You are on page 1of 70

Tugas Koas Bedah

Disusun Oleh:

Erly Furhana Furny Binti Saharudin

112015192

Pembimbing:

dr. Arsanto, SpOT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RSUD KOJA

PERIODE 14 NOVEMBER 2016 21 JANUARI 2017

1
1. Pengaturan keseimbangan cairan & elektrolit

Fluid and electrolyte management is paramount to the care of the surgical patient.
Changes in both fluid volume and electrolyte composition occur preoperatively,
intraoperatively and postoperatively, as well as in response to trauma and sepsis.

Total body water


Water constitutes approximately 50% to 60% of total body weight. The relationship between
total body weight and total body water (TBW) is relatively constant for an individual and is
primarily a reflection of body fat. Lean tissues such as muscle and solid organs have higher
water content than fat and bone. In average young adult male, TBW accounts for 60% of total
body weight, where as in average young adult female, it is 50%. Estimate of percentage of
TBW should be adjusted downward approximately 10% to 20% for obese individuals and
upward by 10% for malnourished individuals. The highest found in newborns with
approximately 80%.

Fluid Compartments
TBW is divided into three functional fluid compartments : plasma, extravascular interstitial
fluid and Intracellular fluid. The extracellular fluid (ECF), plasma and interstitial fluid,
together compose about one third of the TBW, and the intracellular compartment composes
the remaining two thirds. The extracellular water compose 20% of the total body weight and
is divided between plasma (5% of body weight) and interstitial fluid (15% of body weight).
Intracellular water makes up approximately 40% of an individuals total body weight, with
the largest proportion in the skeletal muscle mass. ECF is measured using indicator dilution
methods.
Fluid and electrolyte balance in the body is one part of the physiological homeostasis.
Fluid and electrolyte balance involves the composition and movement of various body fluids.
The body fluid is a solution consisting of water (solvent) and certain substances (solute).
Electrolytes are chemicals that produce electrically charged particles called ions when in
solution. Fluid and electrolytes enter into the body through food, drinks, and intravenous
fluids (IV) and then distributed throughout the body. Fluid and electrolyte balance means a
normal distribution of total body water and electrolytes into all parts of the body. Fluid and
electrolyte balance interdependent with each other if one bothered it will affect the other.
In Schematic type and amount of body fluids can be described as follows:

2
The distribution of body fluids is relatively dependent on the size of the body itself.
- Adults 60%
- Children 60-77%
- Infant 77%
- Embryo 97%
- Elderly 40-50%
In the elderly, the percentage of total body fluid is reduced because has lost tissues.
Intracellular volume = total body water - extracellular volume
Interstitial fluid = extracellular fluid volume - plasma volume
Total bloods volume = plasma volume / (1 - haematocrit)

Kebutuhan air dan elektrolit per hari

Pada orang dewasa :

Air : 25-40 ml/kg/hr


Kebutuhan homeostatis Kalium : 20-30 mEq/kg/hr2
Na : 2 mEq/kg/hr3
K : 1 mEq/kg/hr3

Pada anak dan bayi :

Air : 0-10 kg : 100 ml/kg/hr


10-20 kg : 1000 ml/kg + 50 ml/kg diatas 10 kg/hr
> 20 kg : 1500 ml/kg + 20 ml/kg diatas 20 kg/hr
Na : 3 Meq/kg/hr2
K : 2,5 Meq/kg/hr2

Hitung serum osmolality = 2 Sodium + (glucose / 18) + (BUN / 2.8)

3
Jenis cairan

1) Cairan hipotonik:
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum, sehingga larut dalam serum, dan
menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke
osmolaritas tinggi, sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju.
Diindikasikan pada: Keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah
(dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi)
dengan ketoasidosis diabetik.
Komplikasi yang membahayakan : perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah
ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam
otak) pada beberapa orang.
Contohnya : NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

2) Cairan Isotonik:
Osmolaritas cairannya mendekati serum, sehingga terus berada di dalam pembuluh darah.
Diindikasikan pada : pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh,
sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan
cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.
Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis
(NaCl 0,9%).

3)Cairan hipertonik:

osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit
dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,
meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif
dengan cairan hipotonik.

Contoh : Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose


5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin

Rumus menghitung tetesan per menit

4
Kebutuhan total cairan per hari seorang formula berikut:
100 ml/kgBB untuk 10 kg pertama, lalu 50 ml/kgBB untuk 10 kg berikutnya,
selanjutnya 25 ml/kgBB untuk setiap tambahan kg BB-nya.
Contoh: seorang bayi dengan berat 8 kg mendapatkan 8 x 100 ml = 800 ml setiap harinya,
dan bayi dengan berat 15 kg (10 x 100) + (5 x 50) = 1250 ml per hari

Pengaturan Elektrolit

a. Natrium (Na+)
Merupakan katioan yang paling banyak dalam cairan ekstra sel. Na+ mempengaruhi
keseimbanagan air, hantaran impuls saraf dan kontraksiotot. ion natrium di dapat dari saluran
pencernaan, makanan atau minuman masuk ke dalam cairan ekstrasel melalui proses difusi.
Pengeluaran ion natrium melalui ginjal, pernapasan, saluran pencarnaan, dan kulit.
Pengaturan konsentrasi ion di lakukan oleh ginjal.

b. Kalium (K+)
Merupakan kation utamacairan intrasel. Berfungsi sebagai excitability neuromuskuler dan
kontraksi otot. Diperlukan untuk pembentukan glikogen, sintesa protein, pengaturan
keseimbanagan asam basa, karena ion K+ dapat diubah menjadi ion hidrogen (H+). Kalium
dapat diperoleh melalui makanan seperti daging, buah-buahan dan sayur-sayuran. Kalium
dapat dikeluarkan melalui ginjal, keringat dan saluran pencernaan. Pengaturan konsentrasi
kalium dipengaruhi oleh perubahan ion kalium dalam cairan ekstrasel.

c. Kalsium (Ca2+)
Kalsium merupakan ion yang paling banyak dalam tubuh, berguna untuk integritas kulit dan
struktursel, konduksi jantung, pembekuan darah, serta pembentukan tulang dan gigi. Kalsium
dalam cairan ekstra sel diatur oleh kelenjar paratiroid dan tiroid. Hormon paratiroid
mengabsorpsi kalisum melalui gastrointestinal, sekresi melalui ginjal.
Hormon thirocalcitonin menghambat penyerapan Ca+tulang. Kalsuim diperoleh dari absorpsi
usus dan resorpsi tulang dan di keluaran melalui ginjal, sedikit melalui keringaserta di simpan
dalam tulang.

5
d. Magnesium (Mg2+)
Kation kedua terbanyak pada cairan intrasel. Sangat penting untuk aktivitas
enzim, neurochemia, dan muscular excibility. Sumber magnesium didapat dari makanan
seperti sayuran hijau, daging dan ikan.

e.Klorida (Cl )
Terdapat pada cairan ekstrasel dan intrasel, berperan dalam pengaturan osmolaritas serum
dan volume darah, regulasi asam basa, berperan dalam bufer pertukaran oksigen, dan karbon
dioksida dalam sel darah merah. Klorida disekresi dan di absorpsi bersama natrium di ginjal
dan pengaturan klorida oleh hormin aldosteron.

f.Bikarbonat (HCO3 )
HCO3 adalah buffer kimia utama dalam tubuh dan terdapat pada cairan ekstra sel dan
intrasel dengan fungsi utama adalah regulasi keseimbangan asam basa. Biknat diatur oleh
ginjal.

g.Fosfat
Merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Berfungsi untuk meningkatkan
kegiatan neuromuskular, metabolisme karbohidrat, pengaturan asambasa. Pengaturan oleh
hormon paratiroid.

Nilai normal elektrolit dalam tubuh

Jenis Nilai normal dalam tubuh


Potassium [K+] 3.5 5 mEq/L
Sodium [Na+] 135 145 mEq/L
Kalsium [Ca2+] 8.5 10.5 mg/dL (4.5 5.8
mEq/L)
Magnesium [Mg2+] 1.5 2.5 mEq/L
Fosfat [PO42-] 2.7 4.5 mg/dL
Klorida [Cl-] 98 106 mEq/L
Bikarboat [HCO3] 24 28 mEq/L

6
2. Pengaturan keseimbangan asam basa
Acid base homeostasis
The pH of body fluids is maintained within a narrow range despite the ability of the kidney to
generate large amount of HCO3- and the normal large acid load produced as a by-product of
metabolism. This endogenous acid load is efficiently neutralized by buffer systems and
ultimately excreted by the lungs and kidneys.
Important buffers include intracellular proteins and phosphates and the extracellular
bicarbonate-carbonic acid system. Compensation of acid - base derangements can be by
respiratory mechanisms (for metabolic derangements) or metabolic mechanisms (for
respiratory derangements). Changes in ventilation in response to metabolic abnormalities are
mediated by hydrogen sensitive chemoreceptors found in the carotid body and brain stem.
Acidosis stimulates the chemoreceptors to increase ventilation, whereas alkalosis decreases
the activity of the chemoreceptors thus decrease ventilation. The kidney provide
compensation for respiratory abnormalities by either increasing or decreasing bicarbonate
reabsorption in response to respiratory acidosis or alkalosis, respectively. Unlike the prompt
change in ventilation that occurs with metabolic abnormalities, the compensatory response in
the kidneys to respiratory abnormalities are delayed. Significant compensation may not begin
for 6 hours and then may continue for several days. Because of this delayed compensatory
response, respiratory acid-base derangements before renal compensation are classified as
acute, whereas those persisting after renal compensation are categorized as chronic.

Respiratory and metabolic components of acid base disorders

Acute compensated Chronic compensated


Type of pH PCO2 Plasma pH PCO2 Plasma
-
acid-base (respiratory HCO3 (respiratory HCO3-
disorder component) (metabolic component) (metabolic
component) component)
Respiratory N
acidosis
Respiratory N
alkalosis
Metabolic N
acidosis
Metabolic N ?
alkalosis

7
Etiology of metabolic acidosis

1. Increased anion gap metabolic acidosis


- Exogenous acid ingestion (ethylene glycol, salicylate, methanol)
- Endogenous acid production ( ketoacidosis, lactic acidosis, renal insufficiency)
2. Normal anion gap
- Acid administration (HCl)
- Loss of bicarbonate
- GI losses (diarrhoea, fistulas)
- Ureterosigmoidostomy
- Renal tubular acidosis
- Carbonic anhydrase inhibitor

Etiology of metabolic alkalosis

1.Increased bicarbonate generation

1. - chloride losing (urinary chloride >20 mEq/L


- mineralocorticoid excess
- profound potassium excess
2. - chloride sparing (urinary chloride < 20 mEq/L)
-Loss from gastric secretions (emesis or nasogastric suction)
- diuretics

3. - excess administration of alkali


- acetate in parenteral nutrition
- citrate in blood transfusion
- antacids
- bicarbonate
- milk-alkali syndrome

2. Impaired bicarbonate system

- decreased glomerular filtration


- increased bicarbonate reabsorption (hypercarbia or potassium depletion)

8
Etiology od respiratory acidosis : hyperventilation

1. narcotisc
2. central nervous system injury
3. pulmonary : significant ( secretions, atelectasis, mucus plug, pneumonia, pleural effusion)

4. pain from abdominal or thoracic injuries or incisions

5. Limited diaphragmatic excursion from intra-abdominal pathology (abdominal distention,


abdominal compartment syndrome, ascites)

3. Syok
Hypovolemic shock results from loss of whole blood (haemorrhagic shock), plasma,
interstitial fluid (bowel obstruction)or a combination
Vasogenic (sepctic) shock results from decreased resistance within capacities vessels,
usually seen in sepsis
Neurogenic shock a form of vasogenic shock in whicj spinal cord injury or spinal
anaesthesia cause vasodilation due to acute loss of sympathetic vascular tone
Cardiogenic shock results from failure of the heart to pump, as in arrhythmias or acute
myocardial infarction (MI)
Obstructive shock is a form of cardiogenic shock that results from mechanical impediment
to circulation leading to depressed cardiac output rather than primary cardiac failure. This
includes etiologies such as pulmonary embolism or tension pneumothorax.
Traumatic shock soft tissue and bone injury leads to activation of inflammatory cells and
the release of circulating factors, such as cytokines and intracellular molecules that modulate
the immune response.
Pathophysiology of shock
Regardless etiology, initial physiologic responses in shock are driven by tissue hypoperfusion
and the developing cellular energy deficit. This imbalance between cellular supply and
demand leads to neuroendocrine and inflammatory responses, the magnitude of which is
usually proportional to the degree and duration of shock. The specific response will differ
based on the etiology of shock, as certain physiologic responses may be limited by the
inciting pathology. For example, the cardiovascular response driven by the sympathetic
nervous system is markedly blunted in neurogenic or septic shock. Additionally, decreased

9
perfusion may occur as a consequence of cellular activation and dysfunction, such as in septic
shock and to a lesser extent traumatic shock. Many of the organ-specific responses are aimed
at maintaining perfusion in the cerebral and coronary circulation. These are regulated at
multiple levels including
- stretch receptors and baroreceptors in the heart and vasculature (carotid sinus and aortic
arch)
- chemoreceptors
- cerebral ischemia responses
- release of endogenous vasoconstrictors
- shifting of fluid into the intravascular space
- renal reabsorption and conversation of salt and water
Furthermore, the pathophysiologic responses vary with time and in response to resuscitation.
In haemorrhagic shock, the body can compensate for the initial loss of blood volume
primarily through the neuroendocrine response to maintain hemodynamics. This represented
the compensated phase of shock. With continued hypoperfusion, which may be unrecognized
cellular death and injury are ongoing and the decompensation phase of shock ensues.
Microcirculatory dysfunction, parenchymal tissue damage, and inflammatory cell activation
can perpetuate hypoperfusion. Ischemia / reperfusion injury will often exacerbate the initial
insult. These effects at the cellular level, if untreated, will lead to compromise of function at
the organ system level, thus leading to the vicious cycle of shock. Persistent hypoperfusion
results in further hemodynamic derangements and cardiovascular collapse. This has been
termed the irreversible phase of shock and can develop quite insidiously and may only be
obvious in retrospect. At this point, there has occurred extensive enough parenchymal and
microvascular injury such that volume resuscitation fails to reverse the process, leading to
death of the patient.

10
4. Tingkat perdarahan
- estimasinya 7% dari berat badan adalah darah
- orang dewasa sekitar 4.5 5.5 liter darah yang bersirkulasi dalam tubuh
- mereka yang tinggal di altitude yang lebih tinggi mempunyai darah lebih 2 liter dari yang
tinggal di altitude yang rendah
Class of haemorrhagic shock
I II III IV
Bloss loss (mL) Up to 750 750 1500 1500 2000 > 2000
Blood loss (% Up to 15 15 30 30 40 > 40
volume)
Pulse rate (per <100 100 120 120 140 > 140
minute)
Blood pressure Normal Normal Decreased Decreased
Pulse pressure Normal or Decreased Decreased Decreased
(mmHg) increased
Respiratory rate 14 20 20 30 30 40 > 35
(per minute)
Urine output > 30 20 30 5 15 Negligible
(mL/hour)
Central nervous Slightly Mildly Anxious Confused,
system/ mental anxious anxious confused lethargic
status

5. Transfusi

Transfusi darah adalah proses pemidahan darah dari donor ke dalam peredaran darah
resipien. Terdapat bayak jenis transfusi darah yang terdiri dari berbagai komponen dan di
transfuse sesuai kebutuhan. Komponen darah yang ditransfusi sesuai dengan yang diperlukan
akan menurangi kemungkinan reaksi transfusi, circulatory overload dan penularan infeksi
yang terjadi dibandingkan dengan transfusi darah lengkap

Macam-macam transfusi darah:

1) Banked Whole Blood

Once the gold standard, whole blood is rarely available now. With sequential changes in
storage solutions, the shelf life of red blood cells is now 42 days. Recent evidence has
demonstrated that the age of red cells may play a significant role in the inflammatory
response and incidence of multiple organ failure. The changes in the red blood cells that
occur during storage include reduction of intracellular ADP and 2,3-diphosphoglycerate,
which alters the oxygen dissociation curve of haemoglobin, resulting in a decrease in oxygen

11
transport. Stored RBCs progressively become acidodic with elevated levels of lactate,
potassium and ammonia

2) Red Blood Cells and Frozen Red Blood Cells

Red blood cells are the product of choice for most clinical situations requiring resuscitation.
Concentrated suspensions of red blood cells can be prepared by removing most of the
supernatant plasma after centrifugation. The preparation reduces but not eliminate reactions
caused by plasma components. Frozen red blood cells are not currently available for use in
emergencies, as the thawing and preparation time is measured in hours. They are used for
patients who are known to have been previously sensitized. The red blood cell viability is
improved, and the ATP and 2,3-DPG concentration are maintained

3) Wash Red Blood Cells

These products are prepared by filtration that removes about 99.9% of the white blood cells
and most of the platelets and, if necessary, by additional saline washing. Leukocyte reduction
prevents almost all febrile, nonhemolytic transfusion reactions (fever and/or rigor), allo-
immunization to HLA class I antigens, and platelet transfusion refractoriness and
cytomegalovirus transmission.

4) Platelet Concentrates

The indication for platelet transfusion include thrombocytopenia caused by massive blood
loss and replacement with platelet-poor products, thrombocytopenia caused by inadequate
production, and qualitative platelet disorders. The shelf life of platelets is 120 hours from
time of donation.

5) Fresh Frozen Plasma (FFP)

FFP prepared from freshly donated blood is the usual source of the vitamin K-dependent
factors and is the only source of factor V. FFP carriers similar infectious risks as other
component therapies. Use of plasma as a primary resuscitation modality in patients who are
rapidly bleeding has receive attention over the last few years, and ongoing studies are under
way to evaluate this concept. FFP can be thawed and stored up to 5 days, greatly increasing
its immediate availability. In an effort to increase the shelf life and avoid the need for
refrigeration, lyophilized plasma is being tested. Preliminary animal studies suggest that it
preserves the beneficial effects of FFP

12
Component Therapy administration during massive transfusion

Fresh Frozen Plasma (FFP) As soon as the need for massive transfusion is recognized.
For every 6 RBCs, give 6 FFP (1:1 ratio)
Platelets For every 6 RBCs and plasma give one pack of platelets.
6 random-donor platelet packs = 1 apheresis platelet unit.
Platelets are in every cooler
Keep platelet count >100,000
Cryoprecipitate After first 6 RBCs, check fibrinogen level. If 200 mg/dL,
give 20 units cryoprecipitate (2g fibrinogen). Repeat as
needed, depending on fibrinogen level, and request
appropriate amount of cryoprecipitate

Cara transfusi
Unit darah yang telah di donor harus disimpan dalam lemari es untuk mencegah
pertumbuhan bakteri dan memperlambat metabolisme sel. Transfusi harus dimulai dalam 30
menit setelah unit telah diambil keluar dari penyimpanan dikendalikan. Darah hanya dapat
diberikan secara intravena. Sebelum darah diberikan, rincian pribadi pasien dicocokkan
dengan darah untuk ditransfusikan, untuk meminimalkan risiko reaksi transfusi.
Sebuah unit (hingga 500 ml) biasanya diberikan selama 4 jam. Pada pasien dengan
risiko gagal jantung kongestif, banyak dokter mengelola diuretik untuk mencegah overload
cairan, suatu kondisi yang disebut Transfusi Overload Peredaran Darah Terkait atau taco.
Acetaminophen dan / atau antihistamin seperti diphenhydramine kadang-kadang diberikan
sebelum transfusi untuk mencegah reaksi transfusi yang lain.
Darah yang di donor akan dipisahkan menjadi komponen-komponen tertentu supaya
penggunaan dapat dimaksimalkan. Selain dari sel darah merah, plasma, dan trombosit,
produk darah yang dihasilkan komponen juga termasuk protein albumin, faktor pembekuan
konsentrat, kriopresipitat, concentrates fibrinogen, dan imunoglobulin (antibodi). Sel darah
merah, plasma dan trombosit juga dapat disumbangkan individu melalui proses yang lebih
kompleks yang disebut apheresis.

Rumus perhitungan yang digunakan adalah 4 x BB x (Jumlah Hb yang diingunkan Hb


sekarang

13
Risiko kepada penerima
Reaksi samping yang paling umum untuk transfusi darah adalah''reaksi trasnfusi
demamn non-hemolitik'', yang self-limiting, tidak menyebabkan masalah abadi atau efek
samping.
Reaksi hemolitik termasuk menggigil, sakit kepala, sakit punggung, dispnea, sianosis,
nyeri dada, takikardi dan hipotensi. Produk darah jarang dapat terkontaminasi dengan bakteri,
risiko infeksi bakteri parah dan sepsis diperkirakan, pada 2002, sekitar 1 dalam 50.000
transfusi trombosit, dan 1 dalam 500.000 transfusi sel darah merah.

Indikasi pemberian transfusi darah


Kehilangan darah akut, bila 2030% total volume darah hilang dan perdarahan masih
terus terjadi.
Anemia berat
Syok septik (jika cairan IV tidak mampu mengatasi gangguan sirkulasi darah dan sebagai
tambahan dari pemberian antibiotik)
Memberikan plasma dan trombosit sebagai tambahan faktor pembekuan, karena
komponen darah spesifik yang lain tidak ada
Transfusi tukar pada neonatus dengan ikterus berat

6. Luka (definisi, jenis, gambar, penyembuhan, bone healing, tissue healing, primary closure,
secondary closure, hecting 9bahan, jenis jarum, jenis benang)
Definisi Luka
Merupakan sebuah kondisi kerusakan atau hilangnya sebagian jaringan tubuh yang bisa
terjadi akibat trauma benda tumpul, benda tajam, suhu , zat kimia , ledakan, gigitan hewan,
konsleting listrik dan berbagai penyebab lain
Jenis-jenis Luka
1. vulnus laserasi luka yang terkena sampai lapisan subcutis. Memliki dimensi
panjang, lebar dan dalam.

14
2. Vulnus excoriasi akibat terjadi gesekan dengan benda keras. Luka sampai daerah
dermis. Tepi tidak rata.

3. Vulnus punctum luka yang diakibatkan tusukan dan menghasilkan lubang atau titik
seperti tertusuk jarum atau gigitan ular

4. Vulnus contussum merupakan luka tertutup akibat pecahnya pembuluh darah di


bawah kulit. Tidak terjadi robekan dan perdarahan keluar.

5. Vulnus scisum luka sayat atau luka iris yang ditandai dengan tepi luka berupa garis
lurus dan beraturan. Biasanya disebabkan oleh benda yang tajam. Luka terkesan
simetris dan rapi. Kedalaman luka bervariasi.

6. Vulnus ictum akibat tusukan benda runcing yang kedalaman lukanya lebih dari
lebarnya. Tusukan tidak hanya sekali

15
7. Vulnus insisivum luka sayat yang dirancang seperti melakukan insisi pada daerah
operasi.

8. Vulnus schlopectorum luka proyektil yaitu luka yang disebakan senjata

9. Vulnus morsum luka yang disebabkan oleh gigitan gigi baik manusia atau hewan

16
10. Vulnus perforatum luka tembus yang merobek dua sisi tubuh. Bisa disebabkan oleh
senjata tajam seperti panah atau proses infeksi yang sudah meluas sehingga melewati
selpaut serosa/ epitel organ jaringan tubuh

11. Vulnus amputatum luka yang diakibatkan terputusnya salah satu bagian tubuh

12. Vulnus combustio jenis luka bakar yang di akibatkan rusaknya jaringan kulit akibat
thermis, radiasi, elektrik atau kimia

17
Tahap penyembuhan luka

Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini dikarakteristikkan dengan
jumlah jaringan yang hilang.

1) Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan yang


terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan.
Penyembuhan luka dengan alat bantu seperti jaritan, klip atau tape. Pada
penyembuhan primer ini, kehilangan jaringan minimal dan pinggiran luka
ditutup dengan alat bantu. Menghasilkan skar yang minimal. Misalnya; luka
operasi, laserasi dan lainnya. Luka-luka yang bersih sembuh dengan cara ini,
misalnya luka karena operasi, luka kecil yang bersih. Penyembuhannya tanpa
komplikasi, penyembuhan dengan cara ini berjalan cepat dan hasilnya secara
kosmetis baik.

2) Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang tidak
mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan oleh adanya luka
yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Proses penyembuhan
terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka.
Penyembuhan luka pada tepi kulit yang tidak dapat menyatu dengan cara
pengisian jaringan granulasi dan kontraksi. Pada penyembuhan ini, terdapat
kehilangan jaringan yang cukup luas, menghasilkan scar lebih luas, dan memiliki
resiko terjadi infeksi. Misalnya pada leg ulcers, multiple trauma, ulkus diabetik,
dan lainnya. Penyembuhan pada luka terbuka adalah melalui jaringan
granulasi dan sel epitel yang bermigrasi. Luka-luka yang lebar dan terinfeksi,
luka yang tak dijahit, luka bakar, sembuh dengan cara ini. Setelah luka sembuh
akan timbul jaringan parut

3) Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang dibiarkan
terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah diyakini
bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhan
luka yang terakhir. Ketika luka terinfeksi atau terdapat benda asing dan
memerlukan perawatan luka/ pembersihan luka secara intensif maka luka
tersebut termasuk penyembuhan primer yang terlambat. Penyembuhan luka
tersier diprioritaskan menutup dalam 3-5 hari berikutnya. Misalnya luka
terinfeksi, luka infeksi pada abdomen dibiarkan terbuka untuk mengeluarkan
drainase sebelum ditutup kembali, dan lainnya. Disebut pula delayed primary
closure. Terjadi pada luka yang dibiarkan terbuka karena adanya kontaminasi,
kemudian setelah tidak ada tanda-tanda infeksi atau granulasi sudah baik, baru
dilakukan jahitan sekunder ( secondary suture ), yang dilakukan setelah hari
keempat, bila tanda-tanda infeksi telah hilang.

18
Proses Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis. Proses ini tidak hanya
terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor
endegon seperti; umur, nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, kondisi metabolik. Fase-
fase penyembuhan luka dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu;

1. Fase inflamasi

Fase yang terjadi ketika awal terjadinya luka atau cedera (0-3 hari). Pembuluh kapiler yang
cedera mengalami kontraksi dan trombosis memfasilitasi hemostasis. Iskemik pada luka
melepaskan histamin dan agen kimia vasoaktif lainnya yang menyebabakan vasodilatasi
disekitar jaringan. Aliran darah akan lebih banyak ke daerah sekitar jaringan dan
menghasilkan eritema, pembengkakan, panas dan rasa tidak nyaman seperti rasa sensasi
berdenyut. Respon pertahanan melawan patogen dilakukan oleh PMN (Polimononuklear)
atau leukosit dan makrofag ke daerah luka. PMN akan melindungi luka dari invasi bakteri
ketika makrofag membersihkan debris pada luka.

2. Fase rekontruksi

Fase ini akan dimulai dari hari ke-2 sampai 24 hari (6 minggu). Fase ini dibagi menjadi fase
destruktif dan fase proliferasi atau fibroblastik fase. Ini merupakan fase dengan aktivitas
yang tinggi yaitu suatu metode pembersihan dan penggantian jaringan sementara. PMN akan
membunuh bakteri patogen dan makrofag memfagosit bakteri yang mati dan debris dalam
usaha membersihkan luka. Selain itu, makrofag juga sangat penting dalam proses
penyembuhan luka karena dapat menstimulasi fibriblastik sel untuk membuat kolagen

Angiogenesis akan terjadi untuk membangun jaringan pembuluh darah baru. Kapiler baru
yang terbentuk akan terlihat pada kemerahan (ruddy), jaringan granulasi tidak rata atau
bergelombang (bumpy). Migrasi sel epitel terjadi diatas dasar luka yang bergranulasi. Sel
epitel bergranulasi dari tepi sekitar luka atau dari folikel rambut, kelenjar keringat atau
kelejar sebasea dalam luka. Mereka nampak tipis, mengkilap (translucent film) melewati
luka. Sel tersebut sangat rapuh dan mudah dihilangkan dengan sesuatu yang lain daripada
pembersihan dengan hati-hati. Migrasi berhenti ketika luka menutup dan mitosis epetilium
menebal ke lapisan ke 4-5 yang diperlukan untuk membentuk epidermis

Fase kontraksi terjadi selama proses rekontruksi yang menggambarkan tepi luka secara
bersamaan dalam usaha mengurangi daerah permukaan luka, sehingga pengurangan jumlah
jaringan pengganti diperlukan. Kontraksi luka terlihat baik diikuti dengan pelepasan selang
drainase luka. Pada umumnya, 24-48 jam diikuti dengan pelepasan selang drain, tepi dari
sinus dalam keadaan tertutup

3. Fase maturasi

Merupakan fase remodeling, dimana fungsi utamanya adalah meningkatkan kekuatan


regangan pada luka. Kolagen asli akan diproduksi selama fase rekonstruksi yang diorganisir
dengan kekuatan regangan yang minimal. Selama masa maturasi, kolagen akan perlahan-

19
lahan digantikan dengan bentuk yang lebih terorganisasi, menghasilkan peningkatan kekuatan
regangan. Ini bertepatan dengan penurunan dalam vaskularisasi dan ukuran skar. Fase ini
biasanya membutuhkan waktu antara 24 hari sampai 1 tahun.

Proses penyembuhan luka

Proses penyembuhan luka sesuai fase inflamasi (6 jam setelh kecelakaan), fase proliferatif
(hari pertama dan hari kedua), dan fase maturasi (Hari ke tujuh)

7. Asepsis dan antisepsis

Sepsis Antisepsis
Sterilisasi adalah tindakan untuk membuat suatu alat/bahan menjadi bebas hama.
Asespis - keadaan bebas hama/bakteri.
Antiseptik - tindakan untuk membebas-hamakan suatu bahan, alat maupun ruangan terhadap
bakteri/kuman patogen untuk mencegah sepsis.

Cara Sterilisasi
Pemanasan yang dilakukan :
(1) Tanpa tekanan berupa : pemanasan basah, pemanasan kering, dan flamber
(2) Dengan tekanan, yaitu dengan menggunakan sistem autoclave.

20
Pemanasan Basah. Dilakukan dengan cara merebus dalam air mendidih, dengan temperatur
>1000C, selama 15-30 menit. Alat-alat yang direbus harus dalam keadaan bersih, dan seluruh
alat harus terendam dalam air.

Pemanasan Kering. Pemanasan kering dilakukan tanpa pengatur tekanan udara secara
khusus. Di sini digunakan oven, dengan temperatur 1700C (1600-1800C) dalam waktu 1-2
jam. Cara ini dipakai untuk mensterilkan:

- alat bedah (pisau dan gunting dibungkus agar tidak tumpul)


- kaca tahan panas (pyrex)
- kasa, doek, laken, jas operasi.

Flamber. Flamber berarti membakar dengan spiritus atau alkohol 96%. Bahan bakar harus
cukup untuk memberi nhyala minimum selama lima menit. Cara ini mudah dikerjakan, cepat
dan cocok dalam keadaan darurat, dan sterilitasnya terjamin. Alat yang dibakar harus dalam
keadaan bersih dan kering, dan tempat membakar sebaiknya aluminium atau wadah yang
terbuat dari logam tahan karat(stainless steel). Cara ini jangan sering digunakan pada alat dari
logam karena alat akan berubah warna dan rusak; gunting dan pisau mudah menjadi tumpul.
Flamber digunakan untuk mensterilkan:

- tempat peralatan yang telah disterilkan


- kom atau bekken
- alat-alat operasi, bila akan digunakan segera pada keadaan mendesak.

Autoclave. Dilakukan dengan memasak dengan uap bertekanan 750 mmHg dan temberatur
1200C, selama 10-15 menit. Waktu dapat dipersingkat dengan menaikkan tekanan atau
temperatur. Dengan cara ini dalam tempo 13 menit spora dan bakteri akan mati. Digunakan
untuk mensterilkan:

- kain kasa
- doek dan laken operasi
- jas operasi.

Kimiawi. Cara sterilisasi kimiawi dilakukan dengan menggunakan tablet formalin, gas etilen
oksida, larutan antiseptik.

Tablet Formalin. Yaitu dengan memanfaatkan uap tablet formalin. Tablet formalin dibungkus
kain kasa, alat dan tablet formalin yang telah dibungkus kasa dimasukkan ke dalam
wadah/tempat yang tertutup rapat minimum selama 24 jam. Dipakai untuk mensterilkan

21
- sarung tangan operasi
- kateter balon (kateter Foley)
- kasa dan pembalut luka.

Gas Etilen Oksida. Cairan/gas etilen oksida dapat membunuh spora, bakteri serta virus dan
jamur patogen. Sifatnya toksik dan mudah terbakar. Cara ini baik untuk alat tak tahan panas.
Dipakai untuk mensterilkan :

- alat endoskopi (bronkoskopi, gastroskopi, dsb.)


- alat yang terbuat dari karet, plastik (kateter, tuba nasogastrik, spuit plastik, dsb),
- gunting dan mata pisau operasi.

Larutan Antiseptik. Dilakukan dengan cara membilas atau merendam alat yang
bersangkutan. Tiap antiseptik berbeda-beda sifat, tujuan dan pemekaiannya. Larutan
antiseptik dipakai untuk mensterilkan:

- instrumen bedah
- alat-alat yang tajam
- kateter
- korentang.

Radiasi, yaitu dengan menggunakan sinar X dan sinar ultraviolet.


Radiasi. Digunakan untuk mensterilkan:
- tabung suntik plastik
- sarung tangan
- kateter Foley
- infus set
- selang sonde
- kamar operasi.

Antiseptik
Antiseptik adalah zat-zat yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan kuman.
Antiseptik ada yang bersifat sporosidal (membunuh spora) dan ada yang non-sporosidal.
Digunakan pada jaringan hidup khusus, yaitu kulit dan selaput lendir. Antiseptik ini berbeda
dari disinfektan karena disinfektan digunakan untuk tujuan yang sama, tetapi terhadap benda-
benda mati, misalnya lantai rumah sakit, peralatan perawatan rumah sakit, kolam renang, dsb.
Penggunaannya meliputi:

22
- mensucihamakan kulit sebelum operasi untuk mencegah infeksi
- mencuci tangan sebelum operasi untuk mencegah infeksi silang
- mencuci luka, terutama pada luka kotor
- sterilisasi alat bedah
- mencegah infeksi pada perawatan luka
- untuk irigasi daerah-daerah terinfeksi
- mengobati infeksi lokal, misalnya pada mulut, telinga, tenggorokan dan kulit.

Antiseptik terdiri atas :

1. Alkohol

2. Halogen dan senyawanya :

Yodium.
Povidon yodium (Polyvinyl pyrrolidone Iodine).
Yodoform (obat kuning).
Klorheksidin.

3. Oksidansia :

Kalium permagnat.
Perhidrol.

4. Logam berat dan garamnya :

Merkuri klorida (sublimat).


Merkurokrom (obat merah).

5. Asam :

Asam borat.

6. Turunan fenol :

Trinitrofenol (asam pikrat).


Heksaklorofen (pHisoHex).

7. Basa amonium kuarterner (quats) :

Etakridin (rivanol).

23
Yadium dan garam-garam merkuri sukar berdifusi ke dalam kulit karena diendapkan oleh
protein. Khasiat golongan halogen dan fenol dapat ditiadakan oleh cairan tubuh seperti darah,
nanah dan lain-lain.

Alkohol

Etanol. Sifatnya bakterisid kuat dan cepat (efektif dalam dua menit), dan kerjanya meliputi
bakteri gram positif dan negatif tetapi bersifat non-sporosidal (tidak dapat membunuh spora).
Konsentrasi optimum sebagai antiseptik adalah 70%. Kegunaannya berupa : antiseptik kulit
sebelum suntikan, dan mencuci yodium dari kulit.

Halogen dan Senyawanya

1)Yodium.

Merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum luas dan kerjanya sangat cepat. Dalam
konsentrasi 2% membunuh spora dalam waktu 2-3 jam. Kerugiannya adalah sifat iritasi
terhadap luka (menimbulkan nyeri), menimbulkan warna coklat dan kadang-kadang reaksi
dermatitis pada kulit yang peka (sensitif). Kegunaannya adalah sebagai antiseptik kulit
sebelum operasi, kecuali untuk daerah wajah dan genitalia eksterna.

2) Povidon Yodium.

Merupakan kompleks yodium dengan Polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang, mudah


dicuci karena larut dalam air dan stabil karena tak menguap. Masa kerjanya lebih lama dari
yodium. Kegunaannya adalah sebagai : antiseptik kulit menjelang operasi termasuk wajah,
genitaia eksterna dan selaput lendir karena tak merangsang (non-iritatif), serta mencuci luka
kotor dan terinfeksi.

3) Yodoform. Dulu sering digunakan, tetapi sekarang jarang digunakan. Kegunaannya adalah
sebagai antiseptik ulkus.

4) Klorhesidin. Merupakan senyawa biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak
berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dan mukosa, baunya tidak menusuk
hidung. Kekuatannya sama dengan yodium, tetapi kerjanya lambat. Kegunaanya, mencuci
tangan sebelum operasi, mencuci tangan sebelum memeriksa pasien yang menderita penyakit
menular, mencuci luka bakar baik yang bersih maupun kotor, mencuci luka kotor dan
terinfeksi, dan mensterilkan alat bedah serta alat perawatan lainnya.

24
Oksidansia

1) Kalium Permaganat.

Merupakan kristal halus berwarna ungu tua dan berfungsi sebagai bakterisid serta fungisid
agak lemah berdasarkan sifat oksidator. Pemakaiannya dengan melarutkan dalam air dalam
konsentrasi tertentu (1:5000 = konsentrasi yang tidak merangsang kulit). Kegunaannya
sebagai antiseptik pembersih abses dan ulkus.

2) Perhidol (Peroksida/H2O2).

Merupakan antiseptik lemah dengan masa kerja pendek. Digunakan dalam konsentrasi 2-3%.
Antiseptik ini ditujukan terutama untuk mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan
membunuh kuman-kuman anaerob.

Logam berat dan Garamnya

1) Merkuri klorida.

Berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur (bakteriostatik dan fungistatik). Pada
penggunaan lokal bersifat merangsang dan sering menimbulkan alergi. Bersifat racun, jangan
termakan dan korosif terhadap logam. Kegunaan untuk mencuci luka operasi pada operasi
tumor.

2) Merkurokrom.

Versifat bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara merangsang


timbulnya kerak (korts). Kegunaannya untuk luka-luka bedah plastik dan luka lecet.

Asam

1) Asam borat.

Bersifat bakteriostatik lemah. Dapat diabsorbsi oleh kulit yang rusak, terutama pada bayi dan
anak, sehingga tertimbun dalam tubuh sebagai racun. Kegunaannya untuk kompres luka
bernanah.

Derivat Fenol

1) Trinitrofenol.

Bersifat bakterisid dan anestesi lokal. Kegunaannya adalah sebagai antiseptik wajah dan
genitalia eksterna sebelum operasi dan pada luka bakar.

2) Heksaklorofen.

25
Bersifat bakterisid terhadap bakteri gram positif dan mempunyai sifat fungistatik. Kurang
aktif terhadap bakteri gram negatif dan spora. Kerjanya lambat dan tidak merangsang.
Kegunaaannya untuk mencuci tangan sebelum operasi dan mencuci tangan setelah
memeriksa pasien tersangka penyakit menular.

Basa ammonium kuarterner

1) Etakridin.

Bersifat bakterisid, kecuali terhadap basil TBC, Pseudomonas dan salmonella, tidak aktif
terhadap virus dan spora.

8. Bedah minor

Alat-alat yang termasuk dalam bedah minor adalah :


a. Gunting
- Gunting Diseksi (disecting scissor) : Gunting ini ada dua jenis yaitu, lurus dan bengkok.
Ujungnya biasanya runcing. Terdapat dua tipe yang sering digunakan yaitu tipe Moyo
dan tipe Metzenbaum.
- Gunting Benang : Ada dua macam gunting benang yaitu bengkok dan lurus,
kegunaannya adalah memotong benang operasi, merapikan luka.
- Gunting Pembalut/Perban : Kegunaannya adalah untuk menggunting plester dan
pembalut.
b. Nald vooder/Needle Holder/Nald Hecting. Gunanya adalah untuk memegang jarum jahit
(nald hecting) dan sebagai penyimpul benang.
c. Pisau Bedah
Pisau bedah terdiri dari dua bagian yaitu gagang dan mata pisau
(mess/bistouri/blade). Kegunaannya adalah untuk menyayat organ atau bagian tubuh
manusia. Mata pisau disesuaikan dengan bagian tubuh yang akan disayat.

d. Klem (Clamp)
- Klem Arteri Pean. Ada dua jenis yang lurus dan bengkok. Kegunaannya adalah untuk
hemostatis untuk jaringan tipis dan lunak.

26
- Klem Kocher. Ada dua jenis bengkok dan lurus. Sifatnya mempunyai gigi
pada ujungnya seperti pinset sirugis. Kegunaannya adalah untuk menjepit jaringan.
- Klem Allis. Penggunaan klem ini adalah untuk menjepit jaringan yang halus dan
menjepit tumor.
- Klem Babcock. Penggunaanya adalah menjepit dock atau kain operasi.
e. Retraktor (Wound Hook)
Retraktor langenbeck, US Army Double Ended Retraktor dan Retraktor
Volkman penggunaannya adalah untuk membuka luka.
f. Pinset
- Pinset Sirugis : Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan pada waktu diseksi dan
penjahitan luka, memberi tanda pada kulit sebelum memulai insisi.
- Pinset Anatomis : Penggunaannya adalah untuk menjepit kassa sewaktu menekan luka,
menjepit jaringan yang tipisdan lunak.
- Pinset Splinter : Penggunaannya adalah untuk mengadaptasi tepi-tepi luka ( mencegah
overlapping).
g. Deschamps Aneurysm Needle - Penggunaannya adalah untuk mengikat pembuluh darah
besar.
h. Wound Curet - Penggunaannya dalah untuk mengeruk luka kotor, mengeruk ulkus
kronis.
i. Sonde (Probe) - Penggunaannya adalah untuk penuntun pisau saat melakukan eksplorasi,
dan mengetahui kedalaman luka.
j. Korentang - Penggunaannya adalah untuk mengambil instrumen steril, mengambil kassa,
jas operasi, doek steril.
k. Jarum Jahit
Penggunaanya adalah untuk menjahit luka yang dan menjahit organ yang rusak
lainnya.Untuk menjahit kulit digunakan yang berpenampang segitiga agar lebih mudah
mengiris kulit (scharpenald). Sedangkan untuk menjahit otot dipakai yang berpenampang
bulat ( rounde nald ).

27
28
Jenis Hecting dan Macam-Macam Benang

Teknik penjahitan yang digunakan dalam menjahit luka disesuaikan dengan keadaan/
kondisi luka dan tujuan penjahitan. Secara umum, teknik penjahitan dibedakan menjadi :
a. Simple Interupted Suture (Jahitan Terputus/Satu-Satu)
Teknik penjahitan ini dapat dilakukan pada semua luka, dan apabila tidak ada teknik
penjahitan lain yang memungkinkan untuk diterapkan. Teknik ini paling sering
digunakan digunakan karena sederhana dan mudah dilakukan. Tiap jahitan disimpul
sendiri. Dapat dilakukan pada kulit atau bagian tubuh lain, dan cocok untuk daerah
yang banyak bergerak karena tiap jahitan saling menunjang satu dengan lain.
Digunakan juga untuk jahitan situasi. Cara jahitan terputus dibuat dengan jarak kira-
kira 1 cm antar jahitan. Keuntungan jahitan ini adalah bila benang putus, hanya satu
tempat yang terbuka, dan bila terjadi infeksi luka, cukup dibuka jahitan di tempat
yang terinfeksi. Akan tetapi, dibutuhkan waktu lebih lama untuk mengerjakannya.

b. Running Suture/ Simple Continous Suture (Jahitan Jelujur)


Jahitan jelujur membuat simpul hanya pada ujung-ujung jahitan, jadi hanya dua
simpul. Bila salah satu simpul terbuka, maka jahitan akan terbuka seluruhnya. Jahitan
ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan hasil
kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar,
dan sebaiknya tidak dipakai untuk menjahit kulit.

29
c. Running Locked Suture (Jahitan Pengunci/ Jelujur Terkunci/ Feston)
Jahitan jelujur terkunci merupakan variasi jahitan jelujur biasa, dikenal sebagai stitch
bisbol karena penampilan akhir dari garis jahitan berjalan terkunci. Teknik ini biasa
digunakan untuk menutup peritoneum. Teknik jahitan ini dikunci bukan disimpul,
dengan simpul pertama dan terakhir dari jahitan jelujur terkunci adalah terikat.

d. Subcuticuler Continuous Suture (Subkutis)


Jahitan subkutis dilakukan untuk luka pada daerah yang memerlukan kosmetik, untuk
menyatukan jaringan dermis/ kulit. Teknik ini tidak dapat diterapkan untuk jaringan
luka dengan tegangan besar. Pada teknik ini benang ditempatkan bersembunyi di
bawah jaringan dermis sehingga yang terlihat hanya bagian kedua ujung benang yang
terletak di dekat kedua ujung luka. Hasil akhir pada teknik ini berupa satu garis saja.

30
e. Mattress Suture (Matras : Vertikal dan Horisontal)
Jahitan matras dibagi menjadi dua, yaitu matras vertical dan matras horizontal. Prinsip
teknik penjahitan ini sama, yang berbeda adalah hasil akhir tampilan permukaan.
Teknik ini sangat berguna daljhihihy8yam memaksimalkan eversi luka, mengurangi
ruang mati, dan mengurangi ketegangan luka. Namun, salah satu kelemahan teknik
penjahitan ini adalah penggarisan silang.Risiko penggarisan silang lebih besar karena
peningkatan ketegangan di seluruh luka dan masuknya 4 dan exit point dari jahitan di
kulit. Teknik jahitan matras vertical dilakukan dengan menjahit secara mendalam di
bawah luka kemudian dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya
menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena didekatkannya tepi-tepi luka oleh
jahitan ini.

Waktu yang dianjurkan untuk menghilangkan benang ini adalah 5-7 hari (sebelum
pembentukan epitel trek jahit selesai) untuk mengurangi risiko jaringan parut. Penggunaan
bantalan pada luka, dapat meminimalkan pencekikan jaringan ketika luka membengkak
dalam menanggapi edema pascaoperasi. Menempatkan/mengambil tusukan pada setiap
jahitan secara tepat dan simetris sangat penting dalam teknik jahitan ini.

31
Benang bedah
Benang bedah dapat bersifat absorbable dan non-absorbable. Benang yang absorbable
biasanya digunakan untuk jaringan lapisan dalam, mengikat pembuluh darah dan kadang
digunakan pada bedah minor. Benang non-absorbable biasanya digunakan untuk jaringan
tertentu dan harus dilepaskan. Selain itu, benang bedah ada juga yang bersifat alami dan
sintetis. Benang tersebut dapat berupa monofilamen (Ethilon atau prolene) atau jalinan (black
silk). Umumnya luka pada bedah minor ditutup dengan menggunakan benang non-
absorbable. Namun, jahitan subkutikuler harus menggunakan jenis benang yang absorbable.
Black silk adalah benang jalinan non-absorbable alami yang paling banyak
digunakan. Meskipun demikian, benang ini dapat menimbulkan reaksi jaringan, dan
menghasilkan luka yang agak besar. Jenis benang ini harus dihindari, karena saat ini telah
banyak benang sintetis alternatif yang memberikan hasil yang lebih baik. Luka pada kulit
kepala yang berbatas merupakan pengecualian, oleh karena penggunaan jenis benang ini
lebih memuaskan.
Benang non-abosrbable sintetis terdiri atas prolene dan ethilon (nama dagang).
Benang ini berbentuk monofilamen yang merupakan benang terbaik. Jenis benang ini cukup
halus dan luwes dan menghasilkan sedikit reaksi jaringan. Namun, jenis benang ini lebih sulit
diikat dari silk sehingga sering menyebabkan jahitan terbuka. Masalah ini dapat diselesaikan
dengan menggunakan tehnik khusus seperti menggulung benang saat jahitan dilakukan atau
mengikat benang dengan menambah lilitan.
Prolene (monofilamen polypropylene) dapat meningkatkan keamanan jahitan dan
lebih mudah diremove dibandingkan dengan Ethilon (monofilamen polyamide).
Catgut merupakan contoh terbaik dalam kelompok benang absorbable alami. Jenis
benang ini merupakan monofilamen biologi yang dibuat dari usus domba dan sapi. Terdapat
dua macam catgut, plain catgut dan chromic catgut. Plain catgut memiliki kekuatan selama 7-
10 hari. Sedangkan chromic catgut memiliki kekuatan selama 28 hari. Namun, kedua jenis
benang ini dapat menghasilkan reaksi jaringan.
Benang absorbable sintetis terdiri atas vicryl (polygactin) dan Dexon (polyclycalic
acid) yang merupakan benang multifilamen. Benang ini berukuran lebih panjang dari catgut
dan memiliki sedikit reaksi jaringan. Penggunaan utamanya adalah untuk jahitan subkutikuler
yang tidak perlu diremove. Selain itu, juga dapat digunakan untuk jahitan dalam pada
penutupan luka dan mengikat pembuluh darah (hemostasis).
Terdapat dua sistem dalam mengatur penebalan benang, yakni dengan sistem metrik
dan sistem tradisional. Penomoran sistem metrik sesuai dengan diameter benang dalam per-

32
sepuluh milimeter. Misalnya, benang dengan ukuran 2 berarti memiliki diameter 0.2 mm.
Sistem tradisional kurang rasional namun banyak yang menggunakannya. Ketebalan benang
disebutkan menggunakan nilai nol misalnya 3/0, 4/0, 6/0 dan seterusnya.
Paling besar nilainya, ketebalannya semakin kecil. 6/0 merupakan nomor dengan
diameter paling halus yang tebalnya seperti rambut, digunakan pada wajah dan anak-anak.
3/0 adalah ukuran yang paling tebal yang biasa digunakan pada sebagian besar bedah minor.
Khususnya untuk kulit yang keras (kulit bahu). 4/0 merupakan nilai pertengahan yang juga
sering digunakan.
Dalam suatu paket jahitan, terdapat semua informasi mengenai benang dan needlenya
secara lengkap di cover paketnya. Setiap paket jahitan memiliki dua bagian luar, pertama
yang terbuat dari kertas kuat yang mengikat pada cover transaparan. Paket jahitan ini dijamin
dalam keadaan steril sampai covernya terbuka. Oleh karena itu, saat membuka paket, simpan
ke dalam wadah steril. Bagian kedua yakni amplop yang terbuat dari kertas perak yang
dibasahi pada satu sisinya.
Basahan ini memudahkan paket jahitan dipisahkan dari kertas tersebut. Kemudian
dengan menggunakan needle-holder, angkat needle tersebut dari lilitannya dan luruskan
secara hati-hati. Kemudian, gunakan untuk tindakan penjahitan.
Rekomendasi bahan jahitan yang dapat digunakan adalah monofilamen prolene atau
Ethilon 1,5 metrik (4/0) untuk jahitan interuptus pada semua bagian. Monofilamen prolene
atau ethilon 2 metrik (3/0) untuk jahitan subkutikuler non-absorbable. Juga dapat digunakan
untuk jahitan interuptus pada kulit yang keras misalnya pada bahu. Vicryl 2 metrik
(3/0)digunakan pada jahitan subkutikuler yang absorbable dan jahitan dalam
hemostasis. Vicryl 1,5 metrik (4/0) digunakan untuk jahitan subkutikuler jaringan halus atau
jahitan dalam. Prolene atau Ethilon 0,7 (6/0) untuk jahitan halus pada muka dan pada anak-
anak.

9. Soft Tissue Tumor

Kista merupakan kumpulan cairan atau massa setengah cair dalam satu kantong yang tipis.Bila isi
tidak terlalu padat, pada perabaan dapat dirasakan tanda khas kista yakni fluktuasi, yang terjadi akibat
penerusan tekanan ke semua arah dengan sama rata.

1.Kista Aterom
Kista sebasea, atau kista aterom, terbentuk akibat sumbatan kelenjar sebasea sehingga produk kelenjar
yang seperti bubur putih abu-abu (aterom) terkumpul dalam satu kantong tipis. Kista sebasea

33
membesar secara perlahan, dapat timbul di semua kulit kecuali telapak tangan dan kaki yang tidak
mengandung kelenjar sebasea.
Kista berbentuk tumor yang kurang lebih bulat. Karena kelenjar sebasea terletak di dermis,
kista melekat pada dermis tetapi bebas dari dasarnya. Muara kelenjar yang tersumbat menjadi puncak
kista (pungta) yang tampak sebagai titik berwarna kebiruan dermis.
Kista dapat terinfeksi sehingga cepat membesar karena proses inflamasi. Bila proses ini
berlanjut, isinya berubah menjadi nanah, membentuk abses. Pembuangan kista harus tuntas sampai
dengan menyertakan dindingnya terangkat; bila ada yang tertinggal, kista akan muncul kembali
karena dinding kista merupakan sel kelenjar sebasea yang selalu bermitosis dan memproduksi aterom

2.Kista Dermoid
Kista dermoid adalah kelainan bawaan yang timbul di daerah fusi embrional ektoderm. Kista
ini umumnya terdapat di daerah muka, terutama di daerah pinggir luar atas tulang orbita dan pangkal
hidung. Kista juga dapat timbul di abdomen, ovarium, punggung, rafe median skrotum, dan perineum.
Kista teraba kenyal karena dindingnya merupakan bahan dermis yang liat dan isinya penuh
berupa cairan seperti minyak, kadang mengandung unsur rambut berupa lanugo. Kista bebas dari kulit
di atasnya; pada wajah, kista menempel di periosteum

3. Kista Epidermoid
Bila karena sesuatu trauma terdapat sel epidermis
yang masuk ke subkutis dan kemudian luka akibat trauma
tersebut sembuh sendiri, sel epidermis tersebut akan
membentuk kista setelah mengalami mitosis berulang kali.
Kista berbentuk bulat, berdinding tebal, dan berisi
seluruh elemen epidermis serta sisik/keratin yang lepas.
Kista epidermoid biasa ditemukan di telapak kaki atau
tangan yang epidermisnya tebal dan sering mengalami trauma dermis

4.Ganglion
Ganglion adalah kista yang melekat pada sarung tendon atau kapsul sendi, berisi cairan
bening kental hasil sekresi sel sinovial yang melapisi dinding dalamnya. Ganglion terletak di subkutis,

34
umumnya di atas sendi pergelangan tangan dan pergelangan kaki, atau di daerah prapoplitea. Pada
palpasi, ganglion teraba kenyal karena isinya penuh dan dindingnya liat. Ganglion ditangani dengan
pengangkatan kista atau aspirasi isinya disusul dengan penyuntikan kortikosteroid pada rongga kista
yang telah kosong.

5.Keratosis Seboroik : Keratosis seboroik adalah tumor jinak yang sering dijumpai pada orang tua
berupa tumor kecil atau makula hitam yang menonjol diatas permukaan kulit. Keratosis seboroik
adalah tumor jinak yang berasal dari proliferasi epidermal, sering dijumpai pada orang tua dan
biasanya asimtomatik. Keratosis seboroik mempunyai sinonim nevus seboroik, kutil senilis, veruka
seboroik senilis, papiloma sel basal.

6.Veruka Vulgaris : Bentuk ini paling sering ditemui pada anak-


anak tetapi dapat juga pada orang dewasa dan orang tua. Tempat
predileksi utamanya adalah ekstremitas bagian ekstensor.

7.Acrochordon (skin tag) :

Acrochordon memiliki sinonim skin tag, fibroepitelial polips, fibroma pendularis, fibroepitelial
papilloma. Merupakan tumor epitel kulit yang berupa penonjolan pada permukaan kulit yang bersifat
lunak dan berwarna seperti daging atau hiperpigmentasi, melekat pada permukaan kulit dengan
sebuah tangkai dan biasa juga tidak bertangkai.

35
8. Neurofibromatosis : kelainan genetik, dimana
neurofibroma muncul pada kulit dan bagian tubuh
lainnya. Neurofibroma adalah benjolan seperti daging
yang lembut, yang berasal dari jaringan saraf.

Neurofibroma merupakan pertumbuhan dari sel Schwann


(penghasil selubung saraf atau mielin) dan sel lainnya
yang mengelilingi dan menyokong saraf-saraf tepi (saraf
perifer, saraf yang berada di luar otak dan medula spinalis). Pertumbuhan ini biasanya mulai muncul
setelah masa pubertas dan bisa dirasakan dibawah kulit sebagai benjolan kecil.

9. Keloid : Pembentukan jaringan parut berlebihan yang


tidak sesuai dengan beratnya trauma. Kecenderungan
timbul keloid lebih besar pada kulit berwarna gelap.

10. Keratoakantoma : Tumor kulit jinak yang berupa


benjolan bulat dan keras, biasanya berwarna seperti
daging dengan bagian tengah seperti kawah yang
mengandung bahan lengket. Diduga sinar matahari
memegang peran yang penting dalam terjadinya
keratoakantoma.

11.Nevus Pigmentosus : Tumor yang berwarna hitam


atau hitam kecokelatan, karena sel melanosit
mengandung pigmen melanin.

36
12. Xanthelasma : Bentuk yang paling sering ditemukan diantara xantoma, terdapat pada kelopak
mata, khas dengan papula/plak yang lunak memanjang berwarna kuning-oranye, biasanya pada kantus
bagian dalam.

13.Lipoma : Tumor jinak jaringan lemak yang berada di bawah kulit


yang tumbuh lambat, berbentuk lobul masa lunak yang dilapisi oleh
pseudokapsul tipis berupa jaringan fibrosa.

10. Sirkumsisi
Teknik sirkumsisi dengan cara memotong preputium pada bagian dorsal pada jam 12 sejajar
sumbu panjang penis kea rah proksimal, kemudian dilakukan pemotongan sirkuler kekiri dan
kekanan sejajar sulcus coronarius

Indikasi medis
- phimosis atau paraphimosis
- infeksi glans penis (balanitis) rekurens
- adanya smegma
- kondiloma akuminata
Kontraindikasi :
- hipospadia karena kulit preputium akan dipergunakan dalam membuat uretra
- epispadia
- chorde
- webbed penis yaitu adanya jaringan antara penis dan skrotum
Persiapan alat:
- sarung tangan steril
- kasa steril
- disinfektan seperti providone iodine
- klem untuk disinfeksi
- doek lubang steril

37
- spuit 2.5 atau 5 cc steril
- lidokain untuk anetesi infiltrasi
- 2 atau 3 klem lurus
- 2 atau 3 klem arteri kecil
- sonde
- gunting jaringan
- gunting benang
- benag bedah yang cepat diserap,misalnya plain catgut 3/0 secukupnya
- jarum jahit cutting lengkungan , atau lebih bila ada dengan jarum jahit a-traumatic cutting
- needle holder
- pinset

Prosedur
1. Disinfeksi penis dan sekitarnya dengancara disinfeksi
2. Letak doek lubang steril di daerah operasi
3. Lakukan anestesi infiltrasi subkutan dimulai dari pangkal penis melingkar. Bila perlu
tambahkan pada daerah preputium yang akan dipotong dan daerah ventral.
4. Tunggu 3 -5 menit dan yakinkan anestesi local sudah bekerja dengan mencubit
dengan pinset
5. Bila didapati phimosis, lakukan dilatasi dengan klem pada lubang preputium,
lepaskan perlengketannya dengan glans memakai sonde atau klem sampai seluruh
glans bebas. Bila ada smegma, dibersihkan
6. Jepit kulit preputium sebelah kanan dan kiri garis median bagian dorsal dengan 2
klem lurus. Klem ketiga dipasang pada garis tengah ventral. (preputium dijepit klem
pada jam 11, 1,6 ditarik ke distal)
7. Gunting preputium dorsal tepat digaris tengah (diantara 2 klem) kira-kira - 1 cm
dari sulkus koronarius, buat tali kendali
8. Pindahkan klem (dari jam 1 dan 11) ke ujung distal sayatan (jam 12 dan 12). Insisi
melingkar kekiri dan kekanan dengan arah serong menuju frenulum di distal penis
(pada frenulum inisisi dibuat agak meruncing seperti huruf V, buat tali kendali )
9. Cari perdarahan dan klem, ikat dengan benang plain catgut yang disiapkan
10. Setelah diyakini tidak ada perdarahan (biasanya perdarahan yang banyak di frenulum)
siap untuk dijahit. Penjahitan dimulai dari dorsal, jam 12, dengan patokan klem yang

38
terpasang dan jahitan yang diperlukan. Selanjutnya jahitan dibuat melingkar pada jam
3,6,9,12 dan seterusnya.
11. Luka ditutup dengan kasa atau penutup luka lain dan diplester. Lubang uretra harus
bebas dan sedapat mungkin tidak terkena urin.

Teknik anestesi

1. Teknik Blokade Saraf Penis atau (Penile block technique) lebih baik daripada infiltrasi
karena anak tidak kesakitan karena proses masuknya jarum suntik ke penis. Teknik ini cukup

39
dengan 2 kali pemasukan jarum. Lebih memantapkan anestesi bagian ventral dan sekitar,
teknik ini sebaiknya disertai dengan Teknik Cincin (Ring technique).

2. Untuk masa kerja anestesi yang lebih lama (4-5 jam), Zat Anestesi Lokal (ZAL) yang
dipilih adalah campuran Lidocaine 1% dan Bupivacaine 0.25% dalam jumlah yang sama.
Apabila tidak tersedia, bisa digunakan ZAL Lidocaine 1% dan harus tanpa campuran
epinefrin (Jangan pakai Pehacain dsb) karena dapat menimbulkan vasokonstriksi dan iskemia
jaringan. Dosis Lidocaine max 0.3ml/kgBB. Mudahnya, anak 20kg pakai 3 ampul. Hal yang
penting dan sering terlupa adalah memeriksa expire date.

3. Teknik penyuntikan

Penile block technique


Penile block technique:
A. Dewasa: Suntik di jam 1 dan 11 pangkal penis, tembus fascia Buck, masing-masing 2-3
ml. Lanjutkan ring technique
B. Anak: Ambil pangkal penis. Suntik di jam 2 dan 10. Untuk anak, suntikan tegak lurus
relatif terhadap titik permukaan penis. Disuntik 0.5-1.0 cm proksimal dari pangkal, tembus
fascia Buck, masing-masing 1 ml. Lanjutkan ring technique
(Keterangan: Tembus Fascia Buck = sensasi menembus kertas.)

40
Ring technique

Jarum jangan ditarik ke luar setelah penile block. Masukan infiltrasi subkutan ke bagian
ventral masing2 sisi hingga dorsal secukupnya. Ini akan membuat jaringan edema dan
menggembung.

Masase 20 detik. Diamkan 3-5 menit. Sabar pada tahap ini adalah salah satu kunci sukses
anestesi. Tanpa kesabaran, dokter akan melakukan injeksi-injeksi infiltrasi lain yang
menyakitkan dan tidak bermanfaat bagi pasien.

Klem di jam 10, 2, dan 6 dan lihat ekspresi anaknya

Kegagalan Anestesi
Ciri-ciri gagal anestesi:
1. Pasien berteriak keras sewaktu kulit preputium diklem
2. Untuk anak dengan sifat manja dan cengeng, anak akan merasa ada sensasi dicubit namun
tidak sakit. Biasanya, anak akan berteriak mengada-ada. Triknya, coba ajak anak bicara
Sakit beneran atau setengah-setengah? Kalau beneran sakitnya dokter suntik lagi tidak apa-
apa, ya?
3. Menjerit atau berteriak sewaktu digunting kecuali ketika bagian frenulum jam 6, meskipun
anestesi sudah mumpuni pun pasti ada sensasinya, yang penting sudah minimal. Hati-hati
justru operator terlalu proksimal menggunting bagian frenulum. Sensasi ketika bagian
penting frenulum ikut terikat atau terpotong dalam adalah rasa ingin buang air kecil.

41
Kesalahan atau teknik yang sering membuat gagal anestesi:

1. Teknik suntik jam 12 lalu infiltrasi kanan dan kiri setelah tembus fascia Buck.
Secara anatomi ada lateralisasi saraf jadi ZAL tidak sampai ke sarafnya. Di dalam fascia
Buck bukan hanya ada saraf, sehingga masuk fascia Buck bukan berarti ZAL itu sudah bisa
bekerja memblokade saraf. Hal ini penting terutama pada penis dengan diameter yang lebih
besar.
2. Teknik infiltrasi.
Teknik ini membuat edema dan pemasukan jarum suntik yang lebih sering. Hal ini sering
berkaitan dengan kepercayaan anak yang dijanjikan hanya beberapa kali suntikan namun
pada prakteknya dokter menyuntikan bisa lebih dari 8 kali Anak bisa jadi ansietas dan tidak
percaya.
3. Masuk pembuluh darah karena lupa mengaspirasi sebelum penyuntikan ZAL.

Tips lain:
1.Boleh diberikan anxiolytic seperti Diazepam. Perhatikan dosisnya.
2.Untuk anak, bicaralah seperti orang dewasa, kurangi pernyataan yang bisa membohongi
anak, karena secara psikologi, anak itu tidak suka dibohongi dalam rasa ingin tahunya tentang
sebab akibat perilaku dia dan tindakan kita. Sebutkan apa gunanya disuntik, apa baiknya
tindakan khitan, dan apa keinginan dia setelah berkhitan.

Wound suture
1)Jahitan frenulum
Frenulum biasanya dijahit denga matras horizontal atau boleh dengan matras 8 (cross).
Setelah dijahit sisakan benang untuk digunakan sebagai kendali.
Jahitan dorsal - Jahitan pada dorsal penis menggunakan jahitan simpul. Sisakan benang untuk
tali kendali
2) Jahitan bagian kulit mukosa yang lain
Dengan menggunakan kendali untuk mengarahkan posisi penis jahit sekeliling luka dengan
jahitan simpul (jam 12). Jahitan simpul bisa dilakukan pada jam 3 atau 9 atau 2,4,8, dan 10.
Tidka dianjurkan menggunakan jahitan jelujur. Bila telah dijahit semua makan lihat apakah
ada bagian yang renggang yang memerlukan jahitan.

42
Wound care
Setelah selesai dijahit, olesi tepi luka dengan betadine. Bila perlu beri dan olesi antibiotik.
Perawatan luka bisa dilakuakn dengan metode tertutup atau terbuka
Metode terbuka bisa dilakukan bila ada jaminan penderita mampu menjaga kebersihan
luka. Setelah diolesi betadine dan salep antibiotika dibiarkan secara terbuka
Metode tertutup setelah diberikan betadine dan salep antibiotika, berikan sufratule secara
melingkar. Tutup dengan kasa steril, ujung kain kasa dipilin sebagai tempat fiksasi supra
pubic dengan menggunakan plester (balutan suspensorium) atau biarkan berbentuk cincin
(balutan ring)
Post operation care
- analgetik
- antibiotic
Edukasi
- luka dalam 3 hari jangan kena air
- hati-hati dengan perdarahan post sirkumsisi, bila ada segera control
- banyak istirahat
- bila selesai kencing hapus sisa air kenicng dengan tisu atau kasa
- banyak makan dan minum yang bergizi
- seteleah 3 5 hari post sirkumsisi, buka perban di rumah dan segera kontol
Komplikasi
- Penderita alergi terhadadap obat anestesi lokal. Lebih sering pada prokain dan jarang
didapati pada lidokain. Seharusnya disiapkan pula obat untuk mengatasi shock anafilatik
- Perdarahan. Terutama pada frenulum, karena itu harus diyakinkan jahitan pada frenulum
sudah cukup adekuat. Perdarahan juga dapat terjadi pada penderita dengan kelainan
pembekuan darah
- Infeksi. Bila asepsis-antisepsis kurang diperhatikan atau terkena urin
- Pengangkatan kulit preputium kurang adekuat sehingga glans masih tertutup kulit
- Pengangkatan kulit terlalu banyak yang dapat menyebabkan kesulitan menjahit, tegang dan
mempengaruhi penis sewaktu ereksi nantinya
- Glans ikut terpotong atau amputasi glans. Dengan dorsumsisi lebih dahulu, hamper tidak
pernah terjadi. Glans terpotong paling banyak didapati pada teknik guoletin karena tanpa
membuka preputium terlebih dahulu.
11. ortopedi ( defines fraktur, beberapa fraktur, prinsip penanganan fraktur, indikasi reposisu fraktur
tertutup, terbuka, rupture tendon)

43
11. Fraktur

Definisi

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik
yang bersifat total maupun parsial

Tipe fraktur

A. Fraktur komplit

Tulang terbagi menjadi dua atau lebih fragmen. Pola fraktur pada rontgen dapat membantu
memprediksi tindakan setelah reduksi: jika fraktur transversal patahan biasanya akan tetap
pada tempatnya setelah reduksi; jika fraktur oblique atau spiral, tulang cenderung memendek
dan kembali berubah posisi walaupun tulang dibidai. Jia terjadi fraktur impaksi, fragmen
terhimpit bersama dan garis fraktur tidak jelas. Fraktur kominutif dimana terdapat lebih dari 2
fragmen tulang; karena jeleknya hubungan antara permukaan tulang, cenderung tidak stabil.

B.Faktur inkomplit

Disini tulang tidak secara total terbagi dan periosteum tetap intak. Pada fraktur greenstick
tulang membengkok; hal ini terjadi pada anak-anak yang tulangnya lebih lentur dibandingkan
dewasa. Anak-anak juga dapat bertahan terhadap cedera dimana tulang berubah bentuk tanpa
terlihat retakan jelas pada foto rontgen

Klasifikasi fraktur

Klasifikasi etiologis
o Fraktur traumatik : terjadi karena trauma yang tiba-tiba
o Fraktur patologis : terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat
kelainan patologis di dalam tulang
o Fraktur stres : terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu
tempat tertentu
Klasifikasi klinis
o Fraktur tertutup (simple fracture) : suatu fraktur yang tidak mempunyai
hubungan dengan dunia luar
o Fraktur terbuka (compound fracture) : fraktur yang mempunyai hubungan
dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk
from within (dari dalam) atau from without (dari luar).

44
o Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) : fraktur yang disertai
dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union, nonunion, atau infeksi
tulang
Klasifikasi radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas :
o Lokalisasi
Diafisial
Metafisial
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi
o Konfigurasi
Fraktur transversal
Fraktur oblik
Fraktur spiral
Fraktur Z
Fraktur segmental
Fraktur komunitif, fraktur lebih dari dua fragmen
Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi
Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo misalnya
fraktur epikondilus humeri, fraktur trochanter major, fraktur patella
Fraktur depresi, karena trauma langsung misalnya pada tulang
tengkorak
Fraktur impaksi
Fraktur pecah (burst) dimana terjadi fragmen kecil yang berpisah
misalnya pada fraktur vertebra, patella, talus, kalkaneus
Fraktur epifisis

45
o Menurut eksistensi
Fraktur total
Fraktur tidak total (fraktur crack)
Fraktur buckle atau torus
Fraktur garis rambut
Fraktur green stick
o Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya
Tidak bergeser (undisplaced)
Bergeser (displaced) dapat terjadi dalam 6 cara :
Bersampingan
Angulasi
Rotasi
Distraksi
Over-riding
Impaksi
Klasifikasi Nicol

Klasifikasi The American Society of Internal Fixation, yang dikembangkan oleh


Muller et al telah diterima di seluruh dunia; klasifikasi ini kemudian dimodifikasi oleh Johner
dan Wruhs dengan menambahkan mekanisme cedera, patahan, dan derajat keparahan cedera
jaringan lunak. Klasifikasi ini digunakan untuk reduksi terbuka dengan fiksasi plate and
screw.

46
Prinsip penanganan fraktur

Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif, prinsip pengobatan


ada empat (4R), yaitu :
Recognition; diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan
anamnesis, pemeriksaan klinik, dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan lokalisasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai
untuk pengobatan, dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan.
Reduction; reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat
diterima. Pada fraktur intra-artikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat
mungkin mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti
kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari.
Posisi yang baik adalah alignment yang sempurna dan aposisi yang sempurna.
Fraktur seperti fraktur klavikula, iga, dan fraktur impaksi dari humerus tidak
memerlukan reduksi. Angulasi <5 pada tulang panjang anggota gerak bawah
dan lengan atas dan angulasi sampai 10 pada humerus dapat diterima.
Terdapat kontak sekurang-kurangnya 50%, dan over-riding tidak melebihi 0,5
inchi pada fraktur femur. Adanya rotasi tidak dapat diterima dimanapun
lokalisasi fraktur.
Retention; imobilisasi fraktur
Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
Penatalaksanaan fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint. Status
neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah
reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multipel trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi
awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan
definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF
maupun OREF.
Tujuan pengobatan fraktur yaitu :
a. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen keposisi anatomi. Teknik reposisi
terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau traksi kulit dan skeletal. Cara lain yaitu dengan reposisi terbuka yang dilakukan

47
pada pasien yang telah mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser, mobilisasi dini,
fraktur multipel, dan fraktur patologis.
b. IMOBILISASI / FIKSASI dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi
sampai Union. Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur
unstable serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar.

Jenis Fiksasi :
a. Eksternal / OREF (Open Reduction External Fixation)
Gips (plester cast)
Traksi
Jenis traksi :
Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus
Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali
ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas
Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.
Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur,
lutut), pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris). Adapun komplikasi yang dapat
terjadi pada pemasangan traksi yaitu gangguan sirkulasi darah pada beban > 12
kg, trauma saraf peroneus (kruris) , sindroma kompartemen, infeksi tempat
masuknya pin.
- Indikasi OREF :
Fraktur terbuka derajat III
Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas
Fraktur dengan gangguan neurovaskuler
Fraktur Kominutif
Fraktur Pelvis
Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF
Non Union
Trauma multipel
b. Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, k-nail. Keuntungan cara ini
adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.

48
- Indikasi ORIF :
Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avascular nekrosis tinggi, misalnya fraktur
talus dan fraktur collum femur.
Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulsi dan fraktur
dislokasi.
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia,
fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki.
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi,
misalnya : fraktur femur.

Tendon

Tendon adalah struktur dalam tubuh yang menghubungkan otot ke tulang. Otot rangka dalam
tubuh bertanggung jawab untuk menggerakkan tulang, sehingga memungkinkan untuk
berjalan, melompat, mengangkat, dan bergerak dalam banyak cara. Ketika otot kontraksi,
tendon menarik tulang dan menyebabkan terjadinya gerakan

Ruptur Tendon

Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa. Ruptur tendon adalah robek, pecah
atau terputusnya tendon yang diakibatkan karena tarikan yang melebihi kekuatan tendon.

Manifestasi Klinis

1. Seperti merasa atau mendengar bunyi pop

2. Nyeri yang hebat

3. Memar

4. Terdapat kelemahan

5. Ketidakmampuan untuk menggunakan lengan atau kaki yang terkena

6. Ketidakmampuan untuk memindahkan bidang yang terlibat

7. Ketidakmampuan untuk menanggung beban

8. Terdapat deformitas

Lokasi ruptur tendon

1) Quadriceps

49
Ruptur tendon quadriceps relatif jarang terjadi dan biasanya terjadi pada pasien yang lebih
tua dari 40 tahun. Terdapat hubungan yang kuat dengan adanya penyakit sistemik dan
perubahan degeneratif sebelumnya dalam mekanisme ekstensor lutut. Ruptur paling sering
terjadi secara unilateral. Pasien biasanya datang dengan nyeri lutut akut, pembengkakan, dan
kehilangan fungsi setelah tersandung atau jatuh. Mungkin tidak ada riwayat nyeri lutut
sebelumnya. Namun, pasien yang lebih muda dengan jumpers knee biasanya memiliki
riwayat nyeri kronis, aktivitas yang berhubungan patela yang diperburuk dengan melompat
atau berlutut.

2) Achilles
Biasanya terjadi pada pria sehat berusia antara 30 dan 50 tahun yang tidak memiliki cedera
atau masalah pada kaki yang terkena sebelumnya. Mereka yang menderita cedera ini
biasanya "weekend warriors" yang aktif secara intermitten. Kebanyakan kerusakan Achilles
terjadi di kaki kiri dalam substansi tendoachilles, kira-kira 2-6 cm di atas insersi tendon
calcanealis. Mekanisme yang paling umum dari cedera termasuk fleksi plantar tiba-tiba,
dorsiflexi tiba-tiba dari kaki, dan dorsofleksi yang terlalu keras dari kaki yang plantar fleksi.
Mekanisme lain termasuk trauma langsung dan lebih jarang, atrisi tendon akibat peritenonitis
jangka panjang dengan atau tanpa tendinosis.

3) Rotator cuff
Rotator cuff adalah sekelompok tendon yang menghubungkan empat otot bahu atas ke tulang.
Kekuatan cuff memungkinkan otot untuk mengangkat dan memutar tulang humerus. Tendon
berjalan di bawah akromion yang sangat rentan untuk mengalami kerusakan. Hal ini dapat
menyebabkan robekan yang mengakibatkan bahu terasa nyeri dan lemah. Robekan dapat
terjadi tiba-tiba oleh karena trauma tunggal atau berkembang secara bertahap. Ketika tendon
atau otot-otot rotator cuff robek, pasien tidak lagi mampu mengangkat atau memutar lengan
nya dengan kekuatan yang sama seperti sebelum cedera dan / atau merasakan rasa sakit yang
signifikan bila bahu digerakkan. Rasa sakit ini juga sangat umum di malam hari dan sering
menjalar ke lengan
Tendo rotator cuff terdiri dari:
Tendo Supraspinatus
Tendo Infraspinatus
Tendo Teres minor

50
Tendo Subskapularis
4) Biceps
Tendo biseps normalnya terhubung kuat ke tulang. Ketika terjadi ruptur tendo biseps, tendo
ini terlepas, otot tidak dapat menarik tulang, dan gerakan tertentu dapat melemah atau terasa
nyeri. Terdapat dua jenis ruptur tendo biseps:
1.Ruptur tendo biseps proksimal
Ruptur tendo biseps proksimal adalah trauma yang terjadi pada tendon biseps di sendi bahu.
Jenis cedera adalah jenis yang paling umum dari cedera tendo biseps. Umumnya sering
terjadi pada pasien usia lebih dari 60 tahun, dan biasaya meunjukkan gejala minimal. Ruptur
tendo biseps melibatkan salah satu dari dua ujung tendon biseps. Kondisi ini biasanya terjadi
pada orang tua dan disebabkan oleh perubahan degeneratif dalam tendo biseps yang
menyebabkan kegagalan struktur. Kebanyakan pasien terlebih dahulu merasakan nyeri bahu
menetap dengan impingement syndrome atau rotator cuff tear. Ruptur tendon biseps
proksimal juga dapat terjadi selama kegiatan ringan, dan beberapa pasien mungkin
mengalami beberapa nyeri setelah terjadi ruptur tendon. Tendo biseps proksimal dapat ruptur
pada pasien muda dengan kegiatan seperti angkat berat atau olahraga melempar, tapi kejadian
ini cukup jarang terjadi.

2. Ruptur tendo biseps distal


Tendon biseps distal terdapat di sekitar sendi siku. Trauma yang terjadi biasanya disebabkan
oleh angkat berat atau olahraga yang dilakukan oleh pria paruh baya. Kebanyakan pasien
dengan ruptur tendo bisep distal perlu menjalani operasi untuk memperbaiki tendo yang
robek. Ruptur tendo biseps distal pada sendi siku lebih jarang terjadi. Presentasenya kurang
dari 5% dari ruptur tendo biseps. Biasanya terdapat tendinosus, atau perubahan degeneratif
dalam tendo, yang merupakan prodisposis terjadinya ruptur tendo. Pada ruptur tendo biseps
distal penting diketahui bahwa tanpa perbaikan dengan bedah, pasien yang mengalami ruptur
tendo biseps distal lengkap akan mengalami kehilangan kekuatan pada siku. Kekuatan akan
mempengaruhi kemampuan untuk menekuk siku, melawan tahanan, dan kemampuan untuk
memutar lengan (misalnya, memutar gagang pintu atau obeng).

51
12. Dislokasi

Definisi

Dislokasi adalah perpindahan suatu bagian. Dislokasi sendi pula adalah tergesernya
permukaan tulang yang membentuk persendian terhadap tulang lainnya. Dislokasi dapat
berupa lepas komplet atau parsial , atau subluksasio

Stabilitas Sendi

Stabilitas sebuah sendi tergantung pada tiga faktor utama: (a) bentuk, ukuran, dan susunan
facies articularis; (b) ligamentum; (c) tonus otot di sekitar sendi

Permukaan Sendi

Struktur ball-and-socket articulatio coxae dan mortise pada articulatio talocruralis


merupakan contoh yang baik bagaimana bentuk tulang berperan penting pada stabilitas sendi.
Akan tetapi terdapat pula sendi yang bentuk sendinya kurang atau tidak berperan dalam
stabilitas sendi seperti articulatio acromioclavicularis, articulatio calcaneocuboidea, dan
articulatio genus.

Ligamentum

Ligamentum fibrosa mencegah pergerakan sendi yang berlebihan, tetapi apabila regangan
berlangsung dalam waktu yang cukup lama, ligamentum fibrosa akan teregang. Contohnya
ialah ligamentum pada sendi-sendi yang membentuk lengkung kaki tidak dengan sendirinya
menyokong beban berat badan. Apabila tonus otot yang biasanya menyokong lengkung kaki
terganggu akibat kelelahan, ligamentum akan meregang dan lengkung kaki akan turun
sehingga terjadi kaki datar.

Sebaliknya, ligamentum elastika akan kembali ke panjang semula sesudah meregang.


Ligamentum elastika tulang-tulang pendengaran memegang peranan aktif dalam menyokong
sendi dan membantu mengembalikan tulang-tulang pada posisi semula setelah melakukan
pergerakan.

Tonus Otot

Pada kebanyakan sendi, tonus otot merupakan faktor utama yang mengatur stabilitas sendi,
misalnya tonus otot-otot pendek di sekitar articulation humeri mempertahankan caput humeri
yang berbentuk setengah bulat pada cavitas glenoidalis scapulae. Tanpa kerja otot-otot ini,
hanya dibutuhkan sedikit tenaga untuk menyebabkan terjadinya dislokasio sendi. Articulatio

52
genus merupakan sendi yang sangat tidak stabil tanpa aktivitas tonus musculus quadriceps
femoris. Sendi antara tulang-tulang kecil yang membentuk lengkung kaki sebagian besar
disokong oleh tonus otot-otot tungkai bawah, yang tendonya berinsersio pada tulang-tulang
kaki.

Klasifikasi Dislokasi

Klasifikasi dislokasi menurut penyebabnya adalah:


1. Dislokasi kongenital
Hal ini terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan seseorang, paling
sering terlihat pada daerah panggul (hip).

2. Dislokasi spontan atau patologik


Hal ini dapat terjadi akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.
misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh
kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatik
Dislokasi traumatik adalah suatu kedaruratan ortopedi, yang memerlukan
pertolongan segera. Hal ini membuat sistem vaskularisasi terganggu, susunan
saraf rusak dan serta kematian dari jaringan. Trauma yang kuat membuat
tulang keluar dari posisi anatomisnya dan mengganggu jaringan lain seperti
merusak struktur sendi, ligamen, saraf, dan sistem vaskular. Seringkali terjadi
pada orang dewasa. Bila tidak ditangani dengan segera dapat terjadi nekrosis
avaskuler (kematian jaringan akibat anoksia dan hilangnya pasokan darah) dan
paralisis saraf.

Dislokasi berdasarkan tipe kliniknya dapat dibagi menjadi :


1. Dislokasi Akut
Umumnya dapat terjadi pada bagian bahu, siku tangan dan panggul. Dislokasi
ini dapat juga disertai nyeri akut serta pembengkakan di sekitar sendi.
2. Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma pada daerah dislokasi sendi diikuti oleh frekuensi berulang,
maka dislokasi akan berlanjut dengan trauma yang minimal, hal disebut
dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada sendi bahu (shoulder joint) dan
sendi pergelangan kaki atas (patello femoral joint). Dislokasi berulang

53
biasanya sering dikaitkan dengan fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya
ujung tulang yang patah akibat dari kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot
dan tarikan.

Dislokasi berdasarkan daerah anatomis

1.Dislokasi sendi bahu (shoulder joint)

Dislokasi yang sering terjadi pada atlet adalah dislokasi sendi bahu dan sendi panggul. Sendi
dapat menjadi macet karena tergeser dari posisi anatomisnya, selain itu juga akan terasa
nyeri. Ligamen-ligamen pada sendi yang pernah mengalami dislokasi biasanya menjadi
kendor, sehingga sendi tersebut memiliki kemungkinan untuk mengalami dislokasi kembali.

Dislokasi Anterior

Dislokasi preglenoid, subcoracoid, subclaviculer. Paling sering ditemukan jatuh dalam


keadaan out stretched atau jatuh yang menyebabkan rotasi eksternal bahu atau cedera akut
karena lengan dipaksa beraduksi, dan ekstensi. Trauma pada scapula memiliki gambaran
klinis nyeri hebat dengan gangguan pergerakan bahu, kontur sendi bahu rata, kaput humerus
bergeser ke depan yang ditemukan pada pemeriksaan radiologis.

Manifestasi
Penderita biasanya menyangga lengan yang cedera pada bagian siku dengan menggunakan
tangan sebelahnya. Lengan dalam posisi abduksi ringan selain itu kontur terlihat squared off
dan penderita mengeluh sangat nyeri. Pada dislokasi sendi bahu anterior dapat dilakukan
beberapa traksi untuk mereposisi sendi yang telah mengalami dislokasi, antara lain:

1.Teknik Cooper-Milch

a.Dibawah conscious sedation, tempatkan penderita pada posisi supine dengan siku fleksi
90.

b.Luruskan siku dan dengan sangat perlahan pindahkan lengan pada posisi abduksi penuh
yang ditahan pada traksi lurus dimana seorang asisten mengaplikasikan tekanan yang lembut
pada sisi medial dan inferior dari humeral head.

c. Adduksi lengan secara bertahap.

54
d. Pasang collar dan cuff, kemudian lakukan X-ray post reduksi.

Teknik Cooper - Milch

2.Teknik Stimsons

Metode yang memanfaatkan gaya gravitasi, yang sering dilakukan pada ED yang sangat
sibuk.

a.Berikan analgesic IV dimana penderita berbaring pada posisi pronasi dengan lengan
tergantug di sebelah trolley dengan beban seberat 2,5-5 g tertarik pada lengan tersebut.

b.Perlahan setelah 5-30 menit, lakukan rotasi relokasi bahu.

c. Pasang collar dan cuff, periksa X-ray post reduksi.

Teknik Stimsons

55
3.Teknik Hipocrates

a.Reposisi dilakukan dengan menggunakan general anestesi.

b.Lengan pasien ditarik kea rah distal punggung dengan sedikit abduksi, sementara kaki
penolog berada diketiak pasien untuk mengungkit kaput humerus ke arah lateral dan
posterior.

c.Setelah reposisi, bahu dipertahankan dalam posisi endorotasi dengan penyangga ke dada
selama paling sedikit 3 minggu.

d.Pasang collar dan cuff, periksa X-ray post reduksi.

4.Teknik Kocher

Penderita ditidurkan di atas meja. Penolong melakukan gerakan yang dapat dibagi menjadi 4
tahap :

Tahap 1 : dalam posisi siku fleksi, penolong menarik lengan atas ke arah distal.

Tahap 2 : dilakukan gerakan eksorotasi dari sendi bahu.

Tahap 3 : melakukan gerakan adduksi dan fleksi pada sendi bahu.

Tahap 4 : melakukan gerakan endorotasi sendi bahu.

Setelah tereposisi, sendi bahu difiksasi dengan dada dengan menggunakan verban dan lengan
bawah digantung dengan sling (mitella) selama 3 minggu..

Dislokasi Posterior

Biasanya trauma langsung pada sendi bahu dalam keadaan rotasi interna, serta terjulur atau
karena hantaman pada bagian depan bahu, selain itu dapat juga terkait dengan adanya
kontraksi otot saat kejang atau cedera akibat tersetrum listrik.

Manifestasi - Lengan dalam posisi rotasi internal dan adduksi. Penderita merasakan nyeri dan
dapat terjadi penurunan pergerakan dari sendi bahu.

56
Dislokasi Inferior
Pada luksasio erecta, posisi lengan atas dalam posisi abduksi, kepala humerus terletak di
bawah glenoid, terjepit pada kapsul yang robek. Karena kerobekan kapsul sendi lebih kecil
disbanding kepala humerus, maka sangat susah kepala humerus ditarik keluar, hal ini disebut
efek lubang kancing (Button hole effect). Pengobatan dapat dilakukan dengan melakukan
reposisi tertutup seperti dislokasi anterior, jika gagal dilakukan reposisi terbuka dengan
operasi.

Manifestasi Klinis - Abduksi lengan atas dengan posisi hand over head. Selain itu,
hilangnya kontur bulat dari bahu.

2.Dislokasi sendi siku tangan (elbow joint)


Cedera biasanya digolongkan berdasarkan arah pergeserannya, tetapi pada 90%
dislokasi siku, kompleks radioulna bergeser ke posterior atau ke posterolateral, sering
bersama-sama dengan fraktur pada prosessus tulang. Penyebab dislokasi posterior biasanya
terjatuh pada posisi tangan yang terentang dengan posisi siku dalam ekstensi. Begitu terjadi
dislokasi posterior, pergeseran lateral juga dapat terjadi. Banyak terjadi kerusakan jaringan
lunak: kapsul anterior dan otot brakhialis robek, ligamen kolateral terentang atau mengalami
ruptur, dan saraf serta pembuluh sekelilingnya mungkin dapat mengalami kerusakan.

Manifestasi
Pasien menyangga lengan bawahnya dengan siku yang sedikit berfleksi. Kalau
pembengkakan tidak hebat, deformitas jelas terlihat. Terdapat nyeri spontan, nyeri sumbu dan
gerak abnormal sangat terbatas pada posisi kurang lebih 30. Pada pemeriksaan dorsal siku,
didapat perubahan pada segitiga sama kaki yang dibentuk oleh olecranon, epikondilus lateral,
dan epikondilus medial. Segitiga yang noral sama kaki berubah menjadi segitiga yang tidak
sama kaki. Olecranon dapat teraba di bagian belakang.

3.Dislokasi sendi panggul (hip joint)


Dislokasi panggul dapat terjadi ketika caput femur keluar dari daerah acetabulum
(socket) pada pelvis. Dislokasi ini dapat terjadi apabila daerah tersebut mengalami benturan

57
keras seperti pada kecelakaan mobil ataupun jatuh dari ketinggian tertentu. Pada kecelakaan
mobil, dimana akibat terbenturnya lutut membentur dashboard sehingga terjadi deselerasi
yang cepat dan tekanan dihantarkan dari femur ke panggul. Kadang dislokasi pada sendi
panggul ini juga dapat disertai adanya fraktur. Dislokasi pada sendi panggul merupakan jenis
dislokasi yang amat serius dan membutuhkan penanganan yang cepat. Diagnosis dan terapi
yang tepat untuk menghindari akibat jangka panjang dari hal ini yaitu nekrosis avaskuler dan
osteoarthritis.
Dislokasi sendi panggul terbagi menjadi dua yaitu dislokasi anterior dan dislokasi
posterior tergantung berat atau tidaknya trauma tersebut.

1. Dislokasi Posterior 90% dislokasi ini terjadi pada daerah panggul, dimana tulang
femur terdorong keluar dari socket atau acetabulum arah ke belakang (backward
direction). Dislokasi posterior ditandai dengan pergelangan kaki atas (tulang femur)
yang berotasi interna dan adduksi, panggul dalam posisi fleksi namun pada bagian
lutut serta pergelangan kaki bawah justru pada posisi yang berkebalikan. Biasanya
disertai juga dengan penekanan dari nervus ischiadicus.
2. Dislokasi Anterior (Obturator Type) Dislokasi ini sering disebabkan tekanan
hiperekstensi melawan tungkai yang abduksi sehingga caput femur terangkat
dan keluar dari acetabulum, caput femur terlihat di depan acetabulum socketnya
dengan arah maju ke depan (forward direction) sehingga daerah panggul
mengalami abduksi dan rotasi eksterna menjauhi dari bagian tengah tubuh.
3. Dislokasi Sentral terjadi apabila kaput femur terdorong ke dinding medial
acetabulum pada rongga panggul, namun kapsul tetap utuh. Terdapat
pembengkakan di daerah tungkai proksimal tetapi posisi tetap normal, nyeri
tekan pada daerah trochanter, dan gerakan sendi panggul menjadi terbatas.
4. Dislokasi sendi lutut (kneecap joint)
Dislokasi patella paling sering disebabkan oleh robeknya ligamen yang
berfungsi untuk menstabilkan dari sendi lutut tersebut. Ligamen yang paling
sering mengalami cedera dalam hal ini yaitu ligamentum krusiatum, dimana hal
ini dapat terjadi ketika bagian lateral dari lutut mengalami suatu tekanan atau
benturan keras. Padahal ligamen ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
penyembuhannya. Dislokasi sendi lutut atau patella ini dapat menyebabkan
cederanya otot quadriceps, yang akan memperparah dalam hal ini terutama bila
terjadi efusi pada bagian lutut atau dalam keadaan terlalu cepat melakukan

58
pemanasan, dan terlalu cepat untuk kembali melakukan suatu aktivitas (olahraga).
Dislokasi pada sendi lutut jarang terjadi. Hal ini terjadi akibat trauma yang cukup
besar seperti terjatuh, tabrakan mobil, dan cedera yang terjadi secara cepat. Bila
sendi lutut mengalami dislokasi, maka akan terlihat terjadinya deformitas. Bentuk
dari kaki akan terlihat bengkok atau mengalami angulasi. Kadang dislokasi pada
sendi lutut ini akan mengalami relokasi secara sendiri. Lutut dalam hal ini akan
menjadi sangat bengkak dan sakit.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada seseorang dengan dislokasi diantaranya
1) Cedera pada saraf yang dapat menyebabkan kelemahan pada daerah otot yang
dipersarafi.
2) Cedera pada pembuluh darah di tulang, bahkan dapat menyebabkan avaskuler
nekrosis (osteonekrosis).
3) Fraktur dislokasi, yang akan semakin memperburuk keadaan dari pasien
Penatlaksanaan

1. Relokasi : Penanganan yang dilakukan pada saat terjadi dislokasi adalah


melakukan reduksi ringan dengan cara menarik persendian yang bersangkutan
pada sumbu memanjang. Tindakan reposisi ini dapat dilakukan di tempat
kejadian tanpa anastesi. Namun tindakan reposisi tidak bisa dilakukan dengan
reduksi ringan, maka diperlukan reposisi dengan anastesi lokal dan obat obat
penahan rasa sakit. Reposisi tidak dapat dilakukan jika penderita mengalami
rasa nyeri yang hebat, disamping tindakan tersebut tidak nyaman terhadap
penderita bahkan dapat menyebabkan syok neurogenik, ataupun menimbulkan
fraktur. Dislokasi sendi dasar misalnya dislokasi sendi panggul memerlukan
anestesi umum terlebih dahulu sebelum direposisi.
2. Imobilisasi : sendi diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan
dijaga agar tetap dalam posisi stabil, beberapa hari beberapa minggu setelah
reduksi gerakan aktif lembut tiga sampai empat kali sehari dapat
mengembalikan kisaran sendi, sendi tetap disangga saat latihan.
3. Dirujuk : Dislokasi yang kadang disertai oleh cederanya ligamen bahkan fraktur
pada tulang yang dapat semakin memperparah hal tersebut, maka untuk
mencegah hal tersebut setelah dilakukan pemeriksaan dan penanangan awal
59
maka perlu dilakukan rujukan segera kepada spesialis ortopedi sehingga dapat
diperiksa dan ditangani lebih lanjut (dapat dilakukannya operasi atau tindakan
pembedahan).

Indikasi untuk dilakukan operasi atau pembedahan diantaranya :


1. Pada seseorang dengan dislokasi yang disertai fraktur di daerah sekitar
persendian
2. Pada dislokasi yang tidak dapat direposisi secara tertutup
3. Pada dislokasi yang memilki resiko ketidakstabilan dari sendi berulang,
osteonekrosis, serta arthritis pasca trauma

13. Pemeriksaan fisik ortopedi

Pemeriksaan Umum (Status Generalisata)

1)Keadaan umum (KU) : baik/buruk

Yang dicatat adalah tanda-tanda vital yaitu :

Kesadran : compos mentis/ delirium / spoor / coma


Kesakitan
Tanda vital : tensi, nadi, pernafasan, suhu

2) Periksa dari kepala, leher, dada, perut, kelenjar getah bening serta kelain

3) Ekstremitas atas dan bawah serta punggung (tulang belakang)

Pemeriksaan Setempat (Status Lokalis)

Harus dipertimbangkan keadaan proksimal serta bagian distal dari anggota tubuh terutaa
mengenai status neurovaskuler. Di samping gerak perlu dilakukan pengukuran bagian yang
penting untuk membuat kesimpulan kelaianan, apakah suatu pembengkakan atau atrofi, serta
melihat adanya selisih panjang (discrepancy)

Pada pemeriksaan ortopedi/ musculoskeletal yang penting adalah :

60
1) Look (Inspeksi)

Perhatikan apa yang dilihat, antara lain :

Sikatrik (jaringan parut, baik yang alamiah maupun yang buatan (bekas operasi))
Birth mark
Fistula
Warna (kemerahan/kebiruan/hiperpigmentasi)
Benjolan / pembengkakan / cekukan dengan hal hal yang tidak bisa, misalnya
adanya rambut di atasnya
Posisi serta bentuk ekstremiras (deformitas)
Jalan pasien (gait, waktu masuk kamar periksa)

2) Feel (Palpasi)

Pada waktu ingin palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki agar dimulai dari posisi
netral / posisi anatomi. Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan
informasi dua arah, baik bagi pemeriksa maupun bagi penderita. Karena itu peru selalu
diperhatikan wajah penderita atau menanyakan perasaan penderita.

Yang dicatat adalah :

Perubahan suhu terhadap sekitarnya serta kelembapan kulit


Apabila ada pembengkakan, apakah ada fluktuasi atau hanya oedema, terutama
daerah persendian
Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainannya (1/3 proksimal / medial /
distal)
Otot, tonus, pada waktu relaksasi atau kontraksi
Benjolan yang terdapat pada pemukaan tulang atau melekat pada tulang
Sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaanya, konsistensinya dan pergerakan
terhdapa permukaan atau dasar, nyeri atau tidak dan ukurannya

3) Move / Gerak

Setelah memeriksanffel, pemeriksaan diteruskan dengan menggerakkan anggota gerak dan


dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Bagian tbuh yang normal yang
diperiksa terlebih dahulu

61
Apabila ada fraktur, tentunya akan terdapat gerakan yang abnormal di daerah fraktur
(kecuali fraktur incomplete)
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakandari tiap arah gerakan, mulai dari
titik 0 (posis netral) atau dengan ukuran metric. Pencatatan ini penting untuk
mengetahui apakah ada gangguan gerak
Kekakuan sendi disebut ankylosis atau ekstraarticuler
Pergerakan yang perlu dilihat adalah gerakan aktif dan gerak pasif

Selain pencatatan pemeriksaan penting untuk mengetahui ganguan gerak, hal ini juga penting
untk melihat kemajuan / kemunduran pengobatan

Dibedakan istilah contraction dan contracture. Contraction adalah apabila perubahan


fisiologis dan contracture adaah apabila sudah ada perubahan anatomis.

Pada pemeriksaan selain penderita duduk atau berbaring, juga perlu dilihat waktu berdiri dan
berjalan. Pada pemeriksaan jalan, peril dinilai untuk mengetahui apakah adanya pincang atau
tidak. Pincang dapat disebabkan oleh karena instability, nyeri discrepancy atau fixed
deformity

Anggota gerak atas

1) Sendi bahu

Merupakan sndi yang bergerak seperti bumi (Global Joint). Ada beberapa sendi yang
memeprngaruhi gerak sedni bahu, yaitu :

Gerak tulang belakanag


Gerak sendi strenoclavicula
Gerak sendi acromioclavicula
Gerak sendi gleno humeral
Gerak sendi scapula thoracal (floating joint)

Karena gerakan tersebut sukar untuk di isolasi satu persatu, maka sebaiknya gerakan
diperiksa bersamaan kanan dan kiri. Pemeriksa berdiri dibelakang pasien, kecuali untuk
eksorotasi atau bila penderita berbarinf, maka pemeriksa ada disamping pasien

2) Sendi siku

62
Gerak flexi ekstensi adalah gerakan ulna jumeral (olecranon terhadap humerus)
Gerakan pronasi dan supinasi adalah gerakan dari anterbrachii dengan sumbu ulna.
Hal ini diperiksa pada posisi siku 90o untuk mengindari gerak rotasi dari sendi bahu

3) Sendi pergelangan tangan/kaki

Untuk memeriksa pergerakan ini, perlu dilakuakn fixasi dan gerakan bagian lain kaki
dengan memegang tumit dan dilakukan flexi (plantar flexi) dan extensi (dorso flexi).
Abduksi dan adduksi merupakan sebagian gerakan subtalar (Talo calcaneal)
Inversi dan eversi merupakan gerakan seperti supinasi dan pronasi dan merupakan
gerakan dari kaki / tarsalia, sedangkan jari jari kaki seperti juga gerakan jari tangan
(MP,PIP,DIP)

4) Tulang belakang

Bagian yang cukup mobile adalah daerah leher dan pinggang. Pencatatan rotasi mungkin
masih mudah dicatat dengan derajat, tetapi flexi extensi biasnaya selain dengan derajat,
dicatat dengan metric jarak dari dua titik tertentu. Petambahan panjag ukuran metric pada
waktu bergerak flexi atau extensi dari dua titik yang prominen, atau garis yang
menghubungkan kanan dan kiri yang memotong garis tegak pada ketinggian tertentu. Ukuran
panjang dengan lingkaran (diameter) ekstremitas perlu diukur

63
14. Regio tubuh, garis yang memotong tubuh, nama tulang

Regio tubuh

64
65
Garis yang memotong tubuh

66
Nama tulang

67
68
69
Macam macam sendi

1) Synarthrosis (sendi fibrus) senti yang tidak dapat bergerak karena di antarakedua ujung
tulang yang bersendi terdapat suatu jaringan

a.Syndesmosis, dibedakan menjadi beberapa

1. sutura (sela antara tulang pipih tengkorak )

2.schindylesis

3.gomphosis

4.syndemosis elastica

5.syndemosis fibrosa

b. Synchondrosis

c. Synostosis

2) Amfiarthrosis (sendi tulang rawan) sendi dengan gerakan sedikit, memungkinkan sedikit
gerakan

- Simfisis pubis
- Sendi interventebral

3) Diarthrosis (sendi synovial) sendi yang bergerak bebas, di antara tulang yang bersendi
terdapat rongga

a.sendi sumbu satu: sendi engsel, sendi kisar

b.sendi sumbu dua: sendi telur, sendi pelana

c.sendi sumbu tiga: sendi peluru, sendi buah pala

70

You might also like