You are on page 1of 7

DJAAFAR ET AL.

: PENGENDALIAN RACUN PADA UMBI DAN CERIPING GADUNG

Pengaruh Blanching dan Waktu Perendaman dalam Larutan Kapur


terhadap Kandungan Racun pada Umbi dan Ceriping Gadung

Titiek F. Djaafar1, Siti Rahayu1, dan Murdijati Gardjito2


1
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta
Jl. Karang Sari Wedamartani, Sleman, Yogyakarta
2
Fakultas Teknologi Pertanian UGM
Jl. Kaliurang, Bulaksumur, Yogyakarta

ABSTRACT. The Effect of Blanching and Soaking in Calcium gadung mengandung senyawa glukosida saponin dan
Solution of Yam Tuber and Chips. Yam chips is commonly used
termasuk alkaloid tropan yang disebut dioskorin dan
as a snack food, made of yam tuber (Dioscorea hispida). To produce
the chips, it took about six days to remove the toxic compounds senyawa glukosida sianogenik yang jika terurai meng-
(HCN and dioscorine) in the tuber using ash absorbance. The hasilkan senyawa HCN (asam sianida). Dua senyawa
objectives of this research were to find rapid yam chips production tersebut memiliki toksisitas tinggi yang dapat meng-
with low of HCN and dioscorine content and to determine the
ganggu sistem saraf bagi orang yang mengkonsumsinya
influence of blanching of fresh tuber chip and soaking the blanched
tuber chip in Ca(OH)2 0.3% solution, related to the HCN and (Winarno 2002).
dioscorine content. Yam chips were blanched for 30 and 60 seconds Kendala yang dihadapi dalam pembuatan ceriping
and soaked the blanched tuber chip in Ca(OH)2 0.3% solution for 2,
gadung adalah proses penghilangan racun yang
4, and 6 hours and the HCN and dioscorine content were analyzed.
Yam chips produced using blanching of fresh tuber chip for 30 memerlukan waktu lama ( 6 hari) dan kurang higienis.
seconds and soaking the blanched tuber chip in Ca(OH)2 0.3% Selama ini, masyarakat menghilangkan racun umbi
solution for 6 hours, had HCN content lower (5.65 ppm) than that of gadung dengan cara mengolesi irisan umbi dengan abu
traditional yam chips production (30.10 ppm). Blanching and soaking
dapur.
of fresh tuber chip on calcium hydroxide could be recommended
for obtaining safer and cleaner yam chips. Pembuatan tepung gadung dengan cara merendam
Keywords: Yam chips, HCN, dioscorine, blanching, Ca(OH)2 umbi dalam bentuk sawut ke dalam larutan Ca(OH)2
0,3% selama 10 menit, kemudian dilakukan pengepresan
ABSTRAK. Ceriping gadung merupakan makanan ringan hasil olahan mampu menurunkan kandungan HCN hingga 8,52 ppm,
umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst). Selama ini, pembuatan sedangkan perendaman dalam Na2SO3 0,2% menurun-
ceriping gadung memerlukan waktu lama (6 hari) karena HCN dan kan HCN sampai pada kadar 8,76 ppm (Suismono dan
dioskorin dalam umbi gadung harus dihilangkan terlebih dahulu
Prawirautama 1998). Pambayun (2000) melaporkan
dengan melumuri abu sekam pada irisan umbi. Cara ini dinilai kurang
higienis sehingga perlu dicari alternatif pengolahan yang lebih baik. bahwa pembuatan chips gadung dengan cara me-
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan cara pembuatan ceriping rendam irisan umbi setebal 2 mm dalam larutan garam
gadung yang lebih cepat, higienis, berkadar HCN rendah, dan tidak 8% selama tiga hari mampu menurunkan HCN sampai
mengandung dioskorin. Selain itu penelitian juga bertujuan untuk
pada kadar 5,45 ppm. Blanching umbi gadung yang tidak
mengetahui pengaruh blanching dan perendaman dalam larutan
Ca(OH)2 0,3% terhadap kandungan HCN umbi dan dioskorin. Dalam dikupas selama 30 menit di dalam air mendidih dan
penelitian ini, waktu blanching umbi gadung segar adalah 30 detik dikombinasikan dengan perendamam dalam air bersih
dan 60 detik, dan pada irisan umbi setelah blanching, dilakukan selama tiga hari mampu menurunkan kandungan HCN
perendaman dalam larutan Ca(OH)2 0,3% selama 2 jam, 4 jam, dan
sampai pada kadar 4,12 ppm. Dalam penelitian yang
6 jam. Ceriping yang dihasilkan kemudian dianalisis kadar HCN
(kuantitatif) dan dioskorin (kualitatif). Dari penelitian ini telah sama, Pambayun (2000) melaporkan bahwa cara
didapatkan proses pembuatan ceriping gadung dengan perlakuan tradisional (dengan abu sekam) dapat menurunkan
blanching umbi segar selama 30 detik dan perendaman irisan umbi kandungan HCN sampai pada kadar 13,89 ppm.
setelah blanching dalam larutan Ca(OH)2 0,3% selama 6 jam. Ceriping
gadung mentah yang dihasilkan dengan perlakuan ini berkadar HCN Penelitian mengenai racun dioskorin dalam umbi
5,65 ppm, lebih rendah daripada HCN ceriping gadung yang diolah gadung juga telah dilakukan oleh Pujimulyani (1988)
secara tradisional (30,10 ppm) menggunakan abu sekam. dengan cara mengolah umbi menjadi ceriping dengan
Kata kunci: ceriping gadung, HCN, dioskorin, blanching, Ca(OH)2 menambahkan garam dapur pada irisan umbi,
kemudian didiamkan selama dua hari. Cara ini mampu
adung (Dioscorea hispida Dennst) merupakan mengurangi kandungan dioskorin sebesar 88%.

G tanaman pangan yang berasal dari India dan


Cina Selatan. Umbi gadung hingga saat ini hanya
diolah menjadi ceriping dan tepung, namun belum
Pengolahan dengan cara tradisional dapat menurunkan
dioskorin sebesar 95%. Setiaji (1990) melaporkan,
perlakuan perendaman umbi gadung di dalam larutan
NaOH 0,25% akan mengurangi kadar dioskorin 90% dan
dipasarkan secara luas. Hal ini disebabkan karena umbi

192
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 3 2009

pemberian abu sekam dapat menurunkan racun Umbi gadung


sebesar 59%.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) Mengetahui Pengupasan Kulit

pengaruh waktu blanching dan perendaman umbi Analisis


Umbi gadung kupas
dalam larutan Ca(OH)2 0,3% terhadap kandungan HCN (HCN dan dioskorin)

dan dioskorin ceriping gadung mentah, dan (2)


Pengirisan
mengetahui sifat kimia ceriping gadung yang diolah
dengan metode blanching dan perendaman dalam
Irisan umbi gadung setebal 2 mm
larutan Ca(OH)2 0,3%.
Blanching 30 detik, Blanching 60 detik
95-100C 95-100C

BAHAN DAN METODE Penirisan

Umbi gadung (Dioscorea hispida Dennst) diperoleh dari Analisis


Irisan umbi gadung (HCN dan Dioskorin)
Desa Wonoboyo, Kecamatan Ngombol, Kabupaten
Purworejo, Jawa Tengah, berumur 10-12 bulan. Umbi
Perendaman dalam air Perendaman dalam air Perendaman dalam air
diliputi oleh serabut, kulit berwarna coklat muda, jika selama 2 jam selama 4 jam selama 6 jam
dibelah umbi berwarna kuning dan tidak cacat. Air kapur Irisan:air = 1:3 (b/v) Irisan:air = 1:3 (b/v) Irisan:air = 1:3 (b/v)

(Ca(OH)2) dibuat dengan cara melarutkan kapur tohor


(CaO) dalam air (H2O). Ca(OH)2 0,3% dibuat dengan cara
Penirisan
melarutkan 3 g CaO dengan air dan diencerkan sampai
volume 1 liter. CaO yang digunakan berbentuk
Irisan umbi gadung
bongkahan berwarna putih kekuningan, bertekstur
keras, dan rapuh. Sampel ceriping gadung yang diolah
Analisis
secara tradisional dibeli di pasar Yogyakarta. (HCN dan dioskorin)

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pascapanen


dan Alsintan BPTP Yogyakarta dan Laboratorium Kimia Sampel (irisan umbi gadung) dengan perlakuan terpilih

dan Biokimia Pengolahan Fakultas Teknologi Pertanian, Gambar 1. Tahapan penelitian pendahuluan.
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Penelitian
pendahuluan bertujuan untuk memilih perlakuan Penelitian Lanjutan
terbaik dalam menurunkan kandungan HCN dan
dioskorin, sedangkan penelitian lanjutan bertujuan Tahapan penelitian lanjutan disajikan pada Gambar 2.
untuk mengetahui pengaruh lama perendaman dalam Percobaan menggunakan rancangan acak sempurna
larutan Ca(OH)2 0,3%. satu faktor, yaitu lama perendaman dalam larutan
Ca(OH)2 0,3% selama 2 jam, 4 jam, dan 6 jam dengan
dua ulangan dan analisis sampel dilakukan tiga kali.
Penelitian Pendahuluan
Analisis HCN, dioskorin, dan proksimat dilakukan
Tahapan penelitian pendahuluan disajikan dalam pada ceriping gadung yang diolah dengan cara cepat.
Gambar 1. Penelitian menggunakan rancangan acak Ceriping gadung diolah secara tradisional atau
lengkap dengan dua ulangan. Faktor pertama adalah menggunakan abu sekam.
lama blanching (variabel B), yaitu 30 detik dan 60 detik.
Faktor kedua adalah lama perendaman umbi dalam air
(variabel R), yaitu 2 jam, 4 jam, dan 6 jam.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis HCN dan dioskorin dilakukan pada umbi
gadung segar setelah pengupasan, irisan umbi gadung Kandungan HCN dan Dioskorin pada
setelah blanching, dan setelah perendaman dalam air. Perlakuan Blanching
Dari hasil analisis tersebut akan didapatkan sampel
dengan perlakuan terpilih, yaitu irisan umbi gadung yang Hasil analisis HCN umbi gadung segar, irisan umbi setelah
memiliki kandungan racun rendah. Sampel terpilih blanching, dan penurunan HCN umbi dapat dilihat pada
kemudian menjadi sampel pada penelitian lanjutan. Tabel 1.
Selain analisis HCN juga dilakukan analisis dioskorin Kandungan HCN umbi adalah 241,01 ppm. HCN
secara kualitatif dengan kromatografi lapis tipis (KLT). dalam umbi gadung dibentuk dari senyawa glukosida

193
DJAAFAR ET AL.: PENGENDALIAN RACUN PADA UMBI DAN CERIPING GADUNG

Sampel (irisan umbi gadung) dengan perlakuan terpilih Tabel 1. Kadar HCN irisan umbi gadung segar, setelah blanching
dan tingkat penurunan HCN umbi.

Perendaman dalam Perendaman dalam Perendaman dalam Perlakuan blanching Kadar HCN Punurunan HCN
larutan Ca(OH)2 0,3% larutan Ca(OH)2 0,3% larutan Ca(OH)2 0,3%
selama 2 jam selama 4 jam selama 6 jam
(detik) (ppm) (%)
irisan : larutan = 1:3 (b/v) irisan : larutan = 1:3 (b/v) irisan : larutan = 1:3 (b/v)
Umbi gadung segar 241,01 -
30 79,44a 67,07a
Air bersih Pencucian dengan air Air kotor
60 99,61b 58,67b
(irisan : air = 1 : 3 (b/v) (tiga kali)

Angka sebaris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
Penirisan nyata pada taraf 0,05 DMRT.

Irisan umbi gadung Analisis HCN


dikehendaki (-glukosidase) dinonaktifkan sehingga
tidak dapat mengkatalis pemecahan glukosida
Pengukusan 10 menit sianogenik menjadi glukosa dan aglikon. Tidak ter-
bentuknya aglikon yang merupakan substrat untuk
Irisan umbi gadung setelah Irisan umbi gadung tanpa
kukus kukus enzim hidroksinitril liase membuat enzim tidak dapat
beraktivitas, sehingga HCN tidak terbentuk.
Pengeringan dengan kabinet dryer Kadar HCN pada irisan umbi gadung setelah
(sampai kadar air maks 14%)
blanching selama 60 detik adalah 99,61 ppm, lebih besar
daripada HCN irisan umbi gadung dengan perlakuan
Penggorengan
blanching 30 detik (79,44 ppm). Hal ini menunjukkan
Ceriping gadung perlakuan blanching irisan umbi gadung segar selama
(mentah) Ceriping gadung
(goreng) 30 detik mampu menurunkan kandungan HCN 67,1%.
Analisis
Pada saat jaringan rusak, tidak semua senyawa glukosida
-HCN sianogenik terdegradasi menjadi HCN, sebagian masih
-Dioskorin
-Proksimat dalam bentuk glukosa dan aglikon. Semakin lama
blanching, senyawa aglikon mengalami hodrolisis
Gambar 2. Tahapan pembuatan ceriping gadung. menjadi HCN dan keton/aldehid. Selain itu, adanya panas
akan meningkatkan kecepatan reaksi pembentukan
HCN. HCN yang terbentuk larut dalam air, namun
sianogenik. Senyawa ini akan terdegradasi menjadi sebagian masih menempel pada irisan umbi, sehingga
glukosa dan aglikon dengan enzim -glukosidase terdeteksi selama analisis.
sebagai katalis. Senyawa aglikon akan dihidrolisis oleh Kadar HCN irisan umbi setelah 2 jam perendaman
enzim hidroksinitril liase menjadi HCN (Pambayun 2000). lebih besar, begitu juga setelah perendaman 4 jam dan
Senyawa glukosida sianogenik dalam umbi gadung blanching 60 detik. Irisan umbi pada perlakuan
berada dalam vakuola sel dan enzimnya berada pada blanching 30 detik, setelah perendaman selama 4 jam,
sitoplasma. Jika jaringan mengalami kerusakan akan kadar HCN mengalami penurunan, namun terjadi
menyebabkan kedua senyawa tersebut bertemu dan kenaikan setelah perendaman 6 jam. Pada sampel irisan
terjadi reaksi pembentukan HCN. Vakuola ini semakin umbi gadung pada perlakuan blanching 60 detik, kadar
tua semakin besar, sehingga semakin tua umbi gadung HCN menurun setelah perendaman 6 jam.
semakin besar kandungan HCN di dalamnya (Pandey
Pada penelitian pendahuluan, perendaman
and Sinha 1981).
dilakukan setelah umbi dikupas, diiris, dan diblanching.
Kandungan HCN pada sampel irisan umbi setelah Proses tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan
mengalami perlakuan blanching lebih rendah daripada pada membran sel, sehingga menjadi permeabel dan
umbi gadung segar. Hal ini membuktikan bahwa cairan sel mudah terdifusi. Perendaman akan
blanching dapat menurunkan kandungan HCN umbi. mengendorkan jaringan dan pori-pori sehingga terjadi
Blanching merupakan suatu proses pemanasan pada transfer bahan yang mampu melewati membran
bahan mentah selama beberapa menit pada suhu permeabel (Sutarmi 1987).
mendekati air mendidih atau suhu air mendidih.
Kadar HCN pada irisan umbi gadung setelah
Salah satu tujuan blanching adalah untuk perendaman lebih tinggi daripada setelah blanching. Hal
menonaktifkan enzim yang terdapat dalam bahan yang ini disebabkan karena pada saat jaringan rusak, tidak
bertanggung jawab dalam proses oksidasi dan hidrolisis semua senyawa glukosida sianogenik terdegradasi
yang tidak dikehendaki. Pada proses ini, enzim yang tidak menjadi HCN, sebagian masih dalam bentuk glukosa

194
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 3 2009

dan aglikon. Bertambahnya HCN pada irisan umbi jam, dan 6 jam tidak mampu menghilangkan dioskorin
gadung setelah perendaman disebabkan karena pada umbi. Hal ini ditunjukkan oleh masih terdapat
senyawa aglikon mengalami hodrolisis menjadi HCN dan bercak oranye kecoklatan pada plat KLT setelah
keton/aldehid. HCN yang terbentuk larut dalam air, disemprot dragendorf (Gambar 3). Bercak oranye ini
namun sebagian menempel pada irisan umbi, sehingga juga ditemukan pada irisan umbi setelah blanching dan
terdeteksi selama analisis. Penurunan HCN pada perendaman dalam air. Masih adanya dioskorin dalam
perendaman yang lama disebabkan oleh HCN yang irisan umbi disebabkan oleh waktu perendaman dalam
terbentuk larut dalam air dan terkonsentrasi pada air sangat singkat (2, 4, dan 6 jam) sehingga pelarutan
bagian tertentu, sehingga tidak terdeteksi selama senyawa dioskorin yang terdapat dalam umbi belum
analisis. Proses pemecahan glukosida sianogenik optimal.
menjadi HCN menurut Pambayun (2000) adalah sebagai Pada analisis dioskorin ini dilakukan perhitungan
berikut: harga RF ekstrak umbi segar dan irisan umbi setelah
Glukosida sianogenik -glukosidase glukosa + aglikon perlakuan blanching dan perendaman dalam air. Harga
R F tersebut dihitung berdasarkan adanya bercak
Hidroksinitril Liase
Aglikon HCN + aldehid atau keton berwarna oranye kecoklatan yang menunjukkan adanya
senyawa alkaloid dioskorin (Pujimulyani 1988). Harga
Secara umum senyawa racun berada dalam vakuola
RF dihitung dari jarak antara ujung atas bercak oranye
sel dan enzimnya berada pada sitoplasma. Rusaknya
kecoklatan setelah pengembangan dibagi dengan jarak
jaringan menyebabkan kedua senyawa bertemu dan
pengembangan pelarut. Ekstrak gadung pada penelitian
terjadi reaksi. Namun dengan perendaman dalam air,
pendahuluan ini memiliki harga RF berkisar antara 0,31-
senyawa yang terbentuk akibat reaksi tersebut akan
0,48. Harga RF dioskorin adalah 0,3. Menurut Gritter et al.
terlarut, sedangkan senyawa-senyawa yang berada
(1991), penyimpangan harga R F disebabkan oleh
dalam sel akan terdifusi keluar. Dengan mengendornya
ruangan dalam chamber kurang jenuh, penotolan yang
jaringan umbi maka senyawa racun maupun senyawa
kurang baik karena totolan lebih besar, kemurnian
lain yang terdapat di dalam sel akan keluar.
pelarut kurang, dan senyawa alkaloid bersifat ekstrim.
Hasil pengujian dioskorin secara kualitatif me-
Dari hasil penelitian pendahuluan ini dapat
nunjukkan bahwa perlakuan blanching selama 30 dan
ditentukan sampel yang akan digunakan pada penelitian
60 detik serta perendaman dalam air selama 2 jam, 4
lanjutan, yaitu irisan umbi dengan perlakuan blanching
selama 30 detik. Sampel ini dipilih karena memiliki kadar
Tabel 2. Kadar HCN irisan umbi gadung setelah perendaman dalam HCN rendah dan mengalami perlakuan sederhana.
air. Meskipun masih terdapat dioskorin pada irisan umbi
pada perlakuan blanching 30 detik, sampel ini tetap
Kadar HCN (ppm)
dipilih karena semua sampel secara kualitatif
Blanching
(detik) Rendam 2 jam Rendam 4 jam Rendam 6 jam menunjukkan adanya dioskorin.

30 106.13bc 98.60ab 118.42cd


Kandungan HCN dan Dioskorin pada Perlakuan
60 109.50bc 124.60d 118.51cd
Perendaman dengan Ca(OH) 2 0,3%
Angka sebaris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf 0,05 DMRT. Kandungan HCN irisan umbi setelah perendaman dalam
larutan Ca(OH)2 0,3% dan persentase penurunannya
disajikan dalam Tabel 3. Semakin lama perendaman
dalam larutan Ca(OH)2 0,3%, semakin rendah kadar HCN
pada irisan umbi dan berbeda nyata. Ca(OH)2 bersifat
higroskopis (menarik air) dan dapat menaikkan pH serta
merusak dinding sel sehingga mengalami plasmolisis
(pecahnya membran sel karena kekurangan air)
(Makfoeld et al. 2002). Hal ini menyebabkan glukosida
sianogenik terdegradasi membentuk HCN yang dapat
berikatan dengan Ca dan langsung terlarut. Reaksi yang
1. Ceriping gadung tradisional terjadi adalah:
2. Ceriping gadung rendam CaO 0,3% 2 jam
3. Ceriping gadung rendam CaO 0,3% 4 jam CaO + H2O Ca(OH)2
4. Ceriping gadung rendam CaO 0,3% 6 jam
2HCN + Ca(OH)2 Ca(CN)2 + 2H2O
Gambar 4. Hasil kromatografi analisis dioskorin pada umbi gadung.

195
DJAAFAR ET AL.: PENGENDALIAN RACUN PADA UMBI DAN CERIPING GADUNG

Reaksi antara CaO dengan air membentuk Ca(OH)2 uapan air dari permukaan bahan dan diikuti oleh
atau disebut larutan kapur. Larutan ini bersifat basa dan perpindahan massa air dari dalam bahan ke permukaan
dapat merusak dinding sel. Rusaknya dinding sel secara difusi karena adanya energi panas. Penggorengan
mengakibatkan terjadinya reaksi pembentukan HCN merupakan proses pengurangan air pada bahan
karena aktifnya enzim -glukosidase. Enzim ini mampu dengan medium minyak. Minyak mampu menggantikan
mengkatalis degradasi glukosida sianogenik menjadi air dalam bahan dan menjadi komponen di dalamnya.
glukosa dan aglikon. Aglikon yang terbentuk merupakan HCN yang masih ada dalam bahan akan menguap
substrat enzim hidroksinitril liase pada reaksi penguraian bersama air selama pengeringan dan penggorengan.
senyawa ini menjadi HCN. HCN yang terbentuk akan Ceriping gadung yang diolah dengan cara cepat
berikatan dengan Ca pada Ca(OH) 2, membentuk pada ini maupun dengan penggunaan abu sekam
Ca(CN)2 yang mudah larut dalam air (Suismono dan memiliki HCN yang tidak berbeda nyata, kecuali ceriping
Prawirautama 1998). Semakin lama irisan umbi gadung gadung tradisional mentah. HCN pada ceriping
direndam dalam Ca(OH)2 0,3% semakin banyak HCN tradisional lebih besar daripada HCN ceriping yang
yang terbentuk dan semakin banyak pula HCN yang diolah mendapat perlakuan blanching dan perendaman
terlarut. dalam larutan Ca(OH)2 0,3%. Ceriping tradisional yaitu
Kandungan HCN dan tingkat penuruanan HCN ceriping yang diolah dengan menggunakan abu sekam
setelah proses pengeringan dan penggorengan disajikan untuk menghilangkan racunnya. Tingginya kadar HCN
dalam Tabel 4. Semakin lama perendaman ceriping pada pengolahan dengan cara tradisional disebabkan
gadung dalam larutan Ca(OH)2 0,3% semakin besar oleh penyerapan racun HCN oleh abu kurang optimal.
penurunan HCN. Kadar HCN pada ceriping lebih kecil Hasil analisis kromatografi lapis tipis (KLT) terhadap
daripada irisan umbi setelah perendaman dalam larutan kandungan dioskorin menunjukkan bahwa ekstrak
Ca(OH)2 0,3%. Ceriping memiliki kadar air rendah ceriping gadung yang diolah dengan cara blanching dan
(maksimal 14%) dan dicapai melalui proses pengeringan perendaman dalam larutan Ca(OH) 2 0,3% masih
dan penggorengan. Pada pengeringan terjadi peng- menyisakan bercak oranye kecoklatan pada plat yang
telah disemprot dragendorf setelah pengembangan,
yang ditunjukkan oleh RF. Harga RF pada analisis tersebut
Tabel 3. Kadar HCN irisan umbi gadung setelah perendaman dalam berkisar antara 0,28-0,40.
larutan Ca(OH)2 0,3% dan prosentase penurunan HCN Dari data tersebut diketahui bahwa perlakuan
umbi gadung segar.
pembuatan ceriping gadung pada penelitian ini belum
Perendaman Kadar HCN Penurunan HCN mampu menghilangkan racun dioskorin. Hal yang
(jam) (ppm) (%) berbeda terjadi pada ceriping gadung yang diolah
secara tradisional, tidak ditemukan bercak oranye
Umbi gadung segar 241,01 -
2 81,82c 66,05c kecoklatan pada plat yang telah disemprot dragendorf
4 41,06b 82,96b setelah pengembangan. Secara kualitatif, dioskorin pada
6 26,50a 89,00a ceriping gadung yang diolah secara tradisional telah
hilang.
Angka sebaris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf 0,05 DMRT.

Tabel 4. Kadar HCN ceriping gadung dan tingkat penurunan HCN umbi gadung segar.

Kadar HCN (ppm) Penurunan HCN (%)


Perlakuan perendaman
dalamCa(OH)2 0,3% mentah goreng mentah goreng

Tanpa kukus: 2 jam 12,31a 5,35a 94,89 97,78


4 jam 7,56a 8,03a 96,86 96,67
6 jam 4,11a 4,95a 98,29 97,95
Kukus: 2 jam 8,98a 9,81a 96,27 95,93
4 jam 8,64a 7,49a 96,42 96,89
6 jam 5,65a 3,42a 97,66 98,58
Tradisional 30,10b 12,33a 87,51 94,88

Umbi gadung segar 241,01 -

Angka sebaris yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT.

196
PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 28 NO. 3 2009

Tabel 5. Komposisi proksimat ceriping gadung.

Perlakuan Protein Lemak Kadar air Abu Karbohidrat


(%) (%) (%) (%) (*)

Rendam 2 jam kukus mentah 3,4 3,2 10,5 1,1 81,9


Rendam 2 jam kukus goreng 3,1 13,8 4,5 1,0 78,6
Rendam 2 jam tanpa kukus mentah 3,3 0,7 9,2 1,2 83,6
Rendam 2 jam tanpa kukus goreng 3,5 11,9 4,5 1,2 80,1
Rendam 4 jam kukus mentah 3,3 3,7 11,8 1,9 79,0
Rendam 4 jam kukus goreng 2,9 18,8 4,5 1,2 73,8
Rendam 4 jam tanpa kukus mentah 3,3 4,7 11,3 1,3 80,7
Rendam 4 jam tanpa kukus goreng 3,2 19,0 6,6 1,2 71,2
Rendam 6 jam kukus mentah 3,5 3,8 11,2 1,9 80,8
Rendam 6 jam kukus goreng 3,8 14,7 4,7 0,1 76,8
Rendam 6 jam tanpa kukus mentah 3,4 6,1 11,0 0,2 79,5
Rendam 6 jam tanpa kukus goreng 3,5 16,2 6,8 1,6 73,5
Tradisional mentah 3,9 3,4 12,7 2,2 77,9
Tradisional goreng 3,8 11,9 7,9 2,1 76,4

Salah satu tahap perlakuan dalam penelitian ini dapur, sehingga mineral yang berasal dari abu me-
adalah perendaman irisan umbi gadung dalam larutan ningkatkan komponen anorganik dalam bahan. Pada
Ca(OH)2 0,3%. Dioskorin akan menunjukkan reaksinya perlakuan perendaman irisan umbi gadung dalam
seperti -lakton. Dalam larutan asam atau basa encer larutan Ca(OH)2 0,3%, mineral (Ca) pada larutan yang
-lakton akan membentuk asam -hidroksi yang larut bereaksi dengan HCN pada irisan gadung semakin
dalam air. Larutan Ca(OH)2 mampu menaikkan pH banyak dengan semakin lamanya perendaman, dan
sehingga menjadi basa. Dioskorin merupakan alkaloid masih ada yang menempel pada irisan gadung,
yang sedikit larut dalam alkali kuat, akibatnya dioskorin sehingga meningkatkan kadar abu ceriping.
yang ada dalam bahan tidak banyak yang terlarut. Karbohidrat ditentukan dengan cara by different,
Dioskorin mengandung atom nitrogen basa yang yaitu dengan mengurangi 100% (yang diasumsikan
dapat bereaksi dengan asam mineral dalam membentuk sebagai total bahan) dengan keempat komponen kimia
garam yang larut dalam air dan oleh basa kuat akan mayor yang lain yakni protein, lemak, air, dan abu. Dari
memberikan alkaloid bebas. Abu sekam merupakan hasil yang diperoleh, kandungan karbohidrat pada
mineral yang mampu bereaksi dengan atom nitrogen semua sampel ceriping gadung lebih dari 75%. Artinya,
pada dioskorin dan membentuk garam yang larut dalam karbohidrat merupakan komponen utama dalam
air pada proses perendaman selama 3 hari, sehingga produk ini.
dioskorin dapat hilang. Kandungan karbohidrat dalam umbi gadung
mencapai 23,2% (wb) dengan kandungan air 73,5%
Sifat Kimia Ceriping Gadung (Anonim 2006a). Selain itu, umbi gadung juga sebagai
sumber mineral seperti fosfor, kalsium, dan zat besi.
Kandungan kimia ceriping gadung disajikan dalam Tabel Kandungan protein ceriping gadung berkisar antara
5. Secara umum kandungan lemak ceriping gadung 2,9%-3,9% (b/v) dan kadar karbohidrat 71,2-80,7% (b/v)
mentah lebih kecil daripada ceriping gadung goreng. (Anonim 2006b).
Hal ini disebabkan oleh penggorengan menggunakan
minyak dan akan menjadi komponen dari bahan yang
telah digoreng, sehingga kandungan minyak atau lemak
meningkat. Sebaliknya, kandungan air pada ceriping KESIMPULAN
yang digoreng lebih kecil daripada ceriping mentah. Hal
ini disebabkan karena pada saat proses penggorengan, 1. Perlakuan blanching selama 30 detik mampu
minyak menggantikan posisi air sehingga air pada bahan menurunkan HCN irisan umbi gadung segar sebesar
(ceriping) menjadi berkurang. 67%.
Kadar abu ceriping gadung tradisional lebih besar 2. Perlakuan blanching irisan umbi gadung selama 30
daripada ceriping gadung dengan perlakuan blanching detik dan perendaman dalam larutan Ca(OH)2 0,3%
dan perendaman dalam larutan Ca(OH)2 0,3%, dan ber- selama 6 jam, secara kualitatif belum mampu
beda nyata. Hal ini terjadi karena pada cara tradisional, menghilangkan racun dioskorin. Jadi proses
penghilangan racun dalam umbi menggunakan abu pengolahan ceriping gadung secara tradisional

197
DJAAFAR ET AL.: PENGENDALIAN RACUN PADA UMBI DAN CERIPING GADUNG

masih lebih baik karena secara kualitatif tidak Anonim. 2006b. Intoxicating yam (Dioscorea hispida). www.
wikigreen.org. Akses pada 21 Desember 2006.
terdeteksi adanya dioskorin.
Gritter, R.J., J.M. Robbit, dan A.E. Schwarting. 1991. Pengantar
3. Setelah blanching dan perendaman dalam larutan kromatografi. ITB. Bandung.
Ca(OH)2 0,3% selama 6 jam, kadar HCN irisan umbi Makfoeld, D., D.W. Marseno, P. Hastuti, S. Anggrahini, S. Rahardjo,
gadung turun sebesar 89%, pada ceriping gadung S. Sastrosuwignyo, S. Martoharsono, S. Hadiwiyoto, dan
mentah 98%, dan pada ceriping gadung goreng Tranggono. 2002. Kamus istilah pangan dan nutrisi. Kanisius,
Yogyakarta.
99%.
Pandey, S.N. and B.K. Sinha. 1981. Plant physiology. 3rd edition.
4. Telah diperoleh cara yang lebih cepat (1 hari) Vikas Publishing House Put Ltd. New Delhi.
pembuatan ceriping gadung (mentah) dan ceriping Pambayun, R. 2000. Hydro cianic acid and organoleptic test on
yang dihasilkan mengandung HCN lebih rendah gadung instant rice from various methods of detoxification.
(5,65 ppm pada ceriping mentah dan 3.41 ppm pada Prosiding Seminar Nasional Industri Pangan 2000, Surabaya.
PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
ceriping goreng). Pembuatan ceriping dengan cara
Pujimulyani, D. 1988. Pengaruh perlakuan pada pembuatan ceriping
tradisional memerlukan waktu 6 hari dengan kadar
gadung terhadap pengurangan kadar dioskorin. Skripsi S-1
HCN 30,10 ppm pada ceriping mentah dan 12.33 Jurusan Pengolahan Hasil Peranian, FTP UGM, Yogyakarta.
ppm pada ceriping goreng. Setiaji, A. 1990. Kajian kimiawi pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM,
Yogyakarta.
Suismono dan Prawirautama. 1998. Kajian teknologi pembuatan
tepung gadung dan evaluasi sifat fisikokimianya. Prosiding
DAFTAR PUSTAKA Seminar Teknologi Pangan dan Gizi. PAU Pangan dan Gizi
UGM, Yogyakarta.
Anonim. 2006a. Ubi gadung (Dioscorea daemona). www.
Sutarmi, T. 1987. Botani umum 2. Angkasa, Bandung.
pkukmweb.ukm.my. Akses pada 21 Desember 2006.
Winarno, F.G. 2002. Kimia pangan. Gramedia, Jakarta.

198

You might also like