Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :
a. Mengetahui definisi mastitis
b. Mengetahui klasifikasi mastitis
1
c. Mengetahui etiologi mastitis
d. Mengetahui faktor predisosisi mastitis
e. Mengetahui manifestasi klinis mastitis
f. Mengetahui patofisiologi mastitis
g. Mengetahui penatalaksanaan mastitis
h. Mengetahui pemeriksaan penunjang mastitis
i. Mengetahui komplikasi mastitis
j. Mengetahui pencegahan mastitis
k. Mengetahui prognosis mastitis
l. Mengetahui asuhan keperawatan mastitis
1.3 Manfaat
Manfaat makalah ini dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Bagi mahasiswa, hasil makalah diharapkan dapat memberikan pemahaman dan
pengertian terhadap pentingnya kesehatan dan mampu memberikan asuhan
keperawatan dengan benar
b. Bagi penulis, makalah ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan wawasan,
pengetahuan dan pengalaman belajar terkait dengan masalah pada sistem reproduksi
wanita, yaitu penyakit mastitis ini sehingga dalam mempraktikan ilmu yang terkait
akan lebih mudah.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
3. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang menyebabkan
abses antara mammae dan otot-otot di bawahnya.
c. Mastitis menurut penyebab dan kondisinya dibagi pula menjadi 3, yaitu :
Prawirohardjo ( 2008 )
1. Mastitis periductal
Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita di usia menjelang menopause,
penyebab utamanya tidak jelas diketahui. Keadaan ini dikenal juga dengan
sebutan mammary duct ectasia, yang berarti peleburan saluran karena adanya
penyumbatan pada saluran di payudara.
2. Mastitis puerperalis/lactational
Mastitis puerperalis banyak dialami oleh wanita hamil atau menyusui. Penyebab
utama mastitis puerperalis yaitu kuman yang menginfeksi payudara ibu, yang
ditransmisi ke puting ibu melalui kontak langsung.
4
3. Mastitis supurativa
Mastitis supurativa paling banyak dijumpai. Penyebabnya bisa dari kuman
Staphylococcus, jamur, kuman TBC dan juga sifilis. Infeksi kuman TBC
memerlukan penanganan yang ekstra intensif. Bila penanganannya tidak tuntas,
bisa menyebabkan pengangkatan payudara/mastektomi.
5
B. Tingkat abses (infeksi)
Infeksi payudara dapat berlanjut menjadi abses. Dari tingkat radang ke abses
berlangsung sangat cepat karena oleh radang duktulus-duktulus menjadi
edematous, air susu terbendung, dan air susu yang terbendung itu segera bercampur
dengan nanah. Gejala abses ini pada ibu yang menderita mastitis infeksi adalah
warna kulit menjadi merah, nyeri bertambah hebat di payudara, kulit diatas abses
mengkilap dan suhu tinggi (39-400C), sehingga ibu mengalami demam, dan pada
pemeriksaan ada pembengkakan, dan dibawah kulit teraba cairan. Dan bayi dengan
sendirinya tidak mau minum pada payudara yang sakit, seolah-olah dia tahu bahwa
susu yang sebelah itu campur nanah. Didaerah payudara ini akan terlihat daerah
kemerahan yang jelas. Meskipun demikian laktasi tidak harus disupresi karena
mastitis. Ibu harus didorong untuk selalu mengeluarkan ASInya dengan
menggunakan pompa atau secara manual, karena tindakan mempertahankan aliran
ASI akan mengurangi jumlah mikroorganisme. Kompres hangat sebelum
menyusui untuk mengurangi bengkak dan nyeri. Berikan parasetamol bila perlu
dan lakukan evaluasi selama 3 hari. Berikan antibiotika kloksasilin 500mg per oral
4 kali sehari selama 10 hari, atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama
10 hari. Lakukan insisi. Lakukan insisi radial dari batas putting ke lateral untuk
menghindari cedera. Anestesia umum dianjurkan. Tampon dan drain dilepaskan
setelah 24 jam, ganti dengan tampon kecil. Jika masih banyak pus tetap berikan
tampon dalam lubang.
6
Escherichia coli dan Streptococcus kadang-kadang juga ditemukan. Mastitis jarang
ditemukan sebagai komplikasi demam tifoid.
7
g. Stres dan kelelahan
Wanita yang merasa nyeri dan demam sering merasa lelah dan ingin istirahat, tetapi
tidak jelas apakah kelelahan dapat menyebabkan keadaan ini atau tidak.
h. Pekerjaan di luar rumah
Ini diakibatkan oleh statis ASI karena interval antar menyusui yang panjang dan
kekurangan waktu dalam pengeluaran ASI yang adekuat.
i. Trauma
Trauma pada payudara karena penyabab apapun dapat merusak jaringan kelenjar dan
saluran susu dan hal ini dapat menyebabkan mastitis.
8
d. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa dingin
dan tubuh terasa pegal dan sakit
Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak karena
sumbatan ASI antara lain :
Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila didapat
sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan permukaan
kulit tidak pecah-pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit pada payudara
namun tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka hal tersebut bukan
mastitis. (Pitaloka, 2001 dalam Anonim, 2013)
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan yang langsung
ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih
dahulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi
kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu
dari kultur.
9
2.8 Komplikasi Mastitis
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis :
a. Abses payudara
Abses payudara merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena
pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara yang teraba
keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus memikirkan
kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut
menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi
adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum
halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan
aspirasi jarum secara serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar terkadang
diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus mendapatkan
terapi medikasi antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar
antibiotik yang diberikan sesuai dengan kumannya.
b. Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan arena pengobatan terlambat atau tidak
adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan
dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena
infeksi bakteri biasanya diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500mg sekali
sehari) selama masa menyusui.
c. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti
candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi
antibiotik. Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar
yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Diantara waktu menyusui permukaan
payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak tampak kelainan. Pada kasus ini, ibu dan
bayi perlu mendapatkan pengobatan. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin
krim yang juga mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai menyusui
bayi dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama
10
dalam dosis cukup tinggi dapat diberikan. Sebelum pemberian penicilin dapat diadakan
pembiakan air susu, supaya penyebab mastitis benar-benar diketahui. Bila ada abses dan
nanah dikeluarkan sesudah itu dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar
terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus sayatan dibuat sejajar dengan
jalannya duktus-duktus itu.
a. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling nyeri dan membuat frustasi, dan
membuat banyak wanita merasa sakit. Selain dalam penanganan yang efektif dan
pengendalian nyeri, wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus
dinyakinkan kembali tentang nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan, bahwa
ASI dari payudara yang terkena tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa
payudaranya akan pulih baik bentuk maupun fungsinya.
Ia membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua tindakan yang
dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan menyusui/memeras ASI
dari payudara yang terkena. Ia akan membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat
dukungan terus menerus dan bimbingan sampai ia benar-benar pulih.
b. Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain :
1) Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya
2) Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa
pembatasan
3) Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui dapat
dimulai lagi
c. Terapi antibiotic
Terapi antibiotik diindikasikan pada :
1) Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi
2) Gejala berat sejak awal
3) Terlihat puting pecah-pecah
4) Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki
maka Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcus
aureus. Untuk organisme gram negatif, sefaleksin/amoksilin mungkin paling
tepat. Jika mungkin, ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan
sensivitas bakteri antibiotik ditentukan
11
Antobiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250-500 mg setiap 6 jam
12
2) Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada
payudara yang akan menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan
yakinkan bahwa ibu cukup minum cairan.
Tindakan-tindakan berikut ini juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya mastitis,
yaitu :
13
1. Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh bayinya
untuk memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka pada puting susu
2. Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi
menghendaki tanpa batas
3. Perawatan payudara dengan kompres air hangat dan pemerasan ASI
d. Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap semua tanda statis ASI. Ibu
harus memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan,
nyeri/panas/kemerahan :
1. Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti kealpaan menyusui
2. Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala
3. Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu untuk :
beristirahat di tempat tidur bila mungkin, sering menyusui pada payudara yang
terkena, mengompres panas pada payudara yang terkena, berendam dengan air
hangat/pancuran, memijat dengan lembut setiap daerah benjolan saat menyusui
bayi untuk membantu ASI mengalir dari daerah tersebut, mencari pertolongan
dari nakes bila ibu merasa lebih baik selanjutnya.
e. Perhatian dini pada kesulitan menyusui. Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam
menyusui setiap saat dan ibu mengalami kesulitan yang dapat menyebabkan statis
ASI, seperti :
1. Nyeri/puting pecah-pecah
2. Ketidaknyamanan payudara setelah menyusui
3. Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi melepaskan
payudara)
4. Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang, atau lama
5. Kehilangan percaya diri pada suplai ASInya, menganggap ASInya tidak cukup
6. Pengenalan makanan lain secara dini
7. Menggunakan dot
f. Pengendalian infeksi
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan sering
sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit dini, diikuti dengan rawat
gabung bayi dengan ibu merupakan jalan penting untuk mengurangi infeksi rumah
sakit.
14
2.11 Prognosis Mastitis
Prognosis baik setelah dilakukan tindkan keperawatan dengan segera. Dan keadaan akan
menjadi fatal bila tidak segera diberikan atau dilakukan tindakan yang adekuat.
15
BAB III
TINJAUAN KASUS
16
1) Pemeriksaan darah hemoglobin biasanya menurun, leukosit meningkat,
trombosit meningkat jika ada penyebaran ureum dan kreatinin.
2) Pemeriksaan urine, diperiksa apakah ureum dan kreatinin meningkat.
3) Tes diagnostik yang biasa dilakukan pada penderita carsinoma mammae
adalah sinar X, ultrasonografi, xerora diagrafi, diaphanografi dan
pemeriksaan reseptor hormon.
f) Pengkajian pola kebiasaan hidup sehari-hari meliputi :
1) Nutrisi
Kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan pantangan,
makanan yang disukai, banyaknya minum. Dikaji riwayat sebelum dan
sesudah masuk RS.
2) Eliminasi
Kebiasaan BAB / BAK, frekuensi, warna, konsistensi, sebelum dan
sesudah masuk RS.
3) Istirahat dan tidur
Kebiasaan tidur, lamanya tidur dalam sehari sebelum dan sesudah sakit.
4) Personal hygiene
Frekuensi mandi dan menggosok gigi dalam sehari
Frekuensi mencuci rambut dalam seminggu
Dikaji sebelum dan pada saat di RS
5) Identifikasi masalah psikologis, sosial dan spiritual
Status psikologis
Emosi biasanya cepat tersinggung, marah, cemas, pasien berharap
cepat sembuh, merasa asing tinggal di RS, merasa rendah diri,
mekanisme koping yang negatif.
Status sosial
Merasa terasing dengan akibat klien kurang berinteraksi dengan
masyarakat lain.
Kegiatan keagamaan
Klien mengatakan kegiatan shalat 5 waktu berkurang.
3. Klasifikasi Data
a) Data pengkajian
1) Data subyektif
17
Data yang diperoleh langsung dari klien dan keluarga, mencakup hal-hal
sebagai berikut : klien mengatakan nyeri pada payudara, sesak dan batuk,
nafsu makan menurun, kebutuhan sehari-hari dilayani di tempat tidur,
harapan klien cepat sembuh, lemah, riwayat menikah, riwayat keluarga.
2) Data obyektif
Data yang dilihat langsung atau melalui pengkajian fisik atau penunjang
meliputi : asimetris payudara kiri dan kanan, nyeri tekan pada payudara,
hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostik.
4. Analisa Data
Merupakan proses intelektual yang merupakan kemampuan pengembangan daya
pikir yang berdasarkan ilmiah, pengetahuan yang sama dengan masalah yang
didapat pada klien.
B. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
3. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan terhentinya menyusui
sekunder akibat ibu yang sakit, bayi tidak mau menyusui
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan
C. Intervensi
18
c. Suhu tubuh normal dan 5. Kolaborasi dalam
dapat menyusui pemberian analgetik dan
bayinya dengan antibiotik
nyaman.
19
Resiko tinggi Tujuan : 1. Kaji TTV dan tanda-tanda
infeksi Setelah dilakukan tindakan adanya infeksi.
berhubungan keperawatan selama 2x24 2. Lakukan perawatan
dengan kerusakan jam tidak terdapat tanda luka/abses dengan set yang
jaringan dan gejala terjadinya steril.
infeksi, ditandai dnegan : 3. Kolaborasi pemeriksaan
a. TTV dalam batas darah lengkap.
normal 4. Kolaborasi dalam
b. Mamae tidak merah dan melakukan insisi/biopsy
regang lagi dan pemberian antibiotic.
c. Tidak ada tanda infeksi 5. Berikan informasi
pentingnya menjaga
personal hygiene.
D. Implementasi
Penatalaksanaan Implementasi merupakan tahap keempat dari proses
keperawatan dimana rencana keperawatan dilaksanakan : melaksanakan
intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk
melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan
klien.
Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya,
pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila
perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien terhadap
setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan
kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan
merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya.
E. Evaluasi
Tahapan evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang
diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan
kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari proses
keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke arah pencapaian hasil.
20
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin disertai infeksi
atau tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi
lahir. Diagnosis mastitis ditegakkan apabila ditemukan gejala demam, menggigil, nyeri
seluru tubuh serta payudara menjadi kemerahan, tegang, panas dan bengkak. Beberapa
faktor resiko utama timbulnya mastitis adalah puting lecet, frekuensi menyusui yang
jarang dan pelekatan bayi yang kurang baik. Melancarkan aliran ASI merupakan hal
penting dalam tatalaksana mastitis. Selain itu, ibu perlu banyak istirahat, banyak minum,
mengonsumsi nutrisi yang seimbang dan apabila perlu mendapatkan terapi medikasi
analgesik dan antibiotik. Infeksi payudara atau mastitis perlu diperhatikan oleh ibu-ibu
yang baru melahirkan. Infeksi ini biasanya terjadi disebabkan adanya bakteri yang hidup
di permukaan payudara. Berbagai macam faktor seperti kelelahan, stres, dan pakai ketat
dapat menyebabkan penyumbatan saluran air susu dari payudara yang nyeri dan jika tidak
dilakukan pengobatan, maka akan menjadi abses.
4.2 Saran
Diharapkan kepada seluruh masyarakat, khususnya bagi wanita untuk selalu
menjaga kesehatan payudaranya agar tidak berpotensi terkena mastitis. Namun, banyak
hal yang dapat dilakukan untuk mengurangu resiko mastitis yaitu dengan cara
mengenakan bra atau pakaian yang tidak menekan saliran susu dan menghambat aliran
susu, menyusui sesering bayi menginginkannua. Karena dnegan membiarkan pada waktu
menyusui terlalu lama, saluran susu dapat tersumbat saat pertama kali bayi tidur
semalaman tanpa menyusui.
Bagi mahasiswa keperawatan supaya lebih memahami secara mendalam mengenai
asuhan keperawatan pada pasien dengan mastitis sehingga nantinya dapat menerapkan
asuhan keperawatan kepada pasien dengan baik.
21
DAFTAR PUSTAKA
Tapan. 2005. Kanker, Anti Oksidan dan Terapi Komplement. Elex Media Komputindo :
Jakarta
Schwarz Richard H., dkk. 1997. Kedaruratan Obstetri, Edisi III. Widya Medika : Jakarta
Doenges M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta
Dixon M., dkk. 2005. Kelainan Payudara, Cetakan I. Dian Rakyat : Jakarta
Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta.
Sjamsuhidajat R. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta : EGC
Prawihardjo, S. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP
22