You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mastitis adalah infeksi payudara yang kebanyakan terjadi pada ibu yang baru
pertama kali menyusui bayinya. Mastitis hampir selalu unilateral dan berkembang
setelah terjadi aliran susu.
Menyusui merupakan suatu proses alamiah. Berjuta-juta ibu diseluruh dunia
berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI. Seiring dengan
perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semakin pesat sehingga pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui justru
kadang terlupakan, menyusui adalah suatu pengetahuan yang selama berjuta-juta tahun
mempunyai peran yang penting dalam mempertahankan kehidupan manusia (Roesli,
2000).
Semakin disadari bahwa pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat dari teknik
menyusui yang buruk, merupakan penyebab penting terjadinya mastitis, tetapi dalam
benak banyak petugas kesehatan, mastitis masih dianggap sama dengan infeksi payudara.
Mereka sering tidak mampu membantu wanita penderita mastitis untuk terus menyusui,
dan mereka bahkan mungkin menyarankan wanita tersebut untuk berhenti menyusui,
yang sebenarnya tidak perlu. Mastitis dan abses payudara terjadi pada semua populasi,
dengan atau tanpa kebiasaan menyusui. Insiden yang dilaporkan bervariasi dan sedikit
sampai 33% wanita menyusui, tetapi biasanya dibawah 10% (WHO, 2003).
Masalah-masalah menyusui yang sering terjadi adalah puting susu lecet/nyeri
sekitar 57% dari ibu-ibu yang menyusui dilaporkan pernah menderita kelecetan pada
putingnya, payudara bengkak. Payudara bengkak sering terjadi pada hari ketiga dan
keempat sesudah ibu melahirkan, karena terdapat sumbatan pada satu atau lebih duktus
laktiferus dan mastitis serta abses payudara yang merupakan kelanjutan/komplikasi dari
mastitis yang disebabkan karena meluasnya peradangan payudara.Sehingga dapat
menyebabkan tidak terlaksananya ASI ekslusif (Soetjiningsih, 1997).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :
a. Mengetahui definisi mastitis
b. Mengetahui klasifikasi mastitis

1
c. Mengetahui etiologi mastitis
d. Mengetahui faktor predisosisi mastitis
e. Mengetahui manifestasi klinis mastitis
f. Mengetahui patofisiologi mastitis
g. Mengetahui penatalaksanaan mastitis
h. Mengetahui pemeriksaan penunjang mastitis
i. Mengetahui komplikasi mastitis
j. Mengetahui pencegahan mastitis
k. Mengetahui prognosis mastitis
l. Mengetahui asuhan keperawatan mastitis

1.3 Manfaat
Manfaat makalah ini dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Bagi mahasiswa, hasil makalah diharapkan dapat memberikan pemahaman dan
pengertian terhadap pentingnya kesehatan dan mampu memberikan asuhan
keperawatan dengan benar
b. Bagi penulis, makalah ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan wawasan,
pengetahuan dan pengalaman belajar terkait dengan masalah pada sistem reproduksi
wanita, yaitu penyakit mastitis ini sehingga dalam mempraktikan ilmu yang terkait
akan lebih mudah.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Mastitis


Mastitis adalah peradangan pada payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak,
yang disebabkan oleh kuman terutama Staphylococcus aureus melalui luka pada puting
susu atau melalui peredaran darah. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga
disebut juga mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Infeksi terjadi melalui luka
pada puting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah (Jane, A. Morton MD,
2002).
Merupakan infeksi dari duktus laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting yang
retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran pembuluh
darah (hematogen). Mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama yakni setelah bayi lahir
pada minggu ke-2 dan ke-3, namun juga sering terjadi pada wanita yang hamil atau
dalam masa laktasi. (Sjamsuhidajat, 2004).

2.2 Klasifikasi Mastitis


a. Mastitis menurut jenisnya dibagi menjadi 2 yaitu : (NN, 2009):
1. Infektif mastitis diakibatkan oleh kuman yang masuk ke saluran air susu di puting
payudara melalui perantaraan mulut atau hidung bayi saat menyusui.
2. Non infektif mastitis terjadi karena antara lain saluran air susu yang tersumbat
atau juga karena posisi menyusui yang salah.
b. Mastitis berdasarkan tempatnya dibedakan menjadi 3, yaitu :
1. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae
2. Mastitis di tengah-tengah mammae yang menyebabkan abses di tempat itu

3
3. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang menyebabkan
abses antara mammae dan otot-otot di bawahnya.
c. Mastitis menurut penyebab dan kondisinya dibagi pula menjadi 3, yaitu :
Prawirohardjo ( 2008 )
1. Mastitis periductal
Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita di usia menjelang menopause,
penyebab utamanya tidak jelas diketahui. Keadaan ini dikenal juga dengan
sebutan mammary duct ectasia, yang berarti peleburan saluran karena adanya
penyumbatan pada saluran di payudara.

2. Mastitis puerperalis/lactational
Mastitis puerperalis banyak dialami oleh wanita hamil atau menyusui. Penyebab
utama mastitis puerperalis yaitu kuman yang menginfeksi payudara ibu, yang
ditransmisi ke puting ibu melalui kontak langsung.

4
3. Mastitis supurativa
Mastitis supurativa paling banyak dijumpai. Penyebabnya bisa dari kuman
Staphylococcus, jamur, kuman TBC dan juga sifilis. Infeksi kuman TBC
memerlukan penanganan yang ekstra intensif. Bila penanganannya tidak tuntas,
bisa menyebabkan pengangkatan payudara/mastektomi.

2.3 Tingkatan Mastitis


Tingkat mastitis ini ada 2 yaitu:
A. Tingkat awal peradangan (non infeksi)
Pada tingkatan ini mastitis sering diakibatkan oleh bendungan ASI. Hal ini terjadi
karena proses menyusui yang tidak berjalan dengan baik, dimana bayi tidak secara
maksimal mendapatkan ASI. Pada peradangan dalam taraf permulaan penderita
hanya merasa nyeri setempat, taraf ini cukup memberi penyangga pada mammae
itu dengan kain tiga segi, agar tidak menggantung yang memberika rasa nyeri, dan
disamping itu perlu diberikan antibiotika. Dalam hal antibiotika dapat
dikemukakan bahwa kuman dari abses yang dibiakkan dan diperiksa resistensinya
terhadap antibiotika ternyata banyak yang resistensi terhadap penisilin dan
streptomisin. Knight dan Nolan dari Royal Infirmary di Edinburgh mengemukakan
bahwa stafilokokus aureus yang dibiakkan, 93% resisten terhadap penisilin dan
55% terhadap streptomisin, akan tetapi hampir tidak resisten terhadap linkosin dan
oksasilin, yang diberikan 500 mg setiap 6 jam selama 7-10 hari dan kalau ternyata
alergis terhadap obat-obat ini, eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10
hari. Bantu agar ibu tetap meneteki, dianjurkan untuk menyangga payudaranya dan
melakukan kompres hangat sebelum meneteki untuk mengurangi bengkak dan
nyeri. Berikan parasetamol 500 mg dan ibu perlu dievaluasi selama 3 hari.

5
B. Tingkat abses (infeksi)
Infeksi payudara dapat berlanjut menjadi abses. Dari tingkat radang ke abses
berlangsung sangat cepat karena oleh radang duktulus-duktulus menjadi
edematous, air susu terbendung, dan air susu yang terbendung itu segera bercampur
dengan nanah. Gejala abses ini pada ibu yang menderita mastitis infeksi adalah
warna kulit menjadi merah, nyeri bertambah hebat di payudara, kulit diatas abses
mengkilap dan suhu tinggi (39-400C), sehingga ibu mengalami demam, dan pada
pemeriksaan ada pembengkakan, dan dibawah kulit teraba cairan. Dan bayi dengan
sendirinya tidak mau minum pada payudara yang sakit, seolah-olah dia tahu bahwa
susu yang sebelah itu campur nanah. Didaerah payudara ini akan terlihat daerah
kemerahan yang jelas. Meskipun demikian laktasi tidak harus disupresi karena
mastitis. Ibu harus didorong untuk selalu mengeluarkan ASInya dengan
menggunakan pompa atau secara manual, karena tindakan mempertahankan aliran
ASI akan mengurangi jumlah mikroorganisme. Kompres hangat sebelum
menyusui untuk mengurangi bengkak dan nyeri. Berikan parasetamol bila perlu
dan lakukan evaluasi selama 3 hari. Berikan antibiotika kloksasilin 500mg per oral
4 kali sehari selama 10 hari, atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama
10 hari. Lakukan insisi. Lakukan insisi radial dari batas putting ke lateral untuk
menghindari cedera. Anestesia umum dianjurkan. Tampon dan drain dilepaskan
setelah 24 jam, ganti dengan tampon kecil. Jika masih banyak pus tetap berikan
tampon dalam lubang.

2.4 Etiologi Mastitis


Penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya merupakan
penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi.
1. Statis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal ini
terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat jika bayi
tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak
efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai
ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih.
2. Infeksi
Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah
organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus dan Staphylococcus albus.

6
Escherichia coli dan Streptococcus kadang-kadang juga ditemukan. Mastitis jarang
ditemukan sebagai komplikasi demam tifoid.

Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara (Mastitis)


disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya terjadi mastitis
2. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara bengkak
3. Penyangga payudara (BH) yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental engorgement
sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa terjadi mastitis
4. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia, akan mempermudah terkena
infeksi.

2.4 Faktor Predisposisi Mastitis


Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis, yaitu :
a. Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita di
bawah usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.
b. Paritas
Mastitis lebih banyak diderita oleh primipara.
c. Serangan sebelumnya
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat teknik
menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
d. Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis, walupun penggunaan
oksitosin tidak meningkatkan resiko.
e. Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi terjadinya
mastitis. Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat mengurangi
resiko mastitis.
f. Faktor kekebalan dalam ASI
Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan dalam
payudara.

7
g. Stres dan kelelahan
Wanita yang merasa nyeri dan demam sering merasa lelah dan ingin istirahat, tetapi
tidak jelas apakah kelelahan dapat menyebabkan keadaan ini atau tidak.
h. Pekerjaan di luar rumah
Ini diakibatkan oleh statis ASI karena interval antar menyusui yang panjang dan
kekurangan waktu dalam pengeluaran ASI yang adekuat.
i. Trauma
Trauma pada payudara karena penyabab apapun dapat merusak jaringan kelenjar dan
saluran susu dan hal ini dapat menyebabkan mastitis.

2.5 Patofisiologi Mastitis


Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi karena
proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses infeksi.
Mastitis akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal. Namun karena
sebab-sebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya gangguan pengeluaran ASI
atau yang biasa disebut dengan stasis ASI. Hal ini membuat ASI terperangkap didalam
ductus dan tidak dapat keluar dengan lancar. Akibatnya mammae menjadi tegang.
Sehingga sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, permeabilitas
jaringan ikat meningkat, beberapa komponen (terutama protein dan kekebalan tubuh dan
natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu respon imun.
Terjadi inflamasi sehingga mempermudah terjadinya infeksi. Kondisi ini membuat
lubang duktus laktifesrus menjadi port de entry bakteri, terutama bakteri Staphylococcus
aureus dan Strepcococcus sp.
Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis yang terjadi akibat
proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul fisura/robekan/perlukaan pada
puting yang terbentuk saat awal laktasi akan menjadikan port de entry atau tempat
masuknya bakteri. Proses selanjutnya dalah infeksi pada jaringan mammae.

2.6 Manifestasi Klinis Mastitis


Tanda dan gejala dari mastitis ini biasanya berupa :
a. Payudara yang terbendung akan membesar, membengkak dan kadang terasa nyeri
b. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting teregang menjadi rata
c. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut untuk menghisap ASI
sampai pembengkakan berkurang

8
d. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala demam, rasa dingin
dan tubuh terasa pegal dan sakit

Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak karena
sumbatan ASI antara lain :

a. Payudara terasa nyeri


b. Teraba keras
c. Tampak kemerahan
d. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah-pecah
dan badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena sumbatan tanpa infeksi,
biasanya di badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara juga tidak
teraba bagian keras dan nyeri serta kemerahan.

Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila didapat
sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan permukaan
kulit tidak pecah-pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit pada payudara
namun tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka hal tersebut bukan
mastitis. (Pitaloka, 2001 dalam Anonim, 2013)

2.7 Pemeriksaan Penunjang Mastitis


Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan
fisik meliputi pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Pada ibu nifas dengan mastitis
tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen (Wiknjosastro, 2005). Namun WHO
menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila :
a. Pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari
b. Terjadi mastitis berulang
c. Penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.

Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan yang langsung
ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih
dahulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi
kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan hasil positif palsu
dari kultur.

9
2.8 Komplikasi Mastitis
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis :
a. Abses payudara
Abses payudara merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena
pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara yang teraba
keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita harus memikirkan
kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut
menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi
adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum
halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan
aspirasi jarum secara serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar terkadang
diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus mendapatkan
terapi medikasi antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar
antibiotik yang diberikan sesuai dengan kumannya.
b. Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan arena pengobatan terlambat atau tidak
adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum, mengonsumsi makanan
dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena
infeksi bakteri biasanya diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500mg sekali
sehari) selama masa menyusui.
c. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti
candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi
antibiotik. Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar
yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Diantara waktu menyusui permukaan
payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak tampak kelainan. Pada kasus ini, ibu dan
bayi perlu mendapatkan pengobatan. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin
krim yang juga mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai menyusui
bayi dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama

2.9 Penatalaksanaan Mastitis


Segera setelah mastitis ditemukan, pemberian susu kepada bayi dari mamae yang
sakit dihentikan dan diberi antibiotika. Dengan tindakan ini terjadinya abses sering kali
dapat dicegah karena biasanya infeksi disebabkan oleh Stapilococus aureus. Penicilin

10
dalam dosis cukup tinggi dapat diberikan. Sebelum pemberian penicilin dapat diadakan
pembiakan air susu, supaya penyebab mastitis benar-benar diketahui. Bila ada abses dan
nanah dikeluarkan sesudah itu dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar
terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus sayatan dibuat sejajar dengan
jalannya duktus-duktus itu.
a. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang paling nyeri dan membuat frustasi, dan
membuat banyak wanita merasa sakit. Selain dalam penanganan yang efektif dan
pengendalian nyeri, wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus
dinyakinkan kembali tentang nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan, bahwa
ASI dari payudara yang terkena tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa
payudaranya akan pulih baik bentuk maupun fungsinya.
Ia membutuhkan bimbingan yang jelas tentang semua tindakan yang
dibutuhkan untuk penanganan, dan bagaimana meneruskan menyusui/memeras ASI
dari payudara yang terkena. Ia akan membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat
dukungan terus menerus dan bimbingan sampai ia benar-benar pulih.
b. Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain :
1) Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya
2) Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa
pembatasan
3) Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui dapat
dimulai lagi
c. Terapi antibiotic
Terapi antibiotik diindikasikan pada :
1) Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan infeksi
2) Gejala berat sejak awal
3) Terlihat puting pecah-pecah
4) Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki
maka Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcus
aureus. Untuk organisme gram negatif, sefaleksin/amoksilin mungkin paling
tepat. Jika mungkin, ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur dan
sensivitas bakteri antibiotik ditentukan

11
Antobiotik Dosis
Eritromisin 250-500 mg setiap 6 jam
Flukloksasilin 250 mg setiap 6 jam
Dikloksasilin 125-250 mg setiap 6 jam per oral
Amoksasilin (sic) 250-500 mg setiap 8 jam
Sefaleksin 250-500 mg setiap 6 jam

5) Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain :


Berikan antibiotik Kloksasilin 500mg per oral 4 kali sehari setiap 6 jam
selama 10 hari atau eritromisin 250mg per oral 3 kali sehari selama 10 hari
Bantulah ibu agar tetap menyusui
Bebat/sangga payudara
Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak dan nyeri
yaitu dengan memberikan paracetamol 500mg per oral 4 jam dan lakukan
evaluasi secara rutin.

Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotil, mintalah pada dokter


antibiotik yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui, selain itu bila badan terasa
panas, ibu dapat minum obat turun panas, kemudian untuk bagian payudara yang
terasa keras dan nyeri, dapat dikompres dengan air hangat untuk mengurangi rasa
nyeri.
Bila tidak tahan nyeri, dapat meminum obat penghilang sakit kembali.
Disamping cukup amat perlu untuk mengembalikan kondisi tubuh menjadi sehat
kembali. Disamping itu, makan dan minum yang bergizi, minum banyak air putih
juga akan membantu menurunkan demam dan nyeri dalam dua atau tiga hari dan
ibu mampu beraktivitas seperti semula.
d. Terapi simtomatik
1) Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesic. Ibuprofen dipertimbangkan sebagai
obat yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi dan nyeri.
Parasetamol merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat penting,
karena tirah baring dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi menyusui,
sehingga dapat memperbaiki pengeluaran susu.

12
2) Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada
payudara yang akan menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan
yakinkan bahwa ibu cukup minum cairan.

2.10 Pencegahan Mastitis


Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan tindakan sebagai berikut
(Soetjiningsih, 1997) :
a. Menyusui secara bergantian antara payudara yang kiri dan kanan
b. Untuk mecegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan payudara
dengan cara memompanya
c. Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah robekan/ luka ppada
puting susu
d. Minum banyak cairan
e. Menjaga kebersihan puting susu
f. Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.

Tindakan-tindakan berikut ini juga dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya mastitis,
yaitu :

a. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui


1. Menyusui sedini mungkin setelah melahirkan
2. Menyusui dengan posisi yang benar
3. Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif
4. Makan dengan gizi yang seimbang
b. Pemberian info tentang hal-hal yang mengganggu proses menyusui, membatasi,
mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan statis ASI antara lain :
1. Penggunaan dot
2. Pemberian minum lain pada bayi, pada bulan-bulan pertama
3. Tindakanmelepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum bayi siap untuk
menghisap payudara yang lain
4. Beban kerja yang berat atau penuh dengan tekanan
5. Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam
6. Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain
c. Pemberian informasi tentang penatalaksanaan yang efektif pada payudara yang
penuh dan kencang. Adapun hal-hal yang harus dilakukan yaitu :

13
1. Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh bayinya
untuk memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka pada puting susu
2. Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi
menghendaki tanpa batas
3. Perawatan payudara dengan kompres air hangat dan pemerasan ASI
d. Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap semua tanda statis ASI. Ibu
harus memeriksa payudaranya untuk melihat adanya benjolan,
nyeri/panas/kemerahan :
1. Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti kealpaan menyusui
2. Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala
3. Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu untuk :
beristirahat di tempat tidur bila mungkin, sering menyusui pada payudara yang
terkena, mengompres panas pada payudara yang terkena, berendam dengan air
hangat/pancuran, memijat dengan lembut setiap daerah benjolan saat menyusui
bayi untuk membantu ASI mengalir dari daerah tersebut, mencari pertolongan
dari nakes bila ibu merasa lebih baik selanjutnya.
e. Perhatian dini pada kesulitan menyusui. Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam
menyusui setiap saat dan ibu mengalami kesulitan yang dapat menyebabkan statis
ASI, seperti :
1. Nyeri/puting pecah-pecah
2. Ketidaknyamanan payudara setelah menyusui
3. Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi melepaskan
payudara)
4. Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang, atau lama
5. Kehilangan percaya diri pada suplai ASInya, menganggap ASInya tidak cukup
6. Pengenalan makanan lain secara dini
7. Menggunakan dot
f. Pengendalian infeksi
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan sering
sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit dini, diikuti dengan rawat
gabung bayi dengan ibu merupakan jalan penting untuk mengurangi infeksi rumah
sakit.

14
2.11 Prognosis Mastitis
Prognosis baik setelah dilakukan tindkan keperawatan dengan segera. Dan keadaan akan
menjadi fatal bila tidak segera diberikan atau dilakukan tindakan yang adekuat.

15
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian keperawatan
Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara, pengumpulan
riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik, serta
review catatan sebelumnya.
Langkah-langkah pengkajian yang sistemik adalah pengumpulan data, sumber data,
klasifikasi data, analisa data dan diagnosa keperawatan.
1. Pengumpulan data
Adalah bagian dari pengkajian keperawatan yang merupakan landasan proses
keperawatan. Kumpulan data adalah kumpulan informasi yang bertujuan untuk
mengenal masalah klien dalam memberikan asuhan keperawatan.
2. Sumber data
Data dapat diperoleh melalui klien sendiri, keluarga, perawat lain dan petugas
kesehatan lain baik secara wawancara maupun observasi.
Data yang disimpulkan meliputi :
a) Data biografi /biodata
Meliputi identitas klien dan identitas penanggung antara lain : nama, umur,
jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan dan alamat.
b) Riwayat keluhan utama.
Riwayat keluhan utama meliputi : adanya benjolan yang menekan payudara,
adanya ulkus, kulit berwarna merah dan mengeras, bengkak, nyeri.
c) Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya. Apakah
ada keluarga yang menderita penyakit yang sama .
d) Pengkajian fisik meliputi :
Keadaan umum
Tingkah laku
BB dan TB
Pengkajian head to toe
e) Pemeriksaan laboratorium

16
1) Pemeriksaan darah hemoglobin biasanya menurun, leukosit meningkat,
trombosit meningkat jika ada penyebaran ureum dan kreatinin.
2) Pemeriksaan urine, diperiksa apakah ureum dan kreatinin meningkat.
3) Tes diagnostik yang biasa dilakukan pada penderita carsinoma mammae
adalah sinar X, ultrasonografi, xerora diagrafi, diaphanografi dan
pemeriksaan reseptor hormon.
f) Pengkajian pola kebiasaan hidup sehari-hari meliputi :
1) Nutrisi
Kebiasaan makan, frekuensi makan, nafsu makan, makanan pantangan,
makanan yang disukai, banyaknya minum. Dikaji riwayat sebelum dan
sesudah masuk RS.
2) Eliminasi
Kebiasaan BAB / BAK, frekuensi, warna, konsistensi, sebelum dan
sesudah masuk RS.
3) Istirahat dan tidur
Kebiasaan tidur, lamanya tidur dalam sehari sebelum dan sesudah sakit.
4) Personal hygiene
Frekuensi mandi dan menggosok gigi dalam sehari
Frekuensi mencuci rambut dalam seminggu
Dikaji sebelum dan pada saat di RS
5) Identifikasi masalah psikologis, sosial dan spiritual
Status psikologis
Emosi biasanya cepat tersinggung, marah, cemas, pasien berharap
cepat sembuh, merasa asing tinggal di RS, merasa rendah diri,
mekanisme koping yang negatif.
Status sosial
Merasa terasing dengan akibat klien kurang berinteraksi dengan
masyarakat lain.
Kegiatan keagamaan
Klien mengatakan kegiatan shalat 5 waktu berkurang.
3. Klasifikasi Data
a) Data pengkajian
1) Data subyektif

17
Data yang diperoleh langsung dari klien dan keluarga, mencakup hal-hal
sebagai berikut : klien mengatakan nyeri pada payudara, sesak dan batuk,
nafsu makan menurun, kebutuhan sehari-hari dilayani di tempat tidur,
harapan klien cepat sembuh, lemah, riwayat menikah, riwayat keluarga.
2) Data obyektif
Data yang dilihat langsung atau melalui pengkajian fisik atau penunjang
meliputi : asimetris payudara kiri dan kanan, nyeri tekan pada payudara,
hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostik.
4. Analisa Data
Merupakan proses intelektual yang merupakan kemampuan pengembangan daya
pikir yang berdasarkan ilmiah, pengetahuan yang sama dengan masalah yang
didapat pada klien.

B. Diagnosis Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
3. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan terhentinya menyusui
sekunder akibat ibu yang sakit, bayi tidak mau menyusui
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan

C. Intervensi

Tujuan dan Kriteria


Diagnosa Intervensi
Hasil
Nyeri akut Tujuan : 1. Kaji nyeri secara
berhubungan Setelah dilakukan tindakan kompeherensif
dengan proses keperawatan selama 3x24 2. Berikan kompres hangat
inflamasi jam nyeri hilang atau 3. Ajarkan dan anjurkan klien
berkurang ditandai dengan : untuk melakukan
a. Nyeri teratasi atau perawatan payudara
hilang 4. Anjurkan klien untuk tidak
b. Payudara tidak bengkak menggunakan penyangga
yang terlalu ketat

18
c. Suhu tubuh normal dan 5. Kolaborasi dalam
dapat menyusui pemberian analgetik dan
bayinya dengan antibiotik
nyaman.

Gangguan Tujuan : 1. Jelaskan kepada klien


pemenuhan Setelah dilakukan tindakan pentingnya nutrisi
kebutuhan nutrisi keperawatan selama 2 x 24 khususnya pada masa
kurang dari jam, gangguan pemenuhan menyusui
kebutuhan kebutuhan nutrisi klien 2. Anjurkan pemberian
teratasi, ditandai dengan : makanan/nutrisi dengan
a. Klien mengatakan porsi kecil tapi sering
nafsu makannya baik 3. Kolaborasikan dengan
b. Klien makan 3 x sehari/ dokter untuk pemberian
sesuai kebutuhan multivitamin jika
diperlukan

Ketidakefektifan Tujuan : 1. Anjurkan ibu untuk


pemberian ASI Setelah dilakukan tindakan mengolekan baby oil pada
berhubungan keperawatan selama 2x24 puting sebelum dan
dengan terhentinya jam pemberian ASI pada sesudah menyusui.
menyusui sekunder bayi efektif, ditandai 2. Ajarkan cara menyusui
akibat ibu yang dnegan : yang tepat agar tidak
sakit, bayi tidak a. Ibu dapat menyusui terjadi luka pada putting
mau menyusui banyinya dengan rileks. 3. Lakukan perawatan
b. Bayi mau menyusui payudara dan anjurkan ibu
lagi. untuk melakukan
c. Tidak ada lagi puting perawatan payudara secara
susu luka atau lecet. tepat.
4. Anjurkan ibu menyusui
dengan menggunakan
putting susu secara
perlahan-lahan.

19
Resiko tinggi Tujuan : 1. Kaji TTV dan tanda-tanda
infeksi Setelah dilakukan tindakan adanya infeksi.
berhubungan keperawatan selama 2x24 2. Lakukan perawatan
dengan kerusakan jam tidak terdapat tanda luka/abses dengan set yang
jaringan dan gejala terjadinya steril.
infeksi, ditandai dnegan : 3. Kolaborasi pemeriksaan
a. TTV dalam batas darah lengkap.
normal 4. Kolaborasi dalam
b. Mamae tidak merah dan melakukan insisi/biopsy
regang lagi dan pemberian antibiotic.
c. Tidak ada tanda infeksi 5. Berikan informasi
pentingnya menjaga
personal hygiene.

D. Implementasi
Penatalaksanaan Implementasi merupakan tahap keempat dari proses
keperawatan dimana rencana keperawatan dilaksanakan : melaksanakan
intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk
melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana perawatan
klien.
Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya,
pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian bila
perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien terhadap
setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan
kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan
merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya.

E. Evaluasi
Tahapan evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang
diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan
kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan. Tahap akhir dari proses
keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan pasien ke arah pencapaian hasil.

20
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin disertai infeksi
atau tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi
lahir. Diagnosis mastitis ditegakkan apabila ditemukan gejala demam, menggigil, nyeri
seluru tubuh serta payudara menjadi kemerahan, tegang, panas dan bengkak. Beberapa
faktor resiko utama timbulnya mastitis adalah puting lecet, frekuensi menyusui yang
jarang dan pelekatan bayi yang kurang baik. Melancarkan aliran ASI merupakan hal
penting dalam tatalaksana mastitis. Selain itu, ibu perlu banyak istirahat, banyak minum,
mengonsumsi nutrisi yang seimbang dan apabila perlu mendapatkan terapi medikasi
analgesik dan antibiotik. Infeksi payudara atau mastitis perlu diperhatikan oleh ibu-ibu
yang baru melahirkan. Infeksi ini biasanya terjadi disebabkan adanya bakteri yang hidup
di permukaan payudara. Berbagai macam faktor seperti kelelahan, stres, dan pakai ketat
dapat menyebabkan penyumbatan saluran air susu dari payudara yang nyeri dan jika tidak
dilakukan pengobatan, maka akan menjadi abses.

4.2 Saran
Diharapkan kepada seluruh masyarakat, khususnya bagi wanita untuk selalu
menjaga kesehatan payudaranya agar tidak berpotensi terkena mastitis. Namun, banyak
hal yang dapat dilakukan untuk mengurangu resiko mastitis yaitu dengan cara
mengenakan bra atau pakaian yang tidak menekan saliran susu dan menghambat aliran
susu, menyusui sesering bayi menginginkannua. Karena dnegan membiarkan pada waktu
menyusui terlalu lama, saluran susu dapat tersumbat saat pertama kali bayi tidur
semalaman tanpa menyusui.
Bagi mahasiswa keperawatan supaya lebih memahami secara mendalam mengenai
asuhan keperawatan pada pasien dengan mastitis sehingga nantinya dapat menerapkan
asuhan keperawatan kepada pasien dengan baik.

21
DAFTAR PUSTAKA

Tapan. 2005. Kanker, Anti Oksidan dan Terapi Komplement. Elex Media Komputindo :
Jakarta
Schwarz Richard H., dkk. 1997. Kedaruratan Obstetri, Edisi III. Widya Medika : Jakarta
Doenges M. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta
Dixon M., dkk. 2005. Kelainan Payudara, Cetakan I. Dian Rakyat : Jakarta
Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3. Jakarta.
Sjamsuhidajat R. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta : EGC
Prawihardjo, S. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP

22

You might also like