You are on page 1of 16

LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL TUGAS AKHIR


JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

a. Judul : Tingkat Pemahaman Pasien Sindrom Koroner Akut terhadap


penurunan frekuensi serangan ulang sakit dada di Ruang 27
Rumah Sakit Umum Saiful Anwar Malang
b. Bidang Minat : Ilmu Keperawatan
c. Nama : Sulasmini
d. NRP : 140084205
e. Jenis Kelamin : Perempuan
f. Jangka Waktu : 6 Bulan
g. Pembimbing : Susi Milwani, Skep.Mpd
h. Usulan Proposal I

Malang , 1 juni 2007

Pembimbing Mahasiswa

Susi Milwani, Skep.Mpd Sulasmini


NIP.130.701.282 NRP. 140084205

1
I. Judul : Tingkat Pemahaman Pasien Sindrom Koroner Akut
Terhadap Penurunan Frekuensi Serangan Ulang Sakit Dada di Ruang 27 Rumah
Sakit Umum Saiful Anwar
II. Bidang Minat : Ilmu Keperawatan
III. Pembimbing I : Susi Milwani, Skep.Mpd
IV. Latar Belakang
Paradigma masyarakat pada kesehatan yang begitu minim mengakibatkan
tindakan secara dini akan suatu penyakit tidak dapat dilakukan secara optimal.
Salah satu penyakit yang fatal akibatnya bila tidak dilakukan tindakan secara dini
adalah Sindrom Koroner Akut (SKA). Jantung adalah otot yang terbentuk pada
manusia yang berfungsi untuk memompa darah yang mengandung oksigen ke
seluruh sistem sirkulasi bila sistem jantung tidak berjalan dengan baik akibatnya
sistem sirkulasi akan berjalan tidak normal dan otomatis akan mempengaruhi
seluruh sistem tubuh. Gejala penyakit SKA yang berawal dari sakit dada
terkadang tidak diketahui secara cepat baik pada pasien ataupun para kardiologis
bila tidak dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Para kardiologis dihadapkan pada
permasalahan bagaimana dapat memberikan diagnosa SKA yang cepat, tepat dan
akurat sehingga dapat memberikan pengobatan yang sesuai bagi pasien. Teknologi
menjawabnya dengan perkembangan instrumentasi medis dengan mendeteksi
irama jantung pada sinyal ECG (elektrocardiogram) atau hasil diagnosa dari
laboratorium. TroponinT adalah salah satu metode untuk menegakkan diagnosa
SKA yang memberikan hasil yang akurat ,cepat dan tepat bila dibandingkan
dengan pemeriksaan menggunakan ECG ataupun laboratorium yang memakan
waktu cukup lama dan terkadang patologis tidak dapat terdeteksi.
VI. Permasalahan
Di dalam Tugas Akhir ini, permasalahan yang akan dibahas adalah :
Bagaimana mengetahui kondisi patologis SKA pada pasien jantung .

2
VII. Batasan Permasalahan
Agar pembahasan dalam Tugas Akhir ini tidak meluas dan tidak
menyimpang dari tujuan, maka diambil batasan masalah sebagai berikut :
Metode yang digunakan adalah pemeriksaan dengan EKG dan alat Troponin.T

VIII. Tujuan
Adapun tujuan dari tugas akhir adalah sebagai berikut :
Mengetahui kondisi patologis Sindrom Koroner Akut (SKA) menggunakan
Troponin T .
Mengetahui gejala awal sakit dada .
Mengetahui perbandingan hasil ECG dan Troponin.T

IX. Tinjauan Pustaka


Untuk menunjang pelaksanaan Tugas Akhir ini telah dilakukan
penelusuran sumber-sumber pustaka, sumber-sumber pustaka tersebut antara lain:
Penelitian diluar negri menunjukan bahwa troponin T ini mempunyai sensitifitas
97% dan spesifitas 99% dalam deteksi kerusakan sel miokard. Bahkan disebutkan
penanda ini dapat mendeteksi kerusakan sel miosit jantung yang sangan minimal
(mikro infark), yang mana oleh penanda jantung yang lain, hal ini tidak ditemukan
. Sehingga pada keadaan ini dikatakan sensitifitas dan spesitifitas Troponin T lebih
superior dibandingkan pemeriksaan enzim-enzim jantung lainnya. Penelitian
petanda biokimia ini banyak yang berfokus padda diagnosa dini dan juga untuk
menilai prognostik, karena jika ditemukan dalam plasma, penanda ini dapat
mengenali kelompok pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya
serangan jantung baik saat dirawat di rumah sakit (fase akut) maupun sesudah
keluar dari rumah sakit . Beberapa penelitian melaporkan dengan pengukuran
troponin T, suatu protein yang dilepas dari kerusakan otot jantung, merupaka
indikator terbaik yang dapat digunakan untuk menilai penderita yang mempunyai
resiko kematian dari serangan jantung (7-11). Penelitian pada pusat kedokteran

3
universitas Duke di Amerika Serikat menyimpulkan pemeriksaan Troponin T
adalah indikator yang baik dari kerusakan otot jantung, terutama jika dipakai pada
penderita yang dengan pemeriksaan CK-MB dan EKG tidak menunjukan suatu
kerusakan otot jantung yang nyata [Elias Tarigan, 2003].

X. Teori Penunjang
Jantung
Kontraksi otot disebabkan oleh perubahan listrik disebut Depolarisasi, dan
perubahan ini dapat dideteksi dengan memasang suatu elektroda pada permukaan
tubuh pasien. Walaupun jantung mempunyai empat ruang namun dilihat dari segi
kelistrikan dapat dianggap mempunyai dua ruang saja yaitu atrium (kiri dan
kanan) yang juga berkontraksi bersamaan dan ventrikel (kiri dan kanan) yang juga
berkontraksi bersamaan. Karena otot atrium relatif lebih tipis, sehingga perubahan
listrik yang muncul akibat kontraksinya juga kecil. Kontraksi atria menimbulkan
gelombang P. karena otot ventrikel lebih tebal, maka defleksi gelombang ECG-
nya juga besar, yang disebut dengan QRS. Sedang gelombang T muncul akibat
kembalinya otot ventrikel ke keadaan listrik istirahat (repolasisasi).

Gambar 1. Sinyal ECG standar [1]

Berbagai bagian kompleks QRS secara arbitrer ditandai. Setiap defleksi


pertama ke bawah disebut gelombang Q. Defleksi selanjutnya ke atas disebut
gelombang R. Gelombang R dapat diawali atau tidak diawali dengan gelombang
Q. Setiap defleksi di bawah garis dasar (baseline) setelah gelombang S.
Gelombang S dapat didahului atau tidak didahului dengan gelombang Q.

4
Gambar 2 . Sinyal QRS [1]

Diagram Listrik Jantung


Arus listrik pada setiap kali siklus jantung bermula dari daerah tertentu di
atrium kanan. Daerah itu disebut dengan simpul SA. Setelah depolarisasi,
kemudian diikuti dengan penyebaran listrik ke serabut otot atrium. Terjadi
keterlambatan, sementara depolarisasi menyebar ke daerah tertentu di atrium yang
disebut dengan simpul AV (atrioventricular). Setelah itu penghantaran
berlangsung cepat, menurun menuju jaringan kgusus untuk penghantaran disebut
Berkas His. Selanjutnya memecah ke dua arah di sekat antara atrium-ventrikel,
satu menuju arah kanan, dan yang lainnya ke kiri. Berkas His kiri sendiri terpecah
menjadi dua. Di dalam serabut otot ventrikel penghantaran listrik menjalar secara
cepat melalui jaringan khusus yang disebut Serabut Purkinye.

Waktu dan Kecepatan


Hal penting yang perlu diingat adalah setiap mesin ECG bergerak dengan
kecepatan standar, di atas kertas ECG yang terbagi dalam kotak-kotak segi empat
berukuran tertentu yang sudah baku.
Tiap kotak besar setara dengan 0,2 detik atau 5 kotak besar setara dengan 1
detik dan 300 per menit. Pada praktiknya, misalnya kompleks QRS berjarak 1
kotak besar, berarti kecepatannya 300 per menit. Sehingga kecepatan denyut
jantung dapat dihitung secara cepat bila kita ingat ketentuan di bawah ini :
Bila interval R-R adalah :
1 kotak besar, maka kecepatannya 300/menit
2 kotak besar, maka kecepatannya 150/menit
3 kotak besar, maka kecepatannya 100/menit
4 kotak besar, maka kecepatannya 75/menit
5 kotak besar, maka kecepatannya 60/menit
6 kotak besar, maka kecepatannya 50/menit
Apabila jarak antara 2 gelombang R menunjukkan kecepatan denyut
jantung, maka jarak antara beberapa bagian dari kompleks P-QRS-T menunjukkan

5
waktu diperlukan bagi penghantaran untuk menyebar melalui berbagai bagian
jantung.
Interval PR (diukur dari awal gelombang P sampai awal kompleks QRS)
menunjukkan waktu yang diperlukan bagi eksitasi untuk menyebar dari simpul
SA melalui otot atrium dan simpul AV, terus berlanjut melalui Berkas His, menuju
ke dalam serabut ventrikel. Waktu terbesar adalah waktu keterlambatan di simpul
AV. Interval PR yang normal adalah 0,120,2 detik atau 120200 milidetik (3-5
kotak kecil). Bila interval PR terlalu pendek ada dua kemungkinan, mungkin
depolarisasi atrium dimuali dari bagian yang dekat sekali dengan simpul AV, atau
mungkin ada gangguan penghantaran dari atrium ke ventrikel.
Jangka waktu kompleks QRS menunjukkan lama eksitasi saat menyebar
melalui ventrikel. Lama QRS biasanya 0,12 detik (3 kotak kecil) atau kurang,
tetapi setiap kelainan konduksi menjadi lebih lama, sehingga terjadi pelebaran
kompleks QRS.

Perekaman ECG
Sinyal listrik dideteksi di permukaan tubuh oleh 5 elektroda. Sebuah
elektroda dipasang di atas permukaan dada, yang dapat dipindah-pindahkan ke
berbagai posisi. Untuk mendapatkan kontak listrik yang baik antara elektroda dan
kulit, dioleskan jeli khusus pada kulit atau dapat juga menggunakan pelapis yang
basah. Sebaiknya bulu-bulu dada dicukur.
Alat ECG membandingkan peristiwa listrik yang dideteksi dari beberap
elektroda yang berbeda dan perbandingan ini melihat keadaan jantung dari
berbagai arah. Jadi bila alat ECG dipatok pada sadapan I, alat itu akan
membandingkan peristiwa listrik yang terdeteksi oleh elektroda-elektroda yang
dipasang pada lengan kiri dan kanan. Kita tidak perlu menghafal elektroda yang
mana untuk sadapan yang mana, namun perlu memperhatikan label tertera pada
kabel-kabel yang menghubungkan elektroda. Kabel berlabel LA dan RA
menghubungkan kedua lengan kiri dan kanan, sedangkan kabel berlabel LL dan
RL menghubungkan kedua kaki kanan dan kiri.
Peneraan Sandapan

6
Sejumlah informasi yang terbatas dapat kita peroleh dengan mengetahui
tinggi gelombang P, QRS, dan T, dengan syarat mesin ECG itu sudah ditera sesuai
standar. Sebuah sinyal standar sebesar 1 mV harus menggerakkan jarum ECG ke
atas setinggi 1 cm (2 kotak besar). Peneraan ini harus dilakukan setiap akan
melakukan perekaman ECG.
Bila mesin ECG sudah ditera dengan baik, maka tinggi gelombang P
menunjukkan adanya hipertrofi atrium kanan dan gelombang R yang tinggi pada
sadapan ventrikel kiri, serta tinggi gelombang T menunjukkan adanya
hiperkalemia (tingginya kadar kalium dalam darah). Kompleks yang kecil
mungkin mengisyaratkan adanya efusi perikardium (perembesan cairan dalam
rongga perkardium).
Sandapan ECG
ECG dapat ditafsirkan dengan mudah bila kita ingat arah dari berbagai
sadapan dalam melihat jantung. Enam sadapan standar yang direkam dari
elektroda-elektroda yang dipasang di tungkai dan lengan dapat dibayangkan
sebagai pemandangan jantung pada bidang ventrikal.
Jadi, sadapan I, II, dan VL melihat sisi lateral kiri jantung, sedangkan
sadapan III dan VF melihat permukaan inferior, dan sadapan VR melihat atrium
kanan.
Sadapan V dipasang di dinding dana dengan menggunakan semacam
elektroda penghisap (suction electrode). Perekaman itu dilakukan pada 6 posisi di
ruang antar igaIV dan V. Seperti terlihat dalam gambar di bawah ini.
Keenam sadapan V itu melihat jantung pada bidang horizontal dari depan
dan sisi kiri. Kalau kita perhatikan maka nampak bahwa sadapan V1 dan V2
melihat ventrikel kanan, sedangkan V3 dan V4 melihat sekat antar ventrikel dan
dinding anterior ventrikel kiri, kemudian V5 dan V6 melihat dinding anterior dan
lateral ventrikel kiri.
Bentuk Kompleks QRS
QRS pada sadapan anggota badan
Alat ECG telah dirancang sedemikian rupa, apabila sebuah
gelombang depolarisasi bergerak mendekati sadapan, maka jarum ECG

7
bergerak ke atas dan sebaliknya bila depolarisasi bergerak menjauhi
sadapan maka jarum akan bergerak turun.
Gelombang depolarisasi menyebar ke segala arah di jantung pada saat yang
bersamaan, sedangkan arah rata-rata gerakan tersebut ditunjukkan oleh defleksi
kompleks QRS. Bila QRS lebih dominan ke atas (gelombang R lebih besar
adripada S) berarti depolarisasi bergerak mendekati sadapan. Sebaliknya bila lebih
dominan ke bawah (gelombang S lebih besar daripada R) berarti depolarisasi
bergerak menjauh. Sedangkan bila gelombang depolarisasi bergerak pada sudut
tegak lurus dengan sadapan maka berarti R sama dengan S.
VR dan II melihat jantung dari arah yang berhadapan. Bila dilihat dari
depan, gelombang depolarisasi bergerak secara normal dari jam 11 ke jam 5
sehingga defleksi di VR normalnya ke bawah dan di II ke atas.
Rata-rata gelombang depolarisasi melalui ventrikel yang dilihat dari depan
disebut sumbu listrik (cardiac axis) jantung. Hal ini berguna untuk menentukan
apakah sumbu jantung ini mempunyai arah normal atau tidak. Arah sumbu
jantung dapat diketahui dengan melihat kompleks QRS pada sadapan I, II, dan III.
Sumbu jantung normal dari jam 11 sampai dengan jam 5 berarti :
gelombang depolarisasi bergerak menuju sadapan I-II-III, dan itu terlihat dari
defleksi ke atas di ketiga sadapan tersebut. Defleksi pada sadapan II lebih besar
daripada di sadapan I atau III.
Bila ventrikel kanan mengalami hipertrofi maka sumbu jantung akan
bergerak ke kanan : defleksi di sadapan I menjadi negatif dan defleksi di sadapan
III menjadi sangat positif. Hal ini disebut dengan RAD (deviasi sumbu jantung
kanan). Kejadian ini berkaitan dengan kondisi tertentu paru, yang menyebabkan
peningkatan tekana pada jantung kanan, dan adanya kelainan jantung bawaan.
Bila ventrikel ke kiri mengalami hipertrofi maka sumbu jantung akan
bergerak ke kiri, sehingga QRS menjadi negatif di sadapan III. Deviasi sumbu
jantung kiri ini baru bermakna bila defleksi QRS di sadapan II juga negatif.
Pada kasus deviasi sumbu jantung kiri, permasalahan biasanya lebih
disebabkan oleh adanya gangguan penghantaran daripada peningkatan ruangan
ventrikel kiri. Deviasi sumbu jantung kanan dan kiri sendiri jarang bermakna.
Pada seseorang yang tinggi kurus atau pendek gemuk serig timbul hal itu dengan

8
kadar ringan. Tetapi paling tidak, adanya deviasi sumbu jantung ini dapat
mengingatkan untuk mencari tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri dan kanan yang
lain.
Bentuk QRS pada sadapan V
Bentuk kompleks QRS di sadapan dada (sadapan V) ditentukan oleh dua
hal berikut :
- Sekat antara ventrikel kiri dan kanan mengalami depolarisasi lebih
dulu, dan kemudian gelombang depolarisasi menembus sekat dari
sebelah kiri ke kanan
- Pada jantung normal dinding otot ventrikel kiri lebih tebal daripada
ventrikel kanan, sehingga ventrikel kiri lebih nyata polanya pada ECG
daripada ventrikel kanan.
Sadapan V1 dan V2 melihat ventrikel kanan. Sadapan V3 dan V4 melihat sekat
antar ventrikel dan sadapan V5 V6 melihat ventrikel kiri. Pada sadapan ventrikel
kanan, defleksinya pertama kali ke atas (gelombang R), akibat dari depolarisasi
sekat antar ventrikel. Sedangkan di ventrikel kiri polanya terbalik yaitu
defleksinya sedikit ke bawah (gelombang Q septal).
Selanjutnya pada sadapan ventrikel kanan, defleksinya ke arah bawah
(gelombang S) akibat depolasisasi otot ventrikel. Ventrikel kiri yang lebih tebal
(dengan depolarisasinya bergerak menjauhi ventrikel kanan) melebihi efek
ventrikel kanan yang lebih tipis (dengan depolarisasinya mendekati ventrikel
kanan). Pada sadapan ventrikel kiri akan nampak defleksi ke atas (gelombang R)
akibat depolarisasi ventrikel.
Setelah seluruh miokard mengalami depolarisasi maka ECG kembali ke
garis dasar. Dengan demikian kompleks QRS di sadpan dada nampak sebagai
gambaran yang meningkat secara bertahap, dari V1 yang dominan ke bawah,
menuju V6 yang dominan ke atas. Titik peralihan, saat gelombang S seimbang
dengan gelombang R, menunjukkan posisi dari sekat antar ventrikel.
Sindrom Koroner Akut
Sindrom koroner akut adalah suatu fase akut dari APTS yang disertai IMA
gelombang Q dengan non ST elevasi atau tanpa gelombang Q dengan ST elevasi
yang terjadi karena adnya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang

9
tak stabil.Sindrom ini menggambarkan suatu penyakit yang berat, dengan
mortalitas tinggi. Mortalitas tidak tergantung pada besarnya prosentase stenosis
(Plak) koroner, namun lebih sering ditemukan pada penderita dengan plak kurang
dari 50-70% yang tidak stabil yaitu fibrius cap dinding plak yang tipis dan mudah
erosi.
Troponin T
Otot serat lintang terutama terdiri dari dua tipe miofilamen, yaitu filamen tebal
yang mengandung miosin dan filamen tipis yang terdiri dari aktin, tropomiosindan
troponin. Troponin yang berlokasi pada filamen tipis dan mengatur aktivasi
kalsium untuk kontraksi otot secara teratur, merupakan suatu protein kompleks
yang terdiri dari 3 subunit dengan struktur dan fungsi yang berbeda, yaitu :
1) Troponin T (TnT),
2) Troponin I (TnI)
3) Troponin C (TnC
Troponin T spesifik untuk jantung dan struktur primernya berbeda dari otot skelet
isoform. Demikian pula TnI untuk otot jantung dan dapat dibedakan dari otot
skelet lainnya dengan cara imunologik. Sebaiknya TnC ditemukan pada otot
jantung dan rang ka. Kompleks troponin adalah suatu kelompok yang terdiri dari
3 subunit protein yang berlokasi pada filamen tipis dari apparatus kontraktil, yaitu
1. Troponin C ( TnC), mengikat kalsium dan bertanggung jawab dalam proses
pengaturan aktifasi filamen tipis selama kontraksi otot skelet dan jantung. Berat
molekulnya adalah 18.000 Dalton.
2. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 24.000 Dalton merupakan subunit
penghambat yang mencegah kontraksi otot tanpa adanya kalsium dan troponin.
3. Troponin T (TnT) berat molekulnya 37.000 Dalton bertanggung jawab dalam
ikatan kompleks troponin terhadap tropomiosin.
Troponin T kardiak, suatu polipeptida yang berlokasi pada filamen tipis
merupakan protein kontraktil regular, pada orang sehat TnT tidak dapat dideteksi
atau terdeteksi dalam kadar yang sangat rendah, tetapi terdapat dalam sitoplasma
miosit jantung sebanyak 6% dan dalam bentuk ikatan sebanyak 94%. Troponin T
lokasinya intraseluler, terikat pada kompleks troponin dan untaian molekul
tropomision. Kompleks troponin merupakan suatu protein yang mengatur
interaksi aktin dan miosin bersama-sama dengan kadar kalsium intra seluler. Pada

10
otot jantung manusia, diperkirakan 6% dari total TnT miokardial ditemukan
sebagai larutan pada sitoplasmik ( fraksi bebas), yang mungkin berfungsi sebagai
prekursor untuk sintesis kompleks troponin. TnT yang larut dalam cairan sitosol
akan mencapai sirkulasi darah dengan cepat bila terjadi kerusakan miokard,
sedangkan TnT yang terikat secara struktural sirkulasi darah lebih lambat karena
harus memisahkan lebih dahulu ( degradasi proteolitik) dari jaringan kontraktil.
Karena pelepasan TnT terjadi dalam 2 tahap, maka perubahan kadar TnT serum
pada IMA mempunyai 2 puncak (bifasik). Puncak pertama disebabkan oleh
pelepasan TnT dari cairan sitosol dan puncak kedua karena pelepasan TnT yang
terikat secara struktural. Sehingga pada kasus IMA, TnT kardiak akan masuk
lebih dini kedalam sirkulasi darah dari pada CK-MB sehingga dalam waktu
singkat kadarnya dalam darah sudah dapat diukur,s edangkan puncak kedua
pelepasan TnT ini berlangsung lebih lama dibanding dengan CK-MB, sehingga
disebut jendela diagnostik yang lebih besar dibanding dengan petanda jantung
lainnya. Tampaknya pelepasan troponin T beberapa jam setelah infark miokard
adalah berasal dari sitoplasma, sehingga akan mencapai sirkulasi darah dengan
cepat. Sedangkan pelepasan yang berkepanjangan akibat dari kerusakan strukstur
apparatus, sehingga untuk mencapai sirkulasi darah lebih lambat karena harus
memisahkan lebih dahulu ( degradasi proteolitik) dari jaringan kontraktil .
troponin T.
FUNGSI TROPONIN T

Kompleks troponin menyebabkan aktifasi kalsium untuk kontraksi dan


memodulasi fungsi kontraktil otot serat lintang. Oleh sebab itu troponin dan
tropomiosin disebut sebagai protein pengatur. Meningkatnya kadar kalsium dalam
sitosol dirangsang oleh depolarisasi membran sel akibat penempatan sisi bebas
ikatan kalsium pada troponin C. Peningkatan kalsium pada troponin C
menimbulkan perubahan pada kompleks troponin, sehingga terjadi pergeseran
serat tropomiosin. Perubahan serat tropomiosin menjadi berbalik dan
menghadapkan sisi ikatan miosin kearah molekul aktin, menyebabkan molekul
dapat berikatan dengan molekul miosin. Gaya elektrostatik menyebabkan bagian
kepala molekul miosin miring dan geseran itu menimbulkan kontraksi otot.
Bilamana kalsium bebas tidak lagi yang dapat mengikat molekul TnC, maka akan
terjadi perubahan bentuk TnC. Hasilnya TnI mengikat aktin dan menghambat
11
aktifasi ATP-ase dari aktin- miosin, sehingga otot relaksasi. Berbagai tipe otot
(otot skelet, otot jantung, otot polos) memiliki sifat kontraksi yang berbeda.
Sebagian secara genetik ditentukan oleh perbedaan dari struktur beberapa protein
kontraktil dan protein pengaturnya. Sebagai contoh, troponin T jantung dan otot
skelet berbeda pada komposisi asam aminonya sehingga dapat dibedakan secara
imunologi. Perkembangan saat ini memungkinkan dilakukannya suatu
pemeriksaan imunologi untuk mengatur kadar troponin T dalam plasma yang
spesifik untuk jantung

XI. Metodologi

1. Metode yang digunakan : Eksperimental Sungguhan


a. Studi literatur.
Studi literatur yang dilakukan meliputi pengetahuan tentang tinjauan umum
Sindrom Koroner Akut
Dasar-dasar ECG
Troponin

b. Identifikasi masalah
Bagaimana mengetahui kondisi patologis SKA pada pasien jantung
c. Hipotesis
d. Definisi pengertian dasar variable utama
Gelombang komplek QRS
Gelombang P
Gelombang T
e. Menyusun rencana eksperimen :
Identifikasi variabel-variabel
Identifikasi variabel yang mencemarkan eksperimen
Mengambil subyek reperesentatif , 10 orang sebagai eksperimen yang
memiliki penyakit jantung .
Menyusun rancang penelitian untuk mengukur hasil eksperimen.
Pengambilan data ECG

12
Pengambilan data troponin
Pengumpulan data
f. Melaksanakan eksperimen.
g. Mengkomparasi hasil ECG dengan Troponin
h. Analisa data
i. Interpretasi hasil data
j. Penyusunan laporan
2. Prosedur penelitian
a. Peralatan yang digunakan adalah ;
Elektrocardiogram
Sadapan untuk menancapkan kabel dari lead ECG yang terdiri dari
lead netral (N) kaki kanan , lead kanan (R)tangan kanan, lead kiri
(L)tangan kiri, lead kaki kiri (F).
Pasta elektrolit sebagai penghantar listrik antara lead dengan
permukaan tubuh .
Troponin .T
Spuit 0.1 cc
b. Flowchart prosedur eksperimen penelitian

13
s ta rt

p e n g a m b ila n d a ta
E C G

p e n g a m b ila n d a ta
tr o p o n in

p e r b a n d in g a n h a s il
E C G d a n T r o p o n in

a n a lis a

k e s im p u la n

Mulai
s e le s a i

Sampling Data

Gambar 3. Flowchart prosedur eksperimen


A/B

Tidak
A=0
Ya
c. Diagram alur pengolahan dan analisa data B=1
Pengambilan data atas

Pengambilan databawah

Gabungkan data

Output data

End 14

Gambar 4. diagram alir pengambilan data


XII. Jadwal Kerja
Jadwal kerja yang dirancang selama enam bulan seperti pada tabel berikut
:

Bulan

No Jenis Kegiatan Maret April Mei Juni Juli Agtus


2007 2007 2007 2007 2007 2007
1 Studi Literatur
2 Identifikasi SKA
15
3 Pengambilan dan Pengolahan Data
4 Analisa dan Kesimpulan
5 Penulisan Laporan

XIII. Daftar Pustaka.


[1] Hampton , John R, Dasar - dasar EKG , Penerbit Buku Kedokteran ,
Jakarta ,1994.
[2] Setiawan, Rahmad , perangkat instrumentasi ICU ,Tesis magister program
pasca sarjana Institut Teknologi Bandung , 1999
[3] R.A. Nawawi, Fitriani, B. Rusli, Hardjoeno, NILAI TROPONIN T (cTnT)
PENDERITA SINDROM KORONER AKUT, Indonesian Journal of
Clinical Pathology and Medical Laboratory, 2006

16

You might also like