You are on page 1of 3

PERUBAHAN MORFOLOGIK PADA SEL YANG CEDERAH SUBLETAL

Jika sel-sel mengalami cedera tetapi tidak mati, sel-sel tersebut sering menunjukkan
manifestasi perubahan-perubahan morfologik yang dapat di kenal dengan mudah. Perubahan-
perubahan subletal ini paling tidak secara potensial reversible, yaitu jika rangsangan yang menimbulkan
cedera dapat dihentikan, sel-sel tersebut kembali pada sehat seperti sebelumnya. Sebaiknya,
perubahan-perubahan ini dapat merupakan suatu langka menuju kematian sel jika pengaruh
berbahaya ini tidak dapat diatasi. Perubahan subletal pada sel secara tradisional disebut degenerasi
atau perubahan degenerative. Walaupun tiap sel di dalam tubuh dapat menunjukkan perubahan-
perubahn semacam itu, sel-sel yang secara metabolic aktif, seperti sel hati, ginjal, jantung, secara
tipikal terlibat. Perubahan-prubahan degenerative cenderung melibatkan sitoplasma sel, sedangkan
nucleus mempertahankan integritas selama sel tidak mengalami cedera letal. Walaupun terdapat agen-
agen yang menimbulkan cedera atau cara-cara spesifik dalam juga yang sangat banyak untuk
menyerang sel, kumpulan ekspresi morfologi cedera sebenarnya cukup terbatas.
Bentuk perubahan degenerative sel yang paling sering dijumpai adalah penimbunan air
didalam sel-sel yang terkena. Sebenarnya, cedera menyebabkan hilangnya pengaturan volume pada
bagian-bagian sel. Untuk mempertahankan kekonstanan lingkungan internalnya, suatu sel harus
menggunakan energi metabolic untuk memompa ion natrium keluar dari sel. Proses ini terjadi pada
tingkat membrane sel. Apapun yang mengganggu metabolisme energy di dalam sel atau sedikit saja
mencederai membrane sel dapat, menyebabkan sel tidak mampu memompa keluarnya ion natrium
dalam jumlah yang cukup. Akibatnya osmosis alami pada peningkatan konsentrasi natrium didalam sel
adalah masuknya air kedalam sel. Akibatnya adalah perubahan morfologi yang disebut pembengkakan
seluler. Perubahan ini disebut pembengkakan keruh (cloudy swelling), karena suatu organ yang
mengalami perubahan ini secara makroskopis sel-selnya memiliki gambaran setengah matang, dan sel-
selnya yang terkena secara mikroskopis sitoplasmanya terlihat granular. Bila air tertimbun didalam
sitoplasma organel sitoplasma menyerap air ini, menyebabkan pembengkakan milokondria,
pembesaran reticulum endoplasma dan sebagainya.
Secara mikroskopis perubahan pembengkakan seluler cukup sedikit dan hanya melibatkan
pembengkakan sel serta perubahan ringan pada teksturnya. Secara makroskopis terlihat pembesaran
jaringan atau organ yang terkena, biasanya dapat dideteksi oleh peningkatan sedang berat badan. jika
pengaruh buruk yang menimbulkan pembengkakan selular dapat di hilangkan, setelah beberapa saat
sel-sel biasanya mulai mengeluarkan natrium, dan bersama-sama dengan air, volumenya kembali
menjadi normal. perubahan ini hanya merupakan gangguan ringan pada keadaan normal.
jika terdapat aliran masuk air yang hebat, sebagian organel sitoplasma, seperti retikulum
endoplasma dapat di ubah menjadi kantong-kantong yang berisi air.pada pemeriksaan mikroskopik,
terlihat sitoplasma sel yang bervakuola (Gbr. 3-2). keadaan ini di sebut perubahan hidrofik atau kadang-
kadang di sebut perubahan vakuola. tampilan makroskopik dan makna identik dengan perubahan yang
terjadi pada pembengkakan selular.
perubahan yang lebih signifikan dari pada pembengkakan selular sederhana adalah
penimbunan lipid intraselular di dalam sel-sel yang tekena.jenis perubahan ini biasanya terjadi pada
ginjal,otot jantung,dan khususnya hati. secara mikroskopis, sitoplasma dari sel-sel yang terkena tampak
bervakuola dengan cara yang sama seperti yang terlihat pada perubahan hidrofik, tetapi isi vakuola itu
adalah lipid bukannya air.di hati, banyaknya lipid yang tertimbun di dalam sel sering relatif banyak,
dengan demikian inti sel terdesak ke satu sisi dan sitoplasma sel diduduki oleh satu vakuola berisi-
lipit(Gbr.3-3). secara makroskopis perubahan pada jaringan yang terkena meliputi pembengkakan
jaringan, penambahan berat pada organ-organ yang terkena, dan sering terlihat silinder berwarna
kekuningan yang jelas pada jaringan akibat adanya kandungan lipid. hati yang berat terkena sering
berwarna kuning cerah dan terasa berlemak jika disentuh. jenis perubahan ini di sebut perubahan
berlemak atau steatosis(atau kadang-kadang degenerasi lemak atau infiltrasi lemak).
steatosis sering terjadi karena dapat di timbulkan oleh banyak mekanisme yang berbeda,
terutama di hati. Hepatosit (dan jenis sel lain), secara normal terlibat dalam pertukaran metabolisme
aktif lipid. zat-zat ini secara konstan di mobilisasi dari jaringan adiposa ke dalam aliran darah, yang
kemudian zat-zat tersebut di ekstrak oleh sel-sel hati. sebagian lipid yang diabsorpsi oleh sel dioksidasi,
sedangkan sebagian lagi dikombinasi dengan protein yang disintesis oleh sel dan kemudian di
keluarkan dari sel (yaitu, ke dalam aliran darah) dalam bentuk lipoprotein.
gangguan proses pertukaran biasa yang terjadi pada beberapa tempat dapat menimbulkan
akumulasi lemak di dalam sel. sebagai contoh, jika terdapat kelebihan lipid pada sel hati, maka
kemampuan metabolisme dan sintesis sel tersebut akan terlampaui, dan lipid akan tertimbun di dalam
sel.sebaiknya, jika lipid mencapai sel dalam jumlah normal tetapi oksidasi terganggu oleh cedera
selular, maka lipid akan tertimbun. akhirnya, jika proses intesis lipoprotein dan pengeluarannya
tergantung di beberapa tempat, maka lipid juga akan tertimbun. karena sebab-sebab inilah perlemakan
hati dapat ditemukan pada berbagai keadaan yang berbeda mulai dari malnutrisi, yang mengganggu
sintesis protein,sampai makan berlebihan, yang akan mengakibatkan mati dibanjiri oleh lipid. hipoksia
cukup mengganggu metabolisme selular untuk menimbulkan penimbunan lemak, dan berbagai zat
toksik dari lingkungan mempengaruhi sel-sel sedemikian rupa sehingga mempermudah penimbunan
lipid, salah satu toksin yang paling kuat dan tersebar luas di lingkungan yang menimbulkan perlemakan
hati adalah alkohol.zat ini secara langsung bersifat toksik terhadap sel-sel hati, serta secara tidak
langsung dapat menimbulkan malnutrisi. perubahan lemak secara potensial bersifat reversible tetapi
sering mencerminkan cedera berat pada sel dan dengan demikian merupakan langkah menuju
kematian sel.
respon lain pada sel-sel yang terkena adalah sel-sel tersebut mengalami pengurangan massa,
secara harafiah mengalami penyusutan.kelainan didapat berupa berkurangnya ukuran sel, jaringan,
atau organ di sebut atrofi.sel atau jaringan yg atrofik tampaknya mampu mencapai keseimbangan di
bawah keadaan berlawanan yang di paksakan padanya dengan mengurangi permintaan total yang
harus di penuhinya, secara makroskopik, jaringan atau organ yang atrofik lebih kecil dari normal.
Dalam perjalanannya menjadi atrofi, sel harus mengabsorbsi sebagian unsur-unsurnya hal ini
meliputi autofagositosis atau autofagi, secara harfiah merupakan proses makan diri sendiri (self-eating)
yang selama proses ini, bagian-bagian yang mencerna enzim pada sel terdapat didalam vakuola
sitoplasma. Proses yang sama ini tidak hanya terjadi didalam sel yang mengalami atrofi tetapi juga pada
keberadaan seluler sehari-hari yang aus dan rusak. Bila organel sitoplasma rusak, organel tersebut
diasingkan didalam vakuola sitoplasma dan dicernakan secara enzimatis. Proses pencernaan cenderung
meninggalkan berkas-berkas sisa zat yang tidak dapat dicerna, sedikit demi sedikit tertimbun didalam
sel. Zat ini berasal dari sebagian besar struktur membrane didalam sel dan umumnya berwarna coklat
tua. Sejalan dengan sel-sel yang semakin tua, sel-sel tersebut mengakumulasi pigmen intrasitoplasma
yang semakin lama semakin banyak, disebut sebagai lifofusin pigmen atrofi, lipofusin menjadi pekat
karena meningkatnya aktifitas autofagositik. Kadang-kadang jaringan atrofi berpigmen, bahan kasar,
proses yang menyebabkan keadaan ini disebut atrofi coklat. Bahan-bahan sisa yang tidak larut dapat
juga berakumulasi sebagai akibat heterofagositosis atau heterofagi, yang merupaka ambilan zat-zat
seluler dari luar seluler.
Pembicaraan mengalami perubahan-perubahan degenerative tidak dapat dielakkan harus
menyinggung masalah penuaan. Jelas, penuaan merupakan proses yang sangat kompleks dan
melibatkan banyak factor genetic, endoktrin, imunologi, dan lingkungan. proses ini kurang dipahami
dengan baik pada semua tingkat, mulai dari tingkat individu secara utuh hingga turun ketingkat sel-sel
tunggal. Teori-teori menunjukkan bahwa penuaan disebabkan oleh pembatasan genetic yang nyata
pada kemampuan sel untuk bereplikasi, dibarengi dengan akumulasi progresif cedera-cedera kecil pada
sel yang tidak lagi berproliferasi. Akan tetapi, mengidentifikasi gambaran sel yang spesifik pada proses
penuaan masih belum mungkin dilakukan, dan bahkan implikasi sebenarnya mengenai perubahan
nonspesifik tidak diketahui.

You might also like