You are on page 1of 18

BAB 3.

PENERAPAN GMP PROSES FILLET IKAN PATIN

3.1 Bahan Baku Proses Fillet Ikan Patin


3.1.1 Bahan Baku
Bahan baku utama yang di produksi oleh CV. Karunia Mitra Makmur
adalah ikan segar yang didatangkan dari wilayah sekitar jawa barat yaitu jatiluhur,
depok, lampung, dan lain-lain.
Bahan baku yang sedang diproduksi adalah Ikan Patin segar. Ikan patin
(Pangasius hypophthalmus) banyak ditemukan di perairan seperti sungai, waduk,
dan rawa. Kerabat dekat ikan patin yang ada di Indonesia umumnya memiliki ciri-
ciri keluarga Pangasidae, yaitu bentuk badannya sedikit memipih, tidak bersisik,
atau sisiknya halus sekali.
Kerabat ikan di Indonesia cukup banyak diantaranya: Pangasius
polyuranoda (ikan juaro), Pangasius macronema (ikan roes, riu, lancang),
Pangasius micronemus (wakal, riuscaring), Pangasius nasutus (pedado),
Pangasius nieuwenhuisii (lawang). Gambar 3.1 dibawah ini menunjukkan gambar
fisik dari ikan patin. Berikut ini adalah klasifikasi ikan patin (Susanto dan Amri,
1999):
Ordo : Ostariophysi
Sub ordo : Siluroidea
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius hypophthalmus

Gambar 3.1 Gambar ikan patin (Pangasius hypophthalmus)


Selanjutnya Susanto dan Amri (1999), menyatakan bahwa ikan patin
memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung

23
24

berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm. Kepala patin
relatif kecil dengan bukan diujung kepala disebelah bawah. Pada sudut mulutnya
terdapat dua pasang kumis yang berfungsi sebagai peraba. Ikan patin memiliki
keunggulan tersendiri, yaitu memiliki fekunditas yang tinggi, bersifat omnivora,
laju pertumbuhan yang cepat sehingga dapat diproduksi secara masal, tidak besisik,
durinya relatif sedikit dan dagingnya putih kemerahan serta mudah dikuliti
sehingga reatif mudah dibuat fillet yang baik.

3.1.2 Bahan Pembantu


Adapun selain bahan baku utama terdapat juga bahan baku pembantu yaitu
es batu yang digunakan untuk menjaga kondisi ikan supaya dalam kondisi segar
selama proses produksi berlangsung. Ukuran es per balok tersebut yaitu 30 kg. Es
dilakukan penghalusan dengan menggunakan mesin penghancur es sebelum
digunakan. Es merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting dalam proses
produksi, sebab es dapat menjaga kondisi suhu tubuh ikan agar tetap stabil sehingga
ikan tidak mengalami pelayuan dan menjaga dari aktivitas mikroorganisme yang
dapat menyebabkan pembusukan pada ikan. Es yang digunakan diperoleh dari
perusahaan es lokal dan terbuat dari air bersih yang memenuhi persyaratan air
minum serta telah teruji. Stok es harus sesuai dengan yang dibutuhkan sehingga
dapat mendukung jalan proses produksi. Dalam penggunaan es harus ditangani dan
disimpan pada tempat yang bersih agar terhindar dari penularan dan kontaminasi
dari luar (Purwaningsih, 1993) es batu dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut ini.

Gambar 3.2 Tempat Penyimpanan Bahan Tambahan

3.1.3 Bahan Pengemas dan Labeling

`
25

Bahan pengemas yang digunakan oleh CV. Karunia Mitra Makmur yaitu
Master Carton, plastik PE, kardus, dan lain-lain. Gambar tempat pengemasan dan
Labeling dapat dilihat pada Gambar 3.3 berikut ini.

Gambar 3.3 Tempat Bahan pengemas dan Labeling

3.2 Diagram Alir Proses Produksi

`
26

Proses pembekuan ikan patin yang dilakukan di PT. CV. Karunia Mitra
Makmur adalah sebagai berikut :

BAHAN BAKU (Raw Material)

PENERIMAAN (Receiving) CEK KUALITAS


& SUHU

TIMBANG 1 (Weighing)

PENCUCIAN 1 (Washing 1)
TAMPUNG
KEPALA dan TULANG/DURI FILLET

DURI PERUT dan SIRIP PEMBERSIHAN DURI (Bonning)

KULIT PEMBERSIHAN KULIT (Skinning)

SISA DAGING TRIMMING


(Tetelan & Kerokan)

POTONG (Cutting)

TIMBANG 2 (Weighing)

PENCUCIAN 2 (Washing 2)

PENYUSUNAN PRODUK

PEMBEKUAN (Freezing)

GLAZING

TIMBANG AKHIR (Weighing)

PENGEMASAN (Packaging)

CEK KUALITAS BAHAN


PENYIMPANAN (Storing) PENGEMAS

Gambar 3.4 Diagram Alir Proses Pembekuan Ikan Patin

3.3 Tahapan Proses Fillet Ikan Patin

`
27

3.3.1 Penerimaan Bahan Baku (Receiving)


Bahan baku yang digunakan adalah ikan segar. Ikan segar diperoleh dari
daerah jatiluhur, lampung. Bahan baku yang datang kemudian dilakukan
pengecekan (nama supplier, jumlah, jenis dan sizenya) serta pengecekan suhu tubuh
ikan disaat pembongkaran ikan. Selanjutnya, bahan baku dipisahkan dan dimasukan
pada keranjang sesuai size yang telah ditentukan CV. Karunia Mitra Makmur.
Proses pembongkaran bahan baku harus dilakukan dengan cepat sehingga kualitas
bahan baku tidak mengalami penurunan. Apabila bahan baku ada yang tidak sesuai
standar maka akan dikembalikan kepada supplier. Proses penerimaan dan
pemilihan size bahan baku dapat dilihat pada Gambar 3.5 berikut ini.

A B C

Gambar 3.5 Pengeluaran Bahan Baku (A), Sortasi (B), Pengecekan (C)

3.3.2 Penimbangan 1 (Weighing 1)


Pastikan timbangan dalam kondisi yang baik, tidak rusak dan sudah
terkalibrasi. Sebelum melakukan penimbangan, lakukan tera timbangan terlebih
dahulu dengan keranjang. Bahan baku harus dihitung jumlahnya, yaitu 25 - 30 ekor
dalam satu keranjang dengan ukuran 1000-Up, sedangkan ikan dengan ukuran
sedang sekitar 800-1000 gr maka dalam satu keranjang dihitung sebanyak 30 - 40
ekor ikan, dan untuk ukuran ikan 600-800 gr dalam satu keranjang sebanyak 50
ekor ikan patin. hal tersebut sebagai kontrol antara pihak perusahaan dan supplier
untuk mengurangi penyimpangan pada proses pengiriman dan penimbangan.
Penimbangan harus dilakukan dengan benar dan teliti. Hasil penimbangan bahan
baku dicatat sesuai dengan size dan jumlahnya pada form produksi (PF/FP.I.09.13).
Bahan baku yang telah tertimbang dan tercatat kemudian didistribusikan ke tahapan
proses selanjutnya. Namun, apabila bahan baku sebelumnya masih banyak maka
ikan yang baru datang dimasukan dan disimpan pada bak penampung sementara

`
28

dengan penambahan es setiap 4 susunan sebelum bahan baku diproses. Jika bahan
baku sebelumnya telah habis maka bahan baku yang datang tersebut dapat langsung
dilakukan proses selanjutnya. Proses penimbangan dan penyimpanan pada bak
penampung dapat dilihar pada Gambar 3.6 berikut ini.

A B C

Gambar 3.6 Setelah Sortasi (A), Penimbangan (B), Penyimpanan (C)

3.3.3 Pencucian 1 (Washing 1)


Setelah proses penerimaan bahan baku dan penimbangan, kemudian proses
selanjutnya pencucian ikan, pencucian harus dilakukan dengan cepat dan bersih
yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran seperti lendir ikan. Bahan baku yang
sudah dicuci selanjutnya didistribusikan ke tahapan proses berikutnya. Pada proses
pencucian dapat dilihat pada Gambar 3.7 berikut ini.

A B

Gambar 3.7 Pencucian Awal (A), Pencucian Filleting (B)

3.3.4 Filleting
Bahan baku kemudian dilakukan proses fillet, dimana filleting adalah suatu
cara untuk memisahkan daging dari kepala, tulang, dan jeroan. Sebelum itu, ikan
dilakukan pencucian dengan menyiramkan air pada basket yang berisi ikan patin.
Pada proses fillet ini diusahakan seminimal mungkin agar tidak banyak daging yang
tertinggal pada tulang. Ikan yang telah di fillet kemudian di masukkan ke dalam

`
29

keranjang kecil dan dilakukan tahapan proses berikutnya. Proses fillet dapat dilihat
pada Gambar 3.8 berikut ini.

A B C

Gambar 3.8 Proses Filleting (A), Hasil Filleting (B), Pencucian setelah Filleting

3.3.5 Pembersihan Tulang (Bonning)


Daging fillet, kemudian dilakukan proses bonning dengan tujuan untuk
membuang sirip, bagian yang tidak dibutuhkan serta tulang perut yang masih
melekat pada daging. Sisa pembuangan bagian yang tidak dibutuhkan dimasukan
dalam baskom besar dan dijadikan sebagai produk samping. Bahan baku yang telah
dibonning dilanjutkan ke tahapan berikutnya. Proses bonning dapat dilihat pada
Gambar 3.9 berikut ini.

A B C

Gambar 3.9 Persiapan Bonning (A), Proses Bonning (B), Hasil Bonning (C)

3.3.6 Pengulitan (Skinning)


Daging ikan yang telah dibonning, kemudian dilakukan proses skinning
yang bertujuan untuk memisahkan kulit dan daging. Proses skinning diusahakan
seminimal mungkin tidak banyak daging yang melekat pada kulit. Pisau yang
digunakan dalam tahapan ini yaitu pisau khusus skinning yang ujung pucuknya
lancip. Proses skinning, masih banyak meninggalkan sisa kulit pada daging
sehingga perlu dilakukan proses selanjutnya untuk menghasilkan daging fillet yang
bebas dari kulit. Pada proses skinning dapat dilihat Gambar 3.10 beikut ini.

`
30

A B C

Gambar 3.10 Persiapan Skinning (A), Proses Skinning (B), Hasil Skinning (C)

3.3.7 Trimming
Sisa kulit yang masih melekat pada daging fillet dapat dilakukan dengan
proses trimming, dimana proses trimming bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa
kulit yang masih melekat, lemak berwarna kuning serta merapikan bentuk daging
fillet sehingga menghasilkan daging fillet bermutu baik. Proses trimming dapat
dilihat pada Gambar 3.11 berikut ini.

A B

Gambar 3.11 Proses Trimming (A), Hasil Trimming (B)

3.3.8 Potong (Cutting)


Setelah proses strimming, maka daging fillet dilakukan pemotongan
menjadi 2-3 bagian. Namun, apabila daging ikan berukuran kecil maka tidak perlu
dilakukan pemotongan. Proses pemotongan dapat dilihat pada Gambar 3.12 berikut
ini.

`
31

A B

Gambar 3.12 Proses Cutting (A), Hasil Cutting (B)

3.3.9 Penimbangan 2 (weighing 2)


Daging fillet yang telah dipotong maka lakukan penimbangan. Proses
penimbangan dilakukan 3 kali dalam 1 kali timbangan sebanyak 5 kg potong daging
fillet sehingga total penimbangan daging fillet sebanyak 15 kg dalam satu baskom
besar. Kemudian dilakukan tahapan proses selanjutnya. Proses penimbangan dapat
dilihat pada Gambar 3.13 berikut ini.

A B

Gambar 3.13 Weighing 2 (A), Pencucian (B)

3.3.10 Pencucian 2 (Washing 2)


Daging fillet yang telah di timbang dan di potong. Selanjutnya daging fillet
dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran pada bagian daging fillet.
Proses pencucian ini dengan menyiram air kedalam baskom besar dan melakukan
pengadukan dengan tangan secara perlahan. Setelah itu, tiriskan daging fillet
menggunakan keranjang dan lanjut proses selanjutnya yaitu shoking. Proses
shoking atau perendaman bertujuan untuk menghilangan bau daging yang terlalu
menyengat, bau yang tidak sedap serta memberikan warna daging menjadi lebih
cerah dari pada sebelumnya. Bahan yang ditambahkan dalam proses ini antara lain
air, garam, sttp, dan serutan es. Proses shoking atau perendaman dilakukan selama
semalaman dalam anteroom. Proses shoking atau perendaman dapat dilihat pada
Gambar 3.14 berikut ini.

`
32

A B

Gambar 3.14 Pencucian (A), Penirisan (B)

3.3.11 Penyusunan (Layering)


Layering merupakan kegiatan menyusun daging diatas pan yang telah
dilapisi dengan plastik tujuannya agar daging tidak menempel pada saat daging
dibekukan. Daging yang telah di shoking selama semalam kemudian dilakukan
penyusunan. Sebelum itu, daging tersebut ditimbang agar dapat diketahui berat
daging keseluruhan dalam satu box kecil. Penyusunan dalam pan agar memudahkan
daging fillet dalam proses pembekuan. Proses layering dapat dilihat pada Gambar
3.15 beikut ini.

A B

Gambar 3.15 Weighing (A), Layering (B)

3.3.12 Pembekuan (Freezing)


Daging fillet yang telah disusun pada pan kemudian disusun pada rak
didalam ABF (Air Blash Freezer) untuk proses pembekuan. Proses pembekuan
didalam ABF (Air Blash Freezer) menggunakan suhu -7 oC sampai -23 oC selama
semalam. Proses pembekuan dapat dilihat pada Gambar 3.16 berikut ini.

`
33

A B

Gambar 3.16 Penyusunan pada rak (A), Pembekuan (B)

3.3.13 Pelapisan (Glazing)


Pada proses pembekuan terdapat proses glazing yaitu proses pelapisan es
terhadap permukaan daging dengan cara mencelupkan daging ke air dingin dan
selanjutnya dilakukan pembekuan kembali. Proses glazing ini menggunakan air dan
es balok bersih. Proses glazing dapat dilihat pada Gambar 3.17 berikut ini.

A B

Gambar 3.17 Proses Glazing

3.3.14 Timbangan Akhir (Final Weighing)


Proses selanjutnya adalah proses penimbangan akhir. Daging fillet yang
telah di glazing kemudian dilakukan penimbangan sebelum proses pengemasan.
Proses penimbangan disesuaikan dengan jenis, sumber bahan baku, serta tanggal
RM dan sizenya. Proses timbangan akhir dapat dilihat pada Gambar 3.18 berikut
ini.

`
34

A B C

Gambar 3.18 Persiapan (A), Final Weighing (B), Packing Primer (C)

3.3.15 Pengemasan (Packing)


Proses pengemasan yang digunakan adalah plastik sebagai pengemasan
primer sedangkan kardus sebagai pengemas sekunder. Proses pengemasan harus
sesuai (jenis, size, berat dan jumlahnya) dengan label yang tertera pada kemasan
yang dipakai. Kemudian lakukan pencatatan hasil packing tersebut. Proses
pengemasan dapat dilihat pada Gambar 3.19 berikut ini.

A B

Gambar 3.19 Persiapan (A), Packing Sekunder (B)

3.3.16 Penyimpanan
Produk yang telah dikemas selanjutnya disimpan dalam ruangan pendingin
Cold Storage pada suhu antara -18OC sampai -21,1OC hingga menunggu proses
distribusi. Proses penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3.20 berikut ini.

A B

Gambar 3.20 Penyimpanan Produk Akhir

`
35

3.4 GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP)


GMP menurut Thaheer (2005) merupakan pedoman cara memproduksi
pangan agar pangan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk pangan yang
diinginkan dan sesuai dengan tuntutan konsumen. GMP menjadi salah satu pre-
requisite program atau program persyaratan dasar dalam penerapan sistem HACCP,
yang menjamin praktek pencegahan terhadap kontaminasi yang menyebabkan
produk menjadi tidak aman untuk dikonsumsi (Winarno dan Surono, 2002).
Pedoman GMP atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) menurut
Menteri Kesehatan No.23/MEN. KES/SK/1978 mencakup lokasi pabrik, bangunan,
produk akhir, peralatan produksi, bahan, higiene karyawan, pengendalian proses
pengolahan, fasilitas sanitasi, label, keterangan produk, penyimpanan, sarana
pengolahan dan kegiatan sanitasi, laboratorium, wadah kemasan dan pemeliharaan.
A. Lingkungan Sarana Pengolahan
Lingkungan di sekitar sarana pengolahan harus bersih, terawat dengan baik
dan bebas dari sumber pencemaran. Lingkungan sarana pengolahan terdiri atas
lokasi pabrik dan keadaan lingkungan.
1) Lokasi Pabrik
Pabrik yang memproduksi pangan sebaiknya berada pada daerah yang
bebas pencemaran, tidak berada di daerah yang mudah banjir, jauh dari sarang
hama hewan pengerat seperti tikus, jauh dari pembuangan sampah dan
sebaiknya pabrik pengolahan pangan jauh dari pemukiman penduduk yang
terlalu padar dan kumuh (Dirjen POM, 1999).

2) Keadaan Lingkungan
Keadaan lingkungan harus selalu dalam kondisi yang baik yaitu sampah
dan limbah pabrik sebaiknya dikumpulkan pada tempat khusus dan sebaiknya
segera dibuang, tempat sampah selalu dalam keadaan tertutup agar tidak
menimbulkan bau dan mencegah pencemaran lingkungan, sistem
pembuangan dan pengolahan limbah harus selalu dipantau, saluran
pembuangan berjalan lancar agar air tidak tergenang dan sarana jalan

`
36

hendaknya diaspal atau dicor serta dilengkapi dengan sistem drainase yang
baik (Dirjen POM, 1999).

B. Bangunan dan Fasilitas Pabrik


Bangunan dan fasilitas pabrik yang meliputi peralatan dan sarana
pengolahan yang baik dirancang sejak awal pembangunan pabrik agar dapat
menjamin dan menjaga pangan yang diproduksi tidak tercemar. Denah lokasi dan
tata letak pabrik harus diatur sesuai dengan arus proses produksi agar produk tidak
tercemar akibat adanya kontaminasi silang. Gudang (tempat penyimpanan)
sebaiknya mengikuti sistem FIFO (First In First Out), yaitu bahan yang pertama
kali masuk ke dalam gudang hendaknya juga yang keluar pertama kali dari gudang
(Dirjen POM, 1999).

C. Peralatan Pengolahan
Peralatan pengolahan pangan merupakan peralatan pilihan dan terpelihara
dengan baik. penempatan peralatan disusun sesuai dengan alur pengolahan agar
tidak terjadi kontaminasi silang. Peralatan yang digunakan untuk pengukuran
seperti timbangan, termometer, pengukuran kelembaban udara, pengukur tekanan
dan lainnya sebaiknya dikalibrasi setiap periode (Dirjen POM, 1999)

D. Fasilitas Sanitasi
Kegiatan sanitasi dilakukan untuk menjamin bahwa semua peralatan, raung
pengolahan, ruang penyimpanan, peralatan pengolahan dan peralatan penyimpanan
selalu terjaga dari faktor-faktor pencermaran dan menjada kebersihannya.
1) Sumber Air
Air harus dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi semua kebutuhan
pencucian dan pembersihan serta pengolahan dan penanganan limbah. Air
yang kontak langsung dengan permukaan bahan pangan harus memenuhi
persyaratan khusus seperti persyaratan bahan air untuk minum (Dirjen POM,
1999).
2) Pembuangan Air Limbah

`
37

Sistem pembuangan air dan limbah harus berjalan dengan baik. saluran
pembuangan dirancang dengan tepat sehingga tidak mencemari air bersih dan
bahan pangan (Dirjen POM, 1999).
3) Fasilitas Pencucian dan Pembersihan
Fasilitas pencucian dan pembersihan harus dilengkapi alkohol atau
disenfektan yang dapat membersihkan peralatan dengan baik serta dapat
membunuh mikroorganisme berbahaya.
4) Fasilitas Higiene Karyawan
Fasilitas pembersihan yang digunakan untuk peralatan pangan
sebaiknya dipisahkan dengan fasilitas pembersihan untuk peralatam pangan
sebaiknya dipisahkan dengan fasilitas pembersihan untuk peralatan dan
perlengkapan lainnya (Dirjen POM, 1999).
5) Fasilitas Higiene Karyawan
Fasilitas higiene karyawan meliputi tempat mencuci tangan yang
dilengkapi dengan sabun, mesin pengering tangan, tempat ganti pakaian dan
toilet dengan keadaan selalu bersih. Satu buah toilet untuk 10 karyawan dan
penambahan satu buah toilet untuk setiap penambahan 25 karyawan (Dirjen
POM, 1999).

6) Penerangan
Sistem penerangan yang baik dapat dilakukan dengan penyinaran
matahari ataupun melalui lampu penerangan. Lampu penerangan harus cukup
terang.

E. Higiene Karyawan
Karyawan yang bekerja pada industri pengolahan pangan sangat
mempengaruhi mutu akhir produk yang dihasilkan. Karyawan yang sakit,
kotor,tidak bisa menjaga kebersihan, tidak disiplin dan tidak dapat bekerja dengan
baik bisa menyebabkan terjadinya kontaminasi terhadap produk. Karena itulah
perlu adanya standard sanitasi dan higiene pada karyawan.
1) Kesehatan Karyawan

`
38

Karyawan yang bekerja harus dalam kondisi sehat dan prima serta tidak
sakit atau membawa penyakit. Karyawan yang sakit sebaiknya tidak
diperkenankan untuk bekerja dibagian proses produksi atau bisa
diistirahatkan sehingga tidak menganggu jalan aktivitas nya proses produksi
dan tidak menyebabkan terjadinya kontaminasi atau mencemari produk yang
akan dihasilkan.
2) Kebersihan Karyawan
Perlengkapan bekerja karyawan harus lengkap. Perlengkapan ini terjadi
atas baju, penutup kepala, sepatu, sarung tangan, masker dan perlengkapan
bekerja tersebut tidak boleh dibawa keluar dari ruang proses produksi.
3) Kebiasaan Buruk Karyawan
Karyawan yang memiliki kebiasaan buruk sebaiknya diawasi.
Kebiasaan buruk tersebut seperti meludah, merokok, makan atau mengunyah,
bersin atau batuk. Selama mengolah pangan karyawan tidak diperkenakan
menggunakan jam tangan, peniti, dll jika terjatuh ke dalam pangan dapat
membahayakan konsumen (Dirjen, POM, 1999).

F. Penyimpanan
Penyimpanan harus disesuaikan dengan bahan yang disimpan. Jika bahan
mentah sebaiknya disimpan sesuai dengan standarnya. Bahan sebaiknya disimpan
dengan cara yang baik dan tepat untuk memudahkan produsen dalam mengambil
dan menggunakan bahan, menggunakan bahan, menjaga mutu dan kualitas,
mencegah pencemaran dan mencegah tertukarnya bahan yang digunakan (Dirjen
POM, 1999).
G. Transportasi
Dalam proses pengiriman produk akhir kepada tangan konsumen,
transportasi yang baik sangat diperlukan untuk menjaga kualitas dan mencegah
terjadinya pencemaran. Tempat membawa atau wadah pangan yang digunakan
harus sesuai dengan karakteristik produknya. Wadah yang digunakan harus mudah
dibersihkan, tidak mencemari produk pangan, melindungi secara fisik, mudah
didesinfeksi, mencegah terjadinya pencemaran, memudahkan pemeriksaan

`
39

penyimpanan dan dapat mempertahankan bentuk dan kondisi produk yang


disimpan.

H. Laboratorium Pemeriksaan
Produk yang dihasilkan atau akan dikonsumsi harus dalam kondisi aman
untuk dikonsumsi dan tidak menimbulkan masalah kesehatan oleh karena itu
diperlukan sebuah laboratorium. Setiap pemeriksaan tersebut menyebutkan nama
pangan, tanggal pembuatan, kode produk, jenis pemeriksaan yang dilakukan, dan
lain-lain. Dianjurkan bagi perusahaan yang belum memiliki laboratorium
pemeriksaan untuk memeriksakan produknya pada laboratorium lain di luar
perusahaan tersebut (BPOM, 1978).

I. Bahan pengemas
Syarat bahan pengemas yang baik adalah tidak beracun, tidak menimbulkan
penyimpanan yang berbahaya bagi kesehatan, tidak menimbulkan reaksi dengan
bahan pangan, tahan terhadap perlakuan selama proses pengolahan, pengangkutan
dan diistribusi. Bahan pengemas juga harus mampu melindungi produk pangan dari
sinar matahari, kotoran, kelembaban, air, benturan, dan lain-lain. Sebelum
digunakan bahan pengemas perlu diperiksa kondisinya, dibersihkan dan dilakukan
sanitasi apabila diperlukan kondisi yang aseptik (BPOM, 1978).

J. Mutu Produk Akhir


Produk akhir perlu dianalisa mutu organoleptik, fisik, kimia atau
mikrobiologinya untuk mengetahui mutu akhir produk sehingga produk siap untuk
dipasarkan. Produk akhir yang bermutu baik dan memenuhi persyaratan akan
menjamin mutu dan keamanan produk akhir seharusnya memiliki standard mutu
atau persyaratan yang ditetapkan dari segi mutu fisik, mikrobiologis, kimia, serta
aman dan tidak membahayakan kesehatan konsumen. Perusahaan dapat
menentukan standard mutu atau persyaratan produk akhir jika belum memiliki
standar mutu produk akhir (BPOM, 1978).

`
40

K. Labeling
Informasi mengenai tentang produk yang dihasilkan dicantumkan pada
kemasana produk. Keterangan dapat berupa label. Fungsi label adalah untuk
menginformasikan tentang produk agar konsumen dapat menangani,
mengkonsumsi, mengolah atau menyajikan produk dengan cara yang tepat dan
benar (BPOM, 1978).

L. Manajemen dan Pengawasan


Aplikasi GMP harus melibatkan seluruh Sumber Daya Manusia (SDM)
yang ada di dalam perussahaan termasuk dari manajemen pusat hingga karyawan.
Kegiatan pengawasan harus dilakukan secara rutin dan berkelanjutan serta
dikembangkan dan dikelola agar memperoleh efektivitas dan efesiensi yang lebih
baik (BPOM, 1978).

You might also like