You are on page 1of 11

JOM Vol 2 No 1, Februari 2015

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN


MAKANAN PENDAMPING ASI DINI

Sri Yulianti Kumalasari1) Febriana Sabrian2) Oswati Hasanah3)

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau1


Departemen Keperawatan Komunitas Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau2
Departemen Keperawatan Medikal Bedah Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau3

Email:Yuli85kumalasari@yahoo.co.id

Abstract

The purpose of this study was to identify factors associated with early complementary feeding in infants. This was a
descriptive correlative study with cross sectional design.This research was conducted in the working area of Sidomulyo
Public Health Center Pekanbaru involving 92 respondents. The sampling method was purposive sample. Measuring
instrument used was a questionnaire that has been tested for validity and reliability. The analysis used univariate and
bivariate analysis. The results showed that there is a relationship between knowledge (p value = 0.024), activity (p
value = 0.005), income (value = 0.022) and health workers recommendation (p value = 0.037) with early
complementary feeding, but there is no relationship between the myth (p value = 0.141) with early complementary
feeding. The results of this study recommends community health centers to be active to provide health education
programs for the prevention of early complementary feeding practice in the working area of Sidomulyo Public Health
Center.

Keywords: factors, early complementary feeding, infants

PENDAHULUAN tidak hanya terjadi di negara-negara maju


namun juga terjadi di negara berkembang
Air susu ibu (ASI) mengandung semua seperti di Indonesia. Menurut Riset Kesehatan
zat gizi yang diperlukan bayi dalam enam Dasar (2013), bayi yang mendapatkan ASI
bulan pertama setelah dilahirkan. Pemberian eksklusif berjumlah 30,2% sedangkan bayi
pengganti susu ibu (PASI) sebelum anak yang telah diberikan MP-ASI adalah 69,8%
berumur enam bulan tidak dianjurkan, karena dari seluruh total bayi di Indonesia.
dapat meningkatkan kemungkinan Menurut anjuran WHO (2012), ketika
terkontaminasi dan meningkatkan risiko ASI tidak lagi cukup untuk memenuhi
terkena penyakit, khususnya diare. Setelah kebutuhan gizi bayi, makanan pendamping
anak berusia enam bulan sesuai dengan proses harus ditambahkan ke diet anak. Transisi dari
pertumbuhan dan perkembangan bayi, maka ASI eksklusif ke makanan keluarga, disebut
ASI harus ditambah dengan cairan lain dan sebagai pelengkap makan, biasanya
makanan padat untuk memberikan gizi yang mencakup periode dari usia 6 sampai 18-24
memadai. Cairan dan makanan padat itu bulan. Riksani (2013) menyatakan bahwa
biasanya disebut makanan pendamping ASI perilaku ibu sangat mempengaruhi tingginya
(MP-ASI), diberikan sampai anak berusia dua pemberian MP-ASI dini. MP-ASI ini
tahun (BKKBN dan Kemenkes RI, 2012). diberikan bersamaan dengan ASI, mulai usia
Penelitian WHO (2011), menyatakan 6 bulan hingga usia 24 bulan. MP-ASI yang
bahwa hanya 40% bayi di dunia yang diberikan dapat berupa makanan padat seperti
mendapatkan ASI eksklusif sedangkan 60% buah pisang yang dilumatkan. MP-ASI ini
bayi lainnya ternyata telah mendapatkan MP- diberikan karena orang tua berfikir bahwa
ASI saat usianya < dari 6 bulan. Hal ini kondisi bayi yang kecil dan kurus harus
menggambarkan bahwa pemberian ASI segera diberikan MP-ASI. Tindakan
eksklusif masih rendah sedangkan praktek pemberian MP-ASI dini inilah yang
pemberian MP-ASI dini diberbagai negara menyebabkan dampak negatif terhadap
masih tinggi. Jumlah peningkatan pemberian kesehatan bayi baik berupa gangguan saluran
MP-ASI dini dan penurunan ASI eksklusif pernafasan maupun saluran pencernaan.
879
Kejadian infeksi saluran pencernaan dan memperkenalkan ibu pada produk susu
pernafasan akibat pemberian MP-ASI dini sehingga ibu terpengaruh dan memiliki sikap
merupakan salah satu penyebab tingginya bahwa susu formula juga baik untuk bayi
angka kematian bayi di Indonesia (Depkes, (Ginting, Sekawarna dan Sukandar, 2013).
2009). Dampak negatif dari pemberian MP- Status pekerjaan juga menjadi salah satu
ASI dini tersebut sesuai dengan riset yang alasan pemberian MP-ASI dini. Status
dilakukan oleh Pusat Penelitian dan pekerjaan yang semakin baik dan sosial
Pengembangan Gizi dan Makanan selama 21 ekonomi keluarga yang meningkat inilah yang
bulan diketahui, bayi ASI parsial lebih banyak menyebabkan dan memudahkan ibu untuk
yang terserang diare, batuk-pilek, dan panas memberikan susu formula dan MP-ASI pada
daripada bayi ASI predominan. Semakin anak dibandingkan dengan pemberian ASI
bertambah umur bayi, frekuensi terserang eksklusif. Tidak hanya status pekerjaan,
diare, batuk-pilek, dan panas semakin dukungan pertugas kesehatan dan gencarnya
meningkat (Anies, 2007). Salah satu faktor pemberian susu formula juga menyebabkan
risiko yang menjadi penyebab utama terjadinya penurunan jumlah ASI eksklusif.
kematian pada balita diare (25,2%) dan ISPA Petugas kesehatan saat ini mulai banyak yang
(15,5%) menurut Survei Demografi melakukan pemberian susu formula dan
Kesehatan Indonesia adalah pemberian MP- produk bayi lainnya tanpa berdasarkan
ASI dini (Riskesdas, 2013). indikasi medis hanya berdasarkan pada
Banyak faktor yang berhubungan dengan keuntungan finansial (Kristianto dan
pemberian MP-ASI dini oleh ibu. Faktor Sulistyani, 2013).
faktor tersebut meliputi pengetahuan, Hal ini diutarakan dalam survey
kesehatan dan pekerjaan ibu, iklan MP-ASI, Setiawan (2009), bahwa 32,5% bayi baru
petugas kesehatan, budaya dan sosial lahir di rumah sakit swasta dan 15,9% bayi
ekonomi (Kristianto & Yusiana, 2012). baru lahir di rumah sakit pemerintah sudah
Pengetahuan ibu yang masih kurang terhadap diperkenalkan susu botol. Berdasarkan survey
manfaat pemberian ASI eksklusif sangat erat tersebut diketahui bahwa susu formula
kaitannya dengan pemberian MP-ASI dini. tersebut, 45% diperkenalkan oleh penolong
Hal ini sesuai dengan penelitian yang persalinan (dokter) dan 18,6% diperkenalkan
dilakukan Briawan (2007) diketahui bahwa oleh bidan terlatih. Pemberian susu formula
faktor penghambat keberlanjutan pemberian dalam penelitian ini ternyata tanpa dasar
ASI adalah pengetahuan dan keyakinan ibu indikasi medis seperti bayi yang hanya dapat
bahwa bayi tidak akan cukup memperoleh zat menerima susu dengan formula khusus dan
gizi jika hanya diberi ASI sampai umur 6 kondisi medis ibu.
bulan, ibu dalam penelitian ini meyakini Ketidaktahuan masyarakat, mitos, status
bahwa MP-ASI dapat meningkatkan gizi pada pekerjaan, pendapatan keluarga dan adanya
bayi. peran serta petugas kesehatan yang tidak
Pengetahuan para ibu juga berhubungan mendukung program ASI eksklusif akan
dengan sumber informasi yang ibu dapatkan menyebabkan penurunan ASI eksklusif dan
dari mitos dan media massa. Ibu menyatakan peningkatan MP-ASI dini akibat kurangnya
bahwa penyebab pemberian MP-ASI dini ketepatan pemberian MP-ASI pada bayi.
pada bayi mereka dikarenakan adanya Salah satu peran pemerintah yang telah
kebiasaan ibu dalam memberikan MP-ASI dijalankan untuk mengatasi masalah tersebut
turun temurun dari orang tuanya seperti adalah dengan mengeluarkan kebijakan
pemberian bubur nasi dan bubur pisang pada pengaturan pemberian ASI eksklusif dan MP-
saat upacara bayi (aqiqah) yang telah ASI yakni Permenkes no. 450/
mencapai usia tiga bulanan. Tidak hanya itu Menkes/SK/IV/2004 dan PP No.33/2012
saja, ibu menyatakan juga tertarik akan iklan mengenai pemberian ASI eksklusif dan PP
susu formula yang sekarang ini sedang No,237/1997 mengenai MP-ASI.
gencar-gencarnya dilakukan oleh produsen Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru
susu. Iklan tentang susu yang sering tampil di melaporkan bahwa terjadi peningkatan
televisi yang menjadi faktor utama pemberian MP-ASI dini di Pekanbaru yaitu
880
52,11% (tahun 2010) menjadi 53,19% (tahun deskriptif korelatif dengan pendekatan cross
2011). Berdasarkan rekapan laporan sectional
penduduk di 20 Puskesmas kota Pekanbaru Populasi: Populasi adalah keseluruhan
diketahui bahwa saat ini wilayah Puskesmas subjek penelitian yakni seluruh ibu yang
Sidomulyo memiliki jumlah populasi bayi dan memiliki bayi berusia < 6 bulan di wilayah
balita terbesar di wilayah Pekanbaru yakni binaan Puskesmas Sidomulyo Pekanbaru
sebanyak 15275. Saat ini wilayah Sidomulyo sebanyak 1111 orang.
merupakan wilayah pengembangan kesehatan Sampel: Metode pengambilan sampel
bagi Dinas Kota Pekanbaru. yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Berdasarkan wawancara dengan purposive sampling dengan jumlah sampel
penanggung jawab Poli Gizi dan Poli sebanyak 92 orang. Kriteria inklusi dalam
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Puskesmas penelitian ini adalah ibu yang berkunjung ke
Sidomulyo, diketahui bahwa hingga saat ini posyandu bayi dan balita di wilayah binaan
belum ada penelitian terkait faktor-faktor puskesmas Sidomulyo Pekanbaru dan
yang berhubungan dengan pemberian MP- bersedia menjadi responden.
ASI dini pada bayi di wilayah Binaan Instrument: Alat pengumpulan data
Puskesmas Sidomulyo Pekanbaru. Hasil yang digunakan berupa lembar kuesioner.
wawancara pada tanggal 3 Juni 2014 dengan Kuesioner atau pernyataan tersebut terdiri dari
10 orang ibu pada saat kunjungan ke Poli Gizi beberapa bagian. Bagian pertama berisi data
dan KIA Puskesmas Sidomulyo, diketahui demografi (nama inisial, umur, suku,
bahwa 7 diantaranya memberikan MP-ASI di pendidikan, aktivitas, pendapatan). Bagian
usia <4 bulan dan 3 ibu lainnya telah kedua berisi 18 pertanyaan tentang faktor-
memberikan ASI secara eksklusif. Saat faktor yang berhubungan dengan pemberian
ditanyakan kapan pemberian MP-ASI yang MP-ASI dini pada bayi berusia 0-6 bulan
tepat, 6 dari 7 orang ibu tersebut mengatakan yakni pengetahuan, aktivitas, pendapatan,
bahwa bayi < 4 bulan sudah bisa diberikan mitos dan anjuran petugas kesehatan tentang
MP- ASI. 4 orang ibu bayi beranggapan MP-ASI dengan kejadian MP-ASI dini.
bahwa bayi akan kurus jika tidak segera Kuesioner ini telah teruji validitas dan
diberikan MP-ASI. reliabilitasnya. Berdasarkan hasil uji validitas
Ibu-ibu tersebut juga menyatakan bahwa didapatkan nilai validitas yakni 0,497 sampai
penyebab pemberian MP-ASI dini pada bayi dengan 0,905 > 0,378 (tingkat kepercayaan
mereka dikarenakan adanya kebiasaan ibu 10%), sedangkan untuk uji reliabilitas
dalam memberikan MP-ASI turun temurun didapatkan nilai 0,975 > 0,6.
dari orang tuanya seperti pemberian bubur Analisa Data: Univariat dan Bivariat.
nasi dan bubur pisang pada saat upacara bayi
(aqiqah) yang telah mencapai usia tiga HASIL PENELITIAN
bulanan. Dari 7 orang ibu yang memberikan Berdasarkan penelitian didapatkan hasil
MP-ASI dini, 5 diantaranya mengakui bahwa sebagai berikut:
bayi saat itu mengalami diare pada hari 1 s/d Tabel 1
hari ke 7 pemberian MP-ASI. Distribusi frekuensi karakteristik responden
Karakteristik responden Jumlah Persentase
N %
TUJUAN 1. Usia
Tujuan penelitian adalah a. Dewasa Awal (18-44) 92 100
b. Dewasa Menengah (45-59) 0 0
mengidentifikasi faktor-faktor yang c. Dewasa Akhir >60 0 0
berhubungan dengan pemberian MP-ASI dini 2. Suku
a. Jawa 23 25
pada bayi di wilayah binaan Puskesmas b. Melayu 27 29,3
Sidomulyo Pekanbaru c. Minang 23 25
d. Batak 19 20,7
3. Pendidikan
METODE a. Sekolah Dasar (SD) 12 13
b. Sekolah Menengah Pertama 21 22,8
Desain: Penelitian ini merupakan (SMP)
penelitian kuantitatif dengan desain penelitian c. Sekolah Menengah Atas 44 47,8
(SMA)
d. Strata 1 (S1) 15 16,3
881
4. Aktivitas ibu bekerja MP-ASI
a. < 10 Jam dalam 1 minggu 56 60,9 dini
b. 10 Jam dalam 1 minggu 36 39,1 n % n % n %
5. Pendapatan
a. Rp. 1.700.000 / bln 46 50 a. Rp. 29 63 17 37 46 100
b. > Rp. 1.700.000 / bln 46 50 1.700.000
b. > Rp. 17 37 29 63 46 100 0,022
1.700.000
Total 46 50 46 50 92 100

Tabel 2 Tabel 6
Distribusi frekuensi berdasarkan data MP-ASI Distribusi mitos dengan pemberian MP-ASI dini
MP-ASI Dini Jumlah Persentase Tidak
n % MP-ASI p
diberi MP- Total
1. Pemberian MP-ASI dini dini value
Mitos ASI dini
a. Tidak 46 50 n % n % n %
b. Ya 46 50
2. Pengetahuan tentang MP-ASI a. Mempe 22 42,3 30 57,7 52 100
dini rcayai
a. Rendah 18 19,6 b. Tidak 24 60 16 40 40 100
b. Sedang 45 48,9 memper 0,141
c. Tinggi 29 31,5 cayai
3. Mitos tentang MP-ASI dini Total 46 50 46 50 92 100
a. Mempercayai 52 56,5
b. Tidak mempercayai 40 43,5
4. Anjuran petugas kesehatan Tabel 7
a. Dianjurkan 43 46,7 Distribusi anjuran petugas dengan pemberian
b. Tidak dianjurkan 49 53,3
MP-ASI dini
Tabel 3 Tidak
MP-ASI
Hubungan pengetahuan dengan pemberian MP- diberi MP-
dini
Total
p
ASI dini Mitos ASI dini
value
n % N % n %

Tidak Diberi a. Dianjur 16 37,2 27 62,8 43 100


MP-ASI
MP-ASI Total kan
dini p
Pengetahuan dini b. Tidak 30 61,2 19 38,8 49 100
value 0,037
n % n % n % dianjurk
an
a. Tinggi 18 62,1 11 37,9 29 100 Total 46 50 46 50 92 100
b. Sedang 24 53,3 21 46,7 45 100
c. Rendah 4 22,2 14 77,8 18 100 0,024
Total 46 50 46 50 92 100 PEMBAHASAN

Tabel 4 Usia
Hubungan aktivitas dengan pemberian MP-ASI Usia dewasa awal merupakan usia
dini bagi seseorang untuk dapat memotivasi diri
memperoleh pengetahuan sebanyak-
Tidak diberi
Bekerja MP-ASI dini
MP-ASI dini Total p banyaknya. Usia adalah lamanya hidup
value
a. Tidak (<
n
35
%
76,1
n
21
%
37,5
n
56
%
100
seseorang dari sejak lahir yang dinyatakan
10 jam dengan tahun. Usia mempengaruhi terhadap
dalam 1
minggu) daya tangkap dan pola pikir seseorang
b. Ya (10 11 30,6 25 69,4 36 100 0,005
jam dalam
(Notoatmodjo, 2003)
1 minggu) Semakin bertambah usia akan semakin
Total 46 50 46 50 92 100
berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya, sehingga pengetahuan yang
Tabel 5
Hubungan pendapatan dengan pemberian MP- diperolehnya semakin membaik. Individu
ASI dini akan lebih berperan aktif dalam masyarakat
dan kehidupan sosial serta lebih banyak
Pendapatan
Tidak MP-ASI
Total
p melakukan persiapan menuju usia tua saat
diberi dini value
menginjak usia dewasa (WHO, 2009).
882
Jadi semakin matang usia seseorang, berubah kekentalannya, bayi lebih sering
maka dalam memahami suatu masalah akan minta disusui, bayi minta disusui pada malam
lebih mudah dan dapat menambah hari, dan bayi lebih cepat selesai menyusu
pengetahuan. Semakin tua seseorang maka dibanding sebelumnya.
akan mempunyai kesempatan dan waktu yang
lebih lama dalam mendapatkan informasi dan Pendidikan
pengetahuan. Semakin tua umur responden Pendidikan adalah proses
asalkan dalam batasan reproduktif maka pertumbuhan seluruh kemampuan
tingkat pengetahuan seseorang tentang dan perilaku melalui pengajaran, sehingga
sesuatu hal akan semakin baik. (Nursalam, pendidikan itu perlu mempertimbangkan
2005). umur (proses perkembangan) dan
hubungannya dengan proses belajar. Tingkat
Suku pendidikan juga merupakan salah satu faktor
Hasil analisis menunjukkan bahwa yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk
mayoritas responden adalah bersuku Melayu lebih mudah menerima ide-ide dan teknologi
(29,3%). Hal ini dikarenakan bahwa yang baru (Notoatmodjo, 2010).
mayoritas penduduk Provinsi Riau penduduk
aslinya bersuku Melayu. Pada beberapa Aktivitas
masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa Aktivitas posyandu di mulai pukul
melihat konsepsi budaya yang terwujud dalam 09.00 pagi sampai pukul 11.00 wib sehingga
perilaku berkaitan dengan pola pemberian ibu-ibu yang datang pada saat itu adalah ibu-
makan pada bayi yang berbeda dengan ibu yang tidak bekerja. Pekerjaan adalah
konsepsi kesehatan. aktivitas yang dilakukan seseorang setiap hari
Pada suku Melayu ibunya dalam menjalani kehidupannya. Faktor
memberikan air tajin (air nasi) agar pekerjaan adalah faktor yang berhubungan
perkembangan otak anak menjadi lebih bagus. dengan aktivitas ibu setiap harinya untuk
Pada suku Batak ibunya memberikan madu memperoleh penghasilan guna memenuhi
dan teh manis, air tajin dan susu khusus kebutuhan hidupnya yang menjadi alasan
BBLR bagi ibu dengan sosial ekonomi tinggi pemberian makanan tambahan pada bayi usia
atas dasar saran dari ketua adat dan dukun kurang dari enam bulan.
setempat. Sebagian besar ibu memberikan Pekerjaan ibu bisa saja dilakukan di
madu dan teh manis dengan alasan madu rumah, di tempat kerja baik yang dekat
dapat mempercepat pengeluaran lendir maupun jauh dari rumah. Ibu yang belum
ditenggorokan, dan adanya kepercayaan tutur bekerja sering memberikan makanan
kata anak menjadi baik saat dewasa tambahan dini dengan alasan melatih atau
(Simbolon, 2012). Sedangkan suku Minang mencoba agar pada waktu ibu mulai bekerja
pada usia sebulan memberikan bubur tepung, bayi sudah terbiasa. Status pekerjaan yang
bubur nasi dan pisang dan lain lain bahkan semakin baik dan sosial ekonomi keluarga
ada pula yang memberikan roti, pisang, nasi yang meningkat menyebabkan ibu mudah
yang sudah dilumatkan (Sudarma, 2008). untuk memberikan susu formula dan MP-ASI
Berdasarkan pengalaman peneliti yang pada anak.
bersuku Jawa, di daerah Jawa anak yang baru
lahir seringkali diberikan pisang dengan Pendapatan
alasan membantu saluran pencernaan. Pendapatan adalah salah satu faktor
Kebanyakan ibu yang mulai yang berhubungan dengan kondisi keuangan
memberikan makanan kepada bayinya yang menyebabkan daya beli untuk makanan
mengalami sindrom ASI kurang. tambahan menjadi lebih besar (Nauli, 2012).
Wisnuwardhani (2006) menjelaskan bahwa
sindrom ASI kurang adalah keadaan di mana Pemberian MP-ASI dini
ibu merasa bahwa ASI-nya kurang, dengan Hasil penelitian ini sesuai dengan
berbagai alasan yang menurut ibu merupakan pernyataan WHO (2011) bahwa hanya 40%
tanda tersebut, misalnya payudara kecil, ASI bayi di dunia yang mendapatkan ASI
883
eksklusif sedangkan 60% bayi lainnya sehingga ibu terpengaruh dan memiliki sikap
ternyata telah mendapatkan MP-ASI saat bahwa susu formula juga baik untuk bayi
usianya < dari 6 bulan. Hal ini (Ginting, Sekawarna & Sukandar, 2013).
menggambarkan bahwa pemberian ASI
eksklusif masih rendah sedangkan praktek Anjuran petugas kesehatan
pemberian MP-ASI dini diberbagai negara Tidak hanya status pekerjaan,
masih tinggi. Jumlah peningkatan pemberian dukungan petugas kesehatan dan gencarnya
MP-ASI dini dan penurunan ASI eksklusif pemberian susu formula juga menyebabkan
tidak hanya terjadi di negara-negara maju terjadinya penurunan jumlah ASI eksklusif.
namun juga terjadi di negara berkembang Petugas kesehatan saat ini mulai banyak yang
seperti di Indonesia. melakukan pemberian susu formula dan
produk bayi lainnya tanpa berdasarkan
Pengetahuan tentang MP-ASI dini indikasi medis hanya berdasarkan pada
Banyak faktor yang mempengaruhi keuntungan finansial (Nauli, 2012). Sikap
pemberian MP-ASI dini oleh ibu. Faktor petugas kesehatan yang mendukung
faktor tersebut meliputi pengetahuan, pemberian MP-ASI dini pada bayi
kesehatan dan pekerjaan ibu, iklan MP-ASI, menimbulkan motivasi dan minat ibu untuk
petugas kesehatan, budaya dan sosial memberikan susu formula kepada bayinya.
ekonomi (Yusiana & Kristianto, 2012). Faktor petugas kesehatan adalah
Pengetahuan ibu yang masih kurang kualitas petugas kesehatan yang akhirnya
terhadap manfaat pemberian ASI eksklusif menyebabkan ibu memilih untuk memberikan
sangat erat kaitannya dengan pemberian MP- makanan tambahan pada bayi atau tidak.
ASI dini. Domain pengetahuan erat kaitanya Petugas kesehatan sangat berperan dalam
dengan usia dan tingkat pendidikan memotivasi ibu untuk tidak memberi
seseorang. Tingkat pendidikan yang rendah makanan tambahan pada bayi usia kurang dari
atau sedang akan mempengaruhi pengetahuan enam bulan (Nauli, 2012).
dan pemahaman responden tentang pemberian
MP-ASI rendah dan sebaliknya tingkat Analisa Bivariat
pendidikan tinggi dan tinggi sekali akan Hubungan pengetahuan dengan pemberian
menjadikan pengetahuan dan pemahaman MP-ASI Dini
responden tentang pemberian MPASI pada Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
bayi usia 6-12 bulan lebih baik (Sunaryo, di lapangan yang didapatkan bahwa ibu-ibu
2010). yang memiliki tingkat pengetahuan sedang
dan pengetahuan tinggi masih dipengaruhi
Mitos oleh kebiasaan dari orang tua mereka
Pengetahuan para ibu juga terdahulu. Hal ini disebabkan oleh tingkat
dipengaruhi oleh sumber informasi yang ibu pengetahuan yang sangat mempengaruhi
dapatkan dari budaya, mitos dan media dalam pemberian MP-ASI dini.
massa. Ibu menyatakan bahwa penyebab Pengetahuan dimaksudkan adalah
pemberian MP-ASI dini pada bayi mereka sejauh mana masyarakat mengetahui tentang
dikarenakan adanya kebiasaan ibu dalam penyakit, gejala, penyebaran maupun dampak
memberikan MP-ASI turun temurun dari penyakit tertentu. (Padang, 2008). Hasil
orang tuanya seperti pemberian bubur nasi penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dan bubur pisang pada saat upacara bayi telah dilakukan oleh Ginting, Sekawarna, dan
(aqiqah) yang telah mencapai usia tiga Sukandar (2013) dari 48 ibu yang
bulanan. Tidak hanya itu saja, ibu mempunyai tingkat pengetahuan dalam
menyatakan juga tertarik akan iklan susu kategori tidak baik, 47 orang (97,9%)
formula yang sekarang ini sedang gencar- diantaranya telah memberikan MP-ASI dini
gencarnya dilakukan oleh produsen susu. kepada bayi usia <6 bulan. Ibu yang memiliki
Iklan tentang susu yang sering tampil di tingkat pengetahuan dalam kategori baik
televisi yang menjadi faktor utama hanya 21 orang (40,4%) yang telah
memperkenalkan ibu pada produk susu memberikan MP-ASI dini kepada bayinya.
884
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Hal ini sesuai dengan penelitian di
eksak Fisher diperoleh nilai p < 0,001 maka lapangan bahwa pendapatan memungkinkan
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh secara ibu untuk memberikan makanan tambahan
bermakna antara tingkat pengetahuan ibu bagi bayi usia < 6 bulan. Makin baik
dengan pemberian MP-ASI dini pada bayi perekonomian keluarga, maka daya beli
usia <6 bulan. Hasil analisis diperoleh pula makanan tambahan akan semakin mudah. Hal
nilai RP=2,425, artinya ibu yang memiliki ini sesuai dengan pernyataan Nauli (2012)
tingkat pengetahuan dalam kategori tidak yang menyatakan bahwa pendapatan
baik memiliki risiko sebesar 2,425 kali untuk memungkinkan ibu untuk memberikan
memberikan MP-ASI dini pada bayi usia <6 makanan tambahan bagi bayi usia kurang dari
bulan. enam bulan, semakin baik perekonomian
keluarga maka daya beli akan makanan
Hubungan aktivitas dengan pemberian tambahan juga mudah, sebaliknya semakin
MP-ASI Dini buruk perekonomian keluarga, maka daya beli
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian akan makanan tambahan lebih sukar. Tingkat
di lapangan bahwa ibu yang melakukan penghasilan keluarga berhubungan dengan
aktivitas untuk memperoleh penghasilan 10 pemberian MP-ASI dini.
jam dalam 1 minggu (bekerja), pemberian asi Penurunan prevalensi menyusui lebih
eksklusif lebih sedikit dilakukan cepat terjadi pada masyarakat golongan
dibandingkan ibu yang tidak melakukan ekonomi menengah ke atas. Penghasilan
aktivitas untuk memperoleh penghasilan < 10 keluarga yang lebih tinggi berhubungan
jam dalam 1 minggu (tidak bekerja). positif secara signifikan dengan pemberian
Hubungan pekerjaan dengan MP-ASI susu botol pada waktu dini dan makanan
dini pernah diteliti pernanda (2010), buatan pabrik. Disamping itu, ibu dengan
didapatkan data bahwa terdapat hubungan status ekonomi lebih rendah cenderung
antara pekerjaan dengan pemberian MP-ASI terlambat memulai menyusui, membuang
dini dimana proporsi ibu-ibu yang bekerjanya kolostrum dan memberikan makanan
>10 jam (40.2%) memiliki proporsi MP-ASI pralaktal.
dini lebih tinggi dibandingkan proporsi ibu- Hal ini sesuai dengan penelitan
ibu yang bekerjanya <10 jam (50,9%) dengan Pernanda (2010) di Jambi, yaitu ibu-ibu
nilai p < 0,05. dengan penghasilan keluarga Rp.260-000
Hasil penelitian ini juga sejalan Rp.360.000 yang memberikan MP-ASI
dengan penelitian Ginting, Sekawarna dan berupa susu formula sebesar 30%, 26% pada
Sukandar (2013) di mana berdasarkan status ibu-ibu dengan pendapatan keluarga sebesar
pekerjaan, dari 71 orang ibu yang bekerja, 56 Rp.361.000-Rp.560.000, sedangkan ibu-ibu
orang (78,9 %) diantaranya telah memberikan dengan pendapatan keluarga lebih dari
MP-ASI dini kepada bayi usia <6 bulan. Rp.561.000 memberikan MP-ASI berupa susu
Sedangkan ibu yang tidak bekerja, hanya 12 formula sebesar 44%.
orang (41,4%) yang telah memberikan MP-
ASI dini kepada bayinya. Hasil uji statistik Hubungan Mitos dengan pemberian MP-
diperoleh nilai p < 0,001 maka dapat ASI Dini
disimpulkan bahwa ada pengaruh secara Hal ini sesuai dengan penelitian di
bermakna antara status pekerjaan ibu dengan lapangan bahwa meskipun banyak yang
pemberian MP -ASI dini pada bayi usia <6 percaya mitos, namun seiring dengan adanya
bulan. Hasil analisis diperoleh pula nilai pengetahuan, orang orang akan semakin
RP=1,91, artinya ibu yang bekerja berfikir untuk melakukan sesuatu yang di rasa
mempunyai risiko sebesar 1,91 kali untuk kurang baik untuk dilakukan. Pada beberapa
memberikan MP-ASI dini pada bayi usia <6 masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa
bulan. melihat konsepsi budaya yang terwujud dalam
perilaku berkaitan dengan pola pemberian
Hubungan Pendapatan dengan pemberian makan pada bayi yang berbeda dengan
MP-ASI Dini konsepsi kesehatan. Pola konsumsi makanan
885
penduduk di berbagai etnik (suku bangsa masyarakat kepada tenaga kesehatan, hal ini
Indonesia) berbeda antara satu wilayah menyebabkan apapun yang dianjurkan
dengan wilayah lainnya. Pola ini merupakan petugas kesehatan, sedikit banyak akan
salah satu cerminan dari kebiasaan makan mempengaruhi kebiasaan dan pola pikir dari
penduduk yang bersangkutan. Pada umumnya masyarakat.
pola konsumsi makanan penduduk tergantung Hasil penelitian ini juga sejalan
pada nilai sosial dan budaya setempat. Nilai dengan penelitian Ginting, Sekarwana dan
dan budaya ini berkaitan dengan ciri suku Sukandar (2013) di mana dari 68 ibu yang
bangsa dan budaya dimana ekologi penduduk mempunyai peran petugas kesehatan dalam
hidup. Para ahli antropologi gizi berpendapat kategori tidak baik, 58 orang (85,3%)
bahwa kebiasaan makan tidak mudah diubah diantaranya telah memberikan MP-ASI dini
tetapi bersifat dinamis artinya kebiasaan kepada bayi usia <6 bulan. Ibu yang memiliki
makan dapat berubah jika faktor yang peran petugas kesehatan dalam kategori
mempengaruhinya diubah dengan sengaja baik hanya 10 orang (31,3%) yang telah
meskipun perubahan itu berjalan dengan memberikan MP-ASI dini kepada bayinya.
lambat (Padang, 2008). Hasil uji statistik diperoleh nilai p <
Hal ini sesuai dengan penelitian yang 0,001 maka dapat disimpulkan bahwa ada
telah dilakukan oleh Sulastri (2004) dalam pengaruh secara bermakna antara peran
Padang (2008) di kelurahan Tangkahan petugas kesehatan dengan pemberian MP-ASI
Kecamatan Medan Labuhan dimana dari 80 dini pada bayi usia <6 bulan. Hasil analisis
responden terdapat 2,5% pemberian MP-ASI diperoleh pula nilai RP=2,73, artinya ibu yang
tepat waktu dan 97,5% pemberian MP-ASI memiliki peran petugas kesehatan dalam
dini. Demikian hal nya dengan penelitian kategori tidak baik mempunyai risiko
yang dilakukan oleh Irwansyah (2000) didesa sebesar 2,73 kali untuk memberikan MP-ASI
Alue Awe Kecamatan Muara Dua Aceh, dini pada bayi usia <6 bulan. Hasil analisis ini
dimana hanya 16,4% responden pola sesuai dengan hasil penelitian Safrina (2011)
pemberian MP-ASI dikategorikan baik, di Kota Langsa, yang menyatakan bahwa ada
sedangkan 83,6% responden pola pemberian pengaruh peran petugas kesehatan terhadap
MP-ASI dini. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian MP-ASI dini pada bayi usia <6
mitos dan budaya mempengaruhi pemberian bulan.
MP-ASI dini pada bayi.
KESIMPULAN
Hubungan anjuran petugas kesehatan Hasil uji statistik terdapat hubungan
dengan pemberian MP-ASI Dini yang signifikan antara tingkat pengetahuan
Hasil analisis pada tabel 9 dengan pemberian MP-ASI dini ( value=
menunjukkan bahwa sebagian besar 0,024), terdapat hubungan yang signifikan
responden yang dianjurkan petugas kesehatan antara aktivitas dengan pemberian MP-ASI
tetap memberikan MP-ASI dini pada bayinya dini ( value= 0,005), terdapat hubungan yang
sebanyak 27 orang (62,8%) dibandingkan signifikan antara pendapatan dengan
yang tidak memberikan MP-ASI dini pemberian MP-ASI dini ( value= 0,022),
sebanyak 16 orang (37,2%). Pada responden tidak ada hubungan yang signifikan antara
yang tidak dianjurkan petugas kesehatan, mitos dengan pemberian MP-ASI dini (
sebagian besar tidak memberikan MP-ASI value= 0,141), dan terdapat hubungan yang
dini pada bayinya sebanyak 30 orang (61,2%) signifikan antara anjuran petugas kesehatan
dibandingkan yang memberikan MP-ASI dini dengan pemberian MP-ASI dini ( value=
sebanyak 19 orang (38,8%). Hasil uji statistic 0,037).
menunjukkan bahwa nilai p value = 0,037,
artinya terdapat hubungan antara anjuran SARAN
petugas kesehatan dengan pemberian MP-ASI Perawat disarankan aktif dalam
dini. memberikan program pendidikan kesehatan
Hal ini sesuai dengan penelitian di (penyuluhan kesehatan) terkait pencegahan
lapangan bahwa karena adanya kepercayaan
886
pemberian MP-ASI dini di wilayah binaan Briawan, D. (2007). Penilaian dan
Puskesmas Sidomulyo Pekanbaru perencanaan konsumsi pangan. Jurusan
gizi masyarakat dan sumberdaya
UCAPAN TERIMA KASIH keluarga. Fakultas pertanian. Bogor:
Ucapan terima kasih kepada semua IPB.
pihak yang telah membantu dalam penelitian
ini terutama untuk pembimbing I, II dan
penguji serta semua pihak dan seluruh Depkes. (2009). Makanan pendamping air
responden dalam penelitian ini. susu ibu (MP-ASI). Direktorat gizi
masyarakat. Jakarta: Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat.
Sri Yulianti Kumalasari: Mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan Ginting, D, Sekawarna, N & Sukandar, H.
Universitas Riau, Indonesia (2013). Pengaruh karakteristik, faktor
Ns. Febriana Sabrian, MPH: Dosen internal dan eksternal ibu terhadap
Kelompok Keilmuan Keperawatan pemberian MP-ASI dini pada bayi usia
Komunitas Program Studi Ilmu < 6 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Keperawatan Universitas Riau, Indonesia Barus Jahe Kabupaten Karo Provinsi
Oswati Hasanah, M.Kep., Sp.Kep.An. Sumatera Utara. Bandung: FK
Dosen Departemen Keperawatan Anak Universitas Padjajaran.
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Riau, Indonesia Haeranah, N & Nur. H, (2004). ASI atau Susu
Formula ya ?. Jogjakarta: FlashBook.

DAFTAR PUSTAKA Harahap, E. (2013). Pemberian makanan


pendamping ASI pada bayi ditinjau dari
Anies, I. (2007). Pengaruh pemberian aspek sosio budaya di Kelurahan
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Labuhan Deli Kecamatan Medan
dini terhadap gangguan pertumbuhan Marelan tahun 2005. Skripsi. Medan:
bayi dengan berat lahir normal sampai FKM USU.
umur empat bulan. Disertasi. Depok:
FKM-UI. Hastono, P. S. (2007). Statistik kesehatan.
Jakarta: Raja grapindo persada.
Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian.
Jakarta: Rineka Cipta. Hidayat. (2008). Riset keperawatan dan
teknik penulisan ilmiah. Jakarta:
BKKBN & Kemenkes RI. (2012). Survei Salemba Medika.
demografi dan kesehatan indonesia.
badan pusat statistic, badan Irwansyah. (2000). Faktor-faktor yang
kependudukan dan keluarga berencana mempengaruhi pemberian MP-ASI Dini
nasional dan kementerian kesehatan. di desa alur Awe Kecamatan Muara
Diperoleh pada tanggal 10 Juni 2014 Dua Aceh. Diperoleh pada tanggal 15
dari Januari 2015 dari
http://webcache.googleusercontent.com/ repository.usu.ac.id/bitstream/12345678
search?q=cache:Wf2bowL-k8cJ:fkm. 9/456.com
unej.ac.id/publikasi/lain-lain/category/8-
laporan%3Fdownload%3D46 :laporan- Khomsan, A. (2004). Peran pangan dan gizi
pendahuluan-remaja-sdki- untuk kualitas hidup. Jakarta:
2012+Survei+Demografi+dan+Kesehata PT.Grasido.
n+Indonesia &cd=1&hl
=id&ct=clnk&gl=i Kristianto, Y., & Sulistyani, T. (2013).
Faktor yang mempengaruhi perilaku ibu
887
dalam pemberian Makanan http://repository.usu.ac.id/handle/12345
Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi 6789/33100.
umur 6 36 bulan. STIKES RS.
Diperoleh pada tanggal 09 Agustus Pernanda. (2010). Faktor- faktor yang
2014 dari mempengaruhi ibu dalam pemberian
http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.p Makanan MP-ASI dini pada bayi 6-24
hp/ Bulan di Kelurahan Pematang Kandis
stikes/article/download/18733/18522. Bangko, Kabupaten Merangin Jambi
Tahun 2010. Medan: FK USU.
Kristianto, Y., & Yusiana, .M. .A. (2012).
Analisis faktor yang mempengaruhi Rachmawatie, J.S. & Setyowati. U. (2014).
perilaku ibu dalam pemberian Bundaku jago masak MP-ASI: Tips dan
makanan pendamping ASI terlalu dini resep sehat MP-ASI. Yogyakarta: Trans
di Posyandu Mawar I Desa Idea Publishing.
Karangrejo. Jurnal Penelitian Akademi
Kesehatan Rajekwesi Bojonegoro. Vol. Riksani, R. (2013). Variasi olahan makanan
5 nomer 3 Januari-April 2012. pendamping ASI. Jakarta: Dunia Kreasi

Litbangkes. (2009). Pusat penelitian dan Riset Kesehatan Dasar. (2013). Riskesdas
pengembangan gizi dan makanan. 2013. Kementerian Kesehatan RI:
Kementerian Kesehatan RI: Badan Badan Penelitian dan Pengembangan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kesehatan.
Safrina, S. (2011). Pengaruh Faktor Internal
Nauli, D.W. (2012). Hubungan pemberian dan Eksternal Ibu terhadap Pemberian
MP-ASI Dini dengan kejadian penyakit MP-ASI pada anak Usia 0-6 Bulan di
infeksi pada bayi 0-6 bulan di wilayah Kota Langsa. Medan: Universitas
kerja puskesmas Sindar Raya Sumatera Utara. Diperoleh pada tanggal
Kecamatan RayaKahean Kabupaten 15 Januari 2015 dari
Simalungun tahun 2012. Skripsi pustaka.unpad.ac.id/.../pustaka_unpad_
Universitas Sumatera Utara. Di peroleh pengaruh_karakteristik_faktor_internal.
pada tanggal 10 Juni 2014 dari pdf
http://webcache.googleusercontent.com/
search?q=cache:M6sLcMMmhw8J:repo Setiadi. (2007). Konsep penulisan riset
sitory.usu.ac.id/handle/123456789/3741 keperawatan. Jogyakarta: Graham Ilmu.
5+Hubungan+pemberian+MP+ASI+Din
i+dengan+kejadian+penyakit+infeksi+p Setiawan, A. (2009). Pemberian MP-ASI dini
ada+bayi+0-6+bulan+di+wilayah dan hubungannya dengan kejadian
+kerja+puskesmas+Sindar+Raya+Keca infeksi pada bayi 0-6 bulan di wilayah
matan+RayaKahean+Kabupaten+Simal kerja Puskesmas Cipayung, Kota Depok
ungun+tahun+2012.+Skripsi+Universita tahun 2009. Skripsi Universitas
s+Sumatera+Utara.&cd=2&hl=id&ct=cl Indonesia. Di peroleh pada tanggal 10
nk&gl=id Juni 2014 dari
http://webcache.googleusercontent.com/
Padang, A. (2008). Analisa faktor-faktor yang search?q=cache:f77_rF6b QTQJ
mempengaruhi ibu dalam pemberian :lontar.ui.ac.id/file%3Ffile%3Dpdf/abst
MP-ASI Dini di Kecamatan Pandan rak-126490.pdf \+Pemberian+ MP-
Kabupaten Tapanuli Tengah tahun ASI+dini+dan+hubungannya+dengan+
2007. Tesis. Medan: FK USU. Di kejadian+infeksi+pada+bayi+0-
peroleh pada tanggal 10 Juni 2014 dari 6+bulan+di+wilayah+kerja+Puskesma
repository.usu.ac.id/bitstream/12345678 s+Cipayung,+Kota+Depok+tahun+200
9/6728/1/08E00834.pdf Juni 2014 dari 9&cd=3&hl=id&ct=clnk&gl=id
888
Simbolon, D. (2012). Budaya ibu suku rejang
mengancam kelangsungan hidup bayi
berat badan lahir rendah (mother
culture threaten low birth weight
survival rate). Diperoleh pada tanggal
01 Januari 2015 dari
https://www.academia.edu/6719859/bud
aya_ibu_
suku_rejang_mengancam_kelangsungan
_hidup_bayi_berat_badan_lahir_rendah
_mother_culture_threaten_low_birth_w
eight_survival_rate

Sudaryanto, G. (2014). MP-ASI super


lengkap. Jakarta: Penebar Plus.

WHO. (2011). Global strategy for infant and


young child. Diperoleh pada tangal 11
Juni 2014 dari
http://www.who.int/nutrition/publicatio
ns/infant feeding/9241562218/en/

WHO. (2012). Complementary feeding.


Diperoleh pada tanggal15 September
2014 dari
http://www.who.int/nutrition/topics/co
mplementary_feeding/en/

WHO. (2009). World Health Day. Are you


ready? What you need to know about
ageing. Our world is changing.
Diakses tanggal 5 Januari 2015 dari
http://www.who.int/world-health-
day/2012/toolkit/background/en/.

Wisnuwardhani, S.D. (2006). Praktik


Menyusui yang Benar, Bahan Bacaan
Manajemen Laktasi. Catatan Kuliah
Obstetri Ginekologi plus FKUI,
Diperoleh pada tanggal 01 Januari 2015
dari dari www.cakulobginplus+.com.

889

You might also like