Etik Perawatan Paliatif

You might also like

You are on page 1of 19
ETIK PERAWATAN PALIATIF Oleh Herlien H. Megawe L INTRODUKSI Perawatan paliatif pada akhir hidup adalah pelayanan public health, Perawatan paliatif, public health dan hak azasi manusia selalu berhubungan secara medikolegal. Menjadi tugas utama pemerintah Indonesia dalam pelayanan keschatan, terdiri atas 5 aspek, yaitu: - Aspek promotif. Aspek preventif. - Aspek kuratif. - Aspek rehabilitatif, ~ Aspek paliatif. Setiap dokter lulusan Indonesia harus memahami dan menghayati pelayanan untuk setiap warga negaranya sebagai hak azasi. Setiap warga Negara berhak atas keschatan, dan Kesehatan per definisiadalah secara fisik, mental dan sosial, bukan keadaan tanpa penyakit atau cedera (WHO, 1949). Kewajiban sebagai warga negara antara lain: - Menciptakan dan menerapkan perawatan pa if, ~ Mengusahakan perawatan paliatif pada semua tingkatan perawatan. + Integrasi dalam pendidikan dokter. ~ Perawatan paliatif pada semua tingkat pendidikan dar © Pemberi perawatan informal, ©. Professional-profesional kesehatan © Dari sumber-sumber intemasional maupun nasional. Jejaring perawatan paliatif sampai ke Korea, Budapest, Capetown, India, Prague, dsb. Kemajuan perawatan paliatif terkini: + Sudah menjadi spesialisasi klinis. ~ Suatu disiplin akademik Fakultas Kedokteran. - Berbarengan dengan pengembangan Kesehatan komunitas secara global. * Hak azasi manusia sehat dalam jengkauan kita, IL INTEGRASI ETIK MEDIK DALAM PERAWATAN PALIATIF ‘+ Awal praktek medik primer berfokus pada: - Penyembuhan penyakit, Penyembuhan cedera - Mengatasi gejala-gejala adalah fokus sekunder. + Terapi kuratif pada penyakit-penyakit terminal: + Tidak mengatasi derita fisik. + Tidak bertujuan mengatasi deri wderita emosional, spiritual dan psikis sama sekali ‘+ Pallium berarti: baju zirah yang menyclimuti selurul tubuh, - Perawatan paliatif tyjuannya menyclimuti penderita dari semua penderitaan dan nyeri yang disebabkan penyakitnya; meskipun penyakitnya tak dapat disembubkan, ‘+ Evolusi etik medik diawali sejak abad ke-20 yang tercetus oleh Perang Dunia IL. Pengkhianatan dokter-dokter Nazi Jerman terhadap etik medik yang mempraktekkan praktek-praktek medik tidak manusiay pada tawanan perang. ‘© Pasca perang mereka diadili di kota Nuremberg pada tahun 1947 sebagai penjahat perang, Timbul Nuremberg Code yang menjadi dasar dari etik medik modern, * Pelaksan-pelaksana praktek medik yang terdiri dari - Para dokter. Para perawat. - Para ahli farmasi, ‘* Sebagai rambu-rambu kehormatan mereka disumpah atas: Hippocratic Oath untuk para dokter. Nightingale Pledge untuk para perawat, Sumpah Farmasis untuk ali farmasi ‘+ _Isi dari sumpah bersama tersebutadalah sebagai berikut: “L will prescribe regiments for the good of my patients according fo my ability and my judgement and never do harm to anyone. I will practice my profession with conscience and dignity.” + Etik medik tersebut diakui oleh seluruh dunia, secara teratur diperbaiki antara lain dan diperbarui sebagai berikut: 1948 Declaration of Geneva, perbaikan terakhir tahun 2006, - 1964 Declaration of Helsinki, modifikasi terakhir October 2008. + Isideclaration terscbut, tentang: 4. Treatment of Human Subjects, 2. Informed Consent. 3. Protecting Research Subjects from Harmful Medical Experiments. + Kewajiban seluruh pral fisi medik: + Membaca dokumen-dokumen, + Melaksanakan nilai-nilai yang tercantum didalamnya, © Dirangkum oleh: Sir Oliver Wendell Holmes (1803 ~ 1894) It is a Physician privilege: “To Cure, Sometimes To Relieve, Ofien To Comfort, Always” UL. DEFINISI ETIK PERAWATAN PALLIATIVE Tata krama untuk segenap anggota team perawatan Paliatif’ dalam melaksanakan pelayanan untuk setiap penderita dengan penyakit-penyakit terminal dan keluarganya. Iv. RAMBU - RAMBU PELAKSANAAN ETIK MEDIK PERAWATAN PALIATIE 1, Barkat martabat penderita dan pelaksana Perawatan (=Dignity) a, Setiap penderita dengan keterbatasan fisik/ mental tetap dipertahankan hharkat martabatnya selama sakit. Dalam keadaan klinis apapun, dalam segala hal penderita adalah manusia seutuhnya, Dia tetap mendapat perhatian penuh dan dihormati secara moral dan legal (hukum). Untuk itu, diusahakan sepenuihnya: + Penyembuhan yang efektif{ ~ Palliasi semua gejala-gejala Sesuai dengan kemungkinan-kemungkinan terbaik yang ada. Sesuai dengan standar yang paling cocok untuk penderita. 2. Otonom (Autonomy) a Hak penderita untuk ikut seca pribadi menentukan pilihan-pilihan terapi ‘Macam terapi yang dikehendaki “anpa prasangka-prasangka, Pelayanan terapi hanya dilaksanakan dengn informed consent penderita yaitu: persetujuan sesudah diberi informasi tuntas, Untuk yang belum dewasa (Indonesia 21 tahun) diperlukan pertimbangan orang tua. 3. Manfaat (Beneficence) Bermanfaat Untuk dokter: kesejahteraan dan kesehatan penderita diutamakan, Penting untuk penderita: ‘Nyaman, Independence (tidak ketergartungan), masih dapat berfungsi ‘Menyenangkan anggota-anggota keluarga. - Tidak mengganggu kepereaysan yang dianutnya. Baik untuk semua. Yang terbaik untuk penderita prioritas utama. 4. Non-maleficence (Tidak Memperburuk Keadaan) a Minimalisasi berlebihan/ —kekurangan (overtreatment dan undertreatment), Memberi yang dibutuhkan saja, Hindari hal yang buruk: ~ Penilaian salah keadaan penderita ~ Ketidaknyamanan (disconsjort), ~ Ketidaksesuaian (inconvenience). 4. Risiko buruk: obat-obatan multiple, e. Kesalahan tak disengaja, error dalam sistemnya 5. Justice (=Keadilan) a. Keadilan : alokasi sumber-sumber kesehatan sesuai dengan kebutuban saja, b, Menentang persyaratan-persyaratan tersebut adalah diskriminasi: + Ras - Agama - Gender ~ Status Sosio-ekonomi c. Strategi umum alokasi sumber-sumber: * Standar Egalitarian: Membagi sumber-sumber sama rata meski tidak bermantaat: © = Standar Utilitarian ‘Membagi sumber-sumber pelayanan kesehatan untuk manfaat paling tinggi. > Sebagai contoh: Triage pada bencana adalah klasik suatu utilitas medik. d. Kebutuhan beralasan dan disaikan - Keluarga yang sangat terbebeni moral dan material. - Keluarga yang sangat tidak mampu melaksanakan perawatan. e. Sumber-sumber kesehatan harus digunakan - Secara bertanggung jawab. - Secara bijaksana, - Secara adil terbuka. f Derajat/ Tingkat Pelayanan + Pelaksana pelayanan yang terbaik. + Daerah-daerah terpencil harus dapat menjangkau abli yang paling ‘mampu melaksanakan pelayanan tersebut. 6 Partisipasi dalam Perawatan (Partnership of Care) ‘Hanus ada kerjasama aniara: Penderita dengan dokternya se Penderita/ keluarga dengan pelayanan perawatan, Penderita dengan seluruh anggote team. e Keluarga/ yang merawat dengan seluruh team, ¢. Antara tiap-tiap anggota team perawatan paliatif. . Kerjasama ini menghasilkan a. Peningkatan otonomi dan kemampuan penderita. b. Pelayananan perawatan yang optimal. ¢. Konflik minimal kearah goal bersama secara konstruktif. 4. Penderita dapat mengajukan prioritas-prioritas pribadi yang lebih bemnilai/ bermutu ©. Keputusan-keputusan dibuat bersama, tanggung jawab dari hasil ut penyambung hidup: ~ Sistem-sistem faali Derajat kesadaran. Ketergantungan pengobatan. Keikutsertaan keluarga b. Semua terapi yang harus dievaluasi: - Yang mempertahankan fungsi-fungsi faali Yang mempertahankan kesejahteraan penderita untuk hidup. XI. PERAWATAN PALIATIF ADALAH SUATU TERAPI ACTIVE a. Simptomatik dan supportive. b, Diterapkan sebelum terminal. c, Bebarengan dengan terapi medik aktif seperti ~ Anti cancer. - Anti virus + Rehabilitasi 4, Tidak boleh ditahan (co withhold) sebelum semua modalitas dipakai. XIII. SINDROMA IATROGENIC “Nothing more can be done” > Tidak benar. ~ Di interpretasi sebagai meninggalkan pelayanan perawatan (to abandon). + Bila obat kanker dihen:ikan modalitas pengobatan tetap diteruskansebagai palliasi gejala-gejala (termasuk perawatan). XIV. a. Kematian karena kanker/ Aids jangan dianggap sebagai kegagalan medik/ profesi b. Harus ada kebanggaan professional bila melaksanakan palliasi effective mengatasi gejala-gejala ©. Setiap kepercayaan apapun: hidup adalah berarti dan bernilai, 17 XV. HASIL AKHIR Pada beberapa penderita terapi oral yang dianjurkan sesuai WHO analgesic stepladdergagal mengatasi nyeri secara adekuat Dalam stadium lanjut dipertukan intervensi lebih aggressive Suatu kebutuhan segera untuk: ~ Clinical trials dan outcomes. ~ Penilaian kejadian-kejadian tentang risiko, manfaat, biaya dan kegagalan-kegagalan interversi-intervensi. Apakah intervensi aggressive sudah sesuai Terapi nyeri invasive dilaksanakan dengan dengan: + Keablian dan hati-hati ~ Terbaik dalam kerjasama perawatan multi XVI. DAFTAR PUSTAKA Albert R. Jonsen, Mark Siegler,William. J.Winslade “Clinical Ethics.“A. Practical Approach To Ethical Decisions In Clinical Medicine” Second Edition. Newyork, Toronto, London 1986. “An Ethical Framework For Integrating Palliative Care Principles Into ‘The Management Of Advanced Chronic Or Terminal Conditions,” National Health And Medical Research Council; 2011. Beauchamp, TI., Childress, J.F-Principal Of Biomedical Ethics. University Press 2001 Bonica, J.“ The Management Of Pain Philadelphia, Lea&Febiger, 1990, Ethical And Legal Issues.Pediatric Fundamental Critical Care Support Society Of Critical Care Medicine 2008, “Invasive Procedures For Cancer Pain”.Lema, Mark. J.Dept. Of Anesthesiology Roswell Park Cancer Institute.State University Of New ‘York At Buffalo.Buffalo, New York, USA. Palliative Care In ‘The Management Of Cancer Pain, Waldman, Vol.1 Second Edition. 2011. Elsevier, Saunders. 18 10. iW 12, 13. 14, 1s. 16. Roger Woodruff. “Palliative Medicine” Second Edition 1996.Asperula Pty Ltd, Melbourne. AD ART Dokter Spesialis Anestesiologi. WHO Guidelines on The Pharmacological Treatment of Persisting Pain in Children with Medical Illnesses. WHO 2012. Guidance on The Management of Pain in Older People. Oxford University Press 2013, Integrating Poverty and Gender into Health Programmes Module on Ageing. WHO, Western Pacific Region. Pijn Te Lijf. Praktische Medische Gids Over Pijn-Bestrijding. Uitgevers Maatschappij The Reader’s Digest. V.Amsterdam/Brussel. Keputusan Menteri Kesehatan RE nomor 812/Men.Kes/SK/VI/2007 tentang Kebijakan Perawatan Paliatif ‘The Epidemotogy of Chronic Pain in The Netherlands, M.Balix ¢.a.2011. Etik Penanganan Nyeri Kronik, Herlien H. Megawe. et al 2015. 19

You might also like