You are on page 1of 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian mandiri dari rumah sakit, yang

dilengkapi dengan tenaga medis dan teknologi khusus untuk mengobservasi,

merawat, memberikan terapi serta menunjang fungsi-fungsi vital pasien yang

menderita penyakit akut, cedera atau kondisi kritis yang mengancam nyawa

(Kemenkes, 2010). ICU merupakan unit pelayanan yang tidak bisa dipisahkan

dari rumah sakit dan bisa dikatakan suatu unit vital yang ada di rumah sakit

(Avidan et al., 2008).

Kriteria pasien yang berada di ruang ICU adalah pasien sakit kritis dengan

ketidakstabilan atau kegagalan sistem organ yang memerlukan bantuan alat

teknologi canggih ICU seperti: bantuan ventilator, multi kompleks infus,

monitoring dan obat-obatan vasoaktif (Avidan et al., 2008).

Alasan pasien ICU membutuhkan bantuan alat ventilator yaitu ventilasi

mekanik dikarenakan pasien memiliki kegagalan pada sistem pernapasan yang

meliputi gangguan mekanisme pertukaran gas di dalam paru-paru (Mackenzie,

2008). Penelitian oleh Esteban et al., (2000) dalam Im et al., (2004) melaporkan

bahwa setengah dari ICU di rumah sakit Amerika Utara memiliki sekitar 40%

pasien dewasa yang menggunakan ventilasi mekanik.

Pasien dengan ventilasi mekanik memerlukan pemantauan, dan asuhan

keperawatan yang berulang, sehingga dapat meminimalisir risiko komplikasi


seperti: ganguan jalan napas, infeksi paru, hipoksia, hipoventilasi, hiperventilasi,

penurunan perfusi jaringan akibat penurunan fungsi jantung, nyeri, imobilisasi,

peningkatan mordibiti dan mortaliti, serta beberapa efek psikologis (gangguan

tidur, stres, ketidaknyamanan dan kegelisahan) akibat pemakaian alat ventilator.

Beberapa pasien ICU akan diberikan obat sedasi guna mengurangi efek psikologis

dan nyeri yang dirasakannya (Mackenzie, 2008) sehingga dengan pemberian obat

ini juga akan meningkatan imobilisasi pasien (Morton dan Fontaine, 2009).

Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama menjadi salah satu faktor risiko

penting bagi pasien untuk mengalami dekubitus (Edlich, 2004). Pasien imobilisasi

selalu terbaring di atas tempat tidur dan sulit untuk merubah posisinya, sehingga

terjadi tekanan pada bagian tubuh yang menonjol dan menyentuh linen.

Penekanan dalam jangka waktu lama akan menurunkan aliran darah pada bagian

tubuh tersebut lalu menyebabkan iskemia jaringan yang berakhir dengan kematian

jaringan. Gesekan yang terjadi pada permukaan kulit yang mati akan

mengakibatkan luka dekubitus (Copper, 2013).

Dekubitus adalah suatu kerusakan seluler yang terlokalisasi, akibat tekanan

lansung pada kulit sehingga menyebabkan iskemia tekanan maupun akibat

kekuatan gesekan sehingga menyebabkan stress mekanik (Potter dan Perry, 2005).

Di abad ke 21 ini dekubitus menjadi penyakit epidemik bagi kehidupan manusia

dan suatu peringatan bagi instansi pelayanan kesehatan. Dekubitus juga menjadi

bagian yang relevan pada ICU dengan insidensi dekubitus yang sangat tinggi

(Pedro et al., 2013).


Survey dekubitus internasional melaporkan bahwa sebagian dari ICU yang ada

di rumah sakit Amerika Utara memliki prevalensi dekubitus yang tinggi pada

pasien dewasa, dengan perkiraan mulai dari 9.2% di ICCU sampai 12,1% di

MICU (EPUAP-NPUAP, 2009; Siddiqui et al., 2013). Penelitian di tahun

sebelumnya oleh Nijs et al.,(2008) insidensi dekubitus di ICU rumah sakit Leuvan

Belgia juga memiliki angka yang tinggi yaitu 20.1%. Insidensi dekubitus pada

pasien ICU dengan ventilasi mekanik di Spanyol sekitar 16% setelah 13 hari di

IRI (Manzano et al., 2010). Perkembangan dekubitus pada pasien ICU di

Indonesia yaitu sebesar 33% dan persentasi ini lebih tinggi dibandingkan negara-

negara Asia lainnya (Suriadi et al., 2006) dan insidensi pasien IRI di RSUP Dr.

Sardjito tahun 2013 sebesar 0.95% (PPI RSUP Dr. Sardjito, 2013).

Dekubitus merupakan masalah serius yang harus diperhatikan dan segera

ditangani oleh tenaga kesehatan. Dekubitus dapat menyebabkan komplikasi yang

merugikan pasien seperti: nyeri yang berkepanjangan, rasa tidak nyaman,

komplikasi berat (sepsis, infeksi kronis, selulitis, nekrosis dan osteomyelitis),

peningkatan mortalitas pada klien lanjut usia (Suriadi et al., 2008), peningkatan

waktu dan biaya perawatan pasien di rumah sakit (Bennet et al., 2004).

Dekubitus di ICU terjadi karena beberapa penyebab yaitu: Tekanan, Gesekan

dan sobekan yang berhubungan dengan faktor-faktor risiko dekubitus. Faktor

risiko dekubitus di ICU seperti: usia, kelembaban permukaan kulit, penggunaan

ventilasi mekanik yang menyebabkan pasien imobilisasi (Manzano et al., 2010),

hasil pengukuran Braden Scale 14-18, lamanya waktu perawatan pasien di rumah

sakit dan diagnosa penyakit pasien (Shahin et al., 2008).


Angka dekubitus menjadi salah satu indikator pengendalian mutu pelayanan

keperawatan di ICU yang akan dievaluasi untuk melihat keberhasilan suatu

tindakan pelayanan kesehatan (Depkes, 2006). Indikator pengukuran kualitas

pelayanan yang dilakukan oleh perawat dalam memberikan tindakan pelayanan

berupa struktur, proses dan tujuannya adalah prevalensi dekubitus, infeksi

nosokomial, dan kepuasan pasien (Bersten dan Soni, 2009).

Menurut Laura et al., (2010) seharusnya insidensi dekubitus dapat dicegah

jika tenaga kesehatan melakukan tindakan pencegahan dekubitus yang terbukti

efektif dapat menurunkan insidensi dekubitus. Tenaga kesehatan yang menangani

pasien di ICU harus menyadari akan pentingnya melakukan tindakan pencegahan

dekubitus meliputi: melakukan identifikasi risiko dekubitus, melakukan

penggantian posisi pasien setiap dua jam, menggunakan kasur anti-dekubitus,

pemberian bedak atau krim pada kulit, dan memberikan nutrisi yang adekuat

(Copper, 2013).

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta tidak mengunakan nama ICU sebagai nama

bagian dari rumah sakit yang merawat pasien secara intensif namun menggunakan

nama IRI (Instalasi Rawat Intensif). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada

hari Selasa 15 Juli 2014 di IRI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta didapatkan bahwa

IRI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta telah melakukan pencegahan dekubitus pada

pasien IRI seperti: pemberian lotion (minyak kelapa) saat proses memandikan

pasien, penggantian linen, perubahan posisi, rutin mengganti pempers pasien dan

menggunakan kasur angin. IRI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menyediakan

sekitar 5 orang perawat dalam 1 shift untuk 10 sampai 12 pasien dan menurut
Avidan et al., (2008) idealnya pada kondisi pasien yang kritis 1 pasien ditangani

oleh 2 sampai 3 perawat.

Berdasarkan survei PPI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta yang dijelaskan di atas

insidensi dekubitus di IRI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta memiliki prosentase

yang rendah jika dibanding dengan IRI di rumah sakit lain pada penelitian

sebelumnya. Menurut Shahin et al., (2008) penurunan insidensi dekubitus dapat

terjadi karena tindakan pencegahan dekubitus dilakukan secara optimal. Melihat

fenomena rendahnya insidensi dekubitus di IRI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

maka peneliti memiliki inisistaif untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana

pencegahan dekubitus pada pasien dengan ventilasi mekanik di IRI RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Pasien dengan ventilasi mekanik memiliki risiko untuk mengalami dekubitus

yang dikarenakan pasien mengalami imobilisasi dan penurunan perfusi jaringan

perifer. Pencegahan dekubitus terbukti efektif menurunkan insidensi dekubitus di

IRI. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti merumuskan masalah sejauh mana

gambaran pencegahan dekubitus pada pasien dengan ventilasi mekanik di IRI

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pencegahan dekubitus

pada pasien dengan ventilasi mekanik di IRI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
2. Tujuan khusus

1.) Untuk mengetahui intervensi pencegahan dekubitus yang dilakukan tenaga

kesehatan pada pasien dengan ventilasi mekanik di IRI RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta.

2.) Untuk mengetahui waktu dan frekuensi pengkajian risiko dekubitus pada

pasien dengan ventilasi mekanik di IRI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

3.) Untuk mengetahui insidensi kumulatif dan waktu terjadinya dekubitus pada

pasien dengan ventilasi mekanik di IRI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit Dr. Sardjito

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi tambahan dan evaluasi

dalam meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap kualitas tindakan pencegahan

dekubitus pada pasien dengan ventilasi mekanik di IRI RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta.

2. Bagi profesi keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi evaluasi dan meningkatkan tindakan asuhan

keperawatan dalam pencegahan dekubitus pada pasien dengan ventilasi mekanik

di IRI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

3. Bagi klien

Hasil penilitian ini dapat dijadikan informasi bagi pasien dan menurunkan

kekhawatiran pasien atas timbulnya dekubitus baru akibat perawatan di ruang

dengan ventilasi mekanik di IRI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.


4. Bagi peneliti selanjutnya.

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran dan informasi bagaimana

pencegahan decubitus yang di lakukan pada pasien dengan ventilasi mekanik di

ICU RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian sebelumnya yang mirip dengan penelitian ini adalah:

1. Manzano F, Navarro M.J, Roldan D, Moral M.A, Leyva I, Guerreo C,

Sanchez M.A, Colmenero M., (2010), dengan penelitian yang berjudul Pressure

Ulcer Insidence and Risk Factors in Ventiled Intensive Care Unit. Penelitian

menggunakan metode prosfektif cohort mengobservasi insidensi dan risiko

dekubitus dengan instrument EPUAP pada sembilan ICU dengan jumlah

responden sebanyak 299 orang yang menggunakan ventilasi mekanik lebih dari

24 jam pada 2 periode selama 5 bulan. Hasil penelitian menunjukkan 16% pasien

mengalami perkembangan dekubitus derajat II dan lamanya waktu pasien

menggunakan ventilasi mekanik menjadi salah satu faktor pengembangan

dekubitus.

Persamaaan penelitian Manzano et al., (2010) dengan penelitian ini adalah

sama-sama meneliti bagaimana insidensi dekubitus pada pasien ICU dengan

ventilasi mekanik dan variabel penelitian yang tunggal. Perbedaan penelitian

terletak pada: 1) Penelitian Manzano tidak melihat bagaimana pencegahan

dekubitus pada pasien ICU; 2) Penelitian ini tidak melihat bagaimana faktor

risiko terjadi dekubitus; 3) Metode penelitian ini menggunakan metode deskripsi


observasional; 4) Penelitian ini melihat waktu dan frekuensi pengukuran risiko

dekubitus dilakukan pada Pasien dengan ventilasi mekanik di IRI RSUP DR.

Sardjito Yogyakarta; 5) Populasi, sampel dan tempat penelitian ini adalah pasien

IRI dengan ventilasi mekanik di RSUP Dr. Sardjito.

2. Shahin E.S.M, Dassen T, Halfens R.J.G (2008) dengan judul penelitian

Insidence, Prevention and Treatment of Pressure Ulcers in Intensive Care

Patients: Longitudinal Study. Penelitian menggunakan disain longitudinal pada

121 pasien di cardiological dan surgical intensive care selama 4 bulan. Peneliti

akan mengobservasi setiap pasien ICU selama ia dirawat di ruang ICU hingga 2

minggu.

Hasil penelitian menunnjukan 3,3% insidensi dekubitus yang terjadi di ICU.

Pencegahan dekubitus ditunjukkan dengan penggunaan kasur busa atau alternatif

kasur bertekanan udara terbukti efektif menurunkan pengembangan dekubitus.

Berhubugan penyembuhan luka, hidrokoloid dapat mempercepat proses

penyembuhan luka.

Persaaman penelitian Sahin et al., (2008) dengan penelitian ini adalah untuk

melihat insidensi dekubitus dan pencegahan dekubitus pada pasien ICU.

Sedangkan perbedaannya adalah: 1) populasi, sampel dan tempat penelitian ini

adalah pasien dengan ventilasi mekanik di IRI RSUP Dr. Sardjito; 2) variabel

penelitian ini tunggal yaitu pasien IRI dengan ventilasi mekanik; 3) penelitian

Shahin et al., meihat bagaimana penatalaksanaan yang tepat sedangkan penelitian

ini tidak melihat penatalaksaan yang tepat pada pasien IRI.


3. Suriadi, Sanada H, Sugama J, Thigpen B, Kitagawa A, Kinosita S., (2006)

dengan judul A New Instrument for Predicting Pressure Ulcer Risk in an

Intensive Care Unit. Penelitan dilakukan pada 105 pasien ICU di RS Pontianak

Kalimantan Barat, Indonesia dengan metode prosfektif cohort selama 4 bulan.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 33% pasien mengalami dekubitus dan

penggunaan Braden scale dan multi-pad Pressure evaluator memberikan

perbedaan yang signifikan terhadap pasien yang mengalai dan tidak mengalami

dekubitus.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian suriadi et al., (2006) adalah sama-

sama melihat insidensi dekubitus pasien ICU di Indonesia. Perbedaanya terletak

pada: 1) metode penelitian ini menggunakan metode observasi kuantitatif; 2)

populasi, sampel dan tempat penelitian ini adalah pasien dengan ventilasi mekanik

di IRI RSUP Dr. Sardjito; 3) penelitian ini tidak melihat bagaimana penggunaan

multi-pad Pressure evaluator pada pengkajian dekubitus.

You might also like