You are on page 1of 45
RENCANA AKSI NASIONAL TB-HIV PENGENDALIAN TUBERKULOSIS 2011-2014 KEMENTERIAN i TAN if 1? DIREKTORAT JENDERAL PEI na (DALIAN ( NYEHATAN. ‘tN NG cai <, Stop @encana Aksi Nasional KATA PENGANTAR Tuberkulosis atau TB masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Indonesia merupakan negara pertama diantara negara-negara dengan beban TB yang tinggi di wilayah Asia Tenggara yang berhasil mencapai target Global untuk TB pada tahun 2006, yaitu 70% penemuan kasus baru TB BTA positif dan 85% kesembuhan. Saat ini peringkat Indonesia telah turun dari urutan ketiga menjadi kelima diantara negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Meskipun demikian, berbagai tantangan baru yang perlu menjadi perhatian yaitu TB/HIV, TB-MDR, TB pada anak dan masyarakat rentan lainnya. Hal ini memacu pengendalian TB nasional terus melakukan intensifikasi, akselerasi, ekstensifikasi dan inovasi program. Strategi Nasional Program Pengendalian TB 2011-2014 dengan tema “Terobosan menuju Akses Universal”. Dokumen ini disusun berdasarkan kebijakan pembangunan nasional 2010-2014, rencana strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014 serta strategi global dan regional. Penyusunan strategi nasional ini melibatkan partisipasi berbagai pihak pemangku kebijakan, pusat dan daerah, organisasi profesi, Gerdunas, komite ahli TB, lembaga swadaya masyarakat serta mitra internasional. Strategi Nasional program pengendalian TB dengan visi “Menuju Masyarakat Bebas Masalah TB, Sehat, Mandiri dan Berkeadilan”. Strategi tersebut bertujuan mempertahankan kontinuitas pengendalian TB periode sebelumnya. Untuk mencapai target yang ditetapkan dalam stranas, disusun 8 Rencana Aksi Nasional yaitu : (1) Public-Private Mix untuk TB ; (2) Programmatic Management of Drug Resistance TB; (3) Kolaborasi TB-HIV; (4) Penguatan Laboratorium; (5) Pengembangan Sumber Daya Manusia; (6) Penguatan Logistik; (7) Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial; dan (8) Informasi Strategis TB. Epidemi HIV menunjukkan pengaruhnya terhadap peningkatan epidemi TB di seluruh dunia yang berakibat meningkatnya jumlah kasus TB di masyarakat. Pandemi HIV merupakan tantangan terbesar dalam pengendalian TB. Di Indonesia diperkirakan sekitar 3% pasien TB dengan status HIV positif. Sebaliknya TB merupakan tantangan bagi pengendalian AIDS karena merupakan infeksi oportunistik terbanyak (49%) pada ODHA. TB-HIV 2011-2014 Stop ()Rencana Aksi Nasional Dokumen ini ditujukan kepada seluruh pelaksana program TB di semua tingkatan, fasilitas dan penyedia pelayanan kesehatan, swasta dan stake holders terkait. Dokumen ini diharapkan dapat mendorong implementasi kegiatan untuk mencapai target yang telah ditetapkan dalam Rencana Aksi Nasional TB HIV di Indonesia. Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak terkait yang telah berkontribusi dalam menyelesaikan Rencana Aksi Nasional ini. Segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikannya pada masa mendatang sangat diharapkan. ‘Semoga buku ini bermanfaat dalam pengendalian TB di Indonesia. Mari kita lakukan terobosan dalam perjuangan melawan TB. Jakarta, 14 Maret 2011 Dipekteedanderal PP&PL, Kementerian Kesehatan RI ii TB-HIV 2011-2014 Stop @encana Aksi Nasional TIM PENYUSUN Pengarah Tjandra Yoga Aditama Yusharmen H. M. Subuh Editor Dyah Erti Mustikawati Nani Rizkiyati Kontributor Asik Surya Endang Lukitosari Atiek Sulistyarni Anartati Niken Widyastuti Franky Loprang Chawalit Natpratan Nurhalina Afriana Amelia Vanda Siagian Novayanti Rumambo Tangirerung Siti Nur Anisah Sulistiyo TN Dinihari TB-HIV 2011-2014 iii Stop (@encana Aksi Nasional DAFTAR ISI Kata Pengantar Tim Penyusun .. Daftar Isi ..... Daftar Singkatan . |, PENDAHULUAN 5 Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-201 2. Strategi Nasional Pengendalian HIV AIDS di Indonesia 2009-2014... 3. Report of meeting “From Mekong to Bali: The scale up of TB/HIV collaboration activities in Asia-Pasific” Bali, Indonesia 8-9 August, 2009... evanseonee 4, Rekomendasi eksternal review HIVAIDS (Februari 2007) dan Joint eksternal TB Monitoring Mission TB (JEMM, April 2007) di Indonesia ... nie 5. Rekomendasi ‘Joint eksternal 7B wanting Mission 7B (JEMM, Februari 2011) di Indonesia ... . |. ANALISIS SITUASI... 1. Kegiatan membentuk mekanisme kolaborasi TB. HIV 2. Kegiatan menurunkan beban TB pada ODHA... 3. Kegiatan menurunkan beban HIV AIDS pada pasien TB... on III. TANTANGAN-TANTANGAN UTAMA DALAM KOLABORAS! TB-HIV DI INDONESIA... 1, Tantangan membentuk mekanisme kolaborasi TB-HIV.. 2. Tantangan menurunkan beban TB pada ODHA .... 3. Tantangan menurunkan beban HIV pada pasien TB. IV. TUJUAN, INDIKATOR DAN TARGET 1. Tujuan ... 2. Indikator dan target iv TB-HIV 2011-2014 Stop @encana Aksi Nasional V.- RUMUSAN STRATEGI .............ccscsosseeesesssseeee 1, Membentuk mekanisme Kolaborasi TB-HIV .. Lyle Tujuan sccstssiesves 1.2. Program intervensi 2, Menurunkan beban TB pada ODHA . 2.1. Tujuan..... 2.2. Program intervensi 3. Menurunkan beban HIV AIDS pada pasien TB 3.1. Tujuan... 3.2. Program intervensi VI. IMPLEMENTASI RENCANA AKSI NASIONAL TB-HIV. VII. MONITORING DAN EVALUASL ............:.00 VIII.PEMBIAYAAN RENCANA AKSI NASIONAL TB-HIV DAFTAR PUSTAKA .... TB-HIV 2011-2014 7 7 17 7 20 20 20 ai al al 23 31 33 35 Stop @encana Aksi Nasional DAFTAR TABEL Tabel 1. Kegiatan Kolaborasi TB-HIV..... 24 Tabel 2. Rencana penganggaran RAN TB-HIV 2011-2014 (dalam Rupiah) 33 Bagan 1.Rencana anggaran RAN TB-HIV 2011-2014 (dalam Rupiah) ... 34 vi ‘TB-HIV 2011-2014 Stop @rencana Aksi Nasional DAFTAR SINGKATAN AIDS : Aquired Immuno Deficiency Syndrome AKMS: : Advokasi, Komunikasi, Mobilisasi Sosial APBD : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara ART : Anti Retroviral Therapy ARV : Anti Retro Viral BBKPM : Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat BKPM : Balai Kesehatan Paru Masyarakat BTA : Basil Tahan Asam BUK : Bina Upaya Kesehatan Dinkes : Dinas Kesehatan Ditjen : Direktorat Jenderal DOTS : Daily Observed Treatment Shortcourse Fasyankes : Fasilitas Layanan Kesehatan FHI : Family Health International GF ATM : Global Fund AIDS, TB, Malaria HIV : Human Immunodeficiency Virus !DI : Ikatan Dokter Indonesia IDU : Injecting Drug User IMS + Infeksi Menular Seksual INH : Isoniazid IPT. : INH Preventive Therapy JEMM : Joint External TB Monitoring Mission Juklak : Petunjuk Pelaksanaan Juknis. + Petunjuk Teknis KIE : Komunikasi, Informasi dan Edukasi KNCV : Royal Nederland TB Foundation KTS : Konseling dan Tes HIV Sukarela Lapas : Lembaga Pemasyarakatan Rutan : Rumah Tahanan Negara LSM ; Lembaga Swadaya Masyarakat MARP : Most At Risk Population ‘TB-HIV 2011-2014 vil MDG MDR-TB Monev ODHA POP. PITC PMTCT Pokja PPI PPK PPM | Puskesmas RAN RS SDM Subdit 1B TBCAP UPK WHO WPS viii Stop @rencona Aksi Nasional Millennium Development Goal : Multi Drug Resistant - Tuberculosis : Monitoring Evaluasi Orang Dengan HIV AIDS Perawatan, Dukungan dan Pengobatan Provider Initiated Testing and Counseling Prevention Mother To Child Transmission Kelompok Kerja Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Pengobatan Pencegahan Kotrimoksasol Public-Private Mixed Pusat Kesehatan Masyarakat Rencana Aksi Nasional : Rumah Sakit Sumber Daya Manusia ‘Sub Direktorat + Tuberkulosis + TB Coalition Assistance Program Unit Pelayanan Kesehatan World Health Organization : Wanita Penjaja Seks TB-HIV 2011-2014 Stop (&)Rencana Aksi Nasional PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Indonesia merupakan negara pertama diantara negara-negara dengan beban TB yang tinggi di wilayah Asia Tenggara yang berhasil mencapai target MDG untuk TB pada tahun 2006, yaitu 70% deteksi dini dan 85% kesembuhan. Saat ini Indonesia telah turun dari urutan ketiga menjadi urutan kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia.Meskipun program pengendalian TB nasional telah berhasil mencapai target-target di atas, beban ganda akibat peningkatan epidemi HIV akan mempengaruhi peningkatan kasus TB di masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu kolaborasi antara program pengendalian TB dan pengendalian HIV AIDS. Indonesia berada pada level epidemi HIV terkonsentrasi (concentrated epidemic) kecualiTanah Papua yang termasuk epidemi HIV yang meluas. Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada beberapa sub-populasi berisiko tinggi yaitu pengguna Napza suntik (penasun), hetero dan homoseksual (WPS, waria). Di Indonesia menurut data Kementerian Kesehatan hingga akhir Desember 2010, secara kumulatif jumlah kasus AIDS yang dilaporkan berjumlah 24.131 kasus dengan infeksi penyerta terbanyak adalah TB yaitu sebesar 11.835 kasus(49%).Sedangkan infeksi HIV pada pasien TB di Indonesia diperkirakan sekitar 3%\di Tanah Papua dan di populasi risiko tinggi termasuk populasi di Lapas/Rutan angkanya diperkirakan lebih tinggi Rencana Aksi Nasional Kolaborasi TB-HIV 2011-2014 ini menjabarkan analisis situasi, tantangan-tantangan utama, rumusan strategi, implementasi, monitoring dan evaluasi kegiatan kolaborasi TB-HIV.Dokumen ini mengacu pada: (1) Strategi nasional pengendalian TB di Indonesia 2010-2014; (2) Rencana Aksi Pengendalian HIV dan AIDS Sektor Kesehatan 2009-2014; (3) Report of meeting “From Mekong to Bali: The scale up of TB/HIV collaboration activities in Asia-Pasific" Bali, Indonesia 8-9 August, 2009; (4) rekomendasi tim eksternal review HIV/AIDS (Februari 2007) dan Joint eksternal TB Monitoring Mission TB (JEMM, April 2007) di Indonesia; (5) Joint eksternal TB Monitoring Mission TB (JEMM, Februari 2011) di Indonesiadan (6) evaluasi pelaksanaan kolaborasi TB-HIV di Indonesia. TB-HIV 2011-2014 Stop @encana Aksi Nasional 1. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2011-2014 Strategi nasional Program Pengendalian TB 2011-2014 mengusung tema “Terobosan menuju Akses Universal”. Dokumen tersebut disusun dengan mengacu pada kebijakan pembangunan nasional 2010-2014, sistem kesehatan nasional 2009, rencana strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014, strategi dan rencana global dan regional, serta evaluasi perkembangan program TB di Indonesia. Dengan visi mencapai “Menuju masyarakat bebas masalah TB, sehat, mandiri dan berkeadilan” dikembangkan tujuh strategi yang merupakan terobosan menuju akses universal. Tujuh strategi tersebutmeliputi empat strategi utama dalam implementasi pengendalian TB dan tiga strategi pendukunglainnya sebagai berikut: 1. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu 2. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan masyarakat miskin sertarentan lainnya 3. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, LSM, dan swasta melalui pendekatan Public-Private MixPPM) dan menjamin penerapan International Standards for TB Care 4. Memberdayakan masyarakat dan pasien TB didukung dengan: 5. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan, termasuk pengembangan SDM danmanajemen program pengendalian TB 6. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program pengendalian TB 7. Mendorong penelitian, pengembangan dan pemanfaatan informasi stratejik Dalam uraian strategi ke-2 (Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan masyarakat miskin serta rentan lainnya) diuraikan bahwa kebijakan kolaborasi TB-HIV sudah diterbitkan serta pedoman TB-HIV sudah diimplementasikan di berbagai tingkatan. Kolaborasi TB-HIV di Indonesia dimulai dengan pembentukan dan penguatan mekanisme kolaborasi program TB dan program HIV AIDS, menurunkan beban TB pada ODHA dan menurunkan beban HIV pada pasien TB. Kegiatan kolaborasi TB-HIV ini telah dimulai di beberapa fasilitas pelayanan kesehatanpadaprovinsi prioritas dengan tujuan untuk memenuhi penyediaan perawatan, dukungan dan pengobatan bagi pasien koinfeksi TB-HIV. 2 ‘TB-HIV 2011-2014 Stop @rencana Aksi Nasional 2. Strategi Nasional Pengendalian HIV AIDS di Indonesia 2009-2014 Strategi nasional pengendalian HIV AIDS di Indonesia sektor kesehatan 2009-2014 diterbitkan dengan tujuan untuk merespon situasi epidemi HIV yang semakin meningkat pada populasi berisiko dan mulai adanya gejala perluasan ke Populasi umum tertentu. Dengan memperhatikan situasi epidemi HIV di Indonesia dan tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010, Rencana Aksi Pengendalian HIV dan AIDS Sektor Kesehatan tahun 2009-2014 bertujuan untuk mengendalikan penularan HIV, meningkatkan kualitas hidup orang yang terinfeksi HIV, serta menurunkan tingkat kesakitan dan kematian masyarakat akibat HIV dan AIDS.Perlunya percepatan dan perluasan jangkauan layanan program pengendalian penularan HIV dan penanganan AIDS menjadi perhatian dengan kebijakan pemberian layanan kesehatan terkait IMS, HIV dan AIDS tanpa diskriminasi dan penerapan prinsip keberpihakan kepada pasien dan masyarakat (patient and community centered). Sejalan dengan Strategi nasional pengendalian HIV AIDS di Indonesia sektor kesehatan 2009-2014, kolaborasi TB-HIV ditujukan untuk memperluas cakupan penapisan TB pada ODHA dan cakupan testing HIV pada pasien TB. 3. Report of meeting “From Mekong to Bali: The scale up of TB/HIV collaboration activities in Asia-Pasific” Bali, Indonesia 8-9 August, 2009 Pertemuan ini menghasilkan rekomendasi sebagai berikut: * — Perluasan pelaksanaan 3 “I” (Intensifikasi penemuan kasus TB pada ODHA, pemberian INH profilaksis dan Pengendalian Infeksi TB) untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian pada ODHA akibat TB. © Perluasan test HIV dan perawatan HIV AIDS termasuk pemberian Kotrimoksasol dan ARV bagi pasien TB untuk menurunkan angka mortalitas pasien TB dengan HIV positif © Meningkatkan penelitian terkait TB-HIV termasuk metode diagnostik TB secara cepat pada ODHA © — Meningkatkan system monitoring dan evaluasidengan menggunakan indikator yang baku dengan memanfaatkan pencatatan dan pelaporan rutin TB-HIV TB-HIV 2011-2014 3 Stop ()Rencana Aksi Nasional ~~ Meningkatkan respon multisektor untuk kegiatan TB-HIV; memperluas jJangkauan pelayanan kepada kelompok khusus seperti pengguna napza suntik, pekerja seks komersial; integrasi dengan pelayanan IMS dan PMTCT * — Meningkatkan peran serta kelompok masyarakat *® —Memberdayakan sumber-sumber pembiayaan untuk perluasan dan percepatan kolaborasi TB-HIV dengan memanfaatkan peluang melalui mekanisme pembiayaan nasional dan internasional; menjamin kesinambungan dan ketercukupan pembiayaan domestik. 4, Rekomendasi eksternal review HIV/AIDS (Februari 2007) dan Joint eksternal TB Monitoring Mission TB (JEMM, April 2007) di Indonesia Tim eksternal review dan monitoring mission ini menghasilkan rekomendasi sebagai berikut: ¢ — perlunya dilakukan percepatan upaya kolaborasi TB-HIV dan perlunya segera disusun Kebijakan Nasional Kolaborasi TB-HIV sebagai pedoman pelaksanaan program di seluruh Indonesia. © Perlunya pedoman yang jelas dalam kegiatan surveilans HIV pada pasien TB Perlunya dibentuk kelompok kerja sebagai badan koordinasi kolaborasi TB-HIV yang melibatkan sektor yang terkait Perlunya perluasan dan percepatan layanan testing HIV pada pasien TB Perlunya perluasan dan percepatan pelayanan DOTS di RS rujukan ARV Perlunya dilakukan skrining TB secara rutin pada ODHA di layanan KTS/PDP Perlunya meningkatkan cakupan pelaksanaan kolaborasi TB-HIV di provinsi prioritas termasuk kebijakan dalam meningkatkan kualitas diagnosis TB dan pengobatan ODHA dengan BTA negatif * Perlunya segera dilakukan AKMS yang menitikberatkan pada masalah TB-HIV 4 TB-HIV 2011-2014 Stop (Bprencana Aksi Nasional 5. Rekomendasi Joint eksternal TB Monitoring Mission TB (JEMM, Februari 2011) di Indonesia Tim joint eksternal TB monitoring mission ini menghasilkan rekomendasi sebagai berikut: Melaksanakan mentoring dan monitoring kegiatan TB-HIV di fasyankes, kab/ Kota dan provinsi secara rutin Mempercepat pelaksanakan PITC pada layanan TB terutama di daerah dengan prevalensi HIV tinggi. Memastikan perencanaan kolaborasi secara sistematis dengan melibatkan sektor terkait Perlunya dibentuk kelompok kerja TB-HIV di tingkat nasional Melanjutkan pelaksanaan dan perluasan kegiatan kolaborasi TB-HIV dengan penekanan khusus pada penguatan surveilans TB-HIV dan pelaksanaan PITC Meintegrasikan pelaksanaan pengendalian infeksi TB ke dalam pengendalian infeksi secara umum. ‘TB-HIV 2011-2014 Stop @rencana Aksi Nasional ANALISIS SITUASI Pelaksanaan Kolaborasi TB-HIV di Indonesia sesuai kebijakan Nasional meliputi pembentukan mekanisme kolaborasi, menurunkan beban TB pada ODHA, serta menurunkan beban HIV pada pasien TB. Kegiatan kolaborasi TB-HIV dimulai sebagai bagian dari upaya pengendalian TB dan upaya meningkatkan keberhasilan program AIDS. Untuk pedoman kebijakan telah diterbitkan Kebijakan Nasional Kolaborasi TB-HIV di Indonesia dan akan segera diikuti dengan Pedoman Manajemen Kolaborasi TB-HIV, Pedoman Klinis Penatalaksanaan TB-HIV serta pedoman tatalaksana TB-HIV khusus untuk pengguna napza suntik. Kegiatan kolaborasi TB-HIV ini telah diujicoba di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (fasyankes) di provinsi prioritas yang telah melaksanakan kegiatan perawatan, dukungan dan pengobatan TB dan HIV AIDS. Pengembangan kegiatan kolaborasi TB-HIV dimulai dari provinsi yang mempunyai beban HIV yang tinggi. Berikut ini adalah deskripsi analisis situasi pelaksanaan kolaborasi TB-HIV 1, Kegiatan membentuk mekanisme kolaborasi TB-HIV Kolaborasi TB-HIV di Indonesia diinisiasi pada tahun 2004 oleh kelompok abli TB dan HIV dengan menghasilkan buku pedoman penatalaksanaan Klinis pasien koinfeksi TB-HIV. Kolaborasi di tingkat layanan dimulai di tingkat Puskesmas di Jakarta, Denpasar dan Merauke pada tahun 2004-2005. Dengan berkembangnya isu terkait TB-HIV, pada tahun 2007 dikeluarkanlah buku Kebijakan Nasional Kolaborasi TB-HIV yang menjadi acuan pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV di Indonesia. Sejak tahun 2008 sampai saat ini telah dilakukan sosialisasi Kebijakan Kolaborasi TB-HIV di 25 propinsi: Papua, Papua Barat, Sumatera Utara, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Bali, DK! Jakarta, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, DI Yogyakarta, Sulawesi Utara, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Bengkulu, Bangka Belitung, Kalimantan Timur,Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Maluku. Kegiatan sosialisasi ini diikuti dengan pembentukan kelompok kerja TB-HIV. Beberapa provinsi bahkan ‘sampai tingkat Kabupaten/Kota Pokja TB-HIV telah terbentuk dan berfungsi (Papua, OKI Jakarta, Jawa Timur dan Sumatra Utara). 6 ‘TB-HIV 2011-2014 Stop @encana Aksi Nasional Koordinasi di tingkat fasilitas pelayanan kesehatan dijalankan sesuai dengan model kolaborasi yang telah disepakati bersama. Beberapa rumah sakit menerapkan model pelayanan kolaborasi secara paralel dan beberapa menggunakan model pelayanan secara terintegrasi (pelayanan satu atap). Pelatihan kolaborasi TB-HIV untuk petugas diawali dengan disusunnya Modul Pelatihan Kolaborasi TB-HIV untuk petugas KTS dan PDP. Untuk pelatihannya sendiri telah dilakukan Pelatihan untuk petugas KTS dan PDP di 169 fasyankes (RS, BBKPM, BKPM, Puskesmas, Lapas/Rutan). Menyusul kemudian dengan pelatinan untuk petugas TB dengan menggunakan modul pelatinan kolaborasi TB-HIV yang telah disusun bersama. Pelatihan kolaborasi TB-HIV untuk petugas TB telah dilaksanakan di 188 fasyankes (RS, BBKPM, BKPM, Puskesmas, Lapas/ Rutan). Di provinsi dengan beban HIV cukup tinggi dan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang banyak, telah disiapkan 151 tenaga pelatih kolaborasi TB-HIV melalui pelatihan khusus untuk pelatih. Konselor, manajer kasus HIV dan kelompok penjangkau dari LSM yang bekerja pada komunitas risiko tinggi(misalnya pengguna napza suntik, waria, penjaja seks) telah mendapatkan pelatinan untuk mengenali dan mencari gejala dan tanda TB serta membantu mengawasi kepatuhan pengobatan TB pada ODHA melalui pelatihan TB-HIV dengan menggunakan modul khusus yang telah dikembangkan. Sosialisasi TB-HIV kepada LSM TB dan HIV AIDS telah dilaksanakan pada tahun 2008. Kerjasama dengan LSM TB dan HIV AIDS dibangun terutama untuk membantu memberikan edukasi kepada masyarakat dan kelompok khusus serta membantu menjamin kepatuhan pengobatan pasien TB-HIV. Dengan semakin banyaknya mitra yang terkait dalam kolaborasi TB-HIV ini, pada tahun 2010 dibentuklah forum komunikasi TB-HIV di tingkat nasional yang bertujuan untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi kegiatan TB-HIV. Perencanaan bersama antara program TB dan program HIV AIDS juga telah dilaksanakan di 12 provinsi pada tahun 2010 dengan menghasilkan keluaran rencana kegiatan TB-HIV tahunan. Monitoring evaluasi kegiatan kolaborasi TB-HIV belum dilaksanakan secara rutin di semua tingkatan, tetapi beberapa provinsi telah melakukan validasi data yang dilanjutkan dengan kegiatan monev TB-HIV seperti di provinsi Papua, Papua Barat, DK! Jakarta, Bali dan Jawa Timur. ‘TB-HIV 2011-2014 7 Stop () Rencana Aksi Nasional Serosurvey HIV di antara pasien TB telah dilakukan di 4 propinsi (D! Yogyakarta pada tahun 2006 dan Bali, Jawa Timur serta Papua pada tahun 2008). Ujicoba pelaksanaan provider initiated testing and counselling (PITC) pada pasien TB yang dilaksanakan di BBKPM Surakarta menunjukkan bahwa dari 108 orang pasien TB yang mempunyai faktor risiko HIV didapatkan sekitar 10% dengan HIV positif. Untuk surveilans dengan menggunakan data rutin, pencatatan dan pelaporan masing-masing program telah dilengkapi dengan data kegiatan TB-HIV. TB 01, TB 03 UPK dan TB elektronik telah direvisi demikian pula dengan ikhtisar perawatan, register pra ART dan register ART, masing-masing telah dilengkapi dengan informasi mengenai TB-HIV. Untuk memudahkan pelaksanaan di tingkat fasyankes telah dikembangkan formulir skrining gejala dan tanda TB pada ODHA, formulir penilaian faktor risiko HIV pada pasien TB serta formulir rujukan kolaborasi TB-HIV yang dipergunakan untuk merujuk pasien ke unit DOTS ataupun ke unit KTS/PDP. Pengembangan sistem informasi TB-HIV menggunakan elektronik database saat ini sedang diujicobakan di 10 fasilitas pelayanan kesehatan di 3 Propvinsi (Papua, DK! Jakarta dan Jawa Timur). Sebagai bahan edukasi kepada pasien TB dan ODHA, telah dikembangkan dan didistribusikan media KIE TB-HIV berupa lembar balik, poster dan brosur. Pelaksanaan pemberian KIE TB-HIV dilaksanakan di masing-masing fasyankes. Pelibatan Lapas/Rutan dalam kolaborasi TB-HIV sudah diinisiasi di beberapa Lapas/ Rutan yang memiliki jumlah warga binaan pemasyarakatan dengan kasus pengguna napza suntik yang tinggi dan masih terfokus di Lapas/Rutan di DKI Jakarta dan Jawa Timur.Kegiatan yang sudah dilakukan meliputi pelatihan dan bimbingan teknis. Dengan semakin banyaknya kasus pengguna napza suntik dengan HiVdan TB, sudah diinisiasi penyusunan buku petunjuk tatalaksana koinfeksi TB-HIV pada pengguna napza suntik yang saat ini dalam tahap finalisasi.Buku ini dimaksudkan untuk memberi panduan kepada petugas kesehatan dalam menatalaksana pasien TB-HIV yang menggunakan terapi rumatan metadon mengingat banyaknya interaksi antara pengobatan metadon-TB-ARV. 8 TB-HIV 2011-2014 stop (BRencona Aksi Nasional 2. Kegiatan menurunkan beban TB pada ODHA Kegiatan intensifikasi penemuan kasus TB pada ODHA yang dimulai dengan penerapan skrining gejala dan tanda TB pada ODHA telah dijalankan secara rutin di klinik KTS dan PDP di beberapa RS rujukan ARV dan Puskesmas dengan menggunakan formulir skrining TB. Dari 13 provinsi yang telah melaporkan data TB- HIV ditemukan bahwa sebanyak 65% ODHA telah diskrining gejala dan tanda TB, 19% di antaranya didiagnosis dengan TB. Untuk menjamin penegakan diagnosis TB yang berkualitas pada ODHA dengan suspek TB telah dibangun jejaring antara unit KTS/PDP dengan unit DOTS. Beberapa unit KTS/PDP sudah dapat memulai dan atau meneruskan pengobatan TB termasuk mengisi dan melengkapi form TBO1. Kebijakan nasional kolaborasi TB-HIV belum memasukkan pemberian Isoniazid preventive therapy (IPT) pada ODHA sebagai standar layanan rutin sehingga belum ada praktek pemberian IPT pada ODHA yang dilaporkan. Penerapan pengendalian infeksi TB di unit KTS/PDP dilakukan melalui penguatan tim pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) RS melalui pelatinan petugas yang diselenggarakan dengan kerjasama antara Subdit TB dengan Subdit RS Khusus Ditjen Bina Upaya Kesehatan Spesialistik dan Perdalin. Sedangkan Pengendalian Infeksi di Puskesmas dan Lapas/Rutan dimulai dengan melakukan asesmen dan sosialisasi di 7 provinsi bekerja sama dengan Subdit Institusi Ditjen Bina Upaya Kesehatan Dasar dan Ditjen Pemasyarakatan.Pemasangan poster cara menutup mulut dan hidung pada waktu batuk/bersin dan penyediaan masker untuk klien dan ODHA yang mempunyai gejala batuk sudah diimplementasikan di beberapa fasyankes. 3. Kegiatan menurunkan beban HIV AIDS pada pasien TB Walaupun berdasarkan kebijakan nasional pelaksanaan kolaborasi TB-HIV konseling dan tes HIV dilakukan pada semua pasien TB di daerah epidemi HIV meluas, tetapi data dari Papua menunjukkan baru sekitar 22%dari pasien TB yang dikonseling dan tes HIV. Sedangkan di daerah dengan epidemi terkonsentrasi, konseling dan tes HIV yang dilakukan pada pasien TB dengan faktor risiko HIV bervariasi antar wilayah antara 0,1 sampai 6 %.Provider Initiated Testing and Counselling (PITC) atau Konseling dan Tes HIV atas inisiasi petugas kesehatan baru diterapkan di beberapa ‘TB-HIV 2011-2014 Stop @rencana Aksi Nasional rumah sakit, BBKPM/BKPM dan puskesmas di provinsi Papua, DKI Jakarta dan Jawa Timur, dimulai dengan pelatinan pada pertengahan tahun 2010. Cakupan pemberian pengobatan pencegahan dengan kotrimoksazol pada pasien koinfeksi TB-HIV baru sekitar 63% dan sebanyak 29% mendapatkan ARV. Pemberian KIE pencegahan HIV dan IMS kepada pasien TB dilaksanakan di fasyankes dengan menggunakan media KIE yang telah disediakan.Penyediaan kondom di unit TB masih belum dapat diterapkan. 10 ‘TB-HIV 2011-2014 Stop (Bj Rencana Aksi Nasional TANTANGAN-TANTANGAN UTAMA DALAM KOLABORAS! TB-HIV DI INDONESIA Epidemi HIV di Indonesia berbeda di tiap provinsi.Laporan dari Kementerian Kesehatan menunjukkan 2 provinsi berada pada epidemi meluas (Papua dan Papua Barat) dan selebihnya adalah provinsi dengan epidemi terkonsentrasi.Kondisi ini menyebabkan perbedaan pendekatan terhadap pemberian pelayanan HIV yang komprehensif, yang pada saat ini umumnya baru diinisiasi di tingkat rumah sakit. Prevalensi TB di Indonesia tinggi di semua provinsi dan pelayanan TB sudah dilaksanakan di 98% Puskesmas dan 38% rumah sakit, B/BKPM. Perbedaan pendekatan ekspansi layanan ini merupakan tantangan yang besar dalam menjamin pemberian layanan kolaborasi TB-HIV yang berkualitas. Komitmen Pemerintah dalam pembiayaan program masih rendah (kecenderungan donor dependence).Kegiatan kolaborasi TB-HIV sebagian besar menggunakan pendanaan yang bersumber dari donor (GF ATM TB dan HIV serta dari TBCAP melalui FHI dan sumber dana lainnya).Hanya beberapa provinsi yang telah melakukan beberapa kegiatan TB-HIV dengan sumber pendanaan dari APBD berupa kegiatan pelatinan TB-HIV bagi petugas TB maupun KTS/PDP. 1. Tantangan membentuk mekanisme kolaborasi TB-HIV « — Mekanisme koordinasi TB-HIV di semua tingkat secara umum masih perlu diperkuat. Koordinasi antar sektor terkait masih lemah di banyak provinsi. Baru 4 provinsi (Papua, DKI Jakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara) yang sudah melakukan kegiatan koordinasi secara intensif berupa Pembentukan Kelompok Kerja TB-HIV, sedangkan provinsi lainnya masih dalam tahap pengembangan konsep kelompok kerja TB-HIV ¢ — Cakupan layanan TB-HIV di fasilitaspelayanan TB maupun HIV/AIDS masih rendah. Sebagian besar Rumah Sakit ART belum terlibat dalamprogram pengendalian TB nasional.Selain itu belum semua RS mampu menerapkan kolaborasi ini walaupun telah dibentuk Klinik VCT. Mekanisme dengan Puskesmas dalam implementasi kolaborasi masih menunggu kesungguhan TB-HIV 2011-2014 Stop @eencana Aksi Nasional semua pihak di tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan fasyankes dan belum ‘semua petugas mempunyai pemahaman yang sama tentang Kegiatan Kolaborasi TB-HIV. * — Perencanaan bersama TB-HIV di semua tingkat belum dilaksanakan secara rutin * — Surveilans TB-HIV masih lemah. Walaupun sudah pernah dilakukan survey HIV di antara pasien TB di 4 provinsi, tetapi masih perlu dilakukan survey yang dapat mengukur kecenderungan (trend) prevalensi HIV di antara pasien TB melalui sentinel surveilans. Belum adanya protokol dan pelaksanaan survei sentinel HIV pada pasien TB. Secara nasional Indonesia belum mempunyai angka surveilans HIV di antara pasien TB. Walaupun diperkirakan oleh WHO bahwa angka HIV di antara pasien TB di Indonesia yaitu sekitar 3%, tetapi di beberapa wilayah angka tersebut dapat sangat bervariasi. Surveilans menggunakan data rutin program masih sangat keci! cakupannya.Pencatatan dan pelaporan kasus TB-HIV masih belum optimal, banyak kasus yang belum tercatat dan terlaporkan. Belum semua fasyankes menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan yang standar. © Pemahaman keterkaitan antara TB dengan HIV dan sebaliknya masih sangat terbatas di kalangan pasien TB maupun ODHA. Media KIE TB-HIV belum tersebar merata dan belum digunakan secara rutin di semua fasyankes. Banyak pasien TB yang belum mengetahui tentang informasi HIV AIDS dan sebaliknya banyak ODHA dengan pemahaman yang rendahtentang TB. Beberapa wilayah seperti Papua dan Lapas/Rutan memerlukan KIE TB-HlVkhusus yang mudah diterima oleh kelompok masyarakat tersebut. © — Joint Supervisi dan bimbingan teknis serta monitoring dan evaluasi kegiatan kolaborasi TB-HIV belum dilaksanakan secara rutin. Hal ini menyebabkan implementasi TB-HIV di fasyankes belum optimal. ¢ — Jejaring internal dan eksternal TB-HIV di fasyankes sudah terbangun tetapi belum maksimal. Banyak pasien TB yang dirujuk untuk tes HIV dan ODHA yang dirujuk untuk pemeriksaan TB tidak dapat ditindaklanjuti karena belum optimalnya rujukan antara unit TB dan unit KTS/PDP. * Minimnya jumlah Lapas/Rutan yang melaksanakan kegiatan kolaborasi TB-HIV. 12 ‘TB-HIV 2011-2014 Stop @eencana Aksi Nasional 2. Belum optimalnya pemahaman konsep Kolaborasi TB-HIV di tingkat Ditjen Pemasyarakatan. Terbatasnya jumlah tenaga kesehatan yang memahami interaksi pengobatan bersama metadon-TB-ARV Tantangan menurunkan beban TB pada ODHA Tantangan dalam menurunkan beban TB pada ODHA di fasyankes termasuk di Lapas/Rutan adalah: Belum semua ODHA dilakukan skrining gejala dan tanda TB secara rutin Belum semua petugas KTS/PDP dilatih TB-HIV. Pelatihan masih dilakukan di daerah prioritas. Petugas yang telah dilatih masih belum memperlihatkan kinerja yang optimal. Adanya perbedaan pemahaman petugas dalam mengartikan istilah “skrining tanda dan gejala TB” pada ODHA. Hal ini menyebabkan pelaksanaan skrining TB pada ODHA tidak dilakukan secara rutin. Belum adanya alat diagnostik yang cepat untuk mendeteksi TB khususnya BTA (-) pada ODHA dan mahalnya pemeriksaan penunjang (misalnya foto toraks, biakan) untuk menegakkan diagnosis TB pada ODHA dengan BTA (-) mengakibatkanketerlambatan penegakan diagnosis akibat beban biaya untuk ditimbulkan Banyaknya interaksi pengobatan bersama TB dan HIV menyebabkan rendahnya angka kepatuhan minum obat pada pasien TB-HIV sehingga meningkatkan ancaman risiko terjadinya kekebalan obat TB maupun HIV. Belum adanya kebijakan nasional dalam pengobatan pencegahan dengan INH (IPT) mempercepat ODHA jatuh ke dalam TB aktif. Pengendalian infeksi TB belum diterapkan secara maksimal di unit layanan KTS/PDP. TB-HIV 2011-2014 3. Tantangan menurunkan beban HIV pada pasien TB Tantangan dalam menurunkan beban HIV pada pasien TB di fasyankes termasuk di Lapas/Rutan adalah: Belum semua pasien TB dinilai faktor risiko HIV nya Belum semua pasien TB yang mempunyai faktor risiko HIV mau menerima konseling dan tes HIV Masih adanya pemahaman yang berbeda di antara konselor mengenai status kerahasiaan pasien HIV. Kerahasiaan (confidential) yang sebenarnya dapat dibuka kepada petugas Kesehatan lain yang terkait demi kepentingan pasien diartikan sebagai sesuatu yang rahasia dan tidak dapat dibuka (secrecy) kepada siapapun. Hal inimenyebabkan hambatan dalam pemberian pelayanan yang menyeluruh pada pasien TB-HIV termasuk menyebabkan rendahnya pelaporan kasus TB-HIV. Belum semua pasien TB-HIV mendapat pengobatan pencegahan dengan Kotrimoksasol (PPK). Bagi pasien TB-HIV yang mendapatkan PPK, monitoring pemberian PPK belum dapat dilaksanakan dikarenakan belum tersedianyainstrumen monitoring pemberian PPK. Walaupun pasien TB dengan HIV (+) sudah dirujuk ke unit PDP untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut, tetapi cakupan pemberian ARV pada pasien TB-HIV masih sangat rendah karena belum tersosialisasinya pedoman ART terbaru yang menyebutkan bahwa semua pasien TB-HIV memenuhi syarat untuk mendapatkan ART tanpa melihat CD4. TB-HIV 2011-2014 Stop (B)Rencana Aksi Nasional Stop @rencana Aksi Nasional TUJUAN, INDIKATOR DAN TARGET 1. Tujuan: Semua pasien TB-HIV mendapatkan akses layanan DOTS dan layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV AIDS yang berkualitas di seluruh pemberi pelayanan kesehatan. 2. Indikator dan target ec cad 1) Jumlah provinsi yang mempunyai Kelompok TO AO 0S aR a Kerja T-HIV 2) Jumlah provinsi yang melaporkan data TB-HIV. 13 15 20 25 33 3) Jumiah provinsi yang mempunyai perencangan 12-1520. 2583 bersama kegiatan TB-HIV 4) Jumlah provinsi yang melakukan supervisi, 2 10 20 25 33 bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi kegiatan kolaborasi TB-HIV ch 1) Prosentase ODHA yang diskrning TB di antara 65% © 70% 80% 90% 100% jumlah total ODHAyang berkunjung ke unit KTS/POP 2) Prosentase ODHA yang mendapatken NA 70% 80% 90% 100% pengobatan TB di antaraODHA yang terdiagnosis TB 3) Jumiah RS rujukan ARV yang mempunyai - 20 40 60 80 tim PPI TB-HIV 2011-2014 15 stop Rencana Aksi Nasional ( Poutina boban HI Pa pln TH aso 1) Prosentase pasien TB yang ditest HIV 2. Untuk wilayah meluas 22% 30% 40% 60% 80% Se 6% 10% «15% © 20% 30% 2) Prosentase pasien TB dengan NA 70% 80% 90% 100% er eae aecared ‘antara total ummlah pasien TB yang di tes HIV clifesilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan TB-HIV : 3) Prosentase pasien TB dengan HIV positityang 63% © 70% © 80% 90% 100% menerima PPK sane pee eo ae 29% 40% 60% 70% 80% mendapat ART selama pengobatan TB 16 TB-HIV 2011-2014 Stop @encona Aksi Nasional RUMUSAN STRATEGI Bagian ini mendeskripsikan rencana percepatan dan perluasan kolaborasi TB-HIV yang terbagi menurut kelompok kegiatan, yaitu: di: Membentuk mekanisme kolaborasi TB-HIV 2. Menurunkan beban TB pada ODHA 3. Menurunkan beban HIV pada pasien TB 1. Membentuk mekanisme Kolaborasi TB-HIV 1.1. Tujuan Tujuan pembentukan mekanisme kolaborasi TB-HIVadalah untuk: 1. meningkatkankoordinasi antara program TB dan program HIV AIDS lintas program dan lintas sektor di semua level untuk mengurangi beban TB dan HIV pada masyarakat akibat kedua penyakit tersebut 2. Meningkatkan kualitas surveilans TB-HIV. 3, Memperkuat perencanaan bersama kolaborasi TB-HIV 4. Memperkuat sistem monitoring dan evaluasi kegiatan kolaborasi TB-HIV 1.2. Program intervensi Untuk mencapai tujuan tersebut, direncanakan intervensi sebagai berikut: 1 Memperkuat mekanisme kolaborasi TB-HIV di semua tingkatan a. Tingkat Pusat: 1) Penguatan koordinasi melalui pertemuan rutin Forum Komunikasi TB-HIV 2) Melakukan penyusunan, kajian, revitalisasi, adopsi, adaptasi, sosialisasi dan implementasi kebijakan, peraturan, standar, dan juklak/juknis program kolaborasi TB-HIV 3) Advokasi kebutuhan sumber daya untuk program kolaborasi TB- HIV secara berkesinambungan dan berjenjang kepada pemangku kebijakan, ‘TB-HIV 2011-2014 17 Stop @encana Aksi Nasional 4) Berkoordinasi dengan tim Pengembangan Sumber Daya program TB dan program HIV dalam melakukan pendidikan dan pelatihan petugas yang berkelanjutan meliputi aspek teknis, manajemen, dan administrasi program kolaborasi TB-HIV melalui kerjasama dengan institusi terkait untuk mendorong dan menyiapkan kemampuan petugas meliputi; - Pelatinan Kolaborasi TB-HIV untuk petugas KTS/PDP- — Pelatinan Kolaborasi TB-HIV untuk petugas TB - Pelatinan Kolaborasi TB-HIV untuk LSM (manajer kasus, penjangkau dil) 5) Mengembangkan jumlah cakupan provinsi yang melaksanakan kolaborasi TB-HIV b. Tingkat Propinsi dan Kab/Kota 1) Penguatan koordinasi melalui pertemuan rutin kelompok kerja TB- HIV 2) Propinsi menentukan Kota/Kab prioritas untuk kolaborasi TB-HIV 3) Kab/Kota menentukan UPK prioritas untuk pelaksanaan kolaborasi TB-HIV 4) Menunjuk koordinator kolaborasi TB-HIV 5) Memfasilitasi terbentuknyasistem jejaring layanan kolaborasi TB-HIV secara berjenjang dan berkesinambungan mulai dari fasilitas rujukan ART hingga puskesmas 6) Mengembangkan jumizh layanan kolaborasi TB-HIV 7) Melakukan penyusunan perencanaan dan penganggaran untuk kebutuhan layanan kolaborasi TB-HIV cc. Tingkat fasilitas pelayanan kesehatan 1) Penguatan koordinasi pelayanan TB dan pelayanan HlVmelalui pertemuan rutin tim atau kelompok kerja TB-HIV 2) Menunjuk Koordinator TB-HIV 3) Melaksanakan kegiatan kolaborasi TB-HIV di unit DOTS dan unit KTS/PDP 18 ‘TB-HIV 2011-2014 Stop @eencana Aksi Nasional 4) Memperkuat jejaring internal dan eksternal untuk menjamin layanan yang berkualitas dan berkesinambungan dengan melibatkan penyedia pelayanan kesehatan, pasien, keluarga dan masyarakat 5) Melakukan penyusunan perencanaan dan penganggaran untuk kebutuhan layanan kolaborasi TB-HIV 6) Melakukan pencatatan dan pelaporan pelaksanaan program kolaborasi TB-HIV. 7) Melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program kolaborasi TB-HIV. 2. Melaksanakan surveilans TB-HIV a. Berkoordinasi dengan Tim Surveilans program TB dan program HIV dalam menyusun pedoman dan protokol sentinel survey HIV di antara pasien TB b. Melakukan studi prevalensi TB pada ODHA c. Memperkuat pencatatan dan pelaporan dengan menggunakan data rutin program 3. Melakukan penyusunan perencanaandan penganggaran bersama kolaborasi TB-HIV secara sistematis a. Memperkenalkan komponen TB-HIV pada perencanaan program TB dan program HIV AIDS termasuk dalam hal mobilisasi sumber daya, membangun kapasitas dan pelatihan dll b. Berkoordinasi dengan tim AKMS untuk memperkuat komunikasi TB- HIV termasuk dalam penguatan dan perluasan keterlibatan masyarakat termasuk LSM c. Berkoordinasi dengan tim penelitian dan pengembangan program TB dan HIV AIDS dalam upaya mendorong peningkatan penelitian-penelitian tentang TB-HIV d. Memperjelas peran dan tanggung jawab masing-masing program dalam pelaksanaan kegiatan TB-HIV yang spesifik pada tiap tingkatan. 4, Meningkatkan dan memperkuat monitoring dan evaluasi kegiatan kolaborasi TB-HIV a. Memfinalkan panduan dan piranti supervisi kolaborasi TB-HIV b. Melatih keterampilan wasor TB, pengelola HIV AIDS dan tim supervisi untuk melakukan supervisi penerapan kolaborasi TB-HIV TB-HIV 2011-2014 19 Stop @rencana Aksi Nasional Gy Melakukan supervisidan bimbingan teknis berjenjang secara rutin Melakukan validasi data TB-HIV di tingkat fasyankes e. Melakukan pertemuan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program kolaborasi TB-HIV secara berkala pada setiap tingkatan. a 2. Menurunkan beban TB pada ODHA 2.1, Tujuan Tujuan dalam kegiatan menurunkan beban TB pada ODHA meliputi: 1. Meningkatkan cakupan ODHA yang menerima skrining gejala dan tanda TB 2. Meningkatkan cakupan ODHA yang mendapatkan penatalaksanaan TB yang berkualitas 3. Meningkatkan upaya pengendalian infeksi TB di fasyankes 4. Memperkenalkan pengobatan pencegahan dengan INH pada ODHA 5. Meningkatkan cakupan Most at risk population (MARP)/populasi yang paling berisiko HIV(Lapas/Rutan, IDU, penjaja seks, waria) yang menerima skrining gejala dan tanda TB 2.2. Program intervensi 1. Mengintensifkan penemuan kasus TB pada ODHA melalui kegiatan skrining gejala dan tanda TB dengan menggunakan formulir skrining TB Meningkatkan kualitas penegakan diagnosis TB pada ODHA Menjamin semua pasien ko infeksi TB-HIV memperoleh pengobatan sesuai dengan pedoman nasional TB dan HIV AIDS serta menjamin kepatuhannya 4, Menjamin pengendalian infeksi TB pada fasilitas pelayanan kesehatan dan tempat orang berkumpul (Rutan/Lapas, panti rehabilitasi napza, barak, dsb) a. Menerapkan kebijakan pengendalian infeksi TB b. Memperkenalkan etiket batuk yang benar c. Memisahkan pasien HIV dari suspek TB/pasien TB BTA positif yang masih menular/pasien MDR-TB atau yang diduga MDR-TB d. Menerapkan pengendalian lingkungan (meningkatkan ventilasi dan pencahayaan) e. Penggunaan alat perlindungan perorangan (misalnya respirator) en 20 ‘TB-HIV 2011-2014 Stop @encana Aksi Nasional 3, 3.1. Memperkenalkan pengobatan pencegahan dengan INHpada ODHA a. Melakukan penelitian operasional penggunaan pengobatan pencegahan dengan INH pada ODHA b. Melakukan evaluasi hasil penelitian c. Mengimplementasikan pengobatan pencegahan dengan INH pada ODHA di fasyankes d. Melakukan perluasan pelaksanaan pengobatan pencegahan dengan INH pada ODHA Meningkatkan kegiatan penemuan kasus TB secara aktif pada kelompok risiko tinggi misalnyakelompok penasun dan pasangannya, penjaja seks, waria, Warga Bina Pemasyarakatan/tahanan: a. Melakukan skrining gejala dan tanda TB dengan menggunakan formulir skrining TB b. Merujuk suspek TB ke layanan DOTS sesuai mekanisme rujukan yang disepakati Menurunkan beban HIV AIDS pada pasien TB Tujuan Tujuan dalam kegiatan menurunkan beban HIV pada pasien TB meliputi: Pie ca 3.2. Meningkatkan cakupan pasien TB yang mendapatkan konseling dan tes HIV Meningkatkan cakupan pasien TB yang mengetahui status HIV nya Mengintensifkan pemberian KIE pencegahan HIV pada pasien TB Meningkatkan cakupan pasien TB-HIV yang mendapatkan pengobatan pencegahan dengan Kotromoksasol Meningkatkan cakupan pasien TB-HIV yang mendapatkan perawatan, dukungan dan pengobatan HIV termasuk pemberian ARV Program intervensi Meningkatkan dan memperkuat konseling dan Tes HIV pada pasien TB a, Melakukan PITC secara rutin pada semua pasien TB (daerah dengan epidemi HIV meluas) b. Melakukan penilaian faktor risiko HIV pada pasien TB (daerah dengan epidemi HIV terkonsentrasi) TB-HIV 2011-2014 a. 22 3: Stop (E)Rencana Aksi Nasional c. Memperkuat jejaring unit TB dengan layanan KTS/PDP Meningkatkan upaya pemberian KIE pencegahan HIV dan IMS di unit DOTS a. Melakukan KIE tentang HIV/AIDS dan IMS selama masa pengobatan TB b. Menyediakan media KIE TB-HIV c. Menyediakan kondom di unit DOTS d. Memperkuat jejaring dengan layanan KTS dan IMS Menyediakan pengobatan pencegahan dengan kotrimoksasol (PPK) a. Menjaminketersediaan kotrimoksasol bagi pasien TB-HIV b. Melakukan monitoring pemberian PPK Menjamin ketersediaan akses layanan perawatan, dukungan dan pengobatan HIV dengan cara: a. Memperkuat sistem rujukan internal dan eksternal antara layanan DOTS dengan RS rujukan ARV dan satelitnya b. Meningkatkan dukungan psikososial dan konseling lanjutan yang diperlukan c. Menjalin jejaring dengankeluarga, kelompok masyarakat dan LSM ‘TB-HIV 2011-2014 Stop oe fencana Aksi Nasional IMPLEMENTASI RENCANA AKSI NASIONAL TB-HIV Rencana Aksi Nasional TB-HIV dilaksanakan sejalan dengan strategi nasional program pengendalian TB tahun 2010 - 2014.Implementasi Rencana Aksi Nasional TB-HIV ini memberikan arahan dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan kolaborasi TB-HIV, mendukung upaya pencapaian seluruh kegiatan yang telah ditetapkan dalam Strategi Nasional pengendalian TB. Implementasi kegiatan kolaborasi TB-HIV diprioritaskan di wilayah dengan epidemi HIV yang tinggi dan dikembangkan secara bertahap mengikuti perkembangan dan peningkatan kasus HIV.Rencana Aksi Nasionla TB-HIV ini perlu didiskusikan di tingkat provinsi, kabupaten/kota dengan melakukan analisissituasi per wilayah serta Mengembangkan RAN ini lebih lanjut ke dalam rencana kegiatan masing-masing wilayah. Implementasi RAN Kolaborasi TB-HIV akan dideskripsikan dalam rencana tahunan dari 2011 sampai 2014 untuk masing-masing strategidan Komponen. TB-HIV 2011-2014 23 8 2 4 5 e 8 x ssulaoid uep ejOH/Gey SAXLIG g ‘ehuuie| sayuehse) uep sewsaysng ‘sy alee = uenweyed X X X XxX SaMUIQ ‘AOld SAHUIG AIH-BL !Seu0gejoy (eusaysya Buuelaf ueyenBued LT & = 2 sayvefsey Suisew-Bursew venweved X xX X XxX IP AIH-@L wi ——_UeyenBuad UEP AIH-@L Wi ISeUIDI00y Ut gt ‘yeysey Buek ule} lun uep eoy/aey ‘BJOG UEP ISuIAOud yey8UN| venweyad X X X X —_ S@yuld ‘Sulndg sOyUIC ST yepiay Suek wun uep yee ssumnoud yeyBuy, wenweyed X X X XxX ld SORUIG 1B AIH-8L 22% Hodworey weYMUEqUIed YT ‘AH WST “aL WST “eAuure} ss2yoid 1Ses1UeB.0 uep |G “MG 'ADNY ‘IH “OHA yesnd eyBu IP AIH-AL 'seylUNWHOy venwayed X X X x — ‘SCIVIPANS ‘aL WPang —wruoy uM uenwapad injejou! seUIpIooY UeVenBuad E"T saiy Hoang yesnd yexun enwiayeg x “aL upans IP AIH-GL Siuyaa eiay yodwoyey veynjusquieg Z°T rsuinold SUI ueBunuadey myfuewed uenwayed X X X X — ‘SOIVPANS ‘BL ypans epeday ISUIAGid 1p AIH-EL UENeIIGEM ISESIASOS T° (irik eee MH-@L ISVHOSVIOX N¥LYISIX 24 seyuld ‘Noud SOqUIG “saly wpans ‘ai veans venwayed XX XX ‘eceseeatia Ueymysede7 Ip AIH-GL SE1092I04 ISei/eISO§ ETT “Gee ; me) ee uenweved X X X x — ‘Uejeyezefsewed valiG Uueynysede| IP AIH-AL ISeuipi0oy Suneey) ZT"T uep jal "yn ‘SGONA “PONY “Hd OHA nuns ezdeu eun8ued eped jIH-@L uenwenad X ‘SIV aipans “ax upang ‘syayut 0 euesyereey ounjeg nyng ISeS2UL4 TTT ! “M8 ‘AONM ‘IH ‘OHM NAL uenwayed x ‘saiwupang eg (saul oy snsey veeuesyeleieuag ming ueunsnfuag Q1°T “WG ‘AOND ‘IHd ‘OHM SQl¥ Uep 1 WelBoud ejojaBued ymuN ‘NH-GL uevei8ay ueeuesyejad uawoleueW doysyom 6'T i ‘ i e i AIH-GL UawaleueW Lewopad ming isesijeuly g'T ‘TB-HIV 2011-2014 @enca 1a Aksi Nasional i g = 3 B

You might also like