You are on page 1of 71

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO C BLOK 25 TAHUN 2017

Disusun Oleh:
Kelompok 8
Tutor: dr. Gita Dwi Prasasty
Azora Khairani Kartika (04011281419082)
Dena Nabilah Yasmin (04011281419128)
Elfandari Taradipa (04011181419006)
Elisabeth Stefanny (04011281419114)
Ira Yunita (04011281419084)
Muhammad Arma (04011181419056)
M. Afif Baskara Emirzon (04011281419112)
M. Rifki Al Ikhsan (04011181419010)
Siti Thania Luthfyah (04011281419088)

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat rahmat
yang diberikan-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Skenario C Blok Pediatri-
Geriatri ini dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
pembuatan laporan ini, serta berbagai sumber yang telah penulis gunakan sebagai data dan fakta
pada makalah ini. Penulis juga berterima kasih kepada dr. Gita Dwi Prasasty, yang telah
memberikan pedoman dalam melakukan tutorial, membuat makalah hasil tutorial dan telah
memberi bimbingannya sebagai tutor sehingga kami dapat menyelesaikan masalah skenario yang
telah diberikan.
Penulis menyadari akan kekurangan dalam penulisan makalah ini. Maka dari itu, kritik dan
saran sangat diharapkan untuk memperbaiki dan mengembangkan isi dari makalah ini. Penulis juga
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, serta penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan
penulisan dalam makalah ini. Akhir kata, apabila ada kesalahan kata-kata, penulis meminta maaf
dan diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, 5 April 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER....................................................................................................................................1

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2

DAFTAR ISI............................................................................................................................3

BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................................4

BAB II. PEMBAHASAN........................................................................................................5

I. SKENARIO ..................................................................................................5
II. KLARIFIKASI ISTILAH........................................................................................6
III. IDENTIFIKASI MASALAH...................................................................................6
IV. ANALISIS MASALAH...........................................................................................8
V. LEARNING ISSUE...............................................................................................40
VI. SINTESIS ...................................................................................................66
VII. KERANGKA KONSEP.........................................................................................68

BAB III. PENUTUP..............................................................................................................69

A. KESIMPULAN......................................................................................................69
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................70

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Blok Tumbuh Kembang dan Geriatri adalah blok ke-25 dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan
pembelajaran untuk menghadapi kasus yang sebenarnya pada waktu yang akan
datang. Kasus yang dipelajari tentang berbagai kelainan tumbuh kembang beserta
penjelasan dan tatalaksananya.

B. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

C. Data Tutorial
1. Tutor : dr. Gita Dwi Prasasty
2. Moderator : Ira Yunita
3. Sekretaris : Elisabeth Stefanny dan Siti Thania Luthfyah
4. Waktu : 1. Senin, 3 April 2017
Pukul 10.00 12.00 WIB
2. Rabu, 5 April 2017
Pukul 10.00 12.00 WIB

4
BAB II
PEMBAHASAN

I. SKENARIO
Tn. Apriyanto, umur 59 tahun dibawa ke poliklinik rumah sakit Moh. Hoesin dengan
keluhan gangguan keseimbangan saat berjalan yang dialami secara perlahan-lahan
selama 1 tahun terakhir. Awalnya penderita mengalami kesulitan berbalik arah saat
berjalan dan kesulitan saat menaiki anak tangga tapi perlahan-lahan penderita mulai sulit
bangkit dari tempat duduk dan memerlukan alat bantu jalan berupa tongkat, tapi
kekuatan masih baik. Penderita sempat didiagnosa penyakit Parkinson namun obat-
obatan Parkinson tidak banyak membantu. Setelah itu, penderita mulai mengalami
gangguan memori yang ringan berupa kesulitan mengingat nama orang-orang yang
dikenal. Beberapa hari terakhir penderita mulai merasakan keinginan berkemih yang
berlebih dan tidak mampu mengendalikan keluarnya urin (ngompol). Penderita pernah
mengalami Stroke Iskemik sekitar 5 tahun yang lalu.

Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: GCS 15
Tanda vital: TD 130/80 mmHg, nadi 82x/menit, RR 20x/menit, Temp 37,2 C
Kepala: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher: tidak ada pembesaran KGB
Thoraks: simetris, retraksi tidak ada
Jantung: batas jantung normal, iktus kordis tidak tampak, bunyi jantung normal,
bising jantung tidak ada
Paru: Stem fremitus normal, suara nafas vesikuler normal
Abdomen: datar, lemas, nyeri tekan (-) dan defans muskuler (-), bising usus normal
Ekstremitas: Edema -/-
Pemeriksaan Neurologis:
Pada pemeriksaan nervi kraniales:
Nervus kraniales tidak ada kelainan
Pada pemeriksaan fungsi motorik:
Kekuatan otot ekstremitas atas 5/5, ekstremitas bawah 5/5
Refleks fisiologi ekstremitas positif meningkat
Refleks patologis negatif

5
II. KLARIFIKASI ISTILAH
No. Istilah Klarifikasi
1. Gangguan Kondisi dimana berasa berputar, bergerak, atau
keseimbangan mengambang bahkan jika hanya berbaring atau berdiri
2. Parkinson Penyakit neurologis progresif yang disebabkan oleh
kerusakan pada sel saraf di otak yang memproduksi
dopamin. Gejalanya meliputi tremor, kekakuan dan
gerakan yang lambat
3. Gangguan memori Hasil dari kerusakan pada struktur neuroanatomi yang
bertugas dalam penyimpanan, retensi, pemanggilan
kembali informasi yang sudah didapat. Gangguan
memori dapat bersifat progresif atau langsung
4. Stroke Iskemik Stroke yang disebabkan karena adanya hambatan atau
sumbatan pada pembuluh darah tertentu sehingga
daerah otak yang diperdarahi oleh pembuluh darah
tersebut tidak mendapat pasokan energi dan oksigen,
sehingga pada akhirnya jaringan sel otak di daerah
tersebut mati dan tidak berfungsi lagi
5. Retraksi Keadaan tertarik kembali
6. Iktus kordis Denyut apeks jantung yang bisa terlihat dalam ruangan
ICS 5 sisi kiri medial linea midklavikula
7. Stem fremitus Getaran pada thoraks yang timbul ketika seseorang
berbicara
8. Suara nafas vesikuler Suara nafas rendah yang terdengar lebih panjang pada
fase inspirasi daripada ekspirasi dan kedua fase
bersambung (tidak ada gap)
9. Defans muskuler Adanya tahanan dari otot (perut terasa tegang)

III. IDENTIFIKASI MASALAH


No. Identifikasi Masalah Prioritas
1. Tn. Apriyanto, umur 59 tahun dibawa ke poliklinik rumah
sakit Moh. Hoesin dengan keluhan gangguan keseimbangan
VVV
saat berjalan yang dialami secara perlahan-lahan selama 1
tahun terakhir.
2. Awalnya penderita mengalami kesulitan berbalik arah saat VV
berjalan dan kesulitan saat menaiki anak tangga tapi
perlahan-lahan penderita mulai sulit bangkit dari tempat
duduk dan memerlukan alat bantu jalan berupa tongkat, tapi

6
kekuatan masih baik. Penderita sempat didiagnosa penyakit
Parkinson namun obat-obatan Parkinson tidak banyak
membantu.
3. Setelah itu, penderita mulai mengalami gangguan memori
yang ringan berupa kesulitan mengingat nama orang-orang VV
yang dikenal.
4. Beberapa hari terakhir penderita mulai merasakan keinginan
berkemih yang berlebih dan tidak mampu mengendalikan VV
keluarnya urin (ngompol).
5. Penderita pernah mengalami Stroke Iskemik sekitar 5 tahun
VV
yang lalu.
6. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: GCS 15
Tanda vital: TD 130/80 mmHg, nadi 82x/menit, RR
20x/menit, Temp 37,2 C
Kepala: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher: tidak ada pembesaran KGB
Thoraks: simetris, retraksi tidak ada V
Jantung: batas jantung normal, iktus kordis tidak tampak,
bunyi jantung normal, bising jantung tidak ada
Paru: Stem fremitus normal, suara nafas vesikuler normal
Abdomen: datar, lemas, nyeri tekan (-) dan defans muskuler
(-), bising usus normal
Ekstremitas: Edema -/-
7. Pemeriksaan Neurologis:
Pada pemeriksaan nervi kraniales:
Nervus kraniales tidak ada kelainan
Pada pemeriksaan fungsi motorik: V
Kekuatan otot ekstremitas atas 5/5, ekstremitas bawah
5/5
Refleks fisiologi ekstremitas positif meningkat
Refleks patologis negative

IV. ANALISIS MASALAH


1. Tn. Apriyanto, umur 59 tahun dibawa ke poliklinik rumah sakit Moh. Hoesin dengan
keluhan gangguan keseimbangan saat berjalan yang dialami secara perlahan-lahan
selama 1 tahun terakhir.

7
a. Bagaimana neurofisiologi berjalan?
Proses berjalan merupakan suatu proses yang kompleks yang membutuhkan
keutuhan berbagai struktur dan mekanisme saraf. Struktur dan mekanisme saraf
ini menyelenggarakan pengaturan untuk proses berjalan.
Korteks motorik
Korteks motorik primer (area Brodmann 4) terletak pada gyrus presentalis lobus
frontalis, terbentang dari fisura lateralis hingga batas dorsal hemisfer dan
sebagian permukaan media lobus frontalis rostal dari lobulus parasentralis.
Korteks motorik primer berhubungan dengan penampilan gerakan. Disebelah
rostal area motorik primer tedapat kortesk premotor (area Brodmann 6). Pada
permukaan lateral hemisper yang berhubungan dengan pemuliaan (inisiasi)
gerakan. Area motorik tambahan terdapat pada aspek medial dari area 6 pada
penampang sagital, rostal dari lobulus parasentral. Area ini aktif selama
persiapan gerakan setelah inisasi gerakan. Fungsi area ini terutama berhubungan
dengan gerakan kompleks pada anggota gerak termsuk gerakan anggota gerak
bersama pada kedua sisi tubuh. Jaras jaras desenden dari korteks serebri yang
mempengaruhi aktivitas motorik.
Traktus kortikospinalis (piramidalis)
Jaras ini
mulanya
dianggap
sebagai yang
memulai dan
mengendalikan
setiap aktifitas
otot volunter.
Kemudian
diketahui
bahwa jaras ini
terutama berhubungan dengan gerakan terlatih dari otot-otot distal anggota gerak
dan dengan fasilitasi , dan motorneuron. Sepertiga akson-akson dari jaras
ini berasal dari korteks motorik primer (area 4 dan 6), sepertiga lainnya dari area
promotor dan area motorik tambahan, dan sepertiga sisanya berasal dari lobus
parietalis (area 3, 1 dan 2). Traktus kortikospinalis kemudian berjalan kedistal
yang kemudian terbagi menjadi traktus kortikospinalis lateralis (90%) dan
8
traktus kortikospinalis ventralis. Traktus kortikospinalis lateralis berjalan pada
funikulus lateralis medula spinalis dan mengadakan sinaps pada aspek lateral
lamina IV hingga VIII. Banyak sel-sel pada lamina ini adalah interneuron yang
mengadukan sinaps dengan , dan motor neuron pada lamina IX. Traktus
kortikospinalis menimbulkan pengaruh fasilitasi dan inhibisi pada interneuron
spinal dan motor neuron. Aktivasi traktus kortikospinalis umumnya
menimbulkan potensial eksitatorik postsinaptik pada interneuron dan
motorneuron dari otot-otot fleksor dan potensial inhibitorik postsinaptik pada
otot-otot ekstensor.

9
Traktus kortikorubral dan rubrospinal
Dari korteks serebri, serabut-serabut menuju ke nukleus rubra ipsilateral
pada tegmentum mesensefalon. Traktus rubrospinal berasal dari nukleus ruber
yang menyilang garis tengah pada persilangan tegmental ventral dan turun
melalui tegmentum pons lateral dan mesensepalon menuju medula spinalis. Pada
medula spinalis jaras ini terdapat dibagian arterior traktus kortikospinalis
lateralis pada funikulus lateralis. Serabut-serabutnya bersinaps pada setiap
tingkatan medula spinalis pada aspek lateral lamina V, VI dan VIII. Fungsi
traktus ini memfasilitasi fleksor dan inhibisi ekstensor motor neuron , dan ,
terutama yang mensarafi bagian distal lengan.

10
Traktus vestibulospinal
Traktus vestibulospinal ini berjalan menuju funikulus anterior dan bersinaps
dengan sel-sel pada lamina VII dan VIII. Traktus vestribulospinal lateral berjalan
pada seluruh panjang medula spinalis, sedangkan traktus vestibulospinal medial
berjalan hingga setinggi bagian atas torakal. Stimulasi traktus vestibulospinal
lateral mencetuskan potensial eksitatorik postsinaptik pada motor neuron
ekstensor yang mensarafi otot-otot leher, punggung, anggota gerak. Stimulasi
traktus vestibulospinal medial tidak mempengaruhi motor neuron anggota gerak.
Jaras-jaras vestibulospinal berhubungan dengan postural tubuh saat gerakan
kepala dan pemeliharaan tonus postural.
Jaras sistem motorik yang berasal dari korteks serebri dan batang otak
mencapai medula spinalis dan secara fungsional terdiri atas 2 sistem proyeksi
umum, ventromedial dan lateral. Sistem ventromedial batang otak terdiri atas
serabut-serabut yang berasal dari nukleus interstisial, kolikulus superior,
formasio retikularis (mesensefalik, pons, medula oblongata), dan inti
vestibularis. Traktus yang terbentuk dari serabut ini berakhir pada aspek ventral
dan medial kornu anterior (termasuk lamina VII dan VIII). Jaras ventromedial
terutama berkaitan dengan pemeliharaan postur tegak, gerakan terintegrasi dari
badan dan anggota gerak dan progresi gerakan anggota gerak. Jaras ini
umumnya memfasilitasi aktifitas motor neuron yang berproyeksi pada otot-otot
ekstensor dan inhibisi aktivitas motor neuron yang berproyeksi pada otot-otot
fleksor.
11
Sitem lateral batang otak terdiri atas serabut-serabut yang berasal dari
nukleus rubber magnoseluler kontralateral yang menuju medula spinalis melalui
traktus rubrospinalis, dan serabut-serabut dari bagian ventrolateral tegmentum
pontis kontralateral yang menuju medula spinalis melalui kolumna lateralis
medula spinalis. Serabut jaras lateral ini berakhir pada aspek dorsal dan lateral
kornu anterior, termasuk lamina V, VI dan VII. Jaras ini berhubungan dengan
gerakan halus terutama tangan dan kaki. Jaras ini umumnya menfasilitasi
aktifitas motorneuron untuk otot-otot fleksor dan menginhibisi aktivitas untuk
otot-otot ekstensor.

Serebelum
Serebelum terletak di fossa posterior, dibelakang pons dan medula oblongata.
Dipisahkan dari serebrum dibagian atasnya oleh tentorium serebeli. Serebelum
terdiri atas 3 komponen anatomis utama yaitu, lobus flokulonodular (archi
12
serebelum) lobus anterior (paleo serebelum) dan lobus posterior (neo
serebelum). Lobus flokulonoduler menerima proyeksi terutama dari inti-inti
vestibuler. Lobus anterior terutama pada bagian vermis menerima input dari
jaras spinocerebelaris. Lobus posterior menerima proyeksi dari hemisfer serebri.
Korteks serebelum terdiri atas 3 lapisan yaitu, lapisan molekuler, lapisan sel-sel
purkinje dan lapisan granuler. Pada hemisfer serebri terdapat 4 pasang inti yaitu
fastigial, globosus, emboliformis dan dentatus. Terdapat 3 pasang berkas
proyeksi utama yaitu pedunkulus serebeli superior (brachium conjuncyivum),
pedunkulus serebeli media (brachium pontis) dan pedunkulus serebeli inferior
(corpus restiforme) Fungsi serebelum adalah sebagai pusat koordinasi untuk
mempertahankan keseimbangan dan Tonus otot. Serebelum diperlukan untuk
mempertahankan postur dan keseimbangan untuk berjalan dan berlari.
Basal ganglia
Basal ganglia adalah kompleks inti subkortika yang komponen utamanya terdiri
atas nukleus kaudatus, putamen dan globus palidus. Komponen lain dari basal
ganglia adalah kompleks inti amigdaloid dan klaustrum. Kompleks inti lain yang
mempunyai hubungan erat dengan basal ganglia adalah nukleus subthalamikus
dan substansia nigra. Kontrol aktivitas motorik dilakukan melalui berbagai
sirkuit yang melibatkan basal ganglia, korteks serebri dan serebelum kemudian
diteruskan melalui jaras motorik desendens yang selanjutnya mempengaruhi
aktivitas lower motorneuron. Gerakan yang dipengaruhi oleh basal ganglia
adalah yang berhubungan dengan postur, gerakan otomatis (ayunan tangan
waktu berjalan), dan gerakan terampil. Basal ganglia diduga mempunyai peran
dalam perencanaan gerakan dan sinergi gerakan.
Medula spinalis
Serabut-serabut dari traktus piramidalis dan berbagai jaras
ekstrapiramidalis, dan serabut aferen yang memasuki medula spinalis melalui
radiks posterior, berakhir pada badan sel atau dendrit dari motor neuron besar
dan kecil dan motor neuron secara langsung atau melalui interneuron dalam
medula spinalis. Serabut saraf dengan diameter yang lebih besar (alpha-1)
berjalan langsung menuju otot-otot ekstrafusal berakhir sebagai motor end plate.
Serabut saraf dari motor neuron mensarafi muscle spindle. Unit dasar
dalam pengorganisasian pada medula spinalis adalah refleks-refleks spinal.
Refleks spinal ini mendapat pengaruh ini bisa dan eksitasi dari pusat-pusat yang
lebih tinggi. Refleks spinal diaktivasi dan dipertahankan oleh stimulus eksternal.
13
Terdapat suatu interaksi yang berkesinambungan antara input sensorik, eksitasi
interneuron melalui jaras spinal dan supraspinal dan output motorik. Efek
aktivitas pusat yang lebih tinggi adalah memodifikasi dan mengatur aktivitas
dalam refleks spinal. Suatu lengkung refleks spinal terdiri atas suatu neuron
sensorik, satu atau lebih interneuron dan neuron motorik dengan akson dan
cabang-cabangnya menuju ke serabut-serabut otot dari motor unit. Spinal refleks
berhubungan dengan eksitasi inhibisi, kontraksi otot secara bersama
(cocontraction) dan persarafan timbal balik otot-otot antagonis. Keutuhan refleks
spinal ini penting dalam terjadinya gerakan yang merupakan daasr dari proses
berjalan.

b. Apa saja anatomi dan fisiologi yang terganggu pada kasus? (termasuk
mekanisme)

Bagian dari sistem saraf yang terganggu pada kasus adalah struktur subkortikal,
yang terdiri dari serebelum, ganglia basalis, dan thalamus.
Serebelum terbagi menjadi tiga bagian, yaitu vestibulocerebellum yang
bertanggung jawab atas waktu (timing) pergerakan, spinocerebellum yang
bertanggung jawab atas pengenalan/mempelajari gerakan, dan pontocerebellum
yang mengharmonisasi gerakan otot. Manifestasi klinis bila terdapat lesi pada
serebelum antara lain adalah: gangguan peregerakan dengan dismetria

14
(kehilangan kemampuan untuk menilai jarak atau rentang gerakan),
disdiadokokinesia (ketidakmampuan untuk melakukan gerakan yang cepat dan
bergantian), ataksia, disartria, dan nistagmus.
Ganglia basalis memiliki fungsi untuk membatasi gerakan sehingga gerakan
sesuai dengan keinginan, memfasilitasi pergerakan otomatis yang sekuensial, dan
mengintegrasikan informasi yang didapat dari atensi atau emosi menjadi gerakan.
Gejala bila terdapat lesi pada ganglia basalis antara lain adalah: kekakuan,
akinesia, dan distonia.
Thalamus berfungsi untuk menangkap input aferen dari panca indera, ganglia
basalis, serebelum, korteks, dan formasi retikular batang otak. Cara kerja
thalamus adalah modulasi informasi sensorik dengan integrasi batang otak dan
informasi kortikal yang berhubungan, dan modulasi aktivitas kortikal melalui
siklus cortithalamocortical. Bila thalamus terganggu, akan muncul gejala berupa:
kelainan sensoris seperti rasa nyeri (bervariasi dari ringan, dalam, hingga berat),
hemiplegia, dan kelainan pergerakan seperti mioklonus dan distonia.

c. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan?


Tidak ada perbedaan jenis kelamin yang lebih cenderung mengalami NPH,
namun NPH sering dialami pasien usia lanjut. NPH dapat terjadi pada semua
umur, meski penyakit ini lebih umum terjadi pada usia tua. Frekuensi lebih
sering pada usia dekade 6 atau 7 kehidupan.

d. Apa saja penyebab terjadinya gangguan keseimbangan pada kasus?


Akibat adanya penekanan pada ganglia basalis oleh ventrikel lateral yang
menebal.
Ventikulomegali menimbulkan trias gejala oleh karena adanya penekanan atau
peregangan nervus pada area-area otak. Dengan demikian, menimbulkan tanda-
tanda neurologis tidak normal.
LCS dikeluarkan ventrikel lateral (ventrikel 1 dan 2) kemudian turun ke bawah
memasuki ventrikel 3 melalui foramen Monroe dan masuk ke ventrikel 4 melalui
aquaductus cerebri sylvii dan masuk ke rongga subarachnoid, masuk ke medulla
spinalis yang befungsi sebagai bantalan. Pada NPH, ternyadi gangguan
aliran/resorpsi dari LCS yang menyebabkan seluruh ventrikel otak menjadi
melebar.

15
Ventrikel lateral berada dekat dengan ganglia basalis dimana pada ganglia basalis
terdapat tempat koordinasi (fungsi saraf gait) untuk menghaluskan dan
melenturkan gerakan. Pelebaran pada ventrikel lateral dapat menekan dan
mengganggu fungsi dari ganglis basalis bagian fungsi saraf gait.
Berikut beberapa penyebab gangguan gait (keseimbangan) berdasarkan jenis
etiologinya :

Affective disorders and Cardiovascular diseases Infectious and metabolic


psychiatric conditions diseases
Arrhythmias
Depression Diabetes mellitus
Congestive heart failure
Fear of falling Hepatic encephalopathy
Coronary artery disease
Sleep disorders Human immunodeficiency
virusassociated neuropathy
Orthostatic hypotension
Substance abuse
Hyper- and hypothyroidism
Peripheral arterial disease

Obesity
Thromboembolic disease

Tertiary syphilis

Uremia

Vitamin B12 deficiency

Musculoskeletal Neurologic disorders Sensory abnormalities


disorders
Cerebellar dysfunction or Hearing impairment
degeneration
Cervical spondylosis
Peripheral neuropathy
Delirium
Gout
Visual impairment

16
Lumbar spinal stenosis Dementia

Muscle weakness or Multiple sclerosis


atrophy
Other
Myelopathy
Osteoarthritis
Other acute medical illnesses
Normal-pressure
Osteoporosis hydrocephalus
Recent hospitalization

Podiatric conditions Parkinson disease


Recent surgery

Stroke

Vertebrobasilar insufficiency

Vestibular disorder

17
e. Apa makna klinis dari gangguan keseimbangan terjadi secara perlahan-lahan
selama 1 tahun terakhir?
terjadinya gangguan keseimbangan dan jalan pada Tn. Apriyanto bersifat
progresif diawali dari sulit untuk berbalik arah lalu sulit menaiki tangga lalu sulit
bangkit dari tempat duduk sampai harus menggunakan tongkat untuk berjalan.
Semakin besar pelebaran ventrikel, semakin luas area otak yang terganggu dan
semakin banyak pula gangguan yang dialami oleh Tn. Apriyanto. Hal ini juga
menunjukkan, kerusakan diotak bermanifestasi klinis secara perlahan dan
bertahap.

2. Awalnya penderita mengalami kesulitan berbalik arah saat berjalan dan kesulitan
saat menaiki anak tangga tapi perlahan-lahan penderita mulai sulit bangkit dari
tempat duduk dan memerlukan alat bantu jalan berupa tongkat, tapi kekuatan masih
baik. Penderita sempat didiagnosa penyakit Parkinson namun obat-obatan Parkinson
tidak banyak membantu.
a. Apa yang membedakan gangguan pasien dengan Parkinson?
Diagnosis dari parkinson disease dapat dibuat jika terdapat 2 dari 3 gejala utama
dari parkinson yaitu tremor, rigiditas dan bradikinesia atau 3 dari 4 tanda motorik
yaitu tremor, rigiditas, bradikinesia dan ketidakstabilan postural.
Secara klinis gangguan gait pada pasien yang diduga mengalami NPH (Normal
Pressure Hydrocephalus) dengan gangguan gait pada Parkinson tidak dapat
dibedakan. Penelitian oleh Bugalho di Portugal pada tahun 2013 menyatakan
bahwa kekacauan gait pada NPH cenderung lebih berat dibandingkan pada
Parkinson.
Kedua penyakit ini sama-sama dengan gaya berjalan hipokinetik meperlihatkan
langkah pendek, tetapi gambaran spesifik INPH mencakup pola berdiri dengan
gaya kaki lebar dengan kedua telapak kaki berputar arah keluar dan tidak dapat
mengangkat tinggi langkahnya, kemampuan mempertahankan ayunan tangan
relatif. Selain itu, penggunaan tongkat hanya sedikit memperbaiki gaya berjalan
pada INPH, sedangkan penggunaan tongkat efektif untuk mengatur dan
memperlebar langkah pada pasien Parkinson.
Gaya berjalan abnormal dapat timbul pada pasien NPH maupun pasien
Parkinson; namun, cara berdiri pada pasien Parkinson khasnya berdiri sempit
(kedua tungkai dirapatkan), sedangkan cara berdiri pasien NPH lebih luas (kedua
tungkai dijarangkan). Pasien NPH sering tidak disertai rigiditas/kekakuan
18
cogwheel, tidak terdapat tremor saat istirahat, dan tidak menunjukkan respon
terhadap terapi levodopa.
Normal pressure hydrocephalus Parkinson disease
Gangguan gaya berjalan adalah gaya Pada Parkinson, ada banyak
berjalan apraxia yaitu sebagai gambaran gangguan yang dapat terjadi.
kombinasi defisit motorik, kegagalan reflek Akan tetapi yang paling sering
meluruskan tubuh dan ganguaan sensibilitas yaitu masalah saat berbalik arah,
benda halus. Gaya berjalan ini dapat freezing, dan festination
digambarkan sebagai ''magnet'' karena sikap (perubahan gaya berjalan dimana
berdiri dengan kedua tungkai dibuka lebar langkah menjadi cepat dan
dan berjalan lambat, langkah kecil dengan pendek)
kaki menyeret lantai.

b. Bagaimana progresivitas penurunan fungsi motorik pada kasus?


Secara keseluruhan dari NPH menetap adalah buruk karena kurang menunjukkan
perbaikan pada pasien sekalipun sudah dilakukan pembedahan, hal ini akibat
komplikasi yang berat. Dalam studi Vanneste et al, studi komprehensif
menjelaskan, perbaikan hanya 21% pada pasien yang dilakukan shunt. Angka
komplikasi kira-kira 28% meninggal atau morbiditas residual berat mencapai 7%
pasien.

c. Apa makna klinis kekuatan masih baik?


Kekuatan masih baik pada kasus menandakan bahwa tidak terdapatnya lesi LMN
(lower motor neuron) pada pasien, karena apabila terdapat lesi LMN yaitu dari
cornu anterior sampai ke neuromuscular junction, maka akan terdapat gejala
flaccid atau kelemahan.
Selain itu, kekuatan masih baik dapat menyingkirkan DD cervical/ lumbal
stenosis karena pada penyakit ini didapatkan gangguan gait disertai dengan
kelemahan.

d. Apa saja efek samping dari obat Parkinson?


Agonis dopamine dapat menimbulkan kesulitan tidur akibat eksitasi,karena
naiknya kadar DA di otak. Efek kejiwaan dapat terjadi juga , seperti rasa
takut,depresi dan gejala psikosis pada overdose. Obat-obat ini dapat juga bekerja
terhadap hipotalamus dan hipofisis,maka menghambat produksi prolaktin. Anti

19
Kolinergik efek samping nya terutama diakibatkan oleh blockade system
kolinerg dan berupa efek perifer umum,seperti mulut kering,retensi urin,
tachycardia, mual,muntah dan sembelit. Begitu pula efek sentral seperti
kekacauan,agitasi,halusinasi,gangguan daya ingat dan konsentrasi,terlebih-lebih
pada manula.
Sistem yang terganggu Efek samping
Kardiologi Hipotensi dan sinkope
Respiratori Infeksi saluran nafas atas, atelektasis. Dispnea,
pneumonia aspirasi, nyeri orofaring
Imunologi Lupus like-syndrome
Hematologi Anemia hemolitik / non-hemolitik
Psikiatri Anxietas, halusinasi, insomnia dan depresi
Gastroenterologi Saliva berwarna gelap, perdarahan
gastrointestinal, ulser duodenum, anorexia,
muntah, diare, konstipasi, mulut kering dan
gangguan pada pengecapan
Muskuloskeletal Nyeri punggung, nyeri bahu dan kram otot
Dermatologi Rash, sering berkeringat, alopecia, keringat
berwarna gelap (kehitaman)
Hepar dan Renal Peningkatan enzim hepar dan serum kreatinin +
urea
Genitourinari Infeksi saluran kemih, inkontinensia urin, retensi
urin
Metabolik Anoreksia, peningkatan BB, defisiensi vitamin
B6+B12, peningkatan gula darah
Okular Blepharospasm, dipoplia, optic ischemic
neuropathy, blurred vision
Hipersensitivitas Urtikaria, angioedema, HNP, reaksi anafilaksis

e. Apa makna klinis dari obat-obatan Parkinson tidak banyak membantu pada kasus
ini?
Hal ini dikarenakan Tn. Apriyanto tidak mengalami penyakit Parkinson. Pada
kasus, Tn. Apriyanto mengalami gangguan gaya berjalan yang disebabkan oleh
Normal Pressure Hydrocephalus. Gejala ini sama dengan gangguan neurologis
seperti Alzheimer's disease, Parkinson's disease, and Creutzfeldt-Jakob disease
yang sering menimbulkan terjadinya salah diagnosis seperti yang dialami oleh
Tn. Apriyanto.

20
3. Setelah itu, penderita mulai mengalami gangguan memori yang ringan berupa
kesulitan mengingat nama orang-orang yang dikenal.
a. Apa penyebab dan mekanisme dari gangguan memori pada kasus?
Pada kasus, terjadi pembesaran ventrikel yang memproduksi cairan serebrospinal
secara terus-menerus akibat adanya gangguan penyerapan cairan serebrospinal.
Pembesaran ventrikel ini akan menekan bagian otak lain. Area sekitar ventrikel
disebut paraventrikular. Salah satu area di dekat ventrikel yaitu sistem limbik.
Sistem limbik sendiri mendukung berbagai fungsi termasuk emosi, perilaku,
memori jangka panjang (hipokampus), dan penciuman. Selain itu, pada NPH
biasanya disertai penyakit komorbid yaitu cerebrovaskular yang menyebabkan
defisit dari area frontal sehingga gejalanya juga dapat dibarengi dengan disfungsi
visuospatial, eksekutif, dan pemusatan perhatian.
Umumnya gangguan memori pada NPH akan membaik setelah dilakukan terapi.

4. Beberapa hari terakhir penderita mulai merasakan keinginan berkemih yang berlebih
dan tidak mampu mengendalikan keluarnya urin (ngompol).
a. Bagaimana neurofisiologis berkemih?
Proses berkemih terdiri dari 2 proses, yaitu urinary storage dan micturition
reflex. Berikut penjelasan mengenai proses berkemih
Urinary storage
Merupakan proses pengumpulan urin sebelum berkemih.
1. Stimulus: Pengisian kandung kemih hingga terdapat tekanan dan
regangan yang melebihi ambang batas tahanan pada kandung kemih
2. Reseptor: reseptor regangan pada dinding kandung kemih
3. Afferent: Pelvic parasympathetic nerve
4. Center: S2-S4
5. Efferent: Hypogastric sympathetic (lumbar)
21
6. Effectors:
Otot detrusor: relaksasi
Otot trigonum: kontraksi (internal urethral sphincter)

Micturition reflex

22
Merupakan proses berkemih (pengeluaran air seni).
1. Stimulus: Volume urin yang dapat menginisiasi refleks miksi adalah 300-
400ml
2. Reseptor: reseptor regangan pada dinding kandung kemih
3. Afferent: Pelvic parasympathetic nerve
4. Centre: S2S4
5. Efferent: Pelvic parasympathetic
6. Effectors:
Otot detrusor: kontraksi
Otot trigonum: relaksasi (internal urethral sphincter)

Voluntary Control
Dikarenakan sphicter uretra eksternum terdiri dari otot skeletal, maka
kontraksi dan relaksasi dari otot tersebut dapat dilakukan secara sadar
hingga keputusan untuk miksi dibuat. Kontrol miksi ini berasal dari pusat
saraf di batang otak dan korteks serebri yang dapat secara parsial
menghambat refleks miksi. Saraf pusat meliputi pons dan hipotalamus
berfungsi untuk membuat refleks miksi semakin efektif.

23
Higher control of micturition reflex
1. Refleks miksi dikontrol oleh facilitatory dan inhibitory higher centres.
Facilitatory centres :
a) Pontine centres
b) Post hypothalamus
Inhibitory centres: midbrain
2. Pusat yang lebih tinggi yang menekan kontrol akhir dari miksi
Secara parsial menghambat refleks miksi kecuali miksi yang
dilakukan secara volunter.
Pusat ini dapat mencegah proses miksi dengan cara memicu
kontraksi dari sfingter uretra eksternum.
Ketika sudah waktunya untuk berkemih, maka area kortikal
memfasilitasi sacral centre untuk menginisiasi refleks miksi dan
menghambat kontraksi dari sfingter uretra eksternum.

b. Apa penyebab dan bagaimana mekanisme dari gangguan berkemih pada kasus?
Detrusor over-activity (hyper-reflexia) yang kemungkinan diakibatkan adanya
lesi pada otak.
Akibat adanya peregangan pada serabut paraventrikuler menyebabkan hilangnya
inhibisi detrusor dan hilang pula perintah korteks serebri untuk membuka
sfingter uretra eksterna akibat tidak adanya sinyal ke kortikal hal inilah yang
membuat pasien ini menjadi frekuensi urinnya meningkat dan tidak bisa
menahan bak sehingga terjadi inkontinensia urin (mengompol)
Gangguan berkemih pada kasus berarti telah ada gangguan dari periventrikular
white matter pada otak pasien. Distensi dari area sentral korona radiata dari
ventrikel dapat mengakibatkan edema interstisial pada white matter dan
gangguan pembuluh darah di sekitar ventrikel. Secara anatomis, white matter
periventrikular juga mencakup serabut motor sacral yang mempersarafi tungkai
dan vesika urinaria. Apabila ini terganggu, maka akan terjadi gangguan inhibisi
dari m. Detrusor sehingga terjadi kontraksi terus-menerus dari m. Detrusor.

c. Bagaimana hubungan antargejala (gangguan motorik, memori dan berkemih)?


Gangguan gait, gangguan memori, dan inkontinensia urin merupakan trias dari
Normal Pressure Hydrocephalus.

24
5. Penderita pernah mengalami Stroke Iskemik sekitar 5 tahun yang lalu.
a. Bagaimana hubungan antara riwayat Stroke Iskemik dengan keluhan yang
muncul sekarang pada kasus?

Stroke iskemik ada risiko


arteriosklerosis menurunkan
windkessel effect di a. Basalis cerebri
(aliran darah berkurang)
hipoperfusi serebri menyebabkan
rendahnya resorpsi CSF.

Kemungkinan terjadi gangguan pada


arteri mensupply sistem ventrikel
jadi kalau ada kekurangan suplai
darah, maka menyebabkan penurunan
fungsi ventrikel.

Perbedaan tekanan antara bagian


dalam dan luar otak menekan
granulatio arachnoid gangguan
pada absorpsi LCS , sedangkan LCS
tetap diproduksi pengembangan
ventrikel (ventrikulomegali)

Windkessel effect adalah suatu kondisi ketika terbentuk suatu gelombang pada
tekanan darah arteri sebagai interaksi antara stroke volume dan compliance aorta
dan arteri besar yang elastis lain. Riwayat stroke iskemik pada pasien
kemungkinan disebabkan karena adanya arteriosklerosis pada arteri di otak.
Ketika terjadi windkessel effect, arteri basal serebri yang mengalami sklerosis
tidak dapat menanggulangi beban tersebut sehingga terjadi peningkatan tekanan
pada bagian dalam otak. Perbedaan tekanan otak antara bagian dalam dan
permukaan akan menyebabkan pendorongan pada jaringan otak, terutama area
periventrikular sehingga terjadi sumbatan pada granulasi arachnoid yang
25
merupakan tempat penyerapan cairan serebrospinal. Gangguan penyerapan ini
yang akan menimbulkan NPH

b. Apa makna klinis Stroke Iskemik dari 5 tahun yang lalu?


Sebagai faktor predisposisi terjadinya NPH pada kasus ini.

6. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: GCS 15
Tanda vital: TD 130/80 mmHg, nadi 82x/menit, RR 20x/menit, Temp 37,2 C
Kepala: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher: tidak ada pembesaran KGB
Thoraks: simetris, retraksi tidak ada
- Jantung: batas jantung normal, iktus kordis tidak tampak, bunyi jantung
normal, bising jantung tidak ada
- Paru: Stem fremitus normal, suara nafas vesikuler normal
Abdomen: datar, lemas, nyeri tekan (-) dan defans muskuler (-), bising usus normal
Ekstremitas: Edema -/-
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik?
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Intepretasi
Keadaan umum 15 15 Normal
GCS
Tekanan Darah 130/80 mmHg (120/80) 10 mmHg Normal
Nadi 82x/menit 60-100x/menit Normal
RR 20 16-20 Normal
Temperatur 37,2 36,5 - 37,5 Normal
Konjungtiva Tidak anemis Tidak anemis Normal
Sklera Tidak ikterik Tidak ikterik Normal
Leher Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran Normal
KGB KGB
Thoraks Simetris, retraksi Simetris, retraksi tidak ada Normal
tidak ada
Jantung Batas jantung normal, Batas jantung normal, Normal
iktus kordis tak iktus kordis tak tampak,
tampak, bunyi jantung bunyi jantung normal,
normal, bising jantung bising jantung tidak ada
tidak ada
Paru Stem fremitus normal, Stem fremitus normal, Normal
suara vesikuler suara vesikuler normal
26
normal
Abdomen Datar, lemas, nyeri Datar, lemas, nyeri tekan Normal
tekan (-), dan defans (-), dan defans muskuler
muskuler (-) Bising (-) Bising usus normal
usus normal
Ekstremitas Edema -/- Edema -/- Normal

7. Pemeriksaan Neurologis:
Pada pemeriksaan nervi kraniales:
- Nervus kraniales tidak ada kelainan
Pada pemeriksaan fungsi motorik:
- Kekuatan otot ekstremitas atas 5/5, ekstremitas bawah 5/5
- Refleks fisiologi ekstremitas positif meningkat
- Refleks patologis negatif
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan
neurologis pada kasus?
Komponen Pemeriksaan Interpretasi Mekanisme Abnormal
Nervus kraniales tidak Normal -
ada kelainan
Kekuatan otot Normal
ekstremitas atas 5/5,
ekstremitas bawah 5/5
Refleks fisiologi Abnormal Refleks fisiologis meningkat menandakan
ekstremitas positif adanya kerusakan pada upper motor neuron
meningkat (kemungkinan akibat penekanan oleh
pembesaran ventrikel) sehingga neuron inhibisi
tidak dapat menghantarkan impuls ke organ
target dan terjadilah peningkatan refleks
fisiologis.
Refleks patologis negatif Normal

8. Manajemen Aspek Klinis


a. Diagnosis banding
Diagnosis Banding Klinis dan Perbedaan
Normal Pressure Hydrocephalus Gangguan gait, demensia, dan
inkontinensi urin
Gambaran CT scan ditemukan

27
pembesaran ventrikel tanpa
pembesaran sulkus kortikal
Parkinson Gangguan gait, tremor, rigiditas,
hipokinesia
Gangguan memori (demensia)
Parkinson disebabkan oleh penurunan
kadar dopamin dari basal ganglia
Alzheimer Durasi munculnya gejala lebih
panjang
Gejala utama antara lain gangguan
memori, kemudian gangguan bahasa,
dan defisit kemampuan visuospasial
Gambaran CT scan menunjukkan
atrofi pada hipokampus dan atrofi
pada kortikal dominan (difus atau
posterior)
Demensia Vaskular
Lumbal stenosis

Penyakit Gejala yang sama Gejala yang berbeda dengan


dengan NPH NPH
Demensia Kortikal
Alzheimer Demensia dengan Tidak ada gangguan gait sampai
gangguan gait terjadi demensia sedang-berat,
ada defisit focal kortikal
Demensia fronto- Perubahan kepribadian,
temporal abnormalitas psikiatris, impulsif,
labil secara emosional, afasia,
tidak ada gangguan motorik,
jarang terjadi inkontinensia
Demensia Subkortikal
Demensia Lewy- Gangguan gait dan Halusinasi visual, delusi,
body demensia fluktuasi fungsi kognitif
Parkinson Gait hipokinetik, tremor Resting tremor, onset unilateral,
(40% di NPH) kecepatan gerak dapat meningkat
dengan bantuan stimulus
eksternal, tidak ada gait broad
based, postur tubuh yang terlihat
28
sangat membungkuk.
Progressive Gejala gangguan lobus Pseudobulbar palsy, paresis
supranuclear frontal, gangguan fungsi supranuklear gerak mata ke atas
palsy eksekutif, gangguan gait
Degenerasi Rigor, gejala asimetris, alien limb
kortikobasal phenomenon, apraxia, paresis
supranuklear gerak mata ke atas,
kehilangan kontrol postural
Komplex Kelambatan psikomotor, HIV positif
Demensia AIDS gangguan memori,
gangguan gait karena
myelopati HIV
Depresi yang Pseudodemensia Pikiran depresif
berhubungan
dengan umur
Mixed Dementia
Demensia Gangguan pikiran, Gejala asimetris
vaskular gangguan fungsi
eksekutif

b. Algoritma penegakan diagnosis


Selama ini penegakan diagnosis didasarkan pada trias (3 gejala) yang menjadi
ciri khas Normal Pressure Hydrocephalus ditambah dengan pemeriksaan CT
Scan atau MRI serta pengukuran tekanan cairan otak. Tiga gejala klinis tersebut
adalah gangguan langkah, gangguan frekuensi kencing (sering kencing), serta
kemunduran kemampuan mengingat. Kemudian dengan gambaran CT Scan atau
MRI menunjukkan gambaran pembesaran ventrikel, tetapi pada pengukuran
tekanan cairan otak menunjukkan bahwa cairan otak mempunyai tekanan yang
normal yaitu sebesar 5- 18 mmHg (70-245 mmH2O).
Anamnesis
Pasien datang dengan gangguan progressif yang bertahap. Sebagai catatan, trias
gejala klasiknya adalah gaya berjalan abnormal, inkontinensia urin, dan
demensia. Kekacauan gaya berjalan sebagai ciri utama dan perlu
dipetimbangkan adanya respon terhadap terapi. Gejala yang menonjol adalah
keluhan gaya berjalan menyerupai apraxia. Kelemahan nyata atau ataxia adalah
tipe gejala yang tidak khas pada NPH.

29
Gaya berjalan pasien NPH khas seperti bradikinetik, gaya berdiri dengan kedua
tungkai dibuka lebar, berjalan menyeret lantai dan terseok-seok. Gejala urinaria
dapat berupa frekuensi, urgensi, atau inkontinensia. Sedangkan inkontinensia
dapat terjadi sebagai akibat dari gangguan gaya berjalan dan demensia.
Demensia pada pasien NPH ditandai kehilangan memory yang mencolok dan
bradiprenia. Defisit frontal dan subcortikal adalah lafal yang utama. Selain itu,
defisit juga mencakup lupa, penurunan perhatian, inersia/kelembaman dan
bradiprenia. Kehadiran tanda kortikal seperti aphasia atau agnosia akan
menimbulkan kecurigaan untuk patologi alternative lainnya sepeti Alzheimer
disease atau dementia vascular. Bagaimanapun, patologi komorbid tidaklah
berhubungan dengan umur.
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap, diperlukan tes diagnostik
selanjutnya untuk menegakkan diagnosis. Umumnya, uji laboratorium tidak
banyak membantu. Bagaimanapun, foto radiologis memegang peranan penting
menegakkan diagnostic NPH.

DESH: disproportionately enlarged subarachnoid space hydrocephalus. Hal ini dicirikan


dengan tingginya konveksitas pada spatium subarachnoidale medialis dan pembesaran
fissura sylvii yang dihubungkan dengan ventrikulomegali. CSF: cerebrospinal fluid; CT:
computed tomography; ICP: intracranial pressure; iNPH: idiopathic normal pressure
hydrocephalus; MRI: magnetic resonance imaging.

Kriteria diagnostik NPH

1. Possible NPH: memenuhi seluruh 5 gejala berikut:


30
a. Individu berusia > 59 tahun.
b. Lebih dari satu trias klinis: gangguan gait, gangguan kognitif, inkontinensi
urin.
c. Dilatasi ventriculi (indeks Evans > 0.3).
d. Keseluruhan gejala tersebut tidak dapat dijelaskan melalui penyakit
neurologis atau non-neurologis lain.
e. Penyakit sebelumnya yang menyebabkan dilatasi ventriculi tidak diketahui,
termasuk perdarahan spatium subarachnoidale, meningitis, trauma kepala,
hydrocephalus kongenital, dan stenosis aqueducti.
Gejala pendukung possible NPH:
a. Langkah kecil, shuffle, ketidakseimbangan saat berjalan, dan peningkatan
ketidakseimbangan saat berputar.
b. Gejala-gejala berkembang perlahan; tetapi terkadang perjalanan naik turun
dapat diamati.
c. Gangguan gait adalah gejala yang paling menonjol, diikut oleh gangguan
kognitif dan inkontinensi urin.
d. Gangguan kognitif dideteksi melalui tes kongitif.
e. Fissura sylvii dan cisterna basalis biasanya membesar.
f. Penyakit neurologis lain, termasuk Parkinsons disease, Alzheimers disease,
dan penyakit pembuluh darah otak dapat ditemukan secara bersamaan; tetapi
seluruh penyakit tersebut harus ringan.
g. Perubahan periventrikular tidak harus ditemukan.
h. Pengukuran aliran darah otak berguna untuk membedakan dari demensia lain.

2. Possible NPH with MRI support


Possible NPH with MRI support menunjukkan bahwa kondisi yang ada
memenuhi kriteria possible NPH, sementara MRI menunjukkan penyempitan
sulci dan spatium subarachnoidale pada permukaan garis tengah. Diagnosis
ini dapat digunakan pada kondisi di mana pemeriksaan CSF tidak tersedia.

3. Probable NPH: memenuhi seluruh 3 gejala berikut:


a. Memenuhi persyaratan possible NPH
b. Tekanan CSF 200 mmH2O atau kurang dan analisis CSF normal.
c. Memenuhi seluruh gejala investigasional berikut:
1. Radiologi menunjukkan penyempitan sulci dan spatium subarachnoidale
pada permukaan garis tengah dan disertai gangguan gait.
2. Perbaikan gejala setelah CSF tap test.
3. Perbaikan gejala setelah CSF drainage test.

4. Definite NPH
Perbaikan gejala setelah prosedur shunting.

c. Pemeriksaan penunjang

31
CT Scan
MRI
Lumbal puncture

d. Diagnosis kerja dan Definisi


Normal Pressure Hydrocephalus adalah kumpulan cairan serebrospinal yang
menyebabkan pembesaran ventrikel di otak tanpa atau sedikit peningkatan
tekanan intrakranial. Ganggguan ini sering ditemui pada orang dewasa usia lanjut
dengan trias gejala berupa: gangguan gait, demensia ringan, dan inkontinensia
urin.

e. Epidemiologi
0-5% demensia disebabkan NPH
50% kasus NPH adalah idiopatik
50% kasus sekunder akibat penyakit lain (Cedera, meningitis)
Sebuah studi di Norwegia oleh Brean dan Eide melaporkan prevalensi 21,9
untuk setiap 100.000 dan insiden sebanyak 5,5 per 100.000 pasien yang dicurigai
mengalami NPH idiopatik. Kisaran rentang prevalensi yaitu 3,3 per 100.000 untuk
penduduk usia 50 59 tahun, 49,3 per 100.000 untuk penduduk usia 60 69
tahun, dan 181,7 per 100.000 untuk penduduk usia 70 79 tahun. Prevalensi
tertinggi untuk idiopatik NPH ditemukan pada dekade ke-7 hingga ke-8 dan
jarang ditemukan pada penduduk usia dibawah 60 tahun. Berbeda dengan NPH
idiopatik, NPH sekunder dapat ditemukan pada rentang usia yang lebih muda,
bervariasi dari neonatus hingga dewasa-muda.

f. Etiologi dan faktor risiko


Setengah dari kasus NPH dianggap idiopatik dan setengahnya ada penyebab, dengan
demikian, NPH mungkin merupakan bentuk akhir dari proses perjalanan beberapa
penyakit. Etiologi idiopatik NPH telah dijelaskan selama 4 decade, namun, tidak ada
teori tunggal yang diterima secara luas. Kebanyakan faktor penyebab NPH tidak
tidak diketahui secara pasti. Apabila NPH terjadi akibat sekunder dari perjalanan
penyakit lain, termasuk subarachnoid hemorrhagic, trauma kepala, infark cerebri,
meningitis atau komplikasi pembedahan, gejala ini disebut NPH sekunder.
Sedangkan NPH pada pasien yang tidak didahului penyebab tertentu disebut NPH
primer atau idiopathic NPH (INPH). Kemungkinan faktor penyebab normal pressure

32
hidrocephalus termasuk trauma kepala, perdarahan subarahnoid, meningitis, tumor
SSP. Walaupun setiap kondisi dapat menyebabkan hidrosephalus. Bagaimana cara
untuk menjelaskan hubungan dengan NPH masih belum dipahami dengan baik.
Faktor Risiko
Usia tua
cerebrovascular disease
vascular disorders
hypertension
Alzheimers disease
Riwayat bedah saraf
Luka atau tumor otak atau sumsum tulang belakang.
Infeksi sistem saraf pusat, seperti meningitis
Pendarahan di otak yang disebabkan oleh stroke atau cedera kepala.

g. Patofisiologi
Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal secara aktif yang
menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak. Sebagian besar cairan serebrospinal
diproduksi oleh pleksus koroideus di dalam ventrikel otak dan mengalir melalui
foramen Monro ke ventrikel III kemudian melalui akuaduktus Sylvius ke ventrikel
IV. Dari sana likuor mengalir melalui foramen Magendi dan Luschka ke sisterna dan
rongga subaraknoid di bagian kranial maupun spinal. Penyerapan terjadi melalui
villus arakhnoid yang berhubungan dengan sistem vena seperti sinus venosus
serebral. Hidrosefalus terjadi akibat kelebihan produksi, sumbatan sirkulasi atau
gangguan proses penyerapan.
Hakim menjelaskan mekanisme tekanan normal atau tinggi-normal pada CSS yang
mana dapat memberikan efek. Menggunakan perhitungan, kekuatan sama dengan
tekanan berbanding lurus dengan luas permukaaan, peningkatan tekanan CSS lebih
memperluas permukaan ependima dengan memakai kekuatan yang sangat besar
sehingga melawan otak daripada tekanan yang sama pada ventrikel dengan ukuran
normal. NPH bisa diawali dengan transient high pressure hidrosephalus dengan
penambahan luas pemukaan ventrikel. Dengan perluasan lebih lanjut pada ventrikel
tekanan CSS kembali normal, keadaan ini disebut NPH, pada akhirnya yang tampak
pada proses patofisiologi inisial adalah suatu ketidaksesuaian. Teori klasik
menjelaskan bahwa tekanan CSF tidak meningkat pada NPH karena ventrikel
mengembang untuk menampung volume CSF yang meningkat; oleh karena itu,

33
tekanan CSF normal. Teori lain menjelaskan bahwa terjadi peningkatan tekanan
sementara selama ventrikel mengembang (terjadi inflasi ventrikel) tetapi normal
kembali setelah luas ventrikel seimbang dengan volume CSF. Seiring waktu
perkembangan gejala klinis, ventrikel mengalami pelebaran, dan tekanan dapat
berada dalam batas normal. Jadi, mengukur tekanan CSF tidak membantu dalam
menegakkan diagnosis. Tidak adanya peningkatan tekanan CSF, sebagaimana
terlihat pada bentuk hidrocefalus lain, maka hal ini juga menjadi alasan sangat sulit
menegakkan diagnosis NPH.
Pembesaran ventrikel dapat terjadi saat timbul tekanan antar lapisan. yaitu:
perbedaan tekanan antara ventrikel dan ruang subarachnoid meningkat, bahkan
sementara. Penurunan resorpsi CSF (cerebrospinal fluid) meningkatkan tekanan
transmantle (antar lapisan). Walau banyak ahli menyatakan bahwa resorpsi CSF
terjadi pada tingkat vili arachnoidal (mikroskopis) atau arachnoid granulations
(macroscopis), para ahli lainnya yakin bahwa sebahagian besar resorpsi subtansial
CSF terjadi pada tingkat parenkim otak, yaitu melalui trans kapiler atau trans
venular (hal ini terbukti bahwa pada pasien hydrocepfalus obstruktif dapat terjadi
reabsorbsi sebahagian kecil CSF).
Ketika otak berfungsi secara baik, cairan serebrospinal diproduksi oleh plexus
choroid dengan kecepatan 20-25 mL per jam. CSF kemudian bersirkulasi dari
ventrikel lateral melewati garis tengah ventrikel tiga dan akhirnya masuk kedalam
ventrikel empat mengisi ke dalam fossa posterior otak. Dari ventrikel empat, CSF
keluar dari system ventrikel dan masuk ke ruang subarachnoid melingkupi otak dan
spinal cord, dimana CSF berperan sebagai bantalan membantu mencegah cedera
kepala. Cairan serebrospinal normalnya diserap oleh villi arachnoid dan masuk ke
dalam sinus venosus dalam jumlah yang sama dari jumlah produksi untuk menjaga
konsistensi sirkulasi dan tekanan. Gambar 2. Menampilkan aliran normal CSF
dalam otak. Pada pasien NPH, bagaimanapun, CSF tidak direabsobsi adekuat,
menyebabkan penumpukan terlalu banyak cairan dalam otak dan menimbulkan trias
gejala khas.

34
Kelebihan CSF dalam otak dapat diakibatkan baik oleh perubahan idiopatik maupun
trauma, sekitar 50% untuk tiap katagori tersebut. 2 Walaupun, kekacauan reabsobsi
CSF oleh villi arachnoid tidak sepenuhnya dipahami, beberapa teori
menghubungkan proses terjadinya akumulasi cairan dengan adanya scar (parut)
jaringan. Hal ini dipercaya bahwa scar tissue menurunkan kemampuan villi
arachnoid untuk menyerap CSF secara baik, atau scar tissue dapat terjadi pada
sekeliling sinus venosus dalam otak yang menghalangi CSF masuk ke dalam
sirkulasi pembuluh darah. Adanya riwayat bedah kepala atau bedah saraf,
intracranial hemorrhage, dan meningitis juga berhubungan dengan NPH.
Sayangnya, tingkat progresifitas NPH sering lambat, hingga mengelapkan
etiopatologi pasti.

h. Manifestasi klinis
NPH ditandai trias klinis yaitu gangguan berjalan, demensia dan inkontinensia urin.
Kumpulan gejala khas tersebut berkembang perlahan, dan umumnya terjadi antara
usia decade 6 dan decade 8. Gangguan gaya berjalan adalah ciri khas pertama yang
muncul pada INPH, dan digambarkan secara bervariasi seperti apraxic,
bradykinetic, glue-footed, magnetic, parkinsonian dan shuffling. Pasien sering
datang dengan riwayat terjatuh. Gaya berjalan yang menyimpang ini dicirikan pada
INPH seperti lambat, berdiri dengan kedua tungkai dibuka lebar, melangkah dengan
langkah pendek dan terseok-seok, dan sulit menyusun atau melangkah dengan kedua
kaki bergantian secara berurutan. Selain itu juga tidak didapatkan adanya kelemahan
gerak yang signifikan.

i. Tatalaksana dan Follow-up


35
Penanganan NPH yang berkembang saat ini dilakukan dengan 2 cara, yang
pertama dengan pemasangan selang kedalam ventrikel untuk mengurangi
penumpukan cairan di ventrikel otak (VP Shunt). Pemasangan ini dilakukan oleh
dokter bedah saraf dan hanya membutuhkan waktu yang singkat. Cara yang
kedua adalah dengan pemberian obat-obatan yang diharapkan bisa mengurangi
produksi cairan otak serta meningkatkan pengeluaran cairan otak.
Terapi medikamentosa
Ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi
sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorpsinya.
Dapat dicoba pada pasien yang tidak gawat, terutama pada pusat pusat kesehatan
dimana sarana bedah saraf tidak ada. Obat yang sering digunakan adalah:
a. Asetasolamid
Cara pemberian dan dosis; Per oral 2-3 x 125 mg/hari, dosis ini dapat
ditingkatkan sampai maksimal 1.200 mg/hari
b. Furosemid
Cara pemberian dan dosis; Per oral, 1,2 mg/kgBB 1x/hari atau injeksi iv 0,6
mg/kgBB/hari Bila tidak ada perubahan setelah satu minggu pasien
diprogramkan untuk operasi.

Terapi Operasi
Operasi biasanya langsung dikerjakan pada penderita hidrosefalus. Pada
penderita gawat yang menunggu operasi biasanya diberikan: Mannitol per infus
0,5-2 g/kgBB/hari yang diberikan dalam jangka waktu 10-30 menit.
Third Ventrikulostomi/Ventrikel III
Lewat kraniotom, ventrikel III dibuka melalui daerah khiasma optikum,
dengan bantuan endoskopi. Selanjutnya dibuat lubang sehingga CSS dari
ventrikel III dapat mengalir keluar.
Operasi pintas/Shunting
Ada 2 macam :
Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke luar tubuh, dan bersifat hanya
sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang untuk terapi
hidrosefalus tekanan normal.
Internal
a. CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain.
36
Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna (Thor-
Kjeldsen)
Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke atrium kanan.
Ventrikulo-Sinus, CSS dialirkan ke sinus sagitalis superior
Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronkhus
Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga peritoneum
b. Lumbo Peritoneal Shunt
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke rongga
peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan jarum Touhy
secara perkutan.

Prosedur CSF shunt, termasuk ventriculoperitoneal, ventriculopleural, atau


ventriculoatrial shunt, dapat menyebabkan perbaikan klinis yang signifikan
dalam gejala iNPH di sekitar 60% dari pasien NPH.
CSF Removal

37
Meskipun spinal tap (lumbar uji tekan) volume tinggi (> 30 mL) adalah metode
paling awal untuk menegakkan diagnosis iNPH dan memprediksi respon
terhadap shunting, lumbal drainase eksternal (ELD) dianggap sebagai prediktor
yang lebih sensitif pada pasien yang tidak memiliki respon yang signifikan
untuk tap test. Kateter Lumbar spinal dimasukkan dan CSF di drainage di rate
10-15 cm3/jam selama 72 jam. Walaupun terdapat sistem analisis gait otomatis
unutk melihat respon terhadap ELD, kecepatan berjalan juga dapat diukur
menggunakan waktunya 10 meter berjalan kaki sebelum dan sesudah ELD. Dari
151 pasien dengan kemungkinan iNPH yang dibuktikan dengan gangguan cara
berjalan dan ventrikulomegali dengan atau tanpa demensia atau gejala kencing,
100 pasien (66%) menunjukkan perbaikan setelah ELD. Meskipun 84% dari
mereka dengan tes positif memiliki peningkatan signifikan dalam kecepatan
berjalan setelah penempatan VPS, hanya 35% dengan respon negatif terhadap
ELD memiliki perbaikan setelah penempatan VPS. Nilai prediktif positif,
peluang perbaikan setelah VPS diberi tes ELD positif, adalah 90%. Sensitivitas,
spesifisitas, dan nilai prediksi negatif adalah 95%, 64%, dan 78%, masing-
masing. Jadi, bahkan ELD tidak memiliki nilai prediksi negatif yang sangat
baik. Karena pengobatan pasien dengan hasil tes negatif dapat dihentikan, tidak
jelas apakah keadaan pasien akan membaik dengan shunting. Hasil yang sama
dilaporkan sebelumnya, termasuk respon positif oleh 4 dari 18 pasien untuk VPS
pada mereka yang memiliki tes ELD negatif. Dengan demikian, tes ELD positif
memiliki nilai prediksi positif yang cukup untuk merekomendasikan VPS,
sedangkan pasien dengan tes negatif harus disarankan menggunakan cara yang
bersifat invasif dan biaya prosedur ditambah risiko individu komplikasi terhadap
kesempatan sekitar 20% dari manfaat. Oleh karena itu, nilai tes ini perlu
dipertimbangkan terhadap biaya dan terkait risiko komplikasi, termasuk sakit
kepala, radiculopathy, dan meningitis bakteri.
Follow-Up Perawatan NPH
Jika seseorang memiliki NPH, pasien harus berkunjung rutin ke ahli saraf
atau ahli bedah saraf. Kunjungan ini memungkinkan dokter untuk
memantau gejala. Perubahan gejala mungkin memerlukan penyesuaian dalam
perawatan.
Follow Up Setelah Shunting
Pasien setelah shunting dilakukan follow up 1-3 tahun dan pasien dengan riwayat
kegagalan shunting atau infeksi harus diperiksa lebih sering. Selain pemeriksaan
38
fisik, pemeriksaan radiologis juga harus dilakukan 1 tahun setelah shunting.
Pasien yang dilakukan VA shunt harus secara rutin diperiksa C-reactive protein
dan D-dimer untuk deteksi dini septikemia kronis atau tromboemboli. Yang
harus diperhatikan dalam follow up pemeriksaan radiologi adalah pengecilan
ventrikulomegali dan ruang subarachnoid yang lebih lapang dibandingkan
gambaran radiologi sebelum operasi.

j. Edukasi dan pencegahan


Tidak ada cara yang diketahui untuk mencegah NPH. Gaya hidup sehat,
termasuk tidak merokok, menjaga berat badan ideal, dan olahraga teratur, dapat
membantu menghindari kondisi seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung,
diabetes, dan stroke yang mungkin berkontribusi terhadap NPH. Mengenakan
helm, sabuk pengaman ketika berkemudi dapat membantu menghindari cedera
kepala, penyebab lain dari NPH.

k. Komplikasi
Tergantung pada progresifitas hidrosefalus
Gangguan visual
Gangguan kognitif
Inkontinensia
Perubahan gaya berjalan
Terkait dengan pengobatan medis, komplikasi yang dapat timbul yaitu:
Ketidakseimbangan elektrolit
Asidosis metabolik
Terkait dengan pembedahan, komplikasi yang dapat terjadi yaitu:
Kematian
Infeksi
Seizures
Shunt malfunction
Intracranial or cerebral hemorrhage

l. Prognosis
Quo ad vitam: bonam
Quo ad functionam: dubia ad malam
39
Quo ad sanationam: dubia ad malam

m. SKDI
Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk Lulusan dokter mampu
membuat diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan
yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga
mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

V. HIPOTESIS
Tn. Apriyanto, usia 59 tahun dengan keluhan gangguan motorik, gangguan miksi dan
memori mengalami NPH.

VI. LEARNING ISSUE


1. Anatomi dan Fisiologi dari LCS (Liquor Cerebro-Spinal)
1.1. Anatomi Cairan Serebrospinal
Dalam membahas cairan serebrospinal ada baiknya diketahui mengenai anatomi
yang berhubungan dengan produksi dan sirkulasi cairan serebrospinal, yaitu:
a. Sistem Ventrikel
Sistem ventrikel terdiri dari 2 buah ventrikel lateral, ventrikel III dan ventrikel
IV. Berikut anatomi dari tiap ventrikel otak, antara lain:
Ventrikel Lateralis
Pada setiap hemisfer serebri terdapat satu ventrikel lateral. Ventrikel lateral
mempunyai hubungan dengan ventrikel ketiga melalui sepasang foramer
interventrikularis Monroe. Ventrikel lateralis terbagi atas cornu anterior,
corpus, cornu inferior dan cornu posterior. Cornu anterior (frontal) terdapat
dalam lobus frontalis. Bagian atap dan dinding rostral dibatasi oleh corpus
callosum. Cornu anterior dan kedua ventrikel ini dipisahkan oleh septum
pellucidum. Dinding lateral dan dasar cornu anterior dibentuk oleh caput
nucleus caudatum. Cornu anterior melanjutkan diri hingga ke foramen
interventrikularis. Corpus terletak dalam lobus frontal dan parietalis, mulai
dari foramen interventrikularis hingga splenium corpus callosum. Cornu
inferior (temporale), letaknya mengarah ke caudal dan frontal mengelilingi
aspect caudalis thalamus, meluas ke rostral ke dalam pars medialis lobus
temporalis dan berakhir kira-kira 2,5 cm dari polus temporalis. Atap dan
40
dinding lateral dibentuk oleh tapetum dan radiatio optical. Cornu posterior
(occipital) berada di dalam lobus occipital.
Ventrikel Ketiga
Ventrikel ketiga terdapat dalam diensefalon. Ventrikel ketiga adalah celah
sempit di antara dua ventrikel lateral. Ventrikel ketiga memiliki atap, dasar,
dan dinding: anterior posterior dan dua lateral. Bagian atap dibentuk oleh
tela koroidea. Dasarnya dibentuk oleh chiasma optic, tuber cinereum dan
infundibulum. Di bagian rostral terdapat foramen interventrikulare Monroe
yang menghubungkan ventrikel ketiga dalam ventrikel lateral. Di bagian
posterior melanjutkan diri pada aquaductus serebri sylvii, dinding lateral
dibagi oleh sulcus hipothalamikus menjadi pars superior dan pars inferior.
Lantai ventrikel dibentuk oleh tegmentum mesencephan, pedinculus serebri
dan hypothalamus.
Ventrikel Keempat
Ventrikel keempat adalah sebuah ruangan pipih yang berbentuk belah
ketupat dan berisi cairan serebrospinal. Ventrikel keempat terletak diantara
batang dan otak dan serebellum. Di bagian rostral, ventrikel keempat
melanjutkan diri dari aquaductus serebri sampai kanalis sentral dari medulla
spinalis. Pada ventrikel keempat terdapat tiga lubang, sepasang foramen
luschka di lateral dan satu foramen magendie di medial, yang berlanjut ke

ruang subaraknoid otak dan medulla spinalis.

41
b. Meningen dan ruang subarakhnoid
Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf
yang bersifat non neural. Meningen terdiri dari jaringan ikat berupa membran
yang menyelubungi seluruh permukaan otak, batang otak dan medula spinalis.
Meningen terdiri dari 3 lapisan, yaitu piamater, arakhnoid dan duramater.
Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak yang
mengikuti setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga
melekat pada permukaan batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal
sampai ke ujung medula spinalis setinggi korpus vertebra.
Arakhnoid mempunyai banyak trabekula halus yang berhubungan dengan
piameter, tetapi tidak mengikuti setiap lekukan otak. Diantara arakhnoid dan
piameter disebut ruang subrakhnoid, yang berisi cairan serebrospinal dan
pembuluh-pembuluh darah. Karena arakhnoid tidak mengikuti lekukan-
lekukan otak, maka di beberapa tempat, ruang subarakhnoid melebar yang
disebut sisterna. Yang paling besar adalah siterna magna, terletak diantara
bagian inferior serebelum dan medulla oblongata. Lainnya adalah sisterna
pontis di permukaan ventral pons, sisterna interpedunkularis di permukaan
ventral mesensefalon, sisterna siasmatis di depan lamina terminalis. Pada
sudut antara serebelum dan lamina quadrigemina terdapat sisterna vena
magna serebri. Sisterna ini berhubungan dengan sisterna interpedunkularis
melalui sisterna ambiens. Ruang subarakhnoid spinal yang merupakan
lanjutan dari sisterna magna dan sisterna pontis merupakan selubung dari
medula spinalis sampai setinggi S2. Ruang subarakhnoid dibawah L2
dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat dimana cairan serebrospinal
diambil pada waktu pungsi lumbal.
Durameter terdiri dari lapisan luar durameter dan lapisan dalam durameter.
Lapisan luar dirameter di daerah kepala menjadi satu dengan periosteum
tulang tengkorak dan berhubungan erat dengan endosteumnya.
Ruang Epidural
Diantara lapisan luar duramater dan tulang tengkorak terdapat jaringan
ikat yang mengandung kapiler-kapiler halus yang mengisi suatu ruangan
disebut ruang epidural.
Ruang Subdural
Diantara lapisan dalam durameter dan arakhnoid yang mengandung
sedikit cairan, mengisi suatu ruang disebut ruang subdural.
42
1.2. Pembentukan, Sekresi, Sirkulasi dan Absorpsi CSS
Cairan serebrospinal (CSS) dibentuk terutama oleh pleksus khoroideus,
dimana sejumlah pembuluh darah kapiler dikelilingi oleh epitel kuboid/kolumner
yang menutupi stroma di bagian tengah dan merupakan modifikasi dari sel
ependim, yang menonjol ke ventrikel. Pleksus khoroideus membentuk lobul-lobul
dan membentuk seperti daun pakis yang ditutupi oleh mikrovili dan silia. Tapi sel
epitel kuboid berhubungan satu sama lain dengan tight junction pada sisi apeks,
dasar sel epitel kuboid terdapat membran basalis dengan ruang stroma
diantaranya. Ditengah villus terdapat endotel yang menjorok ke dalam (kapiler
fenestrata), inilah yang disebut sawar darah cairan serebrospinal. Gambaran
histologis khusus ini mempunyai karakteristik yaitu epitel untuk transport bahan
dengan berat molekul besar dan kapiler fenestrata untuk transport cairan aktif.
Pembentukan CSS melalui 2 tahap, yang pertama terbentuknya ultrafiltrat
plasma di luar kapiler oleh karena tekanan hidrostatik dan kemudian ultrafiltrasi
diubah menjadi sekresi pada epitel khoroid melalui proses metabolik aktif.
Mekanisme sekresi CSS oleh pleksus khoroideus adalah sebagai berikut
Natrium dipompa/disekresikan secara aktif oleh epitel kuboid pleksus khoroideus
sehingga menimbulkan muatan positif di dalam CSS. Hal ini akan menarik ion-
ion bermuatan negatif, terutama klorida ke dalam CSS. Akibatnya terjadi
kelebihan ion di dalam cairan neuron sehingga meningkatkan tekanan osmotik
cairan ventrikel sekitar 160mmHg lebih tinggi dari pada dalam plasma. Kekuatan
osmotik ini menyebabkan sejumlah air dan zat terlarut lain bergerak melalui
membran khoroideus ke dalam CSS. Bikarbonat terbentuk oleh karbonik
anhidrase dan ion hidrogen yang dihasilkan akan mengembalikan pompa Na+
dengan ion penggantinya yaitu Kalium. Proses ini disebut pompa Na +-K+ yang
terjadi dengan bantuan Na+-K+-ATPase, yang berlangsung dalam keseimbangan.
Obat yang menghambat proses ini dapat menghambat produksi CSS. Penetrasi
obat-obat dan metabolit lain tergantung kelarutannya dalam lemak. Ion campuran
seperti glukosa, asam amino, amin dan hormon tyroid relatif tidak larut dalam
lemak, memasuki CSS secara lambat dengan bantuan sistem transport membran.
Selain itu, insulin dan transferin memerlukan reseptor transport media. Fasilitas
ini (carrier) bersifat stereospesifik, hanya membawa larutan yang mempunyai
susunan spesifik untuk melewati membran kemudian melepaskannya di CSS.

43
Natrium memasuki CSS dengan dua cara, transport aktif dan difusi pasif.
Kalium disekresi ke CSS dengan mekanisme transport aktif, demikian juga
keluarnya dari CSS ke jaringan otak. Perpindahan cairan, Mg dan Fosfor ke CSS
dan jaringan otak terjadi terutama dengan mekanisme transport aktif, dan
konsentrasinya dalam CSS tidak tergantung pada konsentrasinya dalam serum.
Perbedaan difusi menentukan masuknya protein serum ke dalam CSS dan juga
pengeluaran CO2. Air dan Na+ berdifusi secara mudah dari darah ke CSS dan
ruang interseluler, demikian juga sebaliknya diikuti pengeluaran CO 2. Hal ini
dapat menjelaskan efek cepat penyuntikan intervena cairan hipotonik dan
hipertonik.
Ada 2 kelompok pleksus yang utama menghasilkan CSS: yang pertama dan
terbanyak terletak di dasar tiap ventrikel lateral, yang kedua (lebih sedikit)
terdapat di atap ventrikel III dan IV. Diperkirakan CSS yang dihasilkan oleh
ventrikel lateral sekitar 95%. Rata-rata pembentukan CSS 20 ml/jam. CSS bukan
hanya ultrafiltrat dari serum saja tapi pembentukannya dikontrol oleh proses
enzimatik. CSS dari ventrikel lateral melalui foramen interventrikular monroe
masuk ke dalam ventrikel III, selanjutnya melalui aquaductus sylvii masuk ke
dalam ventrikel IV. Tiga buah lubang dalam ventrikel IV yang terdiri dari 2
foramen ventrikel lateral (foramen luschka) yang berlokasi pada atap resesus
lateral ventrikel IV dan foramen ventrikuler medial (foramen magendi) yang
berada di bagian tengah atap ventrikel III memungkinkan CSS keluar dari sistem
ventrikel masuk ke dalam rongga subarakhnoid.
CSS mengisi rongga subarakhnoid sekeliling medula spinalis sampai batas
sekitar S2, juga mengisi keliling jaringan otak. Dari daerah medula spinalis dan
dasar otak, CSS mengalir perlahan menuju sisterna basalis, sisterna ambiens,
melalui apertura tentorial dan berakhir dipermukaan atas dan samping serebri
dimana sebagian besar CSS akan diabsorpsi melalui villi arakhnoid (granula
Pacchioni) pada dinding sinus sagitalis superior. Yang mempengaruhi alirannya
adalah metabolisme otak, kekuatan hidrodinamik aliran darah dan perubahan
dalam tekanan osmotik darah. CSS akan melewati villi masuk ke dalam aliran
darah vena dalam sinus. Villi arakhnoid berfungsi sebagai katup yang dapat dilalui
CSS dari satu arah, dimana semua unsur pokok dari cairan CSS akan tetap berada
di dalam CSS, suatu proses yang dikenal sebagai bulk flow. CSS juga diserap di
rongga subrakhnoid yang mengelilingi batang otak dan medula spinalis oleh
pembuluh darah yang terdapat pada sarung/selaput saraf kranial dan spinal. Vena-
44
vena dan kapiler pada piameter mampu memindahkan CSS dengan cara difusi
melalui dindingnya. Perluasan rongga subarakhnoid ke dalam jaringan sistem
saraf melalui perluasaan sekeliling pembuluh darah membawa juga selaput
piametr disamping selaput arakhnoid. Sejumlah kecil cairan berdifusi secara bebas
antara cairan ekstraseluler dan CSS dalam rongga perivaskuler dan juga sepanjang
permukaan ependim dari ventrikel sehingga metabolit dapat berpindah dari
jaringan otak ke dalam rongga subrakhnoid. Pada kedalaman sistem saraf pusat,
lapisan piamater dan arakhnoid bergabung sehingga rongga perivaskuler tidak
melanjutkan diri pada tingkatan kapiler.

1.3. Fisiologi Cairan Serebrospinal


Cairan serebrospinal memberikan dukungan mekanik pada otak. Cairan ini
mengontrol eksitabilitas otak dengan mengatur komposisi ion, membawa keluar
metabolit-metabolit (otak tidak mempunyai pumbuluh limfe), dan memberikan
beberapa perlindungan terhadap perubahan-perubahan tekanan (volume venosus
volume cairan cerebrospinal). Berikut beberapa fungsi dari CSS, antara lain
CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur pokok pada
CSS berada dalam keseimbangan dengan cairan otak ekstraseluler, sehingga dapat
mempertahankan lingkungan luar yang konstan terhadap sel-sel dalam sistem
saraf.
CSS mengakibatkan otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak dalam
tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak dari
keadaan/trauma yang mengenai tulang tengkorak.
45
CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti CO2, laktat
dan ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya mempunyai sedikit sistem
limfatik dan untuk memindahkan produk seperti darah, bakteri, materi purulen
dan nekrotik lainnya yang akan diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.
CSS bertindak sebagai saluran untuk transport intraserebral. Hormon-hormon dari
lobus posterior hipofise, hipothalamus, melatonin dari fineal dapat dikeluarkan ke
CSS dan transportasi ke sisi lain melalui intraserebral.
Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS dengan
mengalirkannya keluar rongga tengkorak, baik dengan mempercepat
pengalirannya melalui berbagai foramen hingga mencapai sinus venosus, atau
masuk ke dalam rongga subarakhnoid lumbal yang mempunyai kemampuan
mengembang sekitar 30%.

1.4. Karakteristik normal dan abnormal LCS


a) Warna
Normal cairan serebrospinal warnamya jernih dan patologis bila berwarna
kuning, santokhrom, air cucian daging, purulenta atau keruh. Warna kuning
muncul dari protein. Peningkatan protein yang penting dan bermakna dalam
perubahan warna adalah bila lebih dari 1 g/L. Cairan serebrospinal berwarna pink
berasal dari darah dengan jumlah sel darah merah lebih dari 500 sdm/cm 3. Sel
darah merah yang utuh akan memberikan warna merah segar. Eritrosit akan lisis
dalam satu jam danakan memberikan warna cucian daging di dalam cairan
serebrospinal. Cairan serebrospinal tampak purulenta bila jumlah leukosit lebih
dari 1000 sel/ml.
b) Tekanan
Tekanan CSS diatur oleh hasil kali dari kecepatan pembentukan cairan dan
tahanan terhadap absorpsi melalui villi arakhnoid. Bila salah satu dari keduanya
naik, maka tekanan naik, bila salah satu dari keduanya turun, maka tekanannya
turun. Tekanan CSS tergantung pada posisi, bila posisi berbaring maka tekanan
normal cairan serebrospinal antara 8-20 cm H2O pada daerah lumbal, sisterna
magna dan ventrikel, sedangkan jika penderita duduk tekanan cairan serebrospinal
akan meningkat 10-30 cm H2O. Kalau tidak ada sumbatan pada ruang
subarakhnoid, maka perubahan tekanan hidrostastik akan ditransmisikan melalui
ruang serebrospinalis. Pada pengukuran dengan manometer, normal tekanan akan

46
sedikit naik pada perubahan nadi dan respirasi, penekanan abdomen serta saat
batuk.
Bila terdapat penyumbatan pada subarakhnoid, dapat dilakukan pemeriksaan
Queckenstedt yaitu dengan penekanan pada kedua vena jugularis. Pada keadaan
normal penekanan vena jugularis akan meninggikan tekanan 10-20 cm H2O dan
tekanan kembali ke asal dalam waktu 10 detik. Bila ada penyumbatan, tak terlihat
atau sedikit sekali peninggian tekanan. Karena keadaan rongga kranium kaku,
tekanan intrakranial juga dapat meningkat, yang bisa disebabkan oleh karena
peningkatan volume dalam ruang kranial, peningkatan cairan serebrospinal atau
penurunan absorbsi, adanya masa intrakranial dan edema serebri.
Kegagalan sirkulasi normal CSS dapat menyebabkan pelebaran vena dan
hidrocephalus. Keadaan ini sering dibagi menjadi hidrosefalus komunikans dan
hidrosefalus obstruktif. Pada hidrosefalus komunikans terjadi gangguan reabsorpsi
CSS, dimana sirkulasi CSS dari ventrikel ke ruang subarakhnoid tidak terganggu.
Kelainan ini bisa disebabkan oleh adanya infeksi, perdarahan subarakhnoid,
trombosis sinus sagitalis superior, keadaan-keadaan dimana viskositas CSS
meningkat dan produksi CSS yang meningkat. Hidrosefalus obstruktif terjadi
akibat adanya ganguan aliran CSS dalam sistim ventrikel atau pada jalan keluar ke
ruang subarakhnoid. Kelainan ini dapat disebabkan stenosis aquaduktus serebri,
atau penekanan suatu masa terhadap foramen Luschka, foramen Magendi
ventrikel IV, aquaduktus Sylvi dan foramen Monroe. Kelainan tersebut bisa
berupa kelainan bawaan atau didapat.

47
c) Jumlah sel
Jumlah sel leukosit normal tertinggi 4-5 sel/mm 3 dan mungkin hanya terdapat 1
sel polymorfonuklear saja. Sel leukosit junlahnya akan meningkat pada proses
inflamasi. Perhitungan jumlah sel harus sesegera mungkin dilakukan, jangan lebih
dari 30 menit setelah dilakukan lumbal punksi. Bila tertunda maka sel akan
mengalami lisis, pengendapan dan terbentuk fibrin. Keadaaan ini akan merubah
jumlah sel secara bermakna. Leukositosis ringan antara 5-20 sel/mm3 adalah
abnormal tetapi tidak spesifik. Pada meningitis bakterial akut akan cenderung
memberikan respon perubahan sel yang lebih besar terhadap peradangan
dibanding dengan yang meningitis aseptik. Pada meningitis bakterial biasanya
jumlah sel lebih dari 1000 sel/mm3, sedangkan pada meningitis aseptik jarang
jumlah selnya tinggi. Jika jumlah sel meningkat secara berlebihan (5000-10000
sel/mm3), kemungkinan telah terjadi ruptur dari abses serebri atau perimeningeal
perlu dipertimbangkan. Perbedaan jumlah sel memberikan petunjuk ke arah
penyebab peradangan. Monositosis tampak pada inflamasi kronik oleh L.
monocytogenes. Eosinofil relatif jarang ditemukan dan akan tampak pada infeksi
cacing dan penyakit parasit lainnya termasuk Cysticercosis, juga meningitis
tuberculosis, neurosiphilis, lympoma susunan saraf pusat, reaksi tubuh terhadap
benda asing.
d) Glukosa
Normal kadar glukosa berkisar 45-80 mg%. Kadar glukosa cairan serebrospinal
sangat bervariasi di dalam susunan saraf pusat, kadarnya makin menurun dari
mulai tempat pembuatannya di ventrikel, sisterna dan ruang subarakhnoid lumbar.
Rasio normal kadar glukosa cairan serebrospinal lumbal dibandingkan kadar
glukosa serum adalah >0,6. Perpindahan glukosa dari darah ke cairan
serebrospinal secara difusi difasilitasi transportasi membran. Bila kadar glukosa
cairan serebrospinalis rendah pada keadaan hipoglikemia, rasio kadar glukosa
cairan serebrospinalis dan glukosa serum tetap terpelihara. Hypoglicorrhacia
menunjukkan penurunan rasio kadar glukosa cairan serebrospinal dengan glukosa
serum, keadaan ini ditemukan pada derajat yang bervariasi, dan paling umum
pada proses inflamasi bakteri akut, tuberkulosis, jamur dan meningitis oleh
carcinoma. Penurunan kadar glukosa ringan sering juga ditemukan pada
meningitis sarcoidosis, infeksi parasit misalnya, cysticercosis dan trichinosis atau
meningitis. Inflamasi pembuluh darah semacam lupus serebral atau meningitis
rhematoid mungkin juga ditemukan kadar glukosa cairan serebrospinal yang
48
rendah. Meningitis viral, mump, limphostic khoriomeningitis atau herpes simplek
dapat menurunkan kadar glukosa ringan sampai sedang.
e) Protein
Kadar protein normal cairan serebrospinal pada ventrikel adalah 5-15 mg%. pada
sisterna 10-25 mg% dan pada daerah lumbal adalah 15-45g%. Kadar gamma
globulin normal 5-15 mg% dari total protein. Kadar protein lebih dari 150 mg%
akan menyebabkan cairan serebrospinal berwarna xantokrom, pada peningkatan
kadar protein yang ekstrim lebih dari 1,5 gr% akan menyebabkan pada permukaan
tampak sarang laba-laba (pellicle) atau bekuan yang menunjukkan tingginya kadar
fibrinogen. Kadar protein cairan serebrospinal akan meningkat oleh karena
hilangnya sawar darah otak (blood brain barrier), reabsorbsi yang lambat atau
peningkatan sintesis immunoglobulin lokal. Sawar darah otak hilang biasanya
terjadi pada keadaan peradangan, iskemia bakterial trauma atau neovaskularisasi
tumor, reabsorbsi yang lambat dapat terjadi pada situasi yang berhubungan
dengan tingginya kadar protein cairan serebrospinal, misalnya pada meningitis
atau perdarahan subarakhnoid. Peningkatan kadar immunoglobulin cairan
serebrospinal ditemukan pada multiple sklerosis, acute inflamatory
polyradikulopati, tumor intrakranial dan penyakit infeksi susunan saraf pusat
lainnya, termasuk ensefalitis, meningitis, neurosipilis, arakhnoiditis dan SSPE
(subacute sclerosing panensefalitis). Perubahan kadar protein di cairan
serebrospinal bersifat umum tapi bermakna sedikit, bila dinilai sendirian akan
memberikan sedikit nilai diagnostik pada infeksi susunan saraf pusat.

49
f) Elektrolit
Kadar elektrolit normal CSS adalah Na 141-150 mEq/L, K 2,2-3,3 mRq, Cl 120-
130 mEq/L, Mg 2,7 mEq/L. Kadar elektrolit ini dalam cairan serebrospinal tidak
menunjukkan perubahan pada kelainan neurologis, hanya terdapat penurunan
kadar Cl- pada meningitis tapi tidak spesifik.
g) Osmolaritas
Terdapat osmolaritas yang sama antara CSS dan darah (299 mosmol/L). Bila
terdapat perubahan osmolaritas darah, akan diikuti perubahan osmolaritas CSS.
Keseimbangan asam basa harus dipertimbangkan pada metabolik asidosis dan
metabolik alkalosis. pH cairan serebrospinal lebih rendah dari pH darah,
sedangkan PCO2 lebih tinggi pada cairan serebrospinal. Kadar HCO 3 adalah sama
(23 mEq/L). pH CSS relatif tidak berubah bila metabolik asidosis terjadi secara
subakut atau kronik, dan akan berubah bila metabolik asidosis atau alkalosis
terjadi secara cepat.

2. Stroke Iskemik
2.1. Definisi
Stroke adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, lebih dari 24
jam, berasal dari gangguan aliran darah otak dan bukan disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak sepintas, tumor otak, stroke sekunder karena trauma maupun
infeksi. Stroke dengan defisit neurologik yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan
oleh iskemia atau perdarahan otak. Stroke terbagi menjadi dua, yaitu stroke
iskemik yang disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang
menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang
50
mengalami oklusi dan stroke hemoragik yaitu kematian sel-sel otak akibat
terjadinya perdarahan di otak baik perdarahan intraserebral atau perdarahan
subarakhnoid.
2.2. Epidemiologi
Stroke adalah penyebab kedua kecacatan berat diseluruh dunia pada usia
diatas 60 tahun dan biaya perawatan stroke sangatlah besar. Diperkirakan insidens
stroke di Amerika Serikat kira-kira lebih 700.000 tiap taun dan meninggal lebih
160.000 per tahunnya dengan kira-kira 4,8 juta penderita stroke yang hidup saat
ini. Di Indonesia walaupun data epidemiologik yang lengkap dan akurat belum
ada, dengan meningkatnya umur harapan hidup bangsa Indonesia, dijumpai
tendensi penderita stroke akan meningkat pada masa yang akan datang. Dari hasil
survey Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia dilaporkan bahwa stroke di rumah
sakit antara tahun 1985 sampai dengan tahun 1986 meningkat yaitu 0,72 per 100
penderita pada tahun 1984 dan naik menjadi 0,89 per 100 penderita pada tahun
1985 dan 0,96 per 100 penderita pada tahun 1986. Dilaporkan pula pula bahwa
prevalensi stroke adalah 35,6 per 100.000 penduduk pada tahun 1986. Dari studi
rumah sakit yang di lakukan di Medan pada tahun 2001, yang tidak sempat
dipublikasi, ternyata pada 12 rumah sakit di medan pada tahun 2001, dirawat
1263 kasus stroke terdiri dari 821 stroke iskemik dan 442 stroke hemorragik,
dimana meninggal 201 orang (15,91%) terdiri dari 98 (11,93%) stroke iskemik
dan 103 (23,30%) stroke hemoragik (Darul, 2007)
2.3. Etiologi dan Faktor Risiko
Faktor risiko stroke terbagi menjadi faktor yang bisa dikendalikan dan faktor
yang tidak bisa dikendalikan. Faktor yang bisa dikendalikan antara lain adalah
penyakit seperti gaya hidup, hipertensi, penyakit jantung, merokok, sickle cell
anemia, diabetes melitus, hiperhomosisteinemia, dan hipertrofi ventrikel kiri.
Sedangkan faktor risiko yang tidak bisa dikendalikan antara lain adalah usia, jenis
kelamin, herediter, ras dan etnis, serta geografi.
Penyebab dari stroke iskemik dibedakan melalui 3 macam mekanisme, yaitu:
1. Trombosis
Thrombosis adalah obstruksi aliran drah yang terjadi pada proses oklusi
pada satu pembuluh darah lokal atau lebih.
2. Emboli

51
Emboli adalah pembentukan material dari tempat lain dalam sistem vaskuler
dan tersangkut dalam pembuluh darah tertentu sehingga memblokade aliran
darah.
3. Pengurangan perfusi sistemik umum
Pengurangan perfusi sistemik umum dapat diakibatkan oleh kegagalan
pompa jantung, proses perdarahan atau kondisi hipovolemia.
2.4. Patofisiologi
Ketiga penyebab dari stroke iskemik yang telah dijelaskan di atas dapat
mengurangi atau menghentikan aliran darah ke bagian distal dan sirkulasi serebral
melalui 4 tahap, yaitu:
Tahap 1
Penurunan alirah darah
Penurunan aliran darah ke otak di bawah titik kritis, sekitar 20 ml/100 gr
otak/menit, akan kehilangan fungsi elektrisitas neuron. Tahap ini merupakan
tahap yang reversibel. Tahap berikutnya adalah tahap ireversibel yaitu tahap
yang terjadi beberapa menit setelah tahap reversibel dimana penurunan aliran
darah ke otak 10 ml/100 gr otak/menit.
Penurunan oksigenasi
Keadaan hipoksia akan mengakibatkan disfungsi mitokondria dan degradasi
membran lipid yang akan menghasilkan radikal bebas.
Kegagalan energi
Kegagalan energi akan mengakibatkan kegagalan homeostatis ion seluler
yang tergantung energi. Kondisi ini akan menyebabkan efluks kalium dari
dalam sel dan influx natrium serta air ke dalam sel.
Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostatis ion
Hal ini akan mengakibatkan kegagalan mitokondria dalam memproduksi ATP.
Tanpa ATP, pompa ion membran tidak akan berfungsi dan neuron
terdepolarisasi dan terjadi peningkatan kalsium intraselular.
Tahap 2
Eksitoksisitas dan kegagalan homeostatis ion
Spreading depression
Tahap 3
Penelitian menunjukan adanya respon inflamatorik pada stroke iskemik yang
memperberat perkembangan infark serebri. Respon inflamatorik tersebut ditandai

52
dengan peningkatan kadar sitokin dalam sirkulasi penderita stroke iskemik.
Sitokin IL-8 merupakan diskriminator terkuat yang membedakan kasus stroke
dengan bukan stroke.
Tahap 4
Tahap akhir dari proses iskemik otak adalah kematian neuron. Kematian neuron
disebabkan oleh 2 hal ;
Neurotic pathway, dimana terjadi kerusakan sitoskeletal yang cepat yang
diakibatkan oleh kegagalan energi sel.
Apoptotic pathway, dimana neuron terprogram untuk mati
2.5. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis yang terjadi bergantung pada pembuluh yang mengalami
sumbatan / penurunan aliran darah yang dijelaskan pada tabel di bawah ini.
Pembuluh Darah Manifestasi klinis
Arteri carotid interna Kebutaan ipsilateral (arteri optikus)
Gejala arteri serebri media
Arteri serebri media Kelemahan kontralateral dan kehilangan fungsi
sensorik yang lebih buruk pada lengan muka
dibandingkan pada tungkai
Afasia
Hemineglect, anosognosia (menyangkal adanya
deficit neurologis), disorientasi pada hemisfer
serebri kanan.
Defek pada lapangan pandang yang homonim
dengan tingkat keparahan yang bervariasi
Arteri serebri anterior Kelemahan konralateral dan kehilangan fungsi
sensorik yang lebih dominan pada ekstremitas
bawah
Inkontinensia urin, khususnya pada lesi bilateral.
Dispraksia pada siku
Abulla ( tidak ada niat ataupun tidak mampu
membuat keputusan)
Afasia motorik transkortikal pada sisi yang
dominan)
Arteri serebri posterior Hemianopsia homonim kontralateral
Kehilangan hemisensori kontralateral tanpa
kelemahan otot
Gangguan penglihatan dengan berbagai derajat
yang berhubungan dengan defisit kortikal, seperti
alexia tanpa agraphia dan agnosi visual
53
Arteri basilaris Paralysis batang tubuh (biasanya bilateral, tapi
biasa asimetrik)
Biasanya terjadi paralysis bulbar dan
pseudobulbar yang parah pada otot otot cranial
Pergerakan bola mata yang abnormal
Arteri vertebralis Vertigo, mual, pusing, dan muntah dengan
berbagai derajat.
Hypoesthesia pada wajah ipsilateral dan tubuh
kontralateral
Ataxia pada trunkus dan appendikular ipsilateral
Sindrom horner ipsilateral
Serak dan disfagia

2.6. Tatalaksana Stroke Iskemik


Penatalaksanaan stroke berdasarkan PERDOSSI tahun 2007, yaitu:
Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan
merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar
kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen 2
L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa atau
salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi,
foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time/INR,
APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk elektrolit); jika hipoksia,
dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di Instalasi Rawat Darurat adalah
memberikan dukungan mental kepada pasien serta memberikan penjelasan
pada keluarganya agar tetap tenang.
Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun
penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis
serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi
kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.

Penatalaksanaan umum untuk stroke iskemik antara lain adalah sebagai


berikut: Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu
bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila
hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2
54
liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan
intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari
penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter
intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL
dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin
isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik. Jika
didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui selang
nasogastrik. Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi
segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari
penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan
sistolik 220 mmHg, diastolik 120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure
(MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit),
atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan
antara lain natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau
antagonis kalsium. Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg,
diastolik 70 mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL
selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika
belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi
dopamin 2-20 g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik 110 mmHg. Jika
kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100 mg
per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin).
Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka
panjang. Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit
setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan osmolalitas (<320
mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau
furosemid.

55
Untuk terapi khusus stroke iskemik, ditujukan untuk reperfusi dengan
pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan
dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga
diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).

3. Normal Pressure Hydrocephalus


3.1. Definisi
Normal Pressure Hydrocephalus (NPH) adalah sindroma klinis yang ditandai
gangguan gaya berjalan, demensia, inkontinensia urin dan berhubungan dengan
adanya ventrikulomegali tanpa disertai peningkatan tekanan cairan serebrospinal
(CSS) dan tanpa adanya tanda atrofi otak.
Ada 2 tipe NPH, yaitu NPH idiopatik (primer) dan NPH sekunder. NPH
idiopatik dibedakan dari NPH sekunder yang biasanya disebabkan oleh
perdarahan subarachnoid (23 %), meningitis (4,5%), dan trauma kapitis (12,5%).
Yang sama antara NPH idiopatik dan NPH sekunder adalah keduanya sama-sama
tidak melibatkan obstruksi aliran CSS dalam sistem ventrikular di otak. Perbedaan
NPH idiopatik dan NPH sekunder adalah NPH sekunder terjadi pada pasien umur
berapapun, sedangkan NPH idiopatik biasanya terjadi pada pasien usia tua.
Setengah dari kasus NPH dianggap idiopatik dan setengahnya ada penyebab,
dengan demikian, NPH mungkin merupakan bentuk akhir dari proses perjalanan
beberapa penyakit.
3.2. Epidemiologi
Pada tahun 2012 di Jerman, 1 diantara 80 orang menderita demensia. Di
Jerman terdapat 250.000 orang yang didiagnosis demensia setiap tahunnya. NPH
terjadi pada 6% kasus demensia. Sebuah penelitian yang dilakukan di panti jompo
di Jerman, 9-14% penghuninya mengalami NPH. Studi epidemiologi NPH sangat
sedikit dilakukan, karena tidak adanya kriteria diagnosis yang sama pada setiap
negara. Insidensi NPH diperkirakan antara 0,2-5,5 kasus baru per 100.000 orang
per tahun. Prevalensi NPH dilaporkan 0,003% pada orang usia < 65 tahun dan
0,2-2,9% orang dengan usia 65 tahun. Prevalensi NPH dengan gejala
neurodegeneratif meningkat dengan pertambahan usia.
Faktanya, diperkirakan terdapat 375.000 orang di Amerika yang menderita
NPH, namun karena pengggunaan kriteria diagnosis yang salah, NPH sering
didiagnosis dengan demensia atau Parkinson's. Tidak ada perbedaan jenis kelamin
yang lebih cenderung mengalami NPH, namun NPH sering dialami pasien usia
56
lanjut. NPH dapat terjadi pada semua umur, meski penyakit ini lebih umum terjadi
pada usia tua. Frekuensi lebih sering pada usia dekade 6 atau 7 kehidupan.
Faktanya, 75 % pasien dengan NPH idiopatik juga menderita demensia vaskular
atau demensia Alzhaimer. Penelitian menunjukkan bahwa 40-75% pasien dengan
NPH idiopatik memiliki beta-amyloid atau temuan histologi lainnya yang terdapat
pada penyakit Alzhaimer, sedangkan 60% memiliki tanda penyakit
cerebrovaskular yang punya klinis yang hampir sama dengan NPH idiopatik. Pada
pasien NPH, shunting cairan serebrospinal mampu memperbaiki gait, meskipun
jarang dapat memperbaiki gangguan kognitive.
3.3. Etiologi
Setengah dari kasus NPH dianggap idiopatik dan setengahnya ada penyebab,
dengan demikian, NPH mungkin merupakan bentuk akhir dari proses perjalanan
beberapa penyakit. Etiologi idiopatik NPH telah dijelaskan selama 4 dekade,
namun, tidak ada teori tunggal yang diterima secara luas. NPH idiopatik dapat
muncul dari suatu bentuk reversible khas dari trauma neuronal.
Kebanyakan faktor penyebab NPH tidak tidak diketahui secara pasti. Apabila
NPH terjadi akibat sekunder dari perjalanan penyakit lain, termasuk subarachnoid
hemorrhagic, trauma kepala, infark cerebri, meningitis atau komplikasi
pembedahan, gejala ini disebut NPH sekunder. Sedangkan NPH pada pasien yang
tidak didahului penyebab tertentu disebut NPH primer atau idiopathic NPH
(INPH).
Kemungkinan faktor penyebab normal pressure hidrocephalus termasuk
trauma kepala, perdarahan subarahnoid, meningitis, tumor SSP. Walaupun setiap
kondisi dapat menyebabkan hidrosephalus. Bagaimana cara untuk menjelaskan
hubungan dengan NPH masih belum dipahami dengan baik.
3.4. Patofisiologi
Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal secara aktif yang
menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak. Sebagian besar cairan serebrospinal
diproduksi oleh pleksus koroideus di dalam ventrikel otak dan mengalir melalui
foramen Monro ke ventrikel III kemudian melalui akuaduktus Sylvius ke ventrikel
IV. Dari sana likuor mengalir melalui foramen Magendi dan Luschka ke sisterna
dan rongga subaraknoid di bagian kranial maupun spinal. Penyerapan terjadi
melalui villus arakhnoid yang berhubungan dengan sistem vena seperti sinus
venosus serebral. Hidrosefalus terjadi akibat kelebihan produksi, sumbatan
sirkulasi atau gangguan proses penyerapan.
57
Ada konsensus yang menjelaskan bahwa ketidakseimbangan produksi CSS
dan resorpsinya pada NPH tidak disebabkan oleh kelebihan produksi. Pada NPH
sering terjadi peningkatan resistensi aliran CSS. NPH terjadi karena rendahnya
craniospinal compliance atau rendahnya vascular compliance pada circle of
Willis sehingga menyebabkan hilangnya windkessel effect pada arteri basis cranii.
Hilangnya elastisitas ini bisa karena sebab primer (misalnya artherosklerosis) atau
sekunder sebagai akibat dari rendahnya craniospinal compliance yang
menghambat ekspansi arteri di basis cranii. Hal ini menyebabkan stress kompresi
yang lebih tinggi dan menjadi tekanan yang lebih besar pada parenkim otak.
Kerusakan jaringan, terutama pada daerah periventrikular, terjadi karena
perbedaan anatomi dan fisiologi antara bagian superfisial dan bagian dalam
jaringan otak. Kerusakan fokal otak ini bermanifestasi sebagai ventrikulomegali.
Akibat dari hilangnya windkessel effect lebih jauh dapat menyebabkan rendahnya
cerebral blood flow (CBF) dan hipoperfusi otak, lalu menyebabkan rendahnya
resorpsi CSS. Rendahnya resorpsi CSS mengganggu clearance racun hasil
metabolik yang berkontribusi pada patogenesis Alzhaimer.

58
Model Patofisiologi NPH
Teori klasik menjelaskan bahwa tekanan CSS tidak meningkat pada NPH
karena ventrikel membesar untuk menampung volume CSS yang meningkat; oleh
karena itu, tekanan CSS normal. Teori lain menjelaskan bahwa terjadi peningkatan
tekanan sementara selama ventrikel membesar (terjadi inflasi ventrikel) tetapi
normal kembali setelah luas ventrikel seimbang dengan volume CSS. Seiring
waktu perkembangan gejala klinis, ventrikel mengalami pelebaran, dan tekanan
dapat berada dalam batas normal. Jadi, mengukur tekanan CSS tidak membantu
dalam menegakkan diagnosis. Tidak adanya peningkatan tekanan CSS,
sebagaimana terlihat pada bentuk hidrosefalus lain, maka hal ini juga menjadi
alasan sangat sulit menegakkan diagnosis NPH.
Pembesaran ventrikel dapat terjadi saat timbul tekanan antar lapisan. yaitu
perbedaan tekanan antara ventrikel dan ruang subarachnoid meningkat, bahkan
sementara. Penurunan resorpsi CSS (cerebrospinal fluid) meningkatkan tekanan

59
transmantle (antar lapisan). Walau banyak ahli menyatakan bahwa resorpsi CSS
terjadi pada tingkat vili arachnoidal (mikroskopis) atau arachnoid granulations
(makroskopis), para ahli lainnya yakin bahwa sebagian besar resorpsi subtansial
CSS terjadi pada tingkat parenkim otak, yaitu melalui transkapiler atau
transvenular (hal ini terbukti bahwa pada pasien hidrosefalus obstruktif dapat
terjadi reabsorbsi sebagian kecil CSS).
Ketika otak berfungsi secara baik, cairan serebrospinal diproduksi oleh plexus
choroid dengan kecepatan 20-25 mL per jam. CSS kemudian bersirkulasi dari
ventrikel lateral melewati garis tengah ventrikel tiga dan akhirnya masuk kedalam
ventrikel empat mengisi ke dalam fossa posterior otak. Dari ventrikel empat, CSS
keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke ruang subarachnoid melingkupi otak
dan medula spinalis, dimana CSS berperan sebagai bantalan membantu mencegah
cedera kepala. Cairan serebrospinal normalnya diserap oleh villi arachnoid dan
masuk ke dalam sinus venosus dalam jumlah yang sama dari jumlah produksi
untuk menjaga konsistensi sirkulasi dan tekanan. Pada pasien NPH,
bagaimanapun, CSS tidak direabsobsi adekuat, menyebabkan penumpukan terlalu
banyak cairan dalam otak dan menimbulkan trias gejala khas.
Kelebihan CSS dalam otak dapat diakibatkan baik oleh perubahan idiopatik
maupun trauma. Walaupun, kekacauan reabsobsi CSS oleh villi arachnoid tidak
sepenuhnya dipahami, beberapa teori menghubungkan proses terjadinya
akumulasi cairan dengan adanya scar (parut) jaringan. Hal ini dipercaya bahwa
scar tissue menurunkan kemampuan villi arachnoid untuk menyerap CSS secara
baik, atau scar tissue dapat terjadi pada sekeliling sinus venosus dalam otak yang
menghalangi CSS masuk ke dalam sirkulasi pembuluh darah. Adanya riwayat
bedah kepala atau bedah saraf, intracranial hemorrhage, dan meningitis juga
berhubungan dengan NPH. Sayangnya, tingkat progresifitas NPH sering lambat,
hingga sulit menentukan etiopatologi pasti.

3.5. Gejala Klinis


NPH dapat terjadi pada semua umur, meski penyakit ini lebih umum
terjadi pada usia tua. Frekuensi lebih sering pada usia decade 6 atau decade 7
kehidupan. Walaupun gejala Adams triad berhubungan erat dengan NPH
fase lanjut, tidak semua gejala tersebut dapat muncul saat stadium awal.
Salah satu gejala yang paling awal muncul adalah gaya berjalan yang tidak
normal, yang umumnya digambarkan sebagai shuffling atau berjalan terseok-
60
seok (langkah pendek), magnetic (sulit mengangkat tungkai atau berjalan
dengan kaki terseret lantai), broad based / berdiri dengan kedua tungkai
dibuka lebar (kedua tungkai berpisah untuk menjaga keseimbangan).
Gejala lengkap NPH dijelaskan berdasarkan faktor mekanik dan faktor
iskemik. Pembesaran ventrikel menyebabkan peregangan dan penurunan
kelenturan pembuluh darah dan tekanan nadi yang tinggi menyebabkan local
''barotrauma'' atau tegangan geser tangensial. Hal ini juga terbukti dari
tujuan pemasangan shunt yaitu untuk menambah kapasitas sistem dan
meningkatkan perfusi, bukan untuk menurunkan tekanan (yang sudah
normal).
NPH ditandai trias klinis yaitu gangguan berjalan, demensia dan
inkontinensia urin. Kumpulan gejala khas tersebut berkembang perlahan,
dan umumnya terjadi antara usia decade 6 dan decade 8. Gangguan gaya
berjalan adalah ciri khas pertama yang muncul pada INPH, dan digambarkan
secara bervariasi seperti apraxic, bradykinetic, glue-footed, magnetic,
parkinsonian dan shuffling. Pasien sering datang dengan riwayat terjatuh.
Gaya berjalan yang menyimpang ini dicirikan pada INPH seperti lambat,
berdiri dengan kedua tungkai dibuka lebar, melangkah dengan langkah
pendek dan terseok-seok, dan sulit menyusun atau melangkah dengan kedua
kaki bergantian secara berurutan. Selain itu juga tidak didapatkan adanya
kelemahan gerak yang signifikan.
Gangguan gaya berjalan adalah gaya berjalan apraxia yaitu sebagai
gambaran kombinasi defisit motorik, kegagalan reflek meluruskan tubuh dan
ganguaan sensibilitas benda halus. Gaya berjalan ini dapat digambarkan
sebagai''magnet'' karena sikap berdiri dengan kedua tungkai dibuka lebar dan
berjalan lambat, langkah kecil dengan kaki menyeret lantai. Selain itu gejala
ini juga disertai adanya peningkatan tonus dan reflek tendon tungkai
bawah dan timbulnya kelemahan serta inkoordinasi. Gangguan input dari
kortex sensorimotor, korteks frontal superior, dan gyrus gyrus anterior
cingulate menuju formation reticular di dalam tegmentum pada batang otak
juga dapat berkontribusi untuk gangguan gaya berjalan dan sikap berdiri.
Karena serat-serat traktus serebrospinal menyuplai fungsi kaki melewati
ventrikel lateral dalam corona radiate. Maka tidaklah mengherankan jika
ganguan gaya berjalan ini biasanya merupakan gejala pertama muncul dan
pertanda awal untuk follow up sukses tidaknya VP shunt.
61
Demensia adalah gejala subkortikal dan ditandai inersia, pelupa, dan
ketidakmampuan memimpin. Ketiadaan jaras kortikal membantu untuk
membedakan demensia pada NPH secara klinis dengan penyakit Alzheimer.
Demensia mempunyai ciri khas dengan hilangnya memori yang nyata dan
bradiphrenia. Progesitasnya lebih lambat daripada demensia pada penyakit
Alzheimer. Defisit fokal dan atau kejang tidak biasa terjadi. Pasien dengan
NPH menunjukan defisit kognitif subkortikal termasuk didalamnya pikun,
perhatian yang berkurang, inersia dan bradiphrenia yang berbeda dengan
Alzhemair.
Penurunan kemampuan kognitif cenderung muncul secara bertahap pada
pasien NPH. Gejala khasnya mencakup lambatnya psikomotor atau retardasi
psikomotor, sulit menfokuskan perhatian, gangguan verbal, penurunan
kemampuan memimpin dan sulit melaksanakan tugas. Defisit kognitif ini
merupakan ciri khas akibat tipe subkortikal. Apraxia, agnosia and aphasia
jarang ditemukan pada INPH. Lebih 40% pasien NPH mengalami
Hyperinsomnia. Gangguan perilaku seperti depresi dan agitasi dapat juga terjadi
namun jarang.
Inkontinensia urin adalah gejala primer yang ketiga pada NPH. Masalah
fungsi kemih ini ditandai perasaan urgensi, dan dalam tahap lanjut pasien
tidak mampu menahan kencing. Gejala ini mungkin diakibatkan adanya
keterlibatan serat saraf corticospinal sacral. Stadium awal INPH, timbul
frekuensi urin dan urgensi. Seiring perjalanan penyakit, terjadi inkontinensia
urin dan inkontinensia feses harus diwaspadai. Masalah urologi dapat
muncul tergantung tingkat keparahan penyakit. Perlu uji urodynamic dan
demonstrasi bladder hyperactivity.
Lemahnya gaya berjalan dapat memperbesar masalah berkemih, seperti
inkontinesia, dimana saat semakin sulitnya bergerak sementara pasien harus
mendadak ke kamar mandi. Akibat ventikulomegali menimbulkan trias
gejala oleh karena adanya penekanan atau peregangan nervus pada area-
area otak. Dengan demikian, menimbulkan tanda-tanda neurologis tidak
normal.
3.6. Diagnosis
Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Pasien datang dengan gangguan progressif yang bertahap. Sebagai catatan,
trias gejala klasiknya adalah gaya berjalan abnormal, inkontinensia urin, dan
62
demensia. Kekacauan gaya berjalan sebagai ciri utama dan perlu dipetimbangkan
adanya respon terhadap terapi. Gejala yang menonjol adalah keluhan gaya
berjalan. Kelemahan nyata atau ataxia adalah tipe gejala yang tidak khas pada
NPH.
Gaya berjalan pasien NPH khas seperti bradikinetik, gaya berdiri dengan kedua
tungkai dibuka lebar, berjalan menyeret lantai dan terseok-seok. Gejala urinaria
dapat berupa frekuensi, urgensi, atau inkontinensia. Sedangkan inkontinensia
dapat terjadi sebagai akibat dari gangguan gaya berjalan dan demensia.
Demensia pada pasien NPH ditandai kehilangan memori yang mencolok dan
bradiprenia. Defisit frontal dan subcortikal adalah lafal yang utama. Selain itu,
defisit juga mencakup lupa, penurunan perhatian, inersia/kelembaman dan
bradiprenia. Kehadiran tanda kortikal seperti aphasia atau agnosia akan
menimbulkan kecurigaan untuk patologi alternative lainnya sepeti Alzheimer
disease atau dementia vascular. Bagaimanapun, patologi komorbid tidaklah
berhubungan dengan umur.
Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap, diperlukan tes
diagnostik selanjutnya untuk menegakkan diagnosis. Umumnya, uji laboratorium
tidak banyak membantu. Bagaimanapun, foto radiologis memegang peranan
penting menegakkan diagnostic NPH.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan peninjang yang dapat digunakan untuk diagnosis normal preasure
hydrocephalus dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Laboratorium
Hiponatermi dilaporkan pada pasien NPH karena tekanan pada hipotalamus
yang menggambarkan gangguan sekresi hormon anti diuretik. Ini bukanlah
penemuan yang konsisten. Umumnya, uji laboratorium tidak banyak
membantu.
b. Radiologi
Pemeriksaan esensial untuk evaluasi pasien yang dicurigai NPH adalah
neuroimaging dengan CT atau MRI untuk menilai ukuran ventrikel.
Walaupun tidak didapatkan tanda yang sesuai untuk diagnosis NPH pada
pemeriksaan neuroimaging, pelebaran ventrikel dibandingkan dengan sulcus
serebri perlu untuk menegakkan diagnosis NPH pada pasien yang mengalami
gejala yang sesuai. Pada potongan koronal level komisura posterior,
didapatkan penyempitan ruang subarachnoid dan sisterna medial. Ventrikel
63
ketiga biasanya juga membesar, sedangkan ventrikel keempat bisa membesar
atau tidak membesar. Rasio frontal horn (Evans' index), didefinisikan sebagai
lebar ventrikel dari frontal horn maximal dibagi diameter transversal tulang
tengkorak diukur dari bagian dalam, dikatakan ventrikulomegali jika nilainya
0,3 atau lebih. Gambaran radiologis lain yang dapat ditemukan pada NPH
termasuk: periventricular hyperintensities, yang berhubungan karena
terjadinya iskemia mikrovaskuler subkortikal (disebut juga small-vessel
disease), tetapi tidak mengeluarkan kemungkinan INPH, peningkatan aliran
cairan serebrospinal (CSS) secara cepat ke dalam aquaduktus; akan
menipiskan dan meninggikan atau elevasi corpus callosum pada gambaran
foto sagittal; dan tidak ada bukti adanya obstruksi aliran CSS.

Perbandingan CT scan normal dan CT scan pada pasien NPH

Neuroimaging dari 2 pasien dengan idiopathic normal pressure hydrocephalus. (A)


CT scan kepala menunjukkan ventrikulomegali tanpa disertai atrofi kortikal yang
signifikan. (B) MRI kepala menunjukkan ventrikulomegali dan adanya perubahan
iskemik subkortikal. Kedua pasien idiopathic normal pressure hydrocephalus
tersebut mengalami perbaikan gejala setelah pemasangan shunt

64
Computed tomography (CT) scans dan magnetic resonance imaging
(MRI) dapat digunakan untuk diagnosis NPH, Meskipun, tidak ada kriteria
yang dihandalkan untuk memastikan diagnosis dengan kedua modalitas
tersebut. Beberapa pasien berusia tua yang mengalami pembesaran ventrikel
normal tidak selamanya diakibatkan oleh NPH; jadi, ventrikel bisa saja
melebar sebagai akibat adanya atrofi otak atau penyusutan. Dalam kasus ini,
pola dan tekanan aliran CSS akan normal.
Bagaimanapun pemeriksaan radiologis merupakan alur menegakkan
diagnosis NPH dengan memperhatikan Evans ratio (rasio antara frontal horns
berbanding dengan lebar tulang tengkorak yang diukur dari tepi bagian dalam
calvaria). Demensia non-NPH dengan ventrikulomegali biasanya
berhubungan dengan meningkatnya Evans ratio. Ahli radiologi akan
memastikan adanya atrofi hipocampus atau adanya peningkatan volume CSS.
MRI kepala adalah pemeriksaan penunjang yang dianjurkan untuk
menegakkan diagnosis NPH, khususnya T2-weighted images. CT scan kepala
dapat digunakan jika MRI tidak tersedia. Kedua teknik radiologis tersebut
disesuaikan dengan kebutuhan klinis. Keterbatasan teknik pemeriksaan CT
scan dan MRI hanya untuk menilai hidrosefalus dengan ventrikulosulcal yang
tidak seimbang. Pengamatan ini termasuk penilaian subjektif, dan pada pasien
dengan pelebaran beberapa sulkus hanya terdapat ventrikulomegaly minimal,
dan pemeriksaan ini tidak sensitif atau tidak spesifik.
Terdapat beberapa tes penunjang yang dapat meningkatkan diagnositik
akurat dan dan perlu dipertimbangkan pada pasien yang dicurigai INPH. Tes
tersebut mencakup CSS tap test, external CSS drainage via spinal drainage,
dan CSS outflow resistance determination. Selain itu, beberapa teknik
pemeriksaan radiologic lain telah dicoba investigasi pada pasien INPH,
termasuk single-photon emission CT, PET, nuclear cisternography, dan CSS
flow velocity. Penilaian diagnostik dengan pemeriksaan tersebut tidak
dianjurkan dan saat ini pemeriksaan penunjang demikian tidak rutin
dilakukan pada pasien NPH
3.7. Prognosis

Gejala NPH biasanya semakin buruk jika tidak mendapat terapi, walaupun
beberapa pasien dapat mengalami perbaikan sementara. Sedangkan tingkat
kesuksesan terapi dengan pemasangan shunt berbeda antara satu pasien dengan

65
pasien lainnya. Beberapa pasien sembuh sempurna setelah terapi dan kembali
hidup normal seperti biasa. Diagnosis dini dan terapi yang sempurna
meningkatkan prognosis kesembuhan.
Prognosis secara keseluruhan dari NPH menetap adalah buruk karena kurang
menunjukkan perbaikan pada pasien sekalipun sudah dilakukan pembedahan, hal
ini akibat komplikasi yang berat. Dalam studi Vanneste et al, studi komprehensif
menjelaskan pernyataan di atas, perbaikan hanya 21% pada pasien yang dilakukan
shunt. Angka komplikasi kira-kira 28% meninggal atau morbiditas residual berat
mencapai 7% pasien. Langkah yang perlu diperhatikan adalah pemilihan pasien
yang baik.
Nilai hasil perbaikan bervariasi setelah pemasangan shunt. Variasi ini dapat
dijelaskan karena sebahagian besar menggunakan kriteria dengan metode seleksi
pasien dan penilaian postoperatif berbeda, dan variasi pada periode follow up
lanjutan. Guideline INPH melaporkan angka perbaikan mencapai 30-96%. Sebuah
metaanalisis 2001 melaporkan bahwa 59% pasien mengalami perbaikan setelah
pemasangan shunt, dan 29% membutuhkan waktu yang lama untuk perbaikan.
Walaupun semua gejala dapat berubah setelah pemasangan shunt, gaya berjalan
adalah gejala yang paling baik mengalami kesembuhan. 75% pasien mengalami
perbaikan salah satu gejala INPH, dan 46% mengalami perbaikan untuk semua
gejala setelah 18 bulan. Seluruhnya, terdapat 93% mengalami perbaikan gaya
berjalan, tetapi demensia dan inkontinensia urin hanya mengalami perbaikan pada
sebagian pasien. Waktu melakukan intervensi sangat penting: kebanyakan studi
melaporkan bahwa lamanya masa mengalami gejala INPH berhubungan dengan
rendahnya respon yang baik untuk pemasangan shunt.
Dari ketiga gejala klasik tersebut, buruknya kemampuan kognitif sangat sedikit
mengalami perbaikan setelah pengobatan. Sekalipun nilai perbaikan yang
dilaporkan bervariasi. Adanya perbaikan kognitif yang signifikan pada lebih 50%
pasien setelah pemasangan shunt. Hal ini berbeda dengan hasil pengamatan pada
pasien Alzheimer's disease, yang kurang dari setengah pasien yang menunjukkan
respon klinis yang baik terhadap terapi antikolinesterase.
Karena tidak ada tes prognostic yang sesuai untuk tingkat sensitifitas 100%,
terdapat pasien yang tidak menunjukkan perbaikan setelah pemasangan shunt.
Jika hasil CT scan menunjukkan tidak ada masalah yang membutuhkan intervensi
bedah, perlu dievaluasi indikasi yang jelas alasan pemasangan shunt. Jika shunt
terjadi obstruksi, shunt dapat diperbaiki. Jika shunt berfungsi adekuat dan pasien
66
tidak mengalami perbaikan klinis, mungkin saja pasien tidak hanya mempunyai
masalah NPH, atau, alternatifnya, pasien punya penyakit comorbid berat dimana
terapi INPH tidak dapat memperbaiki berbagai keluhan simtomatis pasien.

VI. SINTESIS
Pada kasus ini Tn. Apriyanto, umur 59 tahun dibawa ke poliklinik rumah sakit
Moh. Hoesin dengan keluhan gangguan keseimbangan saat berjalan yang dialami secara
perlahan-lahan selama 1 tahun. Berdasarkan riwayat perjalanan penyakitnya, gangguan
keseimbangan pada pasien merupakan gangguan gait yang menyerupai gangguan pada
penyakit Parkinson sehingga sempat terdiagnosis sebagai penyakit Parkinson. Keluhan
tambahan lain yang muncul adalah gangguan memori ringan dan gangguan miksi
berupa tidak dapat mengendalikan keluarnya urin. Ketiga gejala berupa gangguan gait,
gangguan memori (demensia), dan gangguan miksi (inkontinensia urin) merupakan trias
dari Normal Pressure Hydrocephalus (NPH).
NPH adalah suatu kondisi dimana terakumulasinya cairan serebrospinal yang
menyebabkan pembesaran ventrikel otak tanpa atau sedikit peningkatan tekanan
intrakranial. Terakumulasinya cairan serebrospinal di ventrikel otak ini dapat
disebabkan karena adanya obstruksi saluran serebrospinal atau gangguan absorpsi
cairan serebrospinal di granulation arachnoid. Ventrikel otak merupakan organ yang
memproduksi cairan serebrospinal. Terdapat empat ventrikel di otak, yaitu ventrikel
lateral kanan dan kiri yang terletak di kedua hemisfer otak, ventrikel ketiga yang
terletak di diensefalon, dan ventrikel keempat yang terletak setinggi pons, medulla, dan
serebelum. Pembesaran keempat ventrikel otak akan menyebabkan gangguan pada
struktur otak di sekitarnya berdasarkan letak anatomisnya. Pembesaran ventrikel lateral
dan ventrikel ketiga akan menyebabkan gangguan pada substansia alba dimana terdapat
ganglia basalis yang berfungsi untuk menghaluskan gerakan sehingga muncul gejala
berupa gangguan gait. Etiologi gangguan gait ini berbeda dengan pada penyakit
Parkinson yang disebabkan oleh defisit dopamin. Selain itu pembesaran ventrikel lateral
dapat menyebabkan peregangan pada sistem limbik paraventrikuler sehingga
mengganggu sistem hipokampus dan muncul gejala gangguan memori ringan.
Kemudian peregangan pada substansia alba paraventrikuler juga menyebabkan
terjadinya gangguan pengaturan saraf yang mengatur sinyal ke vesica urinaria sehingga
muncul gangguan berkemih.

67
NPH sering tidak terdiagnosis karena gejalanya yang mirip dengan Parkinson.
Sehingga untuk mendiagnosis NPH perlu ditemukan riwayat trias NPH dan gambaran
CT scan atau MRI yang menunjukkan adanya gambaran pembesaran ventrikel. Riwayat
stroke iskemik pada kasus merupakan faktor komorbid dari NPH pada kasus ini.
Berdasarkan hasil diskusi, tidak dapat dikatakan bahwa riwayat stroke lima tahun yang
lalu adalah etiologi utama kejadian NPH saat ini.
Tata laksana untuk NPH adalah pemasangan Ventriculoperitoneal Shunt yaitu
tindakan operatif untuk menurunkan kadar cairan serebrospinal di otak dengan cara
mengalirkannya ke rongga peritoneal. Tindakan ini dilakukan oleh ahli bedah syaraf,
sehingga tindakan sebagai dokter umum adalah merujuk pasien dengan NPH ke dokter
bedah syaraf.

68
VII. KERANGKA KONSEP

Stroke Iskemik Arteriosklerosis Usia 59 tahun

Windkessel effect pada arteri


serebri basal

Hipoperfusi serebri Pulsasi otak bagian dalam

Gangguan pada jaringan Perbedaan tekanan otak bagian dalam


periventrikuler otak dan permukaan otak

Penekanan ke jaringan periventrikular otak

Kerusakan granulatio arachnoid

Pembesaran Ventrikel Otak

Peregangan pada sistem Peregangan pada substansia


limbik paraventrikuler alba paraventrikuler
Dalam sub. Alba
terdapat ganglia
basalis (berfungsi
Berdampak pada gangguan mengatur gerakan) Regangan pada serabut saraf di
hippocampus periventrikuler (diatur oleh kortikal)

Sulit berbalik arah, bangkit Saat urin menuju Hilang inhibisi


Gangguan memori OUE tidak ada detrusor
dari tempat duduk, naik
(demensia) sinyal ke korteks
tangga dan butuh tongkat
untuk berjalan serebri
Kontraksi M.
detrusor terus
Gangguan jalan dan menerus
keseimbangan
Tidak dapat
menahan urin Frekuensi
miksi
meningkat

Urgensi urin (mengompol)

NPH (Normal Pressure Hydrocephalus)


69
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Tn. Apriyanto, usia 59 tahun, mengalami keluhan gangguan keseimbangan, gangguan memori
ringan dan gangguan miksi akibat NPH (Normal Pressure Hydrocephalus) dengan faktor komorbid
berupa Stroke Iskemik.

70
DAFTAR PUSTAKA
Bateman, GA. 2008. The Pathophysiology of Idiopathic Normal Pressure Hydrocephalus:
Cerebral Ischemia or Altered Venous Hemodynamics?. AJNR. 29: 198 203
Bradley, William G.2001. Normal Pressure Hidrocephalus: New consept on Etiology and
Diagnosis. America Society of Radiology. San Fransisco. Diakses dari
http://highwire.stanford.edu/.
Dalvi, MD, A, & Premkumar, MD, A. 2010, February 09. Normal pressure hydrocephalus.
Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1150924.
Gallia, G, Rigamonti, D, & Williams, M. (2006, July 14). The diagnosis and treatment of
idiopathic normal pressure hydrocephalus. Diakses dari
http://www.medscape.com/viewarticle/ 540190.
Hebb AO, Cusimano MD. Idiopathic normal pressure hydrocephalus: a systematic review of
diagnosis and outcome. Neurosurgery. Nov 2001; 49 (5)1166-84; discussion 1184-6.
H. Hadi Martono dan Kris Pranarka. 2011. Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jason J, Joshua, Brian G, Stephen MS, David RG. Normal pressure hydrocephalus. Washington
State University: us Pharm 2007;1:56-61.
Michael K. dan Andreas U. The Differential Diagnosis and Treatment of Normal Pressure
Hydrocephalus. Deutsches Arzteblatt International. 2012: 109 (1-2) 15-26.
NINDS. Normal Pressure Hydrocephalus Information Page. http://www.ninds.nih.gov/disorders/
normal_pressure_hydrocephalus.html.
Purnomo, Basuki B. Dasar-dasar Urologi.2014.2011.Jakarta: Sagung Seto
Risdianto, Adji. 2010. Anatomi Sistem Ventrikel dalam Hidrosefalus: Waktu Tepat Operasi.
Divisi Bedah Saraf Universitas Indonesia.
Siti Setiati dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem.2011.Jakarta: EGC
Sprecher, Schwalb, dan Kurlan. 2008. Normal Pressure Hydrocephalus: Diagnosis and
Treatment. National Institute of Health (NIH) Public Access. Diambil dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2674287/pdf/nihms97551.pdf. (3 April
2017)
Sri M, Sunaka N, Kari K. Hidrosefalus. Seksi Bedah Saraf SMF Bedah FK UNUD RSU Sanglah
Denpasar Bali. Diakses dari http://www.dexamedica.com/dexa/article_files/tinjauan
pustaka_02janmar06.pdf. DEXAMEDIA No.1, Vol.19, Januari-Maret.2006.

71

You might also like