Professional Documents
Culture Documents
DISPEPSIA ORGANIK
Bagian Psikiatri
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Pada praktek kedokteran umum sering ditemukan kasus depresi dengan
berbagai manisfestasi (3). Tidak jarang mereka datang denga n berbagai keluhan fisik
(somatis), seperti sakit kepala, nafsu makan hilang, letih, lesu, tidak bersemangat,
konstipasi, nausea, jantung berdebar- debar, kurang konsentrasi, sukar tidur dan
sebagainya (10,12,14). Bila diadakan pemeriksaan lebih lanjut, biasanya keluhan
tersebut jarang sekali disertai penemuan kelainan organik (3,12 ).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Johnsen R, dan kawan-kawan terhadap
pasien dispepsia non ulkus dan ulkus peptik melaporkan bahwa ulkus peptik dan
dispepsia non ulkus sangat berbeda hubungannya dengan psikologi, sosial,
kebiasaan hidup dan diet. Ulkus peptik berhubungan dengan usia, riwayat keluarga
menderita ulkus dan merokok (16,18). Kebalikannya pada dispepsia non ulkus
menunjukkan hubungan dengan faktor psikologi dan kondisi- kondisi sosial.
Perbedaan diantara dispepsia ulkus dan dispepsia non ulkus, mungkin pada etiologi,
oleh karena itu secara klinis yang bermakna, disebutkan pengobatan pada pasien
dispepsia nonulkus berbeda dari pengobatan dispepsia dengan ulkus yang tradisional
(16)
.
Demikian juga Haug TT, dan kawan-kawannya yang membandingkan
peristiwa- peristiwa dalam kehidupan dan stress pada pasien dispepsia fungsional dan
pasien ulkus yang diteliti dimana sebelumnya pasien- pasien tersebut
mengalamiperistiwa- peristiwa ketegangan (stress) dalam kehidupan selama 6 bulan
sebelumnya. Ditemukan pasien- pasien dengan dispepsia fungsional mempunyai
tingkat yang lebih tinggi keadaan kecemasannya, psikopathologi, depresi dan
keluhan somatik yang berbeda- beda ( lebih somatisas i) daripada pasien dispepsia
dengan ulkus (16,17,18). Dan mereka juga merasa kurang puas terhadap pelayanan
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui jumlah pasien yang depresi, baik pada penderita dispepsia
fungsional maupun dispepsia organik.
2. Untuk mengetahui perbedaan depresi pada penderita dispepsia fungsional dan
dispepsia organik
3. Untuk mengetahui efek pengobatan konvensional dengan antasida dan
antagonis reseptor H2 pada penderita dispepsia fungsional dan dispepsia
organik.
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat yang diperoleh bila penelitian memberikan hasil sesuai
dengan yang diharapkan, untuk masyarakat dapat memberikan pemahaman bahwa
pasien-pasien penderita dispepsia fungsional maupun dispepsia organik, mempunyai
hubungan dengan depresi. Namun pada dispepsia fungsional lebih dari pada pasien
dispepsia organik.
Sehingga penatalaksanaan pasien dispepsia fungsional selain pemberian
terapi konvensional diperlukan memperhatikan faktor psikologi dan kondisi-kondisi
sosial interrelasi dan interaksi terhadap lingkungan. Penanganan secara multi
dimensi dan dengan memperhatikan multifaktorial tersebut melibatkan kerjasama
unsur pelaksana kesehatan terutama sub bagian gastroenterohepatologi dan bagian
psikiatri, yang memungkinkan berperannya liaison psikiatri di rumah- rumah sakit.
Agar penanganan pasien-pasien terutama dispepsia fungsional dilakukan secara
menyeluruh baik fisik dan psikologi.
Dispepsia
Endoskopi
Catatan : Terapi konvensional ialah terapi dengan obat antasida dan antagonis
resptor H2 (ARH 2)
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Secara historis kata dispepsia berasal dari kata dus (=bad) dan peption (=to
digest). Gabungan kedua kata tersebut ialah dispepsia (= indigestion; berarti
gangguan pencernaan) (1,2,4). Defenisi yang sampai saat ini disepakati para pakar di
bidang gastroenterohepatologi ialah sebagai berikut :
Dispepsia merupakan kumpulan keluhan / gejala klinis (sindrom) yang terdiri ; rasa
tidak enak / sakit perut di bagian atas yang disertai dengan keluhan lain, perasaan
panas di dada, daerah jantung (heart burn), regurgitasi, kembung, perut terasa
penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah, dan beberapa ke luhan
lain (1,2,,24).
Dispepsia berdasarkan atas ada tidaknya penyebab dibagi menjadi : dispepsia
organik dan dispepsia fungsional (1,2,4,5).
Suatu penyakit tidak hanya terletak pada sel atau jaringan saja tetapi terletak
pada organisme yang hidup dan kehidupan tidak ditentukan oleh faktor biologis
semata tetapi erat sekali hubungannya dengan faktor-faktor lingkungan yaitu
lingkungan bio- sosio-kulturil dan agama (6,7). Faktor- faktor biologis (somatis), psikis
dan lingkungan masing- masing mempunyai interrelasi dan interaksi yang dinamis
dan terus menerus, yang dalam keadaan normal atau sehat ketiganya dalam
keadaan seimbang. Jika ada gangguan dalam satu segi saja akan mempengaruhi
pada segi yang lain demikian pula sebaliknya (6,7). Inilah sebabnya depresi walaupun
sebagai gangguan emosi, terdapat pula gangguan somatik (6,7).
A. DISPEPSIA
1. Definisi
Dispepsia fungsional adalah dispepsia yang tidak jelas penyebabnya atau
dispepsia yang tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan gastroenterohepatologi
konvensional. (1,2,4,5).
Ulkus peptikum adalah merupakan diskontinuitas permukaan dari mukosa
gastrointestinal yang terbatas, yang disebabkan ketidak seimbangan tekanan asam
lambung dan pepsin. (23)
2. Epidemiologi
Pada dispepsia fungsional, umur penderita dijadikan pertimbangan, oleh
karena 45 tahun ke atas sering ditemukan kasus keganasan, sedangkan dispepsia
fungsional diatas 20 tahun (3,5). Begitu pula wanita lebih sering dari pada laki- laki (5).
A. Diagnosis
Dispepsia melalui simtom simtomnya saaja tidak dapat membedakan antara
dispepsia fungsional dan dispepsia organik (3,5,21,22). Diagnosis dispepsia fungsional
adalah diagnosis yang telah ditetapkan, dimana pertama sekali penyebab kelainan
organik atau struktural harus disingkirkan melalui pemeriksaan. Pemeriksaan yang
B. DEPRESI
Depresi telah lama dikenal, sejak zaman Hippocrates, yang menyebutkannya
melancholi (10,11). Gejala- gejala depresi yang dikemukakan sejak zaman Hippocrates
sampai sekarang tidak atau sedikit sekali perubahan dari gambaran klinisnya (10).
Sering sekali yang menonjol adalah gejala somatiknya, misalnya sakit kepala.
Keluhan somatik lainnya pada penderita depresi dapat mempengaruhi seluruh tubuh,
misalnya pada saluran pencernaan, mulut kering, perut tersa kembung, dan nyeri
ulu hati, perut terasa kejang. (9,10,13,15)
1. Definisi.
Depresi adalah suatu perasaan kesedihan yang psikopatologis. Yang disertai
perasaan yang sedih, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang
menuju kepada meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat nyata sesudah
bekerja sedikit saja, dan berkurangnya aktivitas (10,12,26). Depresi dapat merupakan
suatu gejala, atau kumpulan gejala (sindroma), dan dapat pula suatu kesatuan
penyakit nosologik. (10,12)
2. Epidemiologi.
Depresi adalah satu dari penyakit yang sering dijumpai tidak hanya oleh
psikiater, tetapi juga oleh dokter- dokter umum (11). Diperkirakan prevalensi seumur
hidup kira- kira 15 %, dan kemungkinan wanita sekitar 25 %. (12)
3. Etiologi.
Dasar penyebab yang pasti tidak diketahui, banyak usaha untuk mengetahui
penyebab dari gangguan ini (12) . Faktor-faktor yang dihubungkan dengan penyebab
dapat dibagi atas : faktor biologi, faktor genetik dan faktor psiko sosial. Dimana
ketiga faktor tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (12).
a. Faktor biologi :
1). Faktor neurotransmitter :
Dari biogenik amin, norepinefrin dan serotonin merupakan dua
neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood.
(12,25).
4. Gambaran Klinis.
Gejala utama dari depresi adalah mood yang depresi dan kehilangan minat
untuk kesenangan. Pasien pasien mungkin mengatakan bahwa mereka merasa
murung (blue), putus asa, dalam kesedihan, dan merasa tidak berguna. (14) Kira- kira
dua pertiga dari pasien pasien depresi mempunyai pikiran bunuh diri, dan 10 15 %
melakukannya.
Hampir semua pasien pasien depresi (97 %) mengeluh berkurangnya energi
yang menyebabkan kesulitan menyelesaikan tugas sekolah dan pekerjaan, dan
penurunan motivasi untuk melakukan rencana yang baru. (12)
Kira kira 80 % pasien depresi mengeluh ganguan tidur, terutama bangun
terlalu dini, dan sering terbangun malam hari. Kebanyakan pasien depresi nafsu
makannya berkurang dan kehilangan berat badan. Pada beberapa pasien, nafsu
makan dapat bertambah, peningkatan berat badan, dan tidur yang bertambah.
Keadaan depresi yang atipikal ini disebut disforia histeroid. (12)
Keluhan somatik lainnya dapat menyangkut seluruh sistem organ tubuh.
Pasien pasien depresi dengan keluhan somatik, dikatakan kurang menderita depresi,
karena me reka menutupinya dengan keluhan keluhan somatik tersebut. Pasien yang
datang dengan keluhan keluhan somatik sering dilebih- lebihkan, namun sukar untuk
digambarkan sebagai ssuatu penyakit tertentu. (10)
Gangguan psikomotor, dapat dijumpai berupa kelambatan dalam
pembicaraan, daya pikir dan konsentrasi yang lambat.
5. Diagnosis
Kriteria diagnosis episode depresi berdasarkan Pedoman Penggolongan
Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III (PPDGJ III) tahun 1993 (F 32), dapat
dilihat pada lampiran 2. (26)
Cortex
Cerebri
Farmatio
Retikularis Limbik
Parasimpatik
Adrenal Organ
perifer
(30)
Organ
Perifer
Organ viscera menerima dua macam suplai otonom. Pada sebahagian kasus,
dimana terdapat dua macam suplai saraf, kerja kedua bagian (simpatetik dan
parasimpatetik) mungkin tidak bersifat antagonist. Klasifikasi neuron-neuron
postganglionik otonom sebagai adrenergik atau cholinergik lebih berguna secara
klinik dan fungsional daripada klasifikasi sebagai simpatetik atau parasimpatetik.
Kebanyakan (namun tidak semuanya) elemen postganglionik simpatetik ialah
3. Hypersensitifitas visceral.
Nyeri abnomen pada penelitian akhir- akhir ini dijelaskan berhubungan dengan
sensasi visceral yang abnormal (= hypersensitifitas visceral). (29) Pasien mungkin
mempunyai ambang nyeri yang rendah, yang dibuktikan dengan percobaan
peregangan balon pada saluran pencernaan (hyperalgesia visceral) (29) . Peningkatan
gangguan somatik yang menyebab kan nyeri visceral pada gangguan fungsional
berhubungan dengan :
4. Nyeri abnormal.
Nyeri abdominal sering dijumpai bergabung dengan gangguan pencernaan.
Pasien tersebut sering melaporkan sedang menghadapi ketegangan-ketegangan
dalam kehidupan terlebih dahulu sebelum timbul simt o m- simtomnya, dan sering
mendapatkan prevalensi yang tinggi dan berulang- ulangnya penyakit psikiatri
terutama depresi dan cemas (28,29,32). Kejadian-kejadian ketegangan dalam
kehidupan dan simptom psikiatrik, terutama depresi, akan mempengaruhi pasien-
pasien nyeri abdomen untuk mendapatkan pengobatan (28,32) . Depresi akan
mengubah pergerakan usus yang akan menimbulkan perasaan nyeri yang
berlebihan, lagi pula depresi memperkuat perasaan nyeri dan meningkatkan usaha
untuk mencari pengobatan mengurangi rasa nyeri (32).
Pada pertengahan abad 20, penelitian oleh Stewart Wolf dan Harold Wolf,
Sidey Margolin dan Gerge engel yang meneliti mukosa lambung, dengan
memperhatikan pada fungsi lambung terhadap emosional dan prilaku dalam periode
yang lama. Dengan mudah dijumpai penurunan sekresi lambung dan motilitas
(pergerakan) lambung mukosa menjadi pucat yang berhubungan dengan rasa takut,
cemas serta depresi. (37)
D. PENATALAKSANAAN.
1. Penatalaksanaan Secara Umum
Secara umum, aspek yang terpenting dalam pengobatan adalah hubungan
yang baik antara dokter dan pasien (patient - physician - relationship). (3). Simtom-
simtom cendrung menjadi kronis dan ditandai dengan periode yang berulang- ulang
dan remisi. (3) Dengan menenangkan pasien (re assurance) dan memberikan
penjelasan adalah sangat penting (3), dimana patogenesis dispepsia fungsional
maupun dispepsia organik harus diterangkan pada pasien (3,21) .
3. Obat-obatan
Obat-obatan yang sering dipakai antara lain :
a. Antasida : Golongan ini banyak jenisnya dan mudah didapat, pemakaian obat
ini cendrung ke arah simptomatik. Pemakaian obat ini jangan terus menerus
dan harus diperhatikan efek sampingnya serta penyakit lain yang diderita
oleh pasien. (3-5,21,22)
b. Anti Kolinergik : Pemakaian obat ini harus diperhatikan sebab kerja obat ini
tidak begitu selektif. (4,22)
c. Antagonis reseptor H2 : Golongan obat ini antara lain : simetidin, ranitidine;
famotidin, roksatidin, nizatidin, dan lain- lain. Pemakaiannya lebih banyak ke
arah kausal disamping bersifat simtomatik. Sebaiknya diberikan pada
organik dan ulkus. (3-5,22)
d. Penghambat pompa asam : Obat ini sangat bermanfaat pada kasus kelainan
saluran cerna bagian atas yang berhubungan dengan asam lambung.
Dengan berkembangnya penemuan etiologi ulkus peptikum khususnya ulkus
duodeni yaitu didapatkan helikobakter pylori, penggunaan obat penghambat
pompa ini dengan kombinasi antibiotik dan metronidazol memberikan hasil
yang cukup memuaskan. (4,22)
e. Prokinetik : Golongan obat ini sangat baik dalam mengobati pasien dispepsia
yang disertai disebabkan gangguan motilitas. Jenis obat ini antara lain
metoklopamid, dompreridon, dan cisapride. ( 4,21,22)
f. Golongan lain : Yaitu obat- obat seperti sukraflat, bismuth subsitrat. Golongan
ini mempunyai efek melenyapkan helikobakter pylori . (4,5,21,22)
g. Psikofarmakoterapi :
Terapi ini khususnya pada pasien dengan sindrom dispepsia fungsional,
memberi hasil yang cukup memuaskan terutama untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala / keluhan. Pada kasus ini terapi dengan anti depresan
atau anti anxietas dapat membantu mengurangi gejala klinis . (4,21)
E. LIAISON PSIKIATRI
Liaison psikiatri merupakan bidang keahlian khusus, yang bekerja sebagai
bagian dari team multidisipliner di rumah sakit, termasuk staff perawat, pekerja -
pekerja sosial, terapis dalam pekerjaan, dan psikolog. (37)
Walaupun rumah sakit umum tertuju pada penyakit-penyakit fisik, namun hampir
semua penyakit pada umumnya mempunyai aspek psikologi dan sosial. Diatas 40 %
pasien memiliki kecemasan atau gangguan depresi, yang mengganggu kualitas
hidup, memperlambat penyembuhan, dan peningkatan perubahan problema perilaku
sakit. (37,38)
Konsultasi Psikiatri adalah mengajukan opini diagnosis dan saran penanganan
sehubungan dengan keadaan mental pasien dan tingkah lakunya untuk memenuhi
permintaan dari profesi kesehatan lain. (37,38)
Liaison merujuk kepada membantu perkembangan suatu hubungan antar
kelompok untuk tujuan kerjasama yang efektif. Untuk psikiatri, konsultasi liaison ini
berarti menjadi media antara pasien dengan team klinisi, antara kesehatan jiwa
dengan psofesi kesehatan lain, menjelaskan sikap dari pasien, mempersiapkan
tenaga kesehatan dalam usaha menjaga komunikasi dan kerjasama untuk
menghilangkan konflik. (37)
Alat bantu yang dimiliki konsultasi Liaison untuk membuat diagnosis adalah
wawancara dan observasi klinik secara serial. (37,38)
Tujuan diagnosis adalah mengenal gangguan mental dan respon psikologis
terhadap penyakit fisik, mengenal gambaran kepribadian pasien dan mengetahui
tehnik mengatasi masalah yang khas dari pasien dalam membuat rekomendasi
intervensi pengobatan yang paling sesuai dengan keinginan pasien. (37,38)
Prinsip konsultasi Liaison psikiatri dalam pengobatan medical adalah analisa
secara lengkap dari respon pasien terhadap penyakit psikiatri jika ada.
Tantangan bagi dokter dan Liaison psikiatri adalah menemukan jalan yang
lebih efektif untuk menyingkirkan penyebab organik dengan sedikit pemeriksaan dan
penanganannya. (37)
Dengan perkataan lain, keuntungan liaison psikiatri dalam penganganan
pasien-pasien secara menyeluruh baik fisik dan psikologi adalah :
1. memerlukan waktu yang sedikit untuk pemeriksaan
2. memperpendek lamanya pasien dirawat
3. memperbaiki kualitas hidup
4. mengurangi ketegangan, termasuk anxietas dan depresi
5. mengurangi hal-hal yang merugikan diri sendiri. (37)
F. KESIMPULAN
Dispepsia merupakan perasaan tidak enak diperut bagian atas yang bersifat
menetap atau berulang, dapat berhubungan atau tanpa berhubungan dengan
makanan, dan bersifat kronik bila berlangsung lebih dari tiga bulan.
Dispepsia merupakan kumpulan gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak
enak/sakit di perut bagian atas yang disertai keluhan lain, perasaan panas didada
daerah jantung (heart burn), regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat
kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah dan beberapa keluhan lainnya.
BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
A. METODE PENELITIAN.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif untuk
melihat perbedaan depresi pada pasien dispepsia fungsional dan dispepsia organik
dalam hal ini ulkus. Selanjutnya, penelitian ini juga ingin mengetahui seberapa besar
derajat keparahan depresi yang terjadi.
Cara pelaksanaannya yakni :
Subjek yang diambil secara random dan dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok dispepsia fungsional dan dispepsia organik.
b. Pada uji chi-square jika didapat sel dalam tabel ada nilai yang lebih kecil
dari 5 harus digunakan Yates correction (40)
{[(ad-cb)-N/2}]2 N
2
X =
(a+b) (c+d)(a+c)(b+d)
BAB IV
HASIL PENELITAIN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Data-data dari hasil penelitian yang didapat ini, kemudian dideskripsikan. Dan
beberapa dari data- data itu dikumpulkan menurut jenisnya yang kemudian
ditabulasikan menurut karakteristiknya dan disesuaikan dengan batasan masalah
yang telah dikemukakan. Berikut ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian.
Kelompok penderita dispepsia fungsional yang diteliti selama 1 Februari
sampai 30 Juni 2001, yang memenuhi persyaratan didalam penelitian sebanyak 22
orang, terdiri dari laki- laki 9 orang dan perempuan 13 orang. Pada kelompok
penderita dispepsia organik (ulkus) 22 orang terdiri dari laki- laki 15 orang dan
perempuan 7 orang.
Pada tabel 1, distribusi jenis kelamin penderita dispepsia fungsional dan dispepsia
organik (ulkus). Didapatkan penderita dispepsia fungsional laki- laki sebanyak : 9
orang (40,9 %), wanita sebanyak : 13 orang (59,1 %).
Sedangkan penderita dispepsia organik (ulkus), laki- laki sebanyak 15 orang
(68,2%), perempuan sebanyak 7 orang (31,8%).
Pada tabel 2 diatas dapat dilihat pada kelompok dispepsia fiungsional pada
umur 25 tahun 2 orang (9,1 %), 26 35 tahun 11 orang (50 %), 36 45 tahun 9
orang (40,9 %) diatas 46 tahun tidak dujumpai. Pada kelompok dispepsia organik,
pada umur 25 tahun 1 orang (4,1 %), 26 35 tahun 8 orang (36,4 %), 36 45
tahun 8 orang (36,4 %), diatas 45 tahun 5 orang (22,7 %).
Pada tabel 5, dapat dilihat karakteristik distribusi suku bangsa pada kelompok
dispepsia fungsional suku Batak 10 orang (45.5 %) dan suku Karo 6 orang (27,3 %)
suku Jawa 4 orang (18,2 %) suku Mandailing 1 orang (4,5 %) dan Melayu 1 orang
(4,5 %). Pada kelompok dispepsia organik, suku Batak 16 orang (72,7 %) dan suku
Karo 3 orang ( 13,6 %) suku Nias 1 orang (4,5 %) suku Jawa 1 orang (4,5 %) dan
Cina 1 orang (4,5 %).
Tabel 9. Perubahan depresi pada pada penderita dispepsia fungsional dan kelompok
dispepsia organik (Ulkus) sebelum dan sesudah pengobatan.
Tingkatan Depresi
2 Dispepsia Ringan 3 3 - - -
Organik
Sedang
4 4 - - -
Berat
1 - - 1 -
Dispepsis Dispepsia
No Depresi Total
fungsional organik
1. Depresi 14 8 22
2. Tidak Depresi 8 14 22
Total 22 22 44
Keterangan : df = 1
X2 tabel = 3,841
Tingkat kemaknaan p [ 0,05
X2 hitungan = 0,025
X2 tabel X2 Hitungan
Maka H0 diterima; tidak ada perubahan depresi pada dispepsia fungsional dan
dispepsia organik.
Tabel 11. Perbedaan pada dispepsia fungsional dan dispepsia organik setelah
pengobatan
Dispepsis Dispepsia
No Depresi Total
fungsional organik
1. Depresi 14 1 15
2. Tidak Depresi 8 21 29
Total 22 22 44
Keterangan df = 1
X2 tabel = 3,841
Tingkat Kemaknaan p [ 0,05
Dengan uji statistik Yates correction.
Dijumpai X2 Hitungan = 14,56
Berarti X2 tabel X2 Hitungan
Ho ditolak, sehingga Ha diterima.
Bilamana Ha diterima, maka dijumpai adanya perbedaan bermakna depresi pada
dispepsia fungsional dan dispepsia organik setelah pengobatan, yaitu terutama pada
dispepsia organik.
B. PEMBAHASAN
Tujuan penelitian ini seperti disebutkan dalam bab pendahuluan adalah untuk
melihat jumlah pasien depresi pada penderita dispepsia fungsional dan organik
(ulkus), dan melihat perbedaan depresi pada penderita dispepsia fungsional dan
dispepsia organik. Juga melihat pengaruh pengobatan konvensional pada penderita
dispepsia fungsional dan dispepsia organik,dimana pada dispepsia fungsional sedikit
atau tidak mempengaruhi tingkat depresi, sehingga pada penderita dispepsia
fungsional memerlukan pendekatan psikopatologinya.
Pada tabel 1 dapat dilihat dari 22 orang pasien dispepsia fungsional yang ikut
dalam penelitian ini, ternyata sebahagian besar adalah perempuan 13 orang (59,1
BAB V
PENGUJIAN HIPOTESIS
A. HIPOTESIS
1. Hipotesis Nul
a. Tidak ada perbedaan depresi pada dispepsia fungsional dan dispepsia
organik.
b. Ada perbedaan depresi pada dispepsia fungsional dan dispepsia
organik.
2. Hipotesis alternatif
Ada perbedaan depresi pada dispepsia fungsional dan dispepsia organik.
B. PENUNJANG
Jumlah penderita dispepsia fungsional yang ikut dalam penelitian : 22 orang.
Dan penderita dispepsia organik : 22 orang. Penderita dispepsia fungsional yang
depresi: 14 orang (63,6 %) dan yang tidak depresi 8 orang (36,4 %). Penderita
dispepsia organik yang depresi 8 orang (36,4 %) dan yang tidak depresi 14 orang
(63,6 %). Penderita dispepsia fungsional dan dispepsia organik yang depresi diberi
pengobatan. Dan dengan perhit ungan statistik test uji chi-square ditemukan adanya
perbedaan depresi setelah pengobatan pada dispepsia organik dan dispepsia
fungsional.
Data-data dari hasil penelitian yang didapat ini, kemudian dideskripsikan. Dan
beberapa dari data- data itu dikumpulkan menurut jenisnya yang kemudian ditabulasi
C. KESIMPULAN
Hipotesa nul ditolak sehingga hipotesa alternatif diterima.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari pembahasan masing- masing penelitian dan pengkajian lebih lanjut dan
kaitan keseluruhan dari hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
A. KESIMPULAN UMUM
1. Pada kelompok penderita dispepsia fungsional yang mengalami depresi : 14
orang (63,6 %), dan pada kelompok dispepsia organik : 8 orang (36,4 %).
2. Dari hasil penelitian pada penderita dispepsia fungsional dan dispepsia
organik mengalami perubahan depresi setelah pengobatan.
B. KESIMPULAN KHUSUS
1. Pada kelompok penderita dispepsia fungsional yang mengalami depresi
sebanyak 14 orang, terdapat 5 orang yang mengalami depresi ringan, 4
orang mengalami depresi sedang dan 5 orang depresi berat sebelum
pengobatan. Pada dispepsia organik yang mengalami depresi sebanyak 8
orang, 3 orang mengalami depresi ringan, 4 orang depresi sedang dan 1
orang depresi berat sebelum pengobatan.
2. Penurunan tingkat depresi pada penderita dispepsia fungsional (sebelum
pengobatan dan sesudah pengobatan) dijumpai sebagai berikut .
a. Dari tingkat depresi ringan = 5 orang . Tetap
b. Dari tingkat depresi sedang = 4 orang menjadi depresi ringan 2
orang dan tetap 2 orang
c . Dari tingkat depresi berat = 5 orang menjadi depresi sedang = 3
orang dan tetap = 2 orang
Pada penderita dispepsia organik .
a. Dari tingkat depresi ringan (3 orang ) menjadi tidak depresi.
b. Dari tingkat depresi sedang (4 orang ) menjadi tidak depresi.
c . Dari tingkat depresi berat (1 orang ) menjadi depresi sedang.
C. SARAN
Pada penelitian ini dapat dilihat baik pada penderita dispepsia fungsional
maupun dispepsia organik ada yang mengalami depresi dengan tingkatan yang
bervariasi ringan, sedang dan berat. Penderita dispepsia fungsional yang mengalami
depresi lebih banyak dari pada dispepsia organik.
Hal ini menjadi perhatian yang khusus bagi gastroenterohepatologis untuk
lebih memperhatikan adanya hubungan gangguan somatik, psikis dan lingkungan
bio- sosio - kulturil dan agama. Sehingga perlu kerja sama dengan disiplin ilmu yang
terkait dalam penanganan kasus- kasus dispepsia baik organik maupun fungsional.
Pengobatan konvensional yang diberi pada penderita dispepsia fungsional dan
dispepsia organik yang mengalami depresi dapat merubah tingkatan depresinya.
Namun pada dispepsia fungsional perubahan tingkat depresi ma sih belum maksimal.
BAB VII
RINGKASAN
Telah dilakukan penelitian melalui pendekatan ilmu jiwa dan penyakit dalam
sub bagian gastroenterologi, yang dilakukan terhadap 22 orang penderita dispepsia
fungsional dan 22 orang penderita dispepsia organik yang berobat jalan di poliklinik
sub bagian gastroenterologi RS H. Adam Malik Medan. Penderita dispepsia fungsional
yang mengalami depresi sebanyak 14 orang (depresi ringan 5 orang, depresi sedang
4 orang, depresi berat 5 orang) dan dispepsia organik mengalami depresi sebanyak
8 orang (depresi ringan 3 orang, depresi sedang 4 orang, dan depresi berat 1 orang)
dilakukan pengobatan. Dan setelah pengobatan di lihat kembali gambaran
depresinya.
Metode penelitian yang dipakai adalah metode deskriptif.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pasien dispepsia fungsional dan
dispepsia organik yang mengalami depresi serta perubahan depresi pada penderita
dispepsia fungsional dan dispepsia organik setelah pengobatan.
Alat ukur yang digunakan adalah status psikiatri, kriteria diagnosis dispepsia
baik fungsional maupun organik, dan PPDGJ III untuk mendiagnosis depresi dan
Hamilton Depression Rating Scale untuk mengukur skor depresi.
Manfaat kegunaan penelitian ini adalah melihat seberapa besar penderita
dispepsia fungsional dan dispepsia organik yang mengalami depresi. Dan melihat
perubahan depresi pada pasien dispepsia fungsional dan dispepsia organik setelah
pengobatan. Didalam penelitian ini didapatkan hasil sebagai berikut :
A. KESIMPULAN UMUM
1. Pada kelompok penderita dispepsia fungsional yang mengalami depresi : 14
orang (63,6 %) sebelum pengobatan dan setelah pengobatan dan pada
kelompok penderita dispepsia organik : 8 orang (36,4 %), sebelum pengobatan
dan 1 orang (36,4 %) setelah pengobatan.
2. Pengobatan yang diberikan baik pada penderita dispepsia fungsional dan
dispepsia organik memberikan manfaat, terutama pada dispepsia organik.
B. KESIMPULAN KHUSUS
1. Pada kelompok penderita dispepsia fungsional yang mengalami depresi
sebanyak 14 orang, terdapat 5 orang yang mengalami depresi ringan, 4
orang mengalami depresi sedang, dan 5 orang depresi berat.
2. Pada dispepsia organik yang mengalami depresi sebanyak 8 orang, 3 orang
mengalami depresi ringan dan 1 orang depresi berat.
3. Perubahan tingkat depresi :
Pada penderita dispepsia fungsional (sebelum pengobatan dan setelah
pengobatan) dijumpai sebagai berikut.
a. Dari tingkat depresi ringan = 5 orang
b. Dari tingkat depresi sedang = 4 orang menjadi depresi ringan 2
orang dan tetap 2 orang.
C. SARAN
Pada penelitian ini dapat dilihat baik penderita dispepsia fungsional mupun
dispepsia organik pernah ada yang mengalami depresi dengan tingkatan yang
bervariasi ringan, sedang dan berat. Penderita dispepsia fungsional yang mengalami
depresi lebih banyak dari pada dispepsia organik.
Pengobatan yang diberi pada penderita dispepsia fungsional dan dispepsia
organik yang mengalami depresi dapat merubah tingkatan depresinya. Namun pada
dispepsia fungsional perubahan tingkat depresi masih belum maksimal.
Keterkaitan faktor lingkungan bio- sosio- kulturil dan agama sebagai salah satu
faktor patofisiologi dispepsia fungsional memerlukan penelitian lebih lanjut dan perlu
diperhatikan dalam penanganan dispepsia , terutama dispepsia fungsional dan untuk
menghasilkan nilai pengobatan yang lebih baik. Dengan meningkatkan peran
konsultasi Liaison psikiatri dalam penanganan dispepsia, baik dispepsia organik dan
terutama dispepsia fungsional untuk mendapatkan hasil pengobatan yang sempurna.
BAB VIII
EXTENSIVE SUMMARY