You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Syariah / hukum islam pada saat ini sepertinya sudah dikesampingkan oleh sebagian
umat Islam.Padahal jika kita pahami tujuan dari syariah Islam tersebut sangatlah baik.

Pengaruh budaya serta hukum liberal dan kapitalis telah mengalihkan pandangan
sebagian umat Islam. Akibatnya banyak umat Islam yang tidak mengetahui lagi
hukum-hukum Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang makalah ini, maka kami membuat suatu rumusan masalah,
yaitu :

1. Apa sebenarnya syariah tersebut.


2. Apa-apa saja pembagian hukum syariah.
3. Bagaimana sebenarnya prinsip dan watak syariah tersebut.
4. Bagaimana aplikasi dari hukum syariah tersebut.
5. Bagaimana penerapan syariah Islam dalam kehidupan bermasyarakat sehari-
hari.
6. Bagaimana kesesuaian ilmu-ilmu duniawi dengan hukum syariah.

C. Batasan Masalah
Hukum-hukum syariah, serta penerapan hukum syariah dalam ilmu ekonomi.

D. Tujuan
Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Agama Islam. Makalah ini juga
bertujuan untuk memberikan pemahaman dasar kepada pembaca tentang hukum-
hukum syariah serta pengaplikasiannya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengerian Hukum Syariah
Secara etimologis kata Syariah berakar kata syaraa ( ) yang berarti sesuatu
yang dibuka secara lebar kepadanya. Dari sinilah terbentuk kata syariah yang
berarti sumber air minum. Kata ini kemudian dikonotasikan oleh bangsa Arab
dengan jalan yang lurus yang harus diikuti.
Secara terminologis, Muhammad Ali al-Sayis mengartikan syariah dengan jalan
yang lurus. Kemudian pengertian ini dijabarkan menjadi: Hukum Syara mengenai
perbuatan manusia yang dihasilkan dari dalil-dalil terperinci. Syekh Mahmud Syaltut
mengartikan syariah sebagai hukum- hukum dan tata aturan yang disyariatkan oleh
Allah bagi hamba-Nya untuk diikuti

Syariat atau syariah secara harfiah adalah jalan ke sumber (mata) air yakni jalan lurus
yang harus diikuti oleh setiap muslim. Syariat merupakan jalan hidup muslim. Syariat
memuat ketetapan-ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, baik berupa larangan
maupun berupa suruhan, meluputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.

Syariat merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah, yang wajib diikuti oleh
orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik dalam
hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam
masyarakat.

Syariat menguraikan ilmu baru secara khusus yang disebut ilmu fikih, yaitu ilmu yang
mempelajar atau memahami syariat dengan musatkan perhatiannya pada perbuatan
(hukum) manusia mukallaf.

Kata yang sangat dengan hubungannya dengan perkataan syariat seperti telah
disebutkan di atas adalah syara dan syari.

Perbedaan hukum syariat dan hukum fikih.

1. Syariat terdapat di dalam Al-Quran dan kitab-kitab Hadis, sedangkan Fikih


terdapat dalam kitab fikih hasil pemahaman manusia yang memenuhi tentang
syariat.
2. Syariat bersifat fundamental dan mempunyai ruang lingkup yang lebih luas
karena banyak ahli memasukkan jugaakidah dan akhlak. Fikih bersifat
instrumental serta ruang lingkupnya terbatas pada hukum yang mengatur
perbuatan manusia.
3. Syariat bersifat abadi ketetapannya sedangkan fikih tidak. Karena dapat
berubah sesuai dengan zaman.
4. Syariat hanya satu, sedangkan fikih lebih dari satu.
5. Syariat menunjukkan kesatuan dalam Islam, sedangkan fikih menunnjukkan
keragamannya.

Aqidah merupakan kepercayaan, keimanan mengenai keesaan Allah. Syariah (hukum)


adalah jalan menuju sesuatu yang benar. Akhlak adalah budi pekerti, sopan santun, dan
perilaku.

Aqidah, Syariah dan Akhlak, ketiganya merupakan 3 pokok ajaran Islam. Ketiganya harus
selalu bersamaan dengan aqidah berjalan di depan. Istilahnya menurut dosen Hukum
Islam saya, Akhlak dan syariah mencantol pada aqidah.

Adapun filosofi lain, aqidah, syariah, dan akhlak bagaikan suatu pohon, di mana aqidah
merupakan akar, syariah merupakan batang dan akhlak adalah dedaunan. Syariah dan
akhlak akan tumbang tanpa adanya aqidah yang mengakarinya

B. Pembagian Hukum Syariah

Berdasarkan defenisi di atas, ulama ushul fiqh membagi hukum Islam


tersebut kepada dua pembagian yaitu hukum al-taklifi dan wadhi.

1. Hukum Taklifi

Hukum taklifi adalah titah Allah yang berbentuk tuntutan dan pilihan.
Dinamakan hukum taklif karena titah ini langsung mengenai perbuatan
orang yang sudah mukallaf. Yang dimaksud dengan mukallaf dalam kajian
hukum islam adalah setiap orang yang sudah baligh (dewasa) dan waras.
Anak-anak, orang gila / mabuk dan orang tertidur tidak termasuk golongna
mukallaf, maka segala tindakan yang mereka lakukan tidak dapat
dikenakan sangsi hukum. Ada dua bentuk tuntutan di dalam hukum islam,
yaitu tuntutan untuk mengerjakan dan tuntutan untuk meninggalakan.
Dari segi kekuatan tuntutan tersebut terbagi pula ke dalam dua bentuk
yaitu tuntutan yang bersifat mesti dan tuntutan yang tidak mesti dan
pilihan yang terletak di antara mengerjakan dan meninggalkan.

Menurut Al-Amidi ( 1983 : 91 ) hukum taklif itu ada empat dengan tidak
memasukkan al-ibadah (pilihan) karena yang dimaksud dengan taklif itu
adalah beban kepada orang yang mukallaf baik untuk mengerjakan atau
meninggalkan, sedangkan menurut jumhur ulama hukum taklif itu ada
lima macam yang disebut juga dengan hukum yang lima sebagai berikut.

a. Wajib, yaitu tuntutan yang mengandung suruhan yang mesti


dikerjakan, sehingga orang yang mengerjakan patut mendapatkan
ganjaran, dan kalau ditinggalkan patut mendapatkan ancaman,
seperti firman Allah dalam Q.S 4 : 36.

b. Sunat, yaitu tuntutan yang mengandung suruhan tetapi tidak mesti


dikerjakan, hanya berupa anjuran untuk mengerjakannya. Bagi
orang yang melaksanakan berhak mendapatkan ganjaran. Karena
kepatuhannya, tetapi apabila tuntutan itu ditinggalkan boleh saja,
tidak mendapat ancaman dosa seperti firman Allah SWT. Dalam Q.S
2 : 282.

c. Haram, yaitu tuntutan yang mengandung larangan yang


mesti dijauhi. Apabila seseorang telah meninggalkannya berarti dia
telah patuh kepada yang melarangnya, karena itu dia patut
mendapatkan ganjaran berupa pahala. Orang yang tidak
meninggalkan larangan berarti dia telah mengingkari tuntutan
Allah, karena itu patut mendapatkan ancaman dosa, seperti firman
Allah SWT. Dalam Q.S 17 : 23.

d. Makruh, yaitu tuntutan yang mengandung larangan tetapi tidak


mesti dijauhi. Artinya orang yang meninggalkan larangan berarti
telah mematuhi yang melarangnya, karena itu ia berhak mendapat
ganjaran pahala. Tetapi karena tidak ada larangan yang bersifat
mesti, maka orang yang meninggalakan larangan itu tidak dapat
disebut menyalahi yang melarang, dan tidak berhak mendapatkan
ancaman dosa seperti sabda Nabi SAW. Berikut ini.

Dari Ibnu Umar, semoga Allah meridhainya, Rasulullah SAW


bersabda, perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah Thalak.
(HR. Abu Daud, Ibn Majah dan dishahihkan Hakim)(Al-Shanani, hal:
168).

e. Mubah, yaitu titah Allah SWT yang memberikan titah


kemungkinan untuk memilih antara mengerjakan atau
meninggalkan, dalam hal ini tidak ada tuntutan baik mengerjakan
atau meninggalkan. Apabila seseorang mengerjakan dia tidak diberi
ganjaran dan tidak pula ancaman atas perbuatannya itu. Dia juga
tidak dilarang berbuat, karena itu apabila dia melakukan perbuatan
itu dia tidak diancam dan tidak diberi ganjaran seperti firman Allah
SWT dala Q.S 2 : 229.

2. Hukum Wadhi
Ulama ushul fiqh membagi hukum wadhI kepada lima macam yaitu
berikut ini. Sabab, syarth, mani, shah, dan bathil (Nasrun Haroen, 1995:
40), sedangkan menurut Al-Amidi tujuh macam yaitu berikut ini. Sabab,
syarth, mani, shah, bathil, azimah dan rukhsah (Al-Amidi, 1983 : 91).

1. Sabab, yaitu titah yang menetapkan bahwa sesuatu itu dijadikan sebab
bagi wajib dikerjakan suatu pekerjaan , seperti firman Allah SWT dalam
Q.S 17 :78.

2. Syarath, yaitu titah yang menerangkan bahwa sesuatu itu dijadikan


syarat bagi sesuatu seperti sabda Nabi SAW, yang terjemahannya
sebagai berikut.

Sesungguhnya Allah tidak menerima shalat salah seorang di antara


kamu apabila dia berhadas hingga berwudhu. H.R. Syaikhani (Al-
Shanani I, ttth :40).

Shalat tidak dapat dilaksanakan tanpa wudhu, tetapi seseorang


yang dalam keadaan berwudhu tidak otomatis harus mengerjakan shalat
karena berwudhu itu merupakan salah satu syarat sah nya shalat. Jadi
suatu hukum taklifi tidak dapat dilaksanakan sebelum memenuhi syarat-
syarat yang telah ditentukan syara. Oleh sebab itu berwudhu (suci)
merupakan syarat sahnya shalat.

3. Mani (penghalang), yaitu sesuatu yang nyata keberadaannya


menyebabkan tidaj ada hukum. Misalnya sabda Rasulullah SAW kepada
Fatimah binti Abi Hubeisy yang terjemahannya sebagai berikut.

Apabila datang haid kamu tinggalkanlah shalat, dan apabila telah


berhenti, maka mandilah dan shalatlah. H.R. Bukhari ( Al-Asqalany, I
tth :63).

4. Shah, yaitu suatu hukum yang sesuai dengan tuntutan syara.


Maksudnya hukum itu dikerjakan jika ada penyebab , memenuhi
syarat-syarat dan tidak ada sebab penghalang untuk
melaksanakannya. Misalnya, mengerjakan shalat zuhur setelah
tergelincir matahari sabab (sebab)telah berwudhu (syarat), dan tidak
ada penghalang (mani) seperti haid, nifas dan sebagainya, maka
hukumnya adalah sah.

5. Bathil, yaitu terlepasnya hukum syara dari ketentuan yang ditetapkan


dan tidak ada akibat hukum yang ditimbulkannya, seperti batalnya jual
beli dengan memperjualbelikan minuman keras, karena minuman keras
itu tidak bernilai harta dalam ketentuan hukum syara.

Adapun mengenai rukhsah dan azimah, Syarifuddin sependapat


dengan Al-Amidi yaitu termasuk pemabahasan hukum wadhi dalam
pelaksanaan hukum taklifi (Syarifuddin I, 1997: 28). Azimah yaitu hukum
asal atau pelaksanaan hukum taklifi berdasarkan dalili umum tanpa
memandang kepada keadaan mukallaf yang melaksanakannya, seperti
haramnya bangkai untuk umat Islam.

Rukhsah, yaitu keringanan atau pelaksanaan hukum taklifi


berdasarkan dalil yang khusus sebagai pengecualian dari dalil yang umum
karena keadaan tertentu seperti boleh memakan bangkai dalam keadaan
tertentu, walaupun secara umum memakan bangkai itu haram.

C. Prinsip dan Watak Syariah


Tujuan utama syariah mengajak manusia kepada kebaikan dan melarang dari berbuat
salah, mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Untuk itu dalam
pelaksanaannya sayriah mempunyai lima prinsip umum yang dikemukakan oleh
Supan Kusumamiharja, (1978) antara lain sebagai berikut.

1. Sesuai dengan Fitrah Manusia


Allah menegaskan tentang kesesuaian sayriah dengan potensi manusia di
antaranya dalam Q.S 30:30 dan Q.S 2 :185. Dua ayat tersebut menjelaskan
bahwa seluruh aturan yang ada dalam syariah tidak ada yang tidak dapat
dilakukan oleh manusia sesuai dengan situasi dan kondisinya masing-
masing. Bahkan Allah mengkehendaki kemudahan bagi manusia, bukan
kesukaran.
2. Fleksibel dalam Pelaksanaannya
Allah menjelaskan tentang keluwesan syariah tersebut dalam Q.S 2:173,
bahwa hal-hal yang diharamkan dalam suatu keadaan dan kondisi tertentu,
dapat menjadi halal dalam keadaan dan kondisi lain, yaitu dalam keadaan
terpaksa. Contoh lain seperti yang dijelaskan dalam hadis Rasul riwayat
Bukhari, (Al-Asqalany, tth:99) bahwa bagi orang yang tidak mampu
mengerjakan shalat dalam keadaan berdiri, maka ia boleh melakukannya
sambil duduk, dan selanjutnya boleh sambil berbaring.
3. Tidak Memberatkan
Semua syariat Allah tidak ada yang berat, sehingga manusia tidak mampu
melaksanakannya. Contoh ibadah yang diwajibkan 5 kali dalam 24 jam,
yang hanya membutuhkan waktu minimal kira-kira 5x7 menit = 35 menit,
zakat harta hanya berkisar 2,5 %, 5%, dan 10 %, ibadah haji cukup sekali
seumur hidup, begitu juga dengan benda yang diharamkan hanya sebagian
kecil apabila dibandingkan dengan yang dihalalkan.
4. Penetapan Hukum Secara Bertahap
Allah mengharamkan suatu hal tidak secara langsung, melainkan melalui
tahapan. Contoh pengaharaman minuman keras, tidak langsung sekaligus
dilarang tetapi berangsur-angsur setahap demi setahap sampai akhirnya
diharamkan. Allah SWT menurunkan ayat larangan minuman keras dengan
larangan secara bertahap. Prosesnya diawali dengan turunnya Q.S 2:219
yang mengatakan bahwa pada khamar dan judi terdapat dosa besar dan ada
manfaatnya bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar daripada
manfaatnya. Setelah itu Allah turunkan Q.S 4:43 berupa larangan
mendekati shalat bagi orang-orang yang mabuk.
Kemudian Allah turunkan Q.S 5: 90 yang menyatakan secara tegas tentang
haramnya minuman keras dan ditegaskan oleh hadis Rasul walaupun
sedikit diminum maka statusnya sama, yaitu hukumnya haram.
5. Tujuan Syariah adalah Keadilan
Pencapaian keadilan di dalam syariah secara eksplisit tampak pada adanya
penjelasan tentang pokok-pokok akhlak yang baik yang terdapat dalam
syariat tersebut. Allah menjelaskan hal itu di dalam Q.S 16:90.
Syariah Islam mempunyai tiga watak yang tidak berubah-ubah yaitu
berikut ini: (1) takammul (lengkap), (2) wasathiyyah
(pertengahan/moderat), (3) harakah (dinamis). Watak takammul
memperlihatkan bahwa syariah itu dapat melayani golongan yang tetap
pada apa yang sudah ada (konsisten), dan dapat pula melayani golongan
yang menginginkan pembaharuan (Dahlan II, ed. 1997:577).
Konsep wasathiyyah mengkehendaki keselarasan dan keseimbangan atara
segi kebendaan dan segi kejiwaan. Keduanya sama-sama diperlihatkan
tanpa mengabaikan salah satu dari padanya, sedangkan dari segi harakah
(kedinamisan), syariah mempunyai kemampuan untuk bergerak dan
berkembang. Untuk mengiringi perkembangan itu di dalam syariah ada
konsep ijtihad.

D. Aplikasi Hukum Syariah


Aplikasi atau pelaksanaan hukum Islam sebagaimana yang telah disebutkan di atas
selain bertujuan menunjukkan kepatuhan kepada Allah SWT dan mencari ridha-Nya
juga untuk memberikan panduan/ bimbingan kepada manusia dalam menempuh
kehidupannya demi terwujdnya atau terciptanya keselamatan dunia dan kebahagiaan
akhirat (Q.S 51:56; Q.S 2:201). Berdasarkan tujuan tersebut menurut Amir
Syarifuddin I, (1997: 5), hukum Islam itu mengandung dua bidang pokok, yaitu
berikut ini.
1. Kajian tentang perangkat peraturan terinci yang bersifat amaliah dan harus
diikuti umat Islam dalam kehidupan beragama, yang disebut fiqih.
2. Kajian tentang ketentuan serta cara dan usaha yang sistematis dalam
menghasilkan perangkat peraturan yang terinci itu disebut ushul fiqh.
Fiqh dan ushul fiqh merupakan dua bahasan yang terpisah, tetapi saling berkaitan.
Pada topik ini yang menjadi bahasan adalah hukum amaliyah (fiqih) yang
pembahasannya dikembangkan dalam Ilmu Syariah. Ilmu Syariah adalah ilmu yang
mengkaji tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan hubungan antara manusia
dengan penciptanya dan antara manusia dengan sesame manusia dan makhluk
lainnya. Aspek pembahasan hukum ini dibagi menjadi sebagai berikut.

1. Ibadah dalam Arti Khusus ( Ibadah Mahdhah )


Ibadah Mahdhah adalah ibadah yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-
ketentuan yang sudah digariskan agama Islam. Berikut ini adalah beberapa contoh
ibadah Mahdhad.
Thaharah (Q.S Al-Baqarah:222)
Shalat (Q.S Al-Baqarah:238)
Puasa (Q.S Al-Baqarah:183)
Zakat (Q.S At-Taubah:103)
Haji dan Umrah (Q.S Al-Imran:97)

2. Ibadah dalam Arti Umum ( Ibadah Ghairu Mahdhah )


Ibadah Ghairu Mahdhah adalah segala aktivitas mukmin yang sesuai dengan
keinginan Allah SWT dikerjakan dengan ikhlas dan dalam rangka mencari ridha
Allah SWT. Ibadah ghairu mahdhah ini disebut juga dengan muamalah dalam arti
luas.
1. Muamalah

Hukum muamalah dalam arti yang khusus adalah hukum-hukum perdata


seperti jual beli, pinjam meminjam, sewa menyewa dan transaksi serta lainnya,
yang antara lain firman Allah SWT dalam Q.S 2:275.

2. Munakahat

Hukum munakahat yaitu hukum yang mengatur mengenai perkawinan dan


hal-hal yang berhubungan dengannya seperti talak, rujuk, pemeliharaan anak dan
lain-lain dengan dasar firman Allah dalam Q.S 30:21.

3. Mewaris dan Wasiat

Hukum mawaris dan wasiat yaitu hukum yang mengatur perpindahan dan
pembagian harta karena adanya kematian. Sumber-sumber hukum mawaris dalam
quran antara lain firman Allah SWT dalam Q.S 4:7.

4. Hukum Pidana (Jinayah)

Hukum jinayah adalah hukum yang mengatur hubungan manusia dengan


manusia lain dalam rangka pencegahan kejahatan seperti pembunuhanm
pencurian, dan perzinaan beserta sanksinya. Firman Allah SWT antara lain dalam
Q.S 17:33

5. Hukum Murafaat

Hukum murafaat atau hukum acara adalah hukum yang berkaitan dengan
usaha penyelesaian akibat kejahatan di pengadilan seperti kesaksian, gugatan dan
pembuktian. Masalah kesaksian ini antara lain dalam firman Allah dalam Q.S
2:282.

6. Siyasah

Siyasah terambil dari akar kata yaitu sasa-yasusu, yang berarti


mengemudikan, mengendalikan, mengatur, dan sebagainya (Quraish Shihab,
1999:416).

7. Hukum Tata Negara

Hukum tata Negara adalah hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan
bernegara. Firman Allah SWT antara lain dalam Q.S 4:34 dan Q.S 9:71.
8. Hukum Internasional

Hukum internasional adalah hukum yang mengatur hubungan warga Negara


dengan Negara lain seperti tawanan, perang, perjanjian, rampasan perang dan
lainnya.

E. Ilmu Sesuai Syariah


1. Pengertian Ekonomi Syariah

Ekonomi syariah adalah suatu ilmu pengetahuan yang berupaya untuk


memandang,meninjau, meneliti, dan akhirnya menyelesaikan permasalahan-
permasalahan ekonomi dengan cara- cara yang islami (berdasarkan ajaran-ajaran
agama islam ). Ekonomi syariah berbeda dari kapitalisme , sosialisme maupun negara
kesejahteraan.

Kemunculan sistem ekonomi dan bank syariah dalam percaturan ekonomi dan
perbankan moderen merupakan upaya menghadirkan (dekonstruksi) aspek lain yang
telah termarginalkan dalam ilmu dan sistem ekonomi moderen, takni terjadinya erosi
nilai-nilai spiritual.

Landasan ontologis yang bersumber dari semangat nilai-nilai syariah ini


membedakannya dengan sistem ekonomi konvensional moderen. Bank islam bebas
dari praktik riba, praktik penipuan, dan manipulasi dan kontrol harga.

Penelitian Syafei, dkk (2004) menekankan sisi yang sama, yaitu konsistensi bank
syariah dalam menerapkan nilai-nilai dan tujuan Islam. Ketidak konsistenan ini,
menurut kesimpulan penelitian mereka disebabkan sejumlah faktor, pertama,
masyarakat mulim mengadopsi budaya Barat sebagai cerminan perilaku ekonomi;
kedua, praktisi perbankan Islam banyak yang pragmatis, berbeda dengan cita-cita
Islam ang mengarah pada kesejateraan umat; ketiga, pengaruh sistem ekonomi
sekularis-materialis-kapitalis yang mempengaruhi pelaksanaan bank yang lebih tidak
islami; keempat, kesenjangan kualifikasi praktisi yang mengerti sistem barat tetapi
lemah syariah, sebaliknya ahli syariah memiliki sedikit pengetahuan transaksi nyata
dunia.

2. Konsep dasar dan Landasan


Landasan dari ekonomi syariah adalah nilai-nilai islam. Nilai-nilai islam itu
bersumber dari Alquran, sunnah, serta prilaku para keluarga dan sahabat Nabi
Muhammad SAW. Tujuannya ialah guna mencapai kesejahteraan bagi rakyat. Prinsip-
prinsip dasar ekonomi islam menurut Umer Chapra adalah :

a. Prinsip tauhid. Tauhid adalah fondasi keimanan islam. Ini bermakna bahwa
segala apa yang dialam semesta ini didesain dan dicipta dengan sengaja oleh
Allah SWT, bukan kebetulan dan semuanya pasti memiliki tujuan. Tujuan
inilah yang memberikan signifikasi dan makna pada eksistensi jagat raya,
termasuk manusia yang menjadi salah satu penghuni didalamnya.
b. Prinsip khalifah. Manusia adalah khalifah Allah SWT di muka bumi. Ia
dibekali dengan perangkat baik jasmaniah maupun rohaniah untuk dapat
berperan secara efektif sebagai khalifah-Nya. Implikasi dari prinsip ini
adalah: (1) persaudaraan universal (2) sumber daya adalah amanah, (3) gaya
hidup sederhanana, (4) kebebasan manusia.
c. Prinsip keadilan. Keadilan adalah salah satu misi utama ajaran islam.
Implikasi dari prinsip ini adalah: (1) pemenuhan kebutuhan pokok manusia,
(2) sumber-sumber pendapatan yang halal Dan tayyib, (3) distribusi
pendapatan dan kekayaan mearata, (4) pertumbuhan dan stabilitas.

3. Karakteristik ekonomi syariah


Karakteristik ekonomi syariah antara lain :
a. Harta kepunyaan Allah SWT dan manusia merupakan khalifah terhadap
harta.
b. Ekonomi terkait dengan aqidah, syariah dan modal
c. Keseimbangan antara kerohanian dan kebendaan
d. Ekonomi islam menciptakan keseimbangan antara kepentingan individu
dengan kepentingan umum
e. Kebebasan individu dijamin dalam islam
f. Negara diberi kewenangan untuk ikut campur dalam perekonomian
g. Adanya bimbingan konsumsi dan investasi
h. Adanya zakat
i. Pelarangan terhadap riba

BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan syariah, dapat disimpulkan :

1. Syariah merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah, yang wajib diikuti
oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik dalam
hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam
masyarakat.
2. Syariah berbeda dengan ilmu Fikih.
3. Hukum islam dibagi menjadi dua, yaitu hukum al-taklifi dan wadhi.
4. Prinsip hukum syariah adalah 1) Sesuai dengan fitrah manusia, 2) Fleksibel dalam
pelaksanaannya, 3) Tidak memberatkan, 4) Penerapan hukum secara bertahap, dan 5)
Adil.
5. Pengaplikasian hukum syariah terdapat dalam ibadah mahdhah dan ibadah ghairu
mahdhah.
6. Pengaplikasian hukum syariah dalam ilmu duniawi contohnya adalah ekonomi
syariah.

Daftar Pustaka
Adlany, Nazry, H.A, dkk. 1988. Al Quran Terjemahan. Indonesia. Gunung Agung.

Agus, Bustanuddin. 2006. Islam dan Ekonomi:Suatu Tinjauan Sosiologi Agama. Padang.
Andalas University Press.

Ali, Mohammad Daud. 1984. Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum. Jakarta.
Yayasan Risalah.

Anonim, Makalah Agama Islam. https://janwardi.files.wordpress.com/2013/04/bab-i-


makalah-agama-islam.doc. Diakses pada tanggal 4 November 2014.

Dr. Mardani. 2011. Ayat-Ayat dan Hadis Ekonomi Syariah. Jakarta.Pt RajaGrafindo Persada.

Mohammad Daud Ali, S.H., Prof. H..1990. Hukum Islam:Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Islam di Indonesia(edisi keenam). Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.

Muhammad. 2008. Paradigma, Metodologi dan Aplikasi Ekonomi Syariah. Yogyakarta.


Graha Ilmu.

You might also like