Professional Documents
Culture Documents
Laporan Review Outline Business Case (OBC) ini merupakan laporan awal dari kegiatan
Penyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta Pelabuhan
Baubau, Sulawesi Tenggara. Laporan ini berisikan mengenai:
Bab 1 Pendahuluan, pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, maksud dan
tujuan, keluaran dan ruang lingkup kegiatan.
Bab 2 Deskripsi Lokasi Studi yaitu Pelabuhan Baubau yang terletak di Kota Baubau.
Bab 3 Review Kajian Pra Studi Kelayakan (Outline Business Case), pada bab ini
disampaikan hasil review dan analisis mengenai hasil studi kelayakan.
Bab 4 Rencana Kerja, pada bab ini disampaikan mengenai rencana tahapan
pelaksanaan pekerjaan, jadwal pelaksanaan pekerjaan, dan rencana kerja
selanjutnya setelah Laporan OBC ini diselesaikan.
Secara garis besar, Laporan OBC ini telah memuat semua materi yang diisyaratkan
dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK). Namun tidak menutup kemungkinan masih terdapat
kekurangan dan kesalahan, untuk itu saran dalam penyempurnaan sangat kami harapkan
sebagai masukan bagi pelaporan selanjutnya.
Ketua Tim
|i
Daftar Isi
Penyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta
Pelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ________________________________________________________ 1-1
1.2 Maksud & Tujuan ______________________________________________________ 1-2
1.3 Keluaran _____________________________________________________________ 1-2
1.4 Ruang Lingkup_________________________________________________________ 1-3
| ii
3.2.1.3 Kemungkinan Penyempurnaan Peraturan Perundangan _________ 3-2
3.2.1.4 Jenis Perijinan/Persetujuan yang Diperlukan _________________ 3-3
3.2.1.5 Jadwal Pemenuhan Perijinan _______________________________ 3-3
3.2.2 Analisis Kelembagaan_____________________________________________ 3-3
3.2.2.1 Kewenangan Menteri Perhubungan sebagai PJPK Proyek
KPBU Pelabuhan Bau Bau __________________________________ 3-3
3.2.2.2 Stakeholder Mapping ______________________________________ 3-4
3.2.2.3 Peran dan tanggung jawab tim KPBU ________________________ 3-4
3.2.2.4 Penyiapan perangkat regulasi dan kelembagaan _______________ 3-5
3.2.2.5 Kerangka Pengambilan Keputusan ___________________________ 3-5
3.3 Kajian Teknis__________________________________________________________ 3-5
3.3.1 Analisis Teknis __________________________________________________ 3-5
3.3.1.1 Standar Kinerja Teknis Operasi _____________________________ 3-5
3.3.1.2 Alternatif Tapak, Besaran Proyek, Kualitas, Teknologi dan
Waktu Pelaksanaan _______________________________________ 3-6
3.3.2 Penyiapan Tapak ________________________________________________ 3-7
3.3.3 Rancang Bangun Awal ____________________________________________ 3-7
3.3.4 Spesifikasi Keluaran ______________________________________________ 3-7
3.4 Kajian Ekonomi dan Komersial ___________________________________________ 3-8
3.4.1 Analisa Permintaan ______________________________________________ 3-8
3.4.2 Analisa Pasar (tingkat ketertarikan industri dan kompetisi) _____________ 3-8
3.4.3 Analisa Struktur Pendapatan KPBU__________________________________ 3-9
3.4.4 Analisis Biaya Manfaat Sosial (ABMS) ________________________________ 3-9
3.4.5 Analisa Keuangaan ______________________________________________ 3-11
3.5 Kajian Lingkungan dan Sosial ___________________________________________ 3-12
3.5.1 Kajian Lingkungan Hidup yang wajib AMDAL_________________________ 3-12
3.5.2 Analisa Sosial __________________________________________________ 3-14
3.5.3 Rencana Pengadaan Tanah dan Permukiman Kembali _________________ 3-14
3.6 Kajian Bentuk Kerjasama dalam Penyediaan Infrastruktur ___________________ 3-14
3.6.1 Kajian Bentuk Kerjasama ________________________________________ 3-14
3.6.2 Penentuan Bentuk Kerjasama _____________________________________ 3-15
3.7 Kajian Resiko_________________________________________________________ 3-16
3.8 Kajian Dukungan Pemerintah dan atau Jaminan Pemerintah _________________ 3-18
3.8.1 Dukungan Pemerintah ___________________________________________ 3-18
3.8.2 Jaminan Pemerintah ____________________________________________ 3-19
3.9 Kajian mengenai hal-hal yang perlu ditindak-lanjuti (outstanding issue) _______ 3-19
| iii
Daftar Tabel
Penyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta
Pelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara
| iv
Tabel 2.26 Produktifitas Angkutan Peti Kemas di Pelabuhan Murhum _____________ 2-25
Tabel 2.27 Potensi (Awal) Proyek KPBU di Pelabuhan Baubau____________________ 2-27
Tabel 2.28 Rekapitulasi Pengembangan Sarana dan Prasarana Pelabuhan Baubau ___ 2-31
Tabel 3.1 Kegiatan Pembangunan pelabuhan yang Wajib AMDAL ________________ 3-13
Tabel 3.2 Jenis Risiko dan Kompensasi (Berdasarkan Kepmen Keuangan No.
38/PMK.01/2005) _______________________________________________ 3-17
Tabel 4.1 Jenis Data yang Dibutuhkan dan Potensi Sumbernya ___________________ 4-7
Tabel 4.2 Jadwal Rencana Kerja ___________________________________________ 4-16
|v
Daftar Gambar
Penyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta
Pelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara
| vi
Bab 1 Pendahuluan
Penyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta
Pelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara
Dalam konsep pembangunan Pemerintah Kota Baubau, pelabuhan ini dibangun untuk
memenuhi tuntutan kebutuhan pelayanan demi mendukung program jangka panjang
menjadikan Kota Baubau Pintu Gerbang Ekonomi dan Pariwisata di Sulawesi Tenggara.
Karena itu kebutuhan dan fasilitas yang terkait dengan pembangunan pelabuhan akan
dilakukan secara bertahap berdasarkan kebutuhan. Rencana pengembangan Pelabuhan
Bab 1 | 1
Baubau meliputi reklamasi, pembangunan penahan dan pengikat talud, penambahan
trestel dermaga, pengembangan ruang kawasan, dan pembangunan terminal
penumpang.
Sesuai dengan hasil screening pada Studi Kerjasama Pemerintah dan Swasta untuk
Pelabuhan Baubau Sulawesi Tenggara, ditetapkan dua proyek pembangunan dari
sembilan proyek yang diidentifikasi dapat dilaksanakan di Pelabuhan Baubau, yaitu
Pembangunan Terminal Penumpang dan Terminal Petikemas. Selanjutnya dalam kajian
Penyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta Pelabuhan Baubau,
Sulawesi Tenggara ini hanya akan dibahas mengenai dua jenis proyek di atas.
Maksud dari pekerjaan ini adalah melanjutkan penyusunan dokumen Kajian Awal
Prastudi Kelayakan (Outline Business Case) Pengembangan Pelabuhan Baubau yang telah
dilakukan sebelumnya, agar Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) siap untuk
masuk dalam tahap Transaksi untuk melaksanakan pelelangan Proyek ini.
Tujuan dari kegiatan ini adalah mereview dokumen kajian awal prastudi kelayakan
(OBC) dan menyusun dokumen Kajian Akhir Prastudi Kelayakan (Final Business Case),
Dokumen Lelang Investasi (Dokumen Prakualifikasi, Dokumen Pelelangan Umum, dan
Rancangan Perjanjian Kerjsama) Pelabuhan Baubau sehingga memenuhi ketentuan
proyek KPS.
1.3 KELUARAN
Keluaran dari kegiatan ini adalah tersedianya 2 Jenis Dokumen Transaksi untuk
mendukung Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta Pelabuhan Baubau, Sulawesi
Tenggara yang terdiri dari:
1. Dokumen Kajian Akhir Prastudi Kelayakan atau Final Business Case Rencana
Pengembangan Pelabuhan Baubau.
Bab 1 | 2
2. Dokumen Lelang Investasi meliputi:
a. Dokumen Prakualifikasi;
b. Dokumen Draft Pelelangan Umum
c. Dokumen Rancangan Perjanjian Kerjasama.
Berdasarkan KAK dan juga hasil rapat kick-off meeting, ruang lingkup kegiatan ini terdiri
dari beberapa hal sebagai berikut:
A. Review Kajian Prastudi Kelayakan (Outline Business Case), sekurang-kurangnya
terdiri dari:
1. Kajian hukum dan kelembagaan
Kajian hukum dan kelembagaan terdiri atas:
a. Analisis peraturan perundang-undangan, yang dilakukan dengan tujuan
untuk:
1) memastikan bahwa KPBU dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan aspek-aspek:
a) pendirian Badan Usaha;
b) penanaman modal;
c) persaingan usaha;
d) lingkungan;
e) keselamatan kerja;
f) pengadaan tanah;
g) pembiayaan KPBU, termasuk mekanisme pembiayaan dan pendapatan;
h) perizinan KPBU;
i) perpajakan; dan
j) peraturan-peraturan terkait lainnya.
2) menentukan risiko hukum dan strategi mitigasinya;
3) mengkaji kemungkinan penyempurnaan peraturan perundang-undangan,
atau penerbitan peraturan perundang-undangan yang baru;
4) menentukan jenis-jenis perizinan/persetujuan yang diperlukan; dan
5) menyiapkan rencana dan jadwal untuk memenuhi persyaratan peraturan
dan hukum berdasarkan kajian pada angka 4.
b. Analisis kelembagaan, yang dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
1) memastikan kewenangan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi
Badan Usaha Milik Negara/Direksi Badan Usaha Milik Daerah sebagai PJPK
Bab 1 | 3
dalam melaksanakan KPBU termasuk penentuan PJPK dalam proyek multi
infrastuktur;
2) melakukan pemetaan pemangku kepentingan (stakeholders mapping)
dengan menentukan peran dan tanggung jawab lembaga-lembaga yang
berkaitan dalam pelaksanaan KPBU;
3) menentukan peran dan tanggung jawab Tim KPBU berkaitan dengan
kegiatan penyiapan kajian awal Prastudi Kelayakan, dan penyelesaian
kajian akhir Prastudi Kelayakan, serta menentukan sistem pelaporan Tim
KPBU kepada PJPK;
4) menentukan dan menyiapkan perangkat regulasi kelembagaan; dan
5) menentukan kerangka acuan pengambilan keputusan.
2. Kajian teknis, terdiri atas:
a. Analisis teknis, yang bertujuan untuk:
1) menetapkan standar kinerja teknis operasional yang diperlukan;
2) mempertimbangkan berbagai alternatif tapak, besaran proyek, kualitas,
teknologi dan waktu pelaksanaan;
3) menetapkan kapasitas keluaran dan standar operasional yang
dibutuhkan, serta menyiapkan rancangan awal yang layak secara teknis;
4) mengidentifikasi dan menilai Barang Milik Negara dan/atau Daerah yang
dibutuhkan dan menyiapkan daftar Barang Milik Negara dan/atau Daerah
yang akan digunakan untuk pelaksanaan KPBU;
5) mengidentifikasi ketersediaan pasokan sumber daya untuk
keberlangsungan KPBU, apabila diperlukan;
6) mengidentifikasi persyaratan dan ketersediaan input sekurang-kurangnya
meliputi sumber daya manusia, bahan baku, pelayanan jasa, akses
menuju tapak;
7) menentukan perkiraan biaya KPBU dan asumsi perhitungan biaya KPBU;
8) memperkirakan dan menentukan pendapatan (revenue), biaya modal,
biaya operasional dan biaya pemeliharaan dengan berbagai pilihan;
9) menyiapkan rencana pembiayaan yang sesuai denga jadwal konstruksi,
perkiraan biaya operasional, perkiraan biaya pemeliharaan, dan estimasi
biaya siklus kesinambungan KPBU; dan
10) mengidentifikasi standar pelayanan minimum.
b. Penyiapan tapak termasuk jalur, apabila diperlukan, yang dilakukan dengan
mempertimbangkan:
1) kesesuaian tapak dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW);
Bab 1 | 4
2) kesesuaian tapak dengan kebutuhan operasional dan bahan baku;
3) ketersediaan pelayanan jasa dan bahan baku;
4) kondisi tapak yang diusulkan dan kesesuaian dengan kebutuhan KPBU;
5) konfirmasi kepemilikan tanah dan hambatan-hambatan yang timbul;
6) perkiraan biaya pengadaan tanah dengan berbagai pilihan; dan
7) rencana dan jadwal pelaksanaan program pengadaan tanah dan
pemukiman kembali.
c. Rancang bangun awal, yang memuat rancangan teknis dasar KPBU termasuk
lingkup KPBU yang disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik dari
masing-masing sektor;
d. Spesifikasi keluaran, yang meliputi:
1) Standar pelayanan minimum yang meliputi kuantitas, kualitas dan
ketersediaan (availibility);
2) Jadwal indikatif untuk pekerjaan konstruksi dan penyediaan peralatan;
3) Kepatuhan atas masalah lingkungan, sosial dan keselamatan;
4) Persyaratan pengalihan aset sesuai perjanjian KPBU; dan
5) Pengaturan pemantauan pada setiap tahapan:
a) konstruksi;
b) operasi komersial; dan
c) berakhirnya perjanjian KPBU.
3. Kajian ekonomi dan komersial, mencakup substansi sebagai berikut:
a. analisis permintaan (demand), yang bertujuan untuk memahami kondisi
pengguna layanan. Analisis permintaan ini dilakukan dengan paling kurang
memuat:
1) Survei kebutuhan nyata (real demand survey) untuk mendapatkan
gambaran yang akurat seperti mengenai perkiraan kebutuhan,
ketertarikan, kemauan dan kemampuan pengguna untuk membayar,
kinerja pembayaran, serta tingkat pelayanan yang diharapkan; dan
2) Penentuan sumber dan tingkat pertumbuhan permintaan dengan berbagai
skenario (uji elastisitas permintaan).
b. Analisis pasar (market), yang bertujuan untuk mengetahui tingkat
ketertarikan industri dan kompetisi. Analisis pasar ini dilakukan dengan
paling kurang memuat:
1) Penyampaian rencana KPBU kepada publik dalam rangka penjajakan
minat calon investor terhadap KPBU;
Bab 1 | 5
2) Pengumpulan tanggapan dan penilaian calon investor terhadap kelayakan,
risiko serta kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan
Pemerintah untuk KPBU;
3) Pengumpulan tanggapan dan penilaian lembaga keuangan nasional dan
internasional dan/atau institusi lainnya mengenai potensi pemberian dan
indikasi besaran pinjaman yang bisa dialokasikan dalam KPBU;
4) Pemilihan strategi untuk mengurangi risiko pasar dan meningkatkan
persaingan yang sehat dalam proses pengadaan KPBU; dan
5) Penilaian mengenai struktur pasar untuk menentukan tingkat kompetisi
pada sektor yang bersangkutan.
c. Analisis struktur pendapatan KPBU, yang bertujuan untuk mengidentifikasi
sumber-sumber pendapatan yang optimal bagi KPBU dengan
mempertimbangkan hasil analisis permintaan, kemampuan pembiayaan
Kementerian/Lembaga/Daerah yang bersangkutan, serta tingkat kelayakan
KPBU selama masa KPBU. Analisis struktur pendapatan KPBU ini paling kurang
memuat:
1) Perhitungan keseimbangan antara biaya dan pendapatan KPBU selama
masa kerjasama;
2) Identifikasi pembayaran/tarif awal, mekanisme penyesuaian, indeks
acuan untuk membuat penyesuaian atas parameter yang digunakan
selama jangka waktu perjanjian KPBU;
3) Identifikasi dampak terhadap pendapatan dalam hal:
a) Terjadi kenaikan biaya KPBU (cost over run);
b) Pembangunan KPBU selesai lebih awal; dan
c) Pengembalian KPBU melebihi tingkat maksimum yang ditentukan,
sehingga dimungkinkan pemberlakuan mekanisme penambahan
pembagian keuntungan (clawback mechanism);
d) Terjadinya pemberian insentif atau pemotongan pembayaran dalam
hal pemenuhan kewajiban.
d. Analisis Biaya Manfaat Sosial (ABMS), yang bertujuan untuk memastikan
manfaat sosial dan ekonomi serta keberlanjutan KPBU yang berkaitan dengan
efektivitas, ketepatan waktu, penggunaan dana, dan sumber daya publik
selama masa KPBU, selain itu ABMS juga dimaksudkan untuk memberikan
batasan maksimal besarnya Dukungan Pemerintah, sehingga manfaat bersih
KPBU lebih besar dari Dukungan Pemerintah yang diberikan. ABMS ini
dilakukan dengan memuat paling kurang:
Bab 1 | 6
1) Perbandingan biaya dan manfaat dengan ada atau tanpa adanya KPBU;
2) Biaya yang dimaksud dalam angka 1 didasarkan pada harga konstan, yang
meliputi:
a) biaya penyiapan KPBU;
b) biaya modal;
c) biaya operasional;
d) biaya pemeliharaan; dan
e) biaya-biaya lain akibat dari adanya proyek.
3) Penilaian/pengukuran manfaat proyek bagi masyarakat dan negara
dengan mempertimbangkan paling kurang:
a) Penghematan oleh masyarakat; dan
b) penghematan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah yang diperoleh.
4) Penentuan biaya ekonomi yang dilakukan dengan mengubah harga
finansial menjadi harga ekonomi (shadow price) untuk setiap masukan
dan keluaran berdasarkan faktor konversi ekonomi yang sesuai;
5) Penentuan manfaat ekonomi dilakukan dengan mengkonversikan manfaat
tersebut menjadi kuantitatif;
6) Parameter penilaian kelayakan ekonomi dilakukan melalui pendekatan
EIRR dan ENPV dengan menggunakan tingkat diskonto ekonomi atau sosial
(economic atau social discount rate); dan
7) Analisis sensitivitas untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan
KPBU terhadap tingkat kelayakan ekonomi proyek.
e. Analisis keuangan, dilakukan dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Analisis keuangan bertujuan untuk menentukan kelayakan finansial KPBU
dengan menggunakan asumsi yang didasarkan pada:
a) Informasi ekonomi makro (nilai tukar, inflasi, dan suku bunga) yang
dikeluarkan oleh otoritas lembaga resmi seperti Bank Indonesia dan
BPS;
b) Analisis biaya modal yang terdiri dari biaya proyek, asumsi bunga dan
eskalasi biaya dari KPBU;
c) Biaya operasional dan pemeliharaan;
d) Biaya penyusutan dan nilai buku pada akhir masa konsesi;
e) Perhitungan biaya-biaya lain terkait KPBU termasuk biaya pemukiman
kembali, pemeliharaan lingkungan, perijinan, dan biaya tidak
langsung (management overhead cost);
Bab 1 | 7
f) Biaya mitigasi risiko; dan
g) Perhitungan pendapatan yang didasarkan pada hasil analisis
kebutuhan dan analisis struktur pendapatan.
2) Analisis keuangan dilakukan dengan cara:
a) Menetapkan rasio ekuitas dan pinjaman yang akan digunakan dalam
KPBU, sesuai dengan rasio yang umum digunakan di Indonesia;
b) Menentukan tingkat biaya modal rata-rata tertimbang/WACC sesuai
dengan rasio ekuitas dan pinjaman yang akan digunakan, tingkat suku
bunga pinjaman, serta biaya ekuitas;
c) Menentukan tingkat imbal hasil keuangan/FIRR pada KPBU;
d) Menentukan rasio cakupan pembayaran hutang (Debt Service Coverage
Ratio - DSCR) dengan menghitung besarnya kas yang tersedia untuk
membayar kewajiban (pokok pinjaman dan bunga) yang akan jatuh
tempo pada tahun berjalan;
e) Menentukan besaran imbal hasil ekuitas (Return On Equity - ROE);
f) Menentukan besaran FNPV dan metode pengembalian investasi
(payback period);
g) Menyajikan proyeksi arus kas KPBU;
h) Menyajikan proyeksi arus kas dan laporan laba rugi Badan Usaha
Pelaksana;
i) Menyajikan sensitivitas KPBU dalam berbagai pilihan analisis keuangan
dalam nilai rupiah dan/atau mata uang asing yang nilainya
disetarakan dengan rupiah;
j) Menentukan bentuk dan nilai Dukungan Pemerintah; dan
k) Menentukan besaran premi Jaminan Pemerintah.
4. Kajian lingkungan dan sosial, meliputi:
a. kajian lingkungan hidup bagi KPBU yang wajib AMDAL, yang dilakukan
mengikuti ketentuan sebagai berikut:
1) Melakukan penapisan yang bertujuan untuk:
a) menetapkan potensi dampak penting yang akan timbul dari KPBU;
b) menetapkan klasifikasi KPBU dalam memperkirakan dampak yang akan
ditimbulkan terhadap lingkungan hidup sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c) menentukan peningkatan kapasitas dan program pelatihan untuk
melaksanakan program perlindungan lingkungan, jika diperlukan;
Bab 1 | 8
d) memperkirakan biaya yang dikeluarkan untuk perizinan yang berkaitan
dengan kepentingan lingkungan hidup; dan
e) menyiapkan rencana dan jadwal untuk melaksanakan program
kepatuhan lingkungan dan melakukan pencatatan untuk persetujuan
lingkungan.
2) Penyeleksian digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk menyusun
kerangka acuan analisis dampak lingkungan (KAANDAL).
3) Prosedur dalam melakukan kajian dampak lingkungan dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang lingkungan
hidup.
4) PJPK bertanggung jawab untuk menyusun dokumen AMDAL bagi KPBU
yang terdiri dari dokumen KA-ANDAL, ANDAL, Rencana Pengelolaan
Lingkungan Hidup-Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup sebagai dasar
penilaian dan izin lingkungan dari Menteri/Kepala Daerah sesuai dengan
kewenangannya.
b. Kajian lingkungan hidup bagi KPBU yang wajib memiliki UKL-UPL, dilakukan
mengikuti ketentuan sebagai berikut:
1) mengisi ringkasan informasi awal yang meliputi:
a) identitas pemrakarsa, yaitu PJPK atau Badan Usaha Calon Pemrakarsa;
b) rencana usaha dan/atau kegiatan;
c) dampak lingkungan yang akan terjadi; dan
d) program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
2) ringkasan informasi awal sebagaimana dimaksud pada angka 1), diajukan
kepada:
a) Bupati/Walikota, untuk KPBU yang berlokasi pada 1 (satu) wilayah
kabupaten/kota dan di wilayah laut paling jauh 1/3 (satu per tiga)
dari wilayah laut kewenangan provinsi;
b) Gubernur, untuk KPBU yang berlokasi di lebih dari 1 (satu) wilayah
kabupaten/kota dalam 1 (satu) propinsi; di lintas kabupaten/kota;
dan/atau di wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil dari garis
pantai kearah laut lepas dan/atau kearah perairan kepulauan;
c) Menteri, untuk KPBU yang berlokasi di lebih dari 1 (satu) wilayah
propinsi; di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sedang
dalam sengketa dengan negara lain; di wilayah laut lebih dari 12 (dua
belas) mil laut diukur dari garis pantai kearah laut lepas; dan/atau di
lintas batas Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan negara lain.
Bab 1 | 9
3) Setelah memeriksa dan menyatakan tidak ada kekurangan dari data yang
diisikan, Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota mengeluarkan rekomendasi
yang selanjutnya diajukan kepada pejabat yang berwenang sebagai dasar
penerbitan izin untuk melakukan usaha atau kegiatan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.
c. analisis sosial, diperlukan untuk:
1) menentukan dampak sosial KPBU terhadap masyarakat dan menyusun
rencana mitigasinya;
2) menentukan lembaga yang bertanggung jawab untuk pembebasan tanah
dan pemukiman kembali;
3) menentukan pihak-pihak yang akan terkena dampak oleh proyek dan
kompensasi yang akan diberikan, bila diperlukan;
4) memperkirakan kapasitas lembaga untuk membayar kompensasi dan
melaksanakan rencana pemukiman kembali, bila diperlukan; dan
5) menentukan rencana pelatihan dalam rangka melaksanakan program
perlindungan sosial untuk meningkatkan kapasitas masyarakat yang
terkena dampak.
d. rencana pengadaan tanah dan pemukiman kembali, mengikuti ketentuan
sebagai berikut:
1) menyiapkan dokumen perencanaan pengadaan tanah terlebih dahulu;
2) PJPK bertanggung jawab untuk menyiapkan dokumen perencanaan
pengadaan tanah yang merupakan persyaratan untuk memperoleh
penetapan lokasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
3) Izin Lingkungan diperlukan untuk memperoleh surat penetapan lokasi,
selain dokumen rencana pengadaan tanah; dan
4) rencana pemukiman kembali, yang merupakan bagian dari rencana
pengadaan tanah, disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan.
5. Kajian bentuk KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur
Kajian bentuk KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur mengikuti ketentuan sebagai
berikut:
a. pemilihan bentuk KPBU dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor
sebagai berikut:
1) kepastian ketersediaan Infrastruktur tepat pada waktunya;
2) optimalisasi investasi oleh Badan Usaha;
3) maksimalisasi efisiensi yang diharapkan dari pengusahaan Infrastruktur
oleh Badan Usaha;
Bab 1 | 10
4) kemampuan Badan Usaha untuk melakukan transaksi;
5) alokasi resiko; dan
6) kepastian adanya pengalihan keterampilan manajemen dan teknis dari
sektor swasta kepada sektor publik.
b. bentuk KPBU harus mencakup sekurang-kurangnya:
1) lingkup KPBU, mencakup sebagian atau seluruh proses kegiatan KPBU,
seperti membiayai, merancang, membangun, merehabilitasi,
mengoperasikan, memelihara, dan lainnya;
2) jangka waktu dan penahapan KPBU;
3) identifikasi keterlibatan pihak ketiga, seperti off-taker, penyedia bahan
baku, dan lainnya;
4) skema pemanfaatan Barang Milik Negara dan/atau Barang Milik Daerah
selama perjanjian KPBU;
5) status kepemilikan aset KPBU selama jangka waktu perjanjian KPBU dan
pengalihan aset setelah berakhirnya perjanjian KPBU; dan
6) bentuk partisipasi pemerintah dalam Badan Usaha Pelaksana KPBU,
seperti penyertaan modal atau bentuk lainnya.
6. Kajian risiko
Kajian risiko dilakukan dengan memenuhi ketentuan, sebagai berikut:
a. analisis risiko bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah bagi para
pemangku kepentingan.
b. analisis risiko dilakukan dengan cara:
1) melakukan identifikasi risiko;
2) mengukur besaran risiko;
3) menentukan alokasi risiko; dan
4) menyusun mitigasi risiko.
7. Kajian kebutuhan Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah,
meliputi:
a. Analisis Dukungan Pemerintah, yang bertujuan untuk mengidentifikasi perlu
atau tidaknya Dukungan Pemerintah guna meningkatkan kelayakan keuangan
KPBU.
b. Dukungan Pemerintah dapat diberikan dalam bentuk:
1) dukungan kelayakan KPBU (Viability Gap Fund) yang diatur lebih lanjut
oleh Peraturan Menteri Keuangan;
2) insentif perpajakan; dan/atau
Bab 1 | 11
3) dukungan Pemerintah dalam bentuk lainnya sesuai dengan peraturan
perundang undangan.
c. analisis Jaminan Pemerintah yang bertujuan untuk mengidentifikasi perlu
atau tidaknya Jaminan Pemerintah untuk mengurangi risiko Badan Usaha yang
dapat diberikan oleh Menteri Keuangan melalui BUPI sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
8. Kajian mengenai hal-hal yang perlu ditindaklanjuti, antara lain:
a. Identifikasi isu-isu kritis yang harus ditindaklanjuti;
b. Menyusun rencana penyelesaian isu-isu kritis pada huruf a, termasuk strategi
penyelesaian dan penanggung jawab; dan
c. jangka waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan persiapan KPBU.
B. Kajian akhir Prastudi Kelayakan, terdiri dari penyempurnaan data dengan kondisi
terkini dan pemutakhiran atas kelayakan dan kesiapan KPBU yang sebelumnya telah
tercakup dalam kajian awal Prastudi Kelayakan, termasuk penyelesaian hal-hal yang
perlu ditindaklanjuti.
C. Pembuatan Rancangan Dokumen Lelang Investasi yang terdiri atas:
a. Dokumen Prakualifikasi
b. Dokumen Draft Pelelangan Umum
c. Dokumen Rancangan Perjanjian Kerjasama
Bab 1 | 12
Bab 2 Deskripsi Lokasi Studi
Penyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta
Pelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara
Secara geografis Kota Bau-Bau terletak di Provinsi Sulawesi Tenggara bagian Selatan
Pulau Buton dengan posisi koordinat sekitar 0521 hingga 0530 Lintang Selatan dan
12230 sampai 12245 Bujur Timur. Kota Baubau berada di Pulau Buton, dan tepat
terletak di Selat Buton dengan Pelabuhan Utama menghadap Utara. Di kawasan selat
inilah aktivitas lalu lintas perairan baik nasional, regional maupun lokal sangat intensif.
Batas-batas administrasi wilayah Kota Baubau adalah sebagai berikut:
ra berbatasan dengan Kecamatan Kapontori Kabupaten Buton,
Secara administrasi, sejak tahun 2013 Kota Baubau terbagi menjadi 8 kecamatan yakni
Betoambari, Bungi, Kokalukuna, Lea-lea, Murhum, Sorawolio, Wolio, dan Batupoaro
dengan luas wilayah 251 km dengan luas daratan 221 km dan luas laut sekitar 30 km.
Tabel 2.1 Luas Wilayah Kota Baubau
Luas wilayah Persentase
No Kecamatan
(km) (%)
1 Wolio 17,33 7,84
2 Betoambari 27,89 12,62
3 Sorawolio 83,25 37,67
4 Bungi 47,71 21,59
5 Murhum 4,90 2,22
6 Kokalukuna 9,44 4,27
7 Lea-lea 28,93 13,09
8 Batupoaro 1,55 0,70
Jumlah 221 100
Sumber: Baubau dalam Angka, 2014
Bab 2 | 1
Gambar 2.1 Peta Administrasi Wilayah Kota Baubau
Bab 2 | 2
Karakteristik Wilayah Kota Baubau untuk wilayah utara cenderung subur dan bisa
dimanfaatkan sebagai wilayah pengembangan pertanian dalam arti luas, yaitu meliputi
wilayah Kecamatan Bungi, Sorawolio, sebagian Kecamatan Wolio dan Betoambari.
Wilayah selatan cenderung kurang subur diperuntukan bagi pengembangan perumahan
dan fasilitas pemerintahan. Sementara wilayah pesisir untuk pengembangan sosial
ekonomi masyarakat.
Kondisi topografi daerah Kota Baubau pada umumnya memiliki permukaan yang
bergunung, bergelombang dan berbukit-bukit. Di antara gunung dan bukitbukit
terbentang dataran yang merupakan daerah potensial untuk mengembangkan sektor
pertanian.
Kota Baubau memiliki sebuah sungai yang besar yaitu sungai Baubau. Sungai tersebut
melewati Kecamatan Wolio, Kecamatan Murhum dan Kecamatan Batupoaro. Sungai
tersebut pada umumnya memiliki potensi yang dapat dijadikan sebagai sumber tenaga
listrik, pertanian, perikanan, kebutuhan industri, kebutuhan rumahtangga dan
pariwisata.
2.1.2 Kependudukan
Berdasarkan data Baubau dalam Angka Tahun 2014, penduduk Kota Baubau tahun 2013
berjumlah sebanyak 145.427 orang. Dengan luas 221 km2, maka diperoleh kepadatan
penduduk Kota Baubau tahun 2013 sebesar 658 orang/km. Penduduk Kota Baubau
terdiri dari penduduk laki-laki sejumlah 71.817 jiwa dan penduduk perempuan
berjumlah 73.610 jiwa.
Tabel 2.2 Data Jumlah Penduduk dan KK Per Kecamatan Kota Baubau tahun 2013
Jumlah Penduduk Rasio Jenis Kelamin
No Kecamatan KK Jumlah
L P (%)
1 Wolio 8.859 20.247 20.065 40.312 100,91
2 Betoambari 3.799 8.533 8.753 17.286 97,49
3 Sorawolio 1.662 3.776 3.785 7.561 99,76
4 Bungi 1.665 3.726 3.807 7.533 97,87
5 Murhum 4.493 9.961 10.486 20.447 94,99
6 Kokalukuna 3.906 8.808 8.959 17.767 98,31
7 Lea-lea 1.548 3.421 3.617 7.038 94,58
8 Batupoaro 6.041 13.345 14.138 27.483 94,39
Jumlah 31.973 71.817 73.610 145.427 97,56
Sumber: BPS Kota Baubau, 2014
Bab 2 | 3
Pada Tabel 2.3 di bawah ini dapat diketahui bahwa Kecamatan Batupoaro memiliki
kepadatan paling tinggi yaitu 17.731 orang/km, sedangkan Kecamatan Sorawolio
memiliki kepadatan penduduk terkecil yaitu 91 orang/km.
Tabel 2.3 Data Jumlah Kepadatan Penduduk Perkapita Dalam Wilayah Kota Baubau
Tahun 2013
No Kecamatan Jumlah Penduduk Luas wilayah (km) Kepadatan / km
1 Wolio 40.312 17,33 2.326
2 Betoambari 17.286 27,89 620
3 Sorawolio 7.561 83,25 91
4 Bungi 7.533 47,71 158
5 Murhum 20.447 4,90 4.172
6 Kokalukuna 17.767 9,44 1.882
7 Lea-lea 7.038 28,93 243
8 Batupoaro 27.483 1,55 17.731
Jumlah 145.427 221,00 658
Sumber: BPS Kota Baubau, 2014
2.1.3.1 Pertanian
Sektor pertanian mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan
perekonomian nasional. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting dari
keseluruhan pembangunan nasional. Ada beberapa hal yang mendasari mengapa
pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan penting, antara lain: potensi
Sumber Daya Alam yang besar dan beragam, pangsa terhadap pendapatan nasional yang
cukup besar, besarnya penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada sektor
ini, perannya dalam penyediaan pangan masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan di
pedesaan. Pada bab ini disajikan data hasil pembangunan khususnya sektor pertanian
meliputi penggunaan tanah, tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan.
Penggunaan tanah tahun 2013 yang disajikan pada Tabel 2.4 meliputi jenis penggunaan
tanah sawah, bangunan dan pekarangan, tanah tegalan/kebun, tanah ladang/huma,
tanah padang rumput, tanah rawa yang tidak ditanami, tambak/empang, lahan yang
sementara tidak diusahakan, tanaman kayu-kayuan, hutan negara, perkebunan, dan
lainnya. Dari rincian jumlah tersebut pada tahun 2013 penggunaan yang terluas adalah
hutan negara seluas 8.012 ha dari 22.100 ha seluruh luas penggunaan tanah di Kota
Baubau. Kemudian terluas kedua adalah tegal/ tanah perkebunan seluas 3.289 ha.
Ketiga adalah lainnnya seluas 2.938 ha.
Bab 2 | 4
Tabel 2.4 Luas Penggunaan Tanah menurut Kecamatan (ha) Tahun 2013
Kecamatan
Kokalukuna
Betoambari
Batupoaro
Sorawolio
Murhum
Lea-Lea
Wolio
Bungi
Penggunaan Tanah Jumlah
Terdapat 8 komoditas utama pertanian yang meliputi padi sawah, padi ladang, jagung,
ubi kayu, ubi jalar, kacang kedelai, kacang tanah dan kacang hijau. Tanaman padi
sawah pada tahun 2013 memiliki luas panen 2.519 ha dengan hasil produksi sebesar
13.657,20 ton. Lokasi penanaman padi terkonsentrasi pada 3 kecamatan yakni
Kecamatan Sorawolio dengan luas panen sebesar 19 ha serta hasil produksi sebesar
72,20 ton, Kecamatan Bungi dengan luas panen 2.335 ha serta hasil produksi sebesar
12.842,5 ton, dan Kecamatan Lea-lea dengan luas panen 165 ha serta hasil produksi
sebesar 742,50 ton. Pada tahun 2013, luas panen tanaman jagung mencapai 215 ha
dengan hasil produksi sebesar 528,70 ton, dengan demikian terjadi penurunan hasil
produksi sebesar 26,30 persen bila dibandingkan dengan hasil produksi pada tahun 2012
yang menghasilkan produksi sebesar 717,40 ton. Untuk tanaman kedelai mengalami
penurunan 100 persen baik luas panen maupun hasil produksinya dimana pada tahun
2013 tidak ada hasil produksi. Sementara untuk tanaman kacang tanah mengalami
peningkatan luas panen dan hasil produksi dibanding tahun 2012. Untuk tanaman ubi
kayu dengan luas panen 120 ha mencapai hasil produksi sebesar 1.112 ton dimana
terjadi penurunan hasil produksi tanaman ubi kayu sebesar 31,79 persen bila
dibandingkan dengan hasil produksi tahun 2012 yang mencapai 1.630,25 ton. Sementara
itu, tanaman ubi jalar mengalami peningkatan hasil produksi sebesar den 44,17 persen
bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Bab 2 | 5
Tabel 2.5 Luas Panen (Ha), Produksi (Ton), dan Produktivitas (kg/ha) 8 Komoditas Utama Pertanian
Padi Sawah Padi Ladang Jagung Kedelai
Kecamatan Luas Produk- Luas Produk- Luas Produk- Luas Produk-
Produksi Produksi Produksi Produksi
Panen tivitas Panen tivitas Panen tivitas Panen tivitas
Betoambari - - - - - - 34 78,20 23,00 - - -
Murhum - - - - - - 5 10,00 20,00 - - -
Batupoaro - - - - - - - - - - - -
Wolio - - - - - - 49 122,50 25,00 - - -
Kokalukuna - - - - - - 10 21,00 21,00 - - -
Sorawolio 19 72,20 38 202 727.20 36,00 39 101,40 26,00 - - -
Bungi 2334 12.842,50 55 - - - 12 24,00 20,00 - - -
Lea-Lea 165 742,50 45 - - - 66 171,60 26,00 - - -
Kota Batubau
2013 2.519 13.657,20 54,22 202 727,20 36,00 215 528,70 24,59 - - -
2012 2.344 10.652,40 45,45 342 1.162,80 34,00 312 717,40 22,99 4 4 10
2011 2.460 12.214,68 49,65 371 1.187,20 32,00 303 763,90 25,21 1 1 10
2010 2.516 12.364,70 39,00 346 891,85 28,10 198 446,42 23,10 4 4 10
2009 2.040 10.274,56 49,30 562 2.050,59 36,40 277 363,00 22,10 9 9 10
Tabel 2.5 Luas Panen (Ha), Produksi (Ton), dan Produktivitas (kg/ha) 8 Komoditas Utama Pertanian (Lanjutan)
Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar
Kecamatan Luas Produk- Luas Produk- Luas Produk- Luas Produk-
Produksi Produksi Produksi Produksi
Panen tivitas Panen tivitas Panen tivitas Panen tivitas
Betoambari - - - - - - 20 184,00 92,00 8 48,00 60,00
Murhum - - - - - - 2 17,50 87,50 2 10,00 50,00
Batupoaro - - - - - - - - - - - -
Wolio 1 1,00 10,00 - - - 26 239,20 92,00 30 186,00 62,00
Kokalukuna 2 2,00 10,00 - - - 6 54,00 90,00 6 34,20 57,00
Sorawolio 7 7,00 10,00 1 0,95 9,50 9 81,90 91,00 7 42,00 60,00
Bungi 3 3,00 10,00 - - - 1 9,00 90,00 - - -
Lea-Lea - - - - - - 56 526,40 94,00 19 117,80 62,00
Bab 2 | 6
Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar
Kecamatan Luas Produk- Luas Produk- Luas Produk- Luas Produk-
Produksi Produksi Produksi Produksi
Panen tivitas Panen tivitas Panen tivitas Panen tivitas
Kota
Batubau
2013 13 13,00 10,00 1 0,95 9,50 120 1.112,00 92,67 72 554,75 77,05
2012 5 5,00 10,00 3 2,85 9,50 178 1.630,25 91,59 64 384,80 60,12
2011 9 10,50 11,67 3 2,85 9,50 154 1.411,50 91,66 55 330,00 60,00
2010 10 4,50 9,00 1 0,95 9,50 132 1.265,04 94,90 31 186,50 59,00
2009 14 16,20 10,50 4 3,80 9,50 203 1.957,28 96,20 43 265,93 61,80
Bab 2 | 7
Data tanaman hortikultura yang disajikan pada Tabel 2.6 adalah tanaman sayur-sayuran
serta tanaman buah-buahan.
Tabel 2.6 Produksi Tanaman Hortikultura (kuintal)
Kecamatan
Kokalukuna
Betoambari
Batupoaro
Sorawolio
Murhum
Lea-Lea
Penggunaan
Wolio
Bungi
Jumlah
Tanah
Data jenis tanaman sayur-sayuran yang disajikan pada Tabel 2.6 terdiri dari dua
kelompok, yaitu: kelompok tanaman sayur-sayuran yang dipanen berkali-kali dan sayur-
sayuran yang dipanen sekaligus. Kelompok pertama terdiri dari sembilan jenis, yaitu:
Kacang Panjang, Cabe, Tomat, Terung, Buncis, Ketimun, Labu, Kangkung dan Bayam.
Bab 2 | 8
Sedangkan kelompok kedua terdiri dari 6 jenis tanaman, yaitu: Bawang Merah, Bawang
Putih, Bawang Daun, Kubis, Petsai/Sawi dan Kacang Merah. Pada tahun 2013 produksi
tanaman sayur-sayuran yang dipanen berkali-kali paling banyak adalah jenis kangkung,
kacang panjang dan terung, masing-masing sebanyak 947 kuintal, 846 kuintal dan 748
kuintal.
2.1.3.2 Perkebunan
Tanaman perkebunan rakyat yang diusahakan terdiri dari 13 komoditi. Produktifitas
rata-rata tanaman perkebunan pada tahun 2013 mengalami penurunan. Hasil
perkebunan yang paling menonjol pada tahun 2013 adalah tanaman jambu mete dengan
produksi sebesar 75,94 ton, kelapa dalam 20,77 ton. Untuk tanaman perkebunan lainnya
hanya mampu berproduksi dibawah 10 ton.
Tabel 2.7 Luas Areal Tanaman Perkebunan menurut Jenis Tanaman dan Tingkat
Produktivitas Lahan (ha)
Jenis Tanaman Produktif Belum Produktif Tidak Produktif Jumlah
Kelapa Dalam 106,00 20,50 7,00 133,50
Kopi 37,25 18,25 4,00 59,50
Kapuk 22,65 2,85 1,00 26,50
Lada 0,80 2,40 - 3,20
Cengkeh 1,00 - - 1,00
Jambu Mete 372,70 93,00 354,00 819,70
Kemiri 57,45 12,75 3,00 73,20
Coklat 102,00 23,75 43,25 169,00
Enau 9,50 3,00 1,25 13,75
Kelapa Hybrida 17,00 4,00 0,50 21,50
Asam Jawa 8,75 0,75 1,00 10,50
Pinang 1,30 0,10 - 1,40
Panili 1,00 2,00 1,00 4,00
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
2.1.3.3 Peternakan
Rata-rata jumlah populasi ternak besar dan kecil di Kota Baubau tahun 2013 mengalami
peningkatan dibandingkan tahun 2012. Populasi ternak di tahun 2013 seperti sapi dan
babi mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya yakni masing-masing sebesar 0,06
persen dan 0,77 persen. Untuk ternak unggas yang mengalami peningkatan hanya ayam
kampung dari 138.626 ekor menjadi 139.594 ekor serta ayam ras dari 36.000 ekor.
menjadi 41.050 eko tahun 2013, sedangkan itik/itik manila mengalami penurunan
populasi dari 5.828 ekor menjadi 5.590 ekor.
Tabel 2.8 Populasi Ternak Besar dan Kecil menurut Kecamatan (Ekor)
Kecamatan Sapi Kambing Babi Jumlah
Betoambari 67 197 - 264
Murhum 90 257 - 347
Bab 2 | 9
Kecamatan Sapi Kambing Babi Jumlah
Batupoaro - - - -
Wolio 157 296 - 453
Kokalukuna 22 295 - 317
Sorawolio 325 338 - 663
Bungi 939 165 1.963 3.067
Lea-Lea 192 133 - 325
Kota Batubau
2013 1.792 1.681 1.963 5.436
2012 1.791 1.983 1.948 5.722
2011 1.657 1.801 1.883 5.341
2010 2.255 1.767 1.818 5.840
2009 2.168 1.694 1.699 5.561
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
2.1.3.4 Perikanan
Kegiatan penangkapan ikan dilaksanakan melalui berbagai usaha meliputi perikanan laut
dan usaha perikanan darat (perairan umum, tambak dan kolam). Produksi hasil
perikanan laut dan perikanan darat disajikan pada Tabel 2.10 dan Tabel 2.11. Produksi
perikanan laut dikelompokkan menjadi 3, antara lain: penagkapan Ikan, budidaya
rumput laut dan budidaya mabe. Di tahun 2013 usaha penangkapan ikan di laut
mencapai 7.885,79 ton, budidaya rumput laut 2.668,66 ton dan budidaya mabe sebesar
12,78 ton, sedangkan produksi perikanan darat mencapai 7,30 ton. Usaha perikanan
darat terletak di 3 kecamatan. Produksi ikan darat terbanyak terdapat di Kecamatan
Bungi dengan hasil 6,09 ton. Di Kecamatan Sorawolio sebesar 1,21 ton, sedangkan untuk
tahun 2013 di Kecamatan Lea-lea tidak ada produksi perikanan darat.
Bab 2 | 10
Tabel 2.10 Produksi Perikanan menurut Kecamatan (ton)
Perikanan Laut
Budidaya Budidaya Perikanan
Kecamatan Penangkapan Jumlah
Rumput Mabe Darat
Ikan
Laut
Betoambari 726,84 448,08 - - 1.174,94
Murhum 45,74 - - - 45,74
Batupoaro 3.116,94 235,04 - - 3.351,98
Wolio 165,90 - - - 165,90
Kokalukuna 1.434,17 - - - 1.434,17
Sorawolio - - - 1,21 1,21
Bungi - - - 6,09 6,09
Lea-Lea 2.396,20 1.985,54 12,78 - 4.394,52
Kota Batubau 7.885,79 2.668,66 12,78 7,30 10.574,53
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
2.1.4 Perdagangan
Meskipun peranannya masih belum begitu dominan dalam perekonomian daerah, namun
melihat potensi posisi Kota Baubau yang strategis, kegiatan industri memiliki peluang
yang cukup besar untuk dikembangkan. Jenis industri yang dominan yaitu industri
pengolahan makanan dan minuman, pengolahan hasil perikanan (pembekuan ikan dan
pengalengan), industri pengolahan hasil perkebunan dan kehutanan (penggergajian,
meubel, dan gembol).
Jumlah total volume perdagangan sebesar 6.211,68 ton, 10 ekor, 7.277 m3 dan 238.966
buah. Jumlah tersebut terdiri dari 0,16 ton hasil tanaman pangan, 2.819,51 ton hasil
perkebunan, 10 ekor peternakan, 2.613,88 ton hasil perikanan, 567,13 dan 7.202 m3
hasil kehutanan, serta 193 ton, 238.966 buah dan 75 m3 dari industri. Komoditas
tanaman pangan yang diperdagangkan antar pulau adalah bawang merah dengan volume
0,16 ton dan nilainya Rp. 6.400.000 atau menurun sebesar 97,44 persen sebagaimana
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Bab 2 | 11
Tabel 2.11 Volume dan Nilai Perdagangan Antar Pulau Hasil Bumi dan Laut menurut
Jenis Komoditas
Jenis Komoditas Satuan Volume Nilai (Rp. 000,-)
Tanaman Pangan Ton 0,16 6.400
Perkebunan Ton 2.819,51 23.431.410
Peternakan Ekor 10 120.000
Perikanan Ton 2.631,88 33.139.992
Ton 567,13 1.809.307
Hasil Kehutanan
m3 7.202 26.583.444
Ton 193 386.000
Industri Buah 238.966 1.462.594
m3 75 675.000
Ton 6.211,68 58.773.109
Jumlah Buah 10 120.000
m3 7.277 27.258.444
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Volume dan nilai perdagangan hasil komoditi perkebunan yang di perdagangkan tahun
2013 mencapai 2.819,51 ton dengan nilai Rp. 23.431.410.000, dimana komoditas kopra
penyumbang volume terbesar yaitu 1.847,93 ton dengan nilai Rp. 12.935.510.000.
Sedangkan nilai perdagangan terkecil dari komoditas buah pala dengan volumen 0,72
ton senilai Rp. 14.400.000.
Tabel 2.12 Volume dan Nilai Perdagangan Antar Pulau Hasil Perkebunan menurut Jenis
Komoditas
Volume Nilai
Jenis Komoditas
(ton) (Rp. 000,-)
Buah Pala 0,72 14.400
Jahe 2 4.000
Kopi 1,10 16.500
Kopra 1.847,93 12.935.510
Kacang Mete 26,06 1.823.850
Kelapa Biji 6 2.000
Mete Gelondongan 743,15 7.431.500
Biji Kemiri 81,45 366.525
Gula Merah 0,80 5.600
Biji Coklat 71,27 819.525
Asam 39,03 12.000
Jumlah
2013 2.819,51 23.431.410
2012 6.414,95 41.164.800
2011 3.419,62 27.467.479
2010 3.844,86 30.302.150
2009 7.474,88 46.309.664
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Bab 2 | 12
memiliki volume perdagangan yang sangat tinggi yaitu 1.144,04 ton dan 964,35 ton.
Meskipun volume aga-agar tidak banyak dibandingkan ikan bete-bete tapi nilai
penjualanya lebih tinggi yaitu 11.572.200 ribu rupiah, sedangkan ikan bete-bete hanya
576.152 ribu rupiah.
Tabel 2.13 Volume dan Nilai Perdagangan Antar Pulau Hasil Perikanan menurut Jenis
Komoditas
Nilai
Jenis Komoditas Satuan Volume
(Rp. 000,-)
Agar-agar ton 964,35 11.572.200
Biji Mutiara biji 19,45 583.500
Cumi-cumi Kering ton 140 5.600
Ikan Baronang ton 0,35 9.450
Ikan Beku ton 50 1.750
Ikan Bete-bete ton 1.144.04 576.152
Ikan Cakalang ton 206,80 2.068.000
Ikan Deho ton 595 2.380.000
Ikan Ekor Kuning ton 5,20 15.600
Ikan Kaha-kaha ton 8,25 20.625
Ikan Kakap Merah ton 1,00 3.000
Ikan Lansu ton 37,00 148.000
Ikan Layang ton 46,50 186.000
Ikan Segar Campuran ton 0,60 15.000
Ikan Tembang ton 58,05 290.225
Ikan Belah ton 4 100.000
Ikan Tongkol ton 48,25 193.000
Kulit Lokan ton 104,32 365.120
Kulit Mabe ton 2,15 7.525
Kulit Mutiara ton 3,49 20.940
Roci ton 23,84 476.700
Teri Biasa ton 105,39 2.107.800
Teri Masdak ton 230,30 10.361.205
Teripang Campuran ton 15,30 1.300.500
Tongkat Ikan Hiu ton 0,60 27.000
Udang ton 3,40 153.000
Udang Cuci/Pin ton 3,38 152.100
Jumlah
2013 ton 3.821,11 33.139.992
ton 3.704,73 40.886.590
2012
biji 15.800 316.000
ton 3.504,97 36.767.048
2011
biji 31.150 623.000
ton 4.088,34 35.595.384
2010
biji 35.590 711.800
ton 4.664,14 37.383.969
2009
biji 10.300 206.000
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Nilai hasil kehutanan yang diperdagangkan mencapai 1.809.207 ribu rupiah dengan
volume 567,13 ton dan 7.202 m3, dimana nilai terbesar berasal dari kayu jati olahan
Bab 2 | 13
yaitu dengan nilai 14.634.000 ribu rupiah sedangkan volume terkecil dari rotan polish
20,6 ton dengan nilai 195.700 ribu rupiah (Tabel 2.14).
Tabel 2.14 Volume dan Nilai Perdagangan Antar Pulau Hasil Kehutanan menurut Jenis
Komoditas
Nilai
Jenis Komoditas Satuan Volume
(Rp. 000,-)
Kayu Jati Logs m3 1.139,00 3.075.300
3
Kayu Jati Olahan m 1.626,00 14.634.000
Kayu Rimba Olahan m3 4.437,00 8.874.144
Rotan Asalan ton 51,97 129.915
Rotan Batang ton 379,76 1.139.292
Rotan Polish ton 20,60 195.700
Kayu Cendana ton 114,80 344.400
Jumlah ton 567,13 1.809.307
2013 m3 7.202,00 26.583.444
ton 532,03 1.992.365
2012
m3 2.779,00 14.130.150
ton 704,07 2.455.126
2011
m3 3.145,00 20.589.607
ton 647,08 6.549.118
2010 3
m 2.963,00 25.921.800
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Volume perdagangan terbesar di sektor industri adalah dari jenis botol kosong sebesar
196.150 buah dengan nilai 196.150 ribu rupiah. Namun jika dilihat dari nilainya maka
jenis bantal memiliki nilai perdagangan yang tinggi yaitu 771.750.000 rupiah dengan
volume 30.870 ton.
Tabel 2.15 Volume dan Nilai Perdagangan Antar Pulau Hasil Industri menurut Jenis
Komoditas
Nilai
Jenis Komoditas Satuan Volume
(Rp. 000,-)
Baja/Besi Beton ton 193 386.000
Bantal buah 30.870 771.750
3
Jati Olahan m 75 675.000
Kasur B1 buah 5.310 69.030
Kasur B2 buah 5.226 73.164
Kasur B3 buah 1.410 352.500
Botol Kosong buah 196.150 196.150
ton 193 386.000
Jumlah
buah 238.966 1.462.594
2013
m3 75 675.000
ton 0,12 1.044.000
2012
buah 13.290 1.663.475
ton 1,83 10.457.100
2011
buah 9.537,00 1.179.238
ton - -
2010
buah 16.085 1.937.250
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Bab 2 | 14
Tabel 2.16 menyajikan volume perdagangan antar pulau menurut pelabuhan tujuan
tahun 2013, dimana pelabuhan Surabaya merupakan tujuan terbanyak.
Tabel 2.16 Volume dan Nilai Perdagangan Antar Pulau menurut Pelabuhan Tujuan
Volume Nilai
Pelabuhan Tujuan Satuan
(ton) (Rp. 000,-)
Jakarta ton 202,14 12.661.775
ton 4.882,04 39.858.697
Surabaya 3
m 7.202 26.583.444
ton 202,82 3.241.360
Makassar
ekor 10 120.000
Lainnya ton 48,41 199.400
ton 5.287 55.761.832
Jumlah
m3 7.202 26.583.444
2013
ekor 10 120.000
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Tabel 2.17 menyajikan volume beras, gula pasir, tepung terigu dan jagung yang
disalurkan oleh Perum Bulog. Tahun 2013 hanya beras lokal yang disalurkan yaitu
sebanyak 7.260 ton. Kebijakan pemerintah dalam pembinaan koperasi ditujukan agar
koperasi menjadi lembaga yang kuat dan wadah utama untuk membina kemampuan
usaha golongan ekonomi lemah.
Tabel 2.17 Volume Beras, Gula Pasir, Tepung Terigu dan Jagung yang Disalurkan oleh
Perum Bulog Sub Divre Wil I di Kota Baubau (ton)
Tahun Beras Lokal Gula Pasir Jagung
2006 5.780,60 10,00 -
2007 5.850,60 - 14,39
2008 10.697,00 - -
2009 9.853,30 - -
2010 9.738,08 - -
2011 10.365,25 - -
2012 8.107.984,00 - -
2013 7.260,00 - -
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
2.1.5 Transportasi
Bab 2 | 15
Tabel 2.18 Panjang Jalan menurut Pemerintah yang Berwenang dan Jenis Permukaan
Jalan (Km)
Jenis Tahun Tinjauan Tahun Tinjauan
Status Jalan Kondisi
Permukaan 2012 2013 2012 2013
Diaspal 62,08 62,08 Baik 56,50 50,48
Kerikil - - Sedang 3,83 11,30
Jalan Negara Tanah - - Rusak 1,75 0,30
Lainnya - - Rusak Berat - -
Jumlah 62,08 62,08 Jumlah 62,08 62,08
Jalan Provinsi Jumlah - - Jumlah - -
Diaspal 137,76 156,47 Baik 170,72 178,32
Kerikil 49,99 38,89 Sedang 10,50 11,19
Jalan Kota Tanah - - Rusak 6,53 5,85
Lainnya - - Rusak Berat - -
Jumlah 187,75 195,36 Jumlah 187,75 195,36
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Sarana angkutan darat seperti kendaraan bermotor disamping dapat digunakan oleh
masyarakat sebagai angkutan penumpang, juga dapat digunakan sebagai angkutan
barang, baik barang produksi pabrik maupun barang hasil produksi pertanian dan hasil-
hasil lainnya. Pada Tabel 2.19 disajikan banyaknya kendaraan yang tercatat dan
terproses pada Samsat Kota Baubau. Jenis sarana angkutan tersebut meliputi mobil
penumpang sebanyak 202 buah, mobil barang sebanyak 947 buah, mobil bus sebanyak
1.584 buah dan sepeda motor sebanyak 21.347 buah.
Tabel 2.19 Banyaknya Kendaraan Bermotor menurut Jenis Kendaraan Terdaftar Pada
Samsat di Kota Baubau (unit)
Jenis Kendaraan 2009 2010 2011 2012 2013
Mobil Penumpang 187 285 335 314 202
- Sedan Non Taksi 28 46 45 48 45
- Jeep 59 102 90 100 111
- St. Wagon 100 137 200 166 46
Mobil Barang 597 605 480 613 947
- Truck barang 203 288 246 295 380
- Truck Trail - 15 - - -
- Truck Tangki 14 18 19 17 30
- Pemadam Api 3 - 4 2 5
- Pick Up 377 284 211 299 532
Mobil Bus 783 1.013 1.016 1.111 1.584
- Mikro Bus (12 Seats) 349 489 709 766 1.571
- Mini Bus (12-32 Seats) 407 501 301 343 9
- Bus (32 Seats) 27 23 6 2 4
Sepeda Motor 13.235 18.954 19.538 17.537 21.347
- Scooter 91 28 7.768 262 521
- Motor 13.144 18.926 11.770 17.275 10.826
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Bab 2 | 16
2.1.5.2 Transportasi Laut
Angkutan laut merupakan sarana perhubungan yang sangat penting dan strategis di Kota
Baubau yang merupakan pintu gerbang pelayaran antar pulau di wilayah Indonesia
bagian timur. Hal ini terlihat dari banyaknya kunjungan kapal pada pelabuhan di Kota
Baubau sebagaiman disajikan pada tabel 2.20 yang menggambarkan lalulintas kapal laut
dan Fery selama tahun 2013.
Tabel 2.20 Jumlah Kunjungan Kapal dan Penumpang menurut Jenis Pelayaran di Kota
Baubau
Penumpang
Jenis Pelayaran Call Kapal GRT
Turun Naik
Dalam Negeri 7.568 11.038.283 437.192 453.938
- Umum 2.691 6.631.813 285.031 297.521
- Rakyat 1.672 833.113 10.249 12.796
- Perintis 69 540.992 944 423
- Khusus Pertamina 255 1.299.699 - -
- Lainnya 2.881 1.732.736 140.968 143.198
Luar Negeri 84 2.261.325 - -
Jumlah
2013 7.652 13.299.608 437.192 453.938
2012 8.243 10.577.612 448.585 493.621
2011 8.067 8.426.850 445.723 500.100
2010 8.010 6.046.573 429.655 473.934
2009 7.928 6.151.180 414.833 510.414
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Jumlah kunjungan kapal laut tahun 2013 tercatat sebanyak 7.652 kunjungan menurun
dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 8.243 kunjungan atau turun 7,17 persen.
Jumlah penumpang naik mencapai 453.938 orang, dan jumlah penumpang turun
sebanyak 437.192 orang. Jumlah penumpang naik mengalami penurunan sebanyak 8,04
persen, sedangkan jumlah penumpang turun juga mengalami penurunan sebesar 2,54
persen.
Bab 2 | 17
Tabel 2.21 Lalu Lintas Pesawat Terbang dan Penumpang melalui Pelabuhan Udara
Betoambari Tahun 2006 - 2013
Lalu Lintas Pesawat Penumpang (orang)
Tahun
Datang Berangkat Transit Datang Berangkat Transit
2006 6 6 - 50 53 -
2007 47 47 - 1.322 1.095 -
2008 243 243 - 6.805 4.710 -
2009 282 282 - 5.778 5.250 7
2010 1.224 1.224 2 37.058 34.872 2.810
2011 1.431 1.431 - 48.750 43.658 -
2012 1.471 1.471 - 57.988 56.773 -
2013 730 730 - 41.529 40.186 -
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
2.1.6 Pariwisata
Kota Baubau memiliki potensi wisata dan daya tarik wisata budaya dan wisata alam yang
cukup representatif untuk dikembangkan. Selain sebagai pusat pemerintahan, Kota
Baubau juga sekaligus sebagai pusat Budaya Kesultanan Buton sehingga menjadikan Kota
Baubau memiliki obyek wisata dari peninggalan sejarah dan kebudayaan yang sangat
menarik bagi wisatawan lokal maupun macananegara.
Bab 2 | 18
Selain enam bagian potensi wisata di Kota Baubau yang telah ada saat ini, Kota Baubau
merupakan salah satu pintu gerbang utama menuju kawasan wisata Kepulauan Wakatobi
melalui lintas angkutan penyeberangan antar pulau yang menghubungkan Kota Baubau
dengan Pulau Kadatua Kabupaten Buton, Pulau Muna Kabupaten Muna dan Pulau
Wakatobi Kabupaten Wakatobi.
2.1.7 Perekonomian
Produk Domestik Regional Bruto merupakan salah satu indikator untuk mengetahui
keadaan ekonomi suatu daerah dalam suatu periode tertentu. PDRB dihitung
berdasarkan harga berlaku dan harga konstan, dimana PDRB atas dasar harga konstan
digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.
Nilai PDRB Daerah Kota Baubau berdasarkan harga berlaku pada tahun 2012 sebesar
2.634.647,13 juta rupiah, sedangkan berdasarkan harga konstan sebesar 912.758,25 juta
rupiah dengan tahun dasar 2000. Penyajian PDRB menurut lapangan usaha dibagi
menjadi sembilan sektor, dan dirinci masing masing menjadi sub sektor dengan
perkembangan setiap sektor sebagai berikut:
1. Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan dan Kehutanan Sektor pertanian
mencakup sub sektor tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan,
kehutanan dan perikanan. Sektor pertanian pada tahun 2012 memberikan kontribusi
sebesar 12,75 persen terhadap total PDRB Kota Baubau.
2. Pertambangan dan Penggalian Sektor ini terdiri dari 2 sub sektor yakni
pertambangan dan penggalian, dimana sub sektor pertambangan di Kota Baubau
memberikan kontribusi 0,68 persen terhadap total PDRB Daerah Kota Baubau.
Bab 2 | 19
3. Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan yang meliputi industri migas dan non
migas dalam hal ini industri makanan, tekstil, barang dari kayu, semen dan barang
galian bukan logam dan lain-lain pada tahun 2012 memberikan kontribusi sebesar
2,43 persen terhadap total Produk Domestik Regional Bruto Daerah Kota Baubau.
4. Listrik, Gas dan Air Bersih Sektor ini merupakan sektor penunjang seluruh kegiatan
perekonomian di Daerah Kota Baubau. Produksi listrik sebagian besar dihasilkan oleh
Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan sebagian oleh listrik non PLN. Sedangkan air
bersih dihasilkan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Sektor ini pada tahun
2012 memberikan kontribusi sektoral sebesar 1,17 persen.
5. Konstruksi / Bangunan Sektor konstruksi/bangunan pada tahun 2012 memberikan
kontribusi sebesar 21,52 persen terhadap total PDRB Kota Baubau.
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor ini berperan sebagai penunjang kegiatan
ekonomi yang menghasilkan produk barang dan jasa. Secara keseluruhan pada tahun
2012 sektor ini memberikan kontribusi sektoral sebesar 26,73 persen.
7. Pengangkutan dan Komunikasi Sektor pengangkutan dan komunikasi memiliki
peranan sebagai pendorong aktivitas disetiap sektor ekonomi. Sektor ini pada tahun
2012 memberikan kontribusi sebesar 10,00 persen.
8. Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan Sektor ini mencakup bank, lembaga
keuangan bukan bank, sewa bangunan dan jasa perusahaan disebut sektor finansial
karena secara umum kegiatan utamanya berhubungan dengan kegiatan pengelolaan
keuangan yang bersumber dari penarikan dana masyarakat maupun penyaluran
kembali. Sektor ini pada tahun 2012 memberikan kontribusi sebesar 6,39 persen.
9. Jasa - jasa Sektor jasa-jasa meliputi pemerintahan umum dalam hal ini administrasi
pemerintahan dan jasa pemerintahan serta swasta yang mencakup sosial
kemasyarakatan, hiburan dan rekreasi juga perorangan dan rumah tangga. Sektor
jasajasa memberikan kontribusi sebesar 18,32 persen terhadap total PDRB Daerah
Kota Baubau.
Berdasarkan harga konstan tahun 2000, PDRB Kota Baubau pada tahun 2007 sebesar
586.325 juta Rupiah. Sektor listrik, gas dan air bersih mengalami pertumbuhan tertinggi
yaitu sebesar 44 persen, diikuti oleh sektor bangunan sebesar 12 persen dan industri
pengolahan sebesar 11 persen. Secara keseluruhan pendapatan regional dikota Baubau
pada tahun 2007 naik sebesar 7,81 persen bila dibandingkan pada tahun 2006. Nilai
PDRB atas dasar harga konstan tersebut tersajikan pada Tabel 2.22 dan Gambar 3.4.
Tabel 2.22 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan Kota
Baubau (Juta Rupiah)
No Sektor 2010 2011 2012 Proporsi 2012 (%)
Bab 2 | 20
No Sektor 2010 2011 2012 Proporsi 2012 (%)
1 Pertanian 64.202,98 65.486,03 66.596,84 7,30
2 Pertambangan dan Penggalian 5.145,29 6.027,71 7.055,97 0,77
3 Industri 32.096,18 34.192,70 36.463,40 3,99
4 Listrik, Gas dan Air Bersih 7.702,06 8.310,74 9.834,74 1,08
5 Konstruksi 169.353,90 190.202,01 226.916,27 24,86
Perdagangan, Hotel, dan
6 169.891,09 188.502,34 207.084,37 22,69
Restoran
7 Pengangkutan dan Komunikasi 85.570,42 92.506,52 97.517,77 10,68
Keuangan, Persewaan dan Jasa
8 54.482,16 67.493,06 72.646,19 7,96
Perusahaan
9 Jasa-jasa 175.541,71 182.726,76 188.642,70 20,67
Total 763.985,79 835.447,87 912.758,25 100,00
Sumber: Kota Baubau dalam Angka, 2014
Secara Geografis Pelabuhan Baubau terletak diantara 502716,5 Lintang Selatan sampai
12203631,4 Bujur Timur, tepatnya Pelabuhan Baubau terletak di Kota Baubau bagian
selatan Sulawesi Tenggara, untuk lebih tepatnya Pelabuhan Baubau ini berada di Pulau
Buton yang terletak di Selat Buton dengan Pelabuhan Utama menghadap ke utara.
Status Pelabuhan Baubau adalah Pelabuhan yang tidak diusahakan yang diselenggarakan
oleh pengelolaan Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Baubau sebagai UPT Pusat.
Kondisi fasilitas pelabuhan yang ada saat ini pada dasarnya sangat memadai dengan
adanya penambahan dermaga tahun anggaran 2009-2012 dengan panjang total 120
meter. Fasilitas Pelabuhan Baubau secara lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.23 Fasilitas Pelabuhan di Pelabuhan Murhum Baubau
No Fasilitas Dimensi Keterangan
1 Daerah Kerja Daratan 8 Ha Tanah urugan
Tipe lantai beton, dengan tiang pancang
2 Dermaga I 180 x 12 m
beton
Tipe lantai beton, dengan tiang pancang
3 Dermaga II (Baru) 120 x 15 m
beton
Tipe lantai beton, dengan tiang pancang
Dermaga Finger I 50 x 10 m
beton D=400mm, dibangun tahun 2002
4 Tipe lantai beton, dengan tiang pancang
Dermaga Finger II 50 x 10 m beton D=400mm, dibangun tahun 2012
(sedang berjalan)
5 Trantel I 97 x 8 m Tipe beton dengan tiang beton D=450mm
6 Transtel II 123 x 8 m Tipe beton dengan tiang beton D=450mm
7 Causeway I 55 x 8 m Tipe Gravity Wall
8 Causeway II 30 x 8 m Tipe Gravity Wall
9 Causeway III 60 x 10 m Tipe Gravity Wall
10 Talud I P. 64 m Dinding Penahan Tanah
Bab 2 | 21
No Fasilitas Dimensi Keterangan
Talud II P. 130 m Dinding Penahan Tanah
Tipe beton dengan tiang Pancang Beton
11 Mooring Dolphin 2 unit
D=450mm
12 Kantor Pelabuhan 250 m2 Tipe struktur beton, kondisi cukup baik
13 Terminal Penumpang 780 m2 Tipe struktur beton, kondisi cukup baik
14 Gudang Nihil Tidak ada
15 Rumah Jaga (jalan masuk) 6 x 4 m Tipe struktur beton, kondisi cukup baik
16 Rumah Jaga (jalan keluar) - -
17 Lapangan Penumpukan 1.800 m2 Perkerasan dengan aspal kondisi cukup baik
Jalan Utama I 94 x 11,5 m
18 Perkerasan dengan aspal kondisi cukup baik
Jalan Utama II 32 x 6 m
Jalan Extra 53 x 6,75 m
19 Areal Parkir 42 x 68 m Perkerasan dengan aspal kondisi cukup baik
Klinik Kesehatan Menumpang di terminal
20 12 m2
Pelabuhan
21 Karantina Tumbuhan 1 unit
22 Karantina Hewan -
Kantor Perusahaan
23 3 unit Menumpang pada terminal penumpang
Pelayaran
24 Kantor Buruh / TKBM 24 m3 Menumpang pada terminal penumpang
25 Bak air 300 m3 Kapasitas 90 ton/jam
26 Tangki BBM Tidak ada Memakai mobil tangki
27 Pagar 335 m3 Pagar BRC, kondisi cukup baik
28 Alat Bantu Navigasi 1 unit 1 lampu suar
29 Suplay Listrik 1.500 KVA PLN
30 Suplay Air 100 m3 PDAM
31 Telephone 2 line PT Telkom
32 SRP / Stasiun Radio SSB
Taman I 53 x 6,30 m
33
Taman II 33 x 6 m
34 Lapangan Penumpukan 68 x 64 m
Sumber: KUPP Pelabuhan Baubau, 2013
Pintu utama pelabuhan bagi orang dan kendaraan yang keluar masuk di pelabuhan
mengalami hambatan karena belum terpisahnya pintu pejalan kaki dan kendaraan yang
menyebabkan sering terjadi kemacetan pada pintu utama disaat kegiatan puncak yaitu
embarkasi dan debarkasi penumpang Kapal Pelni.
Berdasarkan data yang didapat dari KUPP Pelabuhan Baubau, potensi armada angkutan
laut yang dioperasikan di Pelabuhan Baubau memiliki jumlah yang sangat besar.
Terdapat 52 kapal yang beroperasi dengan trayek asal Baubau yang dikelola oleh
sebanyak sebelas perusahaan termasuk PT Pelni. Perusahaan-perusahaan tersebut
adalah:
1. PT Pelni
Bab 2 | 22
2. PT Dharma Lautan Utama
3. PT Dharma Indah
4. PT ASDP
5. PT Mira Cipta Sombu
6. PT Global Expres Lines
7. PT Aksar Saputra Lines
8. PT Boy Bahtera Mandiri
9. PT Fungka Permata Group
10. PT Uki Raya Lines
11. PT Wahyu Samudera Timur
Data lengkap mengenai nama kapal, lintasan trayek, serta kapasitas kapal disampaikan
pada Lampiran 1.
Dengan jumlah kapal dan trayek kapal penumpang yang naik turun di Pelabuhan Murhum
Baubau sebagaimana disampaikan di atas, dapat diprediksi jumlah naik turun angkutan
penumpang Kapal Pelni merupakan salah satu aktifitas utama Pelabuhan Murhum
Baubau. Jumlah rata-rata kunjungan kapal Pelni antara 24 26 call per bulan. Bahkan
pada bulan-bulan tertentu, jumlah kunjungan kapal Pelni mencapai 29 call. Dengan
jumlah call yang ada tersebut, dapat dikatakan bahwa hampir setiap hari ada Kapal
Pelni yang merapat di Pelabuhan Murhum ini. Dengan durasi embarkasi dan debarkasi
antara 3 4 jam, aktifitas naik turun naik penumpang serta bongkar muat barang pada
jam-jam tersebut merupakan jam sibuk (peak hour) di Pelabuhan Murhum.
Bab 2 | 23
2.2.4 Angkutan Laut Pelabuhan Murhum Baubau
Bab 2 | 24
Gambar 2.3 Produktifitas Angkutan Barang Pelabuhan Murhum Baubau
Bab 2 | 25
Bongkar Muat
Tahun
Teus Ton Kosong Teus Ton Kosong
2010 4.049 64.059 36 2.093 41.977 2.079
2011 5.634 90.867 21 2.958 59.115 2.383
2012 7.680 129.430 36 4.168 74.111 3.348
2013 8.580 137.199 0 5.252 86.568 3.401
2014 10.149 182.903 7 6.668 115.068 3.302
Sumber: KUPP Pelabuhan Baubau, 2015
20,000
0
2010 2011 2012 2013 2014
Bab 2 | 26
perdagangan internasional dan domestic serta mendorong pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan wilayah.
Berdasarkan dokumen hasil Studi Kerjasama Pemerintah dan Swasta untuk Pelabuhan
BaubauSulawesi Tenggara, disampaikan mengenai potensi awal proyek KPBU di
Pelabuhan Murhum Baubau seperti dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.27 Potensi (Awal) Proyek KPBU di Pelabuhan Baubau
No Tipe Proyek Karakteristik Opsi Skema KPBU Prioritas
- Permintaan mapan dan terus
meningkat
- Pengembangan usaha dagang
- BOT
- Kebutuhan lahan
- Konsesi
Terminal reklamasi/flatform antara 2
1 - Manajemen Tinggi
Penumpang causeway
kontrak
- Kebutuhan pembangunan gedung
privatisasi
baru
- Telah banyak diterapkan di
beberapa negara
- Permintaan terus meningkat
- Pasar yang mapan
- Dapat terisolasi dari kegiatan
- BOT
pelabuhan umum
- Konsesi
Teminal Peti - Membutuhkan teknologi modern
2 - Manajemen Tinggi
Kemas untuk mencapai efisiensi
kontrak
- Terbatasnya jumlah klien
privatisasi
- Dapat dikembangkan dari operator
eksisting
- Telah banyak diterapkan di
Bab 2 | 27
No Tipe Proyek Karakteristik Opsi Skema KPBU Prioritas
beberapa negara
- Aset jangka panjang yang tidak
menghasilkan tingkat
pengembalian menarik bagi sektor
swasta karena permintaan
3 Kargo Umum terbatas dan tarif rendah hybrid Rendah
- Pendapatan biasanya menyebar
dan sulit untuk dikumpulkan.
- Dapat dikembangkan sebagai pola
awal pengenalan KPBU
- Terlalu kecil untuk
Penyediaan dan
dipertimbangkan sebagai JV /
pelayanan
BOT.
peralatan
4 - Secara kolektif, masih kurang hybrid Sedang
pelabuhan
besar nilainya sebagai BOT.
(cranes dan
- Sulit untuk diisolasi dari kegiatan
gantry)
pelabuhan lainnya.
- Keterbatasan lahan di kawasan
pelabuhan
- Sering dilakukan oleh perusahaan
5 Pergudangan swasta yang memberikan layanan BOT Sedang
kepada perusahaan pengguna jasa
pengiriman.
- Nilai terlalu kecil untuk BOT.
-
- Frekuensi kapal yang masih rendah
- Pada umumnya, nilai terlalu kecil
Pelayanan tunda sebagai BOT/JV. Manajemen
6 Sedang
dan pandu - Investasi kapal yang cukup tinggi kontrak
- Kebutuhan tenaga spesialis
menetap.
- Frekuensi kapal yang masih rendah
- Pada umumnya, nilai terlalu kecil
Supply air bersih sebagai BOT/JV. - Perusda (PDAM)
7 dan air minum - Pemanfaatan fasilitas yang telah - Kontrak Sedang
kapal ada pelayanan
- Kebutuhan supply air yang
menerus
- Fokus pada keselamatan pelayaran
Pengelolaan - Investasi awal cukup tinggi
8 Kontrak pelayanan Rendah
SBNP - Tidak ada pendapatan secara
langsung
Aset yang sangat jangka panjang
atau pengembangan yang belum
9 Reklamasi lahan dapat menghasilkan keuntungan Pemerintah Rendah
yang memadai bagi investor sektor
swasta
Bab 2 | 28
2.5 INFRASTRUKTUR YANG AKAN DIBANGUN DENGAN SKEMA KPBU
Dari Tabel 2.27 di atas, teridentifikasi 2 jenis proyek yang memiliki prioritas tinggi
untuk dilaksanakan proyek KPBU, yaitu:
1. Pembangunan Terminal Peti Kemas
a. Proyek Kerjasama Permerintah Swasta untuk Penyelenggaraan Terminal Peti
Kemas Pelabuhan Baubau meliputi perencanaan, pengelolaan, pembangunan dan
operasional terminal peti kemas termasuk prasarana dan sarana yang ada
didalamnya.
b. Pelayanan jasa peti kemas di Terminal Peti Kemas Pelabuhan Baubau termasuk
hak untuk menetapkan tarif pelayanan dermaga Peti Kemas yang meliputi:
1) Kegiatan operasi kapal, terdiri atas:
a) Kegiatan dermaga
b) Stevedoring
c) Haulage/trucking
d) shifting
e) buka tutup palka
f) lift on/lift off
2) Kegiatan operasi lapangan, terdiri atas:
a) penumpukan
b) lift on/lift off
c) gerakan ekstra
d) relokasi
e) angsur
3) Kegiatan operasi container freight station, terdiri atas:
a) stripping/ stuffing
b) penumpukan
c) penerimaan penyerahan
4) kegiatan pelayanan tambahan, terdiri atas:
a) biaya administrasi nota
b) biaya inter terminal transfer
c) biaya SPP (Surat Penyerahan Petikemas)
d) biaya kartu ekspor
e) biaya hi-co scan
f) biaya hi-co scan with behandle
g) biaya stack awal (biaya penumpukan plus gerakan ekstra)
h) biaya batal transaksi
Bab 2 | 29
i) biaya after closing time
j) biaya administrasi IT System
k) biaya PLP (Pindah Lokasi Penumpukan)
l) biaya site office
m) biaya monitoring/supervisi
2. Pembangunan Terminal Penumpang
a. Proyek Kerjasama Permerintah Swasta untuk Penyelenggaraan Terminal
Penumpang Pelabuhan Baubau meliputi perencanaan, pengelolaan,
pembangunan dan operasional terminal penumpang termasuk prasarana dan
sarana yang ada didalamnya.
b. Pelayanan jasa terminal penumpang yang meliputi pelayanan jasa penumpang
secara luas;
c. Pengembangan usaha terkait pelayanan penumpang seperti restoran, tempat
istirahat temporer, dan sebagainya.
2.6 PELABUHAN BAUBAU DALAM RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BAUBAU
Pelabuhan Baubau dalam Peraturan Daerah Kota Baubau Nomor 1 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Baubau Tahun 2011-2030 adalah Pelabuhan
Pengumpan skala regional dengan alur pelayaran regional yang menghubungkan
Pelabuhan Baubau dengan pelabuhan regional dan pelabuhan nasional lainnya.
Bab 2 | 30
2.7 RESUME RENCANA INDUK PELABUHAN BAUBAU
Bab 2 | 31
Bab 3 Review Kajian
Pra Studi Kelayakan (Outline Business Case)
Penyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta
Pelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara
Review dilakukan terhadap Laporan Akhir Studi Kerjasama Pemerintah dan Swasta untuk
Pelabuhan Baubau Sulawesi Tenggara yang dilaksanakan oleh Kementerian Perhubungan
pada Tahun Anggaran 2013. Matriks resume hasil review disampaikan pada Lampiran II.
Bab 3 | 1
3. Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara /
Daerah.
4. Peraturan Menteri Keuangan No. 164/PMK.06/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Pemanfaatan Barang Milik Negara Dalam Rangka Penyediaan Infrastruktur.
5. Peraturan Presiden No. 39 tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup
dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Kelima peraturan di atas merupakan peraturan yang diterbitkan setelah studi dilakukan
sehingga akan dianalisa lebih dalam di laporan FBC.
Bab 3 | 2
3.2.1.4 Jenis Perijinan/Persetujuan yang Diperlukan
Studi belum menentukan jenis-jenis perijinan/persetujuan yang diperlukan. Beberapa
perizinan yang terkait dengan studi ini nantinya dapat dikelompokkan ke dalam
tahapan:
Pra Penandatanganan Kontrak, seperti izin lingkungan
Pra-konstruksi, seperti izin IMB, izin usaha
Konstruksi, seperti izin impor
Operasional, seperti izin kelaikan operasional
Studi FBC akan menjabarkan jenis-jenis perizinan yang dibutuhkan pada setiap tahapan.
3.2.2.1 Kewenangan Menteri Perhubungan sebagai PJPK Proyek KPBU Pelabuhan Bau
Bau
Proyek KPBU Pelabuhan Bau Bau merupakan proyek atas prakarsa pemerintah atau
solicited. Bab 2 Kajian Hukum dan Regulasi OBC (hal. 40) dinyatakan bahwa PJPK adalah
Menteri Perhubungan merujuk kepada Perpres 67 tahun 2005. Walaupun Perpres
67/2005 telah diganti, Perpres 38/2015 (sebagai pengganti Perpres 67/2005) Pasal 6
ayat 1 menyatakan Dalam pelaksanaan KPBU, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah
bertindak selaku PJPK., sehingga PJPK tetap Menteri Perhubungan. Hal ini juga
mengingat bahwa aset tersebut dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
Wewenang sebagai PJPK belum dipaparkan. Lingkup tugas dan wewenang PJPK tidak
diuraikan di dalam studi dengan jelas. Adapun tugas dan wewenang PJPK diantaranya:
Memastikan ketersediaan anggaran utnuk pelaksanaan KPBU (perencanaan,
penyiapan, transaksi, masa kerjasama)
Membentuk tim KPBU dan panitia lelang KPBU
Memberikan keputusan strategis atas proses pelaksanaan KPBU.
Bab 3 | 3
Studi FBC akan menganalisa regulasi KPBU dan sektor Pelabuhan terkait kewenangan
PJPK dan aspek lainnya.
Kerangka yang digambarkan masih kurang jelas terutama perihal keterlibatan Bappenas
dan Kemenkeu dengan Pemerintah Daerah. Hal ini mengingat PJPK Proyek KPBU ini
adalah Menteri Perhubungan. Studi FBC akan menganalisa lebih dalam peran dan
tanggung jawab semua pihak yang terlibat.
Bab 3 | 4
3.2.2.4 Penyiapan perangkat regulasi dan kelembagaan
Mempertimbangkan telah adanya Peraturan Menteri Perhubungan No. 90 tahun 2010
tentang pembentukan simpul Kerjasama Pemerintah dan Swasta, pembentukan tim
KPBU tidak memerlukan perangkat regulasi dan kelembagaan yang baru. Akan tetapi
untuk tim lelang KPBU perlu ditinjau apakah memakai tim yang telah tersedia atau
perlu tim baru. Hal ini tentunya berdasarkan masukan dari para pemangku kepentingan
di Kementeria Perhubungan.
Saat ini posisi proyek berada pada Tahap Penyiapan Proyek dalam proses finalisasi FBC.
Beberapa keputusan strategis harus diambil terutama terkait dengan stuktur proyek dan
rencana implementasi ke depan.
Bab 3 | 5
Jenderal Perhubungan Laut nomor: UM.002/38/18/DJPL-11 tentang Standar
Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan. Pengaturan ini terdiri atas 2 macam
standar yang berlaku dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Pencapaian kinerja operasional dari masing-masing indikator ET, BT, kinerja
bongkar muat dan kesiapan operasi peralatan ditentukan sebagai berikut:
a. Apabila nilai pencapaian di atas nilai standar kinerja pelayanan operasional yang
ditetapkan, pelayanan dinyatakan baik;
b. Apabila nilai pencapaian 90% sampai dengan 100% dari nilai standar kinerja
pelayanan operasional yang ditetapkan, pelayanan dinyatakan cukup baik;
c. Apabila nilai pencapaian kurang dari 90% dari nilai standar kinerja
pelayanan operasional yang ditetapkan, dinilai kurang baik.
2. Untuk pencapaian kinerja operasional dari masing-masing indikator WT, AT,
BOR, YOR, SOR dan Receiving/Delivery Petikemas berbanding terbalik, yaitu:
a. Apabila nilai pencapaian di bawah nilai standar kinerja pelayanan
operasional yang ditetapkan, dinyatakan baik;
b. Apabila nilai pencapaian 0% sampai dengan 10% di atas nilai standar
kinerja pelayanan operasional yang ditetapkan, dinilai cukup baik;
c. Apabila nilai pencapaian di atas 10% dari nilai standar kinerja pelayanan
operasional yang ditetapkan, dinilai kurang baik.
3.3.1.2 Alternatif Tapak, Besaran Proyek, Kualitas, Teknologi dan Waktu Pelaksanaan
Studi OBC tidak menyajikan alternatif tapak, hanya disampaikan informasi singkat
mengenai Identifikasi Perkiraan Lokasi dan Kebutuhan Luas Tanah untuk setiap rencana
proyek KPBU dan prediksi waktu pelaksanaan, sebagai berikut:
1. Pengembangan dalam penyelenggaraan Terminal Penumpang Pelabuhan Baubau
meliputi:
a. Pembangunan flatform sebagai lahan pembangunan terminal penumpang di
lokasi Trestle I dan Trestle II seluas 20 m x 54 m dengan ketinggian sesuai dengan
kebutuhan bangunan;
b. Pembangunan Terminal Penumpang seluas 20 m x 54m diatas lahan reklamasi
antara Trestle I dan Trestle II dalam periode pengembangan jangka pendek
(2013-2018);
c. Pembangunan fasilitas terminal penumpang sesuai dengan ketentuan terminal
penumpang;
d. Pembangunan sistem manajemen informasi.
Bab 3 | 6
2. Pengembangan dalam penyelenggaraan Terminal Peti Kemas Pelabuhan Baubau
meliputi :
a. Pengelolaan Terrminal Peti Kemas eksisting seluas 4.600 m2;
b. Pembangunan Dermaga Peti Kemas sepanjang ukuran 80 m x 15 sebagai
pengembangan dermaga peti kemas eksisting dalam periode pengembangan
jangka panjang (2014-2033);
c. Pembangunan causeway sepanjang 12 meter dengan lebar 8 meter;
d. Pembangunan trestle sepanjang 170 meter dengan lebar 8 meter;
e. Pekerjaan Reklamasi seluas 1.525 m2 dalam periode pengembangan jangka
menengah (2014-2023) dan seluas 13.645 m2 dalam periode pengembangan
jangka panjang (2014-2033);
f. Pengadaan peralatan bongkar muat peti kemas yang meliputi forklift, crane
reach stacker, head truck, dan peralatan lainnya yang diperlukan untuk
operasional;
g. Pembangunan pintu khusus angkutan peti kemas di sisi barat Pelabuhan
Penyeberangan;
h. Pembangunan sistem manajemen informasi peti kemas untuk pengelolaan
terminal peti kemas.
Bab 3 | 7
2. Jadwal konstruksi dan pengadaan peralatan
3. Kepatuhan atas lingkungan, sosial dan keselamatan
4. Persyaratan pengalihan aset sesuai perjanjian KPBU
5. Pemantauan dan pengawasan
Pelaksanaan pemantauan dan pengawasan dilakukan pada setiap tahapan, baik itu
pada tahap konstruksi, operasi komersial, hingga berakhirnya perjanjian KPBU.
Studi OBC tidak melakukan Real Demand Survey (RDS). Survey RDS harus dilakukan
kepada pengguna terminal penumpang dan juga terminal peti kemas. Survey ini
bertujuan untuk mengetahui:
Kondisi pelayanan saat ini dari persepsi pengguna (penumpang dan perusahaan
pelayaran dan peti kemas)
Prioritas jenis pelayanan yang diharapkan pengguna
Persepsi atas pengelolaan pelabuhan oleh swasta dengan jenis pelayanan yang
memiliki standar pelayanan minimum yang terukur
Minat menggunakan jasa pelabuhan setelah dikelola swasta
Keinginan membayar atas jasa pelabuhan yang diberikan
Hasil analisa survey RDS akan menjadi masukan ke dalam analisa pasar dan keuangan.
Studi OBC belum melakukan analisa pasar. Kajian ini dilakukan berdasarkan penjaringan
aspirasi ataupun informasi dari masyarakat pengguna (konsultasi publik), calon investor
(one on one meeting), dan lembaga keuangan.
Informasi dari warga diharapkan dapat mengetahui tingkat dukungan dan harapan
masyarakat atas proyek ini. Pelaksanaan one-on-one meeting dengan investor
diharapakan dapat memperoleh informasi mengenai tingkat ketertarikan investor, risiko
dan dukungan dan atau jaminan pemerintah untuk KPBU jika diperlukan. Diskusi atau
wawancara mendalam dengan pihak perbankan bertujuan untuk mengetahui informasi
pinjaman perbankan dan pendapat perbankan terkait struktur proyek, sehingga kita
dapat menyajikan sebuah proyek yang bankable.
Bab 3 | 8
Kemudian dilakukan analisa pasar untuk mengetahui tingkat attraktivitas industri
pelabuhan di daerah kajian. Analsia ini mempertimbangkan kompetisi antar pelabuhan
sekitar, pengguna, jasa pengganti, kemudahan pemain baru memasuki pasar, dan
kondisi supplier. Analisa ini merujuk kepada analisa 5 Forces Porter, seperti gambar di
bawah ini.
New Entrants
Suppliers Customers
Rival Firm
Subtitutes
Mengingat studi OBC dilakukan pada tahun 2013, analisa struktur pendapatan tidak
tersedia. Analisa ini baru dimintakan pada Permen PPN/Bappenas No 4/2015. Walaupun
begitu, seharusnya analisa ini memaparkan jenis pendapatan dan biaya dari setiap
bentuk kerjasama yang diusulkan. Oleh karena itu, tidak dapat diketahui apakah tarif
yang diusulkan akan Full Cost Recovery (FCR) atau tidak.
FBC akan melakukan analisa pendapatan, termasuk di dalamnya besaran tarif dan
mekanisme penyesuaiannya.
Berdasarkan Peraturan Menteri BAPPENAS No. 4 Tahun 2015, Analisis Biaya Manfaat
Sosial (ABMS) adalah metode untuk mengukur nilai kontribusi sosial dan ekonomi dari
proyek terhadap masyarakat dan negara secara keseluruhan. ABMS dilakukan
membandingkan biaya dan manfaat dengan ada atau tanpa adanya KPBU.
Komponen biaya didasarkan pada harga konstan yang meliputi biaya penyiapan KPBU,
biaya modal, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan biaya-biaya lain yang timbul
akibat pelaksanaan proyek. Sedangkan, komponen manfaat proyek bagi masyarakat dan
Bab 3 | 9
negara diperoleh dengan setidaknya mempertimbangkan penghematan oleh masyarakat
dan penghematan APBN/APBD yang ditimbulkan oleh adanya proyek dibandingkan tidak
adanya proyek. Komponen manfaat yang diperhitungkan dalam ABMS adalah manfaat-
manfaat yang dapat dikuantifikasikan. Komponen biaya dan manfaat yang telah
dikuantifikasi selanjutnya dikonversi dari nilai finansial menjadi nilai ekonomi dengan
menggunakan faktor konversi untuk masing-masing komponen penyusunnya. Komponen
penyusun yang dimaksud adalah sebagai berikut:
- Tradable, persentase item-item yang diperdagangkan secara internasional;
- Non-tradable, persentase item-item yang tidak diperdagangkan secara internasional;
- Skilled labor, persentase tenaga kerja terlatih yang terlibat;
- Unskilled labor, persentase tenaga kerja tidak terlatih yang terlibat.
Untuk mengukur tingkat kelayakan ekonomi dari proyek maka parameter yang
dipergunakan diantaranya:
- EIRR (Economic Internal Rate of Return)
EIRR dapat didefinisikan sebagai tingkat imbal hasil ekonomi proyek yang dilakukan
dengan membandingkan manfaat ekonomi-sosial dan biaya ekonomi proyek. Suatu
proyek dianggap layak secara ekonomi jika nilai EIRR lebih besar dari EOCC
(Economic Opportunity Cost of Capital).
Pada Laporan Kajian Prastudi Kelayakan Awal (Outline Business Case OBC) telah sedikit
disinggung mengenai manfaat dari adanya proyek ini. Namun, bahasan yang terdapat
pada dokumen OBC tersebut hanya merupakan identifikasi awal dan masih belum
memenuhi prasyarat yang ditetapkan pada Permen BAPPENAS 4/2015 seperti yang
diuraikan di atas.
Bab 3 | 10
Pada OBC hanya disinggung bahwa manfaat proyek bagi Pemerintah dan masyarakat
adalah sebagai berikut:
- Optimalisasi prasarana transportasi;
- Pembagian resiko;
- Efesiensi biaya transportasi;
- Pelayanan peti kemas terstandarisasi.
Dapat dilihat bahwa manfaat yang diidentifikasi belum dipisahkan antara manfaat yang
dapat dikuantifikasi dan yang tidak. Proses kuantifikasi dan pengkonversian dari nilai
finansial ke nilai ekonomi juga belum dilakukan. Proses perhitungan ABMS, yaitu
perbandingan biaya dan manfaat dengan ada atau tanpa adanya KPBU, belum sama
sekali disinggung pada OBC. Berdasarkan hal tersebut, maka pada pekerjaan ini perlu
dilakukan kajian ulang secara menyeluruh mengenai ABMS.
Pada bab 5 Kelayakan dijabarkan hasil analisa keuangan. Akan tetapi hasil analisa ini
tidak didukung dengan penjelasan atas asumsi yang digunakan dan juga arus kas proyek,
arus kas, laporan laba rugi, dan neraca SPC. Secara umum, konsep analisa keuangan
dapat dijabarkan seperti pada gambar di bawah ini.
Bab 3 | 11
Analisa
Sensitivitas &
Rekomendasi
Model finansial proyek dibangun berdasarkan data-data asumsi ekonomi makro, bentuk
kerja sama, proyeksi demand (penumpang/peti kemas), struktur pendapatan dan
struktur biaya. Hasil analisa keuangan dengan mempertimbangkan Weighted Average
Cost of Capital (WACC) berupa indikator seperti Internal Rate of Return (IRR), Net
Present Value (NPV), dan Debt Service Coverage Ratio (DSCR). Selanjutnya juga
dilakukan analisa sensitivitas dengan mempertimbangkan risiko-risiko yang mungkin
terjadi. Detil akan dijabarkan di Laporan FBC.
Bab 3 | 12
Pembangunan pelabuhan dengan salah satu fasilitas berikut:
Dermaga dengan bentuk konstruksi sheet pile atau open
pile
- Panjang, atau 200 m
- Luas 6.000 m2
Dermaga dengan konstruksi masif Semua besaran
Penahan gelombang (talud) dan/ atau pemecah gelombang 200 m
(break water): panjang
Rencana Proyek KPBU di Pelabuhan Baubau yang akan dilaksanakan tidak termasuk ke
dalam salah satu jenis kegiatan yang Wajib memiliki analisis mengenai dampak
lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup
berdasarkan Peraturan di atas, sehingga untuk kajian ini, analisis lingkungan tidak
dilaksanakan.
Pada Bab 3.5 Kajian Awal Lingkungan disampaikan mengenai kegiatan-kegiatan dalam
pelaksanaan proyek, baik selama tahap pra-konstruksi, konstruksi maupun operasi dapat
menimbulkan dampak pada lingkungan adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan reklamasi dan pengerukan
Dapat menyebabkan terjadinya perubahan pola abrasi dan sedimentasi di lingkungan
pantai sekitarnya yang selanjutnya menimbulkan berbagai dampak, baik bologis,
fisik lingkungan maupun sosekbud;
2. Kegiatan-kegiatan pendirian dermaga serta instalasi lainnya
Berpotensi meningkatkan kekeruhan di lingkungan tempat kegiatan tersebut
dilaksanakan;
3. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di lingkungan perairan
Kegiatan di lingkungan perairan baik dalam rangka pelaksanaan proyek maupun pada
saat proyek dioperasikan, terhadap kegiatan yang telah ada sebelumnya di lokasi
tersebut, misalnya lalu lintas perairan serta kegiatan penangkapan ikan;
4. Tenaga kerja
Prekrutan tenaga kerja selama pelaksanaan kegiatan berpotensi menimbulkan
dampak-dampak sosial; dan
5. Air Limbah
Pembuangan air limbah pendingin dari water discharge atau kegiatan di darat, akan
mempengaruhi suhu dan kualitas air laut.
Bab 3 | 13
3.5.2 Analisa Sosial
Dalam laporan Studi tidak terdapat analisis sosial, dimana pelaksanaan proyek KPBU ini
tidak akan menimbulkan dampak sosial secara langsung terhadap masyarakat yang dapat
menimbulkan dampak negatif besar dan penting.
Pada Bab 7 Kajian Bentuk Kerjasama Laporan OBC dipaparkan jenis-jenis bentuk KPBU
yang umum terjadi, tetapi tidak dijelaskan skema dan proyek KPBU yang diusulkan.
Usulan skema dan proyek KPBU baru ditemui pada Bab 5 kajian Kelayakan. Proyek KPBU
yang diusulkan ada 2 opsi yaitu KPBU Terminal Peti Kemas dan KPBU Terminal
Penumpang. Keduanya diusulkan dengan skema Build Operate Transfer (BOT) dengan
masa konsesi 30 tahun.
Studi FBC akan mencoba mengkaji bentuk kerjasama dengan mempertimbangkan semua
aspek tersebut. Analisa awal menyatakan bahwa terdapat 3 opsi yang dapat dipilih oleh
Pemerintah, yaitu terminal penumang, terminal peti kemas, atau keduanya, seperti
pada gambar di bawah ini.
Bab 3 | 14
ALTERNATIF BENTUK KPBU
Eksisiting Terminal Terminal Peti
Penumpang Kemas
Alternatif KPBU
1 2 3
Terminal Terminal Peti Terminal Terminal Peti
Penumpang Kemas Penumpang Kemas
Bab 3 | 15
8) Pembangunan sistem manajemen informasi peti kemas untuk pengelolaan
terminal peti kemas.
c. Skema KPBU Terminal Peti Kemas Pelabuhan Baubau adalah Bangun Guna Serah
(Build Operate Transfer) dalam kurun waktu konsesi 30 tahun.
Kemudian pada Bab 8 Kesimpulan dan Rekomendasi Tindak Lanjut diinformasikan bahwa
aset pelabuhan merupakan Barang Milik Negara yang tercatat di Kementerian
Perhubungan.
Berdasarkan informasi yang disajikan, lingkup kerjasama sudah dijabarkan dengan cukup
baik. Nantinya studi FBC akan menyempurnakan lingkup kerja sama dengan
bertambahnya opsi bagian yang di-KPBU-kan.
Studi OBC tidak membahas mengenai kajian risiko. OBC memaparkan jenis risiko seperti
tercantum pada Tabel 2.3 Bab 2 Kajian Hukum dan Regulasi dengan merujuk kepada
Kepmen Keuangan No. 38/PMK.01/2005, seperti di tabel di bawah ini.
Bab 3 | 16
Tabel 3.2 Jenis Risiko dan Kompensasi (Berdasarkan Kepmen Keuangan No.
38/PMK.01/2005)
No Jenis Resiko Kompensasi
1 Resiko Politik
Pengambilalihan kepemilikan aset - Diatur lebih lanjut dalam perjanjian
Perubahan peraturan perundang-undangan
Pembatasan konversi mata uang dan
Larangan repatriasi dana
2 Resiko Kinerja Proyek
Resiko lokasi - Perpanjangan masa konsesi dan/atau
- Keterlambatan pengadaan tanah pemberian kompensasi dalam bentuk lain
yang disetujui oleh Men.Keuangan,
sepanjang keterlambatan tersebut
disebabkan oleh Pemerintah
- Kenaikan harga tanah - Perpanjangan masa konsesi,
menanggung kelebihan harga tanah dengan
presentase yang disepakati dengan Badan
Usaha dan/atau kompensasi dalam bentuk
lain yang disetujui oleh Menteri Keuangan
Bab 3 | 17
Identifikasi Risiko Penilaian Risiko Alokasi Risiko Mitigasi Risiko
Matriks Risiko
Identifikasi risiko dapat dilakukan dengan menganalisa proses dalam setiap tahapan
implementasi proyek, mulai dari setelah Contract Agreement hingga akhir masa konsesi.
Kajian risiko akan dilengkapi di studi Kajian Akhir Pra-Studi Kelayakan.
Merujuk kepada dokumen OBC Bab 6 Kajian Dukungan dan Jaminan Pemerintah, jenis
dukungan pemerintah yang dibutuhkan tidak dijelaskan. Bab tersebut hanya
menginformasikan jenis-jenis dukungan pemerintah baik maupun non fiskal. Akan tetapi
informasi yang disampaikan masih bercampur dengan kewajiban pemerintah, seperti
penyediaan lahan dan perizinan.
Hal ini berarti terdapat dukungan pemerintah dapat berupa Dukungan Kelayakan /
Viability Gap Funding, insentif perpajakan, dan/atau bentuk lainnya. Bentuk lainnya
bisa berupa pengembangan Transit Oriented Development (TOD), lahan pengembangan
properti, atau mekanisme lainnya yang mungkin. Adapun pengadaan tanah merupakan
Bab 3 | 18
tanggung jawab pemerintah agar proyek KPBU dapat direalisasikan sesuai Perpres
38/2015 Pasal 10 ayat 1, sedangkan perizinan merupakan tugas pemerintah.
Dalam penyusunan FBC, jenis dukungan pemerintah harus dianalisa dan diperjelas
bentuknya, fiskal atau non fiskal. Penentuan jenis dukungan pemerintah ini akan
merujuk kepada hasil market sounding dan analisa finansial.
Penentuan butuh atau tidaknya penjaminan merujuk kepada hasil market sounding dan
juga diskusi dengan PT PII sebagai satu-satunya Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur
(BUPI). Jika proyek ini membutuhkan penjaminan, maka dokumen FBC akan dilengkapi
dengan screening form.
Laporan Akhir Studi Kerjasama Pemerintah dan Swasta untuk Pelabuhan Baubau
Sulawesi Tenggara memuat mengenai beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti untuk
mendukung kelancaran realisasi proyek KPBU di Pelabuhan Baubau diantaranya adalah:
1. Status lahan pelabuhan
Penetapan kawasan pelabuhan sebagai aset negara yang dimiliki oleh Kementerian
Perhubungan saat ini belum didukung oleh dokumen resmi kepemilikan lahan berupa
sertifikat. Sampai dengan akhir studi ini, proses sertifikasi lahan kawasan pelabuhan
masih sedang berjalan dengan telah dilakukannya pengukuran pada seluruh kawasan
pelabuhan oleh BPN Kota Baubau. Kejelasan mengenai kepemilikan lahan ini menjadi
salah satu prasyarat dalam dokumen KPS sehingga perlu diupayakan agar proses
sertifikasi tersebut segera diselesaikan. Untuk mendukung rencana pembagian ruang
dalam kawasan pelabuhan, disarankan untuk melakukan pembagian/splitzing
sertifikat khususnya untuk kawasan terminal peti kemas;
2. Pencatatan aset negara
Bab 3 | 19
Pembangunan dan pengembangan prasarana di Pelabuhan Baubau merupakan
pembiayaan dengan anggaran negara (APBN), dengan demikian, diperlukan adanya
pencatatan aset negara pada lahan dan bangunan yang ada dalam kawasan
pelabuhan;
3. Penyelesaian perbaikan kerusakan dermaga
Kerusakan yang terjadi pada sisi timur dermaga sepanjang kurang lebih 30 meter
akibat tabrakan oleh Kapal Dillah Samudra pada tahun 2006 sampai saat ini belum
tertangani dengan baik. Proses BAPP terhadap nakhoda kapal Dillah Samudra telah
diproses dan telah ada surat pengantar mengenai kesanggupan PT. Dillah Samudra
untuk memperbaiki, namun sampai saat ini (2013) belum terlaksana. Diharapkan
adanya itikad baik dari pihak PT Dillah Samudra untuk melaksanakan perbaikan serta
adanya penetapan sanksi pencabutan izin usaha di Lalu Lintas Angkutan Laut oleh
Kementerian Perhubungan apabila tidak melaksanakan perbaikan sesuai dengan
aturan dan surat pernyataan yang disepakati;
Berdasarkan hasil diskusi dengan pihak KUPP didapatkan informasi bahwa proses
perbaikan kerusakan dermaga sedang dilaksanakan.
Studi AMDAL saat ini sedang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Baubau.
Bab 3 | 20
peninggian jaringan kabel listrik atas agar tidak terganggu oleh lalu lintas angkutan
berat.
Bab 3 | 21
Bab 4 Rencana Kerja
Penyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta
Pelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara
Berdasarkan acuan yang telah digariskan dalam Kerangka Acuan Pekerjaan, maka dalam
menyiapkan rencana kegiatan akan dilakukan pendekatan teknis dan metodologi
pelaksanaan yang optimal, ekonomis, tepat guna dan solusinya dapat diandalkan. Oleh
karena itu dalam melaksanakan pekerjaan ini, konsultan menyajikan pendekatan teknis
dan metodologi pelaksanaan yang komprehensif dan tepat sasaran. Di dalam bab ini,
disajikan rencana pelaksanaan kegiatan dimulai dari tahap awal hingga penyelesaian
akhir pekerjaan.
Penyusunan tahapan pekerjaan ini disesuaikan dengan kebutuhan pelaporan dalam studi
ini, di mana tujuan dari setiap tahapan adalah sebagai berikut:
1. Tahap Pendahuluan (Kesiapan Proyek): meliputi kegiatan penyelesaian
administrasi, baik menyangkut administrasi proyek maupun administrasi personil,
termasuk di dalamnya persiapan administrasi untuk pelaksanaan survei. Tahapan ini
merupakan tahapan awal dari seluruh proses pekerjaan. Setelah penyelesaian
administrasi, tahap berikutnya adalah Kegiatan persiapan teknis, mencakup
persiapan survei (mempersiapkan daftar kebutuhan data dan rencana survei) yang
harus disesuaikan dengan KAK terutama ruang lingkupnya, termasuk adanya
koordinasi dengan tim teknis mengenai KAK dan desain survei serta Kegiatan
pengumpulan data awal, ditujukan untuk memperoleh data sekunder dan dokumen
studi terdahulu untuk dapat dilakukan Kegiatan Review Kajian Prastudi Kelayakan
(Outline Business Case) dan Kajian Kesiapan Proyek. Hasil dari tahapan ini akan
disampaikan pada Dokumen Kajian Kesiapan (Project Readiness).
2. Tahap Analisis (Final Business Case): terdiri dari kegiatan identifikasi, dan kajian
terhadap seluruh lingkup kegiatan yang tercantum dalam kerangka acuan kerja.
Hasil tahap analisis ini akan disampaikan pada Draft Dokumen Final Business Case.
1
resume hasil pekerjaan. Hasil tahap finalisasi ini akan disampaikan pada Laporan
Akhir.
Lingkup dan proses pelaksanaan yang digunakan di setiap tahapan digambarkan dalam
Gambar E.8.
2
Gambar 4.1 Bagan Alir Pelaksanaan Pekerjaan
Bab 4 | 3
4.1.1 Tahap Pendahuluan (Kesiapan Proyek)
Hasil tahap pendahuluan ini akan dimuat dalam Dokumen Review Outline Business Case
(OBC) Pengembangan Pelabuhan Baubau yang sumbernya merupakan Dokumen Hasil
Studi Kerjasama Pemerintah dan Swasta untuk Pelabuhan Baubau Sulawesi Tenggara.
Bab 4 | 4
4.1.2 Tahap Pengumpulan Data dan Analisis
A. Persiapan Survei
Persiapan survei dilakukan untuk merencanakan secara detail pelaksanaan survei yang
berkaitan dengan:
Estimasi personil,
Pemilihan metoda survei,
Penyiapan sumber daya survei (surveior dan peralatan),
Konfirmasi terhadap pihak-pihak terkait sehubungan dengan rencana survei yang
akan dilaksanakan.
B. Kebutuhan Data
Jenis data yang dikumpulkan untuk dianalisis terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden yang
menggunakan kuisioner dan melakukan observasi lapangan. Sumber data sekunder
diperoleh dari hasil studi pustaka, Review dokumen, dinas, lembaga, badan, dan
dinas/instansi yang terkait dengan pekerjaan ini.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Data primer yang
digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara wawancara bebas terstruktur,
yaitu dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lisan, tanpa terikat suatu
susunan pertanyaan terstruktur yang telah dipersiapkan sebelumnya, namun tetap
memiliki pedoman yang mengacu serta relevan dengan kerangka dan tujuan
penelitian. Hal ini dilakukan dengan tujuan-tujuan untuk memperoleh informasi
sebanyak-banyaknya tanpa harus melenceng dari tujuan dilakukannya penelitian.
Data primer dikumpulkan dengan survei yaitu melalui wawancara (In Depth
Interview) dengan menggunakan kuisioner, dan pengamatan langsung (observasi).
a. Metode Metode In-depth Interview (Wawancara)
In-depth interview merupakan metode wawancara yang dilakukan dengan
bertatap langsung dengan responden secara intensif guna mendapatkan temuan
Bab 4 | 5
yang lebih mendetail mengenai suatu obyek kajian, dilakukan terhadap dua
sasaran yang berbeda, yaitu:
1) Penumpang kapal
2) Perusahaan forwarding, shipping line, dan industri pengguna jasa pelabuhan
lainnya
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber tidak langsung. Data sekunder
dalam penelitian ini diperoleh dengan melalui studi kepustakaan mengenai
peraturan perundang-undangan, buku-buku, literatur-literatur, dokumen-dokumen
serta arsip-arsip yang berkaitan dan relevan dengan Kajian Prastudi Kelayakan
Pelabuhan Baubau.
Untuk menyelesaikan seluruh ruang lingkup kegiatan pada studi ini sesuai dengan
framework of analysis yang telah disusun pada Gambar 4.1 dibutuhkan data penunjang.
Data ini dikumpulkan dengan berbagai metoda pegumpulan data. Namun untuk lebih
mengefektifkan waktu dan biaya perlu diidentifikasi terlebih dahulu kebutuhan data dan
disesuaikan dengan analisis yang akan dilakukan. Dari listing kebutuhan data dapat
diidentifikasi metoda pengumpulan data yang dapat dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan data tersebut.
Jenis data dan sumber potensial untuk setiap data yang dibutuhkan untuk kegiatan ini
disampaikan pada Tabel 4.1. Data yang dibutuhkan dikelompokkan sesuai dengan
Bab 4 | 6
karakteristiknya seperti data peraturan terkait, dokumen perencanaan, data dan
informasi lapangan, literatur/studi terdahulu.
Tabel 4.1 Jenis Data yang Dibutuhkan dan Potensi Sumbernya
Kelompok
No Jenis Data Sumber Potensial
Data
1. Data 1.a UU 17/2008 tentang - Ditjen Perhubungan Darat
peraturan Pelayaran
perundangan 1.b PP 32/2011 tentang
transportasi Manajemen dan Rekayasa
Analisis Dampak, Serta
Manajemen Kebutuhan
Lalu Lintas;
2. Data 2.a PP 1/2008 tentang - Kementerian Perhubungan
peraturan Investasi Pemerintah - Bappenas
perundangan 2.b Perpres 13/2010 tentang
terkait Kerjasama Pemerintah
dengan KPS dengan Badan Usaha
Dalam Penyediaan
Infrastruktur
2.c Perpres 78/2010 tentang
Proyek Kerjasama
Pemerintah dengan Badan
Usaha Yang Dilakukan
Melalui Badan Usaha
Penjaminan Infrastruktur
2.d Permen PPN/ Bappenas
3/2012 tentang Panduan
Umum Pelaksanaan
Kerjasama Pemerintah
Dengan badan Usaha
Dalam Penyediaan
Infrastruktur
2.e Permenhub PM 83/2010
tentang Panduan
Pelaksanaan Kerjasama
Pemerintah Dengan Badan
Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur Transportasi
2.f Permenhub PM 90 tahun
2010 tentang
Pembentukan Simpul KPS
Kementerian Perhubungan
3. Data literatur 3.a Text-book terkait KPS - Kementerian Perhubungan
dan studi 3.b Publikasi lembaga - Lembaga Donor dan
terdahulu internasional (World Bank, Lembaga Penelitian
ADB, OECD, dlsb) - Kementerian terkait
3.c Studi terkait KPS di
Kemenhub
3.d Dokumen pra/studi
kelayakan pembangunan
Pelabuhan Baubau,
Sulawesi tenggara
Bab 4 | 7
Kelompok
No Jenis Data Sumber Potensial
Data
4. Data aplikasi 5.a Data Pola KPS negara lain - Kementerian Pekerjaan
Pelelangan 5.b Data Pola KPS sektor lain Umum, ESDM, Kesehatan,
KPS institusi 5.c Data Pola KPS dll
lain (teknis, kementerian lain - Dinas Perhubungan/Bappeda
finansial, 5.d Data Pola KPS Daerah lain wilayah lain
kelembagaan, - Website dan korenspondensi
dan data dengan institusi lain
pendukung)
5. Data saran5.aPermasalahan KPS saat ini - Survei wawancara kuisioner
dan masukan 5.bSaran/masukan - Survei wawancara
dari stakeholders terhadap pola mendalam
stakeholders KPS saat ini dan harapan Dengan stakeholders (pusat,
yang akan datang daerah, investor, masyarakat)
6. Dokumen 6.1 RTRW Provinsi, Kab/Kota - Dirjen Perhubungan Darat
Perencanaan (Wilayah Studi) - Dinas Perhubungan Provinsi,
6.2 Sistranas, Tatrawil, dan Kab/Kota
Tatralok di Wilayah Studi
7. Data 7.1 BPS (data dalam angka) - BPS
Lingkungan 7.2 Data Tata Guna Lahan - Kunjungan Lapangan
dan Sosial 7.3 Kondisi sosial ekonomi - Pemerintah
Wilayah maysarakat Kecamatan/Kelurahan/RT/R
W
Bab 4 | 8
Survei text-book dan teori mengenai KPS dan Pola KPS dari berbagai sumber khususnya
website instansi yang bersangkutan;
Survei aplikasi KPS dan dokumentasinya (teknis, finansial, dan kelembagaan) serta data
best-practice di negara lain, sektor lain, kementerian lain, dan daerah lainnya sebagai
pembanding;
c. Survey wawancara/kuisioner stakeholders (Penumpang, Pengguna jasa pelabuhan, Instansi
Pusat, Daerah, investor/swasta, akademisi) yang meliputi:
Survei wawancara kuisioner terkait dengan kemauan dan kemampuan membayar
pengguna, standar pelayanan yang dibutuhkan, dan kinerja pembayaran saat ini,
khususnya di Pelabuhan Baubau;
Survei wawancara terkait dengan masukan dan saran bagi pedoman pola KPS dalam
pembangunan dan pengelolaan terminal (prosedur/proses, lingkup muatan,
kelembagaan, ketentuan hukum, kondisi khusus, dlsb).
D. Kompilasi Data
Kompilasi data merupakan kegiatan untuk menginterpretasi sejumlah data yang
diperoleh dari hasil survei. Kegiatan ini dilakukan untuk:
1. Interpretasi data yang diperoleh dari hasil survei,
2. Memverifikasi kualitas dan jenis data yang diperoleh sebagai awal untuk analisis
selanjutnya.
4.1.2.2 Analisis
Analisis yang dilakukan terdiri dari enam kelompok analisis, yaitu:
1. Kajian Aspek Hukum dan Kelembagaan
a. Analisis Peraturan Perundang-undangan
1) Kesesuaian Pelaksanaan KPBU dengan peraturan perundangan
Memastikan bahwa KPBU dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan
antara lain:
a) Pendirian Badan Usaha
b) Penanaman modal
c) Persaingan usaha
d) Lingkungan
e) Keselamatan kerja
f) Pengadaan tanah
g) Pembiayaan KPBU termasuk mekanisme pembiayaan KPBU
h) Perizinan KPBU
i) Perpajakan
Bab 4 | 9
j) Peraturan terkait lainya
2) Risiko Hukum dan Strategi Mitigasi
Menentukan risiko hukum dan mitigasinya.
3) Kemungkinan Penyempurnaan Peraturan Perundangan
Mengkaji kemungkinan penyempurnaan peraturan perundangan atau
menerbitkan peraturan perundangan yang baru.
4) Jenis Perijinan/Persetujuan yang Diperlukan
Menentukan jenis jenis perijinan/persetujuan yang diperlukan.
5) Jadwal Pemenuhan Perijinan
Menyiapkan rencana & jadwal pelaksanaan untuk kebutuhan mendapatkan
izin dan persetujuan (poin 4).
b. Analisis Kelembagaan, yang dilaksanakan dengan mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Memastikan kewenangan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi
Badan Usaha Milik Negara/Direksi Badan Usaha Milik Daerah sebagai PJPK
dalam melaksanakan KPBU termasuk penentuan PJPK dalam proyek multi
infrastuktur;
2) Melakukan pemetaan pemangku kepentingan (stakeholders mapping) dengan
menentukan peran dan tanggung jawab lembaga-lembaga yang berkaitan
dalam pelaksanaan KPBU;
3) Menentukan peran dan tanggung jawab Tim KPBU berkaitan dengan kegiatan
penyiapan kajian awal Prastudi Kelayakan, dan penyelesaian kajian akhir
Prastudi Kelayakan, serta menentukan sistem pelaporan Tim KPBU kepada
PJPK;
4) Menentukan dan menyiapkan perangkat regulasi kelembagaan; dan
5) Menentukan kerangka acuan pengambilan keputusan.
2. Kajian Teknis
a. Analisis Teknis
1) Standar kinerja teknis operasi
2) Alternatif tapak, besaran proyek, kualitas, teknologi dan waktu pelaksanaan:
a) Alternatif tapak
b) Besaran proyek
c) Kualitas & teknologi: ada/tidak trestle; Automated / Non Auto CT
d) Waktu pelaksanaan
3) Kapasitas keluaran dan standart teknis yang diperlukan, serta menyiapkan
rangcangan awal yang layak secara teknis
Bab 4 | 10
4) Identifikasi aset BUMN/BUMD yang digunakan untuk KPBU
5) Identifikasi ketersediaan pasokan sumber daya untuk keberlangsungan KPBU,
(listrik, air)
6) Identifikasi dan persyaratan SDM, bahan baku, pelayanan jasa, akses ke tapak
7) CAPEX dan asumsi yang digunakan
8) Jenis Revenue & OPEX
9) Mengidentifikasi Standar Pelayanan Minimal (SPM)
b. Penyiapan Tapak
1) Kesesuian tapak dengan RTRW
2) Kesesuaian tapak dengan kebutuhan operasional dan bahan baku
3) Kesesuaian dengan penyediaan pelayanan jasa dan bahan baku
4) Kesesuaian tapak dengan kebutuhan KPBU (item publik tambahan)
5) Konfirmasi kepemilikan tanah dan hambatan2nya
6) Biaya perkiraan biaya pengadaan tanah dengan berbagai skenario
7) Rencana jadwal pengadaan tanah dan permukiman kembali
d. Spesifikasi Keluaran
1) SPM (kualitas, kuantitas, kontinuitas, dan ketersediaan (avaibility))
2) Jadwal konstruksi dan pengadaan peralatan
3) Kepatuhan atas lingkungan, sosial dan keselamatan
4) Persyaratan pengalihan aset sesuai perjanjian KPBU
5) Pemantauan dan pengawasan pada tahap:
a) Konstruksi
b) Operasi komersial
c) Berakhirnya perjanjian KPBU
Bab 4 | 11
b. Analisa Pasar (tingkat ketertarikan industri dan kompetisi)
1) Konsultasi publik
2) Tanggapan dan penilaian calon investor terhadap kelayakan, resiko dan
dukungan dan atau jaminan pemerintah untuk KPBU
3) Pengumpulan tanggapan dan penilaian lembaga keuangaan
nasional/internasional mengenai potensi pemberian pinjaman
4) Strategi mengurangi risiko pasar dan meningkatkan persaingan dalam KPBU
5) Penilaian struktur pasar untuk meningkatkan tingkat kompetisi
c. Analisa Struktur Pendapatan KPBU
Bertujuan untuk mengidentifikasi sumber sumber pendapatan KPBU. Terdiri dari
analisis:
1) Perhitungan keseimbangan antara biaya dan pendapatan KPBU (FCR)
2) Identifikasi pembayaran tarif awal, mekanisme penyesuaian tarif, dan
indeksasinya
3) Identifikasi dampak terhadap pendapatan dalam hal:
a) Kenaikan biaya KPBU
b) Pembangunan KPBU selesai lebih awal
c) Pengembalian KPBU melebihi tingkat maksimum yang ditentukan
d. Analisis Biaya Manfaat Sosial (ABMS)
Bertujuan untuk memastikan manfaat sosial dan ekonomi serta keberlanjutan
proyek. Terdiri dari analisis:
1) Perbandingan biaya manfaat dengan atau tanpa KPBU
Perbandingan biaya manfaat dengan atau tanpa KPBU, biaya yang dimaksud
didasarkan pada harga konstan meliputi:
a) Biaya penyiapan
b) Biaya modal
c) Biaya operasional
d) Biaya pemeliharaan
e) Biaya biaya lain akibat adanya proyek
2) Penilaian Manfaat Proyek
Penilaian manfaat proyek dengan mempertimbangkan:
a) penghematan oleh masyarakat
b) penghemataan APBN/APBD
3) Penentuan Biaya Ekonomi
Analisis ini dilakukan dengan mengubah biaya financial menjadi biaya
ekonomi (Shadow Price).
Bab 4 | 12
4) Penentuan Biaya Ekonomi
Dilakukan dengan mengkonversi manfaat menjadi kuantitatif.
5) Penilaian Kelayakan Ekonomi (EIRR, ENPV)
6) Analisis Sensitivitas
Menilai ketidak pastian KPBU vs tingkat kelayakan ekonomi.
e. Analisa Keuangaan
1) Asumsi asumsi
a) Informasi ekonomi makro
b) analisa biaya modal
c) biaya OM
d) biaya penyusutan
e) biaya lain (resettlement, pemeliharaan lingkungan, perijinan dan biaya
tidak langsung)
f) biaya mitigasi dan resiko
g) perhitungan pendapatan
2) Analisa Keuangaan
a) Menetapkan rasio ekuitas dan pinjaman
b) Menentukan tingkat biaya modal rata2 tertimbang (WACC)
c) Menentukan FIRR
d) Menentukan rasio cakupan pembayaran hutang (DSCR)
e) Menentukan besaran imbal hasil ekuitas (ROE)
f) Menentukan NPV
g) Menyajikan proyeksi arus kas KPBU
h) Menyanjikan proyeksi arus kas dan laporan laba rugi Badan Usaha
Pelaksana
i) Menyajikan sensitifitas KPBU
j) Menentukan bentuk dan nilai dukungan pemerintah
k) Menentukan premi jaminan pemerintah
Bab 4 | 13
3) peningkatan kapasitas dan program pelatihan, jika diperlukan
4) perkiraan biaya untuk proses perizinan lingkungan
5) rencana dan jadwal kepatuhan lingkungan
b. Analisa Sosial
1) dampak sosial KPBU dan rencana mitigasinya
2) lembaga yang bertanggung jawab pada pembebasan tanah dan permukiman
kembali
3) pihak yang terkena dampak dan kompensasinya
4) kapasitas lembaga yang membayar kompensasi
5) jadwal rencana permukiman kembali
6) rencana pelatihan perlindungan sosial bagi masyarakat terkena dampak (jika
diperlukan)
c. Rencana Pengadaan Tanah dan Permukiman Kembali
1) dokumen rencana pengadaan tanah
2) Rencana Permukiman Kembali
6. Kajian Resiko
a. Identifikasi Resiko
b. Besaran Resiko
c. Alokasi Resiko
d. Mitigasi Resiko
Bab 4 | 14
7. Kajian Dukungan Pemerintah Dan Atau Jaminan Pemerintah
a. Dukungan Pemerintah
1) Insentif Pajak
2) Dukungan Kelayakan Proyek
3) Kontribusi fiskal dalam bentuk finansial
4) Dukungan lainya
b. Jaminan Pemerintah
Hasil dari pengumpulan data dan analisis yang terbagi dalam tujuh kelompok analisis
dan data akan dituangkan dalam Dokumen Kajian Akhir Prastudi Kelayakan (Final
Business Case).
Tahap ini merupakan tahap akhir dari pelaksanaan pekerjaan Penyiapan Dokumen
Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta Pelabuhan Baubau, Sulawesi
Tenggara, di mana berbagai masukan dari sejumlah pihak dari rangkaian diskusi dan
presentasi yang dilakukan akan menjadi masukan untuk melakukan perbaikan pelaporan
dan menyusun dokumen hasil studi ini. Pada tahap ini dilakukan pembuatan Dokumen
Lelang Investasi yang terdiri dari:
1. Dokumen Prakualifikasi,
2. Dokumen Draft Pelelangan Umum, dan
3. Dokumen Rancangan Perjanjian Kerjasama.
Untuk mencapai setiap tahapan pelaksanaan pekerjaan di atas, maka disusun jadwal
pelaksanaan studi sebagaimana dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Bab 4 | 15
Tabel 4.2 Jadwal Rencana Kerja
Tahun 2015 (Periode Pekerjaan Sesuai SMPK)
Bulan Ke-1 Bulan Ke-2 Bulan Ke-3 Bulan Ke-4 Bulan Ke-5 Bulan Ke-6
No Uraian
Minggu Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
1 Tahap Persiapan
Penyusunan Konsep Metodologi, perencanaan survei, kajian literatur,
1.1
aspek legalitas dan teknis
Konsultasi dengan tim teknis (metodologi, data dukung, formulir
1.2
survei, dan rencana kerja)
1.3 Survei Pendahuluan
1.4 Kickoff Meeting
1.5 Penyiapan Laporan Review OBC
1.6 Penyampaian Laporan Review OBC
1.7 Pembahasan Laporan Review OBC Tim Satker&konsultan menyiapkan BA PembahasanLaporan
Penyempurnaan Laporan Review OBC & Konsultasi dengan Tim Tim teknis memeriksa penyempurnaan laporan,
1.8 apakah sesuai BA pembahasan laporan
Teknis
1.9 Penyiapan administrasi untuk ke lapangan
2 Tahap Pengumpulan Data & Analisis
2.1 Persiapan akhir pelaksanaan survei lapangan
2.2 Pelaksanaan survei lapangan (Visitasi)
- Pengumpulan Data Sekunder
- Survey Lokasi Tapak Rencana Pembangunan
- Survey Topografi
- Survey Bathimetri
- Survei Oceanografi
2.3 Survey Wawancara
- Wawancara dengan Penumpang Kapal
- Indepth Interview dengan Pelaku Bisnis
- Survey OD dan Karakteristik Pengguna
2.4 Kompilasi Data
2.5 Konsultasi dengan tim teknis (kajian awal terhadap data)
2.6 Kajian Aspek Hukum dan Kelembagaan
2.7 Kajian Teknis
2.8 Kajian Ekonomi dan Komersial
2.9 Kajian Lingkungan dan Sosial
2.10 Kajian Bentuk Kerjasama dalam Penyediaan Infrastruktur
2.11 Penentuan Bentuk Kerjasama
2.12 Kajian Resiko
2.13 Kajian Dukungan Pemerintah dan atau Jaminan Pemerintah
Kajian mengenai hal-hal yang perlu ditindak-lanjuti (outstanding
2.14
issue)
Konsultasi dengan Tim Teknis Mengenai Hasil Kajian & Persiapan
2.15
Konsultansi Publik
2.16 Persiapan Konsultasi Publik
2.17 Konsultasi Publik
2.18 Penyusunan Konsep Laporan FBC
2.19 Konsultasi dengan tim teknis (konsultasi Konsep Laporan FBC)
2.20 Finalisasi Laporan FBC
2.21 Penyampaian Laporan FBC
2.22 Pembahasan Laporan FBC
2.23 Penyempurnaan Laporan FBC & Konsultasi dengan Tim Teknis
2.24 Persiapan Market Sounding
2.25 Market Sounding
Konsultasi dengan tim teknis (hasil analisa, konsultasi publik, dan
2.26
market sounding)
3 Tahap Finalisasi
3.1 Finalisasi Laporan FBC
3.2 Penyusunan Dokumen Lelang Investasi
4 Resume Jadwal Pelaporan
4.1 Laporan Review OBC
4.2 Draft Laporan FBC
4.3 Laporan FBC
4.4 Dokumen Lelang Investasi
Bab 4 | 16
4.3 RENCANA KERJA SELANJUTNYA
Setelah diselesaikannya Laporan ini dan dilakukan Presentasi, maka akan dilakukan
tahapan pelaksanaan pekerjaan selanjutnya yaitu Tahap Pengumpulan dan Analisis Data
yang terdiri dari kegiatan:
1. Survey Lapangan
a. Kunjungan lokasi tapak rencana lokasi proyek KPBU
b. Survey Wawancara (In-depth Interview)
2. Kompilasi Data
3. Analisis
a. Kajian Aspek Hukum dan Kelembagaan
b. Kajian Teknis
c. Kajian Ekonomi dan Komersial
d. Kajian Lingkungan dan Sosial
e. Kajian Bentuk Kerjasama dalam Penyediaan Infrastruktur
f. Kajian Resiko
g. Kajian Dukungan Pemerintah dan atau Jaminan Pemerintah
Bab 4 | 17
Lampiran I
Penyiapan Dokumen Transaksi Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta
Pelabuhan Baubau, Sulawesi Tenggara
2. Kajian Teknis
2.1 Analisis Teknis
2.1.1 standar kinerja teknis operasi V X
2.1.2 alternatif tapak , besaran proyek, kualitas, teknologi dan waktu pelaksanaan V X
a. Alternatif tapak
b. besaran proyek
c. kualitas & teknologi: ada/tidak trestle; Automated / Non Auto CT
d. waktu pelaksanaan
kapasitas keluaran dan standart teknis yang diperlukan, serta menyiapkan rangcangan awal yang layak secara
2.1.3 X
teknis
2.1.4 identifikasi aset BUMN/BUMD yang digunakan untuk KPBU V X
2.1.5 identifikasi ketersediaan pasokan sumber daya untuk keberlangsungan KPBU, (listrik, air) X
2.1.6 identifikasi dan persyaratan SDM, bahan baku, pelayanan jasa, akses ke tapak X
2.1.7 CAPEX dan asumsi yang digunakan V X
2.1.8 Jenis Revenue & OPEX V X
2.1.9 mengidentifikasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) X
3.2.3 pengumpulan tanggapan dan penilaian lembaga keuangaan nasional/internasional mengenai potensi pemberian X
pinjaman
3.2.4 strategi mengurangi risiko pasar dan meningkatkan persaingan dalam KPBU X
3.2.5 penilaian struktur pasar untuk meningkatkan tingkat kompetisi X
3.3 Analisa Struktur Pendapatan KPBU (untuk mengidentifikasi sumber sumber pendapatan KPBU)
3.3.1 perhitungan keseimbangan antara biaya dan pendapatan KPBU (FCR) X
3.3.2 identifikasi pembayaran tarif awal, mekanisme penyesuaian tarif, dan indeksasinya X
3.3.3 identifikasi dampak terhadap pendapatan dalam hal :
a kenaikan biaya KPBU X
b pembangunan KPBU selesai lebih awal X
c pengembalian KPBU melebihi tingkat maksimum yang ditentukan X
3.4 ABMS (untuk memastikan manfaat sosial dan ekonomi serta keberlanjutan proyek)
perbandingan biaya manfaat dengan atau tanpa KPBU, biaya yang dimaksud didasarkan pada harga konstan
3.4.1 X
meliputi:
a biaya penyiapan
b. biaya modal
c biaya operasional
d biaya pemeliharaan
e biaya biaya lain akibat adanya proyek
3.4.2 penilaian manfaat proyek dengan mempertimbangkan : X
a. penghematan oleh masyarakat
b. penghemataan APBN/APBD
3.4.3 penentuan biaya ekonomi dengan mengubah biaya financial menjadi biaya ekonomi (shadow price) X
3.3.4 penentuan biaya ekonomi dengan mengkonversi manfaat menjadi kuantitatif X
3.3.5 penilaian Kelayakan ekonomi (EIRR, ENPV) X
3.3.6 Analisis sensitivitas (ketidak pastian KPBU vs tingkat kelayakan ekonomi) X
6. Kajian Resiko
6.1 identifikasi resiko X
6.2 besaran resiko X
6.3 alokasi resiko X
6.4 mitigasi resiko X
8. Khusus OBC: Kajian mengenai hal-hal yang perlu ditindak-lanjuti (outstanding issue)
8.1 identifikasi isu kritis V
8.2 rencana penyelesaian isu kritis X
8.3 jadwal penyelesaian isu kritis X