16
APOPTOSIS
Kusworini Handono, Beny Ghufron
PENDAHULUAN
Rudolf Virchow seorang ahli patologi pada akhir tahun
1800 membahas tentang kematian sel dan jaringan
sebagai sebuah proses pasit. Ketika seorang penderita
infark mickard akut dilakukan otopsi maka daerah otot,
Jjantung yang terkena infark mengalami perubahan
ware, kecerahan, dan tekstur. Sel dan mitokondrianya
membengkak dan kehilangan integritas membran
yang akhirnya melepaskan isi sel dan mencetuskan
proses inflamasi. Andrew Wyllie. pada awal tahun
1972 berdasarkan studi pada perkembangan embrio
(embriogenesis) mendapatkan bahwa morfogenesis
buken merupakan proses proliferasi saje tetapi beberapa
sel menghancurkan dirinya sendiri dan membatasi
pertumbuhannya. Mereka mendapati bahwa sel menjadi
mengkerut. sitoplasma dan kromatin terkondensasi tanpe
‘ada perubahan pada mitokondria dan tidak ada proses
inflamasi. Membran sel tidak mengalami disintegrasi (isis)
tetapi membentuk badan-badan kecil yang akan di fagosit
dan dihancurkan oleh makrofag atau sel tetangganya. Par
ahi selanjutnya menyebut perubahan tersebut sebagai
proses apoptosis yang dalam bahasa Yunani kuno berarti
*daun gugur"?
Organisma multiselular hidup memerlukan
keseimbangan antara proses proliferasi sel dan kematian
sel. Ketidak seimbangen kedus proses tersebut berdampak
pada timbulnya atau progresivitas berbagai penyakit.
Secara umum sel-sel mengalami kematian melalui salah
satu dari dua cara yang telah diketahui tergantung dari
konteks dan penyebab kematiannya, yaitu nekrosis dan
apoptosis. Nekrosis merupakan proses kematian sel
yang terjadi secara akut akibat perubahan non fisiologis
(misalnya infark jaringan pada stroke iskhemik atau
Karena efek toksin). Sel yang mengalami nekrosis akan
membengkak dan lisis, mengeluarkan isi sitoplasma
dan inti ke dalam lingkungan interselulér sehingga
merangsang timbulnya keradangan. Waleupun nekrosis
merupakan suatu respon yang penting pada kerusakan
‘akut atau inflamasi jaringan tertentu, namun nekrosis
bukan mekanisme kematian sel secara normal. Sampai
‘wal tahun 1970-an, nekrosis merupakan satu-satunya
‘cara kematian sel yang ciketahui dengan jelas, sehingga
menjadikan kematian sel nampak sebagai kejadian yang
non fisiologis dan merugikan.**
Apoptosis merupakan proses kematian sel yang
fisiologis dan terprogram. Berbeda dengan nekrosis
yang merupakan proses patologis akibat jejas yang kuat
atau zat toksik pada sel, apoptosis dimulai dari proses
interaksi antara ligan-reseptor yang teregulasi dengan
tepat dan dirangkai dengan proses fagositosis yang
bertujuan mengeliminasi sel yang rusak atau sel normal
‘yang tidak diperlukan lagi. Proses awal apoptosis ditandai
dengan berkurangnya volume sel beserta intinya, Dengan
menggunakan mikroskop cahaya akan tampak perubahan
pada membran sel berupa pembentukan bula (blebbing),
kondensasi dan fragmentasi DNA. Walaupun secara in
vitro apoptosis ditandai dengan fragmentasi sel akan
tetapi secara in vivo sel-sel yang mengalami apoptosis
biasanya hanya terlihat di dalam makrofag. Gambaran
khas apoptosis berupa degradasi DNA kromosom oleh
enzim endonuklease menjadi beberapa oligomer yang
mengandung 180 pasang basa yang pada analisis gel
tampak sebagai “ladder” DNA (tabel 1)?
APOPTOSIS PADA CAENORHABDITIS ELEGANS
DAN MAMALIA
Pemahaman proses apoptosis diperoleh dari penelitian
pada cacing nematoda Caenorhabditis elegans. Selama
perkembangan hidupnya, cacing C elegans memproduksi
109110
DASAR-DASARILMU PENYAKIT DALAM,
|Tabel 1 Perbedaan Nekrosis dan Apoptosis
Gambaran Nekrosis
Rangsangan Toksin, hipoksia, gangguan masif
Histologi Sel membengkak.
Kerusakan organel,
Tanda-tanda kematian jaringan
Fragmen tidak beraturan
Pola kerusakan DNA,
Membran plasma isis
Fagositosis dari sel
Reaks! jaringan
Makrofag imigran
Keradangan
sebanyak 1.090 sel di mana 131 sel akan mati. Sejuiah
gen yang mengaktivasi dan meregulasi proses kematian
sel ini telah di identifikasi. Menariknya, sebagian proses
tersebut sama dengan yang ada di mamalia, Pada
dasarnya C. elegans memiliki 4 macam gen yeng menyandi
apoptosis: ced-9, egl-1, ced-4, dan ced-3. Gen ced-9
bersifat mencegah apoptosis sedangkan egl-1, ced-4
dan ced-3 menyebabkan apoptosis. Ced-9 terikat pada
membran luar mitokondria dan mengikat ced-4 dan ced-3,
Ikatan ini menycbabkan ced 3 tidak aktif sehingga sel
tetap hidup. Dengan adanya egl-1 maka komplek ikatan
ced-4/ced-3 dengan ced-9 akan terlepas dan komplek
ced-4/ced-3 mengalami oligomerisasi menjadi aktif
dengan akibat kematian sel (Gambar 1)
Fou
ceD3
cepa
EDS
Mitokondtria|
Mitokondria
Apoptosis
Kondis Fisiologis dan patologis
Kondensasi kromatin
Benda-benda apoptotik
Kematian sel
Potongan fragmen 180
pasangan basa
Utuh, menggelembung,
Perubahan molekular
Sel sekitar
Tidak ada keradangan
Gambar 1: Pada sel hidup, ced-4 dan ced-3 menjadi
satu dalam bentuk monomer inaktif dengan ced-9. Apabila
sel akan mengalami apoptosis domain BH3 deri egl-1
menyebabkan lepasnya ikatan ced-3 sehingga ced-3
mengalami oligomerisasi dan menjadi aktif
Penelitian selanjutnya pada mamalia menunjukkan
bahwa ced-9 secara struktur dan fungsi homolog dengan
protein anti-apoptosis Bcl-2, egl-1 homolog dengan
protein pro-apoptotic Bcl-2, ced-4 homolog dengan
protein Apaf-1 sedangkan ced-3 homolog dengan famili
caspase (Gambar 2)*
Gamber 2: Persamaan antar proses apoptosis
pada C elegans dan mamalia. ced-9 homolog dengan
protein Bcl-2, ced-4 homolog dengan Apaf-1 sedangkan
cep
cepa
EGl1
cEDS
Gambar 1. Pada sel hidup, ced-4 dan ced-3 menjadi satu dalam bentuk monomer inaktif dengan ced-9, Apabila sel akan menga-
lami apoptosis domain BH3 dari egl-1 menyebabkan lepasnya ikatan ced-3 sehingga ced-3 mengalami oligomerisasi dan menjadi
alcit.APOPTOSIS
poet
-Hlegans a Mamalia
| kematian |
cou coe eka a
ep4 a
Bs oe
| Menghambat
SF Menyinduksi
Gambar 2: Persamaan antar proses apoptosis pada C elegans dan mamalia. ced-9 homolog dengan protein Bcl-2, ced-4 homolog
dengan Apaf-1 sedangkan ced-3 homolog dengan caspase dengan hasil akhir sel mengalami apoptosis.
ced-3 homolog dengan caspase dengan hasil akhir sel
mengalami apoptosis.
APOPTOSIS ATAS RANGSANGAN DARI LUAR
Apoptosis dapat dipicu melalui dua jalur molekuler yang
berbeda yaitu melalui jalur reseptor kematian (jalur
ekstrinsik) dan jalur mitokondria (jalur intrinsik). Tahap
akhir dari kedua jalur tersebut adalah aktivasi berbagai
protease intraseluler (terutama kelompok enzim proteolitik
disebut caspases) dan endonuklease. Sebuah sel akan
‘mengalami apoptosis ateu tidak tergantung paca 2 macam
sinyal yaitu () sinyal yang diperlukan untuk bertahan,
hidup (Sinyal positif) dan (i) sinyal yang menyebabkan
kematian (sinyal negatif). Contoh sinyal posit antara lain
faktor pertumbuhan (growth factor) pada neuron atau
interleukin-2 (L-2) pada limfosit. Sinyal negatif antara lain,
ppeningkatan kadar oksidan bebas dalam sel, kerusakan
DNA, serta aktivator kematian seperti TNF-alfa,limfotoksin
dan ligan Fas (Fast
Proses menuju apoptosis atas rangsangan dari luar
Galur ekstrinsik) dapat dibagi menjadi lima langkah yaitu
(i intereksi reseptor oleh ligannya (i) keluarnya sitokrom
€ dari mitokondria (il) aktivasi protease (caspase) (iv)
pemecahan protein dan DNA (v) proses fagosit oleh
makrofag atau sel tetangganya. Apoptosis diawali dengan
interaksi ligan-reseptor yang memerlukan energi dan
menghasilkan perubahan morfologi dalam sel. Terdapat
beberapa macam reseptor kematian beserta ligannya
(tabel 2).
Reseptor kematian adalah suatu reseptor pada
petmukaan sel yang mentransmisikan sinyal apoptosis,
ta
Reseptor Kematian Ligan Kematian
* Fas/CD95/Apol + Fasl/CD9SL
+ TNFR1/p55/CD120a. + TNF dan limfotoksin-o
+ DR3/Apo3 atau TRAMP > Apo3L atau TWEAK
‘+ DR4, DR5/Apo2 + Apoal. atau TREAL
+ CAR + Tidak diketahul
Regulator Apoptosis
+ Keluarga Bel-2
setelah mengikat ligan kematian. Reseptor Fas dan
reseptor TNF merupakan bagian integral dari membran
protein dengan domains reseptor terletak dipermukaan,
sel, Ikatan reseptor tersebut dengan ligan kematian Fast
dan TNF maka dalam beberapa detik akan mengaktivasi
sistem caspase yang mengakibatkan kematian sel dalam.
beberapa jam. FasL merupakan protein yang diekspresiken
oleh sel T sitotoksik untuk membunuh virus atau antigen
yang berbahaya. Pada domain reseptor kematian yang
berada di sitoplasma (cytoplasmic domain) terdapat
struktur homolog yang disebut domain kematian (death
domain). yang mampu menggerakkan mesin apoptosis.®
APOPTOSIS MELALUL INTERAKSI RESEPTOR FAS
(CD95) DAN LIGAN FAS (FASL).
Fas/CD9S dan Fasl. secara fisiologis berperan dalam
apoptosis berbagai macam sel antara lain delesisel fimfosit
Tmatur di perifer, apoptosis sel yang terinfeksi virus atau
sel kanker yang dilakukan oleh limfosit T sitoksik dan
rnatural killer cell (sel NK) dan mematiken sel imun pada112
DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM
tempat tertentu seperti pada mata. Reseptor Fas/CD95
‘merupakan suatu molekul homotrimerik seperti anggota
famili TNF yang lain.
Pada reseptor Fas terdapat suatu segmen yang terdiri
dari 90 asam amino yang disebut domain kematian
yang mengawali proses epoptosis. Pada saat trimerisasi
dengan Fast, domain kematian sitoplasma reseptor Fas
membentuk death inducing signal complex (DISC). DISC
bekerja pada fas-associated death domain (FADD atau
MORTI) yang berfungsi sebagai protein adaptor dan
meneruskan sinyal apoptosis dengan menarik FADD-
like interleukin-converting enzym (FLICE/ICE/caspase 8).
Selanjutnya caspase 8 akan mengaktifkan sistem caspase
sampai terjadi apoptosis (Gambar 3).
Caspase 8
81D
Inti
Gambar 3. Ligan Fas merupaken suatu molekul trimer yang
bila berhubungan dengan reseptor Fas akan menyebabkan
trimerisasi reseptor yang mengakibatkan pengelompokan
death domain (DD) yang ada di dalam sel. Hal ini akan
menyebabkan protein adaptor (FADD) berinteraksi lewat
struktur yang homolog pada death domain, FADD memiliki
death offector domain (DED) yang mampu mengikat pro-
‘caspase 8 sehingga menjadi caspase 8 aktit”
APOPTOSIS MELALULINTERAKSI TNF DAN TNFR1,
TRAIL DAN TRAIL- R1/2
Seperti telah dljelaskan di atas, jalur ekstrinsik diawali
dengan interaksi famili reseptor kematian seperti reseptor
Tumor Necrosis Factor 1 (TNF-R1), Fas/CD95 dan reseptor
TNF related inducing ligan 1 dan 2 (TRAIL-R1 dan TRAIL-
R2) dengan ligannya (TNF-a, Fas ligan (FasL)/ CO95L,
TRAIL). TNF terutama di produksi oleh makrofag dan
limfosit T
Rasio protein anti-apoptosis dan pro-apoptosis,
dikendalikan pada berbagei tingkat. Pada tingkat
115
cay
wt omy |]
Bela Bax Bax Bel?
Gambar 8. Model hubungan antara Bcl-2 dan Bax dalam
pproses apoptosis. (A) Bel-2 menghambat apoptosis dan Bax
Menghilangkan hambatan tersebut. (B) Bax mengindukst
‘apoptosis dan Bcl-2 menghambat Bax. (C) Bcl-2meng-hambat
apoptosis dan Bax menginduksi apoptosis *
transkripsi, p53, suatu protein pengikat DNA akan
mengaktifkan gen-gen terkait apoptosis Bax sehingga
terjadi kelebihan Bax. Akibat kelebihan Bax maka terjadi
homodimer Bax yang menyebabkan keluarnya sitokrom
¢ dari mitokondria dan aktivasi pro-apoptitic protease
activating factor-1 (Apaf-1),
‘Mekanisme lain terjadi pada tingkat post-translasi di
mana protein pro-apoptosis Bcl-2 (subfamili BH3) seperti
pada Bad hanya mempunyai gugus BH3 saja, Oleh karena
bentuk kantong dari protein Bcl-2 mengikat domain BH3,
maka Bad dan Bcl-2 membentuk dimer melalui domain
BH3 sehingga Bcl-2 tidak dapat mengikat Bax yang
akhimya terjadi Bax-Bax homodimer. Contoh lain untuk,
‘modifikasi pada tingkat post-trenslasi terjadi pada anggota
subfamili BH3: Bid. Mekanisme yang terjadi diawali dengan.
terikatnya ligan Fas (FasL) pada reseptor kematian Fas,
yang mengakibatkan aktivasi caspase 8 pada plasma
membran. Caspase-8 memecah bentuk tidak aktif Bid
menjadi 2 yang salah setunya merupakan bentuk Bid aktif
yang mempunyai BH3 domain. Aktf Bid bertranslokasi ke
mitokondria dan menginduksi apoptosis. Bid aktif terikat
pada Bax sehingga terjadi perubahan konformasi pada Bax
sehingga sitokrom c terlepas dari mitokondria*
PERAN MITOKONDRIA DALAM MEKANISME
APOPTOSIS
IMitokondria berperan penting didalam regulasi apoptosis
Beberapa inekanisme yang diketahui antara lain melalui
epasnya sitokrom <¢, hilangnya potensial transmembran
mitokondria, gangguan oksidasi-reduksi (redoks) sel,
dan peran protein bcl-2 pro dan anti apoptosis. Sitokrom
¢ merupakan bagian integral dari rantai respirasi yang
berada dan larut di antara membran luar dan membran
dalam mitokondria,
Gangguan transport elektron dan metabolisme
energi telah lama diketahui mempunyai peran di dalam
apoptosis. Mitokondria adalah sumber utama anion116
superoksid dalam sel. Selama transfer electron kepada
molekul oksigen sebanyak 1 sampai 5 % dari elektron
tersesat dari rantai respirasi sehingga terbentuk O2:.Dalam
keadaan normal reactive oxygen species (ROS) mampu
diatasi oleh manganous superoxide dismutase. Pada sel
yang mengalami apoptosis terjadi produksi ROS yang
berlebihan, sehingga mengakibat-kan kerusakan membran
mitokondria yang berakhir dengan terlepasnya sitokrom
¢. Keadaan seperti ini terutama terjadi pada fase akhir
apoptosis disertai dengan peningkatan kadar superoksid
dan lipid peroksida.”
Famili protein anti-apoptosis Bcl-2 seperti Bcl-2, Bel-
XL terletak di membran luar mitokondria dan menghalangi
apoptosis, Anggota pro-apoptosis Bcl-2 seperti Bad dan
Bax juga bekerja melalui membran mitokondria dengan
cara berinteraksi dengan Bcl-2 dan Bel-XL atau secara
langsung berinteraksi dengan membran mitokondria,
Mitokondria berperan dalam apoptosis dengan cara
melepaskan sitokrom c yang bersama-sama dengan
Apaf-1, ATP dan pro-caspase 9 membentuk komplek
apoptosome sehingga caspase 9 menjadi aktif yang
selanjutnya mengaktifkan jalur caspase (Gambar 9)
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa Bax dan
anggota protein Bcl-2 mempunyai kemiripan dengan
protein pore-forming dari bakteri yang menyebabkan
lubang pada membran luar mitokondria, akibatnya
sitokrom c dan (AIF) terlepas dari dalam mitokondria ke
sitosol. Bcl-2:dan dan &cl-XL menghambat pembentukan
lubang pada mitokondria. Protein Bax dan Bad juga dapat
menyebabkan pembentukan permeability transition (PT)
‘Apoptotic signals
Gambar 9. Peran mitokondra dalam apoptosis adalah melalui
keluamnya sitokrom ¢ dari dalam mitokondria ke sitosol, yang
bbersama-sama dengan Apaf-i dan ATP membentuk komplek
dengen procaspase 9 yang menghasilkan aktivasi caspase 9
dan kaskade caspase
DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM
pore yang besar sehingga sitokrom ¢ lepas ke dalam
sitoplasma dan menyebabkan apoptosis. Berbagai macam
stimulus untuk keluarnya sitokrom ¢ dari mitokondria
antara lain Bax, oksidan, kalsium yang berlebihan, ceramid
ddan easpace®
AKTIVASI SISTEM CASPASE SEBAGAI EFEKTOR
APOPTOSIS
Caspase merupakan kelompok protein yang berfungsi
sebagai efektor utama apoptosis. Caspase adalah suatu
cysteine protease yang bekerja secara unik dengan cara
memecah protein setelah residu asam aspartat. Secara
lanl: enizin ini ada i dalam sel dalam bentuk zymogen.
Zymogen dipecah menjadi bentuk enzim aktif dimana
subunit besar dan subunit kecil bersama-sama membentuk
heterodimer (gambar 10)
Tempat penecahan
[aetvas melas pemecahan| | [[Presorbroeatnase inal
subunit bear
=e REPRE
eee Subunit ee
a
Caspase dative
Gambar 10: Pada precursor procaspase terdapat tiga domain
ddasar yaitu : prodomain, subunit besar (p20) dan subunit kecil
(10)
Sampai saat ini dapat ciidentifikasi tiga belas anggota
caspase, yang pada prinsipnya dapat dibagi menjadi dua
kelompok dasar yaitu caspase inisiator dan caspase efektor.
Perbedaan pada caspase inisiator akan memberikan
sinyal yang berbeda pula dalam menginduksi apoptosis.
Yang termasuk caspase inisiator adalah caspase 8 yang
berhubungan dengan apoptosis yang dicetuskan oleh
reseptor kematian sedangkan caspase 9 berperan dalam
‘epuplusis akibal agen sitotoksik.
Sinyal apoptosis melalui reseptor kematian akan
mengaktivasi caspase inisiator seperti caspase 8 dan 9,
Procaspase 9 berinteraksi dengan CARD domain (caspase
recruited domain) pada Apaf-1 dan membutuhkan
sitokrom ¢ dan deoksiadenosin trifosfat. Aktivasi caspase
8 membutuhkan hubungan dengan kofaktor FADD
melalui DED pada reseptor kematian Fas, Interaksi
menyebabkan pemecahan dan aktivasi dari caspase
inisiator. Caspase initiator selanjutnya akan mengaktifkanAPOPTOSIS
117
mitokondria
sitokrom ¢
Gambar 11, Caspase-9 matur akan memecah dan mengaltifasi cast
pase efektor seperti caspase 3 dan caspase 7. Selanjutnya cas~
fave’ akan memecah dan mengakilfkan caspase 6, caspase 2 dan memecah caspase insitor caspase 9. Caspase @ akan mernecat
Fae mcnaaktian caspase 8 dan caspase 10, Alaivasi sistem caspase seperti ini cimaksudkan untuk menjamin bahwa kematian $1
bersifatireversibel
kaskade caspase yang akhimya mengaktifkan efektor
caspase seperti caspace 3 dan caspase 6. Caspase-caspase
ini selain dapat dihidrolisis oleh caspase lainnya, juga
mampu melakukan autokatalisasi. Sebagai akibat dari
aktitnya caspase efektor, maka akan terjadi pemecahan
substrat inti sel seperti yang terlihat pade gambaran
morfologis apoptosis (gambar 11).
KERUSAKAN INTI SEL SEBAGAI AKIBAT DARI
AKTIVITAS CASPASE
Salah satu tanda penting apoptosis adalah dipecahnya
DNA kromosom sepanjang 180 pasang basa menjadi unit-
unit nukleosom, Degradasi DNA setelah terjadi aktivasi
caspase pada apoptosis terjadi melalui berbagal macam
cara antara lain:
Inaktivasi enzim untuk perbaikan DNA
Poly ADP-ribosa polymerase (PARP) merupakan enzim
‘yang berperan dalam perbaikan DNA yang rusak dengan
cara mengkatalisasi sintesa poly ADP-ribose. Kemampuan
PARP untuk memperbaiki DNA yang rusak di hambat oleh
caspase dengan cara memecah PARP.
Inaktivasi enzim untuk replikasi sel
DNA topoisomerase Il merupakan enzim inti sel yang
penting untuk replikasi dan perbaikan DNA. Caspase
dapat menginaktivasi enzim ini sehingga terjadi kerusakan.
DNA.
Pemecahan protein penyusun inti
Lamin merupakan protein intra nuklear yang
mempertahankan kerangka nukleus dan berfungsi sebagai
mediator interaksi antara kromatin dan membran inti.
Caspase 6 akan menyebabkan degradasi lamin sehingga
terjadi kondensasi kromatin dan fragmentasi inti sel seperti
yang tampak pada sel yang mengalami apoptosis.
Pemecahan DNA
Fragmentasi DNA menjadi unit-unit nukleosom disebabkan
leh enzim caspase activated DNese (CAD). Enzim ini tidak
‘aktif apabile berikatan dengan ICAD (inhibitor of CAD atau
DWNA fragmentation factor45). Selama apoptosis ICAD
dipecah oleh caspase 3 sehingga CAD terlepas dan DNA
inti mengalami pemecahan yang cepat.
APOPTOSIS AKIBAT KEKURANGAN FAKTOR
PERTUMBUHAN
Untuk mempertahankan hidup, beberapa sel tergantung,
pada sitokin atau faktor pertumbuhan. Apsbila suatu
limfosit tidak mendapatkan rangsangan dari faktor
pertumbuhan maka protein pro-apoptosis B¢l-2 (subfamili
Bax dan BH3) akan berpindah dari sitosol ke permukaan
luar membran mitokondria dan merubah rasio anggota
famili Bcl-2 yang pro-apoptosis dan anti-apoptosis.
‘Akibatnya akan terjadi peningkatan permiabilitas membran
mitokondria sehingga sitokrom c tetlepas ke dalam sitosol
dan akan mengaktivasi sistem caspase.”118
DASAR-DASAR ILMU PENYAKIT DALAM
Seperti yang tetjadi pada protein pro-apoptotic Bel-2
subfamili BH3, Bad, Suatu protein yang disebut Akt atau
PKB akan diaktivasi oleh P13-K. Selanjutnya Akt akan
memfosforilasi Bad. Ketika Bad sudah difosforilasi maka
Bad akan terikat pada protein yang disebut 14-3-3 dan Bad
berada tersebar di sitoplasma, Akibatnya Bad tidak dapat
terikat pada Bc\-2 dan tidak terjadi apoptosis. Proses yang
tetjadi di atas dipengeruhi oleh survival factor interleukin-3
(IL-3). Apabila Bad mengalami defosforilasi oleh suatu
calcium-dependent phosphatase (calcineurin) maka akan
terjadi disosiasi Bad dari 14-3-3 dan Bad akan teriket pada
Bcl-2 sehingga terjadi Bax-Bax homodimer. Perubahan ini
‘akan meningkatkan permiabilitas membran mitokondria
untuk sitokrom c dan selanjutnya akan mengaktivasi sistem
kaspase seperti yang telah dyelaskan.
APOPTOSIS KARENA KERUSAKAN LANGSUNG
PADA DNA
Sel yang terpapar bahan kemoterapi dan raciasi termasuk
sinar ultraviolet akan mengalami kerusakan DNA dan
dengan melibatkan tumor supresor gene (p53), maka sel
akan mengalami apoptosis. Protein p53 adalah fosfoprotein
inti yang penting untuk integritas DNA dan kendali
pembelahan sel. Protein ini terikat pada rantai DNA yang
spesifik dan meregulasi ekspresi berbagai gen pengatur
pertumbuhan, Dalam keadaan normal gen p53 tidak
aktit Apabila ada kerusakan DNA, ekspresi protein p53
akan meningkat yang akan menyebabkan pertumbuhan
sel terhenti dalam fase G1 untuk memberikan waktu
bagi perbaikan DNA. Mekanisme untuk mengaltifxan
sistem efektor kematian (caspase) sangat kompleks dan
tampaknya diregulasi pads tingkat tranckrip
Dalam keadaan normal, sel mempunyai kandungan
protein p53 intrasel yang rendah. Apabila ada rangsangan
seperti radiasi, sinar ultraviolet, hipoksia dan behan
mutagenik, maka konsentrasi protein ini akan meningkat
secara cepat dengan waktu paruh yang makin panjang.
‘Akumulasi protein p53 akan terikat pada DNA dan
merangsang transkripsi beberapa gen yang menyandi
berhentinya siklus sel dan apoptosis, Bethentinya siklus
sel akibat pengaruh p53 terjadi pada saat akhir fase G1
akibat meningkatnye cyclin-dependent kinase inhubitor p21.
Akibat peningkatan protein p53 juga terjadi peningkatan
transkripsi GADD4S (growth Arrest and DNA Damage)
yaitu suatu protein untuk perbaikan DNA. GADD4S juga
menghambat siklus sel pada fase G1 dengan mekanisme
yang belum diketahui
Apabila perbaikan DNA berhasil maka akan terjadi
peningkatan protein mdm2 yang akan terikat dan
memberiken umpan balik negatif pada p53 sehingga p53
meniadi tidak aktif Jika perbaikan DNA tidak berhasil, akan
terjadi aktivasi gen yang mencetuskan proses apoptosis.
Bax dan IGF-8P3 merupakan gen responsif p53 yang
membawa pesan kematian untuk sel. Aktivasi Bax akan
mengakibatkan apoptosis sedangken IGF-BP3 akan terikat
pada insulin-like growth factor (IGF) dan menyebabkan
apoptosis akibat hambatan IGF-mediated intracellular
signaling 2
PROSES FAGOSITOSIS OLEH MAKROFAG PADA
APOPTOSIS
Sel yang mengalami apoptosis mengekspresikan
fosfatidilserin, trombospondin pada bagian luar membran
sel, Fada sel normal distribusi fosfolipid asimetri pada
membran sel dipertahankan oleh adenosin triphosphat (ATP)
dependent translokase, yang secara spesifik mentransport
aminofosfolipid dari luar ke dalam membran sel. Selama
apoptosis, enzim tersebut mengalami downregulasi
dan enzim scramblase teraktivasi, akibatnya fosfolipid
berpindah dari dalam ke permukaan luar membran sel.
Beberapa reseptor makrofag termasuk reseptor untuk
fosfatidilserine, trombospondin dan glikoprotein yang
telah kehilangan terminal sialic residues mengenali
ligannya yang terdapat pada badan-badan apoptosis
selanjutnya makrofag melakukan proses fagositosis tanpa
mengeluarkan mediator keradangan ataupun menganggu
jaringan sekitarnya.
Apoptosis mempunyai peran penting didalam
mengatur jumlah cadangan sel T dan B. Pada individu
muda hanya sekitar 2% dari sel induk T dan sel induk B
yang berkembang secara normal, lainnya sebesar 98%,
dimusnahkan melalui mekanisme apoptosis selema
perkembangannya.
IMPLIKASI TERAPI PADA APOPTOSIS
Setelah 30 tahun ilmu apoptosis berkembang maka
segi paling menarik adalah terdapatnya implikasi klinis
tentang pentingnya kendali jumlah dan fungsi sel
melalui keseimbangan antara sel yang mati dan sel
yang hidup. Aktivasi proses apoptosis yang berlebihan,
akan menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan
berkurangnya sel seperti pada kelainan pertahanan tubuh
(immune defect) pada AIDS dan penyakit neurodegeneratit.
Sebaliknya, apoptosis yang kurang akan menimbulkan
enyakit yang berhubungan dengan adanya akumulasi
sel seperti pada kanker, penyakit inflamasi kronis dan
autoimun. Kelainan imunitas pada AIDS adalah akibat
menurunnya jumlah populasi sel T CD4+ secara drastis
akibat apoptosis. Penyakit neurodegeneratif seperti
Alzheimer’s, Hutington’s chorea, penyakit Parkinsons,119
dan amyotrophic lateral sclerosis yang ditandai dengan
hilangnya sel saraf juga dapat diterangkan melalui proses
apoptosis.*
Berbagai macam pendekatan terapi untuk meng-
hentikan proses apoptosis yang berlebihan saat ini
mulai banyak dibicarakan. Seperti yang telah dibahas
sebelumnya bahwa enzim proteolitik caspase memegang
peran penting pada apoptosis, Beberapa perusahaan
farmasi sedang mengembangkan suatu caspase inhibitor
yang kuat dan spesifik walaupun pemahamannya pada
manusia masih dalam penelitian, Suatu caspase inhibitor
nonspesifik yang diberikan secara invitro pada hewan
coba (murine) tampaknya memberikan harapan yang
menjaniikan. Pada penyakit imfoma tertentu pengobatan
dengan mengunekan antisense oligonucleotide (yang
‘menghambat transkripsi gen) ke Bcl-2 cukup mempunyai
‘masa depan. Suatu sitokin yang menginduksi apoptosis
dari famili TNE seperti TRAIL memberikan harapan untuk