You are on page 1of 3
4 PENDEKATAN HOLISTIK DI BIDANG ILMU PENYAKIT DALAM H.M.S. Markum, E. Mudjaddid PENDAHULUAN Pendekatan holistik dalam menangani berbagai penyakit, dibidang kedokteran konsep dasamya sudah diterapkan sejek perkembangan ilmu kedokteran itu sendir. Konsep dasar ini bertumpu pada anggapan bahwa manusia adalah suatu kesatuan yang utuh, terdiri ates badan dan jiwa, yang satu sama lainnya tidak bisa ipisahkan. Selain itu, manusia adalah makhluk sosial yang setiap saat berinteraksi dengan manusia lain dan fingkungannya di mana dia berada. Adanya dikotomi antera badan dan jiwa dalam ‘menangani pasien agaknya lebih merupakan akibat dari perkembangan ilmu kedokteran yang tidak seimbang antara kemajuan yang dicapai di bidang fisik seperti patologi-anatomi, biokimiawi, biologi dan sebagainya dibandingkan dengan kemajuan di bidang non-fisik. leh katena itu, kita harus mundur dulu jauh ke belakang mengingat kembali beberapa ratus tahun sebelum masehi pada saat Sokrates dan Hipokrates meletakkan dasar pendekatan holistik yang menyatakan bahwa selain faktor sik, faktor psikis sangat penting pada kejadian dan perjalanan penyakit seoreng pasien Ucapan Socrates (4008C) yang sangat populer adalat “As it is not proper to cure the eyes without the head; nor the head without the body; so neither itis the proper to cure the body without the soul Tidaklah etis seorang dokter mengobati mata tanpa melihat kepala dan tidak etis bila mengobat kepala tanpa mengindahkan badannya, lebih-lebih sangatlah tidak tis bila mengobati badannya tanpa mempertimbangkan Jiwanya. Sedangkan Hipocrates menekankan pentingnya pendekatan holistik dengan mengatakan: “in order to cure a3; the human body, itis necessary to have a knowledge of the whole of things’. Dalam perkembangan, konsep kedokteran dasar tersebut mengalami pasang-surut sesuai dengan, pengaruh alam pikiran para ahli pada zamannya. Pada ‘abad pertengahan konsep dan cara berpikir para ahli kedokteran banyak dipengaruhi oleh alam pikiran fisika, dan biologi semate. Pendekatan pada orang sakit semata- mata adalah pendekatan somatis saja. Pada saat itu, pengetahuan tentang sel menonjol dan mengalami perkembangan pesat, karenanya pandangan, para ahli hanya ditujukan pada bidang selular semata tanpa mengindahkan faktor-faktor lain seperti faktor psikis, sehingga pada zaman ini seolah-olah dokter bertindak sebagai “mekanik” yang memerbaii hagian- bagian “kendaraan” yang rusak Pada masa ini kita mengenal sarjana Virchow (1812- 1902) seorang ahli patologi anatomi yang memperkenalkan teori patologi selular dengan dogmanya omnis cellula et cellula, Dengan sendirinya pada masa ini yang menonjol adalah anggapan bahwa manusia sakit disebabkan oleh karena selnya yang sakit. Manusia hanya dipandang sebagai kumpulan sel belake. Kemajuan di bidang patologi-anatomi serta pato- fisiologl berikutnya, mendorong para ahli untuk berpikir menurut organ tubuh dan sistem. Masa inipun agaknya belum memandang manusia secara utuh. Timbulnya beberapa macam cabang ilmu spesialistis menurut sistem yang ada dalam tubuh seperti kardiovaskular, paru-paru, urogenital, gastrointestinal dan sebagainya, walaupun memang pada gilirannya nanti pendekatan secara sistem di atas bermanfaat pada peningkatan mutu pelayanan Pendekatan menurut organ dan sistem Kenyataannya tidak selalu memberikan hasil yang memuaskan. Banyak 14 FILSAFAT ILMU PENYAKIT DALAM pasien yang tidak merasakan adanya kesembuhan setelah mendatangi beberapa ahli sesuai dengan organ tubuh yang dideritanya, Keluhan-keluhan fisik tetap saja tidak berkurang, Sejalan dengen kenyataan tersebut para ahli kedokcteran mulai menengok kemivali sii lain, yaitu semua aspek yang memengaruhi segi kehidupan manusia termasuk aspek psikis. i pihak lain, dalam perkembangan ilmu kedokteran para ahli psikoanalisis menemukan dan menekankan kembali pentingnya peranan faktor-faktor psikis dan lingkungan dalam kejadian dan perjalanan suatu penyakit. Bahkan kemudian para ahli yakin bahwa patologi suatu penyakit tidak hanya terletak pada sel atau jaringan saja ‘etapiterletak pada organisme yang hidup, den kehidupan tidak ditentukan oleh faktor biologis semata, tetapi erat sekali hubungannya dengan faktor-faktor lingkungan yaitu bio-sosio-kultural dan bahkan agama. Inilah konsep yang memandang manusia/orang sakit secara utuh dan paripurna (holistik) Faktor-faktor fisik, psikis dan lingkungan masing- masing mempunyai inter-relasi dan interaksi yang dinamis dan terus-menerus, yang dalam keadaan normal atau sehat ketiganya dalam keadaan seimbang, Jika ada gangguan dalam satu segi maka akan memengaruihi pula segi yang [ain dan sebaliknya. Jadi jelaslah bahwa setiap penyakit memiliki aspek fisk, psikis dan lingkungan bio- sosio-kultural dan agama. Dengan demikian, konsep monokausal suatu penyakit sudah tidak dianut lagi Pendekatan yang demikian semakin dirasa perl, karena pendekatan semata-mata hanya dari sudut fisik saja baik secara teknis, mekanis, biokimia dan fisiologis ternyata dirasakan semakin tidak banyak menolong pasien dengan memuaskan, terutama pada pasien-pasien dengan penyakit yang tergolong gangguan fungsionl. Dengan perkataan lain, seorang dokter sebagai manusia yang serat dengan segala pengetahuan yang dimilikinya secara timbal balik mengobati pasien, pasien juga sebagai manusia dengan segala aspeknya yang harus dipertimbangkan, dan tidaklah semata hanya memandang pasien sebagai ‘sosok tubuh” yang tidak berdaya, tergolek di tempat tidur, atau melulu hanya melihat “penyakit’nya soja Kemajuan yang pesat di bidang ilmu kedokteran termasuk pengetahuan tentang biomolekular, rekayasa genetik, dan kemajuan di bidang teknologi kedokteran (baik untuk diagnostik maupun terapeutik) yang semakin canggih di satu pihak membawa dunia kedokteran ke dalam era baru yang semakin maju. Di pihak lain, seiring dengan merebaknya globalisasi, kemajuan-kemajuan yang dicapai tadi sering pula menimbulkan malapetaka, misalnya dengan pemanfaatan teknologi kesehatan yang tidak pada tempatnya atau makin banyaknya praktik- praktik yang tergolong ‘mal praktik” yang dilakukan oleh oknum tenaga kesehatan atau dokter yang tidak bertanggung jawab, Disinilah dalam keitannya dengan pendekatan holistik tadi perlunya diperhatikan masalah ‘etika’, moral dan agama. Kemampuan menggunakan alat canggih serta kepandaian pemanfaatan laboratorium yang memadai sebagai modal dasar untuk melakukan terapi, belumlah ‘cukup untuk menjadi dokter yang baik. Kombinasi antara pengetahuan medik, intuisi dan pertimbangan- pertimbangan yang matang adalah “seni” dalam bidang kedokteran yang diperlukan sebagai modal dalam praktik. Memang benar sekali bahwa medicine science and art. Dalam kaitannya dengan masalah etika kedokteran, maka yang harus diperhatikan adalah hak dan kewjiban dokter di satu sisi, dan di sisi lain adalah hak dan kewayiban pasien. Hak-hak pasien dalam hukum kedokteran bertumpu dan berdasarkan ates dua hak azasi manusia, yaitu: 1). Hak atas pemeliharaan kesehatan (The right to health core); 2), Hak untuk menentukan nasib senciri (The right to self determination) Pasien berhak untuk menerima atau menolak tindakan pengobatan sesudah ia memperoleh keterangan yang jelas, Informed consent adalah persetujuan pasien tas tindakan setelah sebelumnya diinformasikan terlebih dahulu secara jelas dan bukan hanya sekedar memperoleh tanda tangan pasien. Inilah hak untuk menentukan nasi sendit. Bagaimanakah pendekatan holistik yang men- junjung tinggi etik ini di masa yang akan datang dengan kkemajuan ilmu kedokteran yang semakin pesat dan juga semakin merebaknya arus globalisasi ? Jawabannya tentu merupakan tantangan besar yang harus dihadapi secara arif dan bijaksena oleh para praktisi di bidang medik Sebagai ilustrasi, terdapat beberapa pertanyaan yang belum terjawab, yang merupakan tantangan di masa yang akan datang: + Apa yang akan dilakukan terhadap kelebinan frozen embryo yang belakangan dilaporkan tersimpan di laboratorium ? + Bagaimana menyikapi keabadian benda-benda biologis seperti sperma, yang saat ini sudah bisa dilakukan ? + Bagaimana segi-segi hukum yang mengatur tentang inseminasi buatan, serta bagaimana akibat yang mungkin terjadi di masa datang ? + Bagaimana pendekatan kepada sejumlah pasien hepatitis Bkarier yang masih harus melakukan aktivitas kerjanya dan bagaimana anggapan lingkungan sekelilingnya ? + Bagaimana perlakuan terhadap pasien dengan HIV positif ? Nampaknya pada masa yang akan datang masih diperlukan produk hukum dan perundang-undangan PENDEKATAN HOLISTIK DI BIDANG ILMU PENYAKIT DALAM 15 dengan tetap bersumber dan mengindahkan segi-segi hukum dan sendi agama. Perkembangan di bidang biologi molekular telah membawa dunia kedokteran maju dengan pesat, baik dalam segi diagnastik maupun terapi. Belakangan misalnya telah dikembangkan terapi gen. Pada bulan September 1990 yang lalu Michael Bleese dan kawan- kawan, telah memulai melakukan terapi gen terhadap pasien Ashanti berusia 4 tahun, yang menderita Several Combined immunodeficiency (SCID) dan berhasil membuat paasien lebih kebal dari serangan infeksi hinge pasien berumur9 tahun saat dilaporkan oleh Scientific American, Beberapa penyakit l2in yang mungkin dapat diperbaiki oleh terapi gen ini misalnya leukemia, limfoma malignur, fibrosis kistik, artrtis reumatvid, AIDS, dan sebagainya. Ini merupakan harapan baru, namun yang harus tetep diingat adalah bahwa yang dihadapi dalam hal ini bukanlah sel, tetapi manusia sebagai kumpulan sel yang segi-segi lainnya tetap harus dipertimbangkan. MANFAAT PENDEKATAN HOLISTIK Sudah tidak dapat disangkal lagi bahwa pendekatan secara holistik dalam penanganan berbagai kasus harus senantiasa dilakukan, Pendeketan holistik yang dimaksud sekali lagi ditekankan ialah, pendekatan yang memerhatikan semua aspek yang memengaruhi segi kehidupan pasien. Tidak hanya memandang segi fisik-biologi saja, tetapi juga mempertimbangkan segi-segi psikis, sosial, ekonomi, budaya dan lingkungen yang memengaruhi pasien serta menjunjung tinggi norma-norma, etika dan agama. Dengan berdasarkan pengertian seperti diatas, maka pendekatan holistik akan memberikan banyak manfaat, antara lain: Pendekatan hubungan antara dokter dengan pasien. Dengan demikian, persoalan penyakit atau pasien menjadi ‘transparan, Hal ini berarti menjunjung tinggi hak dan ewajiban pasien, Akibat yang menguntungkan adalah mempermudah rencana tindakan atau penanganan selanjutnya. Hubungan yang baik antara dokter dengan pasien akan mengurangi ketidakpuasan pasien. Selanjutnya tentu akan menqurangi tuntutan-tuntutan hukum pada seorang dokter, Pendekatan holistik yang menjunjung tinggi norma, etika dan agama membuahkan pelayanan yang lebih manusiawi serta menempatkan hak pasien pada porsi yang lebih baik. Dari segi pembiayaan akan tercapal cost-effectiveness, hemat dan mencapai sasaran. Dalam kaitan ini, maka konsultasi yang tidak dianggap perlu akan berkembang, Pemakaian alat canggih yang herlebihan dan tidak perlu juga akan berkurang. Untuk kelainan yang bersifet fungsional misalnya dengan pendekatan holistik tidak lagi hharus menjalani pemeriksaan penunjang yang berlebihan. Pemakaian obat-obat yang bersifat “multi farmasi” yang biasanya didapatkan pasien dari beberapa spesialisasi yang terkait dengan penyakitnya akan bisa dikurangi sedikit mungkin, Dalam bidang pendidikan jelas pendekatan holistik harus sudah ditekankan sejak awal sebagai bekal, baik selama menempuh pendidikan maupun pada saat sang dokter terjun ke mesyarakat. Dengan bekal pendekatan holistik bagi dokter yang sedang menempuh pendidikan maka jalan pikirannya tidak menjadi terkotak-kotak, mmisalnya henya berpikir menurut cabang imu yang sedang ditekuni. REFERENSI ‘Anderson WP, Gene therapy. Scientific American-1995;September. P9659. Horton R. What to do with spare embryos. Lancet, 1996 347:1-2. Isselbacher KJ, Braunwald E. The practice of medicine. In: Tsselbacher KJ, editor. Harrison's principles of internal medicine. 13th ed, New York: McGraw-Hill Inc; 1995. p. 16, Jonsen AR, Siegler M, Winslade WJ. Clinical ethics. 2nd ed. New "York: Macmillan Publishing ; 1996. Kaplan HI. History of psychosomatic medicine. In: Kaplan HI, ed. Comprehensive textbook of psychiatry. 5th ed. Baltimore: ‘William and Wilkins; 1989, p. 1135-60. LoB Ethical issues in clinical medicine. In: Isselbacher KJ, editor. Harrison's principles of internal medicine. 13th edition, New ‘York: McGraw-Hill Inc: 1995. p. 6-8. Maranto G. Embryo overpopulation. Scientific American 1996p 12-6. ‘Oken D. Current theoretical concepts in psychosomatic medicine. ‘In: Kaplan HI. editor. Comprehensive textbook of psychiatry 5th ed. Baltimore: William and Wilkins; 1989. p-1160-3 ‘Samil RS. Hakserta kewajiban dokter dan pasien. In: Tjokronegoro A, ed, Btika kedokteraan Indonesia, Jakarta: Balai Penerbit FKUL; 1994, p. 42-9

You might also like