You are on page 1of 8

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.

) IX (1): 17-25 ISSN: 0853-6384 17

Full Paper
PROTEIN Aeromonas hydrophila SEBAGAI VAKSIN UNTUK PENGENDALIAN
MAS (MOTILE AEROMONAS SEPTICEMIA) PADA
JAMBAL SIAM (Pangasius hypophthalamus)

PROTEIN OF Aeromonas hydrophila AS VACCINE TO CONTROL MAS (MOTILE


AEROMONAS SEPTICEMIA) IN CATFISH (Pangasius hypophthalamus)
*)) *) *) **)
Olga , Ririen Kartika Rini , Junius Akbar , Alim Isnansetyo
***)
dan Langkah Sembiring
Abstract

Objectives of this study were to find out the protein of Aeromonas hydrophila for vaccine,
and to evaluate the efficacy of the protein to control Motile Aeromonas Septicemia (MAS)
in catfish (Pangasius hypophthalamus). A. hydrophila was isolated from the kidney of
diseased catfish.The isolate was cultured, sonicated and sentrifuged into cell-free extract
and debris. The protein in the cell-free extract was precipitated with ammonium sulphate,
dialized, then fractionated by gel filtration column chromatography on Sephadex G150.
The concentration of protein were estimated by spectrophotometer at 280 nm. Fractions
obtained from the gel filtration with high concentration of protein were analized by sodium
dodocyl sulphate-polyachrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE). The protein bands
obtained from SDS-PAGE with molecular weight more than 10 kDa were tested for
immunogenicity to mice. Futhermore, the most immunogenic protein was used for fish
vaccination. The vaccinated and unvaccinated fishes were chalenged with A. hydrophila.
The results indicated that vaccination with the protein significantly increased (P<0.01) the
antibody titer either in mice or catfish. Relative Percent Survival of catfish vaccinated with
the protein at 5; 7.5; and 10 g/fish were 61.54%, 80.77% and 76.92%, respectively.The
optimum dose of vaccine was 8.33 g/fish with maximum RPS of 82.05%.

Key words: Aeromonas hydrophila, catfish, MAS, vaccine

Pengantar Pencegahan dini terhadap serangan A.


hydrophila perlu dikembangkan, salah
MAS (Motile Aeromonas Septicemia) satunya dengan vaksinasi. Vaksinasi
yang disebabkan Aeromonas hydrophila untuk mencegah penyakit mempunyai
merupakan penyakit ikan sistemik. Infeksi prospek yang baik, karena ti dak
terjadi apabi la inang m engal ami menimbulkan dampak negatif pada ikan,
immunosuppressed karena stres atau lingkungan dan konsumen. Ada beberapa
terinfeksi patogen lainnya dan penurunan hal yang perlu dipertimbangkan dalam
kualitas air (Stevenson, 1988). Bakteri ini pembuatan vaksin seperti antigen yang
menyerang semua jenis ikan air tawar heterogen, imunitas yang relatif rendah
pada semua fase kehidupan (Supriyadi dan cara aplikasinya di lapangan (Pasaribu
et al., 1998). et al., 1990). Selain itu, efektivitas
vaksinasi sangat tergantung pada jenis

*)
Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat, Jl A.Yani Km 36,5 Banjarbaru
**)
Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Jl. Flora Bulaksumur, Yogyakarta
***)
Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada, Jl Bulaksumur, Yogyakarta
)
Penulis untuk korespondensi: E-Mail : olgarahman@yahoo.co.id
Copyright2007, Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Rights Reserved
18 Olga et al., 2007

dan kualitas vaksin, cara vaksinasi dengan kepadatan 10 ekor/ember.


(Souter, 1984), kondisi ikan (Dorson, 1984)
dan lingkungan khususnya kualitas air Isolat A. hydrophila
(Ellis, 1988). Isolat bakteri yang digunakan untuk
pembuatan vaksin dan uji tantang adalah
Peneliti an penggunaan v aksi n A. bakteri A. hydrophila (strain AP-02) hasil
hydrophila telah banyak dilakukan, namun isolasi dari jambal siam sakit di
hasilnya bervariasi. Murtiningsih (2003) Banjarbaru, Kalimantan Selatan dan telah
melaporkan bahwa vaksin protein cell melalui uji Postulat Koch dan uji fenotifik.
free exctract (sitoplasmik) menghasilkan
rata-rata sintasan 66,7-100% dibanding- Pembuatan vaksin protein A. hydrophila
kan kontrol 12,5% pada lele dumbo. Kultur bakteri A. hydrophila pada media
Vaksin protein murni yang berasal dari TSA (Tryptone Soya Agar) (Merck) dipanen
protein cell free extract dengan berat dengan sentrifuse (Beckman, Model J-6B)
molekul 40,750; 53,521; dan 86,578 kDa pada kecepatan 3.000 rpm selama 20
yang diisolasi menggunakan metode menit dan dicuci 3 kali dengan PBS 0,01
elektroelusi juga telah dicobakan pada lele M pH 7,4. Pelet bakteri disuspensikan ke
dumbo. Hasil yang diperoleh bervariasi dalam 0,5-3 ml PBS 0,01 M pH 7,4,
dengan sintasan 42,22-75,56% dibanding kemudian sel A. hydrophila disonikasi
kontrol 2,22% pada lele dumbo (Olga et pada 159 Hz sebanyak 6 kali 30 detik pada
al., 2004). Selanjutnya, dilaporkan bahwa suhu 4oC. Homogenat yang diperoleh
vaksin whole cell (sel utuh) dosis 105 sel/ disentrifuse 12.000 rpm selama 15 menit
ml memberikan sintasan 63,33% dan dan supernatan diambil. Protein diendap-
dosis 106 sel/ml memberikan sintasan kan menggunakan 70% amonium sulfat,
76,67% pada jambal siam (Olga & Rini, selanjutnya didialisis dalam 0,01 M PBS
2006). pH 7,4. Fraksinasi dilakukan dengan
kolom kromatografi (gel filtration) dengan
Menurut Golub (1987) kebanyakan matriks Sephadex G150 dan Buffer Tris
imunogen berbentuk sebagai makro pH 8,0. Protein yang terelusi diukur
molekul protein yang terdiri dari sejumlah absorbansinya pada 280 nm. Selanjutnya
besar antigen determinan. Antigen fraksi yang menunjukkan absorbansi tinggi
determinan inilah yang menentukan dianalisis dengan SDS-PAGE dengan
spesifitas reaksi antigen-antibodi dan konsentrasi acrilamide 12%. Sebagai
sebagai penentu respon imun. Oleh bahan perbandingan, dianalisis juga
karena itu, perlu dikembangkan vaksin protein A. hydrophila yang ti dak
protein A. hydrophila, khususnya untuk difraksinasi dengan gel filtrasi. Protein
mengendalikan MAS pada jambal siam. marker yang digunakan adalah Mid-Ranger
Penelitian ini bertujuan mengetahui efikasi Protein MW Marker (Promega).
vaksin protein A. hydrophila untuk Selanjutnya konsentrasi protein dalam
menanggulangi MAS pada jambal siam tabung kolektor yang menunjukkan berat
(P. hypophthalamus). molekul > 10 kDa diukur dengan Protein
assay kit (Bio-rad) pada absorbansi 595
Bahan dan Metode nm. Protein A. hydrophila sebagai kandidat
vaksin disimpan pada suhu -20oC sebelum
Hewan Uji diujikan.
Hewan uji yang digunakan untuk uji
imunogenisitas vaksin adalah mencit
Imunogenisitas protein A. hydrophila pada
betina galur Balbc berusia 1,5 bulan.
mencit
Vaksinasi pada ikan jambal siam dengan
ukuran panjang baku 10-13 cm yang Protein diinjeksi pada mencit dengan
dipelihara dalam ember kapasitas 25 l dosis 20 g protein/ekor secara intraperi-

Copyright2007, Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Rights Reserved


Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) IX (1): 17-25 ISSN: 0853-6384 19

toneal. Masing-masing perlakuan cell free Uji tantang (Challenge Test)


extract, protein hasil fraksinasi dan kontrol Rancangan percobaan dengan
(PBS) diinjeksikan dengan 4 ulangan. menggunakan Completely Randomized
Booster dengan dosi s yang sama Design. Uji tantang dilakukan 2 minggu
dil akukan lim a hari berikutnya. setelah booster. Infeksi dilakukan secara
Selanjutnya, satu minggu setelah booster intramuskular berdasarkan hasil uji LD50,
dan satu minggu berikutnya dilakukan yaitu dengan konsentrasi suspensi bakteri
pengambilan darah dengan bleeding 3,5 x 106 cfu/ekor ikan (volume injeksi 0,1
melalui mata menggunakan tabung ml). Selanjutnya, ikan dipelihara selama
hematokrit. Antibodi diukur dengan dua minggu. Seminggu pertama, ikan yang
met ode agluti nasi. Prot ein yang telah diinf eksi tidak diberi makan,
menghasilkan titer antibodi tertinggi pada sedangkan minggu kedua diberi makan.
mencit dipilih untuk vaksinasi pada jambal
siam. Kualitas Air
Kualitas air yang diamati meliputi oksigen
Vaksinasi pada jambal siam terlarut (metode Winkler), CO 2 bebas
Vaksinasi dilakukan dengan injeksi pada (al kalim etri), Amm oniak (met ode
5; 7,5; dan 10 g protein/ekor ikan, spektrofotometri), pH dan suhu.
sedangkan kontrol diinjeksi dengan PBS.
Masing-masing perlakuan dengan 3 Analisis Data
ulangan. Satu minggu setelah vaksinasi, Data sintasan, Relative Percent Survival
ikan uji dibooster dengan cara yang sama (RPS) dan Rerata W aktu Kematian
dan dua minggu kemudian dilakukan uji (RWK) dianalisis dengan analisis sidik
tantang (challenge test) dengan A. ragam (ANOVA) dan uji lanjut dengan
hydrophila. Sampel darah diambil sebelum Duncan Multiple Range Test (DMRT).
v aksinasi, setiap satu minggu dan
sebelum uji tantang untuk pengukuran Hasil dan Pembahasan
titer antibodi.
Gel filtrasi menghasilkan 1 puncak (peak)
LD50 A. hydrophila pada jambal siam pada fraksi nomor 20-35. Kandungan
Penentuan LD50 A. hydrophila pada jambal protein total tertinggi terdapat pada fraksi
siam digunakan untuk menentukan nomor 22 (Gambar 1). Selanjutnya, protein
konsentrasi inokulum pada saat uji total pada fraksi nomor 20 dan 22 dipilih
tantang. Perhitungan LD50 dilakukan untuk dianalisis dengan SDS-PAGE
berdasarkan metode Reed-Muench (Gambar 2).
(Anderson, 1974). Jambal siam diinfeksi
A. hydrophila melalui injeksi secara Gambar 2 memperlihatkan bahwa pada
intramuskular dengan dosis 0,1 ml cell free extract terdapat 21 pita protein,
suspensi bakteri dengan kepadatan 3,5 x sedangkan pada protein fraksi nomor 20
104; 3,5 x 105 ; 3,5 x 106; 3,5 x 107; 3,5 x terdapat 6 pita protein dan fraksi nomor
108; 3,5 x 109; dan 3,5 x 1010 cfu/ml, 22 terdapat 11 pita protein. Setelah
sedangkan kontrol diinjeksi dengan pergerakan relatif (Rf) masing-masing
akuades steril (Jutono et al., 1980). Ikan protein dihitung, dengan bantuan kurva
yang telah diinjeksi dipelihara dalam baku protein standart dan nilai Rf
ember berkapasitas 20 liter dengan diperoleh persamaan y = -0,4007 Ln(x)
kepadatan 10 ekor/ember. Pengamatan + 4,1989. Perkiraan BM protein pada cell
dilakukan setiap hari untuk mengetahui free extract berkisar antara 18,012-
kematian ikan dan gejala penyakit pada 190,196 kDa. Selanjutnya, perkiraan BM
masing-masing ember selama 7 hari. protein hasil kromotografi dari fraksi nomor

Copyright2007, Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Rights Reserved


20 Olga et al., 2007

1.2

Absorbansi (280 nm)


1

0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 20 40 60 80 100
Nomor fraksi (1,5 ml/tabung)

Gambar 1. Fraksinasi protein cell free extract (A280nm) dengan kolom kromatografi
(gel filtration dengan matrik Sephadex G150).

205.000 kDa
116.000 kDa
97.000 kDa
84.000 kDa
66.000 kDa
55.000 kDa
45.000 kDa
36.000 kDa
29.000 kDa
24.000 kDa
20.000 kDa
14.200 kDa

1 2 3 4
Gambar 2. Profil protein cell free extract bakteri A. hydrophila. Lajur 1: Marker, lajur 2:
protein cell free extract (crude) tanpa purifikasi, lajur 3-4: protein cell free
extract hasil kolom kromatografi (gel filtration) pada fraksi nomor 20 dan 22.

20 berkisar 26,427-55,797 kDa dengan Perlakuan dosis vaksin protein 5; 7,5; dan
protein dominan pada BM 45 kDa, 10 g/ekor ikan menghasilkan titer antibodi
sedangkan perkiraan BM fraksi nomor 22 yang meningkat dengan tajam
berkisar 26,427-190,196 kDa dengan dibandingkan kontrol pada jambal siam.
protein dominan pada BM 45 kDa dan Akan tetapi, perlakuan dosis vaksin protein
55,797 kDa. 7,5 g/ekor ikan menghasilkan titer
antibodi yang lebih tinggi dibandingkan
Titer antibodi mencit pada sampling perlakuan dosis 5 dan 10 g/ekor ikan
pertama dan kedua menunjukkan bahwa (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa
vaksin yang berasal dari protein fraksi penggunaan protein A. hydrophila sebagai
nomor 22 memberikan titer antibodi yang vaksin dapat meningkatkan titer antibodi
tertinggi dibandingkan dengan perlakuan pada jambal siam.
vaksin yang lainnya maupun kontrol (Tabel
1). Oleh karena itu, protein dari fraksi Menurut Subowo (1993) prot ein
nomor 22 dipilih sebagai vaksin pada merupakan makromolekul yang imunogen
jambal siam.

Copyright2007, Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Rights Reserved


Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) IX (1): 17-25 ISSN: 0853-6384 21

Tabel 1. Rerata titer antibodi mencit setelah vaksinasi


Vaksinasi dengan Bleeding ke-
1 2
Cell free extract 1024 + 724,08 512 + 362,04
Protein dari fraksi no 20 1536 + 591,21 384 + 147,80
Protein dari fraksi no 22 1664 + 760,00 1280 + 512,00
Kontrol (tanpa vaksinasi) 2,5 + 1,00 2,5 + 1,00

Tabel 2. Rerata titer antibodi jambal siam


Dosis vaksin (g/ekor) Bleeding ke-
I II III
5 1,33 + 0,58a 170,67 + 73,90a 512,00 + 0,00b
7,5 1,00 + 0,00a 597,00 + 391,05a 1706,67 + 591,21a
10 1,33 + 0,58a 554,67 + 449,52a 1194,67 + 782,09ab
Kontrol 1,00 + 0,00a 1,33 + 0,58b 1,67 + 0,58c
Keterangan: Rerata pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf superscript yang sama tidak berbeda
nyata pada (P>0,05). I, Sebelum vaksinasi; II, sebelum booster; III, sebelum uji tantang.

yang dapat merangsang limfosit untuk Sintasan ikan yang divaksin lebih tinggi
menghasilkan antibodi. Protein dengan dibandingkan kontrol (P<0,05) (Tabel 3).
berat molekul lebih besar dari 10 kDa Hal ini menunjukkan bahwa vaksinasi
biasanya bersifat imunogenik. Walaupun mampu melindungi ikan dari serangan A.
demikian, Almendras (2001) menyatakan hydrophila. Selanjutnya, nilai rerata RPS
bahwa hanya daerah-daerah permukaan tertinggi terdapat pada perlakuan jambal
tertentu dari molekul itu (epitop) yang siam yang divaksin dengan dosis 7,5 g/
menentukan spesifisitas reaksi antigen- ekor. Berdasarkan hasil analisis sidik
antibodi dan juga sebagai penentu ragam menunjukkan bahwa nilai RPS
timbulnya respon imun. Di samping itu, antara perlakuan yang divaksin tidak
protein dengan berat molekul yang besar berbeda nyata.
diduga mempunyai jumlah epitop yang
banyak. Berdasarkan analisi s ort hogonal
polinomial (Gambar 3), maka dapat
Titer antibodi tertinggi dihasilkan oleh diketahui dosis vaksin protein optimum
jambal siam yang divaksin dengan dosis sebesar 8,33 g/ ekor ikan akan
7,5 g protein/ekor ikan. Menurut Bellanti memberikan nilai RPS maksimum
(1993) dosis vaksin dapat mengubah sebesar 82,05% pada jambal siam. Hasil
imunogenisitas dan ada dosis tertentu dari penelitian ini berbeda dengan hasil yang
suatu antigen yang dapat menimbulkan diperoleh Murtiningsih (2003) yang
respon antibodi maksimal. Hal ini sesuai menyatakan bahwa dosis optimun vaksin
dengan pendapat Nitimulyo & Triyanto protein cell free extract sebanyak 7,4 g/
(1990) yang menyatakan bahwa ekor yang mampu memberikan nilai RPS
peningkatan dosis vaksin tidak selalu maksimum sebanyak 81,18% pada lele
sebanding dengan kenaikan titer antibodi, dumbo. Perbedaan dosis optimal ini
karena pada pemberian dosis terlalu kemungkinan disebabkan oleh perbedaan
rendah atau terl alu tinggi dapat jenis ikan maupun jenis protein yang
mempengaruhi adanya induksi toleransi digunakan untuk vaksin.
imunogenik, yaitu terjadinya penekanan
respon antibodi karena ikan tidak mampu Rerata Waktu Kematian antara ikan yang
melangsungkan respon imun seluler dan divaksin dengan kontrol menunjukkan
humoral. beda nyata (P<0,05) karena ikan yang
divaksin.
Copyright2007, Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Rights Reserved
22 Olga et al., 2007

Tabel 3. Rerata sintasan, Relative Percent Survival (RPS) dan Rerata Waktu Kematian
(RWK) jambal siam setelah uji tantang
Dosis vaksin (g protein/ekor) Sintasan (%) RPS (%) RWK
5 66,67 + 5,77a 61,54 + 6,66a 2,19 + 0,17b
7,5 83,33 + 5,77a 80,77 + 6,66a 3,50 + 0,50a
10 80,00 + 10,00a 76,92 + 11,54a 3,28 + 0,25a
Kontrol 13,33 + 11,55b - 1,23 + 0,13c
Keterangan: Rerata pada kolom yang sama yang diikuti dengan huruf superscript yang sama tidak berbeda
nyata pada (P>0,05)

100
80
RPS (%)

60
40
20 y = -1.8464x 2 + 30.772x - 46.16
0
0 5 10 15

Dosis vaksin (ug/ekor)


Gambar 3. Hubungan antara dosis vaksin dengan Relatif Percent Survival (RPS)

mempunyai kekebalan spesifik (Tabel 3). dan sesudah penelitian tidak menunjukkan
Hal ini menunjukkan bahwa vaksinasi adanya variasi yang besar. Suhu udara
mampu menunda kematian jambal siam berkisar antara 27,5-32oC, suhu air 26
yang diinfeksi A. hydrophila. Hal ini sesuai 31oC, oksigen terlarut 4,5-7,6 ppm, CO2
dengan penelitian Spense et al. (1965 cit. 4,5-11,2 ppm, Amoniak 0,01-0,0241 ppm,
Nitimulyo et al., 1994) yang menjelaskan dan pH 6,8-7,3. Secara keseluruhan nilai
bahwa vaksinasi untuk mencegah bakteri kisaran kualitas air masih mendukung
A. salmonicida selain dapat menurunkan untuk kehidupan jambal siam. Dengan
tingkat kematian ikan, juga dapat demikian, kualitas air bukan merupakan
memperpanjang waktu kematian ikan yang faktor penyebab kematian jambal siam
divaksin. selama penelitian.

Rerata waktu kematian sebesar 3,50 hari Kesimpulan


pada perlakuan dosis vaksin protein A.
hydrophila sebanyak 7,5 g/ekor dan RWK Protein A. hydrophila (BM 26,427
sebesar 3,28 hari pada dosis sebanyak 190,196 kDa) yang difraksinasi dengan
10 g/ekor dalam penelit ian ini metode gel fitration dapat dijadikan vaksin.
menunjukkan bahwa vaksin protein yang Efektivitas vaksin tersebut dilihat dari
diberikan mampu m enunda waktu meningkatnya titer antibodi, sedangkan
kematian lebih lama dibandingkan dengan efikasinya dilihat dengan tingginya nilai
hasil penelitian Olga & Rini (2006) yang Relative Percent Survival (RPS) dan
menggunakan v aksi n sel utuh A. semakin panjangnya waktu kematian
hydrophila untuk jambal siam. Dalam jam bal siam yang diberi v aksin
penelitian tersebut dilaporkan bahwa dibandingkan kontrol. Berdasarkan
vaksin sel utuh dengan dosis 105 sel/ml hubungan antara dosis vaksin dengan RPS
dan 106 sel/ml mempunyai RWK masing- menunjukkan bahwa dosis optimal vaksin
masing sebesar 2,56 hari dan 2,72 hari. protein sebanyak 8,33 g/ekor mampu
memberikan nilai RPS maksimum
Parameter kualitas air sebelum, selama sebesar 82,05%.

Copyright2007, Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Rights Reserved


Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) IX (1): 17-25 ISSN: 0853-6384 23

Ucapan Terimakasih tinggi). Departemen Mikrobiologi


Fakultas Pertanian Universitas Gadjah
Hasil penelitian ini merupakan bagian hasil Mada. Yogyakarta. 181 p.
penelitian Hibah Pekerti yang dibiayai oleh
Murtiningsih. 2003. Penggunaan vaksin
Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan
protein sitoplasma bakteri A.
Tinggi, Direktorat Pendidikan Tinggi,
hydrophila pada lele dumbo (Clarias
Departemen Pendidikan Nasional.
gariepinus). Skripsi. Fakultas
Pertani an Jurusan Perikanan.
Daftar Pustaka
Universitas Gadjah Mada. 74 p.
Almendras, J.M.E. 2001. Immunity and Nitimulyo, K.H. dan Triyanto. 1990. Sistem
biological m ethods of disease pertahanan tubuh dan diagnosis
prevention and control. In: Health serologi penyakit ikan. Pelatihan
management in aquaculture. G.D.Lio- Karantina Ikan. Bogor 21 Mei-4
po, C.R. Lavilla, and E.R. Cruz- Agustus 1990: 52-59.
Lacierda (Eds.). Aquacult ure
Departem ent Southeast Asian Nitimulyo, K.H., Triyanto, dan Sri Hartati.
Fisheries Development Center, 1994. Penanggulangan penyakit Motil
Philippines: 111-136. Aeromonas Septicemia (MAS) pada
ikan lele (Clarias sp.). Lembaga
Anderson, D.P. 1974. Fish immunology. Penelitian UGM dan Balitbang
In: Disease of fishes. Volume 4. S.F. Pertanian. Yogyakarta. 45 p.
Snieszko and H.R. Axelrod (Eds.).
T.F.H. Publication. Inc Ltd. The British Nitimulyo, K. H., Triyanto, dan Sri Hartati.
Crown Colony of Hongkong. 239 p. 1997. Ef ikasi v aksin dan
kemangkusan tetrasiklin untuk
Bellanti, J.A. 1993. Immunobiology penanggulangan penyakit MAS pada
(Imunologi, diterjemahkan oleh A.S. pendederan lele dumbo (Clarias
Wahab). Gadjah Mada University gariepinus). Jurnal Perikanan UGM
Press. Fakultas Kedokteran UGM: (GMU Journal Fisheries Science). I(2)
203-209. : 25-30.

Dorson, M. 1984. Applied immunology of Olga, L. Sembiring, dan Triyanto. 2004.


fish. Symposium on Fish Vaccination. Pengendalian penyakit MAS (Motile
O.I.E.Fish Diseases Commission. Aeromonas Septicemia) pada lele
Paris: 39-74. dumbo (Clarias gariepinus) melalui
vaksinasi. Sains dan Sibernatika.
17(3): 467-476.
Ellis, A.E. 1988. Optimizing factors for fish
vaccination. In: Fish vaccination . A.E. Olga dan R.K. Rini. 2006. Penggunaan
Ellis (Ed.). Academic Press Ltd. vaksin whole cell untuk pengendalian
London: 32-46. penyakit MAS (Motile Aeromonas
Golub, E.S. 1987. Immunology a Septicaemia) pada ikan patin
synthesis. Sinauer Associates, Inc. (Pangasius hypopht halamus).
Sunderland-Massachusetts. 551 p. Agroscientiae. 13 (1): 48-54.

Jutono, J. Soedarsono, S. Hartadi, S. Pasaribu, F. H., N. Dalimunthe, dan M.


Kabirun S., D. Suhadi, dan Soesanto. Poeloengan. 1990. Pengobatan dan
1980. Pedoman prakti kum pencegahan penyakit ikan bercak
mikrobiologi umum (untuk perguruan merah. Prosiding Seminar Nasional II

Copyright2007, Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Rights Reserved


24 Olga et al., 2007

Penyakit Ikan dan Udang 16-18 Subowo. 1993. Imunobiologi. Penerbit


Januari. Badan Penelitian dan Angkasa.Bandung. 233 p.
Pengembangan Pertanian: 143-152.
Supriyadi, H. M., O. Komarudin, dan J.
Souter, B.W. 1984. Immunization with Slembrouk. 1998. Preliminary study of
vaccines. Departement of Fish an the source of Aeromonas hydrophila
Oceans. Winnipeg. Mannitoba: 111- infection on Pangasius hypophtalamus
117. larvae. In: The biological diversity and
aquaculture of Clariid and Pangasiid
Stevenson, R.M.W. 1988. Vaccination
catf ish in South-East Asia. M.
against Aeromonas hydrophila. In:
Legendre and A. Pariselle (Eds.).
Fish vaccination. A.E. Ellis (Ed.).
Proceedings of The Midterm
Academic Press Ltd. London: 112-
Workshop of the Catfish Asia Project:
121. 219-222.

Copyright2007, Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences) All Rights Reserved

You might also like