Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Gagal jantung kongestif/ Congestive Heart Failure (CHF) merupakan suatu keadaan
patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk
metabolisme jaringan. Risiko CHF meningkat pada orang lanjut usia karena penurunan fungsi
ventrikel akibat penuaan. Penyakit ini dapat menjadi kronik apabila disertai dengan komorbid,
seperti hipertensi, penyakit katup jantung, kardiomiopati, dan lain-lain.1
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan angka mortalitas dan
morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia. Di
Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda dibanding Eropa dan Amerika disertai
dengan tampilan klinis yang lebih berat.2
Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah terus meningkat dan akan
memberikan beban kesakitan, kecacatan dan beban sosial ekonomi bagi keluarga penderita,
masyarakat, dan negara. Prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia tahun 2013 berdasarkan
diagnosis dokter yaitu sebesar 0.13% atau diperkirakan sekitar 229.696 orang, sedangkan
3
berdasarkan diagnosis dokter/ gejala sebesar 0,3% atau diperkirakan sekitar 530.068 orang.
Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita.
Sekitar 3 juta penduduk di Amerika mengalami gagal jantung, dan prevalensinya meningkat
setiap tahunnya.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan fungsi otot
mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2) Aterosklerosis koroner
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya, yang secara
langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah
yang masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak
afterload.
6) Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya gagal
jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia
juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
7) Kardiomiopati 7
Merupakan penyakit pada otot jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner,
hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial.
Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik,
restriktif dan obliterasi.
Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal
pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya antara lain
miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan
poliarteritis nodosa. Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal
dominan) meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada
serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan
dengan obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif
ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk, tidak membesar dan
dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolik (relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.
2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan New York Heart Association (NYHA), berdasarkan kemampuan
seseorang dalam menjalankan aktivitas fungsionalnya dan klasifikasi oleh American College of
Cardiology (ACC) atau American Heart Association (AHA), berdasarkan perkembangan dan
progresifitas dari penyakit, sebagai berikut:2
2.1.4 Patofisiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan-keadaan yang
meningkatkan preload, afterload dan menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan
yang meningkatkan preload meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Afterload akan
meningkat pada stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun
pada infark miokard dan kardiomiopati.6
Sebagai respon terhadap gagal jantung, terjadi tiga mekanisme primer, berupa
peningkatan aktivitas adrenergik simpatis, meningkatnya preload akibat aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron (RAA) dan hipertrofi ventrikel.6
2.1.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya gagal
jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, serta derajat gangguan
penampilan jantung.
Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan : 6
1) Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.
2) Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites,
hepatomegali, dan edema perifer.
3) Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, delirium.
2.1.6 Diagnosis
Anamnesis 8
- Sesak nafas : mendadak, pada posisi tidur terlentang, terutama malam hari
- Rasa lelah dapat terjadi saat aktivitas maupun istirahat
- Batuk-batuk tidak produktif, terutama pada posisi baring.
- Progresivitas perburukan dalam hitungan hari.
Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
Pemeriksaan fisik8
- Pernafasan cepat, lebih dari 24x/menit
- Nadi cepat (takikardia) dan lemah (>80x/menit)
- Tekanan vena jugularis meningkat
- Ronkhi basah halus
- Gallop
- CRT > 2 detik
Pemeriksaan penunjang2,8
- EKG
Tabel 2.3 abnormalitas EKG yang umum ditemukan pada gagal jantung
- Rontgen thorax
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen thoraks dapat
mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau infeksi
paru yang menyebabkan atau memperberat sesak. Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada
gagal jantung akut dan kronik.
Tabel 2.4 abnormalitas foto thoraks yang umum ditemukan pada gagal jantung
Tabel 2.5 abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang sering dijumpai pada gagal jantung
- Echocardiografi
Diagnosis gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (HFPEF/ heart failure with
preserved ejection fraction)
Ekokardiografi beban
Ekokardiografi beban (dobutamin atau latihan) digunakan untuk mendeteksi
disfungsi ventrikel yang disebabkan oleh iskemia dan menilai viabilitas miokard
pada keadaan hipokinesis atau akinesis berat
Tabel 2.6 abnormalitas ekokardiografi yang sering dijumpai pada gagal jantung
Dalam menegakkan diagnosis gagal jantung, terdapat dua kriteria yang dipakai sebagai
panduan, yaitu kriteria Framingham dan Boston, sebagai berikut:
Tabel 2.7 kriteria Framingham dan Boston
Framingham9 Boston10
Kriteria Mayor : Kategori I : Riwayat
Diagnosis ditegakkan jika 2 kriteria mayor atau 1 Nilai 8-12 : pasti CHF
Nilai 5-7 : mungkin CHF
kriteria mayor + 2 kriteria minor Nilai <5 : bukan CHF
2.1.6 Tatalaksana
Tatalaksana non-farmakologi:2
bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat
memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung.
Tatalaksana farmakologis:2
Tabel 2.9 Dosis pemberian Penyekat beta pada pasien gagal jantung
ANTAGONIS ALDOSTERON
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus
dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi 35 % dan gagal jantung simtomatik
berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat.
Antagonis aldosteron mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan
meningkatkan kelangsungan hidup.
Tabel 2.10 Dosis pemberian Antagonis aldosteron pada pasien gagal jantung
Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk
memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat beta) lebih
diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 % dengan
irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap angkakelangsungan hidup (kelas
rekomendasi IIa, tingkatan bukti B).
Diuretik
Diuretik menyebabkan ginjal mengeluarkan kelebihan garam dan air dari aliran darah
sehingga mengurangi stroke volume. Diuretik juga dapat menurunkan JVP, kongesti pulmonal
dan edema perifer.
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala
kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk
mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu
harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau resistensi.
Tabel 2.12 Dosis pemberian diuretic pada pasien gagal jantung