You are on page 1of 51
~. LAPORAN AKHIR PROFIL CEMARAN KROM PADA AIR PERMUKAAN, SEDIMEN, AIR TANAH DAN BIOTA. SERTA AKUMULASI PADA RAMBUT DAN KUKU WARGA MASYARAKAT DI SEKITAR KAWASAN INDUSTRI KULIT DESA BANYAKAN, SITI MULYO, PIYUNGAN BANTUL TIM PENELITI : Drs.Djoko Rahardjo. M.Kes. Drs. Kisworo M.Sc Ir. Suhardi, M.Si LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA. YOGYAKARTA 2014 Judul Peneliti Kode/Nama Rumpun tlmu Ketua Pencliti a. Nama tengkap b. NIDN ©. Jabatan Fungsional 4. Program studi fe. Nomor HP d._Alamat sure! (e-mail) Anggota Peneliti (1) 3. Nama Lengkap b. NIDN .Perguruan Tinggi ‘Anggota Peneliti (2) a. Nama Lengkap b.NION © Perguruan Tinggi Biaya Penelitian Yogyakarta, 25 Pebruari 2014 Mengetahui, NIK= 874 € 054 HALAMAN PENGESAHAN Ny SEDIMEN, AIR. TANALL BIOTA SERTA AKUMULASI PADA R DAN KUKU WARGA MASYARAKAT DI SE KAWASAN INDU SITI MULYO, PIYUNGAN BANTUL, 4 113 /Biologi Drs. Djoko Rahardja 0518096402 2 Asisetn Ahi 1 Biologi 2 08122950401 dioko@ukdw acid Drs. Kisworo Me Universitas Kristen Outa Wacana 4 Suhardi Djojoatmodja, r.M.si 2 Universitas Kristen Duta Wacana Dana LPPM Rp. 8.000.000,- Ketua Peneliti joke Rahardjo, M.kes 1904 £131 Dr. ing. Ie. Winarna, MA. NIK : 894 € 087 ARAN KROM PADA AIR PADA AIR RL KULIT DESA BANVAKAN, DAFTAR ISI Halaman Pengesahan Daftar Isi Abstrak. BABI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah 1.3. Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Penelitian BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Logam Berat 2.2 Logam berat dalam perairan 2.3 Logam berat dalam sedimen 2.4 Logam berat dalam organisme air 2.5 Karakteristik Kromium 2.6 Bioindikator Pencemaran Air 2.7 Biomarker/Penanda Biologis pada Ikan Sebagai Alat Monitoring BABII. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2, Lokasi Pengambilan Sampel Air, Sedimen dan Biota 3.3. Pengambilan Sampel Air dan Sedimen 34 Analisis Logam Berat pada Sampel Air 3.5. Analisis Logam Berat pada Sampel Sedimen dan Biota 3.6 Analisis Data BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi pencemar krom di lingkungan 4.2 Konsentrasi_krom di air permukaan, sedimen, air sumur, tanah dan biota Halaman i ii 7 20 4.3 Akumulasi krom pada Rambut dan Kuku Warga Masyarakat BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.2 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ABSTRAK 32 35 35 Masuknya logam berat krom ke lingkungan melalui aktivitas pembuangan limbah akan menyebabkan pencemaran lingkungan dan sangat berbahaya baik bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat, karena bersifat (oksik, karsinogenik, bioakmulatif dan biomagnifikasi. Oleh karena itu maka pada kesempatan ini dipandang perlu untuk melakukan penelitian tentang profil cemaran, distribusi kromium di lingkungan kawasan pembuangan limbah cair industri penyamakan kulit PT. ASA di desa banyakan, Kabupaten Bantul mengingat bahwa PT. ASA melakukan aktivitas pembuangan limbah cair yang sudah diolah masuk kedalam saluran irigasi dan terdistribusi ke lahan pertanian serta aliran tersebut masuk ke daerah pemukiman dan akhimnya masuk ke sungai Oya. Penelitian dilakukan kawasan aliran pembuangan limbah cair industry kulit PT. ASA di desa Banyakan yang meliputi 5 titik pengambilan sampel dengan jenis media yaitu sampel air, sedimen dan biota. Prosedur analisa Cr untuk sampel air berdasar pada APHA/AWWAJWEF Standard Methods, 20th Edition, 2001, dimana ekstraksi logam berat dilakukan dengan metode pemekatan sampel dengan asam nitrat pekat (HINO3). Limabelas ml HINO3 ditambahkan ke 250 ml sampel air kemudian dipanaskan hingga 25 ml. Lalu, larutan dipindahkan $0 ml labu ukur kemudian diencerkan dengan aguadest hingga mencapai tanda 50 ml. Besamya konsentrasi logam berat dianalisis dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrometer (AAS), tipe flame. Prosedur ini dilakukan dengan sistem duplo. Data kosentrasi krom untuk masing-masing media dan stasiun pengambilan sampel dianalisis secara deskriptif dengan gambar, tabel dan histogram serta secara kualitatif dibandingkan dengan bakumutu yang ada, Hasil penelitian menunjukan bahwa pembuangan limbah cair industri penyamakan kulit di dusun banyakan merupakan sumber utama konsentrasi krom di lingkungan dan telah terdistribusi dihampir semua komponen lingkungan (air, sedimen, tanah, air tanah dangkal, biota dan manusia). Konsentrasi tertingai umumnya ditemukan pada lokasi disekitar titik lokasi pembuangan limbah cair industri kulit, dan semakin menurun konsentrasinya dengan meningkatnya jarak dengan titik pembuangan limbah. Aktivitas pembuangan limbah cair industri kulit mempunyai potensi untuk menimbulkan gangguan Kesehatan dengan ditemukannnya akumulasi dalam rambut dan kuku warga masyarakat desa banyakan, Kata kunci : krom, distribusi, akumulasi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Industri penyamakan kulit merupakan salah satu jenis industri yang menghasilkan limbah dalam jumlah besar dan potensial menimbulkan masalah pencemaran Karena penggunaan bahan-bahan kimia. Industri penyamakan kulit sebagian besar menggunakan proses penyamakan secara kimia dengan menggunakan krom yang membutuhkan banyak air. Sehingga dari proses penyamakan inj akan dihasilkan banyak limbah cair yang mengandung kromium. ‘Umumnya proses penyamakan kulit menggunakan krom yang mengandung atom- atom krom valensi 3+ (Cr3+) agar diperoleh kulit dengan kualitas yang baik. Limbah cair maupun lumpurnya yang mengandung kromium trivalen dapat membahayakan lingkungan, Karena termasuk dalam kategori limbah bahan beracun dan berbahaya (limbah B3). Persentase krom yang dibuang sebagai limbah cair dari sebuah industry penyamakan kulit mencapai 25 % dari total limbah dengan konsentrasi 8.000 ppm (Saleh, 2007). Pencemaran Cr valensi 6 dalam tingkat yang sangat tinggi (14.600 mg/kg pada air tanah dan 25.900 mg/kg di tanah) dilaporkan di lokasi industri United Chrome Produets, Corvallis, Oregon (Krishnamurthy dan Wilkens, 1994 cit. Ghani, 2011), Di India, sekitar 2.000- 32.000 ton unsur Cr terbuang ke lingkungan setiap tahunnya dan itu berasal dari industri penyamakan kulit (Shanker et al., 2005) Masuknya logam berat krom ke lingkungan melalui aktivitas pembuangan limbah akan menyebabkan pencemaran lingkungan dan sangat berbahaya baik bagi lingkungan dan Kesehatan masyarakat, karena bersifat soksik, karsinogenih, bioakmulatif dan biomagnifikasi (Kosnett 2007, Pla 2007, Wardhana 2004), Akumulasi logam berat dapat berdampak pada rantai makanan sehingga mempengaruhi kesehatan manusia (El-Kammar, 2009). Menurut Dalam limbah industry penyamakan kulit, krom dapat berada dalam dua bentuk ion yaitu Cr (Ill) atau krom trivalent dan Cr (VI) atau krom heksavalen, Krom heksavalen dilaporkan lebih toksik dibandingkan dengan krom trivalent, dikarenakan sifatnya yang mudah larut dalam air dan membentuk oksianion divalent yaitu kromat 1 (C1042) dan dikromat Cr2072. Hasil penelitian Vymazal (1995) menyatakan bahwa krom heksavalen mempunyai kekuatan lebih besar untuk mengoksidasi, lebih larut dalam air dan lebih mudah melewati membran biologi dibandingkan dengan krom trivalent. Kadar krom heksavalen yang tinggi pada tumbuhan dapat mengakibatkan terjadinya hambatan pertumbuhan, menginduksi klorosis pada daun muda, mengurangi kandungan pigmen, menghambat aktivitas enzim, merusak sel akar dan menyebabkan modifikasi ultrastruktur pada kloroplas dan membrane sel (Panda et al.,2005). Krom juga dapat menyebabkan kerusakan saluran pemnafasan dan paru-paru, gangguan perut, bisul, kejang, ginajl, kerusakan hati, dan bahkan kematian pada hewan dan manusia (Sudarmaji et al., 2006). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 507/MENKES/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum, dan Keputusan —-Menteri__Lingkungan Hidup RI Nomor 51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri, menyatakan bahwa senyawa krom aman keberadaannya bagi lingkungan pada konsentrasi 0.02-1.0 mgL-1, sedangkan ambang batas senyawa turunan krom dalam baku mutu air minum maksimal 0.05 mg L-1. Oleh karena itu maka pada kesempatan ini dipandang perlu untuk melakukan penelitian tentang profil cemaran, distribusi kromium di lingkungan kawasan pembuangan limbah cair industri penyamakan kulit yang ada di desa banyakan, Kabupaten Bantul mengingat bahwa ada tiga industri penyamakan kulit yang melakukan aktivitas pembuangan limbah cair yang sudah diolah masuk kedalam saluran irigasi dan terdistribusi ke lahan pertanian serta aliran tersebut masuk ke daerah pemukiman dan akhimya masuk ke sungai Oya. Masuknya aliran limbah tersebut ke lahan Pertanian dapat menimbulkan dampak yang merugikan karena besarnya Kemungkinan akumulasi krom dalam tanah. Selanjutnya krom tersebut dapat ikut terserap oleh akar yang selanjutnya dibawa ke jaringan akar, batang, daun, buah atau biji tanaman sehingga bila masuk ke dalam rantai distribusi dan konsumsi pangan akan dapat meracuni manusia atau hewan yang mengkonsumsinya.Terakumulasinya krom dalam jumlah besar di tubuh manusia jelas-jelas mengganggu keschatan karena krom memiliki dampak negatif terhadap 2 organ hati, ginjal serta bersifat racun bagi protoplasma makhluk hidup. Selain itu juga berdampak sebagai karsinogen (penyebab kanker), teratogen (menghambat pertumbuhan janin) dan mutagen (Chaney ef al., USEPA, 2000 cit. Schiavon et al., 2008). 1.2 Perumusan Masalah Aktivitas industri penyamakan kulit yang tidak dikelola dengan baik, berpotensi menyebabkan terjadinya distribusi bahan pencemaran yaitu Chrom di lingkungan sehingga mengancam kehidupan biota dan kesehatan masyarakat. Khrom bersifat toksik, karsinogenik, bioakumulatif dan biomagnifikasi). Maka diperlukan penelitian untuk mengetahui profil pencemaran Khrom di lingkungan sekitar kawasan pembuangan limbah cair industrl penyamakan kulit, sebagai informasi dan deteksi dini terjadinya pencemaran lingkungan. Dengan penelitian ini diharapkan pencemaran lingkungan lebih lanjut dapat dikendalikan secara preventif, sehingga pencemaran yang terjadi di tingkat ekosisiem dan menyebabkan gangguan Kesehatan masyarakat dapat dicegah. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui distribusi pencemar krom di lingkungan desa banyakan 2. Untuk mengetahui konsentrasi pencemaran kromium air permukaan,sedimen, air tanah dan biota di kawasan desa Banyakan, Sitimulyo Piyungan Bantul. 3. Mengetahui besarnya tingkat akumulasi krom pada rambut dan kuku warga masyarakat desa Banyakan. 1.4 Manfaat Penelitian Memberikan informasi profil cemaran krom dilingkungan kepada masyarakat dan pemerintah untuk dapat melakukan langkah-langkah antisipasi guna menghindari paparan cemaran krom dan upaya melakukan pengelolaan lingkungan yang tercemar krom. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Pencemaran Logam Berat Menurut keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/1/1988 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran air dan udara adalah masuk dan dimasukannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air/udara dan atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas air/udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air/udara menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Bahan pencemar (polutan) adalah material atau energi yang dibuang ke lingkungan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan baik abiotik maupunbiotik (Quano, 1993). Berdasarkan sumber, pencemaran dapat dibagi menjadi dua kelompok (Soegiharto, 1976), yakni : a. Dari laut, misalnya tumpahan minyak baik dari sumbemya langsung maupun hasil pembuangan kegiatan pertambangan di laut, sampah dan air ballastdari kapal tanker. b. Kegiatan darat melalui udara dan terbawa oleh arus sungai yang akhimya bermuara ke laut Berdasarkan sifatnyapollutandibagi menjadi zat yang mudah terurai (biodegradable). Contoh zat yang mudah terurai adalah seperti sampah organik sedangkan zat yang sukar terurai (non biodegradable) contohnya adalah minyak dan logam berat (Odum, 1971). Pencemaran logam berat terhadap lingkungan perairan terjadi karena adanya suatu Proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut dalam kegiatan manusia, dan secara sengaja maupun tidak sengaja membuang berbagai jenis limbah beracun termasuk di dalamnya terkandung logam berat ke dalam lingkungan perairan. Sumber utama pemasukan logam berat berasal dari kegiatan pertambangan, cairan limbah rumah tangga, limbah dan buangan industri, limbah Pertanian (Wittmann, 1979 in Connell dan Miller, 1995) Menurut Bryan (1976) secara alamiah logam berat juga masuk ke dalam perairan dapat digolongkan sebagai: (1) pasokan dan daerah pantai, yang meliputi masukan dari sungai-sungai dan erosi yang disebabkan oleh gerakan gelombang dan gletser, (2) pasokan dari laut dalam, yang meliputi logam-logam yang 4 dilepaskan gunung berapi di laut dalam dan dari partikel atau endapan oleh adanya proses kimiawi, (3) pasokan yang rnelampaui lingkungan dekat pantai yang meliputi logam yang diangkut ke dalam atmosfer sebagai partikel-partikel debu atau sebagai aerosol dan juga bahan yang dihasilkan oleh erosi gletser di daerah kutub dan diangkut oleh es-es yang fengambang. Logam berat termasuk sebagai zat pencemar karena sifatnya yang tidak dapat diuraikan secara biologis dan stabil, sehingga dapat tersebar jauh dari tempatnya semula (Dewi, 1996). Selanjutnya dikatakan bahwa ada dua hal yang menyebabkan logam berat digolongkan sebagai pencemar yang berbahaya, yaitu (1) tidak dihancurkan oleh mikroorganisme yang hidup di lingkungan dan (2) terakumulasi dalam komponen-komponen lingkungan, terutama air dengan membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik secara adsorpsi dan kombinasi. 2.2 Logam berat dalam perairan Banyak logam berat yang bersifat toksik maupun esensial terlarut dalam air dan mencemari air tawar maupun air laut. Sumber pencemaran ini banyak berasal dari pertambangan, peleburan logam dan jenis industri lainnya, dan juga dapat berasal dari lahan pertanian yang menggunakan pupuk atau anti hama yang mengandung logam (Darmono, 2001). Pencemaran logam berat dapat merusak lingkungan perairan dalam hal stabilitas, keanekaragaman dan kedewasaan ekosistem. Dari aspek ekologis, kerusakan ekosistem perairan akibat pencemaran logam berat dapat ditentukan oleh faktor kadar dan kesinambungan zat pencemar yang masuk dalam perairan, sifat toksisitas dan bioakumulasi, Pencemaran logam berat dapat menyebabkan terjadinya perubahan struktur komunitas perairan, Jaringan makanan, tingkah laku, efek fisiologi, genetik dan resistensi (Moriarty, 1987 in Racmansyah et al., 1998). Logam-logam berat yang terlarut dalam badan perairan pada konsentrasi tertentu akan berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan. Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh satu logam berat “terhadap semua biota perairan tidak sama, namun hilangnya sekelompok organisme tertentu dapat menjadikan terputusnya satu mata rantai kehidupan. Pada tingkat lanjutan, keadaan tersebut tentu saja dapat menghancurkan satu 5 tatanan ekosistem perairan (Palar, 1994), Secara alamiah, unsur logam berat terdapat di seluruh alam, namun dalam kadar yang sangat rendah (Hutagalung, 1984). Kadar logam dapat meningkat bila limbah perkotaan, pertambangan, pertanian dan perindustrian yang banyak mengandung logam berat masok ke'dalam perairan alami melalui saluran pembuangan. Logam berat yang sangat beracun ini tahan lama dan sangat banyak terdapat di lingkungan. Logam berat tersebut adalah raksa (Hg), timah hitam (Pb), Arsen (As), Kadmium (Cd), kromium (Cr) dan Nikel (Ni). 2.3. Logam berat dalam sedimen Sedimen berasal dari kerak bumi yang diangkut melalui proses hidrologi dari suatu tempat ke tempat lain, baik secara vertikal ataupun horizontal (Friedman dan Sanders, 1978). Sedimen terdiri dari beberapa Komponen dan banyak sedimen merupakan pencampuran dari komponen-komponen tersebut. Komponen tersebut bervariasi, tergantung dari lokasi, kedalaman dan geologi dasar (Forstner dan Wittman, 1983), Sedimen terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang berpengaruh negatif terhadap kualitas air. Bahan organik berasal dari biota atau tumbuhan yang membusuk lalu tenggelam ke dasar dan bercampur dengan lumpur. Bahan anorganik umumnya berasal dari pelapukan batuan. Sedimen hasil petapukan batuan terbagi atas : Kerikil, pasir, Lumpur dan liat, Butiran kasar banyak dijumpai dekat pantai, sedangkan butiran halus banyak di perairan dalam atau perairan yang relatif tenang, Hutabarat dan Evans (1985), telah membagi sedimen berdasarkan ukuran diameter butiran, yaitu. batuan (boulders), Kerikil ( (gravel), pasir sangat kasar (very coarse sand), pasir kasar (Coarse sand), pasir halus (fine sand), pasir sangat halus (very fine sand), pasir (medium sand), lumpur (silt), liat (clay) dan bahan terlarut (dissolved material). Bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah dan bahan kimia anorganik dan organik menjadi bahan yang tersuspensi di dalam air, schingga bahan tersebut menjadi penyebab pencemaran tertinggi dalam air. Keberadaan sedimen pada badan air mengakibatkan peningkatan kekeruhan perairan yang Sselanjutnya menghambat penetrasi cahaya yang dapat menghambat daya lihat 6 (visibilitas) organisme air, sehingga mengurangi kemampuan ikan dan organisme air lainnya untuk memperoleh makanan, pakan ikan menjadi tertutup oleh lumpur. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya kerja organ pernapasan seperti insang pada organisme air dan akan mengakumulasi bahan beracun seperti pestisida dan senyawa logam.Pada sedimen terdapat hubungan antara ukuran partikel sedimen dengan kandungan bahan organik. Pada sedimen yang halus, presentase bahan organik lebih tinggi dari pada sedimen yang kasar. Hal ini berhubungan dengan kondisi lingkungan yang tenang, sehingga memungkinkan pengendapan sedimen lumpur yang diikuti oleh akumulasi bahan organik ke dasar perairan. Sedangkan pada sedimen yang kasar, kandungan bahan organiknya lebih rendah karena partikel yang lebih halus tidak mengendap. Demikian pula dengan bahan pencemar, kandungan bahan pencemar yang tinggi biasanya terdapat pada partikel sedimen yang halus. Hal ini diakibatkan adanya daya tarik elektrokimia antara partikel sedimen dengan partikel mineral (Bochm, 1987), 2.4 Logam berat dalam organisme air Organisme air sangat dipengaruhi oleh keberadaan logam berat di dalam air, terutama pada konsentrasi yang melebihi batas normal. Organisme air mengambil logam berat dari badan air atau sedimen dan memekatkannya ke dalam tubuh hingga 100-1000 kali lebih besar dari lingkungan. Akumulasi melalui proses ini disebut bioakumulasi. Kemampuan organisme air dalam menyerap (absorpsi) dan mengakumulasi logam berat dapat melalui beberapa cara, yaitu melalui saluran pernapasan (insang), saluran pencernaan dan difusi permukaan kulit (Mandibelli, 1976 dalam Darmono, 2001).Namun sebagian besar logam berat masuk ke dalam tubuh organisme air melalui rantai makanan dan hanya sedikit yang diambil air (Waldichuck, 1974). Akumulasi dalam tubuh organisme air dipengaruhi oleh konsentrasi bahanpencemar dalam air, kemampuan akumulasi, sifat organisme (jenis, umur dan ukuran) dan lamanya pernapasan. 2.5 Karakteristik Kromium Kromium merupakan logam industri yang penting Karena rerupakan polutan utama, yang bersifat karsinogen, mutagenik, dan sangat beracun. Kromium mei i dua bentuk oksidatif dalam lingkungan perairan. Pertama adalah Cr(VI) yang diketahui sebagai bentuk Cr yang sangat beracun, dan yang lain adalah Cr(II1) yang sedikit pergerakannya, tidak beracun, dan bahkan merupakan unsur yang esensial bagi manusia dan hewan (Liu et al, 2006). Kromium dalam lingkungan umumnya berada dalam bentuk Cr(IIl) atau Cr(VI), Cr(Ill) terdapat dalam jumlah yang tidak terlalu banyak pada bebatuan dan tanah dalam bentuk senyawa Cr,03. Sedangkan Cr(V1) secara alami jarang terdapat di alam. Kehadirannya dalam bentuk kromat (CrO,*) dan dikromat (C1207) dalam lingkungan biasanya disebabkan oleh limbah maupun emisi dari kegiatan industry dan rumah tanga, Cr(VI) banyak digunakan dalam industry logam seperti pembuatan logam Cr, aloi Cr, dan pelapisan logam serta industry kimia sebagai agen pengoksidasi. Cr(III) terutama sebagai garamnya umumnya digunakan dalam industry tekstil, industry penyamakan, industry keramik dam gelas serta fotografi (Anonim, 2011). Distribusi senyawa yang mengandung Cr(II1) dan Cr(VI) tergantung pada Potensial redoks, pH, adanya senyawa oksidator atau reduktor, kinetika reaksi redoksnya, pembentukan kompleks Cr(IlI) atau garam Cr(Ill) tak larut, dan Konsentrasi kromium total (WHO, 1996). Beberapa teknik analisis yang Gigunakan untuk menentukan kadar Cr terutama Cr(VI) menggunakan spektrofotometr sinar tampak umumnya menggunakan reagen organik yang dapat Gioksidasi dan pembentukan ion asosiasi. Reagen yang paling umum digunakan luntuk menentukan kadar Cr(VI) secara spektofotometri sinar tampak yaitu 1,5 difenilkarbazida. Akan tetapi gangguan dari Fe(III), No(VP, Cu(ID, dan Hg(it) Sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh dan hanya membentuk kompleks yang stabil selama 30 menit dengan adanya buffer fosfat (Marchart, 1964), 2.6 Biondikator Pencemaran Air Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati melalui adanya perubahan suhu air, adanya perubahan pH atau konsentrasi ion Hidrogen, adanya perubahan warna, bau dan rasa air, timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut, adanya mikroorganisme dan meningkatnya radioaktivitas air lingkungan. Adanya tanda atau perubahan tersebut menunjukkan bahwa air telah tercemar. Klaassen (2001), Wardhana (2004) dan Miller (2007), mengemukakan bahwa organisme yang keadaannya dapat memberikan respon perubahan yang diakibatkan perubahan lingkungan disebut sebagai indikator biologi (bioindikator). Bioindikator yang ada pada jalur air dan mungkin akan sampai pada manusia adalah: Phytoplankton, zooplankton, kerang, udang dan ikan. Menurut Conell (2001), Withgott and Brennan (2007) pernyataan spesies indikator telah digunakan dalam cara yang berbeda, yakni: pertama untuk memberikan spesies tertentu yang diadaptasikan secara selektif terhadap suatu keadaan pencemaran tertentu, misalnya daerah tercemar berat dan daerah bersih. Dengan demikian adanya spesies tertentu ini dapat digunakan untuk mencirikan adanya keadaan pencemaran, sehingga disebut spesies indicator ekologis. Kedua adalah organisme yang mengakumulasikan bahan kimia yang berada dalam lingkungan. Analisis kimia spesies ini kemudian mencirikan adanya zat kimia dalam lingkungan secara lebih efektif dari pada analisis suatu sampel lingkungan, misalnya air, sehingga disebut spesies monitor kimiawi. Pla (2007) dan Argawala (2006) mengatakan bahwa dalam memonitor pencemaran logam, analisis biota air sangat penting artinya daripada analisis air itu sendiri, karena kandungan logam berat dalam biota air biasanya akan bertambah dari waktu ke waktu karena sifat logam yang bioakumulasi dan biomagnifikasi sehingga biota air sangat baik digunakan sebagai indikator biologi (bioindikator) adanya pencemaran logam berat di perairan. Hellawell (2000) dan Klaassen (2001) mengemukakan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh suatu organisme yang dapat digunakan sebagai bioindikator pencemaran logam di perairan, adalah sebagai berikut : 1. Spesies-spesies harus mengakumulasikan polutan tanpa mengakibatkan kematian pada konsentrasi yang terpajan dalam lingkungannya . Semua individu-individu dari spesies indikator harus menunjukkan korelasi x sederhana yang sama antara kandungan residu mereka dan konsentrasi polutan ratarata dalam: air disekelilingnya, atau lapisan-lapaisan (endapan) dasar makanan atau semua lokasi. Organisme harus menetap untuk memastikan bahwa temuan dapat mencirikan daerah yang dipelajari. - Spesies-spesies yang hidupnya lama lebih diinginkan karena mereka memungkinkan diambil sampel untuk beberapa tahun jika diperlukan. . Spesies harus terdapat banyak sekali sepanjang area studi dan lebih disukai » S w ™mempunyai distribusi tersebar Iuas untuk memudahkan perbandingan diantara area-area, a» Spesies-spesies harus mempunyai ukuran yang cukup sehingga memberikan Jaringan-jaringan yang memadai untuk dianalisis, Sifat ini menolong dalam hal pembedahan bila dilakukan study akumulasi dalam organ-organ khusus, Spesies-spesies harus mudah diperoleh dan kuat untuk sampai di laboratorium, 7 Tkan merupakan organisme yang memiliki sifat-sifat tersebut, oleh karena itu ikan merupakan organisme perairan yang sanget representatif untuk menduga Pencemaran perairan. Ikan merupakan bioindikator yang baik untuk pencemaran Jogam berat di perairan. Kekhawatiran utama terhadap beberapa logam berat adalah pengaruhnya yang bersifat akumulatif. Pemajanan berulang-ulang pada kadar yang rendah dapat terakumulasi pada jaringan ikan dengan kadar yang jauh lebih tinggi (Plaa, 2007). Disamping kemampuan untuk mengakumulasikan, Peningkatan kadar zat toksik dalam tubuh organisme meningkat pada tingkat tropik yang lebih tinggi (biomagnifikasi) (Kostnet, 2007, Klaassen 2001, Kataung 2007). 10 2.7 Biomarker/Penanda Biologis pada Ikan Sebagai Alat Monitoring Kualitas lingkungan perairan dapat diketahui berdasarkan perubahan dalam sistem atau parameter biologi yang terpilih, pendekatan ini dikenal dengan istilah biomonitoring. Biomonitoring adalah cabang dari monitoring lingkungan yang mengacu pada penggunaan organisme hidup, yang digunakan sebagai pendugaan residu bahan pencemar dalam jaringan organisme sampai pendugaan akhir pengaruh biologi spesifik. Bentuk atau tipe biomonitoring dapat dikembangkan berdasarkan perubahan karakteristik secara biokimia, phisiologi, morphologi atau tingkah laku organisme, disamping berdasarkan cara konvensional seperti struktur komunitas yang meliputi kemelimpahan dan indeks keanekaragaman (Viarenggo et al, 2007, Wardhana 2004, Klaassen 2001). Konsep yang terbaru dalam biomonitoring dikenal dengan istilah biomarker. Biomarker di definisikan sebagai respon secara biologi terhadap pencemaran lingkungan yang memberikan besamya pajanan dan pengaruh toksik bahan pencemar. Biomarker merupakan akhir dari uji ekotoksikologi yang menunjukkan efek pada organisme hidup. Salah satu fungsi dari biomarker adalah sebagai tanda Peringatan dini, dari pengaruh secara biologi; dan biomarker dipercaya sebagai respon pada sub seluler (molekuler, biokimia dan phisiologi) reaksi awal sebelum Tespon terjadi pada tingkatan organisasi makhluk hidup/spektrum biologi yang lebih tinggi (Hanson, et al, 2008), Penanda biologis atau biomarker di dalam ikan dapat berfungsi sebagai alat yang berguna untuk mengevaluasi beban pencemaran di lingkungan perairan dan menerima sinyal peringatan dini yang berhubungan dengan ancaman lingkungan yang baru. Penanda biologis didefinisikan sebagai Pengukuran spesifik yang merefleksikan adanya interaksi biologis dengan agen lingkungan misalnya Cé, Pb maupun Hg; Penanda biologis biasa digunakan untuk analisis resiko di bidang kesehatan lingkungan (Henna Rya Sunoko, 2007). Penggunaan biomarker untuk monitoring lingkungan merupakan sebuah metode yang memanfaatkan analisis kimia seperti halnya bioindikator. Biomarker adalah Tespon-respon yang diukur pada tingkat individu, yang berkisar dari pengukuran enzim dan metabolisme xenobiotic pada indek organ dan kondisi keseluruhan, Monitoring lingkungan perairan dengan biomarker dapat dilakukan dengan 11 berbagai kelompok organisme, tetapi yang paling umum adalah remis dan ikan ( Viarenggo, et al 2007, Plaa 2007). Biomarker pada ikan telah digunakan untuk meneliti wilayah tercemar di luar negeri sejak tahun 1970. Adapun contoh-contoh sumber polusi yang diteliti adalah pabrik bubur kayu/pulp mils Larsson, Forlin, Lindesjoo, Sandstrom (2002), Larsson, Forlin, Grahn, Landner (2000), penanganan limbah kotoran Jessica, Robert, Frederic, Arnaud (2007), wilayah pertambangan Schmitt, Whyte, Roberts, Annis (2007), pestisida yang mencemari tanah pertanian Whitehead, Kuivila, Orlando, Kotelevisev (2004) dan polusi dari wilayah perkotaan Hanson, Gutman, Larsson (2006), Linderoth, Hansson, Liewenborg, Sundberg (2006), Webb, Gagnon, Rose (2005), Kebanyakan kontaminan pada akhirnya berujung di air, maka lingkungan air menjadi perhatian 22 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian direncanakan dilaksanakan dari bulan April — Oktober 2014. Tempat penelitian di desa Banyakan khusunya di saluran air, sungai dan lahan pertanian yang mendapatkan distribusi aliran air yang terkena dampak pembuangan limbah cair PT. ASA. Laboratorium yang digunakan sebagai tempat preparasi sampel adalah Laboratorium Ekologi Fakultas Bioteknologi UKDW, sementara untuk analisis AAS (Atomic Absorption Spectrometry) dilakukan di Laboratorium Dasar UGM. 3.2, Lokasi Pengambilan Sampel Air, Sedimen dan Biota Lokasi pengambilan sampel ditentukan berdasarkan effluen yang masuk ke badan air, yang dimulai dari outlet pembuangan limbah cair industri penyamakan kulit, masuk ke saluran irigasi, masuk ke sungai kecil dan akhimya masuk ke sungai Oya, sehingga ada lima (5) titik pengambilan sampel air, sedimen dan biota yaitu T1 area pembuangan oulet limbah industri penyamakan kulit, T2, pertemuan saluran air dan sungai, T3 pertemuan aliran sungai dengan saluran air dari TPA sampah, T4 aliran sungai dengan pemukiman padat dan TS adalah aliran sungai Oya. Sampel biota yang dimaksud adalah beberapa tanaman konsumsi dan pakan ternak yang ditanam oleh warga masyarakat sekitar seperti padi, ubi, cabe dll serta beberapa jenis fauna sungai yang berhasil ditangkap. Selain itu juga diambil sampel air permukaan, sedimen, air tanah yang berada di kawasan sekitar aliran pembuangan limbah cai industri penyamakan kulit. Titik pengambilan sampel ditunjukkan pada gambar di bawah ini. 2B Gambar 1. Lokasi pengai sampel dan analisis kondisi Lingkungan 3.3. Pengambilan Sampel Air dan Sedimen Pada masing-masing titik, diambil satu sampel air dan satu. sampel sedimen secara gabungan (komposit) berdasarkan tempat, yaitu pada dua titik di tepi masing-masing bagian kanan dan kiri badan air serta ba ian tengah badan air. Untuk sampel air, sampel diambil di setengah kedalaman total yaitu 0,5d. Alat kai (SNI_6989.57:2008) dan alat yang digunakan untuk mengambil sampel sedimen yang digunakan untuk mengambil sampel air adalah gayung plastik bert adalah grab sampler/dredges. (EPA-Ohio, 2001). Berdasarkan APHA/AWWA/WEF Standard Methods 20th ed. (2001) untuk pengawetan sampel air yang akan dianalisis kandungan logam beratnya, maka perlu dilakukan penambahan HNO3 pekat (3 mL HNO3/L. sampel air) lalu didinginkan pada temperatur 4°C, sedangkan untuk sampel sedimen didinginkan pada 4°C. Kontainer sampel air yang digunakan adalah botol plastik HDPE (high-density polyethylene) ukuran | liter, sedangkan Kontainer sampel sedimen adalah kantong plastik bening, sampel diambil sebanyak +100 gram, Selain pengambilan sampel air dan sedimen, juga dilakukan pengukuran terhadap temperatur, pH, dan oksigen 14 terlarut (Dissolved Oxygen). Hal ini dilakukan karena parameter parameter tersebut dapat mempengaruhi konsentrasi logam dalam air dan sedimen. Temperatur diukur dengan menggunakan termometer raksa, pH diukur dengan pH meter merk Hanna, dan Oksigen terlarut diukur dengan Oxygen Meter metk YSI * Model 51B. 3.4. Analisis Logam Berat pada Sampel Air Prosedur analisa Cr untuk sampel air berdasar pada APHA/AWWA/WEF Standard Methods, 20th Edition, 2001, dimana ekstraksi logam berat dilakukan dengan metode pemekatan sampel dengan asam nitrat pekat (HNO3). Limabelas ml HNO3 ditambahkan ke 250 ml sampel air kemudian dipanaskan hingga 25 ml. Lalu, larutan dipindahkan 50 ml labu ukur kemudian diencerkan dengan aguadest hhingga mencapai tanda 50 ml. Besamya konsentrasi logam berat dianalisis dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrometer (AAS), tipe flame, Prosedur ini dilakukan dengan sistem duplo, 3.5. Analisis Logam Berat pada Sampel Sedimen dan Biota Prosedur analisis Cr untuk sampel sedimen dan biota dilakukan dengan metode ekstraksi asam (EPA Method 200.2, 1994). Sebelum ekstraksi, dilakukan Pengukuran berat kering sampel, dimana sampel dipanaskan hingga temperatur 60°C. Temperatur tersebut dibuat tidak terlalu tinggi untuk mencegah penguapan logam berat. Berat konsentrasi logam berat dalam sampel diukur setelah proses Preparasi (ekstraksi) dengan penambahan 10 ml agua regia (3 bagian HNO3 + 1 bagian HCI) pada #2 gram sampel dan ditutup dengan gelas arloji. Setelah sampel larut, dilakukan penambahan H202. Pada akhir proses ekstraksi tersebut, dilakukan penyaringan larutan sampel ke dalam labu takar 50 ml, diencerkan hingga mencapai tanda 50 ml. Kemudian, dilanjutkan dengan pengukuran logam berat menggunakan AAS tipe flame. Prosedur ini dilakukan dengan sistem duplo. 15 3.6 Analisis Data Data kosentrasi krom untuk masing-masing media dan stasiun pengambilan sampel dianalisis secara deskriptif dengan gambar, tabel dan histogram serta secara kualitatif dibandingkan dengan baku mutu lingkungan yang ada 16 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi pencemar krom di lingkungan Dari hasil observasi lapang, diketahui bahwa ada 3 industri penyamakan kulit yang ada di desa Banyakan, dan kesemuanya melakukan aktivitas pembuangan limbah cair dengan pola yang sama yaitu menempatkan outlet limbahaya pada saluran irigasi, yang airnya langsung terdistribusi kedalam area persawahan dan akhimya masuk ke sungai Opak. Dari ketiga industri tersebut diketahui bahwa konsentrasi logam berat krom (Cr, krom total) yang ada di dalam effluent limbah cair bervariasi berdasar jenis perusahaan dan waktu pengambilan sampelnya. Secara umum kandungan logam berat krom pada effluent ditemukan dengan Konsentrasi paling tinggi pada outlet limbah cair PT. Reka Pratama dengan konsentrasi krom berkisar antara 0.38 - 29.56 dengan nilai rata-rata sebesar 14.97 mg/l, kemudian diikuti oleh PT. Bintang Alam Semesta dengan kisaran konsentrasi krom sebesar 1.18 - 9.37 mg/l dengan rata-rata sebesar 5.26 mg/l dan terakhir yaitu PT ASA dengan konsentrasi krom sebesar 0.34 -8.04 mg/I dengan rata-rata sebesar 4.89 mg/l. Dan fakta yang menarik bahwa diketiga perusahaan tersebut konsentrasi krom tertinggi ditemukan pada waktu pengambilan sampel pada malam hari, yaitu berkisar antara 8.04-29.56 mg/l, sementara pada siang dan pagi hari berturut-turut didapatkan hasil yang lebih rendah, yaitu berkisar antara 0.38-7.67 mg/l dan 0.34 mp/l. Dari aktivitas pembuangan limbah cair industri kulit yang mengandung krom ke lingkungan dengan konsentrasi yang tinggi dan berlangsung secara terus menerus akan meyebabkan logam berat krom terdistribusi secara luas ke berbagai komponen lingkungan desa banyakan. Dari hasil pengambilan sampel dan analisis krom diberbagai komponen lingkungan, terbukti bahwa Jogam berat krom ditemukann pada berbagai jenis sampel di lingkungan. Krom yang terkandung dalam buangan limbah kulit akan terdistribusi ke lingkungan melalui media air dan selanjutnya akan terdistribusi disepanjang aliran irigasi, sungai kecil bahkan juga masih ditemukan pada aliran sungai oya. Melalui air irigasi dan sungai,logam krom akan masuk dan mengendap pada persawahan, ladang dan selanjutnya akan diabsorpsi dan diakumulasi oleh berbagai jenis hewan akuatik dan berbagai jenis 7 flora. Sebagai muara dari distribusi krom di lingkungan sesuai dengan aliran energi dalam ekosistem, maka manusia sebagai puncak rantai makanan, secara oral dengan berbagai jenis konsumsi air dan makanan yang telah terkontaminasi oleh krom serta Kontak langsung dengan perairan yang mengandung krom akan mengabsorbsi dan mengakumulasi krom. Untuk lebiti jelasnya perihal pola atau alur distribusi krom di lingkungan serta konsentrasi pada masing-masing jenis sampel dapat dilihat pada gambar I dan tabel | di bawah ini. ‘industt tah ‘Sungei ‘but %) cangunturgte * + 4 Troe Papin, some | [es] [ren | | Pint — ‘nium |] [Smmeeas) [en te, ‘bentos, dd ea Gambar 4.1 Pola distibusi pencemar krom dilingkungan Berdasar gambar tersebut di atas, maka saluran irigasi (air dan sedimen) merupakan komponen pertama yang secara terus menerus menerima Paparan krom dari aktivitas pembuangan limbah industri kulit, dan dari hasil analisa krom juga dibuktikan bahwa kedua sampel tersebut mempunyai Konsentrasi yang tinggi dibanding komponen lingkungan yang lain seperti air tanah, tanah, tanaman, hewan akuatik dll. Bahkan pada sedimen konsentrasi kom ditemukan dalam konsentrasi paling tinggi mencapai 327.28 me/kg. 18 Selanjutnya krom yang ada dia air permukaan dan sedimen melalui media air dengan. berbagai proses yang terjadi di lingkungan akan terdistribusi ke tanah, tanaman, air tanah dan pada akhirya akan sampai pada manusia yang dapat * mmengabsorpsi krom, baik melalui jalur oral, inhalasi maupun kontak langsung dengan kulit. Dari hasil analisis akumulasi krom di rambut dan kuku warga masyarakat desa banyakan ditemukan konsentrasi krom berkisar antara 0.024- 1.904 mglkg pada rambut dengan rata-rata sebesar 0.77 mg/kg, Konsentrasi ini lebih tinggi bila dibanding besamya krom yang terakumulasi pada kuku, yaitu berkisar antara 0,059-0.422 dengan nilai rata-rata sebesar 0.23 mg/kg. Ditemukan akumulasi krom pada sampel rambut dan kuku membuktikan bahwa aktivitas industri kulit terbukti mencemari lingkungan serta berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan, Tabel 4.1 Konsentrasi logam berat krom pada berbagai sampel lingkungan No Jenis Sampel Konsentrasi Mean mg/L atau mg/Kg 1 Outlet limbah cair industri kulit PT. ASA. 0.34 -8.04 4.89 PT. BAS 1.18 - 9.37, 5.26 PT. Reka Pratama 0.38 - 29.56 14.97 2_| Air permukaan 0.04 - 9.06 21 3__| Sedimen 211 - 327.28 68.85 4 Air Tanah Dangkal 0.05 - 1.04 0,32 EI Tanah 0.27 - 56.19 6.13 6 Tanaman 0.02 - 193.93 11.93 7 Hewan Akuatik 0.024-6.822 2.52 8 Rambut 0.024-1,904 0.77 9 Kuku 0.06-0.422 0.23 Berdasarkan data distribusi krom yang tertera pada tabel di atas, terbukti bahwa aktivitas pembuangan limbah industri kulit ke lingkungan menyebabkan turunnya Kualitas lingkungan yang besar potensinya untuk menimbulkan permasalahan Kesehatan lingkungan. Logam krom yang ada di air, sedimen dan tanah selanjutnya akan terabsorpsi oleh berbagai jenis tanaman, hewan baik akuatik maupun terrestrial dan akan terdistribusi atau terakumulasi 19 dalam berbagai organ dengan konsentrasi yang sangat bervariatif dan menyebabkan logam krom akan tersimpan dalam waktu yang lama di lingkungan, Melalui rantai makanan, dengan proses makan memakan akan tejadi biomagnifikasi dan sebagai puncaknya manusia akan mengabsorsi logam krom dalam konsentrasi yang tinggi dari berbagai jalur masuk khususnya oral dan kontak. Paparan krom secara terus menerus meski dalam konsentrasi kecil, namun masuk melalui berbagai jalur yang ada akan menyebabkan tingginya tingkat absorpsi_krom oleh masyarakat sehingga meningkatkan resiko gangguan kesehatan karena krom bersifat racun bagi protoplasma makhluk hidup serta dampak negatif terhadap organ hati, ginjal. Selain itu juga berdampak sebagai karsinogen (penyebab kanker), teratogen (menghambat pertumbuhan janin) dan mutagen (Chaney et al., USEPA, 2000 cit. Schiavon et al., 2008). 4.2, Konsentr: dan biota 4.2.1 Konsentrasi krom dalam air permukaan dan sedimen krom di air permukaan, sedimen, air sumur, tanah Dari hasil pemeriksaan sampel air permukaan (saluran irigasi) yang mendapatkan aliran buangan limbah industri kulit, terdapat 13 sampel yang mengandung logam berat krom dengan kisaran 0.02 - 11.91 mg/l dan hanya dua sampel yang tidak terdeteksi (atau dibawah nilai minimum kemampuan alat untuk mendeteksi), yaitu sampel di statsiun 1V dan V, yang mempunyai jarak dengan aliran pembuangan limbah mencapai lebih 1 km. Sementara untuk sampel sedimen semua sampel ditemukan mengandung krom dengan kisaran 2.11 - 327.28 mg/kg jauh lebih tinggi atau sekitar 24-100 kali dibanding dengan konsentrasi krom dalam sampel air permukaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini. 20 Tabel 4.2 Konsentrasi krom dalam air dan sedimen No ]Sampel | Waktu Konsentrasi Krom (mg/l atau mg/kg) 1 u Ml Vv v 1 | Air Pagi 06.22 | 0.36 0.31 0.40_| 0.02 Siang 11.91 | 0.09 0.42 0.07_| 0.07 Matam | 09.04 | 1.60 0.34 ted ttd Rata-rata 9.06 | 0.68 0.36_| 0.17 [0.03 2 | Sedimen | Pagi 81.78 | 1054 | 5.13 3.79_[ 1.93 Siang | 272.77 | 09.70 | 199 2.75 _[ 1.89 Malam_[ 627.30 | 05.48 | 2.85 2.40 | 2.50 Rata-rata 327.28 | 8.57 3.32 2.98 | 2.11 Dari tabel tersebut di atas terlihat pula bahwa konsentrasi krom pada sampel air ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada stasiun I yaitu rata-rata sebesar 9.06 mg/l Garak 0-50 m, dari aliran pembuangan limbah) dan akan semakin menurun konsentrasinya seiring dengan semakin jauhnya — titik pengambilan sampel dengan lokasi pembuangan limbah, terlihat konsentrasi krom menurun secara drastis pada stasiun II yaitu sebesar 0.68 mg/l dan selanjutnya terus menurun hingga konsentrasi 0.03 mg/I pada stasiun V. Artinya bahwa semakin jauh dengan titik pembuangan limbah maka konsentrasi krom dalam air akan semakin menurun, Hal ini dapat dijelaskan bahwa konsentrasi yang tinggi pada titik pembuangan limbah industri kulit karena adanya pasokan limbah secara kontinyu sehingga konsentrasi krom dalam air relatif’ tinggi, namun dengan semakin lama dan jauh dengan titik pembungan limbah maka konsentrasi krom dalam air akan menurun secara drastis, hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain yaitu faktor pengenceran karena dengan semakin luasan area perairan maka krom akan terdistribusi sehingga konsentrasi akan semakin berkurang, hal lain juga disebabkan krom yang ada dalam air akan terabsrobsi oleh sedimen yang kaya bahan organik atau terarsobsi dan terakumulasi oleh berbagai jenis tanaman, hewan yang ada disepanjang aliran pembuangan limbah tersebut. Pola yang sama juga terjadi pada konsentrasi krom dalam sedimen saluran irigasi sampai sungai, bahwa konsentrasi tertinggi ditemukan pada titik pengambilan sampel dekat dengan titik pembuangan limbah 2 industri kulit dan semakin jauh dengan lokasi pembuangan limbah konsenrasi krom akan semakin menurun. Untuk dapat melihat secara jelas pola distribusi krom dalam air dan sedimen dapat di lihat pada gambar 2 di bawah ini. Konsentrasi Kromium Konsentrasi Kromium dalamAir dalam Sedimen 10 350 9,06 300 | 432728 5 250 6 200 4 150 2 ° Gambar 4.2 Pola distribusi kromium dalam air dan sedimen Berdasarkan Keputusan Gubernur Propinsi DIY tahun 2001 tentang Baku Mutu Air Sungai, konsentrasi Krom total (Cr) adalah sebesar 0.05 ppm, sehingga stasiun I dan Il dengan konsentrasi krom sebesar 9.06 dan 0.68 mg/l telah melebihi batas ambang yang ditetapkan, sementara untuk ketiga stasiun berikutnya kesemuanya masih dibawah batas ambang. Untuk krom dalam sedimen, untuk di Indonesia belum ada baku mutunya namun kita dapat menggunakan baku mutu yang ada sebagai referensi yaitu baku mutu sedimen untuk logam Cr oleh US-EPA, 2004, dengan NAB sebesar 76,00 mg/kg, berdasarkan NAB ini maka konsentrasi krom dalam sedimen di stasiun 1 sebesar 327.28 mg/kg merupakan satu-satunya lokasi yang jauh melebihi dari NAB yang ditetapkan oleh US-EPA. Kemampuan akumulasi logam berat oleh sedimen sangat dipengaruhi oleh komponen penyusun dan ukuran partikel sedimen. Penyusun sedimen bisa dari bahan organik atau anorganik, Sedimen yang berasal dari bahan organik memiliki kemampuan akumulasi Jogam lebih tinggi dari bahan anorganik. Semakin keciV/halus ukuran partikel 22 sedimen maka daya akumulasi logam berat semakin agi. Selain jenis penyusun dan ukuran partikel, jarak titik sampling dari sumber pencemar sangat berpengaruh pada kosentrasi Cr yang terakumulasi di sedimen. Semakin dekat jarak titik sampling dari sumber pemcemar Cr maka kosentrasi Cr di sedimen semakin tinggi: Lebar badan air berpengaruh terhadap akumulasi Cr di sedimen. Kuat arus aliran air juga sangat berpengaruh terhadap proses sedimentasi. Aliran air yang lambat akan menyebabkan partikel yang terbawa aliran air akan tersuspensi membentuk sedimen. Aliran air yang lambat pada lokasi sampling mendukung daya akumulasi Cr di sedimen. Akumulasi Cr di sedimen bersifat akumulatif dengan jangka waktu yang lama dan terus menerus pada sedimen yang relatif menetap dan tidak bergerak sehingga kosentrasi Cr di sedimen sangat tinggi. Dari kemampuan akumulasi logam berat oleh sedimen, sehingga untuk mengetahui tingkat pencemaran dari waktu kewaktu dapat diketahui dari kosentrasi logam berat di sedimen. Sedimen merupakan salah satu indikator tercemar atau tidaknya suatu badan air dalam kurun waktu tertentu. Hal ini dibuktikan dari hasil pengukuran Konsentrasi krom dalam sedimen di lokasi pembuangan limbah cair industri kulit sebesar 327.28 mg/kg. Kosenntrasi Cr disedimen merupakan akumulatif dari waktu ke waktu dan konsentrasinya akan terus meningkat dalam setiap tahunnya (Begum, dkk., 2009a). Sementara pada air, logam berat cenderung mengikuti aliran air dan pengaruh pengenceran ketika ada air masuk, seperti air hujan, turut mengakibatkan menurunnya Konsentrasi logam berat pada air. Konsentrasi logam berat pada air akan turut mempengaruhi konsentrasi logam berat yang ada pada sedimen serta vegetasi tanaman dan hewan yang ada disekitar sungai. Kecenderungan peningkatan konsentrasi Jogam berat di sedimen diakibatkan oleh tingginya konsentrasi logam berat tersebut di air. Selain itu, terdapat parameter-parameter lain yang berpengaruh dalam kesetimbangan reaksi di sistem perairan, seperti pH, konsentrasi logam dan tipe senyawanya, kondisi reduksi-oksidasi perairan, dan bilangan oksidasi dari logam tersebut. 23 ‘Umumnya konsentrasi logam berat dalam perairan akan lebih rendah dibandingkan dengan logam berat pada sedimen, hal ini terjadi karena sifat dari bahan logam tersebut, Sesuai dengan pendapat Hutagalung (1984) dalam Erlangga (2007) bahwa logam berat yang masuk ke dalam lingkungan perairan akan mengalami pengendapan, pengenceran dan dispersi, kemudian diserap oleh organisme yang hidup di perairan tersebut. Pengendapan logam berat di suatu perairan terjadi karena adanya anion karbonat hidroksil dan klorida. Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan berikatan dengan partikel-partikel sedimen, sehingga konsentrasi logam berat dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air. Menurut Wilson (1988) dalam Erlangga (2007) Jogam berat yang terlarut dalam air akan berpindah ke dalam sedimen jika berikatan dengan materi organik bebas atau materi organik yang melapisi permukaan sedimen dan penyerapan langsung oleh permukaan partikel sedimen, 4.2.2 Konsentrasi Krom pada air sumur warga desa Banyakan Konsentrasi logam krom dalam air permukaan dan yang terakumulasi di sedimen dapat terdistibusi secara luas melalui mekanisme aliran air permukaan maupun air tanah. Akumulasi logam krom yang tinggi dapat menjadi bom waktu ketika musim hujan tiba, karena dengan bertambahnya debit air akan menyebabkan terjadinya resuspensi logam krom dan akan terdistribusi secara luas keberbagai tempat, seperti sawah, area perkebunan hingga ke sumur warga, Dari pengambilan sampel air tanah berupa sumur warga masyarakat desa Banyakan, dari 15 sampel air sumur warga ditemukan 8 sumur warga yang tercemar olch logam krom dengan kisaran konsentrasi sebesar 0,06 - 1,04 mg/l, sementara 7 sumur warga lainnya krom tidak terdeteksi, lihat tabel di bawah ini. 24 Tabel 4.3 Konsentrasi logam krom dalam air sumur No Kode Konsentrasi Baku Mutu Sampel 1 ‘SMi 006" 2 ‘SM 0,20 3 ‘SM3 109 4 SMa 0,52" 0.05 5 ‘SMS 027° 6 ‘M6 023" 7 ‘SM7 0,06" 8 ‘SMB 0,59 9 | S915 ta Dari tabel tersebut di atas, terlihat bahwa dari 8 sumut warga yang tercemar oleh logam krom kesemuanya melebihi baku mutu sumber air bersih yakni > 0,05 mg/l sehingga berdasar kandungan kromnya, maka ke 8 sumur warga tidak layak untuk digunakan sebagai air bersih, Dari tabel tersebut juga terlihat bahwa konsentrasi krom dalam air sumur realtif bervariasi dan tidak ada hubungannya dengan jarak sumur dengan sungai sebagai sumber pencemar. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat konsentrasi krom dalam air sumur, seperti aliran air limbah serta tekanan limbah di badan sungai, posisi lokasi sumur (kemiringan tanah), pola aliran air tanah, tipe dan struktur tanah serta keragaman jenis dan kerapatan vegetasi yang ada. 4.23 Konsentrasi krom pada tanah dan berbagai jenis Tanaman Tanah berperan utama dalam pengangkutan dan penghilangan pencemar lingkungan Karena tanah memiliki permukaan penyerap, bertindak sebagai sistem penyangga, dan sebagai pencuci pencemar. Begitu juga, proses pengangkutan paling menonjol yang berhubungan dengan tanah adalah 25 penyerapan (adsorpsi) (Connel & Miller, 1995), Dari hasil analisis kandungan logam krom dalam sampel tanah dan berbagai jenis tanaman di kawasan aliran pembuangan limbah industri kulit desa Banyakan, diperoleh hasil bahwa hampir semua tanah dan berbagai jenis tanaman di sekitar kawasan industri mengandung bahan pencemar krom dengan Kkonsentrasi berkisar 0.66 - 56.19 mg/kg untuk krom pada tanah dan konsentrasi berkisar 0.02 - 193.93 mg/kg pada berbagai jenis tanaman (lihat tabel 3). Penyerapan dan akumulasi logam berat oleh tumbuhan dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung, yaitu penyerapan logam oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian tumbuhan lain, dan lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk ménjaga agar tidak menghambat metabolisme tumbuhan tersebut. Pada konsentrasi rendah Cr tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman tetapi pada konsentrasi tinggi akan menyebabkan kerusakan seperti gejala klorosis pada daun dan penurunan pertumbuhan akar. Translokasi dan akumulasi Cr didalam tanaman tergantung pada bilangan oksidasi Cr dalam medium, serta pada spesies tanaman. Dari hasil analisis kandungan Cr dalam tanah diketahui, bahwa hampir semua tanah dan berbagai jenis tanaman di sekitar kawasan industri mengandung bahan pencemar krom dengan konsentrasi yang bervariasi dan besarnya konsentrasi ditentukan oleh jenis tanah, kedekatan dengan lokasi pembuangan atau aliran air, kandungan bahan organik dalam tanah, jenis dan umur tanaman (lihat tabel 4.3).. Adanya perbedaan kandungan logam Cr pada masing-masing lokasi, juga disebabkan oleh keberadaan komponen- Komponen pengikat logam dalam tanah seperti komponen organik dan anorganik. Disamping itu, tanah juga merupakan campuran kompleks dari komponen organik dan anorganik yang saling berinteraksi satu sama lainnya (Huang & Schnitzer, 1997). Melalui proses dekomposisi bahan organik dalam tanah, sejumlah senyawa organik dilepaskan atau dibentuk seperti asam humat dan fulfat yang mempunyai kapasitas untuk mengkhelat atau mengkompleks ion-ion logam (Tan, 1991 dan Huang & Schnitzer, 1997). 26 Tabel 4.3 Konsentrasi logam Krom pada tanah dan berbagai jenis tanaman N ‘Jenis Sampel ‘Konsentrasi Kromiom (mg/kg) © T I Hr IV Vv 1 | Padi Tanah [12.10 [10.40 si 7 5 Daun’ 0,26. | 0.16 2 | Markisah Tanah |__2.51 = 5 = 5 Daun 0.59 3 | Pisang Tanah [2.45 | 444 = P = = Bush —|~193.93 | 0.09 Jantung | 0.02 0.02 | Cabar Tanah—[ 135 = 1.68 5 = Daun 0.94 td | Singkong “Tanah = = 066 | 134 = Daun 0.46 | 027 9 | Srikaya Tanah = = = 0.27 = Daun 0.31 10 | Manges “Tanah = = a oss | Daun 0.60 TY | Kemangi “Tanah = = = = 287 Daun’ 2.44 1 | Kunyit Tanah = = = = 1.62 Daun 2.30, 13 | Ramput Gajah_| Tanah = = 5 1.76, Daun 0.02, ‘Sedangkan pada fase anorganik, tanah yang berupa lempung dengan ukuran sangat halus (<0,002 mm) dapat bertindak sebagai sistem koloid Karena terdiri atas mineral-mineral yang berupa butiran-butiran sangat halus, dan bila bereaksi dengan air dapat menunjukkan pengembangan antar lapisan yang menyebabkan volumenya meningkat menjadi dua kali lipat (Tan, 1991). Potensi mengembang dan mengerut inilah yang dapat menyebabkan mineral- mineral lempung dapat menerima dan menyemat ion-ion logam dan senyawa- senyawa organik (Tan, 1991), Sama halnya dengan sedimen, selain fase organik dan anorganik, dalam tanah juga terdapat fase-fase penukar ion dan Fe/Mn oksida (Siaka, 1998). Dalam proses penyerapan logam, tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti adanya keragaman, heterogenitas dan perbedaan habitat mikro tanah pada masing-masing jarak di lokasi 27 tersebut. Huang dan Schnitzer (1997) menyatakan bahwa pada jarak yang sangat dekat (

You might also like