You are on page 1of 25

Disorder of Sex Development pada Bayi Usia 3 minggu

Indra Fransis Liong


102013166
indrafransisliong@yahoo.com
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Kebon Jeruk Jakarta Barat 11510
Telp.(021) 56942061. Fax (021) 5631731

Pendahuluan

Disorders of Sex Development(DSD) adalah kelainan kongenital di mana perkembangan


alat kelamin di tingkat kromosom, gonad, atau anatomi terjadi secara atipikal. Di mana tidak
terdapatnya kesesuaian karakteristik yang menentukan jenis kelamin seseorang atau disebut juga
mempunyai jenis kelamin ganda yaitu ambiguous genitalia. Alat kelamin yang meragukan
adalah kelainan menyebabkan jenis kelamin tidak sesuai denga klasifikasi laki-laki atau
perempuan. Dicurigai ambiguous genitalia apabila alat kelamin penis telalu kecil atau klitoris
terlalu besar atau bilamana skrotum melipat garis tengah sehingga tampak seperti labia mayora
yang tidak normal dan gonad tidak teraba.

Pada kasus ini gangguan perkembangan alat kelamin merupakan gangguan


perkembangan testis dan androgenisasi, dengan hipospadia sebagai salah satu tanda klinis yang
dapat dijumpai. Hipospadia terjadi akibat kegagalan fusi lipatan uretra pada minggu ke-8
hingga minggu ke-15 usia kehamilan sehingga pembukaan meatus uretra berada di daerah
perinium. Pada gangguan perkembangan alat kelamin yang berkaitan dengan hipospadia
diperlukan tindakan operasi sebagai modalitas terapi. Penelitian yang dilakukan oleh Marrocco
tahun 1990-2000 menunjukkan bahwa 62% dari seluruh komplikasi yang terjadi adalah fistula
uretrokutan, 17% deformitas penis persisten, 11% megalouretra, 4% stenosis meatus, dan 4%
stenosis uretra. Untuk identifikasi dan penanganan komplikasi yang terjadi, follow up hasil
operasi pasien sangat diperlukan.1

1
Pembahasan

Skenario 4

Bayi Albert H, usia 3 minggu, di rujuk untuk pemeriksaan analisa kromosom, dengan indikasi
DSD (Disorder of Sex Development). Pada pemeriksaan klinis, ditemukan genitalia eksterna
dengan kelamin yang meragukan (sex ambigue), berupa suatu Penoscrotal Hypospadia dengan
urethra di daerah perineum. USG abdomen tidak menunjukkan suatu yang jelas, karena bayi
masih terlalu kecil (DSD).

Perkembangan sistim reproduksi

Perkembangan genitalia terjadi pada masa gestasi 6-14 minggu. Meskipun jenis kelamin

embrio ditentukan secara genetik pada waktu fertilisasi, tetapi gonad tidak memperoleh

karakteristik morfologi pria atau wanita sampai usia gestasi 6 minggu. Jadi, sampai dengan masa

gestasi 6 minggu, gonad primordial bersifat indiferen atau bipotensial (mampu untuk

berkembang ke dua arah yang mungkin yaitu menjadi testis atau menjadi ovarium). Hingga usia

6 minggu masa gestasi, embrio juga memiliki sepasang duktus Mulleri (duktus mesonephros),

sepasang duktus Wolffi (duktus paramesonephros) dan bakal genitalia eksterna maupun interna

yang indiferen.3

Sekresi hormon androgen mulai terjadi pada masa gestasi 7-8 minggu setelah testis

terbentuk. Puncak sekresi testosteron terjadi antara masa gestasi 14-16 minggu. Hormon

androgen selanjutnya akan menyempurnakan proses diferensiasi genitalia interna dan eksterna.3

a. Fase determinasi

Fase ini merupakan langkah awal perkembangan sistim reproduksi. Setiap gangguan

pada fase ini sangat potensial untuk menyebabkan DSD disgenesis gonad.3

2
Kromosom

Laki-laki memiliki kromosom 46,XY sedangkan wanita 46,XX. Kromosom XY atau

XX ditentukan saat fertilisasi. Pada usia gestasi dini, gonad yang terbentuk bersifat

indiferen atau bipotensial, baik pada embrio XY atau XX. Dalam penelitian Jost dkk,

disimpulkan bahwa testislah yang berperan dalam diferensiasi genitalia interna

maupun eksterna; dan sejak percobaan ini, upaya untuk mencari faktor penentu testis

(testis-determining factor / TDF) berlangsung. Keberadaan faktor penentu testis ini

kemudian berhasil dilokalisir oleh Sinclair dkk tahun 1990, yang dikenal sebagai gen

SRY (sex-determining region on the Y chromosome), pada lengan pendek kromosom

Y (kromosom Yp11.31). Pada ketiadaan gen SRY, maka gonad akan berkembang

menjadi ovarium; sebaliknya dengan adanya gen SRY maka gonad bipotensial akan

berkembang menjadi testis.3

Gen SRY juga mengatur steroidogenesis factor 1 atau SF1 (dalam hal ini

upregulation) yang bekerja melalui faktor transkripsi, SOX9, untuk menginduksi

diferensiasi dari sel-sel Leydig dan Sertoli. SOX9 juga mempengaruhi gen yang

memproduksi MIS untuk regresi duktus Mulleri (akan dijelaskan selanjutnya). Telah

diketahui pula pada diferensiasi seksual wanita (yang akan dijelaskan selanjutnya),

terdapat gen spesifik yang menginduksi perkembangan ovarium, yaitu DAX1, yang

menghambat SOX9 dan berlokasi pada lengan pendek kromosom X dan bekerja

dengan mengatur aktivitas SF1 (dalam hal ini downregulation), yang mencegah

diferensiasi dari sel Sertoli dan sel Leydig. Diketahui pula bahwa faktor pertumbuhan

yang disekresikan yaitu WNT4 berkontribusi dalam diferensiasi ovarium.

3
Gonad

Cikal bakal dari gonad adalah tonjolan urogenital (urogenital ridge). Tonjolan

urogenital ini berkembang dari mesoderm, dan terdiri dari pronephros, mesonephros,

dan metanephros, yang akan berkembang menjadi gonad, ginjal dan adrenal.

Tonjolan gonad (gonadal / genital ridge) terbentuk pada sisi ventromedial

mesonephros pada masa gestasi 10 hari. Gonad primordium ini terdiri dari mesenkim

mesonephros, sel epitel serta sel-sel germinal. Sel-sel germinal tidak muncul pada

tonjolan gonad sampai usia kehamilan 6 minggu. Sel-sel germinal primordial

pertama kali muncul pada tahap awal gestasi, di antara sel endoderm di dinding yolk

sac, dekat alantois. Sel-sel germinal primordial ini bermigrasi dengan gerakan

ameboid sepanjang bagian dorsal mesenterium hindgutdan tiba pada gonad primitif

pada awal minggu ke-5 dan menginvasi tonjolan gonad pada minggu ke-6 masa

gestasi. Jika sel-sel germinal primordial gagal mencapai tonjolan gonad, maka gonad

tidak akan berkembang. Karena itu, sel-sel germinal primordial memiliki pengaruh

induktif pada perkembangan gonad ke arah ovarium atau testis. Pada stadium ini,

gonad bersifat indiferen atau bipotensial.3

Jika embrio secara genetik adalah laki-laki, sel-sel germinal primordial membawa

kompleks kromosom seks XY. Di bawah pengaruh gen SRY pada kromosom Y,

maka primitive sex cords melanjutkan proliferasi dan masuk lebih dalam ke medula

untuk membentuk testis atau medullary cords. Selama perkembangan selanjutnya,

sebuah lapisan padat jaringan ikat fibrosa, yaitu tunika albuginea, memisahkan korda

testis dari epitel permukaan. Sel-sel epitel permukaan ini kemudian berproliferasi dan

berdiferensiasi menjadi sel-sel Sertoli. Ini terjadi pada usia gestasi 6 minggu. Sel-sel

4
interstitial Leydig berasal dari mesenkim original dari gonadal ridge, yang mulai

berkembang secara singkat setelah diferensiasi dari korda testis. Minggu ke-8 gestasi,

sel-sel Leydig mulai memproduksi testosteron dan testis menjadi mampu untuk

mempengaruhi diferensiasi seksual dari genital interna dan eksterna.3

Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa jenis kelamin genetik dari embrio ditentukan
pada waktu fertilisasi, tergantung dari apakah sperma membawa kromosom X atau
kromosom Y. Pada embrio dengan konfigurasi kromosom seks XX, medullary cords dari
gonad menjadi surut, dan generasi kedua dari cortical cords berkembang. Pada embrio
dengan kompleks kromosom seks XY, medullary cords berkembang menjadi korda testis
dan cortical cords gagal berkembang.

b. Fase diferensiasi

Fase diferensiasi genital interna dan eksterna bergantung pada faktor hormonal. Hormon

androgen yang disekresikan oleh testis, pada awalnya diatur oleh human chorionic

gonadotropin (hCG) yang berasal dari plasenta, yang mencapai kadar puncak pada usia

gestasi 8-12 minggu. Pada minggu ke-15 masa gestasi, pengaturan sekresi testosteron ini

mulai diambil alih oleh jaras hipotalamus-hipofisis janin dengan gonadotropinnya (dalam

hal ini adalah luteinizing hormone / LH), dan dipertahankan pada kadar yang lebih rendah di

usia kehamilan lanjut. Sekresi gonadotropin ini akan berkurang hingga menjelang akhir

gestasi.3

Anamnesis

Penyelidikan pada kemungkinan penderita kelainan genetik dimulai dengan riwayat keluarga.
Jika tidak bisa didapatkan anamnesis yang jelas dari pasien, maka dapat ditanyakan pada kerabat
terdekat (orangtua, saudara, teman).Anamnesis dilakukan dengan bertanya:

5
1. Identitas pasien yaitu nama, tempat tanggal lahir, alamat, umur, suku, agama, pendidikan,
dan pekerjaan, serta keadaan sosial ekonomi dan lingkungan tempat tinggalnya.
2. Menanyakan keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu (pernah operasi karena kelainan jantung, ginjal)
5. Riwayat penyakit keluarga:
Apakah kedua orang tua masih hidup ? ( jika masih hidup : usia berapa bagaimana
kesehatannya , jika sudah meninggal : apa penyebabnya ? )
Berapa saudara kandung yang di miliki ? bagaimana keadaannya ?
Apakah ada anggota keluarga yang memiliki gejala yang sama atau mirip dengan
pasien ?
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga yang sudah diketahui ?
Adakah anggota keluarga yang sakit atau meninggal karena penyakit langka ?
Adakah perkawinan dalam keluarga ?
6. Keadaan anak tersebut dulu saat dilahirkan dan perkembangannya (dari lahir sampai usia
sekarang)
7. Menanyakan umur ibu ketika mengandung pasien dan ANCnya.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum: Perlu diteliti keadaan umum penderita seperti gagal tumbuh, retardasi
mental, mikrosefal. Penampilan fisik yang dismorfik dengan genital ambigu cukup sering
ditemukan seperti pada sindrom Smith-Lemli-Opitz. Sindrom Turner dengan perawakan
pendek, low posterior hairline, web neck, dan limfedema merupakan tanda yang khas
ditemui. Perlu dicatat bahwa tampilan genital eksterna pada DSD tidak selamanya adalah
genital ambigu.2,3
Genital eksterna
Gonad. Pemeriksaannya merupakan langkah strategis dalam diagnosis DSD. Gonad yang
teraba menandakan adanya gen SRY, perkembangan testis dan regresi duktus Mulleri
ipsilateral. Tiga keadaan klinis yang mungkin ditemukan yaitu:3

6
(1) Kedua gonad teraba dan simetris, artinya bayi tersebut kemungkinan besar laki-laki
yang tidak mengalami virilisasi adekuat dan struktur duktus Mullerinya regresi.
Diagnosis bandingnya: produksi testosteron inadekuat, defek reseptor androgen,
defisiensi 5- reduktase. DSD ovotestikuler merupakan pengecualian dimana
ditemukan ovotestis bilateral yang simetris.3
(2) Asimetri gonad dengan hanya teraba 1 gonad, yang menandakan bahwa paling tidak,
ada 1 testis; yang satunya mungkin ovarium, ovotestis, atau streak gonad. Bila
ditemukan perlu dipikirkan: DSD ovotestikuler.3
(3) Tidak teraba gonad. Pada kondisi ini kondisi gonad dan duktus tidak diketahui.
Petunjuk tambahan mungkin dapat dilakukan lebih teliti untuk mengetahui apakah
cincin inguinal terbuka atau tidak. Bila terbuka, menandakan kemungkinan testis
yang tidak turun, sedangkan bila tertutup dapat dihubungkan dengan adanya ovarium
atau testis yang sangat displastik dengan produksi testosteron yang sangat minimal.
Pemeriksaan rektal dengan menggunakan jari kelingking akan mudah neraba serviks
dan mengkonfirmasi adanya uterus. Diagnosis bandingnya: 46XX DSD, 46XY
disgenesis gonad, ovotestikuler DSD.3
Phallus. Pada bayi baru lahir, panjang penis normal adalah 3,5 0,7 cm. Panjang phallus
< 2,0 cm dianggap sebagai mikropenis, dan pada bayi perempuan bila panjang klitoris >
1 cm dianggap sebagai klitoromegali. Mikropenis merupakan ukuran penis < - 2,5 untuk
usianya, tanpa disertai kelainan struktural penis lainnya (hipospadia), yang diukur ketika
penis telah diregang maksimal tanpa ereksi.3
Orifisium uretra. Bila orifisium uretra dan introitus vagina jelas terpisah, menandakan
46,XX. Bila hanya terdapat 1 lubang genital eksterna, selain kemungkinan 46,XY DSD
dapat juga merupakan sinus urogenital perempuan yang mengalami virilisasi.3
Rasio anogenital, yang merupakan jarak antara anus dengan posterior fourchette dibagi
dengan jarak antara anus dengan dasar phallus / klitoris, Rasio > 0,5 menandakan adanya
virilisasi; dan pada laki-laki yang mengalami virilisasi sempurna, rasionya adalah 1.3
Stadium Prader, yang menunjukkan berat ringannya virilisasi, terbagi menjadi 6 stadium
yaitu: Prader 0 (genital perempuan normal); Prader 1 (phallus membesar / hipertrofi
klitoris saja sedangkan genital eksterna lain normal fenotipe perempuan); Prader 2
(phallus membesar / hipertrofi klitoris dengan lubang uretra dan vagina yang terpisah

7
secara nyata); Prader 3 (phallus membesar / hipertrofi klitoris dengan 1 lubang sinus
urogenital); Prader 4 (phallus membesar dengan hipospadia); Prader 5 (genital laki-laki
normal).

Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi abdomen dan pelvis, dibutuhkan untuk melihat genitalia interna
pada laki-laki yakni vasa diferens, vesikula seminalis, dan epididimus, sedangkan genitalia
interna pada perempuan adalah tuba falopi, uters, dan sepertiga bagian atas vagina. USG juga
dapat digunakan untuk melihat Congenital Adrenal Hyperplasia.3,4

- Analisa sitogenik

Setiap jaringan yang mengandung sel yang dapat membelah atau sel yang dapat dirangsang
untuk membelah, dapat digunakan untuk analisa sitogenetik. Sel-sel yang membelah
dihentikan pada fase metafase dan kromosomnya diwarnai untuk melihat pita gelap terang.
teknik yang paling sering digunakan adalah pulasan giemsa yang menghasilkan pita G. Pola
pita khas setiap kromosom membantu identifikasinya serta deteksi segmen-segmen yang
terdelesi, terduplikasi atau tertata ulang. Keakuratan analisa sitogenetik meningkat seiring
dengan jumlah pita yang dihasilkan. Pemitaan metafase resolusi tinggi secara rutin
menghasilkan 450 sampai 550 pita yang tampak per set kromosom haploid. Karena hanya sel
yang dpat membelah yang dapat dievaluasi maka kecepatan memperoleh hasil berkorelasi
dengan kecepatan sel tumbuh dalam biakan.Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah
melakukan pemeriksaan analisa kromosom dengan cara yang konvensional atau
menggunakan teknik fluorescence in-situ hybridization (FISH) dengan tujuan untuk
melakukan analisis keberadaan kromosom X dan Y.5

8
Working Diagnosis

Disorder of Sex Development (DSD)

Suatu keadaan tidak terdapatnya kesesuaian karakteristik yang menentukan jenis kelamin
seseorang atau disebut ambiguous genitalia yaitu kelamin ganda. Genitalia meragukan adalah
kelainan yang menyebabkan jenis kelamin tidak sesuai dengan klasifikasi tradisional laki-laki
atau perempuan. Dicurigai ambiguous genitalia alat kelamin seperti penis terlalu kecil sedangkan
klitoris terlalu besar atau bila mana skrotum melipat pada garis tengah sehingga tampak seperti
labia mayor yang tidak normal dan tidak terapa testes.

Penyebab dari DSD termasuk anomali kromosom dan genetic, kerana di uterus terpapar
dengan hormon-hormon seks dari pemakanan atau yang di produksi oleh ibu sehingga dapat
menyebabkan variasi secara acak pada pengembangan alat kelamin.

Baru-baru ini the Lawson Wilkins Pediatric Endocrine Society (LWPES) dan the
European Society for Paediatric Endocrinology (ESPE) telah menerbitkan perubahan yang
diajukan atas tata nama dan definisi gangguan di mana perkembangan seks kromosom, gonad,
atau fenotipik adalah atipikal. Alasan di balik usulan ini adalah mengubah tata nama untuk
mencerminkan kemajuan dalam pemahaman kita tentang patofisiologi gangguan ini ketika
sedang peka terhadap kebutuhan dan keprihatinan para pasien yang terkena mereka. Berikut
adalah daftar istilah dan tata nama sebelumnya direvisi.6

Differential Diagnosis

Turner Syndrome (45,XO)


Sindrom Turner merupakan satu-satunya monosomi yang memiliki kemungkinan
bertahan hidup. Sindrom turner adalah aneuploidi tersering pada sejumlah abortus dan
merupakan penyebab abortus pada trimester pertama sebanyak 20%. Prevalensinya adalah 1 dari
4000 kelahiran wanita hidup atau 1 dari 8000 kelahiran hidup. Pada perempuan normal,
kromosomnya adalah 46,XX, tetapi pada Turner sindrom hanya memiliki satu kromosom seks
dimana normalnya terdapat 2 kromosom X sehingga menyebabkan kelainan pada fenotip pasien.
Separuh dari bayi dari bayi lahir hidup dengan Turner sindrom mengalami mosaikisme sebagai

9
contoh, 45,X/46XX atau 45,X/46,XY. Kadang mosaikisme terdeteksi di sel darah perifer dan
kadang hanya diekspresikan di jaringan yang tidak secara rutin diperiksa.8,10

Epidemiologi

Insidens kelainan kariotip kromosom kelamin yang mengakibatkan hilangnya semua atau
sebagian kromosom X telah dilaporkan bervariasi antara 1/2000 -1/5000 pada seluruh
perempuan lahir hidup.Kelainan kariotip ini diduga akibat nondisjunction. Faktor-faktor
etiologik seperti urutan kelahiran dan jenis kelamin saudara kandung dan kelahiran kembar juga
belum jelas. Penyalahgunaan obat-obatan seperti etanol atau perokok dalam patogenesis sindrom
turner belum dilaporkan secara sistematik. Riwayat berulangnya kembali (rekurensi) dalam
keluarga pada bentuk mosaik, cincin, delesi dan inversi dapat terjadi kecuali pada kariotip 45,X.
Juga ada hubungan antara umur ibu dan rekurensi sindrom turner dalam keluarga sedangkan
terhadap umur ayah tidak ada hubungan.11

Patofisiologi

Sindrom Turner (Disgenesis Gonad) terjadi karena kelainan kromosom yang berkaitan
dengan jumlah (aneuploidi). Penyebab utama aneuploidi adalah nondisjunction (kelainan
pemisahan kromosom) saat meiosis atau setelah pembuahan sewaktu mitosis seperti contoh : jika
sepasang kromosom seks gagal untuk memisahkan selama pembentukan telur (atau sperma), ini
disebut sebagai nondisjunction. Ketika abnormal ini menyatu untuk membentuk embrio, embrio
yang mungkin akan berakhir dengan kehilangan satu dari kromosom seks (X). Nondisjunction
dapat mengenai autosomal atau kromosom seks. Nondisjunction saat meiosis menghasilkan
gamet-gamet haploid yang memiliki kelainan komplemen kromosom. Apabila gamet tersebut
kemudian dibuahi, maka semua sel anak akan terkena dan memiliki kelainan kromosom yang
sama ( sering menimbulkan monosomi (2n-1) atau trisomi (2n+1) ).11

Monosomi yang mengenai autosom biasanya menyebabkan hilangnya informasi genetik


sehingga tidak mungkinkan kelahiran hidup atau bahkan embryogenesis. Akan tetapi, sejumlah
trisomi autosom masih memungkinkan kehidupan. Ketidakseimbangan (kelebihan atau
kekurangan) kromosom seks lebih dapat ditoleransi.7 Terkadang kesalahan mitosis pada tahap
perkembangan awal menyebabkan terbentuknya dua atau lebih populasi sel pada orang yang
sama, disebut mosaikisme (mosaicism). Mosaikisme dapat terjadi akibat kesalahan mitosis pada

10
pembelahan ovum yang telah dibuahi atau di sel somatik. Mosaikisme yang mengenai kromosom
seks sering dijumpai.11

Gejala Klinik

Selama kehamilan sindrom turner dapat hidrops total atau hanya pembengkakan setempat
yang pada ultrasonografi mungkin salah diinterpretasikan sebagai ensefalokel. Kelebihan cairan
dijaringan jaringan adalah akibat maturasi yang terlambat pada sistem drainase limfatik.
Banyak penderita dengan sindrom turner dapat dikenali pada saat lahir karena edema khas pada
dorsum tangan dan kaki, dan lipatan kulit longgar pada tekuk leher. Berat badan lahir sangat
rendah dan panjang badan badan yang kurang adalah lazim. Lima belas persen kasus disertai
koarktasio aorta. Pada masa kanak kanak gambaran klinis yang sering didapat adalah
perawakan pendek, juga didapatkan garis rambut belakang rendah, jarak antara kedua putting
susu menjauh dan pada pergelangan tangan terdapat deformitas madelung. Manisfestasi klinis
pada orang dewasa adalah amenore primer dan infertilitas. Pada sindrom turner, ovarium
berkembang normal selama pertengahan pertama masa kehamilan, kemudian ovarium
mengalami regresi sehingga hanya tinggal beberapa jaringan ovarium. Pengobatan dengan
hormone pertumbuhan dibuat secara genetika bermanfaat dalam mengatasi perawakan
pendeknya, dan terapi estrogen hendaknya segera dimulai pada saat muncul tanda tanda
pubertas. Perlu ditekankan bahwa tingkat kecerdasan sindrom turner adalah normal.11

Sindrom Klinefelter
Etiologi
Pria dengan Sindrom Klinefelter memiliki chromosome X tambahan ditemukan di setiap
sel dari tubuh manusia. Mereka membawa bahan genetik yang menentukan semua
karakteristikmanusia, termasuk warna rambut, warna mata, tinggi, dan gender. Secara total,
setiap selmemiliki 23 pasang kromosom (atau total 46).7,8 Dari 23 pasang kromosom, satu pasang
adalah kromosom seks. Ini menentukan jeniskelamin seseorang. Satu kromosom seks diwariskan
dari ibu dan yang lainnya dari ayah.Wanitaselalu lulus pada kromosom X, tapi laki-laki dapat
lulus di X atau kromosom Y.Susunankromosom laki-laki yang normal 46XY, tapi pria dengan
Sindrom Klinefelter memiliki47XXY. Kromosom X tambahan dapat berasal dari salah satu
orangtua. Berhubungan dengannondisjunction dari paternal meiosis (55%), maternal meosis I

11
(34%), dan maternal meosis II(9%).8,12 Alasan yang tepat pria dengan kondisi ini menerima
kromosom X tambahan tidakdiketahui.Namun, beberapa peneliti percaya bahwa usia ibu
meningkat secara signifikanmempengaruhi prevalensi Sindrom Klinefelter.
Epidemiologi
Sindrom Klinefelter adalah bentuk genetik yang paling umum dari hipogonadisme laki-
laki.Frekuensi di Amerika Serikat : Sekitar 1 di 500-1,000 laki-laki lahir dengan kromosom
seksekstra; lebih dari 3.000 laki-laki terkena dilahirkan tahunan. Tingkat prevalensi 5-20 kali
lebihtinggi pada individu dengan keterbelakangan mental daripada di populasi umum baru
lahir.Sekitar 250.000 orang di Amerika Serikat memiliki sindrom Klinefelter.12 Sekitar 40% dari
conceptus dengan sindrom Klinefelter bertahan hidup dalam periodejanin. Secara umum, tingkat
keparahan kelainan somatik pada sindrom Klinefeltersebanding dengan jumlah kromosom X
tambahan; keterbelakangan mental danhipogonadisme yang lebih parah pada pasien dengan 49,
XXXXY dibandingkan padamereka dengan 48, XXXY.12 Angka kematian tidak signifikan lebih
tinggi dibandingkan pada orang sehat.Sindrom Klinefelter tidak memiliki kecenderungan ras.12
Karena sindrom ini disebabkan oleh kromosom X tambahan pada latar belakang XY,kondisi ini
mempengaruhi laki-laki saja.12

Patofisiologi
Kromosom X membawa gen yang berperan dalam sistem tubuh, termasuk fungsi testis,
perkembangan otak, dan pertumbuhan. Penambahan lebih dari satu X ekstra atau kromosom Yke
hasil kariotipe pria menyebabkan kelainan fisik dan kognitif variable. Individu
sindromaKlineferter dapat terjadi melalui fertilisasi dari sel telur XX oleh spermatozoa Y atau
melaluifertilisasi dari sel telur X oleh spermatozoa XY.7,9,12
Kebanyakan kariotipe untuk sindroma klinefelter adalah 47 XXY (3/4 kasus). Akan tetapi tanda-
tanda dari sindroma ini biasanya tampak meskipun terdapat lebih dari satu kromoson X
asalmasih ada satu kromosom Y. Karena itu kariotipe yang lebih kompleks yang ada
hubungannyadengan sindroma klinefelter ialah seperti XXYY, XXXY, XXXYY, XXXXY,
1,9
XXXXYYY dan XXXXXY. Sindrom klinefelter lebih banyak disebabkan oleh nondisjuction
XX pada saat miosisoogenesis (sebanyak 70%) dibandingkan pada saat
spermatogenesis.NondisjunctionPostfertilization bertanggung jawab untuk mozaik, yang terlihat

12
pada sekitar 10% pasien dengansindrom Klinefelter. Pria dengan mozaik tidak begitu
terpengaruh dan seringkali tidakterdiagnosis.12
Reseptor androgen (AR) coding untuk gen reseptor androgen, yang terletak pada kromosom
XGen AR berisi polimorfisme pengulangan trinucleotide (CAG) tingkat tinggi dalam
urutanekson 1, dan panjang pengulangan CAG berbanding terbalik dengan respon fungsional
darireseptor androgen terhadap androgen. Dengan demikian, pengulangan CAG AR yang
pendekberkorelasi dengan ditandai efek dari androgen.12 Pada individu dengan sindrom
Klinefelter, kromosom X dengan pengulangan CAG ARterpendek pada khususnya telah terbukti
tidak aktif, proses ini disebut miring atau nonrandominaktivasi X-kromosom.12 Individu dengan
pengulangan yang pendek CAG AR ditemukan lebih merespon terhadapterapi androgen, untuk
membentuk kemitraan yang lebih stabil, dan untuk mencapai tingkatpendidikan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu dengan CAG dengan yangberulang panjang. Sebaliknya, CAG
AR panjang berulang dikaitkan dengan tinggi badanmeningkat dan rentangan tangan, penurunan
kepadatan tulang, penurunan volume testis, danginekomastia. Nonrandom X-kromosom
inaktivasi, yang dalam meninggalkan mengulangi AR alel khususCAG dengan terpanjang aktif,
benar-benar dapat memberikan kontribusi pada fenotiphipogonadisme ditemukan dalam sindrom
Klinefelter dan mungkin juga menjelaskanbeberapa penampilan fisik beragam diamati pada
individu yang terkena.12 Pada anak laki-laki dengan sindrom Klinefelter, selama ayah kromosom
X supernumerarydikaitkan dengan onset pubertas dan kemudian mengulangi lagi CAG reseptor
androgen,dengan pengaktifan kembali kemudian pubertas dari sumbu hipofisis-testis.7
Manifestasi Klinik
Bayi :12
Pada saat dilahirkan, gejala dan tanda awal kelainan ini belum akan tampak. Seiring
pertambahan usia, mereka tampak memiliki otot yang lemah. Perkembanganmotoriknya pun
terlambat. Bayi penderita sindrom ini butuh waktu yang lama untuk mencapai fase
duduk,merangkak atau berjalan dibandingkan bayi lainnyaAnak.9Terdapat penderita yang
mengalami keterlambatan dalam berbicara dan mungkin mengalamikesulitan dalam belajar
menbaca dan menulis. Jika tidak diobati menyebabkan kegagalan disekolah dan mengurangi rasa
percaya diri. Pubertas: 12
Pertumbuhan yang cepat dengan sifat kewanitaan, Ginekomastia, tinggi badan lebih dari normal
Mikrotestis <10ml, aspermatogonia, Hyperplasia sel leydigPertumbuhan rambut kurang, Tidak

13
memiliki otot, Suara tinggi seperti perempuan . Alat genitalia eksterna tampak normal .Tulang
yang lebih rapuh dan rendahnya tingkat energi. Anak pengidap sindrom cenderung pemalu dan
tidak seberani seperti anak lainnya. Hialinisasi dan fibrosis dari tubulus seminiferus. Hilangnya
tubulus seminiferus dan sel Sertoli menghasilkan penurunan tajam fungsional ditingkat inhibin
B, yang diduga pengatur hormon follicle-stimulating hormone (FSH). Peningkatan kadar
gonadotropin dalam urin.
Dewasa :
Penampilan pria penderita sindrom Klinefelter biasanya tampak normal, meskipun postur mereka
mungkin lebih tinggi dari rata-rata, lengan panjang dan kaki tidak proporsional.Jika tidak diterapi
dengan testosteron, mereka cenderung akan memiliki tulang yang rapuh (osteoporosis). Biasanya
memiliki fungsi seksual yang normal tetapi mereka infertil sehingga tidak dapatmembuahi untuk
memberikan anak.
Gejala lainnya yaitu:12 Memiliki kecerdasan normal, sekitar 70% dari pasien memiliki gangguan
pada perkembangan dan belajar. Ini termasukkesulitan akademik, keterlambatan bicara,
penguasaan bahasa, berkurang memori jangkapanjang, penurunan keterampilan pengambilan
data, kesulitan membaca, disleksia,dan gangguan defisit perhatian. Pasien mungkin
menunjukkan masalah perilaku dan psikologis. Hal ini mungkin karenaharga diri yang buruk dan
pengembangan psikososial atau menurun kemampuan untukmengatasi stres. Pria XXY
cenderung tenang dan ringan. Saat mereka bertambah tua,mereka biasanya tenang, kurang
percaya diri, kurang aktif, dan lebih membantu danpatuh daripada anak laki-laki lain. Sebagai
remaja, laki-laki XXY cenderung pendiamdan pemalu. Tetapi mereka punya teman, keluarga,
dan hubungan sosial yang normal.Gangguan jiwa melibatkan kecemasan, depresi, neurosis, dan
psikosis yang lebih sering di kelompok ini daripada di populasi umum.Sekitar 40% dari pasien
memiliki taurodontism, yang dicirikan oleh pembesarangigi geraham dengan perpanjangan
pulpa. Tingkat insiden adalah sekitar 1% pada orangXY sehat.Pada pasien dengan kariotipe
kromosom X lebih dari dua memiliki ciri-ciri yang berbeda, yaitu:12
48, XXYY: Pasien biasanya memiliki keterbelakangan mental ringan, perawakannya
tinggi, rambut tubuh jarang, gynecomastia, panjang, kaki kurus, hipogonadisme
hipergonadotropik, dan testis kecil.
48, XXXY: Pasien biasanya memiliki keterbelakangan mental ringan sampai
sedang,keterlambatan bicara, perkembangan motorik lambat, koordinasi yang buruk,

14
perilakubelum matang, perawakannya normal atau tinggi, wajah abnormal (lipatan
epicanthal,hypertelorism, bibir menonjol), hipogonadisme, ginekomastia ( 33-50%),
hipoplasiapenis, infertilitas, clinodactyly, dan sinostosis radioulnar.
49, XXXYY: Pasien biasanya memiliki keterbelakangan mental sedang sampai
parah,perilaku pasif tetapi kadang-kadang agresif dan marah marah, perawakannya tinggi,
fiturwajah dismorfik, ginekomastia, dan hipogonadisme.
49, XXXXY: Triad klasik adalah keterbelakangan mental ringan sampai
sedang,synostosis radioulnar, dan hipogonadisme hipergonadotropik. Masalah pada
bahasa,perilaku, berat lahir rendah, perawakan pendek di beberapa individu, abnormal
wajah(muka bulat pada masa bayi, fitur kasar di usia yang lebih tua, hypertelorism,
lipatanepicanthal), leher pendek atau luas, ginekomastia (jarang ), cacat jantung bawaan (
patentductus arteriosus adalah yang paling umum), anomali rangka (valgus genu, jari
kelimaclinodactyly), hypotonia otot, sendi hiperekstensi, alat kelamin hipoplasia,dan
kriptorkismus . Mikrotestis dan infantile.

Mixed gonadal disgenesis (45,XO/46,XY karyotipe) dan Tetragametik chimerism


(46,XX/46,XY karyotipe)
Mosaikisme dan chimerism dikenal juga dengan true hermafrodit terjadi ketika sel
dengan dua atau lebih karyotipe ditemukan pada individu yang sama. Pada kasus mosaik, sel
berasal dari satu zigot dan variasi karyotipe merupakan hasil dari nondisjunction. Berbeda
dengan chimerism yang terjadi saat sel berasal dari dua zigot. Etiologinya kemungkinan
disebabkan double fertilisasi atau gabungan dari dua embrio. Ekspresi fenotip mosaikisme
bergantung pada banyak faktor, termasuk bila sel-sel sitogetis abnormal tersebut melibatkan
plasenta, janin, bagian janin, atau kombinasi-kombinasinya. Mosaikisme yang dijumpai pada
biakan sel cairan amnion dapat atau tidak mencerminkan komplemen kromosom janin yang
sebenarnya. Jika pada pemeriksaan sel abnormal terdapat pada beberapa biakan sel maka
kemungkinan mosaikisme sejati meningkat dan perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Bentuk umum dari mosaik yang melibatkan kromosom Y adalah 45,X/46XY karyotipe,
keadaan yang disebut dengan mixed gonadal disgenesis. Pemikiran awal terhadap pasien dengan

15
karyotipe 45,X/46XY memiliki genital yang ambigua. 90-95% pasien dengan 45,X/46XY
karyiotipe memiliki genitalia eksterna sebagai laki-laki. Bagaimanapun juga banyak pasien yang
memiliki histologi testicular yang abnormal. Pasien dengan abnormal diferensiasi dari seksnya
biasanya telihat saat lahir dan banyak yang memiliki tanda-tanda sindrom Turner, Tumor gonad
terjadi kira-kira 10-20% dari pasien memilki karyotipe 45,X/46,XY. Bentuk lain dari mosaik
adalah 45,X/47XXX dan 45,X/46,XY atau terjadinya 47,XYY.13
Chimerism menjadi penyebab dari 46,XX/46,XY pada individu yang sama. Presentasi
yang tersering pada pasien ini adalah true hermafrodit, walaupun beberapa persen gambaran
klinisnya sama dengan 46,XY parsial gonadal disgenesis. Diagnosis ini ditegakkan apabila pada
pemeriksaan jaringan secara mikroskopis ditemukan gonad yang terdiri dari jaringan ovarium
dan testis. Kedua jaringan gonat tersebut masing-masing dapat terpisah tetapi lebih sering
ditemukan bersatu membentuk jaringan ovotestis. Pada analisis kromosom 70% dari kasus yang
dilaporkan dijumpai 46,XX sisanya 46,XY, campuran kromosom laki-laki dan perempuan
dengan kombinasi 46,XX/46,XY.13
Manfestasi klinis dari profil hormon tergantung dari jumlah jaringan gonad yang
berfungsi. Jaringan ovarium sering kali berfungsi normal namun sebagian besar infertil. 2/3 dari
total kasus true hermafrodit dibesarkan sebagai laki-laki. Meski demikian, alat genital luar pada
penderita kelainan biasanya ambigu. jaringan testis atau ovotestis lebih sering tampak disebelah
kanan. Spermatozoa biasanya tidak ditemukan. Sebaliknya oosit normal biasanya ada bahkan
pada ovotestis. Jika pasien memilih jenis kelamin laki-laki, rekontruksi genital dan pemotongan
gonad selektif menjadi indikasi. Jika pasein memilih jenis kelamin perempuan, tindakan bedah
yang dilakukan akan menjadi lebih sederhana.

Testicular Feminization

Merupakan penyakit genetic yang membuat janin XY tidak responsif terhadap androgen
(hormon laki-laki). Lahir dengan penampilan eksternal seperti perempuan, sedangkan secara
internal mempunyai vagina yang pendek dan tak ada uterus, tuba fallopii atau ovarium, ada testis
di cavum abdomen atau di kanalis inguinalis.

16
Gejala klinisnya sendiri bisa teridentifikasi saat bayi karena adanya massa atau hernia di
inguinal. Saat pubertas tak tampak rambut aksila dan pubis, akne walaupun payudara tetap besar,
serta adanya amenorrhea.

Etiologi

Etiologi DSD sangat luas, dapat dilihat pada tabel 1.


Tabel 1. Klasifikasi etiologi DSD3,5

Kromosom seks 46,XX DSD 46,XY DSD


DSD
- 45,XO - Paparan androgen berlebih yaitu - Defek perkembangan testis
(sindrom dari janin atau fetoplasenta Disgenesis gonad komplit (Swyer
Turner dan (misalnya karena defisiensi P450 syndrome)
varian mosaic) c21, defisiensi P450 c11, Disgenesis gonad parsial (mutasi WT1
- 47,XXY hiperplasia adrenal kongenital / / Denys Drash syndrome, SOX9, SF1)
(sindrom HAK, defisiensi aromatase, mutasi DSD ovotestikuler
Klinefelter dan gen reseptor glukokortikoid) dan Sebab lain yang tidak diketahui
varian) dari ibu (misalnya karena obat- - Defisiensi hormon testikuler (misalnya
- 45,XO/46,XY obat androgenik, tumor virilisasi) karena hipoplasia / aplasia sel-sel
(MDG, - Gangguan perkembangan Leydig, mutasi reseptor LH, HAK,
ovotestikuler ovarium (misalnya disgenesis defisiensi enzim 5- reduktase, Smith-
DSD) gonad XX, DSD ovotestikuler) Lemli-Opitz syndrome)
- 46,XX/46,XY - Sebab yang tidak dapat - Defek kerja androgen (misalnya defek
(chimeric, ditentukan (berhubungan dengan reseptor androgen, sindrom insensitivitas
ovotestikuler defek traktus genitourinarius dan androgen komplit dan parsial)
DSD) gastrointestinal)

a. 46,XX DSD (bayi atau anak yang mengalami virilisasi)


Sebagian besar kasus kategori ini ditandai dengan adanya gonad berupa ovarium disertai
genital interna wanita. Genital eksterna mengalami maskulinisasi karena pengaruh androgen.
Sumber androgen intrauterin seperti yang terdapat dalam tabel 3 di atas yaitu dari janin,
plasenta dan dari ibu. Pengaruhnya bervariasi, dari klitoromegali ringan sampai dengan fusi

17
sempurna labia dengan bergesernya sinus urogenitalis sebagai lubang uretra ke arah ujung
distal dari phallus yang membesar. Gonad pada kelompok ini tidak akan teraba.3
Penyebab tersering adalah HAK. HAK merupakan keadaan yang diturunkan secara
autosomal resesif dimana terdapat defek enzim pada salah satu dari proses steroidogenesis
adrenal sehingga terjadi akumulasi steroid proksimal. Akumulasi steroid proksimal pada
akhirnya dikonversi menjadi androgen yang mengakibatkan terjadinya virilisasi.3
Penyebab lain yang mungkin adalah pajanan terhadap androgen eksogen, misalnya dari
konsumsi androgen atau progestin ibu, atau tumor ibu yang menghasilkan androgen (tetapi
hal ini jarang). Selain itu, defisiensi enzim aromatase plasenta juga dapat menyebabkan
virilisasi pada janin (dan pada ibu), karena enzim aromatase berfungsi untuk mengubah
testosteron menjadi estradiol pada unit fetoplasenta, dan defisiensi enzim ini berakibat
meningkatnya kadar testosteron pada plasenta dan janin.3
b. 46,XY DSD (bayi atau anak yang mengalami undervirilisation)
Penyebab tersering kategori ini adalah sindrom insensitivitas androgen (SIA), yang
merupakan keadaan yang diturunkan secara resesif X-linked karena resistensi perifer (sel
target) terhadap kerja androgen akibat mutasi gen reseptor androgen. SIA terbagi menjadi
SIA komplit (SIAK) dan SIA parsial (SIAP). Pada SIAK fenotip adalah perempuan
sempurna, sedangkan pada SIAP terjadi genital ambigu yang bervariasi. Sebagian besar
penderita SIAK akan terdiagnosis pada masa pubertas atau setelahnya karena keluhan
amenore. Pada SIA, kadar testosteron normal dengan genital interna tetap laki-laki. Karena
diturunkan secara X-linked, maka riwayat keluarga sangat penting.3
Defisiensi enzim 5- reduktase merupakan penyebab lain kategori ini, yang diturunkan
secara autosomal resesif, sehingga mengakibatkan gangguan konversi testosteron menjadi
DHT. Defisiensi DHT menyebabkan virilisasi genital eksterna tidak sempurna.3
Bayi atau anak yang termasuk dalam kategori ini memiliki phallus kecil, hipospadia
posterior, skrotum bifidum yang terbentuk tidak sempurna dengan atau tanpa kriptorkismus.3
c. 46,XX DSD testikuler dan DSD ovotestikuler
Manifestasi klinis XX male dapat dikategorikan sebagai DSD testikuler dengan fenotip
lelaki normal, DSD testikuler dengan genital ambigu dan DSD ovotestikuler. Berdasarkan
ada tidaknya unsur SRY maka diklasifikasikan sebagai DSD testikuler Y (+) dan DSD
testikuler Y (-). Sebagian besar yang Y (+) memiliki genital eksterna normal dan steril,

18
sedangkan pada Y (-) genital tampak ambigu dan steril. Penelitian aspek molekuler pada
kasus-kasus DSD testikuler ini memperlihatkan bahwa pada 80% kasus terjadi akibat
translokasi Y-X, dan terjadi kecenderungan menginaktifkan kromosom X yang mengandung
Y. Sumber fenotip pria pada DSD testikuler ini diperkirakan berasal dari: 1) translokasi
sekuens Y, termasuk gen SRY ke kromosom X atau kromosom autosom; 2) mutasi yang
belum diketahui pada gen X-linked atau autosom yang terlibat pada jalur pembentukan testis;
3) mosaicsm kromosom Y yang kriptik.3
Gonad pada bayi atau anak dengan 46,XX DSD testikuler adalah testis. Ciri utama dari
tipe ini adalah genital eksterna yang tidak berkembang sempurna disertai testis yang kecil
(mikrotestis). Selain itu pada sebagian besar kasus, akan mengalami kegagalan untuk
menjalani fase pubertas dengan rambut dada dan aksila yang jarang disertai distribusi rambut
pubis seperti perempuan.3
DSD ovotestikuler, yang dulu disebut true hermaphrodite, merupakan keadaan
ditemukannya jaringan testis dan ovarium nomal, tanpa memandang kariotipenya. Gonad
biasanya berupa ovarium-testis atau ovarium-ovotestis. Genotipe tersering adalah 46,XX
walaupun dapat pula ditemukan 46,XY atau mosaik. Kariotipe yang paling sering dilaporkan
pada DSD ovotestikuler adalah 46XX, 46XY, 46XX/46XY, 45X/46XY. Gonad, genital
interna dan eksterna didapatkan asimetri. Sisi mana yang mengalami virilisasi dan sisi mana
yang mengalami feminisasi bergantung gonad yang dominan pada sisi ipsilateral.
Fenotipenya sangat bervariasi dari perempuan hingga laki-laki normal bergantung pada
fungsi sel-sel Leydig, namun sebagian besar kasus memperlihatkan adanya virilisasi
d. DSD kromosom seks
Penyebab tersering kategori ini adalah MGD. Seperti pada keadaan DSD ovotestikuler,
pada kategori ini ditemukan pula gambaran asimetris. Pada individu 46,XY testis yang
disgenetik walaupun masih dapat mensekresikan testosteron, produksi MIS biasanya rendah
atau tidak ada sehingga organ-organ derivat duktus Mulleri seringkali ditemukan. Sebagian
besar kasus memiliki fenotip genital interna testis atau ovotestis unilateral disertai streak
gonad (gonad pita) kontralateral, struktur duktus Mulleri yang persisten pada sisi homolateral
dengan gonad yang disgenetik, dan berbagai tingkat undervirilisation pada genital eksterna.
Secara histologis, pada streak gonad terdiri dari stroma ovarium tanpa oosit.3
e. Disgenesis gonad

19
Disgenesis gonad dapat bersifat komplit / total dan parsial / mixed. Dikatakan total
apabila kedua gonad adalah streak gonad, dikatakan parsial bila ditemukan gonad (testis atau
ovotestis) pada satu sisi disertai gonad pita pada sisi kontralateral. Secara klinis, individu
dengan disgenesis gonad akan memperlihatkan gejala hipogonadisme.3
f. DSD disgenesis gonad komplit
Disgenesis gonad total jarang ditemukan pada masa neonatus karena fenotipenya adalah
perempuan tanpa genital ambigu. Pada kasus dengan kariotipe 46,XY (sindrom Swyer)
terjadi sex reversal sehingga fenotipenya adalah perempuan. Klinis terlihat sebagai
perempuan dengan tinggi badan normal, pubertas terlambat, amenore primer, sexual
infantilism (tidak ada perkembangan tanda-tanda seks sekunder, hipoplasia uterus) dan streak
gonad bilateral.3

Epidemiologi

DSD merupakan keadaan yang relatif jarang ditemukan. Insidensnya diperkirakan 1:4500
sampai 1:5500, atau bervariasi sesuai dengan etiologi. Penyebab tersering adalah hiperplasia
adrenal kongenital (HAK) ditemukan pada 50% bayi baru lahir dengan DSD; mixed gonadal
disease (MGD) diperkirakan merupakan penyebab tersering kedua dengan insidens 1:10000. Hal
ini sama pula dengan yang terjadi di Amerika Serikat dimana HAK merupakan penyebab
tersering genital ambigu pada bayi baru lahir, dan MGD merupakan penyebab kedua dari DSD.
Analisis dari skrining bayi di seluruh dunia bahwa dari 6,5 juta bayi baru lahir ditemukan
insidens HAK adalah 1:15.000 kelahiran hidup. Dengan teknologi terkini, hanya 50% kasus
46,XY DSD yang dapat diketahui penyebabnya dan hanya 20% kasus DSD secara keseluruhan
yang dapat didiagnosis secara molekuler.3-5

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang optimal untuk DSD membutuhkan peran dari tim multidisiplin yang
berpengalaman yang meliputi lingkup psikososial, medis dan pembedahan serta disiplin ilmu
subspesialis lainnya seperti ahli neonatalogi, pediatrik endokrinologi, pediatrik urologi,

20
endokrinologi ginekologi, ahli genetik, konselor, psikiater atau ahli psikologi, perawat dan
pekerja sosial.
Pengobatan endokrin
Bila pasien menjadi laki-laki maka tujuan pengobatan endokrin adalah mendorong
perkembangan maskulinisasi dan menekan perkembangan tanda-tanda seks feminisasi
(membesarkan ukuran penis, menyempurnakan distribusi rambut dan massa tubuh) dengan
pemberian testosteron. Bila pasien menjadi perempuan, maka tujuan pengobatan adalah
mendorong seksual kearah feminin (perkembangan payudara dan menstruasi yang dapat timbul
pada beberapa individu setelah pemberian estrogen) dan menekan perkemangan maskulin. Pada
CAH diberikan glukokortikoid dan hormon untuk retensi garam. Glukokorrtikoid dapat mebantu
pasien mempertahankan reaksi bila terjadi stres fisik dan menekan perkembangan maskulinisasi
pada pasien perempuan. Pengobatan dengan hormon seks biasanya mulai deberikan saat pubertas
sedangkan glukokortikoid dapat diberikan lebh awal bila dibutuhkan, biasanya dimulai pada saat
diagnosis ditegakkan.8,10
Lingkup penanganan medis
Penatalaksaan medis umumnya adalah meliputi pemberian terapi hormonal. Pemberian
terapi hormonal ini juga termasuk dalam upaya pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis DSD
sesuai dengan klasifikasinya.
Pemberian terapi hormon pada DSD didasari atas kebutuhan hormon seks untuk
menginisiasi maturasi pubertas. Terapi hormonal ini dapat dilakukan saat usia penyandang DSD
memasuki usia pubertas dimana lingkungan pergaulannya juga memasuki masa tersebut. Jika
terlalu lama menunda pemberian terapi hormon dapat menimbulkan keterlambatan
perkembangan genitalia, fungsi reproduksi dan fungsi seksual serta mempengaruhi kualitas
hidupnya di masa mendatang.14
Lingkup penanganan pembedahan
Berdasarkan guidelines American Academy of Pediatrics, lingkup pembedahan sudah
termsuk dalam pemilihan terapi DSD. Terapi pembedahan berupa genitoplasty dapat dilakukan
jika diagnosis DSD sudah ditegakkan dengan pasti dan hasil keluaran pasca operasi bermanfaat
dalam penentuan jenis kelamin di usia dewasa. Genitoplasty adalah merupakan jenis terapi yang
bersifat irreversibel seperti dilakukannya kastrasi dan reduksi phallus pada DSD yang akan
menjadi wanita dan reseksi utero-vagina pada DSD yang akan menjadi pria. Terkadang DSD

21
yang tidak terdiagnosis pada masa infan dan baru diketahui saat memasuki masa pubertas, seperti
pada kasus anak perempuan dengan CAH dan dibesarkan sebagai anak lelaki atau pada kasus
anak lelaki dengan defisiensi 17-hydroxysteroid dehydrogenase dan 5-reductase dibesarkan
sebagai anak perempuan. Kondisi tersebut menimbulkan tekanan mental pada orangtua dan
penyandang DSD, namun pemilihan terapi pembedahan tidak boleh langsung dilakukan sebelum
dilakukan pemeriksaan endokrin dan pendekatan terapi psikososial. Seluruh jenis tindakan
pembedahan yang akan dilakukan harus dipertimbangkan secara hati-hati, dengan selalu
mengutamakan kepentingan pasien di atas segala-galanya.
Hingga saat ini penentuan usia yang tepat untuk menentukan kapan sebaiknya tindakan
operasi dilakukan masih diperdebatkan. Berdasarkan aspek psikososial, tindakan operasi yang
dilakukan pada masa infan lebih disukai, karena lebih mudah dilakukan dan riwayat trauma
operasi dapat dihilangkan jika dibandingkan dengan melakukan tindakan pembedahan pada anak
saat mulai memasuki usia dewasa. Namun pendapat lain menyatakan bahwa tindakan operasi
DSD sebaiknya menunggu sampai usia yang cukup untuk menerima informasi dan selanjutnya
dilakukan informed consent langsung kepada penyandang DSD, mengingat yang dilakukan
berhubungan dengan fungsi seksualitas.14
Sebelum dilakukan tindakan pembedahan penting diketahui bagi pihak orangtua dan
penyandang DSD mengenai untung-ruginya tindakan pembedahan serta hasil akhir yang akan
didapat.
Tujuan utama tindakan pembedahan adalah mengembalikan fungsi organ genitalia
dibandingkan fungsi estetiknya. Tujuan lainnya adalah menentukan jenis kelamin yang tepat,
membantu pembentukan image tubuh sesuai dengan jenis kelaminnya, menghindari stigma
sosial, dan terakhir berkaitan dengan fungsi seksualiats dalam berhubungan seksual.
Jika tindakan pembedahan sudah ditetapkan, setelah menjalankan operasi penatalaksaan
lainnya yaitu aspek psikososial dan medis harus tetap dijalankan secara teratur. Karena rangkaian
penatalaksanaan antara ketiganya saling mendukung satu sama lain. Terapi pembedahan gonad
saat ini juga dinilai penting, terutama pada kasus 46XY DSD, di mana umumnya testis masih
tetap berada di dalam rongga abdomen. Kemungkinan adanya diferensiasi gonad ke arah
keganasan membuat terapi pengangkatan gonad dibutuhkan. Pemeriksaan biopsi gonad kadang
juga diperlukan untuk membuktikan adanya kelainan disgenesis gonad atau adanya kondisi
ovotestis.14

22
Pencegahan
Konsultasi genetik
Pemberian konseling atau nasihat genetik adalah suatu upaya pemberian saran terhadap orangtua
atau keluarga penderita kelainan bawaan yang diduga mempunyai faktor penyebab herediter,
tentang apa dan bagaimana kelainan yang dihadapi ini, bagaimana pola penurunannya, serta
bagaimana tindakan penatalaksanaanya, bagaimana prognosisnya dan upaya melaksanakan
pencegahan ataupun menghentikannya. Tujuan konseling genetik adalah untuk mengumpulkan
data-data medis maupun genetik dari pasien ataupun keluarga yang berpotensi dan menjelaskan
langkah-langkah yang dapat dilakukan.

Berdasarkan pada definisi tersebut diatas, terdapat tiga aspek konseling genetik :
Aspek diagnostik, tanpa hal tersebut semua saran/nasihat tidak akan berdasar dan hanya
berdasarkan pada dugaan. Tidak ada cara lain untuk mendapatkan diagnosis yang pasti. Untuk
menilai faktor resiko genetik diperlukan data riwayat keluarga yang tepat, lengkap dan mendetil,
Perkiraan resiko yang sesungguhnya, pada beberapa situasi, hal ini mudah untuk dilakukan dan
pada situasi yang lain akan sulit, Tindakan suportif, untuk memberikan kepastian bahwa pasien
dan keluarganya memperoleh manfaat dari nasihat yang diberikan dan tindakan-tindakan
pencegahan yang bisa dilakukan.

Tipe informasi yang diberikan pada sebuah keluarga tergantung dari situasi yang mendesak,
perlunya mengambil keputusan, atau perlunya mengumpulkan informasi tambahan. Ada 3 situasi
umum dimana nasihat genetik menjadi sangat penting. Pertama, diagnosis prenatal anomali
kongenital atau penyakit genetik. Ini merupakan situasi yang amat sulit, dan kebutuhan untuk
informasi sangat mendesak karena keluarga harus sering memutuskan apakah kehamilan
diteruskan atau tidak. Situasi tipe dua terjadi bila anak dilahirkan dengan anomali kongenital atau
penyakit genetik. Hal ini juga memerlukan informasi yang sangat mendesak dan keputusan harus
segera diambil berkenanan dengan berapa besar dukungan yang harus diberikan pada anak yang
dan apakah tipe-tipe terapi harus dicobakan. Situasi ketiga berkembang nanti dalam
kehidupannya bila (1) dibuat diagnosis dengan keterlibatan genetik (2) bila suami istri sedang
merencanakan keluarga dan ada riwayat keluarga yang mengalami masalah (misalnya salah satu
pasangan merupakan pengidap translokasi atau penderita kistik fibrosis atau (3) bila seorang
remaja atau dewasa muda memiliki riwayat keluarga gangguan genetik yang mulai pada saat

23
dewasa. Seringkali perlu untuk mengadakan pertemuan dengan keluarga, karena semua
pertanyaan dan perhatiannya tidak dapat diutarakan pada saat tertentu.

Kesimpulan

Bayi Albert dirujuk menderita Disorder of Sex Development (DSD) dengan tanda berupa suatu
penoscrotal hypospadia dengan urethra di daerah perineum. Selanjutnya bayi Albert
direkomendasikan untuk ditangani oleh tim endokrin anak, dan konselor genetika.

24
Daftar Pustaka

1. Achermann JC, Hughes IA. Disorders of sex development. Williams Textbook of


Endocrinology. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2008; p.783-838.
2. Matondang CS, Wahidiyat I, Sastroasmoro S. Diagnosis fisik pada anak. Edisi ke 2.
Jakarta: PT Sagung seto, 2000.h.146-158.
3. Batubara JRL, Tridjaja B, Pulungan AB, editor. Buku ajar endokrinologi. Jakarta:
IDAI;2010.
4. Ikatan dokter anak Indonesia. Pedoman pelayanan medis IDAI edisi II. Jakarta:
IDAI;2011.
5. Chitayat D, Glanc P. Diagnostic approach in prenatally detected genital abnormalities.
Ultrasound Obstet Gynecol2010; 35: 637646.
6. Mendoca BB, Domenice S, Arnhold I, Costa E. 46,XY Disorders of sex development
(DSD). Clinical Endocrinology. 2009; 70: 173-187.
7. Sultan Assin M.Dr. Interseksualitas.Sub Bagian Endokrinologie Bagian Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran universitas Indonesia. Jakarta. Halaman 13-14.
8. Siregar Charles D. Pendekatan Diagnostik Interseksualitas pada Anak. Dalam: Cermin
Dunia Kedokteran. 2006:126:p.32-36.
9. Genitalia Ambigua. Diakses tanggal 28 september 2016.[Medline].
10. Susanto Rudi. Ambiguous Genitalia pada Bayi Baru Lahir. Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Universitas diponegoro. 2006
11. Hull D., J. I. Derek. Dasar dasar pediatric. 3ed. Sindrom Turner. Jakarta: EGC,
2008;h.18.
12. Chen H. Klinefelter syndrome: Treatment and Medication. eMedicine. March 22, 2010
Diunduh dari : http://emedicine.medscape.com/article/945649-treatment. 26 september
2014.
13. Lifshitz Fima. Pediatric Endocrinology. Edisi ke-5. Volume 2. New york: 2006.h.373.
14. Feharsal Y, Putri F H, Sumapradja K. Disorder of sex development. Penerbit: FKUI.h.2-7

25

You might also like