Professional Documents
Culture Documents
KONJUNGTIVITIS GONORE
Pembimbing :
Disusun oleh :
Windarto G4A015090
M. Danantyo Himawan G4A015091
Diah Rizky F. G4A015093
2016
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
KONJUNGTIVITIS GONORE
Disusun oleh :
Windarto G4A015090
M. Danantyo Himawan G4A015091
Diah Rizky F. G4A015093
Pembimbing,
Gambar 2.2 Sudut Bilik Mata Depan dan Struktur di sekitarnya (Eva,
2009)
Gambar 2.3 Anatomi Konjungtiva
2.4 Definisi
Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang
disertai dengan sekret purulen yang disebabkan oleh kuman Neisseria
gonorrhoeae. Konjungtivitis gonore adalah penyakit menular seksual yang
dapat ditularkan secara langsung dari transmisi genital-mata, kontak genital-
tangan-mata, atau tansmisi ibu-neonatus selama persalinan (Ilyas, 2004; Eva,
2009).
2.5 Epidemiologi
Insiden infeksius konjungtivitis neonatal berkisar 1-2%, tergantung pada
karakter sosial ekonomi setiap daerah. Epidemiologi konjungtivitis neonatal
berubah ketika larutan silver nitrate diperkenalkan pada tahun 1800 untuk
mencegah oftalmia gonokokal. Kejadian ophthalmia gonokokal neonatorum
telah berkurang secara cepat dan menyebabkan presentase kejadian kurang
dari 1% dari kasus konjungtivitis neonatal (McCourt, 2016).
Di negara berkembang, baik klamidia dan gonore merupakan infeksi yang
lazim. Di Malaysia kejadian ini cukup tinggi karena kurangnya tindakan
profilaksis rutin dan munculnya strain penicillinase-producing Neisseriae
gonorrhoea (PPNG). Jumlah insiden yang sebenarnya tidak diketahui karena
kurangnya pelaporan dan data. Sebuah studi pada oftalmia gonokokal
neonatorum di negara bagian Kelantan telah menunjukkan peningkatan
persentase kasus resisten penisilin dari 6,4% menjadi 25,9% . Lockie P., et al
dalam studi retrospektif yang melibatkan 80 kasus yang dilaporkan 7,5%
karena PPNG. Strain PPNG diyakini berasal dari kawasan Asia Tenggara yaitu
dari Bangkok di mana 48,9% dari strain N. gonorrhea terisolasi adalah karena
PPNG. Prevalensi ophthalmia akibat infeksi gonokokal dilaporkan menjadi
0,04 per 1.000 hidup kelahiran di Belgia dan Belanda, dan 0,3 per 1.000
kelahiran hidup di United States. Prevalensi gonore antara di negara-negara
Afrika berkisar 4% sampai 15% . Sekitar 25% sampai 50% bayi terkena
infeksi Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhea yang berkembang
menjadi konjungtivitis neonatal, tanpa profilaksis (Premsenthil, et al., 2008).
2.6 Etiologi
Konjungtivis gonore disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae.
Gonokok merupakan kuman yang sangat pathogen, virulen, dan bersifat
invasiv sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat (Ilyas, et al.,
2010).
Neisseria gonorrhoeae adalah Diplococcus gram negatif dan dapat
mengakibatkan infeksi yang paling berbahaya dan mematikan yang
disebabkan konjungtivitis neonatal. Seperti klamidia, leher rahim dan uretra
mukosa merupakan reservoir untuk Neisseria gonorrhoeae, yang dapat
diperoleh selama persalinan. Gonococci dapat menembus sel-sel epitel utuh
dan membagi dengan cepat di dalamnya (McCourt, 2016).
Neiserria gonorrhoeae merupakan kuman kokus gram negatif, berukuran
0,6 sampai 1,5 m, berbentuk diplokokus seperti biji kopi dengan sisi yang
datar berhadap-hadapan. Kuman ini tidak motil dan tidak membentuk spora.
Neisseria gonorrheae dapat dibiakkan dalam media Thayer Martin dengan
suhu optimal 35- 37C, pH 6,5-7,5, dengan kadar C02 5%.
Gonococci hanya memfermentasi glukosa dan berbeda secara antigen dari
Neisseriae lain. Gonococci biasanya menghasilkan koloni yang lebih kecil
dibandingkan Neisseriae lainnya. Gonococci yang membutuhkan arginin,
hipoxantin dan urasil ( auksotipe Arg, Hyx+, Ura+ ) cenderung tumbuh
dengan sangat lambat pada kultur primernya.
Gonococci diisolasi dari spesimen klinis atau dipertahankan oleh subkultur
nonselektif yang memiliki ciri koloni kecil yang mengandung bakteri berpili.
Pada subkultur nonselektif, koloni yang lebih besar yang mengandung
gonococci nonpili juga terbentuk varian yang pekat dan transparan pada kedua
bentuk koloni (besar dan kecil) juga terbentuk, koloni yang pekat
berhubungan dengan keberadaan protein yang berada di permukaan, yang
disebut Opa. Gonokokkus terdiri dari 4 morfologi, tipe 1 dan 2 bersifat
patogenik dan tipe 3 dan 4 tidak bersifat patogenik.Tipe 1 dan 2 memiliki vili
yang bersifat virulen dan terdapat pada permukaannya, sedangkan tipe 3 dan 4
tidak memiliki vili dan bersifat non-virulen. Vili akan melekat pada mukosa
epitel dan akan menimbulkan reaksi radang.
Kellog membedakan Neisseria gonorrhoea berdasarkan pertumbuhan
koloninya pada media agar, yaitu:
a. T1 bentuk koloninya kecil, cembung dan lebih terang
b. T2 bentuk koloninya kecil, lebih gelap, tapi lebih terang
c. T3 bentuk koloninya besar, datar dan lebih gelap
d. T4 sama dengan T3 tetapi lebih terang (Ernawati, 2010).
2.7 Klasifikasi
Di dalam klinik terdapat penyakit yang disebabkan gonokok dalam bentuk:
a. Oftalmia neonatorum (bayi berusia 1-3 hari),
b. Konjungtivitis gonore infantum (lebih dari10 hari)
c. Konjungtivitis gonore adultorum (Ilyas, et al., 2010).
2.8 Patomekanisme
Konjungtiva adalah lapisan mukosa yang membentuk lapisan terluar mata.
Konjungtiva dapat dibagi menjadi palpebra, bulbar, dan forniks berdasarkan
lokasi. Konjungtiva mengandung non keratin, epitel skuamosa tipis, kaya
vaskularisasi. Substantia propria mengandung pembuluh dan sel-sel limfatik,
seperti limfosit, sel plasma, sel mast, dan makrofag. Konjungtiva juga
memiliki kelenjar lakrimal aksesori dan sel goblet. Iritasi apapun pada mata
dapat menyebabkan pembuluh darah di konjungtiva berdilatasi. Iritasi yang
terjadi ketika mata terinfeksi menyebabkan mata memproduksi lebih banyak
air mata. Sel darah putih dan mukus yang tampak di konjungtiva ini terlihat
sebagai discharge yang tebal kuning kehijauan. Gonococci menampakkan
beberapa tipe morfologi dari koloninya, tetapi hanya bakteri berpili yang
tampak virulen. Gonococci menyerang membran selaput lendir dari saluran
genitourinaria, mata, rektum dan tenggorokan, menghasilkan nanah yang akut
yang mengarah ke invaginasi jaringan, hal yang diikuti dengan inflamasi
kronis dan fibrosis (Ernawati, 2010; McCourt, 2016).
Patologi konjungtivitis neonatal dipengaruhi oleh anatomi jaringan
konjungtiva pada bayi baru lahir. Peradangan konjungtiva dapat menyebabkan
pelebaran pembuluh darah, berpotensi terjadinya kemosis, dan sekresi
berlebihan. Infeksi ini cenderung lebih serius pada neonatus karena kurangnya
kekebalan, tidak adanya jaringan limfoid di konjungtiva, dan tidak adanya air
mata saat lahir (McCourt, 2016).
Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas tiga
stadium, yaitu stadium infiltratif, stadium supuratif atau purulenta dan stadium
konvalesen (penyembuhan).
a. Stadium infiltratif
Berlangsung 34 hari, ditemukan kelopak dan konjungtiva
yang kaku disertai rasa sakit pada perabaan. Kelopak mata
membengkak dan kaku sehingga sukar dibuka. Terdapat
pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior sedang
konjungtiva bulbi merah, kemotik, dan menebal. Pada orang
dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol.
Pada orang dewasa terdapat perasaan sakit pada mata yang dapat
disertai dengan tanda-tanda infeksi umum. Pada umumnya
menyerang satu mata terlebih dahulu dan biasanya kelainan ini
pada laki-laki didahului pada mata kanannya.
b. Stadium Supuratif atau Purulenta
Berlangsung 2-3 minggu. Gejala-gejala tidak begitu hebat
lagi. Palpebra masih bengkak, hiperemis, tetapi tidak begitu
tegang. Blefarospasme masih ada. Sekret campur darah, keluar
terus menerus. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan
dengan sekret kuning kental, terdapat pseudomembran yang
merupakan kondensi fibrin pada permukaan konjungtiva. Kalau
palpebra dibuka, yang khas adalah sekret akan keluar dengan
mendadak. Oleh karena itu harus hati-hati bila membuka palpebra,
jangan sampai sekret mengenai mata pemeriksa.
c. Stadium Konvalesen
Berlangsung 2-3 minggu. Gejala-gejala tidak begitu hebat
lagi. Palpebra sedikit bengkak, konjungtiva palpebra hiperemi,
tidak infiltratif. Konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva
masih nyata, tidak kemotik. Sekret jauh berkurang. Pada neonatus
infeksi konjungtiva terjadi pada saat Bila tidak diobati, biasanya
tidak tercapai stadium III, tanpa penyulit, meskipun ada yang
mengatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh dengan spontan
(Ilyas, 2004; Wijana, 1993).
Gambar 2.8 Sekret Purulen dan Edem Kelopak Mata Pada Bayi Baru
Lahir dengan Konjungtivitis Gonokokal (dikonfirmasi dengan
Pewarnaan Gram dan Kultur) (McCourt, 2016)
Gambar 2.9 Cloudy Cornea Tanpa Ulkus Pada Konjungtivitis Gonore
Neonatal (McCourt, 2016)
Pada orang dewasa gambaran klinis konjungtivitis gonore, yaitu:
a. Gejala subyektif:
1) Rasa nyeri pada mata.
2) Dapat disertai tanda-tanda infeksi umum.
3) Biasanya terdapat pada satu mata.
4) Lebih sering terdapat pada laki-laki dan biasanya mengenai
mata kanan.
b. Gejala obyektif:
1) Kelopak mata bengkak dan sukar dibuka
2) Konjungtiva yang kaku disertai sakit pada perabaan
3) Pseudomembran pada konjungtiva tarsal superior
4) Konjungtiva bulbi merah, kemosis dan menebal
5) Selaput konjungtiva yang terkena lebih berat dan menjadi
lebih menonjol
6) Gambaran hipertrofi papilar besar
7) Tanda-tanda infeksi umum
8) Berawal dari satu mata kemudian menjalar ke mata
sebelahnya
9) Tidak jarang ditemukan pembesaran kelenjar preaurikular
10) Tidak jarang kelenjar preaurikular terasa nyeri
11) Sekret semula serosa kemudian menjadi kuning kental
12) Sekret purulen yang tidak begitu kental dibandingkan pada
bayi
13) Konjungtiva bulbi superior paling sering mengalami infeksi
karena pada konjungtiva bulbi superior tertutup oleh
palpebra dan suhunya sama dengan suhu tubuh yang
mengakibatkan bakteri akan lebih mudah berkembang biak
14) Infeksi dapat terjadi berminggu-minggu (Ilyas, et al., 2010;
Mansjoer, et al., 2000)
Gambar 2.10 Konjungtivitis Gonore
2.11 Penatalaksanaan
a. Pengobatan
1. Pengobatan biasanya dengan perawatan di Rumah Sakit dan
terisolasi
2. Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam bentuk larutan
penisilin G 10.000-20.000 unit/ml setiap 1 menit sampai 30
menit
3. Kemudian salep diberikan setiap 5 menit selama 30 menit.
4. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.
5. Antibiotika sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan
Neisseria gonorrhoeae sistemik.
6. Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksaan mikroskopik
yang dibuat setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut
negatif (Ilyas, 2004).
7. Pada pasien yang resisten terhadap penisilin dapat diberikan
obat sefalosporin generasi ketiga yang digunakan selama 7
hari. Dosis tunggal ceftriaxone 50 mg/kg sebagai dosis tunggal
(maksimal 125 mg) sangat efektif dan direkomendasikan oleh
WHO.
8. Obat alternatif termasuk spektinomisin 25 mg/kg (maksimum
75 mg) sebagai dosis IM tunggal dan kanamisin 25 mg/kg
(maksimum 75 mg).
9. Ibu yang terinfeksi juga harus diobati dengan dosis tunggal
ceftriaxone (25-50 mg/kg) (Premsenthil, et al., 2008).
10. Pada konjungtivitis PPNG (penicillinase producing Nesseria
gonorrhoeae), The Centers for Disease Control
merekomendasikan pemberian 1 g cefoxitin atau 500 mg
cefotaxime secara intra vena (IV) empat kali sehari, atau 1 g
ceftriaxone secara intra musukular (IM) selama 5 hari. The
World Health Organization (WHO) merekomendasikan
pemberian 1 g cefotaxime secara intra vena empat kali sehari
selama 5 hari atau IM spectinomycin 2 g selama 3 hari.
Pengobatan dimulai dengan 1 g ceftriaxone IM per hari selama
5 hari, karena organisme PPNG sensitif terhadap golongan
sefalosporin generasi ke tiga.
11. Alternatif pengobatan yang dapat digunakan pada
keratokonjungtivitis gonoro dewasa, terutama dengan resisten
penisilin yaitu dengan pemberian norfloxacin per oral 1200 mg
selama 3 hari (Lee, et al., 2002).
(a) (b)
Gambar 2.13 (a) Injeksi Konjungtiva dengan Sekret Purulen pada
Mata Kiri (b) Setelah Pemberian Antibiotik Selama 3 Minggu
Konjungtiva terlihat Normal (Lee, et al., 2002)
b. Perawatan
1. Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih
(direbus) atau dengan garam fisiologik setiap jam
2. Kemudian diberikan salep penisilin setiap jam (Ilyas, 2004).
c. Pencegahan
1. Secara klasik diberikan obat tetes mata AgNO3 1% segera
sesudah lahir (harus diperhatikan bahwa konsentrasi AgNO3
tidak melebihi 1%).
2. Cara lain yang lebih aman adalah pembersihan mata dengan
solusio borisi dan pemberian kloramfenikol salep mata (Ilyas,
et al., 2010).
2.12 Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, kecuali pada
konjungtivitis gonore jika tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan
endoftalmitis (Schwab, et al., 2009). Antibiotik telah secara signifikan
mengubah prognosis konjungtivitis neonatal, terutama dengan infeksi
Neisseria gonorrhoeae. Namun, menegakan diagnosis secara cepat dengan
isolasi organisme gonokokal dan pengobatan antibiotik parenteral sebelumnya
diperlukan, karena hasil dari konjungtivitis gonokokal berhubungan dengan
tingkat keparahan penyakit pada awal terapi (Lee, et al., 2002).
2.13 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah tukak kornea marginal terutama
bagian atas, yang dimulai dengan infiltrat, kemudian menjadi ulkus. Bisa
terjadi pada stadium 1 dan 2, dimana terdapat blefarospasme dengan
pembentukan sekret yang banyak. Sehingga sekret menumpuk dibawah
konjungtiva palpebra superior, ditambah lagi kuman gonokok mempunyai
enzim proteolitik yang merusak kornea dan hidupnya intraseluler, sehingga
dapat menimbulkan keratitis tanpa didahului kerusakan epitel kornea. Selain
itu, dapat menyebabkan perforasi kornea yang dapat mengakibatkan infeksi
dalambola mata (endoftalmitis) dan radang isi orbita (panoftalmitis). Sepsis,
arthritis dan dakrioadenitis dapat terjadi (Ilyas, 2004; Mansjoer, et al., 2000).
Infeksi gonokokal bayi baru lahir dapat menimbulkan komplikasi sistemik,
seperti stomatitis, arthritis, rhinitis, septikemia dan meningitis (Premsenthil, et
al., 2008).
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Eva, P. R. 2009. Anatomi dan Embriologi Mata. Dalam: OFtalmologi Umum. 17th
penyunt. Jakarta: Widya Medika.
Mansjoer, A. et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. 3rd penyunt. Jakarta: Media
Aesculapius.