Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan: Perawat memiliki tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan pengendalian
infeksi nosokomial di rumah sakit. Cuci tangan merupakan prosedur dasar yang harus
dilakukan oleh para perawat dalam mencegah infeksi nosokomial. Banyak faktor yang
mempengaruhi kepatuhan cuci tangan salah satunya adalah sikap. Metoda penelitian:
lintang. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis hubungan sikap dak kepatuhan cuci
tangan pada perawat Rawat Iap Tulip/Anthurium RS.Sumber Waras. Penelitian dilakukan
pada bulan Februari 2017 di Ruang Rawat Inap Tulip/Anthurium. Jumlah RS.Sumber Waras
sampel yang diteliti sebanyak 107 perawat. Data dikumpulkan dengan menggunakan
kuesioner sikap dan pengamatan terhadap kepatuhan cuci tangan. Pengamatan cuci tangan
dilakukan dengan tanpa saling mengenal antara yang diamati dengan pengamatnya. Data
demografik responden, sikap dan kepatuhan cuci tangan di analisis dengan distribusi
frekwensi sedangkan hubungan sikap dan kepatuhan cuci tangan di analisis dengan uji
korelasi Spearman Rank Test. Hasil penelitian: Hasil penelitian sikap perawat Rawat Inap
sebanyak 75,7%, dan tingkat kepatuhan terhadap cuci tangan menunjukan 63,6%. Hasil uji
bivariat variabel sikap dan kepatuhan cuci tangan dengan hasil Spearman Rank Test sebesar
r2 0,269 mengindikasikan adanya korelasi bermakna antara sikap dan kepatuhan cuci tangan,
dimana hasil uji probabilitas 0,005 (<0,05) mengindikasikan adanya hubungan bermakna.
Kesimpulan: Pada penelitian ini telah membuktikan bahwa sikap yang baik akan
meningkatkan tingkat kepatuhan cuci tangan pada perawat. Sikap dapat mempengaruhi
kepatuhan cuci tangan pada perawat. kepatuhan cuci tangan, disamping bisa dilakukan
dengan peningkatan sikap, juga perlu diupayakan melalui penerapan prosedur kerja dan
persamaan persepsi terhadap pentingnya cuci tangan dalam upaya pencegahan infeksi
dirumah sakit.
Hand hygiene practices, basically procedure routine could be done by nurses to prevent of
infection in hospital, but so many factors can influence of adherence hand hygiene practice.
Attitude may influence of adherence of hand hygiene practices. Methods: This study used an
observational analytic with study of cross-sectional method. Aim research were to study of
relationship between attitude and adherence hand hygiene practice among nurses In Patient
Unit Semarang District Hospital. The study was conducted in May 2015 at In-patient Unit of
the Semarang District Hospital. Number of sample were 107 nurses on duty at In-patient
Unit of the Semarang District Hospital who meet inclusion and exclusion criteria. The data
Practiced of hand hygiene observed by observer with double blind methods, between
observer and nurses did not recognize each other. The data of demography, level of attitude
Results: Attitude of nurses to hand hygiene showed 75,7% positive, and compliance level to
hand hygiene practice were showed 63,6%. Relationship analysis between attitude and
adherence of hand hygiene practice among nurses done by correlate analyzed with
Spearman Rank Test. The results of bivariate analysis r2 0.269 indicated correlated between
attitude and adherence hand hygiene, probability result p=0.005 (<0,05) indicated
significant relationship between attitudes and adherence of hand hygiene practice among
nurses acquired by Spearman Rank Test. Discussion: Attitude may influence adherence of
the hand hygiene practice among nurses. Confirmed analysis that good attitude, may
increased of adherence of hand hygiene practices. To improving adherence hand hygiene, not
only influence by attitude, also influence by rule and procedure and must be same perception
about importantly of hand hygiene practice can be prevented of cross infection in hospital.
Key words: attitudes, adherence, hand hygiene, nurses
i
i
PENDAHULUAN
Pencegahan penyebaran penyakit infeksi dengan metoda aseptik pada penyakit demam paska
melahirkan, sudah di teliti sejak tahun 1818 sampai dengan tahun 1861 oleh Ignaz
Semmelweis di Inggris, dimana hasil studi disimpulkan bahwa dengan cuci tangan dapat
mencegah terjadinya kontaminasi penyakit infeksi dari pasien kepada petugas kesehatan
seperti yang diungkapkan oleh Carter KC., (1981) dalam buku Sejarah Kedokteran.
Pada tahun 1970, WHO dan Pusat Pengendalian Penyakit di Amerika sudah memberikan
petunjuk tertulis cara cuci tangan. Pada tahun 1988 dan 1995, Komite Penasehat
antiseptik untuk digunakan dalam cuci tangan pada petugas kesehatan sebelum meninggalkan
Menurut Siegel, J., Rhinehart, E., Jackson, M. & Chiarello, L. (2007) bahwa tangan petugas
pelayanan kesehatan dapat memindahkan mikro bakteri setelah kontak dengan pasien yang
menderita infeksi bila tidak cuci tangan. Dari hasil penelitian ditemukan kasus sebesar 59%
dimana perawat cuci tangan, yang tidak cuci tangan dengan alasan tingginya beban kerja,
serta kurang dipahaminya oleh petugas tersebut (Trunell & White JR. 2005; Shinde MB dan
Klasifikasi kejadian Infeksi nosokomial pada pasien yang dirawat di rumah sakit menurut
Emmerson AM., Enstone JE., Griffin M., Kelsey MC., Smyth ET., (1996) yaitu: (1) infeksi
saluran kencing 23%; (2) infeksi saluran pernapasan bagian bawah 23%; (3) infeksi luka
operasi 11%; (4) infeksi kulit 10%; (5) infeksi di pembuluh darah 6%; (6) lain lainnya 27%.
Dari data ini diduga bahwa infeksi saluran kencing berkaitan dengan pemasangan urin kateter
1
dan infeksi saluran pernapasan berkaitan dengan infeksi menular melalui udara, serta
timbulnya infeksi luka operasi, infeksi kulit dan infeksi pembuluh darah berkaitan dengan
adanya paparan kuman infeksi yang terdapat dan tumbuh disekitar lingkungan rumah sakit.
Hasil penelitian Labrague LJ., Rosales RA., dan Tizon MM., (2012) bahwa cuci tangan
merupakan pilihan nomor urut ke-empat dalam penerapan standar kewaspadaan umum,
sedangkan yang menjadi pilihan pertama adalah menggunakan masker. Cuci tangan
Kasus Phlebitis RSUD Kota Semarang sebesar 53 dari 47.641 yang dipasang infus, dan
kejadian ini meningkat menjadi 55 kejadian per 6 bulan selama kurun waktu tahun 2013
(Purilinawati R., Mahawati E., dan Hartini E., 2013). Sedangkan pada tahun 2014, kejadian
infeksi nosokomial di RSUD Semarang adalah infeksi saluran kencing akibat pemasangan
kateter sebesar 0,084%; infeksi pneumonia sebesar 0,016%; kejadian sepsis sebesar 1,69%;
kejadian phlebitis sebesar 0,12% dan infeksi akibat pemasangan transfuse darah sebesas
Gambaran ketepatan pelaksanaan cuci tangan perawat di ruang rawat inap RSUD Kota
Semarang tahun 2011 tergolong kategori kurang sebesar 42,3%, kategori baik sebanyak
Hasil studi pendahuluan di ruang Rawat Inap RSUD Kota Semarang terdapat 207 perawat
yang tersebar di 13 ruang perawatan yaitu di ruang Bima, ruang Nakula I, ruang Nakula II,
ruang Nakula III, ruang Nakula IV, ruang Yudistira, ruang ICU, ruang HCU, ruang Prabu
Kresna, ruang Banowati, ruang Perinatologi, ruang VIP Brtowijoyo dan ruang Parikesit.
Hasil wawancara dengan beberapa kepala ruangan bahwa cuci tangan wajib dilakukan
2
diwaktu akan meninggalkan ruang perawatan. Beberapa usaha peningkatan pelaksanaan
kepatuhan cuci tangan yang sudah di lakukan oleh pengelola RSUD Kota Semarang seperti
peningkatan sarana cuci tangan, media informasi cuci tangan dan pelatihan/kampanye cuci
tangan tapi masih ditemukan ketidakpatuhan dalam melakukan cuci tangan, maka perlu
diteliti lagi kesadaran, sikap dan kepatuhannya. Adapun tujuan umum penelitian ini adalah
menganalisis hubungan sikap, dan kepatuhan cuci pada perawat Rawat Inap, RSUD Kota
Semarang.