Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Peranan infrastruktur Pertanian dalam pembangunan pertanian semakin strategis dan
penting, hal ini sangat berkaitan dengan upaya pencapaian sasaran program khususnya
program peningkatan nilai tambah. Infrastruktur Pertanian khususnya Jalan Usaha Tani
merupakan salah satu komponen dalam subsistem hulu yang diharapkan dapat mendukung
subsistem Jalan Usaha Tani, subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran hasil pertanian
(tanaman pangan, holtikultura perkebunan dan peternakan).
Pada saat ini banyak lokasi lahan pertanian belum mempunyai/ terdapat Jalan Usaha Tani
yang memadai sehingga dapat menghambat masyarakat tani dalam berusaha dilahannya.
Didalam UU No. 38 Tahun 2004 tentang jalan terdapat Klosul jalan khususnya yaitu jalan
yang pembangunan dan pembinaannya merupakan tanggung jawab departemen terkait.
Sehubungan dengan itu Jalan Usaha tani di kategorikan jalan khusus sehingga pembinaannya
menjadi tanggung jawab Departemen Pertanian.
B. TUUAN
1. Tujuan pedoman teknis/ spesifikasi teknis pengembangan jalan usaha tani adalah
memberikan pedoman secara teknis kepada kontraktor pelaksana dalam menyiapkan
pembangunan jalan usaha tani.
2. Tujuan kegiatan pengembangan jalan usaha tani adalah :
a. Mempercepat transportasi sarana usaha tani dan alat mesin pertanian dari kawasan
permukiman (dusun dan desa) kelahan usaha tani.
b. Mempercepat pengangkutan produk pertanian dari lahan usaha menuju sentra
pemukiman, pemasaran dan pengolahan hasil pertanian.
c. Mengurangi biaya/ ongkos transportasi sebagai komponen biaya usaha tani.
C. SASARAN
Pada tahun 2013 kegaiatan pengembangan jalan usaha tani dilakukan sepanjang P 40, 785
km pada kawasan tanaman pangan sepanjang. Adapun lokasi kegiatan perkabupaten/ kota
secara lebih untuk tahun ini lebih rincinnya dapat dilihat pada lampiran dokumen lelang.
D. PENGERTIAN
Dalam pelaksanaan pengembangan jalan usaha tani diperlukan pengertian-pengertian/
istilah untuk di pahami bersama dalam rangka perencanaan, pelaksanaan dan penilaian
kegiatan.
a. Jalan Usaha tani adalah merupakan prasarana transportasi pada kawasan pertanian
(tanaman pangan, holtikultura, perkebunan dan peternakan) yang berhubungan dengan
jalan desa. Jalan ini sangat strategis dan memberi akses untuk transportasi
pengangkutan sarana usaha tani menuju lahan pertanian dan mengangkut hasil produk
pertanian dari lahan menuju pemukiman, tempat penampungan sementara/
pengumpulan atau tempat lainnya.
b. Pengembangan jalan usaha tani adalah pembuatan peningkatan kapasitas dan
rehabilitasi.
- Pembuatan jalan usaha tani adalah membuat jalan baru sesuai kebutuhan
- Peningkatan kapasitas jalan usaha tani adalah jalan usaha tani yang sudah ada
ditingkatkan tonase/ kapasitasnya sehingga bisa dilalui oleh kendaraan yang lebih
berat/ lebih besar.
BAB II
PEDOMAN TEKNIS JALAN
A. Spesifikasi teknis kegiatan jalan usaha tani meliputi norma, standart teknis dan kriteria
sebagai berikut :
1. Penjelasan umum :
Pengembangan jalan usaha tani merupakan upaya pembangunan, peningkatan kapasitas
dan rehabilitas jalan terutam dikawasan sentral usaha tani pertanian ( tanaman pangan,
holtikultura, perkebunan rakyat dan peternakan ) sebagai akses pengangkutan sarana
usaha tani, hasil usaha tani dan alat mesin pertanian.
2. Lingkup pekerjaan pembuatan jalan meliputi :
a. Pekerjaan penyiapan tanah dasar ( sub grade ) terdiri atas pekerjaan :
- Pembersihan daerah milik jalan
- Pegusapan lapisan tanah atas
- Galian
- Timbunan
- Parit jalan
b. Perkerasan lapis Pondasi bawah/ LPB kelas C (timbunan pilihan)
3. Tebal lapisan kelas C ( timbunan pilihan ) untuk jalan penghubung dan poros ditetapkan
minimal 20 cm padat atau sesuai dengan gambar rencana dan untuk jalan usaha tani
ditetapkan tebal lapisan kelas C (timbunan pilihan) 20 cm padat.
4. Apabila pada suatu lokasi tidak terdapat bahan material timbunan tanah pilihan ( kelas C
) dapat menggunakan material lain dengan persetujuan asisten teknik/ Direksi/
Pengawas Lapangan.
5. Kemiringan arah melintang :
- 2 % untuk bagian perkerasa jalan
- 2 % untuk bahu jalan
- (sesuai tipikal gambar rencana)
6. Panjang/Volume Jalan Dalam Gambar Teknik Tidak diikuti tetapi mengikut
panjang/volume yang ada dalam RAB.
D. Galian
1. Membuat galian pada tempat-tempat yang kemiringan/ tanjakannya melebihi syarat-
syarat maksimum yang ditentukan, sesuai dengan gambar rencana atau petunjuk
pengawas teknik pada pembuatan jalan baru
2. Melakukan galian/ pemotongan tebing-tebing kanan kiri untuk mendapatkan lebar
badan jalan yang direncanakan dengan kemiringan 1 : 1 atau sesuai dengan petunjuk
pengawas teknik
3. Melakukan galian/ pemotongan pada puncak pendakian, sebelum mulai menurun harus
ada daerah jalan yang rata minimum sepanjang 30 M begitu pula pada akhir penurunan
sebelum pendakian.
4. Pemotongan tebing harus dilakukan dengan rapi dan langsung dibentuk badan jalan
sesuai dengan gambar rencana. Tanah bekas galian harus ditempatkan dan diratakan
pada derah yang ditentukan oleh pengawas teknik
5. Pekerjaan pembuatan badan jalan disertai dengan pekerjaan pemadatan badan jalan
sampai mencapai angka kepadatan yang disyaratkan dan disetujui oleh pengawas teknik.
6. Kemiringan/ Landai pemotongan melintang dan memanjang badan jalan harus benar-
benar dikerjakan menurut gambar rencana dengan keharusan membuat permukaan
badan jalan yang segera dapat mengalirkan air hujan (tidak boleh terdapat genangan air
dipermukaan badan jalan).
7. Pemadatan badan jalan dilakukan lapis demi lapis setebal maksimum 20 cm untuk setiap
lapis dan harus mencapai kepadatan 95 % dari maksimum kepadatan yang diselidiki
menurut pemeriksaan kepadatan standart PB.011 (1) 76 (AASHTO-99-74,ASTM D-698-
70) manual pemeriksaan badan jalan No.01/MN/BM/197 (6).
8. Dinding tebing terpotong dikiri kanan jalan harus dirapikan dengan kemiringan
maksimum 45 Derajat dan pada ketinggian tebing 2 M dibuat pertangga atau sesuai
dengan gambar rencana.
9. Kemungkinan didapatkan tanah dasar galian yang tak memenuhi persyaratan dalam
pekerjaan galian, maka harus di adakan penggantian tanah dasar dengan CBR minimum
E. Timbunan
1. Bagian bagian yang rendah harus ditimbun sampai mencapai ketinggian yang
ditentukan. Tanah timbunan harus cukup baik bebas dari sisa sisa rumput, akar-akaran
dan lain-lain dan dapat mencapai nilai CBR minimum 4 % rendam air. Dalam hal ini
harus mengikuti petunjuk-petunjuk pengawas teknik.
2. Pada tempat-tempat yang tanahnya lembek harus diadakan perbaikan tanah terlebih
dahulu. Tanah yang lembek dibuang untuk diganti dengan tanah yang baru, sehingga
memenuhi persyaratan dengan persetujuan pengawas teknik. Dasar badan jalan yang
basah (rawa, lumpur) dapat menggunakan knoppel (gambangan/para-para/meeting)
dari kayu tahan air (kayu gelam atau sejenisnya) yang disusun sepanjang jalan yang
sangat lembek, kemudian baru ditimbun dengan tanah yang sesuai petunjuk pengawas
teknik.
3. Penimbunan harus dilakukan lapis demi lapis setebal maksimum 20 cm padat setiap
lapisnya. Penggilasan setiap lapisannya harus dilakukan pada kadar air optimum dan
mencapai kepadatan 95% dengan pemeriksaan kepadatan standart PB.001(1)76 manual
pemeriksaan badan jalan No. 01/NM/BM/197/(6) untuk lapisan yang paling atas/ akhir
kepadatan, harus mencapai angka 100%. Pada timbunan yang tinggi, pelaksanaannya
dibuat bertangga agar tidak mudah longsor sesuai dengan petunuk pengawas teknik.
F. Parit Jalan dan Pengaliran Air
Pekerjaan ini termasuk pekerjaan badan jalan dan meliputi pelaksanaan pekerjaan berikut :
1. Parit jalan dibuat sesuai dengan gambar rencana atau kedalaman parit tidak boleh lebih
rendah dari parit pembuangan disekitarnya atau menurut pengarahan dan petunjuk
pengawas teknik.
2. Pembuangan air dari parit jalan dibuat pengaliran air (saluran pembuangan) sesuai
dengan kebutuhan keadaan lapangan sepanjang 15 M. Jarak antara pengaliran air
dibuat sependek mungkin dengan jarak minimal 50 M, tergantung kondisi lapangan dan
sesuai petunjuk pengawas teknik.
3. Pada tikungan jalan di daerah galian bagian dalam tikungan terutama yang bertebing
tinggi harus dibuat pembuangan air asal parit jalan yang cukup baik (kalau diperlukan
dapat digunakan gorong-gorong)
4. Guna lebih mengetahui tempat-tempat dimana air hujan dapat dialirkan dengan
sempurna, pelaksan fisik disertai pengawas teknik wajib mengadakan peninjauan/
pemeriksaan dijalan pada waktu hujan
H. Penampang Jalan
Penampang jalan usaha tani diperlihatkan pada tabel berikut :
Jenis Jalan DMJ (m) A (m) B (m)
Jalan Usaha Tani 10,0 4,0 1,00
Jalan Usaha Tani 8,0 3,0 1,00
8. Bila terjadi kondisi lapangan yang tidak sesuai dengan gambar rencana dan tidak dapat
dilaksanakan, maka dapat dilakukan perubahan desain dan relokasi dengan persetujuan
Direktorat Teknik.
J. Pengukuran Hasil Kerja dan Pembayaran
1. Pengukuran Hasil Kerja
a. Pengukuran hasil kerja untuk keperluan pembayaran khususnya untuk pekerjaan
jalan diukur sesuai hasil pemeriksaan yang sudah selesai dikerjakan dan diterima
baik oleh pengawas Teknik. Pengukuran harus digambar pada peta monitoring
jalan yang disetujui oleh pengawas.
b. Jumlah pekerjaan jalan per-KM panjang yang ditetapakan sebagai berikut :
1. Untuk Jalan Usaha Tani dengan lebar Badan jalan 4 meter, DMJ (Daerah Milik
Jalan) 10 m, tebal 20 30 cm telah dipadatkan dan diterima baik oleh
pengawasan teknik.
2. Untuk Jalan Usaha Tani dengan lebar Badan jalan 3 meter, DMJ (Daerah Milik
Jalan) 8 m, tebal 20 25 cm telah dipadatkan dan diterima baik oleh
pengawasan teknik.
3. Untuk jalan Usaha Tani, dengan rincian lebar Badan jalan 3 meter 20 30 cm
telah dipadatkan dan diterima baik oleh pengawasan teknik.
2. Dasar Pembayaran
Pembayaran hasil pekerjaan jalan akan dibayar sesuai dengan hasil pengukuran yang
sudah selasai dikerjakan dan peta monitoring jalan (Assbuil Drawing), menurut mata
pembiayaan sebagai berikut:
No. Mata Pembiayaan dan Uraian Satuan
BAB III
PEDOMAN TEKNIK PEMBUATAN DEUKER
A. Galian Tanah
Galian tempat pemasangan saluran gorong-gorong/Deuker dibuat sesuai dengan gambar
rencana, atau sesuai petunjuk pengawas teknik. Diameter 1,00 M, Lebar 5 meter.
B. Pemasangan
a. Pembuatan pondasi batu kali dan harus sesuai dengan gambar rencana dan pengikuti
petuntuk saran pengawas teknik.
b. Lantai deuker dan plat beton bertulang dengan mutu beton minimal K-175 dan
memakai besi tulangan minimal 12 mm dengan jarak tulangan 20 cm.
c. Plat beton harus mencapai ketebalan minimal 20 cm, dengan elevasi yang tepat agar
menjamin kelancaran aliran air.
BAB IV
A. KETENTUAN UMUM
1. Yang dimaksud jembatan adalah bangunan yang melintas sungai/aliran yang ada umumnya
dibuat untuk bentang labih dari 3 M.
2. Type dan macam jembatan seperti tercantum pada gambar Teknik.
3. Semua pengukuran harus dilakukan dengan teliti/cermat menurut gambar kerja dan
petunjuk Direksi Lapangan/Pengawas Teknik dan diadakan pengecekan setiap akan maupun
setelah diadakan kegiatan.
4. Pelaksanakan pembangunan jembatan tidak b oleh menghambat lalulintas, baik lalulintas
jalan maupun lalulintas air.
5. Pelaksana harus membuat jembatan sementara atau merubah arah jalan sehingga lalulintas
tidak terhambat.
6. Bila ada perbedaan antara gambar kerja dan keadaan lapangan pelaksana fisik harus
melaporkan kepada Direksi Lapangan?Pengawas teknik untuk mendapat petunjuk lebih
lanjut.
B. MACAM KERJA
2. Pekerjaan meliputi :
a. Pekerjaan Persiapan dan Pendahuluan
b. Pekerjaan Tanah (Galian dan Timbunan)
c. Pekerjaan Bangunan Bawah, dan
d. Pekerjaan Bangunan Atas.
C. PEKERJAAN TANAH
3. Timbunan Opritan :
a. Opritan dibuat lurus landai dan nyaman bagi pemakai jalan (maximum 12.5%).
b. Timbunan opritan harus benar-benar padat (dipadatkan lapis demi lapis), maximum
20 Cm perlapisnya, bila material dalam keadaan kering harus disiram air.
c. Diatas timbunan tanah harus diberi lapis perkerasan (tarsitu) setebal 10 Cm
dan dipadatkan.
d. Kemiringan kearah melintang (kemiringan lereng 1 : 1, hingga tidak longsor.
e. Pelaksana tidak boleh mengambil tanah timbunan disekitar jembatan (radius 200
m).
f. Panjang, tinggi dan lebar opritan sesuai gambar kerja.
g. Tanah yang digunakan harus tanah baik dan mendapat persetujuan Direksi
Lapangan/Pengawas Teknik.
4. Kisdam/Kofferdam :
a. Fungsinya sebagai pelindung bangunan pada saat pelaksanaa agra ruang kerjanya
terlindungi dari air, sehingga kisdam harus dibuat sedemikian rupa dengan
konstruksi kedap air dan tahan terhadap air.
b. Untuk mengeringkan air di dalam kisdam menggunakan pompa dengan kapasitas
yang memadai.
c. Lebar/ruas dari kisdam dibuat sedemikian rupa agar dapat ruang bebas kerja.
1. Pondasi :
Pondasi yang digunakan untuk jembatan semi permanen menggunakan 2
type(pemilihannya harus dengan persetujuan Direksi Lapangan/Pengawas Teknik dan
Supervisi yang didasarkan atas pengamatan lapangan), type tersebut :
a. Pondasi sumuran
Terbuat dari cincin beton bertulang yang dimensinya sesuai gambar kerja.
Silinder diturunkan melalui galian, bila muka air didalam silinder tinggi,
maka diadakan pemompaan.
Bagian atas dari silinder yang menghubungkan plat poor, tulangan
memanjang disisihkan 25 Cm dan bagian ujungnya dibengkokkan.
Isi bagian bawah dan atas terbuat dari beton kedap air dengan campuran
1 : 2 : 3 dengan ketebalan sesuai gambar kerja.
Isi bagian tengah silinder yaitu beton cyclop dengan campuran 1 : 5 : 7.
a.2 Pondasi Pancang Kayu :
Ketentuan pelaksanaan :
1. Lantai Kerja :
Lantai kerja terbuat dari campuran 1 : 4 yang dipasng rata dengan tebal10 cm panjang
dan lebar sesuai dengan gambar kerja.
1. Plat Poor :
Plat poor terbuat dari beton bertulang dengan campuran 1 : 2 : 3 yang ukurannya
sesuai gambar kerja.
2. Abutment :
a. Abutment terbuat dari pasangan batu yang didirikan diatas plat poor sesuai
gambar, batu untuk abutment dapat dari batu kali, batu gunung atau batu cadas
selektif yang bersih dari kotoran
b. Campuran untuk perekat menggunakan adukan campuran 1 Pc : 4 Ps.
c. Untuk menghindari susutnya bahan pasangan batu dibuat kolom praktis dan ring
yang terbuat dari beton bertulang dengan ukuran sesuai dengan gambar.
d. Abutment diplester halus dan diaci.
e. Didalam abutment dipasang drainage/peresapan dari paralon 2 yang dibagian
hulunya dilengkapi ijuk, pasir dan kerikil agar drainage dapat berfungsi dengan baik.
f. Bantalan atau tumpukan gelagar terbuat dari beton bertulang dengan ukuran sesuai
dengan gambar.
g. Pondasi tembok pengarah/lenning terbuat dari pasangan batu dan terdiri diatas
plat poor.
h. Tembok pengarah atau lenning terbuat dari pasangan batu dengan adukan
campuran 1 : 4 diplester dan diaci hingga halus, rata serta dicat tembok (warna
putih/hitam).
i. Bila terdapat skoor, tumpukan/perletakannya diusahakan tepat diring balok praktis.
j. Plat injak dari beton bertulang tebal 12 cm campuran 1 : 2 : 3 dan diletakkan
dibawah opritan 50 cm yang perletakan dan ukurannya sesuai gambar kerja.
k. Pada tumpukan gelagar dibuat angker (tumpukan jepit) dan stek-stek untuk
menambat/mengikat gelagar (tumpukan bebas) sesuai gambar kerja.
l. Peil jembatan harus tinggi, (sesuai gambar kerja dan petunjuk direksi).
E. PEKERJAAN PILAR
1. Bila bentang jembatan lebih besar dari 8 m, maka antara abutment dibuat pilar, (kesulitan
ditentukan lain).
2. Pilar dibuat dari konstruksi kayu besi atau sejenisnya 20 25 cm yang tingginya
disesuaikan dengan peil lantai(jenis kayu yang digunakan seperti pasal 12 a.1 butir 2).
3. Tiang pilar dipancang dengan berat pemukul 300 kg dan tingginya jatuh bebas minimal 1
m.
4. Jumlah pilar 5 tiang penempatan disesuaikan dengan penampang melintang sungai harus
mendapat persetujuan Pengawas teknik/Direksi Lapangan.
G. BANGUNAN PENGAMAN
Bila pekerjaan jembatan memerlukan bangunan pengaman, maka pengawas Teknik atau Direksi
Lapangan memberikan petunjuk pada pelaksana fisik untuk memasangnya. Bangunan pengaman
berupa bangunan pengaman opritan. Bangunan pengaman opritan terbuat dari batu kali (talud).
H. PEKERJAAN PENGECATAN
I. PEKERJAAN LAIN-LAIN
1. Bila didalam gambar kerja atau syarat-syarat teknis blum tercantum atau ada perbedaan
antara gambar kerja /RKS dengan kondisi lapangan atau masih ada yang belum jelas, maka
pelaksana fisik harus memberitahukan kepada Pengawas Teknik /Direksi Lapangan
sebelum memulai pekerjaan untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut.
2. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara laina adalah pelaksana fisik memberitahukan
kepada Pengawas Teknik/Direksi Lapangan perihal :
a. Pemberhentian galian untuk abutment, pemancangan dan galian sumuran
b. Pemilihan lokasi/bentang jembatan dan posisi/arahnya.
c. Tinggi/peil jembatan/tinggi opritan.
d. Pengecoran bertulang
Untuk mendapatkan persetujuan dan pengesahannya.
3. Dalam segala hal sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan ini kontraktor pelaksana harus
senantiasa koordinasi dan konsultasi dengan pihak Direksi atau Supervisi.
Apabila terdapat perbedaan ukuran dan keterangan antara RAB dan Gambar Teknik dalam
kontrak dengan spesifikasi ini, maka ang mengikat adalah RAB. Dan gambar teknik dalam
kontrak, namun perbedaan ini harus disampaikan dan mendapat persetujuan direksi
lapangan/supervise.
Hal-hal yang belum tercantum dalam spesifikasi ini, akan ditentukan oleh direksi
teknik/supervise. Demikian spesifikasi ini dibuat sebagai acuan dalam pelaksanaan pekerjaan
pembangunan jalan produksi dan jalan usaha tani serta deuker.
Raha, 2013
CV. Segitiga Raya Konsultan
Pusat Kendari
Mukkarama, S.Pd
Direktris