You are on page 1of 57

BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri kepala, dimana orang awam menyebutnya sebagai istilah sakit kepala, pening
kepala, dan lain-lainnya adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman yang
menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai dari kening ke arah atas dan belakang kepala serta
daerah wajah. Kini penanganan nyeri kepala sudah memiliki standardisasi dari IHS untuk
membedakan cluster headache, migrene, tension headache dan dengan nyeri kepala lainnya

Nyeri kepala termasuk keluhan neurologik dan dapat terjadi akibat berbagai macam
penyebab yang bersifat intrakranial maupun ekstrakranial, termasuk diantaranya kelainan
emosional, cedera kepala, migrene, demam, kelainan vaskular intrakranial, penyakit gigi, massa
intrakranial dan penyakit-penyakit pada mata, telinga atau hidung. Nyeri kepala juga bisa
dipengaruhi oleh gaya hidup, kondisi penyakit, jenis kelamin, umur, konsumsi obat-obatan
seperti histamine atau nitrogliserin sublingual dan faktor genetik. Secara global, persentase
populasi orang dewasa dengan gangguan nyeri kepala 46% , 11% Migren, 42% Tension Type
Headache dan 3% untuk Chronic daily headache.

Klasifikasi terbaru untuk nyeri kepala adalah IHS yang dipakai dalam ICD WHO ke-X
dan ada beberapa terminologi yang harus dibedakan seperti : pusing = vertigo, ringan kepala =
like headedness, pening = dizziness, rasa ingin pingsan = faintness dan sebagainya. Definisi
menurut International Assosiation for the Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman
sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau
yang digambarkan dengan kerusakan jaringan.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Nyeri Kepala

Nyeri kepala, dimana pada orang awam disebut sebagai istilah sakit kepala, pening
kepala, dan lain-lainnya adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada seluruh daerah
kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke daerah belakang kepala (area okspital dan
sebagian daerah tengkuk.

Epidemiologi Nyeri Kepala

Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasis rumah sakit pada 5 rumah sakit di
Indonesia, didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala sebagai berikut : Migren tanpa aura
10%, Migren dengan aura 1,8%, Episodik Tension type Headache 31%, Chronic Tension type
Headache (CTTH) 24%, Cluster Headache 0.5%, Mixed Headache 14%.

Penelitian berbasis populasi menggunakan kriteria Internasional Headache Society untuk


Migraine dan Tension Type Headache (TTH), juga penelitian Headache in General dimana
Chronic Daily Headache juga disertakan. Secara global, persentase populasi orang dewasa
dengan gangguan nyeri kepala 46% , 11% Migren, 42% Tension Type Headache dan 3% untuk
Chronic daily headache.

Etiologi Nyeri Kepala

Nyeri kepala dapat ditimbulkan oleh karena:

a. Inflamasi pada struktur bangunan peka nyeri intakranial maupun ekstrakranial. Struktur
bangunan peka nyeri di kepala :
Struktur intrakranial meliputi :
1. Sinus kranialis dan vena aferen (sinus venosus dan vena-vena yang mensuplai
sinus-sinus tersebut)
2. Arteri dari duramater (arteri meningea media)

2
3. Arteri di basis kranii yang membentuk sirkulus Willisi dan cabang-cabang
besarnya
4. Sebagian duramater yang berdekatan dengan pembuluh darah terutama yang
terletak di basis fossa kranii anterior dan posterior serta meningen
Struktur ekstrakranial meliputi :
1. Kulit, scalp, otot, tendon, dan fascia daerah kepala dan leher
2. Mukosa sinus paranasalis dan cavum nasi
3. Gigi geligi
4. Telinga luar dan tengah
5. Arteri ekstrakranial
Saraf
1. N. Trigeminus, N. Fascialis, N. Glossofaringeus, N. Vagus
2. Saraf spinal servikal 1,2,3
b. Inflamasi neurogenik steril selanjutnya akan mengakibatkan proses vasodilatasi dan
ekstravasasi plasma protein yang mengikuti pelepasan peptide vasoaktif CGRP, substansi
P, dan neurokinin/ NKA dari nerve ending.
c. Aktivasi mekanoreseptor pada ujung terminal saraf neuron vaskuler untuk melepaskan L-
glutamat dan aktivasi termoreseptor.
d. Distensi atau dilatasi pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial.
e. Traksi pada arteri sirkulus Wilisii, sinus venosus, dan vena-vena yang mensuplai sinus
tersebut, dan arteri meningea media.
f. Pergeseran bangunan peka nyeri karena suatu desakan (massa, kista, oedema perifokal,
dan sebagainya).
g. Peningkatan TIK yang terjadi melalui dua mekanisme dasar yaitu bertambahnya volume
otak dan adanya obstruksi CSS dan sistem vena.
h. Kontraksi kronik otot-otot kepala dan leher.
i. Tekanan langsung pada saraf-saraf yang mengandung serabut-serabut untuk rasa nyeri di
daerah kepala.

Semua penyebab nyeri kepala ini menyebabkan terjadinya sensitisasi sentral di nosiseptor
meningeal dan neuron ganglion trigeminale, sehingga muncul persepsi nyeri kepala.

3
Patofisiologi Nyeri Kepala

Inflamasi pada struktur bangunan peka nyeri intrakranial maupun ekstrakranial, ditandai
dengan pelepasan kaskade zat substansi dari berbagai neuron di sekitar daerah injury, dimana
makrofag melepaskan sitokin yaitu interleukin IL-1, IL-6, tumor necrosis factor/ TNF-, dan
nerve growth factor/ NGF, neuron yang rusak melepaskan adenosin trifosfat/ ATP dan proton,
sel mast melepaskan histamine, prostaglandin, serotonin, dan asam arakidonat yang memiliki
kemampuan melakukan sensitisasi terminal neuron. Terjadi pula proses upregulasi beberapa
reseptor yaitu VR-1, sensory specific sodium/ SNS-1, SNS-2, dan peptide yaitu calcitonine gene
reland protein/ CGRP dan substansi P.

Nyeri akibat inflamasi disebabkan oleh sensitisasi sentral dan peningkatan input noxious
perifer. Sebagai penambah pencetus sensitisasi dari aferen primer, proses inflamasi
menghasilkan sinyal kimiawi yang memasuki darah dan menembus susunan saraf pusat untuk
menghasilkan IL-1a dan ekspresi cyclooxigenase/ COX di susunan saraf pusat. Aktivitas COX
merangsang produksi prostaglandin (PGE2) di daerah injury dan setelah diinduksi di susunan
saraf pusat. Hal ini berkontribusi terhadap perkembangan nyeri inflamasi.

4
Pemberian rangsang pada struktur peka nyeri yang terletak di tentorium serebelli maupun
di atasnya, akan timbul rasa nyeri menjalar pada daerah di depan batas garis vertikal yang ditarik
dari kedua telinga kiri dan kanan melewati puncak kepala (frontotemporal dan parietal anterior).
Rasa nyeri ini ditransmisi oleh nervus trigeminus. Sedangkan rangsangan terhadap struktur peka
nyeri di bawah tentorium serebelli, yaitu pada fossa kranii posterior, radiks servikalis bagian atas
dengan cabang-cabang saraf perifernya akan menimbulkan nyeri di daerah belakang garis
tersebut di atas (oksipital, sub oksipital, servikal bagian atas). Nyeri ini ditransmisi oleh nervus
IX, X, dan saraf spinal C1, C2, C3. Kadang-kadang radiks servikalis bagian atas dapat
menjalarkan nyeri ke frontal dan mata ipsilateral melalui refleks Trigeminoservikal. Refleks ini
dapat dibuktikan dengan cara pemberian stimulasi pada nervus supraorbital dan direkam dengan
pemasangan electrode pada otot sternokleidomastoideus. Input eksteroseptif dan nosiseptif
refleks Trigeminoservikal ditransmisikan melalui rute polisinaptik, termasuk nucleus spinal
trigeminal lalu mencapai motorneuron servikal. Hal ini menunjukkan adanya hubungan erat
antara inti-inti trigeminus dengan radiks dorsalis segmen servikal atas sehingga menunjukkan
bahwa nyeri di daerah leher dapat dirasakan atau diteruskan ke arah kepala atau sebaliknya.
Refleks ini juga menunjukkan adanya keterlibatan batang otak yaitu dengan munculnya rasa
nyeri kepala, nausea, dan muntah.

Diagnosis Nyeri Kepala

Diagnosis nyeri kepala ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik neurologis,


dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis yang dimaksud berupa :

a. Anamnesis khusus atau spesifik, meliputi :


- Lamanya menderita sakit. Bersifat akut, sub akut, atau kronis.
Nyeri kepala berat timbul mendadak untuk pertama kalinya, disertai gangguan
kesadaran atau defisit neurologis lainnya maka akan memberi kecurigaan adanya
perdarahan subarachnoid atau meningitis. Nyeri kepala sudah berlangsung lama,
maka akan memberi kecurigaan adanya nyeri vaskuler, nyeri kepala tipe tegang, atau
karena tumor otak.
- Frekuensi nyeri kepala. Untuk nyeri kepala yang berulang : nyeri kepala tipe cluster,
migren, neuralgia trigeminus, dan nyeri kepala tipe tegang.

5
- Lamanya serangan nyeri kepala. Berapa jam sampai dengan berapa hari saat terjadi
serangan nyeri kepala.
- Lokasi nyeri kepala. Bilateral atau unilateral. Nyeri kepala muncul unilateral, maka
memberi kecurigaan adanya migren (pada 2/3 kasus), nyeri kepala cluster, neuralgia
trigeminal, nyeri kepala karena gangguan lokal di mata atau sinus paranasal, maupun
pada neoplasma intrakranial pada salah satu hemisfer serebral. Nyeri kepala muncul
bilateral, maka memberi kecurigaan adanya migren (pada 1/3 kasus), hidrosefalus
karena neoplasma intrakranial, atau nyeri kepala tipe tegang.
- Kualitas nyeri. Nyeri kepala berdenyut menunjukkan nyeri kepala vaskuler misalnya
pada migren, hipertensi, atau pada demam. Nyeri kepala konstan terdapat pada nyeri
kepala tipe tegang. Nyeri kepala seperti ditusuk-tusuk adalah pada neuralgia
trigeminal.
- Intensitas nyeri kepala. Nyeri kepala diukur derajat ringan, sedang, beratnya nyeri.
- Saat timbulnya nyeri kepala. Nyeri kepala cluster dapat timbul siang atau malam hari,
dan sering membangunkan pasien pada 1-2 jam setelah tidur. Migren timbul saat
bangun pagi atau membangunkan pasien pada dini hari.
- Gejala yang mendahului. Pada migren klasik, terdapat gejala prodromal berupa
gangguan visus, gangguan lapang pandang, skotoma, atau gangguan neurologis
lainnya seperti parestesi.
- Faktor pencetus. Area wajah yang diusap atau disentuh, berbicara, mengunyah,
menelan, tiupan angin dapat cetuskan nyeri neuralgia trigeminal. Nyeri kepala tipe
tegang dan migren dicetuskan oleh cahaya yang menyilaukan, suara keras, makanan
tertentu seperti coklat, keju, dan jeruk.
- Gejala yang menyertai. Migren sering disertai anoreksia, muntah, fotofobia. Nyeri
kepala cluster disertai gangguan vegetatif ipsilateral seperti keluar air mata, lendir
dari hidung, dan hidung tersumbat.
- Faktor yang memperberat. Nyeri kepala vaskuler apapun sebabnya akan makin berat
dengan goncangan, gerakan kepala mendadak, batuk, bersin, maupun mengejan.
- Faktor yang memperingan. Pasien migren cenderung mematikan lampu dan berada di
ruang yang tenang. Pasien nyeri kepala cluster justru gelisah dengan berjalan
berkeliling ruangan.

6
b. Anamnesis umum, meliputi:
- Kesehatan umum pasien, yaitu tingkat kesadaran pasien, status gizi
- Tinjauan sistemik, yaitu adakah kelainan di setiap sistem tubuh yang dapat
menyebabkan nyeri keluhan kepala misalnya dari bidang mata, gigi, telinga, hidung,
maupun tenggorok.
- Riwayat penyakit dahulu, yaitu riwayat trauma kepala, riwayat muntah dan mabuk
perjalanan yang mendasari migren.
- Riwayat keluarga, yaitu pada migren dan nyeri kepala tipe tegang biasanya
didapatkan juga pada keluarga pasien.
- Latar belakang pasien berupa :
o Pekerjaan yaitu adalah kontak dengan zat-zat kimia toksik yang dapat
menyebabkan nyeri kepala
o Masalah pribadi atau keluarga yang menjadi stressor bagi pasien
o Kebiasaan pasien yaitu adalah pasien tidak tahan terhadap makanan tertentu
yang dapat menyebabkan nyeri kepala
o Emosi yaitu adakah keadaan depresi pada pasien dan keadaan apa yang
mendasari depresi tersebut
c. Pemeriksaan fisik neurologis dalam menegakkan diagnosis nyeri kepala meliputi :
- Pemeriksaan mata yaitu ukuran pupil, bentuknya, dan reaksinya terhadap cahaya,
pemeriksaan visus dan lapang pandang penglihatan, serta pemeriksaan gerakan bola
mata
- Pemeriksaan funduskopi untuk menetukan oedema pada papil nervus optikus atau
atrofi papil nervus optikus et cause papil odema tahap lanjut
- Pemeriksaan saraf kranialis yang lain
- Pemeriksaan motorik yaitu gerak, kekuatan, tonus, trofi, refleks fisiologis, refleks
patologis, klonus
- Pemeriksaan sensibilitas

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah :


- Specimen darah bila ada indikasi kecurigaan ke arah penyakit sistemik sebagai
penyebab nyeri kepala

7
- Spesimen CSS bila ada indikasi kecurigaan perdarahan subarachnoid atau infeksi
susunan saraf pusat
- Electroencephalography (EEG) dengan indikasi berupa :
o Adanya kecurigaan neoplasma intrakranial
o Adanya nyeri kepala pada satu sisi yang menetap disertai kelainan visual,
motorik, atau sensibilitas atau sensibilitas sisi kontralateral
o Adanya defek lapang pandang, defisit motorik atau sensibilitas yang menetap
o Adanya serangan migren disertai sinkop
o Adanya perubahan intensitas, lamanya, dan sifat nyeri kepala
- Pemeriksaan radiologik berupa :
o Rontgen polos kepala dengan indikasi bila nyeri kepala tidak termasuk nyeri
kepala seperti pada neoplasma intrakranial, hidrosefalus, perdarahan
intrakranial
o Rontgen vertebrae servikal dengan indikasi bila ada nyeri oksipital atau sub
oskipital yang bukan disebabkan oleh nyeri kepala tipe tegang
o Arteriografi dengan indikasi bila ada kecurigaan aneurisma, angioma, atau
perdarahan pada proses desak ruang
o CT-scan kepala atau MRI dengan indikasi bila ada kecurigaan gangguan
structural otak seperti neoplasma, perdarahan intrakranial, dan lain-lain

Klasifikasi Nyeri Kepala

International Headache Society (IHS) mengklasifikasikan nyeri kepala menjadi:

1. Nyeri kepala primer yang meliputi :

Migraine
Tension-Type Headache (TTH)
Cluster Headache and Other Trigeminal Autonomic Cephalalgias
Other primary headaches
2. Nyeri kepala sekunder yang meliputi :

Nyeri kepala dikaitkan dengan trauma pada kepala dan atau leher
Nyeri kepala dikaitkan dengan gangguan vaskularisasi kranial atau servikal
8
Nyeri kepala dikaitkan dengan gangguan non-vaskular intrakranial
Nyeri kepala dikaitkan dengan substansi atau withdrawal
Nyeri kepala dikaitkan dengan infeksi
Nyeri kepala dikaitkan dengan gangguan homoeostasis
Nyeri kepala atau nyeri wajah dikaitkan dengan gangguan pada kranium, leher, mata,
telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur wajah atau servikal lainnya
Nyeri kepala dikaitkan dengan gangguan psikiatri

Namun, pada referat ini, kami hanya akan membahas mengenai nyeri kepala primer.

9
10
11
MIGRAIN

Nyeri Kepala Migren

Definisi

Migren adalah serangan nyeri kepala berulang, dengan karakteristik lokasi unilateral,
berdenyut dan frekuensi, lama serta hebatnya rasa nyeri yang beraneka ragam. Blau
mengusulkan definisi migren yaitu nyeri kepala yang berulang-ulang dan berlangsung 2-72 jam
dan bebas nyeri antara serangan nyeri kepalanya harus berhubungan dengan gangguan visual
atau gastrointestinal atau keduanya.

Epidemiologi

1. Migren dapat terjadi pada anak-anak sampai orang dewasa, biasanya jarang terjadi setelah
berumur lebih dari 50 tahun. Angka kejadian migren dalam kepustakaan berbeda-beda pada

setiap negara, umumnya berkisar antara 5 6 % dari populasi. Di Indonesia belum ada data

secara kongkret. Pada wanita migren lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan skala
2:1. Wanita hamil tidak luput dari serangan migren, pada umumnya serangan muncul pada
kehamilan trimester I

12
Klasifikasi

Klasifikasi migren menurut International Headache Society (IHS):

1. Migren tanpa aura (common migraine)


Nyeri kepala selama 4-72 jam tanpa terapi. Sekurang-kurangnya 10 kali serangan. Pada
anak-anak kurang dari 15 tahun, nyeri kepala dapat berlangsung 2-48 jam.
a. Nyeri kepala minimal mempunyai dua karakteristik berikut ini:
o Lokasi unilateral
o Kualitas berdenyut
o Intensitas sedang sampai berat yang menghambat aktivitas sehari-hari.
o Diperberat dengan naik tangga atau aktivitas fisik rutin.
b. Selama nyeri kepala, minimal satu dari gejala berikut muncul:
Mual dan atau muntah
Fotofobia dan fonofobia
c. Minimal terdapat satu dari berikut:
Riwayat dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada kelainan lain.
Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah
disingkirkan dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (mis: MRI atau CT
Scan kepala)
2. Migren dengan aura (classic migraine)
Terdiri dari empat fase yaitu: fase prodromal, fase aura, fase nyeri kepala dan fase
postdromal. Terdapat minimal 3 dari 4 karakteristik sebagai berikut :
a. Satu gejala aura atau lebih mengindikasikan disfungsi CNS fokal (misal: vertigo,
tinitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada hemifield kedua mata,
disartria, diplopia, parestesia, paresis, penurunan kesadaran)
b. Gejala aura timbul bertahap selama lebih dari 4 menit atau dua atau lebih gejala
aura terjadi bersama-sama
c. Tidak ada gejala aura yang berlangsung lebih dari 60 menit; bila lebih dari satu
gejala aura terjadi, durasinya lebih lama
d. Nyeri kepala mengikuti gejala aura dengan interval bebas nyeri kurang dari 60
menit, tetapi kadang-kadang dapat terjadi sebelum aura.
13
Sekurang-kurangnya terdapat satu dari yang tersebut dibawah ini :
a. Riwayat dan pemeriksaan fisik tidak mengarah pada kelainan lain.
b. Riwayat dan pemeriksaan fisik mengarah pada kelainan lain, tapi telah disingkirkan
dengan pemeriksaan penunjang yang memadai (mis: MRI atau CT Scan kepala)
3. Migraine with prolonged aura
Memenuhi kriteria migren dengan aura tetapi aura terjadi selama lebih dari 60 menit dan
kurang dari 7 hari.
4. Basilar migraine (menggantikan basilar artery migraine)
Memenuhi kriteria migren dengan aura dengan dua atau lebih gejala aura sebagai berikut:
vertigo, tinnitus, penurunan pendengaran, ataksia, gejala visual pada hemifield kedua
mata, disartria, diplopia, parestesia bilateral, paresis bilateral dan penurunan derajat
kesadaran.
5. Migraine aura without headache (menggantikan migraine equivalent atau achepalic
migraine)
Memenuhi kriteria migren dengan aura tetepi tanpa disertai nyeri kepala.
6. Benign paroxysmal vertigo of childhood
Episode disekuilibrium, cemas, seringkali nystagmus atau muntah yang timbul secara
sporadis dalam waktu singkat.
- Pemeriksaan neurologis normal.
- Pemeriksaan EEG normal
7. Migrenous infraction (menggantikan complicated migraine)
Telah memenuhi kriteria migren dengan aura. Serangan yang terjadi sama persis dengan
serangan yang sebelumnya, akan tetapi defisit neurologis tidak sembuh sempurna dalam
7 hari dan atau pada pemeriksaan neuroimaging didapatkan infark iskemik di daerah yang
sesuai. Penyebab infark yang lain disingkirkan dengan pemeriksaan yang memadai.
8. Migren oftalmoplegik
Migren yang dicirikan oleh serangan berulang-ulang yang berhubungan dengan paresis
- Tidak ada kelainan organik.
- Paresis pada saraf otak ke III, IV, VI

14
9. Migren hemiplegic familial
Migren dengan aura termasuk hemiparesis dengan criteria klinik yang sama seperti
migren aura dan sekurang-kurangnya seorang keluarga terdekat memiliki riwayat migren
yang sama.
10. Migren retinal
Terjadi berulang kali dalam bentuk buta tidak lebih dari 1 jam. Gangguan okuler dan
vaskuler tidak dijumpai.
11. Migren yang berhubungan dengan intrakranial
Ciri-ciri:
- Gangguan intrakranial berhubungan dengan awitan secara temporal.
- Aura dan lokasi nyeri kepala berhubungan erat dengan jenis lesi intrakranial.
Aura ialah gejala fokal neurologi yang komplek dan dapat timbul sebelum, pada saat
atau setelah serangan nyeri kepala.

Teori Penyebab

a) Teori Serotonin

Meskipun kebanyakan sakit kepala belum sepenuhnya dimengerti, beberapa peneliti


menganggap migren dapat disebabkan oleh perubahan fungsional pada saraf sistem saraf
trigeminal, suatu jalur nyeri utama pada sistem saraf, dan oleh ketidakseimbangan
neurotransmitter di otak termasuk serotonin yang mengatur rangsangan nyeri melalui
jalur ini. Selama terjadinya serangan, terjadi penurunan tingkat serotonin. Para peneliti
percaya bahwa ini menyebabkan saraf trigeminal melepaskan suatu senyawa yang disebut
neuropeptida, yang akan berjalan menuju selubung otak luar. Substansi ini selanjutnya
menyebabkan dilatasi dan inflamasi pembuluh darah, sehingga menyebabkan nyeri
kepala migren.[11]

b) Teori Vaskular

Selama bertahun-tahun nyeri kepala saat serangan migraine headache, dianggap suatu
hiperemia reaktif, sebagai respon dari vasokonstriksi yang di perantarai oleh iskemik

15
selama terjadinya aura. Hal ini menjelaskan sakit kepala yang berdenyut, lokasi yang
berbeda-beda, dan berkurangnya nyeri dengan penggunaan ergot, namun demikian teori
ini tidak mampu menjelaskan tentang keberhasilan obat-obatan yang digunakan untuk
mengobati migren yang tidak berefek ke pembuluh darah, dan fakta bahwa tidak semua
pasien memiliki aura.[12]

c) Depresi Penyebaran Kortikal

Penyebaran dari hipoperfusi berkembang dengan kecepatan yang sama dengan depresi
penyebaran kortikal dan aura migren. Ini menunjukkan tidak hanya depresi penyebaran
kortikal dengan gangguan yang menyebabkan manifestasi klinis dari aura migren namun
juga bahwa penyebaran ini tidak menunjukkan gejala (migren tanpa aura). Mungkin
terdapat ambang batas tertentu yang diperlukan untuk memproduksi gejala pada pasien
dengan aura namun tidak terdapat pada mereka yang tidak memiliki aura. Depresi
penyebaran kortikal dengan atau tanpa terdapat gejala klinis (aura) mungkin adalah kunci
pemicu terjadinya sakit kepala ataupun migren. Depresi penyebaran kortikal telah
didalilkan merangsang secara langsung pembuluh afferen dari trigeminovaskular dengan
meningkatkan pelepasan senyawa nosiseptif dari neokorteks ke ruang interstitial yang
menyebabkan pelepasan secara langsung rangsangan nosiseptif.[12]

d) Pusat Migren

Suatu pusat migren pada batang otak telah diajukan berdasarkan temuan pada PET dari
meningkatkan persisten rCBF dari batang otak (periaquaduktus grisea, formasi retikular
otak tengah, lokus serulous) bahkan setelah sumatriptan memproduksi perbaikan pada
sakit kepala dan gejala-gejala yang terkait pada sembilan pasien yang telah mengalami
serangan spontan dari migrene tanpa aura. Peningkatan rCBF ini tidak ditemukan di luar
serangan, menyatakan bahwa pengaktivasiannya tidak disebabkan oleh nyeri atau
peningkatan aktivitas sistem anti nosiseptif endogen. Sumatriptan tersebut membalikkan
peningkatan rCBF pada korteks serebri namun tidak pada pusat batang otak menunjukkan
disfungsi pada regulasi yang terlibat dengan pengaturan anti nosiseptif dan vaskular di

16
pusat-pusat tersebut. Pemrosesan nyeri pada thalamus diketahui dimulai dari serabut-
serabut serotogenik asenden dari nukleus raphe dorsalis dan dari nukleus aminergik pada

fontin tegmentum sebagai lokus seroleus yang akhirnya dapat merubah aliran darah otak
dan permeabilitas sawar darah otak. Mungkin ketika kontrol-kontrol modulasi ini
mengalami disfungsi, terjadilah proses migren.[12]

Faktor Pencetus

Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti faktor penyebab migren, di duga sebagai
gangguan neurobiologis, perubahan sensitivitas sistem saraf dan avikasi sistem trigeminal-
vaskular, sehingga migren termasuk dalam nyeri kepala primer. Diketahui ada beberapa faktor
pencetus timbulnya serangan migren yaitu:[1,12]

a) Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/ perubahan hormonal.
Beberapa wanita yang menderita migren merasakan frekuensi serangan akan meningkat
saat masa menstruasi. Bahkan ada diantaranya yang hanya merasakan serangan migren
pada saat menstruasi. Istilah menstrual migraine sering digunakan untuk menyebut
migren yang terjadi pada wanita saat dua hari sebelum menstruasi dan sehari setelahnya.
Penurunan kadar estrogen dalam darah menjadi biang keladi terjadinya migren.
b) Kafein terkandung dalam banyak produk makanan seperti minuman ringan, teh, cokelat,
dan kopi. Kafein dalam jumlah sedikit akan meningkatkan kewaspadaan dan tenaga,

17
namun bila diminum dalam dosis yang tinggi akan menyebabkan gangguan tidur, lekas
marah, cemas dan sakit kepala
c) Puasa dapat mencetuskan terjadinya migren oleh karena saat puasa terjadi pelepasan
hormon yang berhubungan dengan stress dan penurunan kadar gula darah. Hal ini
menyebabkan penderita migren tidak dianjurkan untuk berpuasa dalam jangka waktu
yang lama.
d) Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buah-buahan. Cokelat dilaporkan
sebagai salah satu penyebab terjadinya migren, namun hal ini dibantah oleh beberapa
studi lainnya yang mengatakan tidak ada hubungan antara cokelat dan sakit kepala
migren. Anggur merah dipercaya sebagai pencetus terjadinya migren, namun belum ada
cukup bukti yang mengatakan bahwa anggur putih juga bisa menyebabkan migren.
Tiramin (bahan kimia yang terdapat dalam keju, anggur, bir, sosis, dan acar) dapat
mencetuskan terjadinya migren, tetapi tidak terdapat bukti jika mengkonsumsi tiramin
dalam jumlah kecil akan menurunkan frekuensi serangan migren. Penyedap masakan atau
MSG dilaporkan dapat menyebabkan sakit kepala, kemerahan pada wajah, berkeringat
dan berdebar debar jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar pada saat perut kosong.
Fenomena ini biasa disebut Chinese restaurant syndrome. Aspartam atau pemanis buatan
yang banyak dijumpai pada minuman diet dan makanan ringan, dapat menjadi pencetus
migren bila dimakan dalam jumlah besar dan jangka waktu yang lama.
e) Cahaya yang terlalu terang dan intensitas perangsangan visual yang terlalu tinggi akan
menyebabkan sakit kepala pada manusia normal. Mekanisme ini juga berlaku untuk
penderita migren yang memiliki kepekaan cahaya yang lebih tinggi daripada manusia
normal. Sinar matahari, televisi dan lampu disko dilaporkan sebagai sumber cahaya yang
menjadi faktor pencetus migren. Psikis baik pada peristiwa duka ataupun pada peristiwa
bahagia (stres).
f) Banyak tidur atau kurang tidur. Gangguan mekanisme tidur seperti tidur terlalu lama,
kurang tidur, sering terjaga tengah malam, sangat erat hubungannya dengan migren dan
sakit kepala tegang, sehingga perbaikan dari mekanisme tidur ini akan sangat membantu
untuk mengurangi frekuensi timbulnya migren. Tidur yang baik juga dilaporkan dapat
memperpendek durasi serangan migren.
g) Faktor herediter

18
h) Faktor kepribadian

Gejala dan Tanda


1. Jenis nyeri kepala berdenyut-denyut adalah khas untuk menunjukan nyeri kepala
vaskuler, selain itu terasa tertusuk-tusuk atau kepala mau pecah.
2. Migren merupakan nyeri kepala episodik berlangsung selama 5 20 jam tetapi
tidak lebih dari 72 jam.
3. Puncak nyeri 1-2 jam setelah awitan dan berlangsung 6 36 jam.
4. Waktu terjadinya migren dapat muncul sewaktu-waktu baik siang maupun malam,
tetapi sering kali mulai pada pagi hari.
5. Lokasi migren sering bersifat unilateral (satu sisi) biasanya pada daerah frontal,
temporal, namun suatu saat dapat menyeluruh.
6. Nyeri berdenyut dari migren sering ditutupi oleh perasaan nyeri yang bersifat
terus menerus.
7. Gejala yang menyertai migren adalah
- Mual, muntah, dan anoreksia.
- Gejala visual baik yang positif dan negatif.
- Gejala hemiferik:
1. Hemiparesis
2. Parestesia
3. Gangguan berbahasa.
4. Gangguan batang otak:
1. Vertigo
2. Disartria
3. Ataksia
4. Diplopia
5. Kuandriparesis
8. Aktivitas bekerja memperberat terjadinya migren.
9. Migren mereda apabila dipakai untuk istirahat, menghindari cahaya dan tidur.

19
Migren merupakan suatu penyakit kronis, bukan sekedar sakit kepala. Secara umum terdapat
4 fase gejala, meskipun tak semua penderita migren mengalami keempat fase ini. Keempat
fase tersebut adalah : fase prodromal, aura, serangan, dan postdromal.

Fase Migren

Secara umum terdapat 4 fase gejala, meskipun tak semua penderita migren mengalami
keempat fase ini.

1. Fase prodromal

Fase ini terdiri dari kumpulan gejala samar / tidak jelas, yang dapat mendahului serangan
migren. Fase ini dapat berlangsung selama beberapa jam, bahkan dapat 1-2 hari sebelum
serangan. Gejalanya antara lain:

a. Psikologis : depresi, hiperaktivitas, euforia (rasa gembira yang berlebihan),


banyak bicara (talkativeness), sensitif / iritabel, gelisah, rasa mengantuk atau
malas.
b. Neurologis : sensitif terhadap cahaya dan/atau bunyi (fotofobia & fonofobia), sulit
berkonsentrasi, menguap berlebihan, sensitif terhadap bau (hiperosmia)
c. Umum : kaku leher, mual, diare atau konstipasi, mengidam atau nafsu makan
meningkat, merasa dingin, haus, merasa lamban, sering buang air kecil.

2. Aura

Umumnya gejala aura dirasakan mendahului serangan migren. Secara visual, aura
dinyatakan dalam bentuk positif atau negatif. Penderita migren dapat mengalami kedua
jenis aura secara bersamaan. Aura positif tampak seperti cahaya berkilauan, seperti suatu
bentuk berpendar yang menutupi tepi lapangan pengelihatan. Fenomena ini disebut juga
sebagai scintillating scotoma (scotoma = defek lapang pandang). Skotoma ini dapat
membesar dan akhirnya menutupi seluruh lapang pandang. Aura positif dapat pula
berbentuk seperti garis-garis zig-zag, atau bintang-bintang.
Aura negatif tampak seperti lubang gelap/ hitam atau bintik-bintik hitam yang menutupi

20
lapangan pengelihatannya. Dapat pula berbentuk seperti tunnel vision; dimana lapang
pandang daerah kedua sisi menjadi gelap atau tertutup, sehingga lapang pandang terfokus
hanya pada bagian tengah (seolah-seolah melihat melalui lorong).
Beberapa gejala neurologis dapat muncul bersamaan dengan timbulnya aura. Gejala-
gejala ini umumnya: gangguan bicara; kesemutan; rasa baal; rasa lemah pada lengan dan
tungkai bawah; gangguan persepsi penglihatan seperti distorsi terhadap ruang; dan
kebingungan (confusion).

3. Fase serangan

Tanpa pengobatan, serangan migren umumnya berlangsung antara 4-72 jam. Migren
yang disertai aura disebut sebagai migren klasik. Sedangkan migren tanpa disertai aura
merupakan migren umum (common migraine). Gejala-gejala yang umum adalah:

a. Nyeri kepala satu sisi yang terasa seperti berdenyut-denyut atau ditusuk-tusuk. Nyeri
kadang-kadang dapat menyebar sampai terasa di seluruh bagian kepala
b. Nyeri kepala bertambah berat bila melakukan aktivitas
c. Mual, kadang disertai muntah
d. Gejala gangguan pengelihatan dapat terjadi
e. Wajah dapat terasa seperti baal / kebal, atau semutan
f. Sangat sensitif terhadap cahaya dan bunyi (fotofobia dan fonofobia)
g. Wajah umumnya terlihat pucat, dan badan terasa dingin
h. Terdapat paling tidak 1 gejala aura (pada migren klasik), yang berkembang secara
bertahap selama lebih dari 4 menit. Nyeri kepala dapat terjadi sebelum gejala aura
atau pada saat yang bersamaan.

4. Fase postdromal

Setelah serangan migren, umumnya terjadi masa prodromal, dimana pasien dapat merasa
kelelahan (exhausted) dan perasaan seperti berkabut.

Penatalaksanaan

21
Penatalaksaan migren secara garis besar dibagi atas mengurangi faktor resiko, terapi
farmaka dengan memakai obat dan terapi nonfarmaka. Terapi farmaka dibagi atas dua kelompok
yaitu terapi abortif (terapi akut) dan terapi preventif (terapi pencegahan), walau pada terapi
nonfarmaka juga dapat bertujuan untuk abortif dan pencegahan. Terapi abortif merupakan
pengobatan pada saat serangan akut yang bertujuan untuk meredakan serangan nyeri dan
disabilitas pada saat itu dan menghentikan progresivitas. Pada terapi preventif atau profilaksis
migren terutama bertujuan untuk mengurangi frekuensi, durasi dan beratnya nyeri kepala.

Mengurangi faktor risiko/pencetus

- Stres dan kecemasan

- Kurang atau telalu banyak tidur, perubahan jadwal seperti jetlag.

- Hipoglikemia (terlambat makan)

- Kelelahan

- Perubahan hormonal seperti haid, obat hormonal. Kadar estrogen yang berfluktuasi
dapat dilakukan dengan menghentikan pil KB atau obat-obat pengganti estrogen

- Diet, menghindari makanan tertentu cukup membantu pada 25-30% penderita migren.
Secara umum, makanan yang harus dihindari adalah: MSG, beberapa minuman
beralkohol (anggur merah, prot, cherry, scotch, bourbon), keju (Colby, Roquefort,
Brie, Gruyere, cheddar, bleu, mozzarella, Parmesan, Boursault, Romano), coklat, dan
aspartame.Diet dilakukan selama 1 bulan. Apabila setelah 1 bulan gejala tidak
membaik, berarti modifikasi diet tidak bermanfaat. Apabila makanan menjadi pencetus
gejala, maka jenis makanan tersebut harus diidentifikasi dengan cara menambahkan
satu jenis makanan sampai gejala muncul. Sebaiknya dibuat dari makanan selama
mengidentifikasi makanan apa yang menjadi pencetus migren, karena beberapa jenis
makanan dapat langsung menimbulkan gejala (anggur merah, MSG), sementara
makanan lain baru menimbulkan gejala setelah 1 hari (coklat, keju).

Terapi farmaka migren

22
o Terapi Abortif

Pada terapi abortif dapat diberikan analgesia nonspesifik yaitu analgesia yang dapat
diberikan pada kasus nyeri lain selain nyeri kepala, dan atau analgesia spesifik yang hanya
bekerja sebagai analgesia nyeri kepala. Secara umum dapat dikatakan bahwa terapi
memakai analgesia nonspesifik masih dapat menolong pada migren dengan intensitas nyeri
ringan sampai sedang. Pada kasus sedang sampai berat atau berespons buruk dengan
OAINS pemberian analgesia spesifik lebih bermanfaat.

Domperidon atau metoklopramid sebagai antiemetik dapat diberikan saat serangan nyeri
kepala atau bahkan lebih awal yaitu pada saat fase prodromal. Fase prodromal migren
dihubungkan dengan gangguan pada hipotalamus melalui neurotransmiter dopamin dan
serotonin. Pemberian antiemetik akan membantu penyerapan lambung di samping
meredakan gejala penyerta seperti mual dan muntah. Kemungkinan timbulnya efek
samping antiemetik seperti sedasi dan parkinsonism pada orang tua patut diperhatikan.

Analgesik non spesifik

Yang termasuk analgesia nonspesifik adalah asetaminofen (parasetamol), aspirin dan obat
anti inflamasi nonsteroid (OAINS). Pada umumnya pemberian analgesia opioid dihindari.
Beberapa obat OAINS yang telah diteliti diberikan pada migren antara lain adalah:

- Diklofenak.

- Ketorolak.

- Ketoprofen.

- Indometasin.

- Ibuprofen.

- Naproksen.

- Golongan fenamat.

23
Ketorolak IM membantu pasien dengan mual atau muntah yang berat. Kombinasi antara
asetaminofen dengan aspirin atau OAINS serta penambahan kafein dikatakan dapat
menambah efek analgetik, dan dengan dosis masing-masing obat yang lebih rendah
diharapkan akan mengurangi efek samping obat. Mekanisme kerja OAINS pada umumnya
terutama menghambat enzim siklooksigenase sehingga sintesa prostaglandin dihambat.

Pasien diminta meminum obatnya begitu serangan migren terasa. Dosis obat harus adekuat
baik secara obat tunggal atau kombinasi. Apabila satu OAINS tidak efektif dapat dicoba
OAINS yang lain. Efek samping pemberian OAINS perlu dipahami untuk menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan.Pada wanita hamil hindari pemberian OAINS setelah minggu
ke 32 kehamilan. Pada migren anak dapat diberikan asetaminofen atau ibuprofen.

Analgesik spesifik

Yang termasuk analgesik spesifik yang sering digunakan adalah ergotamin,


dihidroergotamin (DHE) dan golongan triptan yang merupakan agonis selektif reseptor
serotonin pada 5-HT1, terutama mengaktivasi reseptor 5HT I B / 1 D. Di samping itu
ergotamin dan DHE juga berikatan dengan reseptor 5-HT2, 1dan 2- nonadrenergik dan
dopamin.

Analgesik spesifik dapat diberikan pada migren dengan nyeri sedang sampai berat.
Pertimbangan harga kadang menjadi penghambat dipakainya analgesia spesifik ini,
walaupun golongan ini merupakan pilihan sebagai antimigren. Ergot lebih murah
dibanding golongan triptan tetapi efek sampingnya lebih besar. Penyebab lain yang
menjadi penghambat adalah preparat ini di Indonesia hanya tersedia dalam bentuk oral dan
dari golongan triptan hanya ada sumatriptan. Ergotamin dan DHE diberikan pada migren
sedang sampai berat apabila analgesia nonspesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi
efek samping. Dosis dan cara pemberian ergotamin dan DHE harus diperhatikan.
Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi ergotamin selain
sebagai analgesik pula.Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak terkendali, penyakit
serebrovaskuler, kardiovaskuler dan penyakit pembuluh perifer (hati-hati pada pasien > 40
tahun) serta gagal ginjal, gagal hati dan sepsis. Efek samping yang mungkin timbul antara

24
lain mual, dizziness, parestesia, kramp abdominal. Ergotamin biasanya diberikan pada
episode serangan tunggal.Dosis dibatasi tidak melebihi 10 mg/minggu.

Sumatriptan dapat meredakan nyeri, mual, fotofobia dan fonofobia sehingga memperbaiki
disabilitas pasien. Diberikan pada migren berat atau pasien yang tidak memberikan respon
dengan analgesia nonspesifik dengan atau tanpa kombinasi. Dosis awal sumatriptan adalah
50 mg dengan dosis maksimal dalam 24 jam 200 mg. Kontraindikasi antara lain adalah
pasien, yang berisiko penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, hipertensi yang
tidak terkontrol, migren tipe basiler. Efek samping berupa dizziness, heaviness,
mengantuk, nyeri dada non kardial, disforia.

Golongan triptan generasi kedua (zolmitriptan, eletriptan, naratriptan, rizatriptan) yang


tidak ada di Indonesia sebenarnya mempunyai respons yang lebih baik, rekurensi nyeri
kepala yang lebih rendah dan lebih dapat ditoleransi.

o Terapi profilaksis

Terapi preventif harus selalu diminum tanpa melihat adanya serangan atau tidak.
Pengobatan dapat diberikan dalam jangka waktu episodik, jangka pendek (subakut) atau
jangka panjang (kronis). Terapi episodik diberikan apabila faktor pencetus nyeri kepala
dikenal dengan baik sehingga dapat diberikan analgesia sebelumnya. Terapi preventif
jangka pendek berguna apabila pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal dalam
jangka waktu tertentu seperti pada migren menstrual. Terapi preventif kronis akan
diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung respons pasien. Biasanya diambil
patokan minimal dua sampai tiga bulan.

Indikasi:
Penyakit kambuh beberapa kali dalam sebulan

Penyakit berlangsung terus menerus selama beberapa minggu atau bulan

Penyakit sangat mengganggu kuafitas/gaya hidup penderita

25
Adanya kontraindikasi atau efek samping yang tidak dapat ditoleransi terhadap terapi
abortif

Kecenderungan pemakaian obat yang berlebih pada terapi abortif

Terapi profilaksis lini pertama: calcium channel blocker (verapamil), antidepresan trisiklik
(nortriptyline), dan beta blocker (propanolol)

Terapi profilaksis lini kedua: methysergide, asam valproat, asetazolamid.

Mekanisme kerja obat-obat tersebut tidak seluruhnya dimengerti. Diduga obat tersebut
menghambat pelepasan neuropeptida ke dalam pembuluh darah dural melalui efek
antagonis pada reseptor 5-HT2. Satu jenis obat profilaksis tidak lebih efektif daripada obat
yang lain. Oleh karena itu, bila tidak ada kontraindikasi, verapamil lebih sering digunakan
pada awal terapi karena efek sampingnya paling minimal dibandingkan yang lain.

Apabila dizziness tidak dapat dikontrol dengan satu obat, gunakan jenis obat yang lain.
Bila dizziness sudah terkontrol, obat diberikan terus menerus selama minimal 1 tahun
(kecuali methysergide yang memerlukan interval bebas obat selama 3-4 minggu pada bulan
ke-6 terapi). Obat dapat diberikan ulang pada tahun berikutnya apabila dizziness muncul
lagi setelah terapi dihentikan.

Terapi nonfarmaka migren

Walaupun terapi farmaka merupakan terapi utama migren, terapi nonfarmaka tidak bisa
dilupakan. Pada kehamilan terapi nonfarmaka bahkan diutamakan. Terapi nonfarmaka
dimulai dengan edukasi dan menenangkan pasien (reassurance). Pada saat serangan pasien
dianjurkan untuk menghindari stimulasi sensoris berlebihan. Bila memungkinkan
beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan dikompres dingin. Menghindari faktor
pencetus mungkin merupakan terapi pencegahan yang murah.

Intervensi terapi perilaku (behaviour) sangat berperan dalam mengatasi nyeri kepala yang
meliputi terapi cognitive-behaviour, terapi relaksasi serta terapi biofeedback dengan
memakai alat elektromiografi atau memakai suhu kulit atau pulsasi arteri temporalis.
26
Olahraga terarah yang teratur dan meningkat secara bertahap umumnya sangat membantu.
Beberapa penulis mengusulkan terapi alternatif lain seperti meditasi, hipnosis, akupunktur
dan fitofarmaka. Pada migren menstrual dapat dianjurkan mengurangi garam dan retensi
cairan.

Komplikasi

Terkadang usaha untuk mengontrol nyeri menyebabkan masalah, obat-obat NSAID


seperti ibuprofen dan aspirin dapat menyebabkan efek samping seperti nyeri abdominal,
perdarahan dan ulkus, terutama jika digunakan dalam dosis besar dan jangka waktu yang lama.

Sebagai tambahan jika menggunakan obat-obatan abortif lebih dari dua atau tiga kali
seminggu dengan jumlah yang besar, dapat menyebabkan komplikasi serius yang dinamakan
rebound headache. Meskipun obat-obat tersebut dapat memberikan kesembuhan sementara,
obat-obat tersebut tidak hanya menghilangkan nyeri, namun sebetulnya mulai menyebabkan
sakit kepala. Pasien kemudian menggunakan obat dengan dosis yang lebih tinggi sehingga
akhirnya terperangkap dalam lingkaran setan.

Stroke iskemik dapat terjadi sebagai komplikasi yang jarang namun sangat serius dari
migrene.Hal ini dipengaruhi oleh faktor resiko seperti aura, jenis kelamin wanita, merokok,
penggunaan hormon estrogen.

Pencegahan

Baik pada pasien yang menggunakan obat-obat preventif atau tidak, perubahan pola hidup
dapat mengurangi jumlah dan tingkat keparahan migren. Satu atau lebih hal-hal sebagai berikut
dapat dilakukan :

Menghindari pemicu, jika makanan tertentu menyebabkan sakit kepala, hindarilah dan
makan makanan yang lain. Jika ada aroma tertentu yang dapat memicu maka harus
dihindari. Secara umum pola tidur yang reguler dan pola makan yang reguler dapat cukup
membantu.

27
Berolahraga secara teratur, olahraga aerobik secara teratur mengurangi tekanan dan dapat
mencegah migrene. Olahraga yang dapat dipilih antara lain, berjalan, berenang dan
bersepeda. Lakukanlah pemanasan sebelum berolahraga, karena olahraga yang mendadak
dapat menyebabkan sakit kepala.
Mengurangi efek estrogen, pada wanita dengan migrene dimana estrogen menjadi
pemicunya atau menyebabkan gejala menjadi lebih parah, atau orang dengan riwayat
keluarga memiliki tekanan darah tinggi atau stroke sebaiknya mengurangi obat-obatan
yang mengandung estrogen.
Berhenti merokok, merokok dapat memicu sakit kepala atau membuat sakit kepala
menjadi lebih parah.

28
TENSION HEADACHE

Definisi

Tension headache adalah nyeri kepala yang dirasakan terus menerus, menyebar dan
menetap dan disebabkan oleh ketegangan berlebihan dari otot muka, tengkuk, dan kepala. Nyeri
ini biasanya dirasakan pada daerah kepala, leher, basis kepala, atau mata yang bersifat ringan
sampai berat.

Tension headache didefinisikan sebagai rasa berat atau tertekan yang menetap, pada
kedua sisi kepala yang timbul episodik dan berkaitan dengan stres, tetapi dapat berulang hampir
setiap hari tanpa adanya faktor psikologis. Nyeri ini timbul karena kontraksi terus-menerus otot-
otot kepala dan tengkuk yaitu m.splenius kapitis, m.temporalis, m.masetter,
m.sternokleidomastoideus, m.trapezius, m.servikalis posterior, dan m.levator skapula. Sifat
nyerinya biasanya berupa rasa tertekan atau diikat, dari ringan-berat, bilateral, tidak dipicu oleh
aktivitas fisik dan gejala penyertanya tidak menonjol. Tension headache ini juga dikenal sebagai
nyeri kepala tegang, stress headache, muscle contraction headache, psychomiogenic headache,
ordinary headache,dan psikogenik headache. Sakit kepala tipe ini banyak terdapat pada wanita
masa menopause dan premenstrual.

Epidemiologi

Pada penelitian di Amerika, tension headache merupakan penyakit nyeri kepala primer.
Biasanya menyerang orang dewasa sekitar 60% serangan sakit kepala jenis ini terjadi pada usia
lebih dari 20 tahun, lebih sering pada wanita 88% dan 66% pada laki-laki.. 40% mempunyai
riwayat keluarga yang menderita nyeri kepala tipe tegang. Kira-kira 15% nya sudah mulai
menderita sebelum usia 10 tahun. Dapat dimulai pada segala usia, onset terutama pada usia

29
remaja dandewasa muda. Umumnya sakit kepala berkurang dengan meningkatnya usia. 25%
pasien juga mengidap migrain.

Etiologi

Etiologi dari tension headache ini belum diketahui secara pasti, namun diduga
disebabkan oleh beberapa faktor pencetus antara lain adalah cahaya yang menyilaukan, stres
psikososial, kecemasan, depresi, stres otot, marah, terkejut, serta penggunaaan obat untuk tension
headache yang berlebihan.

Klasifikasi

Klasifikasi tension headache menurut Ad Hoc Committee of The International Headache


Society adalah sebagai berikut:

1. Episodic tension headache

a. Minimal mengalami 10 kali episode nyeri kepala, dimana jumlah hari dengan nyeri
kepala tersebut < 180 hari / tahun ( < 15 hari / bulan)

b. Nyeri kepala berlangsung antara 30 menit sampai 7 hari

c. Sekurang-kurangnya memiliki dua gambaran khas nyeri berikut ini :

- Kualitas nyeri seperti diikat atau ditekan

- Intensitas nyeri ringan sampai sedang

- Lokasi bilateral

- Tidak diperberat dengan berjalan menaiki tangga atau aktivitas fisik sejenis

d. Tidak ada mual atau muntah, tidak ada fotofobia dan fonofobia

2. Chronic tension headache

a. Rata-rata frekuensi nyeri kepala > 15 hari/bulan (>180 hari/tahun) selama 6 bulan yang
memenuhi kriteria 1b-1d diatas

30
b. Sekurang-kurangnya memiliki dua gambaran khas nyeri pada nyeri kepala tipe tegang
episodik

c. Tidak ada muntah, dan tidak lebih satu hal berikut : mual, fotofobia atau fonofobia

Tension headache kronik dibagi 2 macam, yaitu:

a. Short-duration. Serangan terjadi kurang dari 4 jam.


b. Long-duration. Serangan berlangsung lebih dari 4 jam.

Lokasi

Tension-type headache dapat terjadi secara:

a. Bilateral.
b. Predominasioksipital-nukhal.
c. Temporal.
d. Frontal.
e. Kadangmenyebardifus di puncak kepala.

Patofisiologi

Tension headache dari tahun ke tahun disebutkan terjadi karena adanyakontraksi


berlebihan dari otot kranioservikal dan konstriksi arteri kulit kepala yang mengikutinya. Sampai
sekarang kebenaran akan hal ini masih belum jelas meskipun mekanisme tersebut tidak berperan
dalam permulaan terjadinya tension headache, tetapi terdapat pada bentuk kronik dari tension
headache.

Patofisiologi dari tension headache sangat kompleks dan banyak faktor yang
mempengaruhinya, baik dari faktor sentral maupun perifer. Pada penderita tension headache
didapati gejala yang menonjol yaitu nyeri tekan yang bertambah pada palpasi jaringan
myofascial perikranial. Impuls nosiseptif dari otot perikranial yang menjalar ke kepala
mengakibatkan timbulnya nyeri kepala dan nyeri yang bertambah pada daerah otot maupun
tendon tempat insersinya.

31
Tension headache adalah kondisi stres mental, nonfisiologikal motor stres, dan miofasial
lokal yang melepaskan zat iritatif ataupun kombinasi dari ketiganya yang menstimuli perifer
kemudian berlanjut mengaktivasi struktur persepsi supraspinal pain, kemudian berlanjut lagi ke
sentral modulasi yang masing-masing individu mempunyai sifat self limiting yang berbeda-beda
dalam hal intensitas nyeri kepalanya.

Nyeri myofascial adalah suatu nyeri pada otot bergaris termasuk juga struktur fascia dan
tendonnya. Dalam keadaan normal nyeri myofascial dimediasi oleh serabut kecil bermyelin
(Aoc) dan serabut tak bermyelin (C), sedangkan serabut tebal yang bermyelin (A dan AB)
dalam keadaan normal mengantarkan sensasi yang ringan/ tidak merusak ( inocuous ). Pada
rangsang noxious dan inocuous, seperti misalnya proses iskemik, stimuli mekanik, maka
mediator kimiawi terangsang dan timbul proses sensitisasi serabut Aoc dan serabut C yang
berperan menambah rasa nyeri tekan pada tension type headache.

Dulu dianggap bahwa kontraksi dari otot kepala dan leher yang dapat menimbulkan
iskemik otot sangatlah berperan penting dalam tension headache sehingga pada masa itu sering
juga disebut muscle contraction headache. Akan tetapi pada akhir-akhir ini pada beberapa
penelitian yang menggunakan EMG (elektromiografi) pada penderita tension headache ternyata
hanya menunjukkan sedikit sekali terjadi aktifitas otot, yang tidak mengakibatkan iskemik
otot,jika meskipun terjadi kenaikan aktifitas otot maka akan terjadi pula adaptasi protektif
terhadap nyeri. Peninggian aktifitas otot itupun bisa juga terjadi tanpa adanya nyeri kepala.
Menurut Anderson dan Frank, dari penelitian yang telah dilakukan, tidak didapatkan perbedaan
dari derajat kontaksi otot antara tension headache dengan migrain. Namun dengan menggunakan
alat laser dan penggunaan yang sangat teramil, Sakai et al melaporkan otot pericranial dan
trapezius mengeras pada pasien dengan tension headache.

Nyeri myofascial dapat di dideteksi dengan EMG jarum pada myofascial trigger point
yang berukuran kecil, hanya beberapa milimeter saja (tidak terdapat pada semua otot). Mediator
kimiawi substansi endogen seperti serotonin (dilepas dari platelet), bradikinin (dilepas dari
belahan prekursor plasma molekul kallin) dan kalium (yang dilepas dari sel otot), substansi P dan
Calcitonin Gene Related Peptide dari otot berperan sebagai stimulan sensitisasi terhadap
nosiseptor otot skelet. Jadi pada saat ini yang dianggap lebih berperan adalah nyeri myofascial

32
terhadap timbulnya tension headache. Akhir-akhir ini nitrit oxide diketahu terlibat pada
permulaan tension headache, terutama dengan menciptakan sisitisasi sentral terhadap stimulasi
sensorik dari struktur kranial. Bukti ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Ashina et al
dengan pemberian inhibitor nitrit oxide ternyata dapat mengurangi kekerasan otot dan
mengurangi nyeri pada pasien dengan tension headache kronik.

Untuk jenis tension headache episodik biasanya terjadi sensitisasi perifer terhadap
nosiseptor, sedang yang jenis kronik berlaku sensitisasi sentral. Proses kontraksi otot sefalik
secara involunter, berkurangnya supraspinal descending pain inhibitory activity, dan
hipersensitivitas supraspinal terhadap stimuli nosiseptif sangat berperan terhadap timbulnya
nyeri pada tension headache. Semua nilai ambang pressure pain detection, thermal, dan
electrical detection stimuli akan menurun di sefalik maupun ekstrasefalik.

Manifestasi Klinis
Gejala - gejala yang dapat timbul pada tension headache adalah nyeri kepala yang
dirasakan seperti kepala berat, pegal seperti diikat tali yang melingkari kepala, kencang dan
menekan. Kadang - kadang disertai nyeri kepala yang berdenyut. Bila berlangsung lama, pada
palpasi dapat ditemukan daerah-daerah yang menonjol, keras dan nyeri tekan. Dapat pula disertai
gejala mual, kadang kadang muntah, vertigo, lesu, sukar tidur, mimpi buruk, sering terbangun
menjelang pagi dan sulit tidur kembali, hiperventilasi, perut kembung, sedih, hilangnya kemauan
untuk belajar atau bekerja, anoreksia dan keluhan depresi lainnya. Bisa juga nyeri dirasakan
seperti perasaan tegang yang menjepit di kepala dan nyeri berlokasi di daerah oksipitoservikal.

Bentuk akut dikaitkan dengan keadaan stres, kegelisahan dan atau kelelahan temporer
yang biasanya berlangsung satu atau 2 hari. Tipe kronis biasanya nyeri bersifat bilateral, tidak
mereda, dapat berlangsung siang mau pun malam hari, dan berlangsung sampai berbulan bulan
atau bertahun - tahun, terasa menekan, tidak berdenyut dan sering dikaitkan dengan perasaan
gelisah, depresi dan perasaan tertekan.

Gejala yang lain dari nyeri kepala ini berupa konsentrasi yang lemah, perasaan lelah dan
iritabel. Kualitas nyeri kepala ini digambar sebagai nyeri yang tumpul dan menetap. Sering tidak
digambarkan sebagai rasa nyeri tetapi sebagai rasa berat atau rasa tertekan atau juga rasa ketat.

33
Pada 25% penderita serangan nyeri tumpul dapat kemudian berubah menjadi rasa berat dan
kadang-kadang ada kualitas berdenyut (pulsasi). Nyeri kepala yang tumpul ini bisa berasal dari
bangunan yang terletak dalam di kulit. Pada beberapa keadaan, nyeri dapat dirasakan terlokalisir
di satu tempat misalnya orang dengan kebiasaan mengerutkan dahi dapat merasakan nyeri di
daerah bitemporal, dan orang dengan kebiasaan leher lurus merasakan nyeri di oksipital.

Gambaran intensitas nyeri pada nyeri kepala ini sebagai seakan akan kepala akan
pecah, yang menunjukkan karakteristik histerik . Sedangkan durasi dari nyeri kepala ini dapat
kontinyu menetap sampai berminggu minggu atau berbulan - bulan . Penderita dapat
melaporkan tak pernah sembuh dari nyeri kepalanya. Namun selama perjalanan yang panjang itu
intensitas nyerinya dapat menyusut dan mengembang dari jam ke jam. Frekuensi nyeri akan
dilaporkan setiap hari, terus menerus dan tak pernah bebas nyeri kepala, pola temporalnya
disebut pola undulasi (bergelombang), dimana nyeri menetap kontinyu, periodisitasnya tak jelas
dan awitannya tidak paroksismal.

Selain itu juga ada gelaja lain pada nyeri kepala tegang otot ini yaitu:

- Fotofobia ringan namun konstan, mendorong penderita memakai kacamata hitam


walaupun hari mendung.

- Gejala-gejala GI : nausea pada pagi hari, vomitus (jarang), sendawa belebihan dan
mengeluarkan flatus.

- Hiperventilitas, gangguan konsentrasi, kurang minat dalam bekerja dan melakukan


hobi. Gejala-gejala ini dapat ditafsirkan sebagai sindrom cemas (anxietas).

- Rasa nyeri di dada kiri, di punggung dan region koksigeus. Rasa nyeri ini bersamaan
gejala GI dan Gejala psikosomatik lainnya dapat ditafsirkan sebagai sindrom
depresi.

Banyak penderita yang mengalami nyeri kepala tegang otot walaupun tak ada stres
emosional yang berat. Pada nyeri kepala yang sudah berlangsung lama, faktor pencetus bisa juga
berlaku sebagai faktor yang memperberat sehingga akan menambah intensitas nyerinya.
Gerakan-gerakan pada jurusan tertentu dapat memperberat nyerinya.

34
Pada tension headache biasanya tidak ditemukan kelainan organik, anemia sedang dan
tekanan darah sistemik yang sedikit tinggi atau rendah tidak relevan bagi tension headache, yang
menonjol adalah unsur fobia berupa sakit kepala kalau melihat orang banyak, sakit kepala kalau
berada ditempat yang tinggi atau sakit kepala kalau naik lift, jenis fobia yang diproyeksikan
dalam keluhan adalah agorafia (fobia terhadap tempat yang luas dan ramai), akrofobia (fobia
terhadap kecuraman), klustrofobia (fobia terhadap ruang yang sempit). Tension headache yang
diwarnai dengan unsur histerik adalah klavus histerik yaitu sakit kepala yang terpusat pada
kalvarium. Sakit kepala semacam ini hampir selalu disertai gejala globus histerikus yaitu
perasaan seolah-olah tenggorokan dicekik atau kerongkongan tersumbat.

Nyeri kepala tension headache bisa berupa suatu aktivitas yang dapat menyebabkan
kepala berada pada 1 posisi dalam jangka waktu lama tanpa bergerak, sehingga menyebabkan
sakit kepala, aktivitas tersebut meliputi pengetikan atau penggunaan komputer, pekerjaan halus
dengan tangan dan penggunaan mikroskop. Tidur di dalam suatu ruangan yang dingin atau tidur
dengan posisi leher yang salah dapat mencetuskan sakit kepala jenis ini.

Faktor Pencetus

Yang merupakanfaktorpencetus tension type headache adalahsebagaiberikut:

Stres
Kecemasan
Depresi
Konflikemosional
Kelelahan

Diagnosis
Tidak ada tes khusus untuk menegakkan diagnosis tension headache. Penderita yang
mempunyai riwayat pengobatan dan melakukan pemeriksaan fisik termasuk evaluasi
neurological yang cermat dapat membantu menegakkan diagnosis. Diagnosis pasti dapat
ditentukan dari anamnesa, riwayat medis dan pemeriksaan fisik.

35
TABLE 12
Diagnostic Criteria for Tension-Type, Chronic Tension-Type, and Chronic Headache

Tension-type headache

At least 10 previous headache episodes fulfilling criteria B through D; number of days


with such headaches: less than 180 per year or 15 per month
Headaches lasting from 30 minutes to 7 days
At least two of the following pain characteristics:
1. Pressing or tightening (nonpulsating) quality
2. Mild to moderate intensity (nonprohibitive)
3. Bilateral location
4. No aggravation from walking stairs or similar routine activities
5. No nausea or vomiting
6. Photophobia and phonophobia absent, or only one is present

Chronic tension-type headache

Same as tension-type headache, except number of days with such headaches: at least 15 days per
month, for at least six months

Chronic daily headache

Features of tension-type headache

Occurs at least 6 days per week

Adapted with permission from Classification and diagnostic criteria for headache disorders,
cranial neuralgias and facial pain. Headache Classification Committee of the International
Headache Society. Cephalalgia 1988;8(suppl 7):1-96, with information from reference 12.

36
Penatalaksanaan
Pada nyeri kepala tension headache penatalaksanaan yang dilakukan adalah sebagai
berikut :

1. Terapi psikofisiologis

Terapi ini dapat berupa terapi relaksasi, program untuk mengatasi stres. Dengan
modalitas terapi tersebut, frekuensi tension headache serta beratnya penyakit dapat berkurang.
Strategi pengelolaan stress mungkin sangat menolong pada tension headache. Perubahan cara
hidup mungkin diperlukan untuk nyeri kepala tension headache kronik. Cara tersebut meliputi
istirahat yang cukup dan latihan, perubahan dalam pekerjaan atau kebiasaan relaksasi ataupun
perubahan yang lain

2. Fisioterapi

Terapi ini berupa latihan pengendoran otot-otot, misalnya latihan relaksasi, yoga, semedi,
diatermi, kompres hangat, TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation) ataupun terapi
akupuntur. Terapi fisik dan teknik relaksasi ini dapat memberikan keuntungan pada kasus-kasus
khusus.

37
3. Farmakoterapi

Terdiri atas terapi abortif yang bertujuan untuk menghentikan atau mengurangi serangan
penyakit pada tension headache tipe episodik, serta terapi pencegahan/preventif untuk terapi
jangka panjang yang bermanfaat pada tension headache kronik, namun dapat juga digunakan
pada tension headache tipe episodik. Obat-obatan yang dapat digunakan pada pengobatan
tension headache yaitu :

a. Analgetikum /Non Streoid Anti Infalammatory Drugs (NSAIDs), dapat menghilangkan


rasa nyeri kepala ringan dan sedang, bila sebelumnya diberi obat yang memacu
gastrointestinal. Obat-obat yang dapat digunakan yaitu :

Asam Asetilsalisilat 500 mg tablet dengan dosis 1500 mg/hr


Metampiron 500 mg tablet dengan dosis 1500 mg/hr
Glafein 200 mg tablet dengan dosis 600-1200 mg/hr
Asam Mefenamat 250-500 mg tablet dengan dosis 750-1500 mg/hr
Ibuprofen 400-800 mg tablet dengan dosis < 2400 mg/hr
b. Hipnotik-sedatif/antiansietas. Kerjanya terutama merupakan potensiasi inhibisi neuron
dengan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai mediator. Efek sampingnya berupa
inkoordinasi motorik, ataksia, gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan
koordinator berpikir, bingung, disartria, mulut kering dan rasa pahit. Obat-obat yang
dapat digunakan yaitu :
Klordiazepoksid 5 mg tablet dengan dosis 15-30 mg/hr
Klobazam 10 mg tablet dengan dosis 20-30 mg/hr
Lorazepam 1-2 mg tablet dengan dosis 3-6 mg/hr
Diazepam 2-5 mg tablet dengan dosis 2-10 mg/hr
c. Antidepresan. Cara kerjanya dengan memblokade pengambilan kembali noradrenalin dan
memblokade aktivitas kolinergik, adrenergik, dan reseptor histamin. Efek sampingnya
adalah mengantuk, mulut kering, mata kabur dan sukar berak. Obat-obatan yang dapat
digunakan misalnya :
Amitriptilin 10/25 mg tablet dengan dosis 150-300mg/hr
Maprotiline 25/50/75 mg tablet dengan dosis 25-75 mg/hr
Amineptine 100 mg tablet dengan dosis 200 mg/hr

38
d. Antagonis serotonin, sebaiknya diberikan dalam bentuk sediaan injeksi atau nasal spray,
jika pemberian oral tidak memungkinan saat ada gejala mual atau muntah. Golongan obat
ini bekerja dengan cara meningkatkan kadar neurotransmitter serotonin di otak. Obat
yang digunakan yaitu :
Metysergid 2 mg tablet dengan dosis 4-6 mg/hr
Sumatriptan 100 mg tablet dengan dosis 300 mg/hr
Fluoksetin 10 mg tablet dengan dosis maksimal 60 mg/hr
e. Agonis selektif reseptor 2, obat yang digunakan yaitu tizanidin. Cara kerjanya adalah
dengan mencegah mengecilnya dan melebarnya pembuluh darah secara abnormal.
Bekerja pada rangsangan sentral neuron-neuron penghambat. Efek sampingnya adalah
mengantuk, mulut kering dan depresi. Beberapa penelitian menyatakan bahwa tizanidin
ternyata efikasius, aman dan dapat ditoleransi pada terapi profilaksis nyeri kepala harian.

Serangan akut berespon terhadap aspirin dan obat AINS lainnya seperti asam
asetilsalisilat, metampiron maupun asam mefenamat. Untuk tindakan profilaksis diberikan
pengobatan amitriptilin, atau pemberian kembali inhibitor selektif serotonin dan tizanidin sangat
berguna dalam beberapa kasus. Meski banyak pasien berespon terhadap benzodiazepin seperti
diazepam, obat-obat ini harus dibatasi penggunaannya karena memiliki potensi adiktif.

Selain ketiga jenis terapi diatas adapula cara-cara lain yang bisa digunakan untuk
meredakan nyeri pada tension headache, diantaranya yaitu:

1. Botulinum toksin A (BTX A), adalah obat yang poten untuk beberapa penyakit berat
yang berhubungan dengan kenaikan tonus otot. Meskipun mekanismenya belum
diketahui secara pasti, diduga BTX A mempunyai target menurunkan Substance P, dan
sebagai relaksan otot.
2. Injeksi dengan anastesi lokal, misalnya injeksi prokain, prokain-kofein kompleks,
lidokain dan lain-lain, atau yang lebih dikenal dengan istilah injeksi trigger point, yang
juga membantu mempercepat penyembuhan.

39
Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan pada nyeri kepala tension headache ini dapat berupa teknik
relaksasi pencegahan dan penghindaran situasi stress. Pada beberapa orang, suatu pengobatan
sehari dapat membantu, secara khas dapat digunakan trisiklik antidepresan, bahkan untuk orang-
orang tanpa depresi.

Pencegahan lain meliputi penggunaan bantal yang berbeda atau mengubah posisi tidur,
posisi saat membaca harus benar, saat bekerja atau melakukan aktivitas lain yang dapat
menyebabkan sakit kepala. Latihan leher dan bahu harus sering terutama saat mengetik,
menggunakan computer atau pekerjaan lain. Selain itu juga harus cukup tidur dan istirahat atau
pemijitan otot dapat mengurangi sakit kepala. Mandi atau berendam air panas/dingin dapat
membebaskan sakit kepala untuk sebagian orang.

Tension headache dapat berkurang atau membaik dengan beberapa cara antara lain :

- Obat vasodilator
- Obat analgetik
- Kombinasi kafein - analgetik
- Relaksasi dan massage tengkuk
- Relaksasi volunter pada otot kering dan mandibula

Prognosis
Prognosis dari tension headache umumnya memberikan respon yang baik terhadap
pengobatan tanpa pengaruh efek sisa.

40
CLUSTER HEADACHE

DEFINISI

Cluster headache adalah suatu sindrom idiopatik yang terdiri dari serangan yang jelas dan
berulang dari suatu nyeri periorbital unilateral yang mendadak dan parah. Nyeri kepala ini
dirasakan seperti ditusuk tusuk pada separuh kepala, pada area bola mata, pipi, hidung, langit-
langit, gusi, dan menjalar ke frontal, temporal, dan oksipital. Sisi yang terkena konjungtivanya
menjadi merah, timbulnya lakrimasi, ptosis, edema mata, sebelah hidung tersumbat, dan
hipersaliva.

Nyeri kepala ini terjadi pada waktu waktu tertentu, umumnya pada dinihari dan
biasanya pasien akan terbangun karena nyeri. Serangan ini berlangsung 15 menit sampai 5 jam
dan terjadi beberapa kali selama 2-6 minggu.

ETIOLOGI

Penyebab pasti sakit kepala cluster tidak diketahui, tetapi ketidaknormalan pada hypothalamus
sepertinya berperan. Serangan cluster terjadi seperti rutinitas harian, dan siklus periode cluster
sering mengikuti musim dalam setahun. Pola ini menunjukkan pola jam biologis tubuh terlibat.
Pada manusia, jam biologis tubuh terdapat pada hypothalamus, yang berada di dalam pada
tengah otak. Ketidaknormalan hypothalamus menerangkan waktu dan siklus alami sakit kepala
cluster. Penelitian mendeteksi peningkatan aktifitas pada hypothalamus menjadi sumber sakit
kepala cluster.

Faktor lain yang mungkin juga terlibat adalah:

Hormon

Orang dengan sakit kepala cluster memiliki ketidaknormalan tingkat hormone tertentu, seperti
melatonin dan cortisol, terjadi saat periode cluster.

Neurotransmitter

41
Berubahnya tingkat beberapa reaksi kimia yang membawa impuls syaraf pada otak
(neurotransmitter), seperti serotonin, mungkin memiliki peran dalam tumbuhnya sakit kepala
cluster.

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi dari cluster headache belum sepenuhnya dimengerti. Periodisitasnya


dikaitkan dengan pengaruh hormon pada hipotalamus (terutama nukleus suprachiasmatik). Baru-
baru ini neuroimaging fungsional dengan positron emision tomografi (PET) dan pencitraan
anatomis dengan morfometri voxel-base telah mengidentifikasikan bagian posterior dari
substansia grisea dari hipotalamus sebagai area kunci dasar kerusakan pada cluster headache.

Peningkatan Sensitivitas dari Jalur Saraf

Nyeri yang sangat pada cluster headache berpusat di belakang atau di sekitar mata, di
suatu daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus, suatu jalur nyeri utama. Rangsangan pada
saraf ini menghasilkan reaksi abnormal dari arteri yang menyuplai darah ke kepala. Pembuluh
darah itu akan berdilatasi dan menyebabkan nyeri.

Beberapa gejala dari cluster headache seperti mata berair, hidung tersumbat dan atau
berair, serta kelopak mata yang sulit diangkat melibatkan sistem saraf otonom. Saraf yang
merupakan bagian dari sistem ini membentuk suatu jalur pada dasar otak. Ketika saraf
trigeminus di aktivasi, menyebabkan nyeri pada mata, sistem saraf otonom juga diaktivasi
dengan apa yang disebut refleks trigeminal otonom.

Fungsi Abnormal dari Hipotalamus

Serangan cluster biasanya terjadi dengan pengaturan seperti 24 jam sehari. Siklus periode
cluster seringkali mengikuti pola musim dalam satu tahun. Pola ini menunjukkan bahwa jam
biologis tubuh ikut terlibat. Pada manusia jam biologis terletak pada hipotalamus yang berada
jauh di dalam otak. Dari banyak fungsi hipotalamus, bagian ini mengontrol siklus tidur bangun
dan irama internal lainnya. Kelainan hipotalamus mungkin dapat menjelaskan adanya pengaturan

42
waktu dan siklus pada cluster headache. Penelitian telah menemukan peningkatan aktivitas di
dalam hipotalamus selama terjadinya cluster headache. Peningkatan aktivitas ini tidak ditemukan
pada orang-orang dengan sakit kepala lainnya seperti migraine.

KLASIFIKASI

Berdasarkan jangka waktu periode cluster dan periode remisi, international headache
society telah mengklasifikasikan cluster headache menjadi dua tipe :

1. Episodik, dalam bentuk ini cluster headache terjadi setiap hari selama satu minggu
sampai satu tahun diikuti oleh remisi tanpa nyeri yang berlangsung beberapa minggu
sampai beberapa tahun sebelum berkembangnya periode cluster selanjutnya.
2. Kronik, dalam bentuk ini cluster headache terjadi setiap hari selama lebih dari satu tahun
dengan tidak ada remisi atau dengan periode tanpa nyeri berlangsung kurang dari dua
minggu.

Sekitar 10 sampai 20 % orang dengan cluster headache mempunyai tipe kronik. Cluster
headache kronik dapat berkembang setelah suatu periode serangan episodik atau dapat
berkembang secara spontan tanpa di dahului oleh riwayat sakit kepala sebelumnya. Beberapa
orang mengalami fase episodik dan kronik secara bergantian.

GEJALA KLINIS

Cluster headache menyerang dengan cepat, biasanya tanpa peringatan. Dalam hitungan
menit nyeri yang sangat menyiksa berkembang. Rasa nyeri tersebut biasanya berkembang pada
sisi kepala yang sama pada periode cluster, dan terkadang sakit kepala menetap pada sisi tersebut
seumur hidup pasien. Jarang sekali rasa nyeri berpindah ke sisi lain kepala pada periode cluster
selanjutnya. Jauh lebih jarang lagi rasa nyeri berpindah-pindah setiap kali terjadi serangan.

Rasa nyeri pada cluster headache seringkali digambarkan sebagai suatu nyeri yang tajam,
menusuk, atau seperti terbakar.

43
Gelisah

Orang-orang dengan cluster headache tampak gelisah, cenderung untuk melangkah


bolak-balik atau duduk sambil menggoyang-goyangkan badannya ke depan dan ke belakang
untuk mengurangi rasa sakit. Mereka mungkin dapat menekan tangannya pada mata atau kepala
atau meletakkan es ataupun kompres hangat pada daerah yang sakit.

Mata Berair dan Hidung Tersumbat

Cluster headache selalu dipicu oleh respon sistem saraf otonom. Sistem ini mengontrol
banyak aktivitas vital tanpa disadari dan kita tidak harus memikirkan apa yang dilakukannya.
Contohnya, sistem saraf otonom mengatur tekanan darah, denyut jantung, keringat dan suhu
tubuh. Respon tersering sistem otonom pada cluster headache adalah keluarnya air mata
berlebihan dan mata merah pada sisi yang sakit.

Tanda dan gejala lainnya yang mungkin bersamaan dengan cluster headache antara lain :

a. Lubang hidung tersumbat atau berair pada sisi kepala yang terserang.
b. Kemerahan pada muka.
c. Bengkak di sekitar mata pada sisi wajah yang terkena.
d. Ukuran pupil mengecil.
e. Kelopak mata sulit untuk dibuka.

Tanda dan gejala tersebut hanya terjadi selama masa serangan. Namun demikian pada
beberapa orang kelopak mata yang sulit ditutup dan mengecilnya ukuran pupil tetap ada lama
setelah periode serangan. Beberapa gejala-gejala seperti migraine termasuk mual, fotofobia dan
fonofobia, serta aura dapat terjadi pada cluster headache.

Karakteristik Periode Cluster

Suatu periode cluster umumnya berlangsung antara 2 sampai 12 minggu. Periode cluster
kronik dapat berlanjut lebih dari satu tahun. Tanggal permulaan dan jangka waktu dari tiap-tiap
periode cluster seringkali konsisten dari waktu ke waktu. Untuk kebanyakan orang, periode
cluster dapat terjadi musiman, seperti tiap kali musim semi atau tiap kali musim gugur.

44
Selama periode cluster, sakit kepala biasanya terjadi tiap hari, terkadang beberapa kali
sehari. Suatu serangan tunggal rata-rata berlangsung 45 sampai 90 menit. Serangan terjadi pada
waktu yang sama dalam tiap 24 jam. Serangan pada malam hari lebih sering daripada siang hari,
seringkali berlangsung 90 menit sampai 3 jam setelah tertidur. Waktu tersering terjadinya
serangan adalah antara jam satu sampai jam dua pagi, antara jam satu sampai jam tiga siang dan
sekitar jam sembilan malam.

Nyerinya seringkali hilang mendadak sebagaimana ia di mulai, dengan intensitas yang


menurun secara cepat. Setelah serangan, kebanyakan orang bebas sepenuhnya dari rasa sakit
namun mengalami kelelahan. Kesembuhan sementara selama periode cluster dapat berlangsung
beberapa jam sampai sehari penuh sebelum serangan selanjutnya.

DIAGNOSIS

Cluster headache mempunyai ciri khas tipe nyeri dan pola serangan. Suatu diagnosis
tergantung kepada gambaran dari serangan, termasuk nyeri, lokasi dan keparahan sakit kepala,
dan gejala-gejala lainnya yang terkait. Frekuensi dan lama waktu terjadinya sakit kepala juga
merupakan faktor yang penting.

Keterlibatan fenomena otonom yang jelas adalah sangat penting pada cluster headache.
Tanda-tanda tersebut diantaranya adalah rinorea dan hidung tersumbat ipsilateral, lakrimasi,
hiperemi pada konjungtiva, diaforesis pada wajah, edema pada palpebra dan sindrom Horner
parsial atau komplit, takikardia juga sering ditemukan.

Pemeriksaan neurologis dapat membantu untuk mendeteksi tanda-tanda dari cluster


headache. Terkadang pupil terlihat lebih kecil atau palpebra terjatuh bahkan diantara serangan.

Cluster headache adalah suatu diagnosis klinis, pada kasus-kasus yang jarang lesi
struktural dapat menyerupai gejala-gejala dari cluster headache, menegaskan perlunya
pemeriksaan neuroimaging. Uji yang dilakukan adalah CT- Scan dan MRI.

45
TATALAKSANA

Tidak ada terapi untuk menyembuhkan cluster headache. Tujuan dari pengobatan adalah
menurunkan keparahan nyeri dan memperpendek jangka waktu serangan. Obat-obat yang
digunakan untuk cluster headache dapat dibagi menjadi obat-obat simtomatik dan profilaktik.
Obat-obat simtomatik bertujuan untuk menghentikan atau mengurangi rasa nyeri setelah terjadi
serangan cluster headache, sedangkan obat-obat profilaktik digunakan untuk mengurangi
frekuensi dan intensitas eksaserbasi sakit kepala.

Karena sakit kepala tipe ini meningkat dengan cepat pengobatan simtomatik harus
mempunyai sifat bekerja dengan cepat dan dapat diberikan segera, biasanya menggunakan
injeksi atau inhaler daripada tablet per oral.

Pengobatan simtomatik termasuk :

1. Oksigen. Menghirup oksigen 100 % melalui sungkup wajah dengan kapasitas 7


liter/menit memberikan kesembuhan yang baik pada 50-90 % orang-orang yang
menggunakannya. Terkadang jumlah yang lebih besar dapat lebih efektif. Efek dari
penggunaannya relatif aman, tidak mahal, dan efeknya dapat dirasakan setelah sekitar 15
menit. Kerugian utama dari penggunaan oksigen ini adalah pasien harus membawa-bawa
tabung oksigen dan pengaturnya, membuat pengobatan dengan cara ini menjadi tidak
nyaman dan tidak dapat di akses setiap waktu. Terkadang oksigen mungkin hanya
menunda daripada menghentikan serangan dan rasa sakit tersebut akan kembali.
2. Sumatriptan. Obat injeksi sumatriptan yang biasa digunakan untuk mengobati migraine,
juga efektif digunakan pada cluster headache. Beberapa orang diuntungkan dengan
penggunaan sumatriptan dalam bentuk nasal spray namun penelitian lebih lanjut masih
perlu dilakukan untuk menentukan keefektifannya.
3. Ergotamin. Alkaloid ergot ini menyebabkan vasokontriksi pada otot-otot polos di
pembuluh darah otak. Tersedia dalam bentuk injeksi dan inhaler, penggunaan intra vena
bekerja lebih cepat daripada inhaler dosis harus dibatasi untuk mencegah terjadinya efek
samping terutama mual, serta hati-hati pada penderita dengan riwayat hipertensi.

46
4. Obat-obat anestesi lokal. Anestesi lokal menstabilkan membran saraf sehingga sel saraf
menjadi kurang permeabel terhadap ion-ion. Hal ini mencegah pembentukan dan
penghantaran impuls saraf, sehingga menyebabkan efek anestesi lokal. Lidokain intra
nasal dapat digunakan secara efektif pada serangan cluster headache. Namun harus
berhati-hati jika digunakan pada pasien-pasien dengan hipoksia, depresi pernafasan, atau
bradikardi.

Obat-obat profilaksis :

1. Anti konvulsan. Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis pada cluster headache
telah dibuktikan pada beberapa penelitian yang terbatas. Mekanisme kerja obat-obat ini
untuk mencegah cluster headache masih belum jelas, mungkin bekerja dengan mengatur
sensitisasi di pusat nyeri.
2. Kortikosteroid. Obat-obat kortikosteroid sangat efektif menghilangkan siklus cluster
headache dan mencegah rekurensi segera. Prednison dosis tinggi diberikan selam
beberapa hari selanjutnya diturunkan perlahan. Mekanisme kerja kortikosteroid pada
cluster headache masih belum diketahui.

Terapi Nonfarmakologi headache:

TerapiAkupuntur
Latihanfisik

Latihan fisik mengurangi intensitas dan bahkan membebaskan sakit kepala sebagian
pasien hingga enam bulan. Selain itu juga bias dilakukan latihan olahraga yang mengarah
pada otot otot bahu dan leher, masing masing selama 100 kali, dan ditambah pula
dengan mengayuh sepeda ergonomic serta peregangan.

Latihan relaksasi

Latihan relaksasi mencakup latihan pernapasan, teknik mengendalikan stres, serta


bagaimana bersikap rileks selama beraktivitas dan dalam menjalani hidup sehari-hari.

47
Pembedahan

Pembedahan di rekomendasikan pada orang-orang dengan cluster headache kronik yang


tidak merespon dengan baik dengan pengobatan atau pada orang-orang yang memiliki
kontraindikasi pada obat-obatan yang digunakan. Seseorang yang akan mengalami pembedahan
hanyalah yang mengalami serangan pada satu sisi kepala saja karena operasi ini hanya bisa
dilakukan satu kali. Orang-orang yang mengalami serangan berpindah-pindah dari satu sisi ke
sisi yang lain mempunyai resiko kegagalan operasi.

Ada beberapa tipe pembedahan yang dapat dilakukan untuk mengobati cluster headache.
Prosedur yang dilakukan adalah merusak jalur saraf yang bertanggungjawab terhadap nyeri.

Blok saraf invasif ataupun prosedur bedah saraf non-invasif (contohnya radio frekuensi
pericutaneus, gangliorhizolisis trigeminal, rhizotomi) telah terbukti berhasil mengobati cluster
headache. Namun demikian terjadi efek samping berupa diastesia pada wajah, kehilangan
sensoris pada kornea dan anestesia dolorosa.

Pembedahan dengan menggunakan sinar gamma sekarang lebih sering digunakan karena
kurang invasif. Metode baru dan menjanjikan adalah penanaman elektroda perangsang dengan
menggunakan penunjuk jalan stereostatik di bagian inferior hipotalamus. Penelitian
menunjukkan bahwa perangsangan hipotalamus pada pasien dengan cluster headache yang parah
memberikan kesembuhan yang komplit dan tidak ada efek samping yang signifikan.

PENCEGAHAN

Karena penyebab dari cluster headache masih belum diketahui dengan pasti kita belum
bisa mencegah terjadinya serangan pertama. Namun kita dapat mencegah sakit kepala ulangan
yang lebih berat. Penggunaan obat-obat preventif jangka panjang lebih menguntungkan dari yang
jangka pendek. Obat-obat preventif jangka panjang antara lain adalah penghambat kanal kalsium
dan kanal karbonat. Sedangakan yang jangka pendek termasuk diantaranya adalah kortikosteroid,
ergotamin dan obat-obat anestesi lokal. Menghindari alkohol dan nikotin dan faktor resiko
lainnya dapat membantu mengurangi terjadinya serangan.

48
PROGNOSIS

80 % pasien dengan cluster headache berulang cenderung untuk mengalami serangan berulang.
Beruntungnya, sakit kepala cluster adalah hal yang langka dan tidak mengancam nyawa.
Pengobatan dapat membantu membuat lamanya serangan menjadi lebih pendek dan sakit yang
lebih sedikit.

49
NEURALGIA TRIGEMINAL

Neuralgia Trigeminal
Definisi
Neuralgia trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi yang
berulang. Disebut trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada satu atau lebih
saraf dari tiga cabang saraf trigeminal. Saraf yang cukup besar ini terletak di otak dan membawa
sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh terganggunya fungsi saraf trigeminal
sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah satu cabang saraf trigeminal yang diakibatkan
oleh berbagai penyebab.

Serangan neuralgia trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai semenit.
Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain
merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik.

Epidemiologi
Prevalensi penyakit ini diperkirakan sekitar 107.5 pada pria dan 200.2 pada wanita per
satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah dibandingkan dengan
sisi kiri (rasio 3:2), dan merupakan penyakit pada kelompok usia dewasa (dekade enam sampai
tujuh). Hanya 10 % kasus yang terjadi sebelum usia empat puluh tahun.

Sumber lain menyebutkan, penyakit ini lebih umum dijumpai pada mereka yang berusia
di atas 50 tahun, meskipun terdapat pula penderita berusia muda dan anak-anak.

Neuralgia trigeminal merupakan penyakit yang relatif jarang, tetapi sangat mengganggu
kenyamanan hidup penderita, namun sebenarnya pemberian obat untuk mengatasi trigeminal
neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan memblokade sinyal nyeri yang dikirim ke otak,
sehingga nyeri berkurang, hanya saja banyak orang yang tidak mengetahui dan menyalahartikan
neuralgia trigeminal sebagai nyeri yang ditimbulkan karena kelainan pada gigi, sehingga
pengobatan yang dilakukan tidaklah tuntas.

Klasifikasi
Neuralgia Trigeminal (NT) dapat dibedakan menjadi:

NT Tipikal

50
NT Atipikal
NT karena Sklerosis Multipel
NT Sekunder
NT Paska Trauma
Failed Neuralgia Trigeminal

Bentuk-bentuk neuralgia ini harus dibedakan dari nyeri wajah idiopatik (atipikal) serta
kelainan lain yang menyebabkan nyeri kranio-fasial.

Etiologi
Mekanisme patofisiologis yang mendasari neuralgia trigeminal belum begitu pasti, walau
sudah sangat banyak penelitian dilakukan. Kesimpulan Wilkins, semua teori tentang mekanisme
harus konsisten dengan:

1. Sifat nyeri yang paroksismal, dengan interval bebas nyeri yang lama.
2. Umumnya ada stimulus 'trigger' yang dibawa melalui aferen berdiameter besar (bukan
serabut nyeri) dan sering melalui divisi saraf kelima diluar divisi untuk nyeri.
3. Kenyataan bahwa suatu lesi kecil atau parsial pada ganglion gasserian atau akar saraf
sering menghilangkan nyeri.
4. Terjadinya NT pada pasien yang mempunyai kelainan demielinasi sentral.
Kenyataan ini tampaknya memastikan bahwa etiologinya adalah sentral dibanding saraf
tepi. Paroksisme nyeri analog dengan bangkitan dan yang menarik adalah sering dapat dikontrol
dengan obat-obatan anti kejang (karbamazepin dan fenitoin).

Tampaknya sangat mungkin bahwa serangan nyeri mungkin menunjukkan suatu cetusan
'aberrant' dari aktivitas neuronal yang mungkin dimulai dengan memasukkan input melalui saraf
kelima, berasal dari sepanjang traktus sentral saraf kelima.

Patogenesis
Neuralgia trigeminal dapat terjadi akibat berbagai kondisi yang melibatkan sistem
persarafan trigeminus ipsilateral. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi etiologi
adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring
dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Lima
sampai delapan persen kasus disebabkan oleh adanya tumor benigna pada sudut serebelo-pontin

51
seperti meningioma, tumor epidermoid, atau neurinoma akustik. Kira-kira 2-3% kasus karena
sklerosis multipel. Ada sebagian kasus yang tidak diketahui sebabnya. Menurut Fromm,
neuralgia trigeminal bisa mempunyai penyebab perifer maupun sentral.

Sebagai contoh dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini, apapun
penyebabnya, bisa menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental pada nukleus/ inti saraf ini
yang menimbulkan produksi ectopic action potential pada saraf trigeminal. Keadaan ini, yaitu
discharge neuronal yang berlebihan dan pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur sensorik
yang hiperaktif. Bila tidak terbendung akhirnya akan menimbulkan serangan nyeri. Aksi
potensial antidromik ini dirasakan oleh pasien sebagai serangan nyeri trigerminal yang
paroksismal. Stimulus yang sederhana pada daerah pencetus mengakibatkan terjadinya serangan
nyeri.

Gambaran Klinis
Serangan neuralgia trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai semenit.
Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain
merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik. Penderita
neuralgia trigeminal yang berat menggambarkan rasa sakitnya seperti ditembak, kena pukulan
jab, atau ada kawat di sepanjang wajahnya. Serangan ini hilang timbul dan bisa jadi dalam sehari
tidak ada rasa sakit. Namun, bisa juga sakit menyerang setiap hari atau sepanjang minggu
kemudian, tidak sakit lagi selama beberapa waktu. Neuralgia trigeminal biasanya hanya terasa di
satu sisi wajah, tetapi bisa juga menyebar dengan pola yang lebih luas. Jarang sekali terasa di
kedua sisi wajah dlm waktu bersamaan.

Diagnosis
Kunci diagnosis adalah riwayat. Umumnya, pemeriksaan dan tes neurologis (misalnya
CT scan) tak begitu jelas. Faktor riwayat paling penting adalah distribusi nyeri dan terjadinya
'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri mulai pada distribusi divisi 2 atau
3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang keduanya. Biasanya, serangan nyeri timbul
mendadak, sangat hebat, durasinya pendek (kurang dari satu menit), dan dirasakan pada satu
bagian dari saraf trigeminal, misalnya bagian rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali
terpancing bila suatu daerah tertentu dirangsang (trigger zone).

52
Trigger zone sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut. Yang unik dari
trigger zone ini adalah rangsangannya harus berupa sentuhan atau tekanan pada kulit atau rambut
di daerah tersebut. Rangsang dengan cara lain, misalnya dengan menggunakan panas, walaupun
menyebabkan nyeri pada tempat itu, tidak dapat memancing terjadinya serangan neuralgi.
Pemeriksaan neurologis pada neuralgia trigeminal hampir selalu normal.

Suatu varian neuralgia trigeminal yang dinamakan tic convulsive ditandai dengan
kontraksi sesisi dari otot muka yang disertai nyeri yang hebat. Keadaan ini perlu dibedakan
dengan gerak otot muka yang bisa menyertai neuralgi biasa, yang dinamakan tic douloureux. Tic
convulsive yang disertai nyeri hebat lebih sering dijumpai di daerah sekitar mata dan lebih sering
dijumpai pada wanita.

Penatatalaksanaan
Sebagian besar obat yang digunakan pada penyakit ini mempunyai cukup banyak efek
samping. Penyakit ini juga terutama menyerang mereka yang sudah lanjut usia. Karena itu,
pemilihan dan pemakaian obat harus memperhatikan secara cermat kemungkinan timbulnya efek
samping. Dasar penggunaan obat pada terapi neuralgia trigeminal dan neuralgia saraf lain adalah
kemampuan obat untuk menghentikan hantaran impuls aferen yang menimbulkan serangan
nyeri.

Carbamazepine
Obat yang hingga kini dianggap merupakan pilihan pertama adalah carbamazepine. Bila
efektif maka obat ini sudah mulai tampak hasilnya setelah 4 hingga 24 jam pemberian,
kadang-kadang bahkan secara cukup dramatis. Dosis awal adalah 3 x 100 hingga 200 mg.
Bila toleransi pasien terhadap obat ini baik, terapi dilanjutkan hingga beberapa minggu
atau bulan. Dosis hendaknya disesuaikan dengan respons pengurangan nyeri yang dapat
dirasakan oleh pasien. Dosis maksimal adalah 1200 mg/hari. Karena diketahui bahwa
pasien bisa mengalami remisi maka dosis dan lama pengobatan bisa disesuaikan dengan
kemungkinan ini. Bila terapi berhasil dan pemantauan dari efek sampingnya negatif,
maka obat ini sebaiknya diteruskan hingga sedikitnya 6 bulan sebelum dicoba untuk
dikurangi. Bila nyeri menetap maka sebaiknya diperiksa kadar obat dalam darah. Bila
ternyata kadar sudah mencukupi sedangkan nyeri masih ada, maka bisa dipertimbangkan

53
untuk menambahkan obat lain, misalnya baclofen. Dosis awal baclofen 10 mg/hari yang
bertahap bisa dinaikkan hingga 60 hingga 80 mg/hari.

Gabapentin
Gabapentin adalah suatu antikonvulsan baru yang terbukti dari beberapa uji coba sebagai
obat yang dapat dipertimbangkan untuk nyeri neuropatik. Obat ini mulai dipakai di
Amerika pada 1994, sebagai obat anti epilepsi. Waldeman menganjurkan pemberian obat
ini bila carbamazepin dan phenitoin gagal mengendalikan nyerinya. Dosis awal 300 mg,
malam hari, selama 2 hari. Bila tidak terjadi efek samping yang mengganggu seperti
pusing, ngantuk, gatal, dan bingung, obat dinaikkan dosisnya setiap 2 hari dengan 300
mg hingga nyeri hilang atau hingga tercapai dosis 1800 mg/hari. Cara kerja gabapentin
dalam menghilangkan nyeri masih belum jelas benar. Yang pasti dapat dikemukakan
adalah bahwa obat ini meningkatkan sintesis GABA dan menghambat degradasi GABA.
Karena itu, pemberian gabapentin akan meningkatkan kadar GABA di dalam otak.

54
BAB III

KESIMPULAN

Nyeri kepala adalah perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman yang
menyerang daerah tengkorak (kepala) mulai dari kening ke arah atas dan belakang kepala serta
daerah wajah. Berdasarkan penelitian berbasis populasi menggunakan kriteria Internasional
Headache Society untuk Migraine dan Tension Type Headache (TTH), juga penelitian Headache
in General dimana Chronic Daily Headache juga disertakan. Secara global, persentase populasi
orang dewasa dengan gangguan nyeri kepala 46% , 11% Migren, 42% Tension Type Headache
dan 3% untuk Chronic daily headache. Berdasarkan hasil penelitian multisenter berbasis rumah
sakit pada 5 rumah sakit di Indonesia, didapatkan prevalensi penderita nyeri kepala sebagai
berikut : Migren tanpa aura 10%, Migren dengan aura 1,8%, Episodik Tension type Headache
31%, Chronic Tension type Headache (CTTH) 24%, Cluster Headache 0.5%, Mixed Headache
14%.

International Headache Society (IHS) mengklasifikasikan nyeri kepala primer yang


meliputi : Migraine, Tension-Type Headache (TTH), Cluster Headache and Other Trigeminal
Autonomic Cephalalgias, dan Other primary headaches.

Masing-masing tipe nyeri kepala tersebut memiliki ciri khas atau gejala klinis yang
berbeda sehingga diharapkan dalam praktek sehari-hari kita dapat membedakan tipe nyeri kepala
yang dikeluhkan oleh pasien. Selain itu, penatalaksanaan masing-masing tipe nyeri kepala
tersebut juga berbeda, untuk tipe migren dan tension headache dapat diberikan NSAIDs,
sedangkan tipe cluster dan neuralgia trigeminal tidak sensitif terhadap pemberian NSAIDs.

55
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadeli H. A. 2006. Penatalaksanaan Terkini Nyeri Kepala Migrain. Dalam Kumpulan


Makalah Pertemuan Ilmiah Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Airlangga University Press. Surabaya.

2. Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajahmada University Press.
Yogyakarta.

3. Dahlem M., Podoll K. 2007. Migraine Headache. http://www.migraine-


aura.com/content/e27892/index_en.html

4. Purnomo H. 2006. Migrainous Vertigo. Dalam Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah


Nasional II Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Airlangga University Press.
Surabaya.

5. Benson AG, Robbins W. 2006. Migraine Associated Vertigo.


http.www.emedicine.com/ent/topic727.htm

6. Zuraini, Yuneldi anwar, Hasan Sjahrir. 2005. Karakteristik Nyeri Kepala Migren dan
Tension Type Headeche Di Kotamadya Medan, Neurona, Vol 22 No. 2

7. Wibowo S., Gofir A. 2001. Farmakologi dalam Neurologi. Salemba Medika. Jakarta

8. UVA health. Tension headache. Available at:


https://uvahealth.com/services/neurosciences/conditions-and-treatments/11515. Accesed
on april 11th 2014.

9. Kusumoputro S, Sidiarto LD. Masalahnyerikepalamenahun. Balai penerbit fakultas


kedokteran universitas Indonesia. Jakarta: 1989.p.15

10. Wibowo, Samekto dan Abdul Gofir. Farmakoterapi dalam Neurologi. Salemba
Medika, Jakarta; 2001.h.108-111
11. A.A.Bgs.Ngr.Nuartha, Harsono et al. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Gajah
Mada University Press, Yogyakarta; 1996.h.243-244
12. Singh, Manish K. Muscle Contraction Tension Headache.
http://emedicine.com//Diaksespadatanggal 10 Oktober 2006
13. Bendtsen L. Central Sensitization in Tension type Headache-Possible Pathophysiological
Mechanisms. Cephalalgia 2000;20:486-508

56
14. Bolay H, Moskowitz MA. Mechanism of Pain Modulation in Chronic Syndromes.
Neurology 2002;59:52-57
15. Hadinoto S.SimposiumNyeriKepaladanSindromNyeri Lain yang Berhubungan
.EdisiPertama. Penerbit :Panitia Simposium Nyeri Kepala IDASI Cabang Semarang.
Semarang. 1987
16. Sidharta, Priguna. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat, Jakarta;
1999.h.17-21
17. http: // www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000797.htm. Diakses pada tanggal 10
Oktober 2006
18. Sinta, Meta, Tony Handoko, Sardjono, Freddy W, FD Suyatna, Udin S et al.
Farmakologi dan Terapi Edisi 4. FKUI. Jakarta; 2001.h.109-270
19. Dodick, David W. Chronic Daily Headache. NEJM 2006:354:2:158-165
20. Ropper AH, Broen RH. Adam and victors principle of neurology. 8th ed. USA: McGraw
hill medical publishing division.2005 p.148-9

57

You might also like