Professional Documents
Culture Documents
OLEH:
ADITYA HARDIKA PUTRI
14/367432/PN/13844
Asisten :
Muhammad Masum
Ridho Nasih Adi K
Bintang Diniar Kurnia Alam
Annisa Fatma Juwita
Faishal Raptaotan M
\
PROGRAM STUDI
BUDIDAYA PERIKANAN
LABORATORIUM AKUAKULTUR
DEPARTEMENT PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akuakultur air payau adalah budidaya organisme aquatik dimana produk akhir dihasilkan
di lingkungan air payau; tahap awal siklus hidup spesies yang dibudidayakan bisa saja di
perairan tawar atau laut (Crespi dan Coche 2008). Potensi lahan di Indonesia yang digunakan
untuk pembudidayan di pantai atau disebut juga tambak adalah sebesar 913.000 ha. Jenis-
jenis komoditas budidaya di tambak masih didominasi oleh udang windu, sedangkan jenis
lain adalah udang lain (non windu) dan bandeng. Perkembangan luas areal pembudidayaan di
pantai (tarnbak) selama enam tahun (1994-2000) mengalami peningkatan ratarata 4,12%
yaitu dari 326.908 ha pada tahun 1994 menjadi 411.230 ha pada tahun 2000, sedangkan
produksinya mengalami peningkatan sebesar 4,06% pertahun yaitu 346,21 ribu ton pada
tahun 1994 menjadi430,45 ton pada tahun 2000 (Ditjen Perikanan Budidaya 2002).
Indonesia memiliki potensi besar untuk budidaya. Daerah yang potensial diperkirakan
untuk budidaya adalah 7.231.039 ha dengan potensi pada budidaya air payau (16,94 persen).
Budidaya ikan di kolam air payau, pertama kali dilakukan di pulau Jawa yang merupakan
tradisi kuno di Indonesia yang telah dipraktekkan secara subsisten selama lebih dari 400
tahun. Bandeng (Chanos chanos) dan mullet (Mugil spp.) adalah spesies yang dipelihara pada
waktu itu (Ablaza, 2003).Tahun 2003, komuditi utama yang di budidaya di perairan payau
adalah bandeng (Chanos chanos), mullet (Mugil spp.), udang windu, udang putih / vannamei
(Penaeus vannamei), dan Udang biru (Penaeus stylirostris) (Ablaza, 2003). Seiring dngan
perkembangan teknologi, selain komuditi komuditi diatas, terdapat komuditi komuditi
lain seperti ikan tawes, ikan sidat, ikan belanak, ikan nila, ikan mujair, kepiting air payau,
rajungan, Udang Api Api (Metapenaeus monoceros), Udang rostris (Litopenaeus
stylirostris), Udang rebon, Udang galah, dan rumput laut. Produsen utama untuk komuditi
komudiiti di atas adalah Sulawesi Selatan (19 persen), diikuti Jawa Timur (17 persen), Jawa
Barat (14 persen), Jawa Tengah (13 persen) dan Lampung (8 persen).
Potensi budidaya udang payau menurut Dahuri (2011) menyatakan potensi luas lahan
pesisir di seluruh wilayahnusantara yang cocok untuk usaha perikanan budidaya sekitar 1,2
juta ha. Jika itumampu diusahakan 300.000 ha (25 % total luas) untuk budidaya udang
vannamei dengan produktivitas 20 ton/ha/tahun (setengah dari rata-rata produktivitas
nasionalsaat ini), maka akan dihasilkan 6.000.0000 ton/tahun. Jika dikalkulasi, dengan
harga jual on-farm (di lokasi tambak) saat ini US$ 5/kg, maka akan diperoleh US$
30miliar/tahun. Dan, bila setengahnya saja kita ekspor, maka akan menghasilkan devisaUS$
15 miliar/tahun atau dua kali lipat dari total ekspor minyak sawit Indonesia saatini.
B. Tujuan
C. Manfaat
A. System budidaya
System budidaa yang diterapkan pada PT. Indokor yaitu system budidaya intensif.
B. Konstruksi tambak
Konstruksi tambak pada PT. Indokor dilakukan rekayasa konstruksi tambak dengan
mengelola tanah berpasir untuk menjadi petak tambak sehingga air tidak meresap ke dalam
pasir. Pembuatan konstruksi tambak yang dilakukan memperhatikan sifat korosif air laut,
sehingga teknik konstruksi tambak yang dilakukan di PT. Indokor yaitu menggunakan
konstruksi Biocrete. Konstruksi Biocrate adala konstruksi yang memadukan antara semen
dan bambu. Bambu digunakan sebagai kerangka yang kemudian ditimbun dengan semen
sehingga menjadi beton dan digunakan sebagai dinding tambak. Bagian dasar tambak dan
lapisan dinding tambak ditutup denagn plastik PE (Polyethilen) untuk mencega terjadi
peresapan air laut ke darat.
C. Persiapan tambak
Benur di PT. Indokor Bangun Desa didapat dari beberapa instansi penyedia benur yang
bekerja sama dengan PT. Ukuran benur yang biasa dipesan adalah benur yang telah mencapai
ukuran PL 9-10 dan benur terebut perlu diaklimatisasi dahulu selama 7-8 hari dalam bak
aklimatisasi. Selama proses aklimatisasi benur diberi pakan satu kali sehari untuk hari
pertama dan 3-5 kali sehari pada hari berikutnya. Pakan alami yang diberikan berupa
plankton Chaestosceros sp. Sedangkan pada pemeliharaannya dilakukan dengan melakukan
pengamatan secara periodik terhadap pertumbuhan udang, dengan cara melakukan sampling
menggunakan bantuan alat berupa anco dan dilakukan setelah udang dipelihara selama 30
hari. Sampling pertumbuhan udang bertujuan untuk mengetahui jumlah udang yang nantinya
digunakan untuk menduga populasi dan pakan yang akan diberikan pada tahap pemeliharaan
selanjutnya. Selain menggunakan anco, sampling pertumbuhan dapat pula dilakukan dengan
menggunakan jaring dengan ukuran mata jaring tertentu. Sampling dilakukan pada beberapa
titik tambak untuk mendapatkan data yang seakurat mungkin. Adapun langkah yang dapat
dilakukan untuk melakukan sampling adalah dengan menangkap udang pada beberapa titik.
Kemudian menghitung jumlah udang yang tertangkap damn menimbang berat total udang
yang tertangkap. Setelah itu udang dikembalikan ke tambak dan dilakukan perhitungan berat
rerata udang serta menduga populasi keseluruhan dari udang yang ada di tambak. SR yang
diperoleh mencapai 80-90 %.
E. Manajemen Kualitas Air
Manajemen kualitas air merupakan kunci pokok budidaya udang karena udang sangat
sensitif terhadap perubahan kualitas air. Manajemen kualitas air dilakukan dengan beberapa
hal, yaitu:
a. Penggunaan kincir
Kincir merupakan salah satu faktor produksi yang berperan dalam menjaga
kandungan oksigen dalam air tambak. Selain untuk menjaga ketersediaan oksigen juga untuk
mendifusikan amonia ke udara serta untuk melokalisir lumpur sehingga terkumpul di tengah
central drainage.
b. Central drainage dan penyiphonan
Central drainage sangat berguna dalam penyiponan. Lumpur dan limbah produksi
yang dihasilkan selama budidaya yang terkumpul disekitar central drainage kemudian
disiphon dengan selang siphon dan dibuang melalui central drainage.Usaha untuk mencegah
supaya udang tidak lepas ketika disiphon ataupun udang yang mati bisa terkumpul yaitu pada
pipa pembuangan di bak panen diberi jaring kondom dengan ukuran kecil.
Penyiphonan biasanya dilakukan beberapa jam setelah pemberian pakan.
c. Penggunaan probiotik.
Probiotik sangat membantu merombak bahan organik dan amonia yang terdapat
dalam air tambak. Selain itu, probiotik juga membantu dalam memanajemen plankton yang
ada. Probiotik yang digunakan dalam usaha budidaya yaitu Super PS dan Bio Bacter Type II.
Pemberian Super PS dilakukan pada awal budidaya sampai umur 2 bulan sebanyak 3 liter
setiap seminggu satu kali. Ketika umur udang lebih dari 2 bulan penggunaan Super PS
diganti dengan Bio Bacter Type II. Aplikasi pemberian probiotik dilakukan sesuai kebutuhan
tambak.
d. Pergantian air
Pergantian air dilakukan setiap hari supaya sisa bahan organik akibat pakan dapat
terbuang dan mencegah agar plankton yang terdapat dalam petak tambak tidak blooming.
Pergantian air juga dimaksudkan untuk menjaga kecerahan air. Pergantian air dilakukan
sebanyak 10 20 % dari volume air tambak.
e. Flushing
Flushing pada dasarnya juga merupakan pergantian air. Akan tetapi pergantian air
yang dimaksud adalah dengan cara membuang air dalam tambak diiringi dengan pengisisan
air ke dalam tambak sehingga air dalam ambak dalam kondisi mengalir dan tergantikan.
Flushing dilakukan pada kasus-kasus tertentu, misalnya jika terjadi kematian udang dan
diduga disebebkan oleh kualitas air yang buruk. Flushing akan mengurangikemungkinan
terjadinya tekanan secara fifiologis.
f. Pemupukan dan pengapuran.
Pemupukan dan pengapuran merupakan salah satu aplikasi budidaya yang sangat
berperan dalam manajemen kualitas air. Kapur dapat digunakan sebagai pengontrol pH air
dan juga sbagai nutrien bagi plankton. Kapur protech yang digunakan dalam pemeliharaan
selain sebagai pengontrol pH juga dapat berperan sebagai nutrien bakteri nirtobacter sehingga
bakteri tersebut dapat tumbuh dan merombak nitrit yang ada dalam air budidaya.Pupuk
digunakan sebagai nutrien plankton sehingga kebutuhan plankton akan unsur hara terpenuhi.
Adanya kontrol unsur hara tersebut diharapkan plankton
yang dapat tumbuh hanya jenis tertentu.
F. Manajemen Pakan
Pencegahan hama dan penyakit ikan sudah dilakukan mulai dari tahap persiapan tambak
contohnya seperti pengapuran dan lain lain. Manajemen kesehatan udang dititik beratkan
pada plankton yang terdapat di air budidaya. Pemeriksaan plankton dilakukan 2 minggu satu
kali dan pengambilan sampel plankton dilakukan pada pukul 10.00 WIB. Plankton yang
menyebabkan kerugian merupakan plankton dari jenis BGA dan Dinoflagella. Kontrol
plankton diakukan dengan pemupukan dan pemberian probiotik. Apabila terjadi blooming
plankton, selain melakukan pengenceran air/ganti air juga dengan pemberian saponin.
Pada tahap pemeliharaan, udang di tambak ini sedang mengalami permasalahan yaitu
penyakit white feses. Dalam upaya pencegahan penyakit pada udang dilakukan dengan
pemberian probiotik sedangkan upaya pengobatan yang dilakukan dengan cara pemberian
antibiotik yang berasal dari bahan herbal yaitu ekstrak bawang putih sebanyak 5 gr/kg pakan
dan akan dicampur dengan atraktan.
Pemanenan udang dilakukan setelah umur pemeliharaan udang 100 hingga 120 hari atau
sesuai dengan kebutuhan pembeli. Sebelum pemanenan dilakukan sampling. Sampling
ditujukan untuk melihat berat udang apakah sudah mencapai target berat atau belum. Satu
minggu sebelum pemanenan biasanya dilakukan pengapuran. Pengapuran bermaksud untuk
mencegah aktivitas moulting apabila udang belum moulting dan mempercepat moulting
apabila udang sedang moulting sehingga kualitas udang bagus dan udang lebih berat.
Pemanenan petak besar Growth Pound/GP (60 x 60 meter) membutuhkan waktu 4 jam
untuk tiap petak. Panen biasanya dilakukan pada pagi hari, yaitu pukul 07.00 WIB hingga
pukul 11.00 WIB. Tujuannya adalah menghindari fluktuasi suhu yang cukup tinggi jika
dilakukan di siang hari. Pemanenan dalam satu hari dapat dilakukan sebanyak 2 kali
pemanenan petak besar. Sebelum dilakukan pemanenan biasanya pada malam hari sudah
dilakukan pengurangan level air dengan membuka saluran central drainage sehingga ketika
akan panen air tambak sudah berkurang 60 %. Panen diawali dengan mempersiapkan jarring
penangkapan dan membuka central drainage. Setelah debit air mulai rendah maka udang
digiring kejaring untuk ditengkap. Dalam kegiatan pemanenan kincir harus tetap dinyalakan.
Tujuannya agar suplai DO tetap dalam kondisi normal. Setelah tertangkap di jarring maka
udang langsung dimasukkan kedalam drum yang berisi es. Perbandingan antara es dan udang
yaitu 1:1.Kemudian udang hasil panen disortasi pada divisi pasca panen. Hasil panen udang
vannamei tiap petak 7,1 ton.
Pasca panen merupakan tahap akhir dari kegiatan usaha pembesaran udang vannamei. Hasil
panen dari tambak pembesaran selanjutnya dibawa menuju bagian pasca panen untuk dicuci,
kemudian udang-udang yang telah bersih ditempatkan pada keranjang-keranjang dan siap
ditimbang beratnya. Penimbangan berat udang diawasi langsung oleh petugas dari pihak
perusahaan dan diperlihatkan kepada pembeli yang sudah datang ke lokasi. Udang yang
sudah ditimbang kemudian disortasi berdasarkan ukuran tertentu. Setelah semua telah
selesaiudang dipacking dalam wadah tong atau Sterofoam yang berisi es. Adapun
perbandingan antara es dengan udang yaitu 1:1. Namun jika perjalanan melebihi 3 hari maka
jumalah es diperbanyak
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Usaha budidaya yang dilakukan pada PT. Indokor Bangun Desa yaitu pada
lahan berpasir dapat dilakukan dengan tambak biocrete, yaitu dengan
konstruksi semen, pasir dan bambu.
Budidaya yang dilakukan di PT. Indokor Bangun Desa menggunakan sistem
budidaya intensif dengan kepadatan 125 ekor/m2 hingga 139 ekor/m2. Teknik
budidaya udang vannamei meliputi persiapan tambak, penyediaan dan
penebaran benur, manajemen pakan, manajemen kualitas air, manajemen hama
dan penyakit, manajemen pembesaran serta panen dan pasca panen
Permasalahan yang dihadapi PT. Indokor Bangun Desa kaitannya dengan
serangan hama dan penyakit belum ada. Namun penyediaan benih yang harus
membeli dari hatchery lain menyebabkan harus menyediakan waktu untuk
proses aklimatisasi yang cukup lama yaitu 5-7 hari. Karena apabila langsung
ditebar akan menyebabkan kematian. Selain itu, salinitas air yang dapat
diperoleh dari sumber air sekitar 15 ppt sehingga aklimatisasi berlangsung
cukup lama.
B. SARAN
Sebaiknya saat melakukan wawancara dari semua peserta kunjungan dibagi tiap
pemandu sehingga saat kunjungn lapangan secara langsung tidak desak desakan dan lebih
kondusif.
DAFTAR PUSTAKA
Ablaza, EC 2003. Profil dari Sektor Kelautan dan Perikanan Indonesia. Usulan Bantuan
Teknis untuk The Kelautan dan Perikanan Sektor Strategi Belajar, Indonesia. Sebuah
laporan yang disampaikan kepada Bank Pembangunan Asia. Manila, Filipina.
Desember 2003.
Crespi, V dan Coche, A. 2008. Glossary of Aquaculture. Food and Agriculture Organization.
Rome.
Dahuri R, Rais Y, Putra SG, Sitepu, M.J. 2001. Pengelolaan Sumber daya Wilayah Pesisir dan
Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Ditjen perikanan budidaya, 2002. Statistik perikanan budidaya Indonesia 2000. Jakarta.
Triyatmo, B. 2010. Teknik Budidyaa Udang dalam Tambak Biocrite (studi Lapangan Di
Tambak Udang Pantai Selatan Yogyakarta). Jurusan Perikanan Fakultas Petanian.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.