. Dalam
pengaplikasiannya ditemui pro dan kontrak.

Penetapan kebijakan pelarangan alat tangkap tersebut juga


didasarkan oleh kondisi perikanan Indonesia yang mulai menurun
setiap tahun. Turunnya hasil produksi perikanan diakibatkan
adanya kerusakan ekosistem laut seperti padang lamun maupun
terumbu karang. Kerusakan ekologi yang terjadi disebabkan oleh
penggunaan alat tangkap perikanan yang tidak ramah lingkungan.
Sisi lain, penetapan kebijakan tersebut memengaruhi struktur
kehidupan sosial-ekonomi nelayan.

Hasil tangkapan ikan nelayan dapat menurun akibat alat


tangkap yang kurang memadai. Nelayan yang terbiasa
menggunakan alat tangkap pukat, salah satunya cantrang, harus
beralih ke alat tangkap lain yang lebih ramah lingkungan namun
dapat menghasilkan ikan yang sama banyaknya untuk mencukupi
kebutuhan hidup. Dikeluarkannya kebijakan larangan
penggunaan alat tangkap, khususnya cantrang berpengaruh
terhadap kehidupan sosial-ekonomi nelayan. Implementasi
kebijakan yang menuai pro dan kontra, membuat hal tersebut
perlu dijelaskan terkait bagaimana dampak pelarangan cantrang
bagi nelayan. Dan alat tangkap lainnya. Sertra dengan terbitnya
kebijakan tersebut berpengaruh terhadap nelayan seberapa besar.
Makan dalam makalah ini akan di bahas mengenai hal tersebut.

2. TUJUAN

Tujuan penulisan makalah ini untuk mengatahui dan


membahas terkait dampak dari permen KP Nomor 71 Tahun 2016.

3. BATASAN PENULISAN

Pada makalah ini pembahasan di fokuskan kepada penggunaan


alat penangkapan ikan pada jalur penangkapan ikan serta
dampak yang timbulkan terhadap kesejahteraan nelayan.

2
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 JALUR PENANGKAPAN IKAN

Dalam peraturan menteri kelautan dan perikanan Republik


Indonesia ditentukan jika Jalur Penangkapan Ikan di WPPNRI
terdiri dari:

a. Jalur Penangkapan Ikan I;

Jalur Penangkapan Ikan I terdiri dari:

a) Jalur Penangkapan Ikan IA, meliputi perairan pantai


sampai dengan 2 (dua) mil laut yang diukur dari
permukaan air laut pada surut terendah; dan
b) Jalur Penangkapan Ikan IB, meliputi perairan pantai
di luar 2 (dua) mil laut sampai dengan 4 (empat) mil
laut.

b. Jalur Penangkapan Ikan II;

Jalur Penangkapan Ikan II meliputi perairan di luar


Jalur Penangkapan Ikan I sampai dengan 12 (dua belas)
mil laut diukur dari permukaan air laut pada surut
terendah.

c. Jalur Penangkapan Ikan III.

Jalur Penangkapan Ikan III meliputi ZEEI dan perairan


di luar Jalur Penangkapan Ikan II.

(1) Jalur Penangkapan Ikan di WPPNRI ditetapkan


berdasarkan karakteristik kedalaman perairan.
(2) Karakteristik kedalaman perairan sebagaimana
dimaksudpada ayat (1) dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:

a. Perairan dangkal ( 200 meter) yang terdiri dari:

1. WPPNRI 571, yang meliputi Perairan Selat Malaka


dan Laut Andaman;
2. WPPNRI 711, yang meliputi Perairan Selat
Karimata, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan;
3. WPPNRI 712, yang meliputi Perairan Laut Jawa;

3
4. WPPNRI 713, yang meliputi Perairan Selat
Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali;
dan
5. WPPNRI 718, yang meliputi Perairan Laut Aru,
Laut Arafuru, dan Laut Timor Bagian Timur.

b. Perairan dalam (> 200 meter) yang terdiri dari:

1. WPPNRI 572, yang meliputi Perairan Samudera


Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda;
2. WPPNRI 573, yang meliputi Perairan Samudera
Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah
Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut
Timor Bagian Barat;
3. WPPNRI 714, yang meliputi Perairan Teluk Tolo
dan Laut Banda;
4. WPPNRI 715, yang meliputi Perairan Teluk Tomini,
Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan
Teluk Berau;
5. WPPNRI 716, yang meliputi Perairan Laut Sulawesi
dan Sebelah Utara Pulau Halmahera; dan
6. WPPNRI 717, yang meliputi Perairan Teluk
Cendrawasih dan Samudera Pasifik.

4.2 ALAT PENANGKAPAN IKAN


Alat Penangkapan Ikan di WPPNRI menurut jenisnya terdiri
dari 10 (sepuluh) kelompok, yaitu:
a. Jaring lingkar (surrounding nets);
b. pukat tarik (seine nets);
c. pukat hela (trawls);
d. penggaruk (dredges);
e. jaring angkat (lift nets);
f. alat yang dijatuhkan (falling gears);
g. jaring insang (gillnets and entangling nets);
h. perangkap (traps);
i. pancing (hooks and lines); dan
j. alat penjepit dan melukai (grappling and wounding).

4
4.3 ALAT BANTU PENANGKAPAN IKAN

Alat bantu penangkapan ikan terdiri :

4.3.1 RUMPON

Rumpon merupakan alat bantu untuk mengumpulkan


ikan dengan menggunakan berbagai bentuk dan jenis
pemikat/atraktor dari benda padat yang berfungsi untuk
memikat ikan agar berkumpul. Rumpon terbagi atas :

1) Rumpon hanyut, merupakan rumpon yang


ditempatkan tidak menetap, tidak dilengkapi
dengan jangkar dan hanyut mengikuti arah arus;

2) Rumpon menetap, merupakan rumpon yang


ditempatkan secara menetap dengan menggunakan
angkar dan/atau pemberat, terdiri dari :
a) rumpon permukaan, merupakan rumpon
menetap yang dilengkapi atraktor yang
ditempatkan di kolom permukaan perairan
untuk mengumpulkan ikan pelagis;
b) Rumpon dasar, merupakan rumpon
menetap yang dilengkapi atraktor yang
ditempatkan di dasar perairan untuk
mengumpulkan ikan demersal; dan
c) Ketentuan mengenai rumpon diatur dengan
Peraturan Menteri tersendiri.

4.3.2 LAMPU

Lampu merupakan alat bantu untuk mengumpulkan ikan


dengan menggunakan pemikat/atraktor berupa lampu
atau cahaya yang berfungsi untuk memikat ikan agar
berkumpul. Lampu tersebut terdiri dari:

1) lampu listrik; dan


2) lampu nonlistrik.

5
4.4 ALAT PENANGKAPAN IKAN YANG MENGGANGGU DAN
MERUSAK

Alat penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak


keberlanjutan sumberdaya ikan merupakan alat penangkapan
ikan yang dioperasikan dan dapat mengancam kepunahan
biota, mengakibatkan kehancuran habitat; dan
membahayakan keselamatan pengguna. Alat penangkapan
ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan
sumberdaya ikan terdiri dari:

1) pukat tarik (seine nets), yang meliputi dogol (danish


seines), scottish seines, pair seines, cantrang, dan
lampara dasar;
2) pukat hela (trawls), yang meliputi pukat hela dasar
(bottom trawls), pukat hela dasar berpalang (beam
trawls), pukat hela dasar berpapan (otter trawls), pukat
hela dasar dua kapal (pair trawls), nephrops trawl,
pukat hela dasar udang (shrimp trawls), pukat udang,
pukat hela pertengahan (midwater trawls), pukat hela
pertengahan berpapan (otter trawls), pukat ikan, pukat
hela pertengahan dua kapal (pair trawls), pukat hela
pertengahan udang (shrimp trawls), dan pukat hela
kembar berpapan (otter twin trawls); dan
3) perangkap, yang meliputi Perangkap ikan peloncat
(Aerial traps) dan Muro ami.

4.5 DAMPAK SOSIAL BUDAYA TERHADAP NELAYAN


Pelarangan alat tangkap dimaksud pada kebijakan
tersebut yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan
Perikanan tentu tidak terlepas dari upaya untuk
mengendalikan pemanfaatan sumberdaya perikanan.
Meskipun disisi lain alat tangkap yang baru baru ini
dilarang memang memberikan konstribusi yang besar bagi
nelayan tradisional dari segi pendapatan. Memberi
keuntungan bagi nelayan juga bagi para bakul ikan, tetapi
alat tangkap tersebut memiliki dampak bagi keseimbangan

6
ekosistem laut, misalnya matinya ikan-ikan kecil yang
mengakibatkan ekosistem laut terganggu dan fitoplankton
yang mana adalah sumber makanan ikan akan terganggu
juga.
Karena itu, apabila pemerintah ingin masyarakat
menerima Peraturan Menteri KP No.71/PERMEN-KP/2016
perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat tentang
peraturan tersebut. Hal ini dengan harapan nelayan
tradisional mengetahui dampak alat tangkap yang dilarang
tersebut bagi sektor perikanan. Dan pemerintah juga harus
berpijak pada pengelolaan perikanan yang berbasis
masyarakat, dimana nelayan merupakan pengguna yang
menjadi faktor keseimbangan berkelanjutan dalam sektor
perikanan.
Berbagai kalangan menanggapi terhadap penerbitan
kebijakan tersebut karena dinilai tidak berbasis terhadap
masyarakat umum terutama nelayan. Hal tersebut dapat
dilihat pada aksi demonstrasi dan lain sebagainya. Namun
dari pihak kementerian kelautan dan perikanan tetap teguh
terhadap kebijakan tersebut. Berikut keunggulan dan
kelemahan terhadap kebijakan tersebut :
1) KEUNGGULAN
Peraturan tersebut secara gambling sangat mendukung
terhadap ekosistem perikanan di wilayah Indonesia.
Kejaminan dan keberlanjutan sangat sepaham dengan
konteks kebijakan tersebut. Hal ini akan memberikan
tingkat keberlanjutan sumberdaya perikanan di
Indonesia semakan lestari. Dengan pembatasan
terhadap beberapa alat tangkap ikan yang berpotensi
merusak lingkungan maka lingkungan perikanan akan
menjadi baik. Hal tersebut akan berdampat terhadap
ketersediaan sumberdaya ikan yang semakin berlimpah
untuk generasi selanjutnya.

2) KELEMAHAN

7
Berdasarkan penerbitan peraturan tersebut berdampat
terhadap beberapa hal terutama pada aspek ekonomi
nelayan dan sekitarnya. Dengan pembatasan
penggunaan alat tangkap yang mulanya diperbolehkan
dan sekarang dilarang maka beberapa rantai ekonomi
akan melemah dan berdampak terdap tingkat
kemiskinan dan kesejahteraan nelayan. Tak luput dari
hal tersebut, di indikasikan bahwa hal tersebut akan
berpengaru terdapat stakeholder pendukung dalam
rantai perekonomian nelayan seperti wanita nelayan,
pembakul ikan eceran dan sebagainya.

4.6 ALTENATIVE PENULIS

Dengan beberapa hal diatas, penulis menimbang secara


keseluruhan apabila konteks kebijakan ini memberatkan
nelayan. Hal tersebut dikarenakan rentan waktu terhadap
penerbitan kebijakan terlalu dini. Lain hal apa bila sebelum
pengesahan dan penerbitan kebijakan dilakukan sosialisasi dan
pelatihan terhadap wacana pelarang beberapa alat tangkap
dilarang dan memberikan solusi terhadap nelayan maka
kesiapan nelayan akan semakin dini. Mungkin hal ini telah
dilakukan pemerintah dengan pelarangan alat tangkap cantrang
yang mulanya di wacanakan pada awal tahun 2017 di revisi
menjadi bulan 7 awal demi memberikan kesiapan terhdap
nelayan untuk beralih kepada alat tangkap yang lebih
berkelanjutan.

Selain hal tersebut, pemerintah diekomendasikan untuk


mengkaji ulang atau mereview terhadap kebijakan kebijakan
yang berdampak terhadap tingkat kesejahteraan nelayan.
Mengkaji dan memberikan solusi terbaik. Sehingga antara tingkat
keberlanjutan sumberdaya perikanan dan kesejahteraan nelayan
berjalan seimbang.

5. KESIMPULAN

8
Alat penangkapan ikan sebagai salah satu input usaha perikanan
memiliki peranan yang penting dalam pengelolaan perikanan.
Kementrian kelautan dan perikanan menerbitkan peraturan nomor
71/PERMEN-KP/2016, dimana pelarangan alat tangkap ikan yang
berpotensi merusak ekosistem serta jalurkan penangkapan ikan
yang direkomendasikan. Beberapa alat tangkap sebelumnya
merupakan satu satunya sumber mata pencaharian nelayan
namun dengan pelarangan dalam bejikan tersebut menjadikan
nelayan tidak dapat melakukan proses perikanan. Hal ini berdampak
terhadap pendapat nelayan dan beberapa stakeholder disekitarnya,
seperti wanita nelayan pedagang, pengolah, dll. Hal ini tentunya
akan berdapak terdapat tingkat kemiskinan dan kesejahteraan
nelayan. Di sisi lain, dengan pelarangan beberapa alat tangkap ikan
tersebut menyebabkan tingkat kelestarian dan keberlanjutan
ekosistem perikanan semakin terjamin. Hal ini tertunya berdapak
positive terdapat generasi penerus dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan yang alami.

Fenomena terpuruknya perekonomian dan semakin baiknya


kondisi lingkungan perikanan ini menjadikan persoalan yang pelik.
Untuk itu perlukan pembenahan pembenahan yang dilakukan
seperti memberikan kesempatan dengan rentan waktu yang cukup
kepada nelayan untuk beralih kea lat penangkapan ikan yang lebih
ramah lingkungan dan penyedian sarana dan prasaran yang baik
oleh pemerintah seperti (alat tangkap ramah lingkungan, sosialisasi
penggunaan alat tangkap ramah lingkungan dan sebagainya).
Sehingga secara bertahap secara keseluruhan akan saling terwujud
baik peningkatan perekonomian nelayan maupun tingkat kondisi
perairan yang semakin baik.

6. DAFTAR PUSTAKA
Arif Satria dan Maya Resty Andryana, 2016. Dampak Pelarangan
Cantrang Bagi Nelayan. Laporan Studi Pustaka (KPM
403). Departemen sains komunikasi dan pengembangan
masyarakat fakultas ekologi manusia institut pertanian
bogor. 2016

9
Beye, 2016. Pelarangan Alat Tangkap Cantrang Di Kalangan Nelayan
Tradisonal. Artikel Hukum Perikanan. ITS. Surabaya.

Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor


71/PERMEN-KP/2016 Tentang Jalur Penangkapan Ikan
Dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan Di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia

10

You might also like