You are on page 1of 71

KAJIAN PROSES PENGERINGAN KEMOREAKSI JAHE

DENGAN KAPUR API (CaO)

SKRIPSI

OLEH:

BALMER SIALLAGAN
030305036/THP

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2009

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
KAJIAN PROSES PENGERINGAN KEMOREAKSI JAHE
DENGAN KAPUR API (CaO)

SKRIPSI

OLEH:

BALMER SIALLAGAN
030305036/THP

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana


di Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh
Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Elisa Julianti, MSi Prof. Dr. Ir. Zulkifli Lubis, M.App.Sc.
Ketua Anggota

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2009

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
ABSTRACT

A STUDY ON THE DRYING PROCESS OF GINGER USING


CHEMOREACTION BY QUICKLIME (CaO)

A research was conducted to know the effect of ginger thickness and


weight ratio of quicklime (CaO) and ginger on drying process of ginger using
chemoreaction. The research was performed using factorial completely
randomized design (CRD) with two factors i.e : ginger thickness (T) : (2, 4, 6,
and 8 mm) and weight ratio of quicklime (CaO) and ginger (K) : (2:1, 3:1, 4:1,
and 5:1). The parameters analysed were water content, volatile oil content, and
organoleptic value of colour.
The result indicated that ginger thickness had a highly significant different
effect on all parameters. The ratio of quicklime (CaO) and ginger had a highly
significant different effect on all parameters. The interaction of ginger thickness
and weight ratio of quicklime (CaO) and ginger had a highly significant different
effect on water content and organoleptic value of colour and insignificant effect
on volatile oil. The ginger of 6 mm thickness and weight ratio of quicklime (CaO)
and ginger 4:1, produced the best dried of ginger and more acceptable quality.

Keywords : Ginger, Drying, Chemoreaction, CaO.

ABSTRAK

KAJIAN PROSES PENGERINGAN KEMOREAKSI JAHE DENGAN


KAPUR API (CaO)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ketebalan jahe dan


perbandingan berat kapur api(CaO) dengan jahe terhadap proses pengeringan
kemoreaksi jahe. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap
(RAL) dengan dua faktor, yakni ketebalan jahe (T) : (2, 4, 6 dan 8 mm) dan
perbandingan berat kapur api(CaO) dengan jahe (K) : (2:1, 3:1, 4:1, dan 5:1).
Parameter yang dianalisa analisa adalah kadar air, kadar minyak atsiri, dan nilai
organoleptik warna.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan jahe berpengaruh berbeda
sangat nyata terhadap semua parameter. Perbandingan berat kapur api (CaO)
dengan jahe berpengaruh berbeda sangat nyata terhadap semua parameter.
Interaksi ketebalan jahe dan perbandingan berat kapur api (CaO) dengan jahe
berpengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air dan organoleptik warna dan
berpengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar minyak atsiri. Ketebalan jahe 6
mm dan perbandingan berat kapur api (CaO) dengan jahe 4:1 menghasilkan
pengeringan jahe terbaik dan lebih dapat diterima.

Kata Kunci : Jahe, Pengeringan, Kemoreaksi, CaO.

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
RINGKASAN

Balmer Siallagan Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe

dengan Kapur Api (CaO) dibimbing oleh Dr. Ir. Elisa Julianti, MSi selaku

ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Zulkifli Lubis, M.App.Sc selaku

anggota komisi pembimbing.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) faktorial dengan dua faktor, yaitu faktor Ketebalan Jahe (T) dan

Perbandingan Banyaknya Kapur Api (CaO) dengan Jahe (K). Ketebalan jahe (T)

terdiri dari 4 taraf, yaitu 2 mm, 4 mm, 6 mm, 8 mm. Perbandingan Banyaknya

Kapur Api (CaO) dengan Jahe (K) terdiri atas 4 taraf, yaitu 2:1, 3:1, 4:1, 5:1.

Hasil penelitian yang dianalisa secara statistik menghasilkan kesimpulan

sebagai berikut :

Kadar Air (%)

Ketebalan jahe memberi pengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap kadar

air jahe yang dihasilkan. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 (8 mm)

sebesar 17.75 % dan terendah pada perlakuan T1 (2 mm) sebesar 12.38 %.

Perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan jahe memberi pengaruh

sangat nyata (P<0.01) terhadap kadar air jahe yang dihasilkan. Kadar air tertinggi

diperoleh pada perlakuan K1 (2:1) sebesar 27.38 % dan terendah pada perlakuan

K4 (5:1) sebesar 3.63 %.

Interaksi ketebalan jahe dan perbandingan banyaknya kapur api (CaO)

dengan jahe berbeda nyata (P<0.01) terhadap kadar air jahe yang dihasilkan.

Kadar air tertinggi diperoleh pada interaksi ketebalan jahe 8 mm (T4) dan

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
perbandingan banyaknya kapur api (CaO) 2:1 (K1) sebesar 32.50 % dan terendah

diperoleh pada interaksi ketebalan jahe 2 mm (T1) dan perbandingan banyaknya

kapur api (CaO) 5:1 (K4) T1K4 sebesar 2.50 %.

Kadar Minyak Atsiri (%)

Ketebalan berbeda nyata (P<0.01) terhadap kadar minyak atsiri jahe yang

dihasilkan. Kadar minyak atsiri tertinggi diperoleh pada perlakuan T3 (6 mm)

sebesar 6.93 % dan terendah pada perlakuan T1 (2 mm) sebesar 4.44 %.

Perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan jahe berpengaruh

berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap kadar minyak atsiri jahe yang dihasilkan.

Kadar minyak atsiri tertinggi diperoleh pada perlakuan K2 (3:1) sebesar 6.82 %

dan terendah pada perlakuan K4 (5:1) sebesar 4.02 %.

Interaksi ketebalan jahe dan perbandingan banyaknya kapur api (CaO)

dengan jahe berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap kadar minyak atsiri jahe yang

dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan. Kadar minyak atsiri tertinggi

diperoleh pada interaksi ketebalan jahe 6 mm (T3) dan perbandingan banyaknya

kapur api (CaO) 3:1 (K2) sebesar 7.71 % dan terendah diperoleh pada interaksi

ketebalan jahe 2 mm (T1) dan perbandingan banyaknya kapur api (CaO) 5:1 (K4)

T1K4 sebesar 2.73 %.

Nilai Organoleptik Warna (Numerik)

Ketebalan berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap organoleptik warna

jahe yang dihasilkan. Nilai organoleptik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan

T3 (6 mm) sebesar 3.55 dan terendah pada perlakuan T1 (2 mm) sebesar 3.05.

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
Perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan jahe berbeda sangat

nyata (P<0.01) terhadap nilai organoleptik warna jahe yang dihasilkan. Nilai

organoleptik warna tertinggi diperoleh pada perlakuan K4 (5:1) sebesar 3.56 dan

terendah pada perlakuan K1 (2:1) sebesar 3.04.

Interaksi ketebalan jahe dan perbandingan banyaknya kapur api (CaO)

dengan jahe berbeda nyata (P<0.01) terhadap nilai organoleptik warna jahe yang

dihasilkan. Nilai organoleptik warna tertinggi diperoleh pada interaksi ketebalan

jahe 6 mm (T3) dan perbandingan banyaknya kapur api (CaO) 4:1 (K3) sebesar

3.80 dan terendah diperoleh pada interaksi ketebalan jahe 2 mm (T1) dan

perbandingan banyaknya kapur api (CaO) 2:1 (K1) T1K4 sebesar 2.75.

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
RIWAYAT HIDUP

BALMER SIALLAGAN, lahir pada tanggal 25 Juli 1985 di

Pematangsiantar. Putra dari pasangan L. Siallagan dan L. br Silitonga, anak ke 2

dari empat besaudara.

Penulis memasuki sekolah dasar (SD) Cinta Rakyat Pematangsiantar, pada

tahun 1991, kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Bintang Timur

Pematangsiantar pada tahun 1997. Pendidikan SMU ditempuh penulis di SMU

Budi Mulia Pematangsiantar pada tahun 2000 dan lulus pada tahun 2003.

Kemudian penulis mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan

diterima di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Departemen Teknologi

Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Penulis telah mengikuti praktek kerja lapangan di Pabrik Kacang Asin

Pak Tani di Tanjung Anom. Selama mengikuti kuliah, penulis aktif di

keanggotaan IMTHP (Ikatan Mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian) di

Departemen Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

kasih dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada

waktunya.

Skripsi ini berjudul Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe

dengan Kapur Api (CaO) disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana di Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda L. Siallagan dan

Ibunda L. br Silitonga tercinta, yang melimpahkan kasih sayang dan yang telah

memberi dukungan moril dan material kepada penulis. Terima kasih kepada kakak

dan adekku Marista br Siallagan, Marlina br Siallagan dan Marianti br Siallagan

yang telah memotivasi penulis. Terima kasih kepada Dr. Ir. Elisa Julianti, Msi

selaku ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Zulkifli Lubis, M.App.Sc

selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan bimbingan yang diberikan

kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada teman-teman

khususnya stambuk 2003 dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Februari 2009

Penulis

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
DAFTAR ISI

Hal
ABSTRACT ................................................................................................. i

RINGKASAN ............................................................................................. ii

RIWAYAT HIDUP .................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................ vi

DAFTAR ISI .............................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiv

PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
Latar Belakang .................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................ 4
Kegunaan Penelitian ............................................................................ 4
Hipotesa Penelitian .............................................................................. 4

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5


Tinjauan Umum Tanaman Jahe ........................................................... 5
Pengertian Kapur Api .......................................................................... 7
Komposisi Kapur Api .......................................................................... 8
Sifat Fisik dan Kimia Kapur Api ......................................................... 8
Potensi Adsorpsi Kapur Api ................................................................ 10
Kapur Api sebagai Sumber Panas ....................................................... 12
Proses Pengeringan ............................................................................. 13
Laju Pengeringan ................................................................................ 16

BAHAN DAN METODA PENELITIAN .................................................. 19


Bahan Penelitian ................................................................................. 19
Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................. 19
Alat Penelitian ..................................................................................... 19
Metoda Penelitian ................................................................................ 19
Model Rancangan ................................................................................ 20
Prosedur Penelitian............................................................................... 21
Pengamatan Dan Pengukuran Data ....................................................... 22
Penentuan Kadar Air ................................................................... 22
Penentuan Suhu ........................................................................... 23
Penentuan RH (Relative Humidity) .............................................. 23
Uji Organoleptik Warna .............................................................. 23

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
Penentuan Kadar Minyak Atsiri ................................................... 24
Skema Penelitian ................................................................................. 25

HASIL PEMBAHASAN ............................................................................ 26


Pengaruh Ketebalan Jahe terhadap Parameter yang Diamati ................ 26
Pengaruh Perbandingan Banyaknya Kapur Api (CaO) dengan Jahe
terhadap Parameter yang Diamati ......................................................... 26
Kadar Air ............................................................................................ 27
Pengaruh Ketebalan Jahe terhadap Kadar Air ................................ 27
Pengaruh Perbandingan Banyaknya Kapur Api (CaO) dengan
Jahe terhadap Kadar Air ............................................................... 28
Pengaruh Kombinasi Ketebalan Jahe dan Perbandingan Banyaknya
Kapur Api (CaO) dengan Jahe terhadap Kadar Air ........................ 30
Kadar Minyak Atsiri ............................................................................ 33
Pengaruh Ketebalan Jahe terhadap Kadar Minyak Atsiri ................ 33
Pengaruh Perbandingan Banyaknya Kapur Api (CaO) dengan
Jahe terhadap Kadar Minyak Atsiri ............................................... 34
Pengaruh Kombinasi Ketebalan Jahe dan Perbandingan Banyaknya
Kapur Api (CaO) dengan Jahe terhadap Kadar Minyak Atsiri ........ 36
Nilai Organoleptik Warna ................................................................... 36
Pengaruh Ketebalan Jahe terhadap Nilai Organoleptik Warna ......... 36
Pengaruh Perbandingan Banyaknya Kapur Api (CaO) dengan
Jahe terhadap Nilai Organoleptik Warna ........................................ 38
Pengaruh Kombinasi Ketebalan Jahe dan Perbandingan Banyaknya
Kapur Api (CaO) dengan Jahe terhadap Nilai Organoleptik Warna 40
Profil RH dan Suhu Selama Proses Pengeringan Kemoreaksi .............. 42
a. RH Selama Proses Pengeringan Kemoreaksi ............................. 42
b. Suhu Selama Proses Pengeringan Kemoreaksi ......................... 43

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 44


Kesimpulan ......................................................................................... 44
Saran ................................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 47

LAMPIRAN ............................................................................................... 50

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

1. Standar Mutu Simplisia Jahe .................................................................... 7

2. Komposisi Kimia Kapur Api dari Kajaj dan


Kamang Udik, Kabupaten, Pasaman,
Sumatera Barat dan dari Pabrik Kapur Djaya, Ciampea ............................ 8

3. Sifat Fisik dan Kimia Kalsium, Kapur Api,


Kapur Sirih dan Batu Kapur berdasarkan
Komponen Kimia Murninya ..................................................................... 9

4. Kelarutan CaO dan Ca(OH)2 di dalam Air ................................................ 9

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Produk


Selama Pengeringan ................................................................................ 14

6. Pengaruh Ketebalan Jahe terhadap Parameter yang Diamati. .................... 26

7. Pengaruh Perbandingan Banyaknya Kapur Api(CaO) dengan Jahe


terhadap Parameter yang Diamati ........................................................... 26

8. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Ketebalan Jahe (mm) terhadap


Kadar Air (%) ......................................................................................... 27

9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Banyaknya Kapur Api


Dengan Jahe Terhadap Kadar Air (%) ..................................................... 29

10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Ketebalan Jahe (mm) dan Perbandingan
banyaknya Kapur Api dengan jahe Terhadap Kadar Air (%) ................... 31

11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Ketebalan Jahe(mm) terhadap


Minyak Atsiri (%) ................................................................................. 33

12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Banyaknya Kapur


Api Dengan Jahe terhadap Minyak Atsiri (%) ........................................ 35

13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Ketebalan Jahe (mm) terhadap
Nilai Organoleptik Warna (Numerik) ..................................................... 36

14. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Banyaknya Kapur


Api Dengan Jahe Terhadap Nilai Organoleptik Warna (Numerik) .......... 38

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Ketebalan Jahe (mm) dan
Perbandingan Banyaknya Kapur Api dengan Jahe terhadap
Organoleptik Warna (Numerik) .................................................................. 40

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

1. Kurva Laju Pengeringan ..............................................................................18

2. Lemari Pengering Kemoreaksi ....................................................................22

3. Skema Penelitian .........................................................................................25

4. Grafik Hubungan Ketebalan Jahe dengan Kadar Air (%) ..............................28

5. Histogram Hubungan Perbandingan Banyaknya Kapur Api (CaO)


dengan Jahe terhadap Kadar Air (%) ...........................................................29

6. Histogram Hubungan Kombinasi Ketebalan Jahe dan Perbandingan


Banyaknya Kapur Api (CaO) dengan Jahe terhadap Kadar Air (%) ..............32

7. Grafik Hubungan Ketebalan Jahe dengan Minyak Atsiri (%) ........................34

8. Histogram Hubungan Perbandingan Banyaknya Kapur Api (CaO)


dengan Jahe terhadap Minyak Atsiri ............................................................35

9. Grafik Hubungan Ketebalan Jahe dengan Nilai Organoleptik


Warna (Numerik) .........................................................................................37

10. Histogram Hubungan Perbandingan Banyaknya Kapur Api (CaO)


dengan Jahe terhadap Nilai Organoleptik Warna (Numerik) ........................39

11. Histogram Hubungan Kombinasi Ketebalan Jahe dan Perbandingan


Banyaknya Kapur Api (CaO) dengan Jahe terhadap Nilai
Organoleptik Warna (Numerik) ..................................................................41

12. Grafik Profil RH Selama Proses Pengeringan Kemoreaksi yang


Diambil Pada Ketebalan 6 mm (T3) .............................................................42

13. Grafik Profil Suhu Selama Proses Pengeringan Kemoreaksi yang


Diambil Pada Ketebalan 6 mm (T3) .............................................................43

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal

1. Data Pengamatan Analisis Kadar Air (%) .....................................................50

2. Data Pengamatan Analisis Kadar Minyak Atsiri (%) ....................................51

3. Data Pengamatan Analisis Nilai Organoleptik Warna (Numerik) .................52

4. Data Pengamatan Analisis RH (%) dan Suhu (0C) ........................................53

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengeringan merupakan salah satu langkah terpenting dalam proses

pengolahan hasil pertanian. Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih

awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan

memperhemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga akan

berkurang dengan demikian biaya produksi juga lebih murah. Keuntungan lainnya

adalah mempertahankan daya fisiologis bahan, meningkatkan kualitas bahan dan

dapat melakukan pemanenan lebih awal (Taib et al., 1988).

Di Indonesia, hasil pertanian umumnya dikeringkan dengan cara

penjemuran di bawah sinar matahari. Pengeringan di industri umumnya dilakukan

dengan menggunakan alat-alat pengering buatan. Pengeringan dengan cara

penjemuran di bawah sinar matahari, meskipun tidak memerlukan biaya yang

banyak, tetapi sangat tergantung pada keadaan cuaca, sukar dikontrol,

memerlukan waktu yang lama dan produk yang dikeringkan mempunyai mutu

yang beragam serta dapat terkontaminasi mikroorganisme atau kotoran yang lain.

Keuntungan pengeringan dengan alat-alat mekanis adalah tidak tergantung cuaca,

kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan, tidak

membutuhkan tempat yang luas serta kondisi pengeringannya dapat dikontrol.

Tetapi pengeringan dengan menggunakan alat-alat mekanis membutuhkan biaya

yang tinggi dan energi untuk memanaskan bahan serta alat pengering dan

mengerakkan udara (Taib et al., 1988).

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
Proses pengeringan, baik secara alami maupun dengan menggunakan alat-

alat pengeringan, menggunakan energi panas untuk menguapkan air dari bahan

yang dikeringkan. Pada suhu pengeringan yang tinggi, maka laju penguapan air

dari bahan ke lingkungan berlangsung cepat sehingga proses pengeringan akan

menjadi cepat. Tetapi suhu pengeringan yang tinggi, dapat menyebabkan

kerusakan terutama pada bahan-bahan yang peka terhadap suhu tinggi.

Untuk mengatasi penurunan kualitas akibat proses pengeringan dengan

menggunakan suhu tinggi, maka telah dikembangkan metode pengeringan dengan

menggunakan suhu rendah (pengeringan dingin), yaitu proses pengeringan bahan

dengan menggunakan suhu ruang atau lebih rendah. Metode pengering dingin

yang telah diaplikasi adalah metode pengeringan beku (freeze drying) dan

pengeringan adsorpsi.

Metode pengeringan beku memerlukan biaya yang relatif mahal sehingga

hanya efesien jika digunakan untuk mengeringkan bahan-bahan seperti vaksin,

hormon, enzim, antibiotik atau bahan-bahan pangan bernilai ekonomis tinggi

lainnya (Winarno, 1993).

Pengeringan adsorpsi adalah proses pengeringan dengan menggunakan

bahan penyerap uap air atau adsorben. Cara pengeringan adsorpsi ini sudah

dilakukan dengan menggunakan adsorben berupa gel silika ataupun CaCl2 yang

umumnya digunakan untuk pengeringan sampel dalam kadar air bahan

Penggunaan adsorben ini secara komersial untuk usaha pengeringan masih belum

layak, karena harganya relatif mahal.

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
Kapur api (CaO) merupakan bahan yang mempunyai prospek untuk

dikembangkan sebagai bahan penyerap uap air dalam proses pengeringan karena

kemampuannya menyerap air dari lingkungannya (Hersasi, 1996).

Selain itu kapur api merupakan bahan yang murah dan mudah diperoleh di

Indonesia. Pada umumnya kapur api dijadikan sebagai bahan kapur (Ca(OH)2)

yang digunakan untuk berbagai kebutuhan bahan bangunan, industri cat, semen,

keramik, dan berbagai industri kimia lainnya. Selama proses pembuatan bahan

kapur, energi panas yang terkandung di dalam kapur biasanya terbuang, energi

panas ini dapat dimanfaatkan untuk proses pengeringan. Pada proses pengeringan

dengan menggunakan kapur api (CaO), suhu udara pengeringan hanya sedikit

diatas suhu kamar, sehingga kerusakan akibat pemanasan dapat dihindarkan

(Fuadi, 1999, Suzana, 2000).

Selama proses pengeringan dengan kapur api, maka uap air yang ada

dalam lingkungan pengering akan diserap oleh CaO yang terdapat dalam kapur

sehingga RH udara pengering menjadi rendah, dan ini mengakibatkan terjadinya

penguapan air bahan yang dikeringkan ke lingkungan udara pengering. Uap air

yang diserap oleh CaO ini akan bereaksi secara kimia dengan H2O dan

membentuk Ca(OH)2 serta melepaskan sejumlah energi panas. Hal ini berbeda

dengan pengeringan adsorpsi lain, seperti dengan gel silika yang memerlukan

tambahan energi panas untuk mempercepat pengeringan serta dapat dipakai ulang

untuk pengeringan dengan perlakuan regenerasi.

Pengeringan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan penurunan

kandungan minyak atsiri jahe serta mempengaruhi komposisi, bau dan rasa pada

jahe yang dikeringkan, maka diperlukan metode pengeringan dengan suhu rendah.

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
Salah satu metode pengeringan dengan suhu rendah adalah pengeringan

kemoreaksi dengan menggunakan kapur api.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari potensi kapur api sebagai

bahan penyerap uap air dalam proses pengeringan kemoreaksi pada jahe (Zingiber

officinale Roscoe).

Kegunaan Penelitian

- Sebagai sumber informasi untuk pengeringan kemoreaksi dengan

kapur api (CaO) pada pengeringan suhu rendah untuk mengeringkan

bahan jahe (Zingiber officinale Roscoe).

- Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Departemen

Teknologi Pertanian, Program Studi Teknologi Hasil Pertanian,

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hipotesa Penelitian

- Ada pengaruh ketebalan jahe terhadap mutu jahe kering.

- Ada pengaruh perbandingan banyaknya kapur api dengan jahe

terhadap mutu jahe kering.

- Ada pengaruh kombinasi antara ketebalan jahe dengan perbandingan

banyaknya kapur api dengan jahe terhadap mutu jahe kering.

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Tanaman Jahe

Klasifikasi ilmiah tanaman jahe :

Kerajaan : Tumbuhan

Filum : Spermatophyta

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Zingiberales

Familia : Zingibeaceae

Genus : Zingiber

Spesies : Zingiber officinale

Jahe (Zingiber officinale Roscoe) merupakan salah satu dari sejumlah

temuan dari family Zingiberaceae yang menempati posisi penting dalam

perekonomian masyarakat Indonesia, karena peranannya dalam berbagai aspek

kegunaan, perdagangan, kehidupan, adat kebiasaan, dan kepercayaan. Jahe juga

termasuk komoditas yang sudah ada sejak ribuan tahun dan digunakan sebagai

bagian dari ramuan rempah-rempah yang diperdagangkan secara luas didunia.

Penggunaan komoditas jahe terus berkembang, baik jumlah, jenis, kegunaan,

maupun nilai ekonominya (Kadin Indonesia, 2007).

Daerah asal jahe tidak diketahui dengan pasti, kemungkinan berasal dari

daerah tropis di Asia, seperti India atau Cina. Keberadaan jahe di Indonesia telah

diketahui sejak abad ke-13, dimana Marcopolo pada masa perjalanannya tahun

1271-1297 menemukan jahe tumbuh di Cina, Sumatera dan Malabar

(Purseglove et al., 1981).

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
Di Indonesia ada 3 (tiga) tipe utama jahe, yaitu jahe putih besar atau jahe

gajah atau jahe badak, jahe merah atau jahe sunti dan jahe putih kecil atau jahe

emprit. Ketiga jenis ini didasarkan pada bentuk, warna, aroma rimpang

(Rostiana et al., 1991).

Mutu jahe ditentukan oleh berbagai sifat seperti ukuran rimpang,

kesehatan rimpang, kebersihan rimpang dan kadar serta komposisi biokimia dari

rimpang. Hasil, komposisi kimia, aroma, flavor dan kepedasan jahe dipengaruhi

oleh varietas, keadaan geografis, umur saat panen, jenis pelarut dan metode

ekstraksi (Purseglove et al., 1981). Minyak atsiri jahe banyak digunakan dalam

industri makanan, minuman, farmasi, parfum dan lain-lain.

Jahe mengandung komponen kimia turunan fenol yang dapat bersifat

sebagai antioksidan, antara lain gingerol dan zingeberon. Senyawa-senyawa ini

mampu menginaktifkan atau menetralisir Reactive Oxygen Species, penyebab

stres oksidatif dalam tubuh, sehingga tidak sempat bereaksi dengan komponen-

komponen biologis baik seluler, subseluler, sel imun, molekuler maupun jaringan.

Jahe mampu meningkatkan aktivitas salah satu sel darah putih, yaitu sel

natural killer (NK) dalam melisis sel targetnya, yaitu sel tumor dan sel yang

terinfeksi virus (Zakaria et al., 1999). Hasil tersebut mendukung keyakinan

masyarakat bahwa jahe mempunyai kapasitas sebagai anti masuk angin, suatu

gejala menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah terserang virus misalnya

influenza. Peningkatan aktivitas sel NK membuat tubuh tahan terhadap serangan

virus karena sel ini secara khusus mampu menghancurkan sel yang terinfeksi oleh

virus.

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
Dari hasil penelitian diketahui bahwa komponen bioaktif jahe yaitu

oleoresin, gingerol dan shogaol dapat meningkatkan kadar glutation didalam

limfosit yang mengalami stres oksidatif. Glutation (-glutamil-sisteinil-glisin)

adalah komponen non protein yang terdapat dalam jaringan hewan dan sel-sel

eukariotik, dan berperan dalam fungsi-fungsi sel seperti sintesis DNA dan

protein, detoksifikasi komponen xenobiotik serta menjaga fungsi imun

(Tejasari dan Zakaria, 2006).

Proses pembuatan simplisia jahe meliputi tahap-tahap pencucian,

pengecilan ukuran dan pengeringan. Untuk mendapatkan simplisia dengan tekstur

yang menarik, sebelum diiris, jahe dapat diblansir (direbus) beberapa menit

sampai terjadi proses gelatinisas. Cara-cara pengeringan jahe adalah

menggunakan cahaya matahari langsung, alat pengering energi surya (secara tidak

langsung) dan alat pengering mekanis (oven) (Kadin Indonesia, 2007). Standar

mutu simplisia jahe dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar mutu simplisia jahe

No. Karakteristik Nilai


1. Kadar air, maksimum 12%
2. Kadar minyak atsiri, minimum 1.5%
3. Kadar abu, maksimum 8.0%
4. Berjamur/berserangga Tidak ada
5. Benda asing, maksimum 2.05%
(Kadin Indonesia, 2007).

Pengertian Kapur Api

Secara umum istilah kapur api terdiri atas batu kapur (limestone),

kapur api (quicklime) dan kapur sirih (hydrated lime). Batu kapur adalah batuan

sedimen yang terbentuk dari rombakan batu kapur yang lebih tua, endapan larutan

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
CaCO3 atau pelonggokan cangkang dan kerangka binatang

(Mackenzie and Sharp, 1970).

Kapur api adalah bahan yang berasal dari batu kapur dari proses yang

disebut kalsinasi. Sedangkan kapur sirih (Ca(OH)2) adalah bahan yang berbentuk

bubuk, berasal dari kapur api yang telah mengalami hidrasi yaitu bereaksi dengan

air dalam jumlah yang cukup untuk berikatan secara kimia (ASTM C51, 1975).

Komposisi Kapur Api

Komposisi kapur api sangat bervariasi tergantung dari sumber batu kapur

dan cara pembakarannya (Mackenzie and Sharp, 1980), seperti terlihat

pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi kimia kapur api dari Kajaj dan Kamang Udik, Kabupaten,
Pasaman, Sumatera Barat dan dari Pabrik Kapur Djaya, Ciampea.

Komposisi Kapur dari Kapur dari Kapur dari


Kajaj Kamang Udik Ciampea
(Pasaman)* (Pasaman)* (Bogor)**
CaO 93.6 94.2 96.8
SiO 1.3 1.0 0.26
MgO 1.3 0.64 2.20
Gabungan Oksida *** 0.78 1.09 0.66
Hilang pada saat pembakaran 4.0 3.8 3.46
*) Gaspary and Bucher, 1981
**) Sucofindo, 1991
***) Oksidasi yang terdiri dari Al2O3, Fe2O3, SO3, K2O, Na2O, TiO2, Mn2O5 dan P2O5.

Komponen utama dari kapur api adalah CaO dan bahan-bahan kimia

seperti oksida-oksida silika, besi, aluminium dan magnesium.

Sifat Fisik dan Kimia Kapur Api

Sifat-sifat fisik dan kimia kapur api (quicklime) dan kapur sirih

(hydrated lime) dapat dilihat pada Tabel 3.

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
Tabel 3. Sifat fisik dan kimia kalsium, kapur api, kapur sirih dan batu kapur
berdasarkan komponen kimia murninya.

Rumus Berat Titik Titik Densitas Bentuk


Produk
Kimia Molekul Leleh Didih (g/cm3) Kristal
Kapur api CaO 56.08 25700C 28500C 3.40 Kubus
Kapur sirih Ca(OH)2 74.08 - - 2.34 Heksagonal
Batu kapur CaCO3 100.09 - - - Rombohedral
Kalsium Ca 40.08 8100C 11700C 1.55 Kubus
(www. cheney lime. com, 2002)

Kapur api (CaO) hanya dapat larut di dalam air jika sudah berubah

menjadi Ca(OH)2. Kelarutan CaO dan Ca(OH)2 di dalam air pada berbagai suhu

dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kelarutan CaO dan Ca(OH)2 di dalam air.

Kelarutan (gram/100 gram bahan)


0
C CaO Ca(OH)2
0 0.140 0.185
25 0.120 0.159
50 0.097 0.128
75 0.075 0.098
100 0.054 0.071
(Kirk and Othmer, 1952).

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa kelarutan CaO dan Ca(OH)2 dalam air

akan semakin menurun dengan meningkatnya suhu. Faktor-faktor lain yang

mempengaruhi kelarutan CaO dan Ca(OH)2 di dalam air adalah ukuran partikel

serta sodium dan kalium hidroksida. Kelarutan kapur api di dalam air akan

menurun dengan adanya sodium hidroksida (NaOH) dan kalium hidroksida

(KOH). Magnesium, silika serta kalsium karbonat tidak mempengaruhi kelarutan

Cao dan Ca(OH)2 di dalam air tetapi mempengaruhi laju kelarutannya. Kelarutan

Ca(OH)2 yang masih baru (freshly slaked lime) dengan ukuran partikel yang lebih

kecil, 10% lebih besar dibandingkan Ca(OH)2 yang sudah lama (aged slaked lime)

(Kirk and Othmer, 1952).

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
Kekerasan kapur api bervariasi dari sangat lunak hingga keras tergantung

pada kemurnian batu kapurnya dan suhu kalsinasi. Jika batu kapur asalnya

mengandung kalsium yang tinggi dan suhu kalsinasinya juga tinggi, maka akan

dihasilkan batu kapur yang keras. Nilai kekerasan batu kapur api berkisar antara

2-4 skala Mohs sedangkan kapur sirih 2-3 skala Mosh (Kirk and Othmer, 1952).

Skala Mohs adalah skala yang digunakan untuk menentukan kekerasan

mineral dengan nilai antara 1-10. Nilai 1 merupakan mineral yang paling lunak

yaitu talk dan 10 untuk yang paling keras yaitu berlian. Kekerasan kapur api

berada diantara 2-4, yaitu antara gipsum dan florit, sedangkan kapur sirih 2-3,

yaitu antara gipsum dan kalsit (Fay, 1972).

Porositas kapur api merupakan sifat fisik yang penting, karena secara

langsung akan berpengaruh terhadap reaktivitas kimianya. Proses kalsinasi batu

kapur (CaCO3) akan menyebabkan hilangnya CO2 dan menghasilkan batu kapur

api (CaO) dengan porositas dan reaktivitas yang lebih tinggi dari pada CaCO3

(Chang and Tikkanen, 1988). Porositas total kapur api tergantung pada tingkatan

pembakarannya. Pada soft burnt lime, porositas totalnya adalah 46-55%

sedangkan pada medium burnt lime 34-46% dan pada hard burnt lime < 34%

(Gaspary and Bucher, 1981).

Potensi Adsorpsi Kapur Api

Kapur api merupakan bahan yang sangat reaktif dengan air dan

membentuk Ca(OH)2 dalam proses yang disebut hidrasi atau slaking. Jika

banyaknya air yang bereaksi sesuai dengan yang dibutuhkan oleh CaO untuk

membentuk Ca(OH)2 maka akan dihasilkan kapur sirih (hydrated lime) yang

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
berbentuk bubuk putih, tapi jika air yang bereaksi jumlahnya berlebihan maka

akan terbentuk susu kapur (milky lime).

Reaksi CaO dengan air dapat ditulis sebagai berikut (Chang and

Tikkanen, 1988) :

CaO (s) + H2O (l) Ca(OH)2 (s) H0 = -64.8 kJ

Dari reaksi diatas dapat dilihat bahwa secara teoritis air yang dapat serap oleh

CaO dalam pembentukan Ca(OH)2 adalah sebesar 8.02/56.08 atau 1/3 kali berat

CaO (BM CaO = 56.08, H2O = 18).

Sifat kapur api yang sangat reaktif dengan air dapat dimanfaatkan dalam

proses pengeringan. Jika bahan yang basah diletakkan dalam suatu ruangan

tertutup yang di dalamnya terdapat kapur api (CaO), maka akan terjadi proses

pengeringan dengan ruang tertutup sebagai ruang pengering. Proses pengeringan

itu berlangsung melalui berbagai proses, yaitu :

1) Uap air di dalam ruangan diserap dan bereaksi dengan CaO.

2) Reaksi itu melepaskan energi panas dan menurunkan RH ruang

pengering.

3) Energi panas diserap bahan untuk menguapkan kandungan air dari

bahan.

4) Uap air dari bahan mengalir ke ruang pengering untuk kemudian

diserap oleh CaO.

Demikian seterusnya hingga tercapai keseimbangan (Soekarto, 2000).

Suhu bahan selama proses pengeringan hampir konstan, karena energi

panas yang dikeluarkan oleh kapur api akan terus diserap oleh bahan dan segera

digunakan untuk penguapan air yang dikandung bahan, hasil akhir dari proses ini

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
berupa produk kering dan bahan kapur (Ca(OH)2) yang juga merupakan bahan

yang bermanfaat (Soekarto, 2000).

Kapur Api sebagai Sumber Panas

Berdasarkan persamaan reaksi antara CaO dengan H2O, dapat dilihat

bahwa reaksi antara CaO dan air merupakan reaksi eksoterm. Magnesium oksida

(MgO) yang terdapat pada kapur api, juga dapat berekasi dengan air, tetapi pada

tekanan atmosfir laju reaksinya lebih kecil dibanding laju reaksi CaO dengan air.

Pada suhu 250C, panas yang dilepaskan pada reaksi antara CaO dan MgO

dengan air berturut-turut adalah 15.300 dan 8.000-10.000 kalori/gram-mol

(Kirk and Othmer, 1952).

Energi panas yang dikeluarkan dari reaksi antara kapur api dan air ini

dapat digunakan untuk menguapkan air dari bahan dalam proses pengeringan

adsorpsi, karena reaksi penguapan air ini merupakan reaksi endotermis

(Brandy, 1999) dan dapat ditulis sebagai berikut :

H2O (l) H2O (g) H0 = +44 kJ

Berdasarkan persamaan reaksi diatas, diketahui bahwa untuk menguapkan satu

mol air dibutuhkan energi 44 kJ, sedangkan perubahan satu mol CaO menjadi satu

mol Ca(OH)2 melepaskan energi 64.8 kJ. Energi panas yang dilepaskan pada

reaksi pembentukan Ca(OH)2 ini dapat dimanfaatkan untuk menguapkan air yang

terdapat di dalam bahan yang dikeringkan.

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
Proses Pengeringan

Proses pengeringan hasil pertanian adalah suatu proses pengeluaran atau

menghilangkan sebagian air dari suatu bahan sampai kadar air keseimbangan

dengan udara lingkungan atau sampai kadar air tertentu dimana jamur, enzim dan

serangga yang bersifat merusak tidak dapat lagi aktif (Hall, 1957).

Dasar pengeringan adalah terjadinya penguapan air dari bahan ke udara

karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan.

Dalam hal ini udara mengandung uap air atau kelembaban nisbi yang lebih rendah

sehingga terjadi penguapan (Taib et al., 1988).

Pengeringan menyangkut perpindahan massa (uap) dari bahan dan energi

panas ke bahan secara simultan. Proses pindah panas yang terjadi dari lingkungan

sekitar bahan akan menguapkan air dipermukaan bahan. Air dapat di pindahkan

ke permukaan produk dan kemudian diuapkan, atau secara internal pada sebuah

interfasa uap dan cair, kemudian dibawa sebagai uap ke permukaan

(Okos et al., 1992).

Proses pindah panas pada pengeringan tergantung pada suhu, kelembaban

udara, laju aliran udara, permukaan bahan yang langsung berhubungan dengan

udara serta tekanan. Laju perpindahan uap air dari bahan ke udara tergantung pada

sifat fisik bahan yang terdiri dari suhu, komposisi dan kadar air awal. Alat-alat

pengering biasanya menggunakan proses konduksi, konveksi ataupun radiasi pada

proses pindah panas dari sumber panas ke bahan yang dikeringkan

(Okos et al., 1992).

Barbosa-Canovas and Vega-Mercoda (1996) menyebutkan enam

mekanisme fisik untuk penjelasan gerakan air di dalam bahan, yaitu 1) gerakan

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
cairan karena gaya permukaan (aliran kapiler), 2) difusi cairan karena adanya

perbedaan konsentrasi, 3) difusi permukaan, 4) difusi uap air di dalam pori-pori

yang berisi udara, 5) aliran karena adanya perbedaan tekanan dan 6) aliran karena

terjadinya penguapan dan kondensasi.

Pada proses pengeringan, udara pengering sangat berpengaruh terutama

suhu, kelembaban relatif dan kecepatan aliran udara. Semakin besar suhu udara

pengering, maka perbedaan suhu bahan dan suhu udara pengering akan semakin

besar, dan ini merupakan faktor pendorong pindah panas dari udara pengering ke

bahan. Oleh karena itu penggunaan suhu udara pengering yang semakin tinggi

akan mempercepat laju pindah panas (Brooker et al., 1981).

Proses pengeringan dapat mempengaruhi mutu produk yang dikeringkan.

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa pengeringan dapat merubah sifat-sifat kimiawi,

fisik maupun nilai gizi dari bahan yang dikeringkan.

Tabel 5. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu produk selama pengeringan

Kimiawi Fisik Nilai gizi


Reaksi pencoklatan Rehidrasi Kehilangan vitamin
Oksidasi lemak Kelarutan Kerusakan protein
Kehilangan warna Tekstur Kerusakan mikrobiologis
Kehilangan aroma
(Okos et al., 1992).

Pengaruh proses pengeringan terhadap mutu produk kering terutama oleh

penggunaan suhu yang tinggi dan nilai aktivitas air (aw) dari produk yang

dikeringkan.

Suhu dan RH udara pengering juga dapat mempengaruhi laju dan periode

pengeringan. Semakin tinggi suhu pengeringan pada RH yang konstan, maka

waktu pengeringan akan semakin pendek, dan dengan semakin tinggi RH pada

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
suhu udara yang konstan maka waktu pengeringan akan semakin panjang

(Sigge et al., 1998).

Pengeringan absorpsi adalah proses pengeringan di mana air dalam bahan

diserap oleh suatu material penghisap yang disebut adsorben yang bersifat sangat

higroskopis. Mekanisme yang terjadi adalah proses penarikan air oleh adsorben

dari dalam bahan pangan dengan prinsip penyerapan uap air dari bahan tersebut.

Air yang terhisap adsorben tidak hanya pada bagian permukaan adsorben tersebut,

tetapi terdistribusi secara merata keseluruh bagian adsorben (Hall, 1957).

Pengeringan kemoreaksi adalah pengeringan yang juga menggunakan

bahan penyerap uap air (adsorben) tetapi melalui mekanisme reaksi kimia antara

uap air dari bahan yang dikeringkan dengan adsorben yang disebabkan karena

reaksitivitas adsorben yang tinggi terhadap air. Kapur api merupakan bahan

penyerap uap air yang mengandung CaO sebagai bahan aktif. CaO akan bereaksi

secara kimia dengan uap air yang terdapat di dalam bahan yang dikeringkan

sehingga kadar air bahan akan berkurang (Julianti, 2003)

Jika kapur api diletakkan pada ruangan tertutup, maka akan terjadi

penurunan kandungan uap air di dalam ruangan tersebut. Selain itu, pada awal

proses juga akan terjadi peningkatan suhu, karena pada awal proses pengeringan

kandungan CaO masih cukup banyak untuk bereaksi dengan air dan menimbulkan

energi panas. Kecepatan penurunan kandungan uap air di dalam ruangan tertutup

ini dipengaruhi oleh luas permukaan yang langsung bersinggungan dengan udara,

di mana semakin besar luas permukaan maka penyerapan uap air di udara oleh

CaO berlangsung lebih banyak sehingga lebih cepat terjadi penurunan kandungan

uap air di udara (Fuadi, 1999).

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
Menurut Soekarto (1981), pengeringan kemoreaksi dengan kapur api

memiliki beberapa keunggulan, yaitu :

1. Kapur api mudah didapatkan dan harganya mudah.

2. Daya pengeringannya kuat.

3. Cocok untuk pengeringan bahan yang peka terhadap suhu tinggi.

4. Dapat mencegah kehilangan zat volatil selama pengeringan.

5. Tidak memerlukan bahan bakar yang dapat mencemari lingkungan.

6. Hasil sampingnya berupa bahan kapur (Ca(OH)2) yang banyak

manfaatnya.

7. Laju pengeringannya dapat dikendalikan.

Laju Pengeringan

Laju pengeringan dalam proses pengeringan suatu bahan mempunyai arti

penting, dimana laju pengeringan akan menggambarkan bagaimana kecepatan

pengeringan itu berlangsung. Laju pengeringan dinyatakan dengan berat air yang

diuapkan per satuan berat kering per jam (Muljohardjo,1987).

Mekanisme pengeringan sering diterangkan melalui teori tekanan uap. Air

yang dapat diuapkan dari bahan yang akan dikeringkan terdiri dari air bebas dan

air terikat. Air bebas berada di permukaan dan yang pertama kali mengalami

penguapan. Laju penguapan air bebas sebanding dengan perbedaan tekanan uap

pada permukaan air terhadap uap air pengering (Henderson and Pabis, 1961).

Setelah air permukaan habis, maka selanjutnya difusi air dan uap air dari

bagian dalam bahan terjadi karena perbedaan konsentrasi atau tekanan uap antara

bagian dalam dan bagian luar bahan (Henderson and Perry, 1976). Laju

pengeringan pada periode ini sebanding dengan perbedaan tekanan uap antara

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
bagian dalam dan luar biji. Pada laju pengeringan konstan, perbedaan tekanan

uapnya juga konstan, tetapi dengan adanya penguapan maka tekanan uap didalam

bahan semakin rendah, oleh karena itu laju pengeringannya semakin menurun.

Periode ini disebut dengan laju pengeringan menurun.

Kurva laju pengeringan dapat dilihat pada Gambar 1. Periode antara A

(atau A) dan B biasanya singkat dan sering diabaikan dalam analisa waktu

pengeringan. Periode B-C disebut juga laju pengeringan konstan yang mewakili

proses pengeluaran air tidak terikat dari produk yaitu air yang terdapat di

permukaan produk dengan nilai aw mendekati 1 (Geankoplis, 1983).

Laju pengeringan konstan terjadi pada awal proses pengeringan yang

kemudian diikuti oleh laju pengeringan menurun (titik C), kedua periode laju

pengering ini dibatasi oleh kadar air kritis (Mc). Periode laju pengeringan

menurun dibagi atas dua subperiode yaitu : 1) laju pengeringan menurun I, yang

terjadi jika air di permukaan produk sudah habis dan permukaan mulai mengering,

2) laju pengeringan II, dimulai dari titik D ketika permukaan sudah kering

sempurna (Geankoplis, 1983).

Waktu yang dibutuhkan oleh bahan untuk melewati keempat periode

pengeringan ini berbeda-beda tergantung dari kadar air awal bahan dan kondisi

pengeringan. Jika panas diberikan dengan laju yang tinggi, maka laju pengeringan

konstan akan lebih pendek, tetapi jika rendah maka periode penyesuaian awal

hingga tercapainya kadar air kritis akan lebih panjang dan periode laju

pengeringan konstan sangat pendek sehingga dapat diabaikan (Okos et al., 1992).

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
Laju Pengeringan Laju Pengeringan Laju Pengeringan
(kg air/jam m2) Menurun konstan

C B A

A
D

Mc

Kadar air

Gambar 1. Kurva laju pengeringan (Geankoplis, 1983).

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
BAHAN DAN METODA

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jahe merah dan kapur

api (CaO). Jahe merah diperoleh di pasar sore daerah Padang Bulan dan Kapur api

(CaO) diperoleh dari Pabrik Kapur di daerah Tanjung Anom.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan April-Juni 2008 di Laboratorium Analisa

Kimia Bahan Pangan Departemen Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara.

Alat Penelitian

Lemari Pengering, Oven, Desikator, Thermohigrometer, Thermometer Air

Raksa, Timbangan, Pisau stainless steel, Kertas saring, Talenan, Label,

Timbangan, Penggaris

Metode Penelitian (Bangun, 1991)

Penelitian ini menggunakan Metoda Rancang Acak Lengkap (RAL).

Faktorial yang terdiri dari 2 faktor, yaitu:

Faktor I : Ketebalan Jahe (T)

T1 = 2 mm

T2 = 4 mm

T3 = 6 mm

T4 = 8 mm

Balmer Siallagan : Kajian Proses Pengeringan Kemoreaksi Jahe Dengan Kapur Api (CaO), 2009.
USU Repository 2009
Faktor II : Perbandingan Banyaknya Kapur Api dengan Jahe (K)

K1 = 2 : 1

K2 = 3:1

K3 = 4:1

K4 = 5:1

Banyaknya kombinasi perlakuan (tc) adalah 4 x 4 = 16, maka jumlah ulangan (n)

adalah sebagai berikut :

tc ( n 1 ) 15

16 ( n 1 ) 15

16n 16 15

16n 31

n 1, 93 dibulatkan menjadi n = 2

Maka untuk ketelitian, dilakukan ulangan sebanyak 2 (dua) kali.

Model Rancangan (Bangun, 1991)

Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL)

Faktorial dengan model :

ijk = + i + j + ()ij + ijk

Dimana :

ijk : Hasil Pengamatan dari Faktor T dari taraf ke-I dan Faktor T

pada taraf kej dengan ulangan k

: Efek nilai tengah

i : Efek dari Faktor T pada taraf keI

j : Efek dari Faktor K pada Taraf kej


()ij : Efek interaksi faktor T pada taraf keI dan faktor K pada

taraf kej

ijk : Efek galat dari faktor T pada taraf keI dan faktor K pada

taraf kej dalam ulangan k.

Prosedur Penelitian

Penyediaan Bahan

Adapun jahe yang digunakan adalah jahe merah, dipilih dengan benar-benar

baik dan segar dan kemudian dicuci.

Pengirisan

Jahe diiris dengan ketebalan 2 mm, 4 mm, 6 mm, dan 8 mm.

Pemblansiran

Pemblansiran (perebusan) adalah suatu proses pemanasan yang diberikan

kepada bahan mentah selama 5 menit pada suhu 550C yang bertujuan untuk

memperbaiki kualitas produk yang diolah.

Penyediaan Tempat Pengeringan Kemoreaksi

Alat pengeringan yang digunakan dalam pengeringan kemoreaksi adalah alat

yang berukuran 50 cm x 50 cm x 60 cm. Lemari pengering terlebih dahulu

diisi dengan kapur api sebanyak 1 kg selama 12 jam agar RH di dalam lemari

pengering menjadi rendah dan stabil, kemudian kapur api dikeluarkan. Setelah

itu dimasukkan kapur api di rak bawah dan jahe yang akan dikeringkan di rak

atas.
Dinding Kayu

50 cm

60 cm

50 cm

Rak Bahan

Pintu Lapisan

Rak Kapur Api

Pintu Fiber Glass

Gambar 2. Lemari Pengering Kemoreaksi (Julianti, 2003)

Pengamatan dan Pengukuran Data

Kadar Air (%) (Dengan Metode Oven) (AOAC, 1984)

Ditimbang 5 gr jahe kedalam alumunium foil yang telah diketahui berat

kosongnya. Kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 0C selama 4 jam

lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang. Selanjutnya

dipanaskan lagi dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan dalam desikator

dan ditimbang. Perlakukan ini diulang sampai diperoleh berat yang konstan.

Berat Awal Berat Akhir


Kadar Air = 100%
Berat Awal
Penentuan Suhu

Kapur api dalam bentuk bongkahan (berukuran tidak seragam) diletakkan

pada rak yang terdapat dalam lemari pengering, kemudian dilakukan pengamatan

terhadap suhu ruang pengering, suhu kapur serta perubahan berat kapur api dalam

selang waktu tertentu dengan menggunakan alat thermometer.

Penentuan RH (Relative Humidity)

Sebelum kapur api dan jahe dimasukkan kedalam lemari pengering,

dilakukan penurunan dan penstabilan RH penyimpanan dengan meletakkan

sebanyak 1 kg kapur api (CaO) dalam lemari penyimpanan selama 1 hari.

Pengukuran RH dilakukan dengan menggunakan alat higrometer.

Kadar Minyak Atsiri (Harris, 1987)

Giling jahe kering sebanyak 10 gr, kemudian masukkan ke dalam thimble

dan tutup thimble dengan kapas. Tempatkan thimble ke dalam alat ekstraksi.

Timbang erlemeyer yang berisi 1 butir batu apung yang sebelumnya sudah

dikeringkan pada suhu mendekati 1000C dan didinginkan ke dalam desikator

selama 15 menit, kemudian masukkan pelarut heksan ke dalam erlemeyer yang

berisi batu apung. Pasanglah labu ke alat ekstraksi di atas alat pemanas sehingga

kecepatan ekstraksi sekurang-kurangnya 3 tetes setiap detik (pendidihan

berlangsung secukupnya tetapi tidak keras). Sesudah ekstraksi berlangsung selama

4 jam, biarkanlah menjadi dingin kembali. Keluarkan erlemeyer yang berisi batu

apung dan masukkan ke dalam oven dengan suhu mendekati 1000C selama 1 jam

kemudian dinginkan ke dalam desikator selama 15 menit. Kemudian timbang

erlemeyer yang berisi batu apung.


Kadar Minyak Atsiri = Berat Akhir Erlemeyer Berat Awal Erlemeyer x 100%
Berat Jahe

Nilai Organoleptik Warna (Soekarto, 1981)

Nilai organoleptik dilakukan dengan cara uji hedonik (kesukaan) terhadap

warna dari jahe. Jahe sebanyak 2 gr ditempatkan cawan petridish dan disajikan

pada 10 panelis.

Adapun skala hedonik yang digunakan sebagai berikut :

Skala hedonik Skala numerik


Amat suka 4
Suka 3
Agak suka 2
Tidak suka 1
Jahe Merah

Pengirisan

Ketebalan Jahe dengan


ukuran : Pemblansiran
T1 = 2 mm
T2 = 4 mm
T3 = 6 mm
T4 = 8 mm Perbandingan Banyaknya
Kapur api dengan Jahe :
K1 = 2 : 1
K2 = 3 : 1
K3 = 4 : 1
K4 = 5 : 1
Pengeringan
dengan kapur api

Analisa

- Kadar Air
- Penentuan
Suhu
- Penentuan RH
- Kadar Minyak
Atsiri
- Nilai
Organoleptik
Warna

Gambar 3. Skema Penelitian


HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketebalan jahe berpengaruh terhadap kadar air (%), nilai organoleptik

warna (numerik), dan kadar minyak atsiri (%) dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh Ketebalan Jahe terhadap Parameter yang Diamati


Ketebalan Organoleptik
Kadar Air Kadar Minyak
Jahe Warna
(%) Atsiri (%)
(T) (Numerik)
T1 (2 mm) 12.38 4.44 3.05
T2 (4 mm) 14.25 6.30 3.20
T3 (6 mm) 16.00 6.93 3.55
T4 (8 mm) 17.75 5.94 3.50

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa semakin tebal jahe maka kadar airnya

semakin tinggi. Nilai organoleptik warna (numerik) dan kadar minyak atsiri (%)

tertinggi terdapat pada perlakuan 6 mm (T3) dan terendah pada 2 mm (T1).

Perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan jahe berpengaruh

terhadap kadar air (%), nilai organoleptik warna (numerik), dan kadar minyak

atsiri (%) dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh Perbandingan Banyaknya Kapur Api(CaO) dengan Jahe


terhadap Parameter yang Diamati
Perbandingan banyaknya
Kadar Organoleptik
Kapur Api (CaO) dengan Kadar Minyak
Air Warna
jahe Atsiri (%)
(%) (Numerik)
(T)
K1 (2 : 1) 27.38 6.68 3.04
K2 (3 : 1) 23.13 6.82 3.23
K3 (4 : 1) 6.25 6.09 3.48
K4 (5 : 1) 3.63 4.02 3.56

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa semakin tinggi perbandingan banyaknya

kapur api (CaO) dengan jahe maka kadar airnya (%) semakin rendah. Sedangkan

nilai organoleptik warna (numerik) semakin meningkat. Kadar minyak atsiri (%)

tertinggi terdapat pada 3 : 1 (K2) dan terendah pada 5 : 1 (K4).


Hasil analisis statistik terhadap masing-masing parameter yang diamati

dari setiap perlakuan dapat dilihat dari uraian berikut.

Kadar Air (%)

Pengaruh Ketebalan Jahe terhadap Kadar Air (%)

Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 1, dapat dilihat bahwa

ketebalan jahe berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap kadar air. Hasil

pengujian beda rataan perlakuan dengan metode LSR pengaruh ketebalan jahe

terhadap kadar air dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Ketebalan Jahe (mm) terhadap
Kadar Air (%)
LSR Ketebalan Jahe Notasi
Jarak Rataan
0.05 0.01 (mm) 0.05 0.01
- - - T1 = 2 12.38 d C
2 1.339 1.843 T2 = 4 14.25 c B
3 1.406 1.937 T3 = 6 16.00 b AB
4 1.442 1.986 T4 = 8 17.75 a A
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan
berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata

terhadap T2, T3, T4. Perlakuan T2 berbeda sangat nyata terhadap T4 dan berbeda

tidak nyata terhadap T3. Perlakuan T3 berbeda tidak nyata terhadap T4. Kadar air

tertinggi diperoleh pada perlakuan T4 (8 mm) sebesar 17.75 % dan terendah pada

perlakuan T1 (2 mm) sebesar 12.38 %.

Hubungan antara ketebalan jahe terhadap kadar air dapat dilihat pada

Gambar 4.
18.00

Kadar Air (%) 16.00

= 0.8938x + 10.625
14.00
r = 0.9997

12.00

0 2 4 6 8

Ketebalan Jahe (mm)

Gambar 4. Grafik Hubungan Ketebalan Jahe dengan Kadar Air (%)

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada

perlakuan T4 (8 mm) sebesar 17.75 % dan terendah pada T1 (2 mm) sebesar

12.38 %. Hal ini menunjukkan bahwa ketebalan bahan dapat mempengaruhi kadar

air yang terdapat pada bahan itu sendiri. Kecepatan penurunan kandungan uap air

di dalam ruangan tertutup dipengaruhi oleh luas permukaan bahan, jenis bahan

dan ketebalan bahan yang langsung bersinggungan dengan udara, dimana semakin

besar ketebalan bahan maka penyerapan uap air di udara oleh CaO berlangsung

lebih sedikit sehingga penurunan kandungan uap air di udara semakin rendah

(Fuadi, 1999).

Pengaruh Perbandingan Banyaknya Kapur Api (CaO) dengan Jahe


terhadap Kadar Air (%)

Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 1, dapat dilihat bahwa

perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan jahe berpengaruh sangat nyata

(P<0.01) terhadap kadar air.


Hasil pengujian beda rataan pelakuan dengan metode LSR pengaruh

perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan jahe terhadap kadar air dapat

dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Banyaknya Kapur Api
Dengan Jahe terhadap Kadar Air (%)
LSR Perbandingan Banyaknya Notasi
Jarak Rataan
0.05 0.01 Kapur Api Dengan Jahe 0.05 0.01
- - - K1 = 2:1 27.38 a A
2 1.339 1.843 K2 = 3:1 23.13 b B
3 1.406 1.937 K3 = 4:1 6.25 c C
4 1.442 1.986 K4 = 5:1 3.63 d D
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan
berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda sangat nyata

terhadap K2, K3, K4. Perlakuan K2 berbeda sangat nyata terhadap K3 dan K4.

Perlakuan K3 berbeda sangat nyata terhadap K4. Kadar air tertinggi diperoleh pada

perlakuan K1 (2:1) sebesar 27.38 % dan terendah pada perlakuan K4 (5:1)

sebesar 3.63 %.

Hubungan antara perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan jahe

terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 5.

30.00

25.00
Kadar Air (%)

20.00

15.00

10.00

5.00

0.00
2:1 3:1 4:1 5:1
Perbandingan Banyaknya Kapur Dengan Jahe

Gambar 5. Histogram Hubungan Perbandingan Banyaknya Kapur Api


(CaO) dengan Jahe terhadap Kadar Air (%)
Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa kadar air jahe tertinggi diperoleh pada

perlakuan K1 (2:1) sebesar 27.38 % dan terendah pada perlakuan K4 (5:1)

sebesar 3.63 %. Hal ini disebabkan karena kapur api (CaO) bereaksi secara kimia

dengan uap air yang terdapat di dalam bahan yang dikeringkan sehingga kadar air

bahan akan berkurang. Reaksi penguapan air ini merupakan reaksi

endotermis (Brandy, 1999) dan dapat ditulis sebagai berikut :

H2O (l) H2O (g) H0 = +44 kJ

Berdasarkan persamaan reaksi diatas, diketahui bahwa untuk menguapkan satu

mol air dibutuhkan energi 44 kJ, sedangkan perubahan satu mol CaO menjadi satu

mol Ca(OH)2 melepaskan energi 64.8 kJ. Energi panas yang dilepaskan pada

reaksi pembentukan Ca(OH)2 ini dapat dimanfaatkan untuk menguapkan air yang

terdapat di dalam bahan yang dikeringkan, sehingga semakin tinggi perbandingan

banyaknya kapur dengan jahe maka kadar air yang terdapat pada jahe akan

semakin rendah.

Pengaruh Kombinasi Ketebalan Jahe dan Perbandingan Banyaknya Kapur


Api (CaO) dengan Jahe terhadap Kadar Air (%)

Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 1, dapat dilihat bahwa

kombinasi ketebalan jahe dan perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan

jahe berpengaruh nyata (P>0.01) terhadap kadar air jahe.

Hasil pengujian beda rataan perlakuan dengan metode LSR pengaruh

kombinasi ketebalan jahe dan perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan

jahe terhadap kadar air dapat dilihat pada Tabel 10.


Tabel 10. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Ketebalan Jahe (mm) dan Perbandingan
Banyaknya Kapur Api dengan Jahe terhadap Kadar Air (%)
LSR Perlakuan Notasi
Jarak Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - T1K1 23.00 cd CDE
2 2.678 3.687 T1K2 19.00 e DE
3 2.812 3.874 T1K3 5.00 fgh EF
4 2.883 3.972 T1K4 2.50 gh F
5 2.946 4.053 T2K1 6.65 fg EF
6 2.982 4.106 T2K2 22.50 cd CDE
7 3.008 4.169 T2K3 5.50 fgh EF
8 3.026 4.213 T2K4 3.50 gh EF
9 3.044 4.249 T3K1 28.50 b B
10 3.062 4.276 T3K2 24.50 cd CD
11 3.062 4.303 T3K3 7.00 fg E
12 3.071 4.321 T3K4 4.00 gh EF
13 3.071 4.338 T4K1 32.50 a A
14 3.080 4.356 T4K2 26.50 bc BC
15 3.080 4.374 T4K3 7.50 f E
16 3.089 4.383 T4K4 4.50 fgh EF
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan
berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada

kombinasi perlakuan T4K1 sebesar 32.50 % dan terendah diperoleh pada perlakuan

T1K4 sebesar 2.50 %.

Kombinasi ketebalan jahe dan perbandingan banyaknya kapur api (CaO)

dengan jahe terhadap kadar air dapat dilihat pada Gambar 6.


T1 2 T2 4 T3 6 T4 8
35.00

30.00
Kadar air (%)
25.00

20.00

15.00

10.00

5.00

0.00
2:1 3:1 4:1 5:1
Perbandingan Banyaknya Kapur Api dengan Jahe

Gambar 6. Histogram Hubungan Kombinasi Ketebalan Jahe dan


Perbandingan Banyaknya Kapur Api (CaO) dengan Jahe
terhadap Kadar Air (%)

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada

kombinasi perlakuan T4K1 sebesar 32.50 % dan terendah diperoleh pada perlakuan

T1K4 sebesar 2.50 %. Hal ini menunjukkan bahwa ketebalan jahe dan

perbandingan banyaknya kapur api dengan jahe dapat mempengaruhi kadar air

pada jahe itu sendiri. Semakin tebal jahe dan perbandingan banyaknya kapur api

(CaO) dengan jahe semakin sedikit maka kadar air yang terdapat pada jahe akan

semakin tinggi. Dimana kecepatan penurunan kandungan uap air di dalam

ruangan tertutup dipengaruhi oleh luas permukaan bahan, jenis bahan dan

ketebalan bahan yang langsung bersinggungan dengan udara, dimana semakin

besar ketebalan bahan maka penyerapan uap air di udara oleh CaO berlangsung

lebih sedikit sehingga penurunan kandungan uap air di udara semakin rendah

(Fuadi, 1999). Dan juga banyaknya kapur api (CaO) yang bereaksi secara kimia

dengan uap air yang terdapat di dalam bahan yang dikeringkan sangat

mempengaruhi kadar air bahan tersebut.


Kadar Minyak Atsiri (%)

Pengaruh Ketebalan Jahe terhadap Kadar Minyak Atsiri (%)

Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 2, dapat dilihat bahwa

ketebalan berpengaruh nyata (P>0.01) terhadap kadar minyak atsiri. Hasil

pengujian beda rataan perlakuan dengan metode LSR pengaruh ketebalan jahe

terhadap kadar minyak atsiri dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Ketebalan Jahe(mm) terhadap
Kadar Minyak Atsiri (%)
LSR Ketebalan Jahe Notasi
Jarak Rataan
0.05 0.01 (mm) 0.05 0.01
- - - T1 = 2 4.44 b B
2 1.481 2.039 T2 = 4 6.30 a A
3 1.555 2.143 T3 = 6 6.93 a A
4 1.595 2.197 T4 = 8 5.94 a A
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan
berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda nyata terhadap T2,

T3, T4. Perlakuan T2 berbeda tidak nyata terhadap T3, T4. Perlakuan T3 berbeda

tidak nyata terhadap T4. Kadar minyak atsiri tertinggi diperoleh pada perlakuan

T3 (6 mm) sebesar 6.93 % dan terendah pada perlakuan T1 (2 mm) sebesar 4.44 %.

Hubungan antara ketebalan jahe terhadap kadar minyak atsiri dapat dilihat

pada Gambar 7.
7.00

Minyak Atsiri (%) 6.00


2
5.00 = -0.1781T + 2.0391T + 1.0494
R2 = -0.9977
4.00

0 2 4 6 8
Ketebalan Jahe (mm)

Gambar 7. Grafik Hubungan Ketebalan Jahe dengan Kadar Minyak


Atsiri (%)

Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa kadar minyak atsiri tertinggi diperoleh

pada perlakuan T3 (6 mm) sebesar 6.93 % dan terendah pada perlakuan T1 (2 mm)

sebesar 4.44 %. Semakin besar tingkat ketebalan jahe maka kandungan minyak

atsirinya akan semakin besar sampai ketebalan 6 mm dan kadar minyak atsiri

menurun pada ketebalan 8 mm karena tinggi nya kadar air yang terdapat pada jahe

yang dikeringkan, menyebabkan kerusakan pada jahe (berjamur) sehingga kadar

minyak atsiri nya pun menurun.

Pengaruh Perbandingan Banyaknya Kapur Api(CaO) dengan Jahe terhadap


Kadar Minyak Atsiri (%)

Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 2, dapat dilihat bahwa

perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan jahe berpengaruh berpengaruh

sangat nyata (P<0.01) terhadap kadar minyak atsiri.

Hasil pengujian beda rataan pelakuan dengan metode LSR pengaruh

perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan jahe terhadap kadar minyak

atsiri dapat dilihat pada Tabel 12.


Tabel 12. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Banyaknya Kapur
Api Dengan Jahe terhadap Kadar Minyak Atsiri (%)
LSR Perbandingan Banyaknya Notasi
Jarak Rataan
0.05 0.01 Kapur Api Dengan Jahe 0.05 0.01
- - - K1 = 2:1 6.68 a A
2 1.481 2.039 K2 = 3:1 6.82 a A
3 1.555 2.143 K3 = 4:1 6.09 a A
4 1.595 2.197 K4 = 5:1 4.02 b B
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan
berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda tidak nyata

terhadap K2, K3 dan berbeda sangat nyata terhadap K4. Perlakuan K2 berbeda tidak

nyata terhadap K3 dan berbeda sangat nyata terhadap K4. Perlakuan K3 berbeda

sangat nyata terhadap K4. Kadar minyak atsiri tertinggi diperoleh pada perlakuan

K2 (3:1) sebesar 6.82 % dan terendah pada perlakuan K4 (5:1) sebesar 4.02 %.

Hubungan antara perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan jahe

terhadap kadar minyak atsiri dapat dilihat pada Gambar 8.

8.00
7.00
Minyak Atsiri (%)

6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
2:1 3:1 4:1 5:1
Perbandingan Banyaknya Kapur Api Dengan Jahe

Gambar 8. Histogram Hubungan Perbandingan Banyaknya Kapur Api


(CaO) dengan Jahe terhadap Kadar Minyak Atsiri (%)

Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa kadar minyak atsiri jahe tertinggi

diperoleh pada perlakuan K2 (3:1) sebesar 6.82 % dan terendah pada perlakuan

K4 (5:1) sebesar 4.02 %. Hal ini menunjukkan bahwa kadar minyak atsiri mudah

menguap terhadap panas. Sesuai menurut (Ames dan Matthews, 1968) yang
menyatakan bahwa minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap yang

terdiri atas campuran zat yang mudah menguap dengan komposisi dan titik didih

yang berbeda. Sebagian besar minyak atsiri diperoleh dengan cara penyulingan

atau hidrodestilasi.

Pengaruh Kombinasi Ketebalan Jahe dan Perbandingan Banyaknya Kapur


Api (CaO) dengan Jahe terhadap Kadar Minyak Atsiri (%)

Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 2, dapat dilihat bahwa

kombinasi ketebalan jahe dan perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan

jahe berpengaruh tidak nyata (P>0.05) terhadap kadar minyak atsiri jahe sehingga

uji LSR tidak dilanjutkan. Dimana kadar minyak atsiri tertinggi diperoleh pada

kombinasi perlakuan T3K2 sebesar 7.71 % dan terendah pada kombinasi perlakuan

T1K4 sebesar 2.73 %.

Nilai Organoleptik Warna (Numerik)

Pengaruh Ketebalan Jahe terhadap Nilai Organoleptik Warna (Numerik)

Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 3, dapat dilihat bahwa

ketebalan berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap nilai organoleptik warna.

Hasil pengujian beda rataan perlakuan dengan metode LSR pengaruh ketebalan

jahe terhadap nilai organoleptik warna pada Tabel 13.

Tabel 13. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Ketebalan Jahe (mm) terhadap
Nilai Organoleptik Warna (Numerik)
LSR Ketebalan Notasi
Jarak Rataan
0.05 0.01 Jahe (mm) 0.05 0.01
- - - T1 = 2 3.05 c C
2 0.084 0.115 T2 = 4 3.20 b B
3 0.088 0.121 T3 = 6 3.55 a A
4 0.090 0.124 T4 = 8 3.50 a A
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan
berbeda sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa perlakuan T1 berbeda sangat nyata

terhadap T2, T3, T4. Perlakuan T2 berbeda sangat nyata terhadap T3, T4. Perlakuan

T3 berbeda sangat nyata terhadap T4. Nilai organoleptik warna tertinggi diperoleh

pada perlakuan T3 (6 mm) sebesar 3.55 dan terendah pada perlakuan T1 (2 mm)

sebesar 3.05.

Hubungan antara ketebalan jahe terhadap nilai organoleptik warna dapat

dilihat pada Gambar 9.

= 0.085T + 2.9
Nilai Organoleptik Warna

3.70
r = 0.8377
3.60
3.50
(Numerik)

3.40
3.30
3.20
3.10
3.00
0 2 4 6 8 10
Ketebalan Jahe (mm)

Gambar 9. Grafik Hubungan Ketebalan Jahe dengan Nilai Organoleptik


Warna (Numerik)

Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa nilai organoleptik tertinggi diperoleh

pada perlakuan T3 (6 mm) sebesar 3.55 dan terendah pada perlakuan T1 (2 mm)

sebesar 3.05. Hal ini menunjukkan bahwa ketebalan jahe berpengaruh terhadap

nilai organoleptik warna, semakin tinggi tingkat ketebalan jahe maka nilai

organoleptik warna semakin tinggi pula. Dalam hasil penelitian, perlakuan T1 (2

mm) jahe akan semakin kering dan menyebabkan warna pada jahe menjadi coklat.

Sedangkan pada perlakuan T3 (6 mm) warna pada jahe menjadi kuning kecoklatan

dan lebih disukai para panelis.


Pengaruh Perbandingan Banyaknya Kapur Api(CaO) dengan Jahe terhadap
Nilai Organoleptik Warna (Numerik)

Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 3, dapat dilihat bahwa

perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan jahe berpengaruh sangat nyata

(P<0.01) terhadap nilai organoleptik warna.

Hasil pengujian beda rataan pelakuan dengan metode LSR pengaruh

perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan jahe terhadap nilai organoleptik

warna dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Perbandingan Banyaknya Kapur
Api Dengan Jahe terhadap Nilai Organoleptik Warna (Numerik)
LSR Perbandingan Banyaknya Notasi
Jarak Rataan
0.05 0.01 Kapur Api Dengan Jahe 0.05 0.01
- - - K1 = 2:1 3.04 c C
2 0.084 0.115 K2 = 3:1 3.23 b B
3 0.088 0.121 K3 = 4:1 3.48 a A
4 0.090 0.124 K4 = 5:1 3.56 a A
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan
berbeda sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa perlakuan K1 berbeda sangat nyata

terhadap K2, K3, K4. Perlakuan K2 berbeda sangat nyata terhadap K3 dan K4.

Perlakuan K3 berbeda sangat nyata terhadap K4. Nilai organoleptik warna tertinggi

diperoleh pada perlakuan K4 (5:1) sebesar 3.56 dan terendah pada perlakuan

K1 (2:1) sebesar 3.04.

Hubungan antara perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan jahe

terhadap nilai organoleptik warna dapat dilihat pada Gambar 10.


Nilai Organoleptik Warna
3.80
3.60

(Numerik)
3.40
3.20
3.00
2.80
2.60
2:1 3:1 4:1 5:1
Perbandingan Banyaknya Kapur Api Dengan Jahe

Gambar 10. Histogram Hubungan Perbandingan Banyaknya Kapur Api


(CaO) dengan Jahe terhadap Nilai Organoleptik
Warna (Numerik)

Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa nilai organoleptik warna tertinggi

diperoleh pada perlakuan K4 (5:1) sebesar 3.56 dan terendah pada perlakuan

K1 (2:1) sebesar 3.04. Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan banyaknya kapur

api (CaO) dengan jahe berpengaruh terhadap nilai organoleptik warna, semakin

tinggi perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan jahe maka nilai

organoleptik warna semakin tinggi pula. Perbandingan banyaknya kapur api

(CaO) terhadap jahe sangat mempengaruhi tingkat kekeringan jahe, dimana

semakin tinggi perbandingan banyaknya kapur api (CaO) maka jahe akan semakin

kering. Dalam hasil penelitian bahwa perlakuan K1 (2:1), jahe yang dikeringkan

tidak optimal dimana kadar air yang terdapat pada jahe masih tinggi sehingga

bakteri dapat hidup dalam jahe tersebut dan mengakibatkan kerusakan pada jahe.

Warna yang ditimbulkan pada perlakuan tersebut tidak disukai para panelis.

Sedangkan pada perlakuan K4 (5:1) warna jahe yang dihasilkan lebih disukai para

panelis karena pengeringan pada jahe tersebut lebih baik.


Pengaruh Kombinasi Ketebalan Jahe dan Perbandingan Banyaknya Kapur
Api (CaO) dengan Jahe terhadap Nilai Organoleptik Warna (Numerik)

Dari daftar analisis sidik ragam pada Lampiran 3, dapat dilihat bahwa

kombinasi ketebalan jahe dan perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan

jahe berpengaruh nyata (P>0.01) terhadap nilai organoleptik warna.

Hasil pengujian beda rataan perlakuan dengan metode LSR pengaruh

kombinasi ketebalan jahe dan perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan

jahe terhadap kadar air dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Uji LSR Efek Utama Pengaruh Interaksi Ketebalan Jahe (mm) dan
Perbandingan Banyaknya Kapur Api dengan Jahe terhadap
Organoleptik Warna (Numerik)
LSR Perlakuan Notasi
Jarak Rataan
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - T1K1 2.75 i GH
2 0.168 0.231 T1K2 2.85 hi GH
3 0.176 0.243 T1K3 3.25 efg DE
4 0.181 0.249 T1K4 3.35 de CDE
5 0.184 0.254 T2K1 2.95 h FG
6 0.187 0.257 T2K2 3.15 fg EF
7 0.188 0.261 T2K3 3.25 efg DE
8 0.190 0.264 T2K4 3.45 cd BCD
9 0.191 0.266 T3K1 3.15 g EF
10 0.192 0.268 T3K2 3.45 cd BCD
11 0.192 0.269 T3K3 3.80 a A
12 0.192 0.271 T3K4 3.80 a A
13 0.192 0.272 T4K1 3.30 def DE
14 0.193 0.273 T4K2 3.45 cd BCD
15 0.193 0.274 T4K3 3.60 bc ABC
16 0.193 0.274 T4K4 3.65 ab AB
Keterangan : Notasi yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan
berbeda sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa nilai organoleptik warna tertinggi

diperoleh pada kombinasi perlakuan T3K3 dan T3K4 sebesar 3.80 dan terendah

diperoleh pada perlakuan T1K1 sebesar 2.75.

Kombinasi ketebalan jahe dan perbandingan banyaknya kapur api (CaO)

dengan jahe terhadap nilai organoleptik warna dapat dilihat pada Gambar 11.

T1 2 T2 4
Nilai Organoleptik Warna (Numerik)

4.00 T3 6 T4 8

3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
2:1 3:1 4:1 5:1
Perbandingan Banyaknya Kapur Api
Dengan Jahe

Gambar 11. Histogram Hubungan Kombinasi Ketebalan Jahe dan


Perbandingan Banyaknya Kapur Api (CaO) dengan Jahe
terhadap Nilai Organoleptik Warna (Numerik)

Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa nilai organoleptik warna tertinggi

diperoleh pada kombinasi perlakuan T3 K3 dan T3K4 masing-masing sebesar 3.80

dan terendah diperoleh pada perlakuan T1K1 sebesar 2.75. Hal ini menunjukkan

bahwa ketebalan jahe dan perbandingan banyaknya kapur api dengan jahe dapat

mempengaruhi nilai organoleptik warna jahe itu sendiri. Semakin tinggi ketebalan

dan perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan jahe maka nilai

organoleptik warna semakin tinggi pula.


Profil RH dan Suhu Selama Proses Pengeringan Kemoreaksi

a. RH Selama Proses Pengeringan Kemoreaksi

Kapur api akan menyerap uap air dari lingkungannya, selama kandungan

CaO dari kapur api dan uap air di udara tersebut masih ada, dan akan terbentuk

Ca(OH)2, sehingga kapur menjadi tidak aktif lagi.

Penurunan RH ruangan karena penyerapan uap air oleh kapur api, dapat

dimanfaatkan untuk proses pengeringan bahan, karena dalam proses pengeringan

perbedaan antara RH lingkungan dan RH bahan yang dikeringkan merupakan

faktor pendorong terjadinya proses pengeringan, dimana semakin rendah RH

ruangan maka laju pengeringan akan semakin cepat.

Laju penurunan RH juga dipengaruhi oleh perbandingan antara kapur api

dan bahan. Semakin besar perbandingan antara kapur api dengan bahan, maka laju

penurunan RH juga semakin cepat, sehingga laju penurunan kadar air bahan juga

akan semakin cepat.

Profil RH selama pengeringan kemoreaksi yang diambil pada ketebalan

6 mm (T3) dapat dilihat pada Gambar 12.

75
70
65 K1
60
55 K2
RH (%)

50
45 K3
40
35 K4
30
25

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Waktu (jam)

Gambar 12. Grafik Profil RH Selama Proses Pengeringan Kemoreaksi yang


Diambil pada Ketebalan 6 mm (T3)
b. Suhu Selama Proses Pengeringan Kemoreaksi

Selama proses pengeringan kemoreaksi jahe, kisaran suhu ruang pengering

adalah 27-320C. Dalam proses penyerapan uap air oleh kapur api (CaO),

meskipun dikeluarkan sejumlah energi panas, tetapi peningkatan suhu yang terjadi

tidak begitu besar, sehingga proses pengeringan kemoreaksi dapat digolongkan

dalam proses pengeringan dingin. Dengan demikian kapur api (CaO) dapat

digunakan untuk pengeringan bahan-bahan yang peka terhadap pengeringan

dengan suhu tinggi.

Profil suhu selama pengeringan kemoreaksi yang diambil pada ketebalan

6 mm (T3) dapat dilihat pada Gambar 13.

32
K1
30
K2
Suhu (0C)

28
K3
26 K4
0

24

0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30
Waktu (jam)

Gambar 13. Grafik Profil Suhu Selama Proses Pengeringan Kemoreaksi


yang Diambil pada Ketebalan 6 mm (T3)
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Ketebalan jahe berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air (%) di mana

semakin tebal jahe maka kadar air nya semakin tinggi, berpengaruh nyata

terhadap minyak atsiri (%) di mana semakin besar tingkat ketebalan jahe

maka kandungan minyak atsirinya akan semakin besar sampai ketebalan 6

mm dan kadar minyak atsiri menurun pada ketebalan 8 mm dan

berpengaruh sangat nyata terhadap nilai organoleptik warna (numerik) di

mana semakin tebal jahe maka nilai organoleptik nya semakin tinggi.

2. Banyaknya perbandingan kapur api (CaO) dengan jahe berpengaruh sangat

nyata terhadap terhadap kadar air (%) di mana semakin semakin tinggi

perbandingan kapur api (CaO) dengan jahe maka kadar air nya semakin

rendah, berpengaruh sangat nyata terhadap minyak atsiri (%) di mana

semakin semakin tinggi perbandingan kapur api (CaO) dengan jahe maka

kadar minyak atsiri nya semakin rendah dan berpengaruh sangat nyata

terhadap nilai organoleptik warna (numerik) di mana semakin semakin

tinggi perbandingan kapur api (CaO) dengan jahe maka nilai organoleptik

nya semakin tinggi.

3. Kombinasi ketebalan jahe dengan banyaknya perbandingan kapur api

(CaO) dengan jahe berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air (%) di

mana semakin tinggi perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan

jahe maka ketebalan jahe akan semakin rendah dan berpengaruh nyata

terhadap nilai organoleptik warna (numerik) di mana semakin tinggi


perbandingan banyaknya kapur api (CaO) dengan jahe maka nilai

organoleptik nya akan semakin tinggi.

4. Kombinasi perlakuan yang paling baik pada penelitian ini yaitu pada

ketebalan jahe 6 mm dan perbandingan banyaknya kapur api dengan

jahe 4 : 1. Hal ini dapat dilihat dari kadar air yang rendah yaitu 7 %, nilai

organoleptik yang tinggi 3.8.


Saran

1. Pada pengeringan jahe secara kemoreaksi dengan kapur api maka

sebaiknya ketebalan jahe adalah 6 mm dan perbandingan banyaknya kapur

api dengan jahe yaitu 4:1.

2. Perlu diteliti lebih lanjut mengenai kualitas kapur api (CaO) yang

digunakan pada proses pengeringan jahe.


DAFTAR PUSTAKA

Ames G.R and W.S. A Matthews, 1968. The Distillation of Essential Oil, Trop.
Sci

AOAC, 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official


Analytical Chemists. Washington, D.C.

ASTM, 1975. Annual book of ASTM standard Part 13, C49-51.

Bangun, M.K., 1991. Rancangan Percobaan. Bagian Biometri. Fakultas Pertanian


USU, Medan.

Barbosa-Canovas, G.V and H. Vega-Mercado, 1996. Dehydration of foods.


Internasional Thomson Publishing New York. Chapman and Hall, New
York.

Brandy, J.E., 1999. Kimia universitas. Asas dan Struktur. Edisi ke-5 Jilid 1.
Terjemahan : Maun S., Anas dan Sally T.S. Binarupa Aksara, Jakarta.

Brooker, D.B.F., F.W.Bakker-Arkema and C.W.Hall. 1981. Drying of Cereal


Grain. The AVI Pulb.Co.Inc.,Weatport, Connecticut, USA.

Chang, R. and W.Tikkanen. 1988. The top fifty industrial chemicals. Random
House, New York.

Fay, G.S. 1972. The rockhounds manual. barnes & Noble Books. New York.

Fuadi, A., 1999. Mempelajari karakteristik batu kapur tohor/lime (CaO) sebagai
adsorben untuk proses pengeringan secara adsorpsi. Skripsi Fakultas
Teknologi Pertanian Jurusan Mekanisasi Pertanian, IPB.

Gaspari, U and H.Bucher. 1981. Increase in the Production of Lime as Fertilizer


and Construction Material within the West Pasaman (West Sumatera)
Indonesia. Germany Agency for Technical Corporation Ltd (Gtz),
Stuttgart

Geankoplis, C.J. 1983. Drying process of materials. Didalam : Transport


Processes and Unit Operations, 2nd eds. Allyn and Bacon, Boston,MA.

Hall, C.W. 1957. Drying of Farm Crops. Eduart Brothers Co., Michigan.

Harris, R., 1987. Tanaman minyak atsiri. Penebar Swadaya, Jakarta.

Henderson, S.M. and S.Pabis. 1961. Grain drying theory temperature effect on
drying coefficient. J.Agric.Eng.,Res. 6(3) : 107-147.
Henderson, S.M. and R.L.Perry. 1976. Agricultural Process Engineering. The
AVI Pulb.Co.Inc., Westport, connecticut, USA.

Hersasi, L. 1996. Pembuatan brem padat dengan penambahan dekstrin dan


pengeringan adsorpsi. Skripsi Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi.
Fakultas Pertanian IPB.

Julianti, E., 2003. Kajian perilaku proses pengeringan kemoreaksi dengan kapur
api (CaO) untuk pengeringan materi hidup (Kasus: Benih Cabai Merah).
Disertasi Program Studi Ilmu Pangan Program Pascasarjana IPB Bogor.

Kadin Indonesia, 2007. Pengolahan Jahe. www.kadin-indonesia.or.


id/id/doc/UKM_Teknologi_Jahe.pdf. 20 Februari 2007.

Kirk, R.E. and D.F.Othmer, 1952. Encyclopedia of Chemical Technology Volume


8. The Interscience Encyclopedia, Inc. New York.

Mackenzie, L. and D.W.A. Sharp. 1970. A New Dictionary of Chemistry.


Longman, London.

Muljoharjo, M. 1987. Pengeringan bahan pangan. Makalah yang Disampaikan


Dalam Kursus Singkat Pengeringan Bahan Pangan. PAU Pangan-Gizi-
UGM, 14-31 Desember 1987.

Okos, M.R., G.Narsimhan, R.K.Singh and A.C.Weitnauer. 1992. Food


dehydration. In : Handbook of Food engineering. D.R.Heldman and
D.B.Lund (ed). Marcel Dekker,Inc. New York.

Purseglove, J.W., E.G.Brown, C.L.Green and S.R.J.Robbins, 1981. Spices Vol.2,


Longman, New York. 813 pp.

Rostiana, O., A.Abdullah, Taryono dan E.A.Hadad., 1991. Jenis - jenis tanaman
jahe. Edisi Khusus Littro VII (I) 7-10.

Sigge, G.O., C.F.Hansmann and E.Joubert. 1988. Effect of temperature and


relative humidity on the drying rates and drying times of green bell
peppers (Capsicum annuum L.). Drying Tech. 16(8) : 1703-1714.

Soekarto, T., 1981. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. PUSBANGTEPA IPB Bogor

Soekarto, T., 2000. Pengembangan teknologi pengeringan dingin secara absorbsi


dengan kapur api untuk hasil pertanian, bahan biologik dan bioaktif. Tidak
Dipublikasikan.
Suzana, V.I. 2000. Mempalajari pengeringan benih tomat (Lycopersicum
esculentum Mill) secara adsorpsi dengan batu kapur tohor/lime (CaO)
sebagai adsorben. Skripsi Jurusan Mekanisasi Pertanian Fakultas
Teknologi Pertanian IPB.

Taib, G.E. Gumbira Said dan S.Wiraatmaja. 1988. Operasi Pengeringan Pada
Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Tejasari and F.R.Zakaria, 2006. Ginger bioactive compounds increased


intracelluler antioxsidant in vitro. Prosiding Seminar Nasional PATPI
2006, Yogyakarta 2-3 Agustus.

Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.

http :/www.Cheney Lime.com. (April, 2002). Cheney Lime & Cement Co., 800-
752-8282.

Zakaria, F.R., Y.Wiguna dan A.Hartoyo, 1999. Konsumsi sari jahe (Zingiber
officinale Roscoe) meningkatkan aktivitas sel natural killer pada
mahasiswa pesantren ulil albaab di bogor. Buletin Teknologi Industri
Pangan X (2) : 40-46.
Lampiran 1. Data Pengamatan Analisa Kadar Air (%)
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II
T1K1 22.00 24.00 46.00 23.00
T1K2 18.00 20.00 38.00 19.00
T1K3 4.00 6.00 10.00 5.00
T1K4 2.00 3.00 5.00 2.50

T2K1 26.00 25.00 51.00 25.50


T2K2 22.00 23.00 45.00 22.50
T2K3 5.00 6.00 11.00 5.50
T2K4 3.00 4.00 7.00 3.50

T3K1 27.00 30.00 57.00 28.50


T3K2 25.00 24.00 49.00 24.50
T3K3 6.00 8.00 14.00 7.00
T3K4 4.00 4.00 8.00 4.00

T4K1 34.00 31.00 65.00 32.50


T4K2 28.00 25.00 53.00 26.50
T4K3 7.00 8.00 15.00 7.50
T4K4 4.00 5.00 9.00 4.50
Total 483.000
Rataan 15.094

Daftar Analisis Sidik Ragam Analisa Kadar Air (%)


SK db JK KT F hit. F.05 F.01
Perlakuan 15 3575.219 238.348 149.552 ** 2.35 3.41
T 3 127.844 42.615 26.739 ** 3.63 5.29
T Lin 1 127.806 127.806 80.192 ** 4.49 8.53
T Kuad 1 0.031 0.031 0.020 tn 4.49 8.53
T Kub 1 0.006 0.006 0.004 tn 4.49 8.53
K 3 3400.594 1133.531 711.235 ** 3.63 5.29
K Lin 1 3106.406 3106.406 1,949.118 ** 4.49 8.53
K Kuad 1 5.281 5.281 3.314 tn 4.49 8.53
K Kub 1 288.906 288.906 181.275 ** 4.49 8.53
TxK 9 46.781 5.198 3.261 * 2.54 3.78
Galat 16 25.500 1.594
Total 31 3600.719
Keterangan:
FK = 7,290.28
KK = 8.364%
** = sangat nyata
* = nyata
tn = tidak nyata
Lampiran 2. Data Pengamatan Analisa Minyak Atsiri (%)
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II
T1K1 5.63 5.78 11.41 5.71
T1K2 5.41 4.96 10.37 5.19
T1K3 4.14 4.10 8.24 4.12
T1K4 2.45 3.01 5.46 2.73

T2K1 7.14 5.78 12.92 6.46


T2K2 8.46 6.38 14.84 7.42
T2K3 7.49 6.04 13.53 6.77
T2K4 5.59 3.49 9.08 4.54

T3K1 8.58 5.69 14.27 7.14


T3K2 9.05 6.37 15.42 7.71
T3K3 8.70 5.82 14.52 7.26
T3K4 6.01 5.23 11.24 5.62

T4K1 8.50 6.33 14.83 7.42


T4K2 8.44 5.47 13.91 6.96
T4K3 7.57 4.82 12.39 6.20
T4K4 2.25 4.16 6.41 3.21
Total 188.84
Rataan 5.90

Daftar Analisis Sidik Ragam Analisa Minyak Atsiri (%)


SK db JK KT F hit. F.05 F.01
Perlakuan 15 72.952 4.863 2.494 * 2.35 3.41
T 3 26.948 8.983 4.606 * 3.63 5.29
T Lin 1 10.640 10.640 5.456 * 4.49 8.53
T Kuad 1 16.245 16.245 8.330 * 4.49 8.53
T Kub 1 0.063 0.063 0.032 tn 4.49 8.53
K 3 40.022 13.341 6.841 ** 3.63 5.29
K Lin 1 30.259 30.259 15.516 ** 4.49 8.53
K Kuad 1 9.680 9.680 4.964 * 4.49 8.53
K Kub 1 0.084 0.084 0.043 tn 4.49 8.53
TxK 9 5.981 0.665 0.341 tn 2.54 3.78
Galat 16 31.203 1.950
Total 31 104.155
Keterangan:
FK = 1,114.39
KK = 23.664%
** = sangat nyata
* = nyata
tn = tidak nyata
Lampiran 3. Data Pengamatan Nilai Organoleptik Warna (Numerik)
Ulangan
Perlakuan Total Rataan
I II
T1K1 2.80 2.70 5.50 2.75
T1K2 2.90 2.80 5.70 2.85
T1K3 3.30 3.20 6.50 3.25
T1K4 3.40 3.30 6.70 3.35

T2K1 2.90 3.00 5.90 2.95


T2K2 3.20 3.10 6.30 3.15
T2K3 3.20 3.30 6.50 3.25
T2K4 3.50 3.40 6.90 3.45

T3K1 3.20 3.10 6.30 3.15


T3K2 3.40 3.50 6.90 3.45
T3K3 3.70 3.90 7.60 3.80
T3K4 3.80 3.80 7.60 3.80

T4K1 3.40 3.20 6.60 3.30


T4K2 3.50 3.40 6.90 3.45
T4K3 3.60 3.60 7.20 3.60
T4K4 3.70 3.60 7.30 3.65
Total 106.40
Rataan 3.33

Daftar Analisis Sidik Ragam Nilai Organoleptik Warna (Numerik)


SK db JK KT F hit. F.05 F.01
Perlakuan 15 2.900 0.193 30.933 ** 2.35 3.41
T 3 1.380 0.460 73.600 ** 3.63 5.29
T Lin 1 1.156 1.156 184.960 ** 4.49 8.53
T Kuad 1 0.080 0.080 12.800 ** 4.49 8.53
T Kub 1 0.144 0.144 23.040 ** 4.49 8.53
K 3 1.373 0.458 73.200 ** 3.63 5.29
K Lin 1 1.332 1.332 213.160 ** 4.49 8.53
K Kuad 1 0.020 0.020 3.200 tn 4.49 8.53
K Kub 1 0.020 0.020 3.240 tn 4.49 8.53
TxK 9 0.147 0.016 2.622 * 2.54 3.78
Galat 16 0.100 0.006
Total 31 3.000
Keterangan:
FK = 353.78
KK = 2.378%
** = sangat nyata
* = nyata
tn = tidak nyata

Lampiran 4. Data Pengamatan RH (%) dan Suhu (0C)

T1K1
Waktu (jam) RH (%) Suhu (0C)
0 88 27.8
3 92 28
6 94 28.9
12 96 27.5
15 97 27.6
18 97 28.2
24 98 26.9
27 99 27.9
30 99 27

T1K2
Waktu (jam) RH (%) Suhu (0C)
0 81 27.3
3 76 31.5
6 70 33.3
12 71 29.9
15 72 30.3
18 72 30.7
24 79 27.8
27 79 29.5
30 79 29.3

T1K3
Waktu (jam) RH (%) Suhu (0C)
0 71 28.3
3 66 35
6 65 30.5
12 65 29.1
15 63 30.3
18 60 29.4
24 55 28.8
27 45 27.6
30 45 27.5

T1K4
Waktu (jam) RH (%) Suhu (0C)
0 66 28.5
3 68 30.9
6 45 29.3
12 22 28.4
15 21 28.8
18 20 28.5
24 18 28
27 19 28.3
30 19 29
T2K1
Waktu (jam) RH (%) Suhu (0C)
0 71 29.1
3 70 29
6 72 28.7
12 69 27.2
15 68 28.5
18 69 28.4
24 70 29.3
27 69 28.5
30 68 27.8

T2K2
Waktu (jam) RH (%) Suhu (0C)
0 70 28.2
3 71 29
6 73 29
12 68 30.1
15 65 30.7
18 66 29.4
24 63 27.2
27 63 26.5
30 65 27.3

T2K3
Waktu (jam) RH (%) Suhu (0C)
0 70 28.5
3 68 29.4
6 62 29.8
12 55 30.1
15 50 28.2
18 44 27.2
24 40 26.3
27 31 26.6
30 29 27.8

T2K4
Waktu (jam) RH (%) Suhu (0C)
0 70 28.4
3 68 30.3
6 66 29.5
12 63 29.3
15 60 28.6
18 55 28.4
24 41 28.8
27 41 28.7
30 30 28.9

T3K1
Waktu (jam) RH (%) Suhu (0C)
0 71 27.1
3 70 28.4
6 70 29.5
12 67 29.7
15 65 30.4
18 63 31.5
24 63 30.3
27 59 29.7
30 59 28.8

T3K2
Waktu (jam) RH (%) Suhu (0C)
0 71 27.3
3 69 27.4
6 67 28.8
12 65 29.8
15 63 30.1
18 60 30.3
24 60 31.5
27 59 27.4
30 55 28.2

T3K3
Waktu (jam) RH (%) Suhu (0C)
0 66 27.4
3 66 28.3
6 60 27
12 58 28.1
15 58 30.3
18 40 31.5
24 33 29.2
27 30 29
30 28 30

T3K4
Waktu (jam) RH (%) Suhu (0C)
0 67 26.4
3 66 27.5
6 63 28.7
12 57 29.2
15 50 30.3
18 43 30.5
24 30 28.9
27 30 28
30 29 29.3

T4K1
Waktu (jam) RH (%) Suhu (0C)
0 68 27.5
3 69 28.3
6 70 30.2
12 65 30.8
15 60 31.3
18 60 32.1
24 58 29.8
27 58 28.4
30 57 28.5

T4K2
Waktu (jam) RH (%) Suhu (0C)
0 69 28.4
3 68 27.3
6 70 28.5
12 63 29
15 62 30.1
18 60 30.3
24 60 28.5
27 58 28.8
30 53 27.9

T4K3
Waktu (jam) RH (%) Suhu (0C)
0 73 28.4
3 69 29.8
6 67 27.3
12 55 30.1
15 55 28.5
18 52 28.7
24 40 28.6
27 33 29.6
30 30 29.5
T4K4
Waktu (jam) RH (%) Suhu (0C)
0 72 28.4
3 70 27.7
6 69 28.1
12 50 26.9
15 47 29
18 45 30.3
24 27 28.6
27 26 29.5
30 25 30.5

You might also like