You are on page 1of 41

PRESENTASI KASUS

Trauma Ginjal Dextra Grade IV ec Trauma Tumpul Abdomen

Disusun Oleh:

Silvi Apriani

NIM : 1112103000017

Pembimbing:

dr. Amrizal Umran, SpU

KEPANITERAAN KLINIK SMF BEDAH RSUP FATMAWATI


JAKARTA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Secara anatomis sebagian besar organ urogenitalia terletak di rongga retroperitoneal


(kecuali genital eksterna), dan terlindung oleh otot-otot dan organ-organ lain. Oleh karena itu
jika didapatkan cedera organ urogenitalia, harus diperhitungkan pola kemungkinan adanya
kerusakan organ lain yang mengelilinginya. Sebagian besar cedera organ genitourinaria
bukan cedera yang mengancam jiwa kecuali cedera berat pada ginjal yang menyebabkan
kerusakan parenkim ginjal yang cukup luas dan kerusakan pembuluh darah ginjal.1

Cedera yang mengenai organ urogenitalia bisa merupakan cedera dari luar berupa
trauma tumpul maupun trauma tajam, dan cedera iatrogenik. Pada trauma tajam, baik berupa
trauma tusuk maupun trauma tembus, harus dipikirkan untuk kemungkinan melakukan
eksplorasi; sedangkan trauma tumpul sebagian besar hampir tidak diperlukan tindakan
operasi. Biasanya perlukaan saluran kemih disertai trauma pada struktur atau organ lain,
kecuali cedera iatrogenik yang umumnya merupakan cedera tunggal.1,2

Sekitar 10% dari semua cedera traktus urinarius masuk ke dalam ruang gawat darurat.
Karena sebagian besar kasus susah untuk menentukan diagnosis yang tepat. Padahal
diagnosis yang lebih awal sangat penting untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi
yang paling sering terjadi pada trauma traktus urinarius adalah perdarahan.1,4

Trauma ginjal terjadi rata-rata 1-5% dari semua trauma. Dari semua sistem traktus
urinarius, organ ginjal paling sering terkena trauma, dengan rasio kejadian 3:1 antara laki-laki
dan wanita. Trauma ginjal dapat mengacam jiwa, namun kebanyakan trauma ginjal dapat
dikelola secara konservatif. Dengan kemajuan di bidang diagnostik dan terapi telah
menurunkan angka intervensi bedah pada penanganan trauma ginjal dan meningkatkan
preservasi ginjal.1,6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Organ urinaria terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, vesika urinaria, dan uretra.
Sedangkan organ reproduksi pria terdiri atas testis, epididimis, vas deferens, vesikula
seminalis, prostat dan penis. Kecuali testis, epididimis, vas deferens, penis, dan uretra, sistem
urogenitalia terletak di rongga retroperitoneal dan terlindung oleh organ lain yang
mengelilinginya.3,5

Definisi dari trauma adalah suatu keadaan yang menyebabkan kerusakan tubuh atau
organ tubuh dimana faktor penyebab berasal dari luar tubuh. Sedangkan trauma traktus
urinarius adalah trauma yang mengenai sistem traktus urinarius yang terdiri dari ginjal,
ureter, vesika urinaria, dan uretra. Sehingga sistem traktus urinarius mengalami kerusakan
atau gangguan.3,5

II.2. Anatomi dan Fisiologi Traktus Urinarius

II.2.1. Anatomi Ginjal

Makroskopis

Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas dibelakang peritonium


(retroperitoneal, di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis,
kuadratus lumborum dan psoas mayor) dibawah hati dan limpa. Dibagian atas (superior)
ginjal terdapat kelenjar adrenal (disebut juga kelenjar suprarenal). Kedua ginjal terletak
disekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm,
lebar 5-7 cm, tebal 2-3 cm. Kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua
ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram.1,4
Bentuk ginjal seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke dalam.
Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada
umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya
terletak sedikit ke bawah dibandingkan ginjal kiri untuk memberi tempat lobus hepatis
dexter yang besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang
tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal)
yang membantu meredam guncangan.1,4

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat
cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di bagian
dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk
kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri
dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.

Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang
menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores
yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minors. Medulla
terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi
oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron.
Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari
kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul.1,4

Mikroskopis

Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah pada
tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman,
kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal,
yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul.

Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat sebagai saringan
disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan disaring sehingga
terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian
dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran
Ureter, kandung kencing, kemudian ke luar melalui uretra. Nefron berfungsi sebagai
regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah,
kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa
cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan
mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan
disebut urin.1,3
Vaskularisasi Ginjal

Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis
II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kava inferior yang terletak disebelah kanan
garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri
interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian
membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis
ini kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus.1,3

Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang membentuk


sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah yang
mengalir melalui sistem portal ini akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju
vena interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya
mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume
yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk
keginjal berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran
darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai
kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan
tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus tetap konstan. 3,4

II.2.2. Fisiologi Ginjal

Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak dengan
tugas utamanya adalah menyaring/membersihkan darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2
liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120
ml/menit (170 liter/hari) ke tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam tubulus sehingga
akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.3

Fungsi Ginjal

Fungsi ginjal antara lain adalah:

1) mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,


2) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh,
3) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak,
4) mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang,
5) memproduksi hormon yang mengontrol tekanan darah,
6) produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah.

Tahap Pembentukan Urine :

1. Filtrasi Glomelular

Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler
tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma
yang besar dan cukup permeabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit,
asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow)
adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari
plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini
dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk
ke kapsula bowmans disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang
terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowmans, tekanan hidrostatik darah dalam
kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik
filtrat dalam kapsula bowmans serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak
hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding
kapiler.3,4

2. Reabsorpsi

Urin primer yang merupakan hasil proses penyaringan (filtrasi) selanjutnya mengalir
ke pembuluh proksimal. Di dalam pembuluh ini terjadi proses penyerapan kembali bahan-
bahan yang masih berguna, antara lain glukosa, asam amino, dan sejumlah besar ion-ion
anorganik. Penyerapan bahan-bahan tersebut, air yang terdapat dalam filtrat glomerulus juga
mengalami penyerapan melalui proses osmosis. Proses penyerapan air terjadi juga di dalam
tubulus distal, lengkung Henle, dan tubulus pengumpul. Selanjutnya, bahan-bahan yang telah
diserap kembali tersebut dikembalikan ke dalam darah melalui pembuluh kapiler yang
terdapat di sekeliling tubulus. Proses penyerapan bahan-bahan yang masih berguna juga
terjadi di lengkung Henle terutama penyerapan ion natrium klorida. Setelah terjadi
penyerapan akan dihasilkan urin sekunder yang komposisi zat-zat penyusunnya sangat
berbeda dengan urin primer. Di dalam urin sekunder ini zat-zat yang masih dibutuhkan tidak
ditemukan lagi, sedangkan urea kadarnya meningkat dibandingkan dengan urin primer. 3,4

3. Sekresi

Sekresi adalah proses penambahan zat-zat terlarut yang ada di dalam plasma darah ke
filtrat yang ada di dalam saluran nefron, yaitu di dalam tubulus proksimal dan tubulus distal.
Berbeda dengan proses filtrasi, sekresi merupakan proses pemilihan molekul yang sangat
selektif, melalui mekanisme transpor aktif dan pasif. Contohnya pengontrolan ion-ion
hidrogen dari cairan interstisial ke dalam nefron untuk menjaga pH cairan tubuh tetap
konstan.3,4

II.3. Hematuria

Hematuria adalah didapatkannya sel darah merah di dalam urine. Hal ini perlu
dibedakan dengan bloody urethral discharge atau perdarahan peruretram, yaitu keluar darah
dari meatus uretra eksterna tanpa melalui proses miksi; keadaan ini sering terjadi pada trauma
uretra atau tumor uretra. Harus diyakinkan pula, bahwa seorang pasien menderita hematuria
atau pseudohematuria. Pseudo atau false hematuria adalah urine yang berwarna merah atau
kecoklatan yang bukan disebabkan sel darah merah, melainkan oleh zat lain yang mewarnai
urine, misalnya pada keadaan hemoglobinuria, mioglobinuria, konsentrasi asam urat yang
meningkat, sehabis makan/minum bahan yang mengandung pigmen tumbuh-tumbuhan yang
berwarna merah, atau setelah mengkonsumsi beberapa obat-obatan tertentu (antara lain :
fenotiazina, piridium, porfirin, rifampisin, dan fenolftalein).5,7

Secara visual, terdapatnya sel darah merah di dalam urine dibedakan dalam dua
keadaan, yaitu hematuria makroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata dapat dilihat
sebagai urine yang berwarna merah dan hematuria mikroskopik adalah hematuria yang secara
kasat mata tidak dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah tetapi pada pemeriksaan
mikroskopik ditemukan lebih dari 2 sel darah merah perlapang pandang. Hematuria
makroskopik yang berlangsung terus menerus dapat mengancam jiwa karena dapat
menimbulkan penyulit berupa terbentuknya gumpalan darah yang dapat menyumbat aliran
urine, eksanguinasi sehingga menimbulkan syok hipovolemik/anemia dan menimbulkan
urosepsis. Hematuria dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang berasal didalam maupun
diluar sistem urogenitalia. Kelainan-kelainan yang berasal dari luar sistem urogenitalia antara
lain adalah kelainan pembekuan darah, SLE, dan kelainan sistem hematologik lainnya. Yang
berasal dari sistem urogenitalia dapat disebabkan oleh berbagai kelainan pada saluran kemih
mulai dari infeksi, trauma hingga keganasan saluran kemih.5,7

INISIAL TOTAL TERMINAL

Terjadi pada Awal miksi Seluruh proses Akhir miksi


miksi

Tempat kelainan Uretra Buli-buli, ureter Leher buli-buli


atau ginjal
II.3. Trauma Traktus Urinarius

II.3.1. Trauma Ginjal

Ginjal terletak di rongga retroperitoneum dan terlindung oleh otot-otot punggung di


sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah anteriornya, karena itu
cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ yang mengitarinya. Trauma ginjal
merupakan trauma terbanyak pada sistem urogenitalia. Kurang lebih 10% dari trauma pada
abdomen mencederai ginjal. Pada trauma ginjal akan menimbulkan ruptur berupa perubahan
organik pada jaringannya. Sekitar 85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul yang
biasanya diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Trauma yang
hebat biasanya juga disertai dengan fraktur pada vertebra thorakal 11-12. Dapat pula disertai
dengan hematuria. Laserasi ginjal dapat menyebabkan perdarahan dalam rongga
peritoneum.5,6

Etiologi

Mekanisme terjadinya trauma ginjal dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu trauma
tumpul dan trauma tajam. Trauma tumpul biasanya diakibatkan karena kecalakaan lalu lintas,
kecelakaan pada olah raga, dan lainlain. Kecelakaan merupakan penyebab trauma tumpul
pada ginjal. Laserasi ginjal dan trauma pada vaskuler ginjal kirakira 1015% dari trauma
tumpul ginjal. Oklusi arteri renal berhunbungan dengan trauma deselerasi secara tibatiba.
Posisi ginjal berubah yang menyebabkan tarikan pada vaskuler ginjal. Hal tersebut
menyebabkan injuri pada intima dan dapat memicu terjadinya trombosis. Kompresi arteri
renal yang disebabkan desakan antara vertebra dan dinding anterior abdomen dapat
menyebabkan trombosis pada arteri renal sebelah kanan.5,6

Luka tembak dan luka tusuk merupakan penyebab utama trauma tajam pada ginjal.
Akibat trauma ginjal lebih parah dari pada akibat dari trauma tumpul. Trauma dari peluru
dapat mengakibatkan trauma yang lebih parah pada parenkim ginjal akibat dari gaya
kinetiknya yang besar. Trauma dengan kekuatan yang lebih kecil mengakibatkan kerusakan
jaringan yang lebih luas lagi akibat dari efek ledakan. Pada trauma dengan kekuatan yang
lebih besar kerusakan jaringan yang luas disertai dengan kerusakan organ yang lain. Trauma
ginjal paling sering terjadi diantara organ urogenital yang lain, biasanya disertai dengan
trauma abdomen dan kejadian nefrektomi masih tinggi antara 2530%.5,6
Klasifikasi Trauma Ginjal

Klasifikasi trauma ginjal membantu penentuan terapi dan memperkirakan prognosis.


The American Association for the surgery of Trauma (AAST) membagi trauma ginjal
menjadi 5 grade

Derajat I : kontusio ginjal/ hematoma subkapsuler yang tidak meluas tanpa disertai
laserasi parenkim

Derajat II : hematom perirenal yang tidak meluas atau laserasi korteks <1cm tanpa
ekstravasasi urine

Derajat III : laserasi korteks > 1cm tanpa ekstravasasi urine, mungkin terdapat trombosis
arteri segmentalis

Derajat IV : laserasi korteks meluas ke collecting system

Derajat V : avulsi pedikel ginjal, mungkin terjadi trombosis arteri renalis, ginjal terbelah

CT scan abdomen atau temuan pada saat eksplorasi dapat memastikan derajat
klasifikasi lebih tepat. Klasifikasi dari AAST pada saat ini paling banyak digunakan dan
dapat menentukan perlu tidaknya tindakan operasi pada trauma ginjal.
Gambaran klinis

Pada trauma tumpul dapat ditemukan jejas di daerah lumbal, sedangkan pada trauma
tajam tampak luka. Riwayat trauma daerah kostovertebra dan disertai nyeri serta jejas daerah
kostovertebra merupakan gejala tersering yang membuat kita harus waspada. Syok harus
segera diatasi. Bila syok tidak teratasi atau berulang, penderita dengan dugaan cedera
intraabdomen memerlukan laparotomi segera. Bila ada fasilitas, dapat dilakukan pembuatan
single shot IVP, kontras disuntikkan selama resusitasi dan dilakukan pengambilan foto satu
kali pada 10 menit setelah penyuntikan di meja operasi. Tindakan ini dapat menghindari
eksplorasi ginjal yang tidak perlu pada 32% pasien.4,5

Pada palpasi didapat nyeri tekan dan ketegangan otot pinggang, sedangkan massa
jarang teraba. Massa yang cepat meluas disertai tanda kehilangan darah yang banyak
merupakan tanda cedera vaskuler. Nyeri abdomen umumnya ditemukan pada daerah
pinggang atau perut bagian atas, dengan intesitas nyeri yang bervariasi. Bila disertai cedera
hepar atau limpa dapat ditemukan tanda perdarahan di dalam perut. Bila terjadi cedera pada
sistem saluran cerna mungkin ditemukan rangsang peritoneum. Terabanya massa
retroperitoneal dapat merupakan petunjuk adanya hematom dan urinoma. Imbibisi darah ke
intraperitoneal dapat menimbulkan gejala rangsang peritoneum. Fraktur tulang iga terbawah
sering menyertai cedera ginjal. Bila hal ini ditemukan sebaiknya diperhatikan juga keadaan
paru apakah terdapat hematotoraks atau pneumotoraks dan kemungkinan ruptur limpa.2,5

Hematuria makroskopik atau mikroskopik merupakan tanda utama cedera saluran


kemih. Hematuria merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan untuk tindakan
selanjutnya. Pada trauma tumpul, hematuria mikroskopik tanpa adanya syok tidak
memerlukan pencitraan apapun kecuali terdapat trauma penyerta (intraabdominal atau trauma
deselerasi cepat) yang memungkinkan terjadinya cedera vaskuler. Pada trauma tajam semua
hematuria (gross atau mikroskopik) memerlukan pencitraan. Derajat hematuria tidak
berbanding langsung dengan tingkat kerusakan ginjal. Perlu diperhatikan bahwa bila tidak
ada hematuria, kemungkinan cedera berat, seperti putusnya pedikel dari ginjal atau ureter dari
pelvis ginjal tetap ada.1,2
Diagnosis

Initial assessment pada pasien trauma termasuk penanganan jalan nafas, kontrol perdarahan,
serta penanganan syok. Pemeriksaan fisik lebih lanjut dilakukan bila kondisi pasien telah
stabil. Bila dicurigai terjadinya trauma ginjal, perlu dilakukan langkah diagnostik lebih lanjut.

Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesa dapat diperoleh dari pasien yang telah stabil, atau dari saksi kejadian
kecelakaan, dari personel medis. Indikasi terjadinya trauma pada ginjal apabila terjadi
deselerasi secara tibatiba dan trauma langsung pada daerah flank. Pada trauma tembus, perlu
diketahui ukuran dari pisau atau kaliber atau jenis dari senjata. Perlu juga diketahui kondisi
ginjal sebelum terjadinya trauma, seperti hidronefrosi, kista, atau batu ginjal.6,7

Pemeriksaan fisik adalah dasar dari assessment pada setiap pasien dengan trauma.
Stabilitas hemodinamik merupakan kriteria utama pada penanganan semua trauma ginjal.
Pemeriksaan fisik pada trauma tajam ginjal sangat penting, dimana dapat diketahui luka tusuk
atau luka masuk dan keluar dari peluru yang dapat ditemukan di punggung atau abdomen.
Trauma tumpul pada flank, abdomen atau thorax bagian bawah dapat menyebabkan
terjadinya trauma ginjal. Temuan berikut pada pemeriksaan fisik dapat menandakan
terjadinya trauma ginjal:6,7

1) Hematuria
2) Nyeri Flank
3) Ekimosis flank
4) Abrasi flank
5) Fraktur costa
6) Distensi abdomen
7) Massa abdomen
8) Abdominal tenderness

Guidelines Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik

- Stabilitas hemodinamik perlu dipastikan pada saat kedatangan penderita


- Anamnesa diperoleh dari pasien dengan kondisi stabil, saksi kejadian, atau petugas
medis tentang waktu kejadian
- Keadaan ginjal sebelum kejadian trauma
- Pemeriksaa fisik dari thorax, abdomen, flanks, punggung
- Temuan pada saat pemeriksaan fisik seperti hematuria ekimosis dan abrasi flank,
fraktur costa, massa atau distensi abdomen kemungkinan terjadinya kerusakan ginjal

Guidelines Pemeriksaan Laboratorium

- Urine dari pasien dengan kecurigaan trauma ginjal diperiksa secara makros atau
menggunakan dipstick
- Pemeriksaan hematokrit serial bila dicurigai blood loss, namun tidak dapat dipastikan
karena trauma ginjal atau karena trauma penyerta yang lain
- Pemeriksaan kreatinin dapat menandakan penurunan fungsi ginjal akibat dari trauma

Guidelines Pemeriksaan Radiografi

- Pasien trauma tumpul ginjal dengan hematuri makros maupun mikroskopik (5


eritrosit/lapangan pandang) disertai hipotensi (tekanan sistolik < 90 mmHg) harus
menjalani pemeriksaan radiografi
- Pemeriksaan radiologi direkomendasikan pada pasien dengan riwayat trauma
deselerasi
- Semua pasien dengan hematuri karena trauma tumpul atau trauma tembus perlu
dilakukan imaging pada ginjal
- USG dapat dilakukan pada evalusai primer
- CT scan dengan kontras merupakan pemeriksaan paling baik untuk diagnosa dan
staging trauma ginjal pada pasien dengan hemodinamik stabil
- Pasien dengan hemodinamik tidak stabil yang memerlukan tindakan bedah harus
diperiksa one shot IVP
- IVP, MRI, scintigraphy merupakan alternatif apabila CT Scan tidak tersedia
- Angiography dapat digunakan sebagai diagnostik dan embolisasi pada pembuluh
darah yang mengalami perdarahan

Guidelines Management Trauma Ginjal

- Pasien stabil, trauma tumpul, grade 14, ditangani secara konservatif; bed rest,
antibiotik, dan monitoring vital sign
- Pasien stabil, trauma tajam, grade 13, ditangani secara elektif
o
- Rekonstruksi ginjal perlu dilakukan apabila bertujuan untuk mengontrol perdarahan
dan jumlah parenkim yang viable mencukupi

Guidelines Management PostOperative dan Follow Up

- Pemeriksaan ulang radiografi diperlukan 24 hari post operasi


- Scintigrafi nuklir diperlukan untuk mengetahui fungsi ginjal
- Dalam waktu 3 bulan:
o Dilakukan pemeriksaan fisik
o Urinalisis
o Pemeriksaan radiologi
o Pengukuran tekanan darah serial
o Pemeriksaan fungsi ginjal

Guidelines Management Komplikasi

- Komplikasi setelah trauma ginjal memerlukan pemeriksaan radiologi


- Pengobatan medikamentosa dan minimal invasive merupakan pilihan pertama
penanganan komplikasi
- Penyelamatan ginjal merupakan tujuan utama apabila diperlukan tindakan
pembedahan

Guidelines Management Trauma Ginjal dengan Trauma Penyerta

- Pasien dengan multitrauma perlu dievaluasi berdasarkan trauma yang paling


mengancam jiwa
- Apabila diputuskan intervensi secara bedah, semua trauma harus dievalusi secara
simultan
Tatalaksana

Hampir 90% trauma tumpul ginjal berupa cedera minor, seperti kontusio ginjal dan
laserasi parenkim ginjal superfisial yang tidak memerlukan tindakan bedah. Tindakan
konservatif berupa istirahat di tempat tidur, analgesik untuk menghilangkan nyeri, serta
observasi status ginjal dengan pemeriksaan kondisi lokal, kadar hemoglobin, hematokrit,
serta endapan urin. Penyulit yang mengancam ialah perdarahan retroperitoneal yang tidak
berhenti sendiri.

Tindak bedah pada penderita trauma ginjal dilakukan bila ada tanda perdarahan
dengan syok yang tidak diatasi, atau perdarahan berat supaya semua organ abdomen dapat
dinilai. Indikasi eksplorasi ginjal, yaitu syok yang tidak teratasi dan syok berulang. Pada
laparotomi ditemukan hematoma yang meluas atau berdenyut, dan berdasarkan penemuan
pada IVP, CT scan, dan arteriografi. Pada IVP ditemukan ekstravasasi kontras, dan adanya
bagian ginjal yang tidak tervisualisasi.

Persoalan timbul bila pada IVP kontras tidak terlihat atau IVP tidak informatif.
Idealnya dilakukan CT scan. Bila kedua fasilitas tidak ada, pada trauma tajam
kecenderungannya lebih agresif, sedangkan pada trauma tumpul lebih konservatif. Pencitraan
dengan CT scan memperlihatkan akurasi yang tinggi untuk luasnya trauma dan bila
digunakan secara serial, perluasan hematom dapat dideteksi secara dini. Pada arteriografi
ditemukan bagian ginjal avaskuler oklusi total arteri renalis dan ekstravasasi luas.

Komplikasi

Pada trauma ginjal komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan, hipertensi,
hidronefrosis, fistula arteri-vena, dan pielonefritis.4

Prognosis

Dengan follow up yang cermat, kebanyakan trauma ginjal memiliki prognosis yang
baik, dengan penyembuhan spontan dan fungsi ginjal kembali membaik. Kematian, biasanya
karena ada trauma lainnnya.

II.3.2. Trauma Ureter

Cedera ureter agak jarang ditemukan karena ureter merupakan struktur fleksibel yang
mudah bergerak di daerah retroperitoneal dengan ukuran kecil serta terlindung dengan baik
oleh tulang dan otot.

Etiologi

Trauma ureter disebabkan oleh trauma tajam atau tumpul dari luar maupun iatrogenik,
terutama pada pembedahan rektum, uterus, pembuluh darah panggul, atau tindakan
endoskopik. Trauma tajam ureter disebabkan luka tembak atau tusuk. Cedera ureteur
umumnya tidak berdiri sendiri: sering disertai cedera organ lain, seperti duodenum, kolon,
pembuluh darah besar, atau organ intraabdomen lainnya.2,5

Gambaran klinis
Trauma ureter yang komplit atau partial ditandai dengan demam dan nyeri kuadran
bawah. Kadang-kadang pasien juga mengeluh mual dan muntah.5

Diagnosis

Kecurigaan adanya cedera ureter pada trauma dari luar adalah adanya hematuria pasca
trauma, sedangkan kecurigaan adanya cedera ureter iatrogenik bisa ditemukan pada saat
operasi atau setelah pembedahan. Jika diduga terdapat kebocoran urine melalui pipa drainase
pasca bedah, pemberian zat warna yang dieksresikan lewat urine, memberikan warna pada
cairan di dalam pipa drainase atau pada luka operasi. Selain itu pemeriksaan kadar kreatinin
atau kadar ureum cairan pipa drainase kadarnya sama dengan yang berada di dalam urine.

Pada pemeriksaan IVP tampak ekstravasasi kontras atau kontras berhenti di daerah
lesi atau terdapat deviasi ureter ke lateral karena hematoma atau urinoma. Pada cedera yang
lama mungkin didapatkan hidro-ureteronefrosis sampai pada daerah sumbatan. Cedera ureter
dari luar seringkali ditemukan pada saat melakukan eksplorasi laparotomi karena cedera
organ intraabdominal sehingga seringkali tidak mungkin melakukan pemeriksaan pencitraan
terlebih dahulu.1

Tindakan

Tindakan yang dilakukan terhadap cedera ureter tergantung pada saat cedera ureter
terdiagnosis, keadaan umum pasien, dan letak serta derajat lesi ureter. Tindakan yang
dikerjakan mungkin :

1. ureter saling disambungkan (end to end anastomosis)

2. implantasi ureter ke buli-buli

3. uretero-kutaneostomi

4. transuretero-ureterotomi

5. nefrostomi sebagai tindakan diversi atau nefrektomi


Komplikasi

Cedera uretra dapat menyebabkan terjadinya formasi striktur, infeksi urinarius.5

II.3.3. Trauma Vesikaurinaria

Pada waktu lahir hingga usia anak, buli-buli terletak di rongga abdomen. Namun
semakin bertambahnya usia, tempatnya turun dan terlindung di dalam kavum pelvis; sehingga
kemungkinan mendapatkan trauma dari luar jarang terjadi. Angka kejadian trauma pada buli-
buli pada beberapa klinik urologi kurang lebih 2% dari seluruh trauma pada seluruh
urogenitalia.1

Etiologi

Kurang lebih 90% traumpa tumpul buli-buli adalah akibat fraktur pelvis. Fiksasi buli-
buli pada tulang pelvis oleh fasia endopelvik dan diafragma pelvis sangat kuat sehingga
cedera deselerasi terutama jika titik fiksasi fasia bergerak pada arah berlawanan, dapat
merobek buli-buli. Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bisa pula terjadi akibat fragmen
tulang pelvis merobek dindingnya. Dalam keadaan penuh terisi urine, buli-buli mudah sekali
robek jika mendapatkan tekanan dari luar berupa benturan pada perut sebelah bawah. Buli-
buli akan robek pada daerah fundus dan menyebabkan ekstravasasi urine ke rongga
intraperitoneum.1

Gambaran klinis

Umumnya fraktur tulang pelvis disertai perdarahan hebat sehingga tidak jarang
penderita datang dalam keadaan anemik bahkan syok. Pada abdomen bagian bawah tampak
jejas atau hematom dan tedapat nyeri tekan di daerah suprapubik di tempat hematom. Pada
ruptur buli-buli intraperitoneal, urin masuk ke rongga peritoneum seihingga memberi tanda
cairan intraabdomen dan rangsan peritoneum. Lesi ekstraperitoneal memberikan gejala dan
tanda infiltrat urin di rongga pertoneal yang sering menyebabkan septisemia. Penderita
mengeluh tidak bisa buang air kecil. Kadang keluar darah dari uretra.2
Diagnosis

Diagnosis ditentukan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta hematuria. Pada foto
pelvis atau foto polos perut terlihat fraktur tulang pelvis. Pemeriksaan radiologik lain untuk
menunjang diagnosis adalah sistogram, yang dapat memberi keterangan ada tidaknya ruptur
kandung kemih, dan lokasi ruptur apakah intra-atau ekstraperitoneal.

Pemeriksaan sistogram dilakukan dengan memasukan medium kontras ke kandung


kemih sebanyak 300-400 ml, kemudian dibuat foto antero-posterior. Kandung kemihlalu
dikosongkn dan dibilas, dan dibuat foto sekali lagi. Bila tidak dijumpai ekstravasasi,
diagnosisnya adalah kontusio buli-buli.

Pada ruptru ekstraperitoneal gambara ekstravasasi terlihat seperti nyala api pada
daerah perivesikl, sedangkan pada ruptur intraperitoneal terlihat kontras masuk ke rongga
abdomen. Pada ruptur kecil sistoskopi dapat membantu diagnosis.2,5

Terapi

Bila penderita datang dalam keadaan syok, harus diatas dengan pemberian cairan
intravena atau darah. Bila sirkulasi telah stabil, baru dilakukan reparasi buli-buli. Prinsip
pemulihan ruptur kandung kemih ialah penyaliran ruang perivesikal, pemulihan dinding,
penyaliran kandung kemih dan perivesikal, dan jaminan arus urin melalui kateter.2

Komplikasi

Bisa terjadi abses pelvis. Dan adanya ektravasasi urine ke abdominal akibat dari
rupturnya buli-buli dapat menyebabkan peritonitis.5

II.3.4. Trauma Uretra

Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma
uretra posterior.
Etiologi

Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar dan cedera iatrogenik akibat
instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis
menyebabkan ruptur uretra pars membranasea, sedangkan trauma tumpul pada selangkangan
atau straddle injury dapat menyebabkan ruptur uretra pars bulbosa. Pemasangan kateter atau
businasi pada uretra yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan uretra karena false
route; demikian pula tindakan operasi transuretra dapat menimbulkan cedera uretra
iatrogenik.1

Gambaran klinis

Kecurigaan adanya trauma uretra adalah jika didapatkan perdarahan per-uretra, yaitu
terdapat darah yang keluar dari meatus uretra eksternum setelah mengalami trauma.
Perdarahan peruretra ini harus dibedakan dengan hematuri. Pada trauma uretra yang berat,
seringkali pasien mengalami retensi urine. Pada keadaan ini tidak diperbolehkan melakukan
pemasangan kateter, karena tindakan pemasangan kateter dapat menyebabkan kerusakan
uretra yang lebih parah.

Diagnosis ditegakkan melalui foto uretrografi dengan memasukkan kontras melalui


uretra, guna mengetahui adanya ruptur uretra.

Ruptura Uretra Posterior

Ruptura uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis. Faktur
yang mengenai ramus atau symphisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis,
menyebabkan robekan uretra pars prostato-membranasea. Fraktur pelvis dan robekan
pembuluh darah yang berada di dalam kavum pelvis menyebabkan hematoma yang luas
sehingga jika ligamentum pubo-prostatikum ikut terobek, prostat beserta buli-buli akan
terangkat ke kranial.1

Diagnosis
Pasien yang menderita cedera uretra posterior seringkali datang dalam keadaan syok
karena terdapat fraktur pelvsi/cedera organ lain yang menimbulkan banyak perdarahan.
Ruptura uretra posterior seringkali memberikan gambaran yang khas berupa:

1. perdarahan per uretram

2. retensi urine

3. didapatkan adanya floating prostat di dalam suatu hematom

Tindakan

Ruptura uretra posterior biasanya diikuti oleh trauma mayor pada organ lain
(abdomen dan fraktur pelvis) dengan disertai ancaman jiwa berupa perdarahan. Oleh karena
itu sebaiknya di bidang urologi tidak perlu melakukan tindakan yang invasif pada uretra.
Tindakan yang berlebihan akan menyebabkan timbulnya perdarahan yang lebih banyak pada
kavum pelvis dan prostat serta menambah kerusakan pada uretra dan struktur neurovaskuler
di sekitarnya. Kerusakan neurovaskuler menambah kemungkinan terjadinya disfungsi ereksi
dan inkontinensia.

Pada keadaan akut tindakan yang dilakukan adalah melakukan sistostomi untuk
diversi urine. Setelah keadaan stabil sebagian ahli urologi melakukan primary endoscopic
realignment yaitu melakukan pemasangan kateter uretra sebagai splint melalui tuntunan
ureteroskopi. Dengan cara ini diharapkan kedua ujung uretra yang terpisah dapat saling
didekatkan.

Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah striktur, impotensi, dan inkontinensia.

Ruptura Uretra Anterior

Cedera dari luar yang sering menyebabkan kerusakan uretra anterior adalah straddle
injury (cedera selangkangan) yaitu uretra terjepit diantara tulang pelvis dan benda tumpul.
Jenis kerusakan uretra yang terjadi berupa: kontusio dinding uretra, ruptur parsial atau ruptur
total dinding uretra.1,5

Uretra anterior terbungkus di dalam korpus spongiosum penis. Korpus spongiosum


bersama dengan korpora kavernosa penis dibungkus oleh fasia Buck dan fasia Colles. Jika
terjadi ruptur uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urine keluar dari uretra tetapi
masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada penis.
Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasasi urine dan darah hanya dibatasi oleh fasia
colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen. Oleh karena
itu robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut sebagai butterfly
hematoma.1,2

Diagnosis

Pada kontusio uretra, pasien mengeluh adanya perdarahan per uretram atau hematuri.
Jika terdapat robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom pada penis atau
hematoma kupu-kupu. Pada keadaan ini seringkali pasien tidak dapat miksi.1

Tindakan

Kontusio uretra tidak memerlukan terapi khusus. Pada ruptura uretra parsial dengan
ekstravasasi ringan, cukup dilakukan sistostomi untuk mengalihkan aliran urine. Kateter
sistostomi dipertahankan sampai 2 minggu, dan dilepas setelah diyakinkan melalui
pemeriksaan uretrografi bahwa sudah tidak ada ekstravasasi kontras atau tidak timbul striktur
uretra. Namun jika timbul striktur uretra, dilakukan reparasi uretra. Tidak jarang ruptur uretra
anterior disertai dengan ekstravasasi urine dan hematom yang luas sehingga diperlukan
debridement dan insisi hematoma untuk mencegah infeksi. Reparasi uretra dilakukan setelah
luka menjadi lebih baik.1,2

Komplikasi

Komplikasi dari ektravasasi urinarius yaitu sepsis dan infeksi.5


II.3.5. Trauma Penis

Trauma yang mencederai penis dapat berupa trauma tumpul, trauma tajam, terkena
mesin pabrik, ruptur tunika albuguinea, atau strangulasi penis. Pada trauma tumpul atau
terkena mesin, jika tidak terjadi amputasi total, penis cukup dibersihkan dan dilakukan
penjahitan primer. Jika terjadi amputasi penis total dan bagian distal dapat diidentifikasikan,
dianjurkan dicuci dengan larutan garam fifiologis kemudian disimpan di dalam kantung es,
dan dikirim ke pusat rujukan. Jika masih mungkin dilakukan replantasi (penyambungan)
secara mikroskopik.

Fraktur Penis

Fraktur penis adalah ruptura tunika albuginea korpus kavernosum penis yang terjadi
pada saat penis dalam keadaan ereksi. Ruptura ini dapat disebabkan karena dibengkokkan
oleh pasangannya, atau tertekuk secara tidak sengaja pada saat berhubungan seksual. Akibat
tertekuk ini, penis menjadi bengkok (angulasi) dan timbul hematoma pada penis dan disertai
rasa nyeri.

Untuk mengetahui letak ruptura, pasien perlu menjalani pemeriksaan foto


kavernosografi yaitu memasukkan kontras ke dalam korpus kavernosum dan kemudian
diperhatikan adanya ekstravasasi kontras keluar dari tunika albuginea.

Tindakan

Eksplorasi ruptura dengan sayatan sirkumsisi, kemudian dilakukan evakuasi


hematoma. Selanjutnya dilakukan evakuasi hematom dan penjahitan, dapat menyebabkan
terbentuknya jaringan ikat pada tunika yang menimbulkan perasaan nyeri pada penis dan
bengkok sewaktu ereksi.

Strangulasi Penis
Strangulasi penis adalah jeratan pada pangkal penis yang menyebabkan gangguan
aliran darah pada penis. Gangguan aliran darah ini mengakibatkan penis menjadi iskemia dan
edema yang jika dibiarkan akan menjadi nekrosis.

Jeratan ini dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak. Pada orang dewasa
penjeratnya berupa logam, tutup botol, atau karet yang biasa di pasang pada batang penis
untuk memperlama ereksi. Pada anak kecil biasanya jeratan pada penis dipasang oleh ibunya
untuk mencegah ngompol atau bahkan secara tidak sengaja terjadi pada bayi yang terjerat tali
popok atau rambut ibunya. Jeratan pada penis harus segera ditaggulangi dengan melepaskan
cincin atau penjerat yang melingkar pada penis.

Karena edema yang begitu hebat, jeratan oleh cincin logam sulit untuk dilepaskan.
Beberapa cara untuk melepaskan cincin yang menjerat batang penis adalah: (1) memotong
logam itu dengan gerinda atau gergaji listrik, tetapi dalam hal ini energi panas yang
ditimbulkan dapat merusak jaringan penis, (2) melingkarkan tali pada penis pada sebelah
distal logam dan kemudian melepaskannya perlahan-lahan, atau (3) melakukan insisi pada
penis yang telah mengalami edema dengan tujuan membuang cairan (edema) sehingga logam
dapat dikeluarkan.

Trauma Genitalia Eksterna

Trauma yang dapat terjadi pada genitalia eksterna berupa: avulsi, crushing, luka
tajam, luka tumpul, atau luka bakar.
BAB III

ILUSTRASI KASUS

III. 1. IDENTITAS PASIEN


No. Rekam Medik : 01520294
Nama : Tn. I.M
Usia : 21 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Jl. Tajur Ciledug, Kota Tangerang Banten. Kode Pos
15152

Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SLTA
Tanggal masuk RSUPF : 14 Juni 2017

III. 2. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 14 Juni 2017

Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan post kecelakaan lalu lintas 7 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan post kecelakaan lalu lintas 7 jam SMRS. Pasien
mengendarai motor dengan kecepatan tinggi dan menggunakan helm. Pasien mengantuk
dan menabrak tiang listrik. Dada dan perut pasien menabrak stang motor, kemudian
pasien tidak sadarkan diri selama + 10 menit. Pasien tidak ingat kejadian setelah
kecelakaan. Pasien muntah 2x, tidak menyemprot, didahului oleh mual, muntah berupa
ampas makanan berwarna kekuningan. Sakit kepala tidak ada keluhan. Pasien kemudian
dibawa ke RS.Aminah dan dirujuk ke RSUP Fatmawati. Pasien mengeluh nyeri perut
kanan atas dan pinggang kanan. Keluhan keluar darah dari hidung ataupun telinga
setelah kecelakaan disangkal pasien. Pasien dilakukan pemasangan selang kencing dan
ditemukan air kencing berwarna merah.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat trauma sebelumnya, nyeri pinggang sebelumnya, BAK darah sebelumnya,
hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, asma dan alergi disangkal pasien.

Riwayat Operasi
Riwayat operasi sebelumnya disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan yang sama dikeluarga, hipertensi, diabetes mellitus, asma, dan alergi
pada keluarga disangkal pasien.

III. 3. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaraan : Compos mentis

Tanda vital

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Frekueni nadi : 87 kali/menit, reguler, isi cukup

Frekuensi pernapasan : 20 kali/menit, reguler

Suhu : 36,7 C

Status Generalis

- Kepala : multiple ekskoriasi di dahi.


- Rambut : Hitam, lurus, tersebar merata, tidak mudah dicabut.
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor,
3 mm/3 mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+)
- Mulut : Mukosa kering (-), oral hygiene baik
- Telinga : Normotia, sekret (-/-), serumen (-/-), nyeri tekan (-/-), nyeri tarik (-/-),
otore (-)
- Hidung : Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-), nyeri tekan sinus (-),
rinore (-)
- Tenggorokan : Faring hiperemis (-)
- Leher : JVP 5-2 cmH2O, kelenjar tiroid dan kelenjar gatah bening tidak
teraba membesar
- Paru
Inspeksi : Simetris saat statis maupun dinamis

Palpasi : Ekspansi dada baik, vocal fremitus kiri dan kanan sama

Perkusi : Sonor pada paru kiri dan kanan

Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

- Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS V 1 jari medial linea midklavikula
sinistra

Perkusi : Batas jantung kiri ICS V 1 jari medial midklavikula sinistra

Batas jantung kanan di linea sternalis dextra

Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

- Abdomen
Inspeksi : Datar, terdapat luka jejas pada pinggang kanan atas, ekimosis +,
perdarahan aktif -

Palpasi : Turgor baik, defans muscular (-), nyeri tekan (+) pada regio
pinggang kanan, hepar dan limpa tidak teraba membesar

Perkusi : timpani pada seluruh abdomen

Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Ekstremitas : Akral hangat ++/++, edema --/--,CRT < 2, ROM tidak terbatas
- Rectal Toucher
RT : TSA baik, ampula tidak kolaps, massa -, NT segala arah, teraba prostat tidak
membesar.
ST : Feses +, darah -, lendir -

Status Urologi

- Sudut costo vertebrae :


Inspeksi : massa -/-, jejas + / -.

Palpasi : massa -/-, nyeri tekan +/-

Perkusi : nyeri ketok +/-

- Ballotemen : -

- Regio suprapubis :
Inspeksi : massa (-), jejas (-),

Palpasi : buli-buli kosong, nyeri tekan (-)

Perkusi : timpani

- Genitalia eksterna:
Terpasang catheter dengan produksi urine + disertai dengan darah , Hiperemis (-),
bengkak (-), nyeri (-), sekret (-) tanda radang (-), OUE letak normal,

Skrotum : benjolan (-), tanda radang (-), tidak membesar


III. 4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium
Tabel 1.1 Hasil Laboratorium (14/06/2017)
PEMERIKSAAN NILAI RUJUKAN HASIL
Hematologi
Hemoglobin 13.2-17.3 g/dl 15.3 g/dl
Hematokrit 33-45% 45%
Leukosit 5.0-10.0 ribu/ul 17.7 ribu/ul
Trombosit 150-440 ribu/ul 143 ribu/ul
Eritrosit 4.40-5.90 juta/uL 4.86 juta/uL
VER/HER/KHER/RDW
VER 80.0-100.0 fl 92.6 fl
HER 26.0-34.0 pg 31.5 pg
KHER 32.0-36.0 g/dl 34.0 g/dl
RDW 11.5-14.5 % 12.1 %
HEMOSTASIS
APTT 27.4-39.3 detik 29.7 detik
Kontrol APTT - 34.4 detik
PT 11.3-14.7 detik 13.6 detik
Kontol PT - 13.4 detik
INR - 1.02
FUNGSI HATI
SGOT 0-34 U/l 912 U/l
SGPT 0-40 U/l 719 U/l
FUNGSI GINJAL
Ureum darah 20-40 mg/dl 30 mg/dl
Creatinin darah 0.6-1.0 mg/dl 0.9 mg/dl
ELEKTROLIT
DARAH
Natrium darah 134-147 mmol/l 134 mmol/l
Kalium darah 3.10-5.10 mmol/l 3.42 mmol/l
Chlorida darah 95-108 mmol/l 104 mmol/l
Tabel 1.2 Hasil Laboratorium Lab (15/06/2017-18/06/2017)
PEMERIKSAAN NILAI HASIL HASIL HASIL
RUJUKAN (15/06/17) (17/06/17) (18/06/17)
Hematologi 13.2-17.3 g/dl 13.6 12.7 12.8
Hemoglobin 33-45%
Hematokrit 5.0-10.0 40 36 36
Leukosit ribu/ul 16.6 14.1 11.1
Trombosit 150-440 116 100 127
Eritrosit ribu/ul 4.39 4.01 4.08
VER/HER/KHER/RDW 4.40-5.90
VER juta/uL 90.5 90.5 89.1
HER 31.0 31.7 31.4
KHER 80.0-100.0 fl 34.3 35.0 35.3
RDW 26.0-34.0 pg 12.2 11.9 11.8
32.0-36.0 g/dl
11.5-14.5 %

B. Radiologi
USG FAST (21/06/2017) :
Tidak ada cairan intraabdomen
CT SCAN WHOLE ABDOMEN KONTRAS 14/062017 :
- Hepar : Tampak laserasi parenkim hepar yang melibatkan lobus kanan segmen 5,6,7,8
dengan ketebalan +/- 7,6 cm disertai hemato subkapsular di perihepatika. Tidak
tampak keterlibatan vena porta. Sistem bilier tak melebar.
- K.E : Ukuran dan bentuk normal. Dinding agak menebal dengan cairan bebas
disekitarnya. Tak tampak studge/batu.
- Pankreas : ukuran dan bentuk normal, desnitas parenkim homogen normal. Duktus
pankreatikus tidak melebar. Tak tampak laserasi/hematom.
- Lien : Tampak laserasi parenkim lien <1cm disertai hematom subkapsular dengan
ketebalan 0,9 cm. Tidak tampak SOL.
- Aorta : kaliber normal, Tidak tampak pembesaran KGB pada aorta
- Kedua ginjal :
- Ginjal kanan : tampak laserasi pool atas dan bawah parenkim ginjal mencapai
pelviokalises. Arteri renalis sistem pelviokalises tidak melebar. Fungsi ginjal
baik. Tidak tampak ekstravasasi kontras.
- Ginjal kiri : ukuran dan bentuk normal. Korteks dan sinus ginjal baik. Fungsi
ginjal dalam batas normal. Sistem pelviokalises tidak melebar. Tidak tampak
laserasi.
- Gaster : dinding reguler,besar dan bentuk normal.Tak tampak laserasi.
- Usus-usus : Kaliber normal. Tidak tampak SOL maupun penebalan dan
pelebaran dinding usus. Rektum normal.
- Buli : besar dan bentuk normal, dinding tidak menebal. Tidak tampak laserasi
maupun ekstravasasi.
- Prostat : Besar dan bentuk normal, tidak tampak massa yang menyangat
kontras.
Tampak cairan bebas di hepatorenal, perivesika felea, mesenterium dan
rongga pelvis.
Kesan :
Ruptur hepar AAST grade IV
Ruptur ginjal kanan AAST grade IV
Ruptur lien AAST grade I
Cairan bebas di hepatorenal, perivesika velea, mesenterium dan rongga pelvis.

CT Scan Kepala Axial dan Coronal (14/06/17)


- Sulsi dan gyri baik
- Sistem ventrikel normal dan simetris
- Fisura sylvii dan sisterna ambiens tak menyempit
- Tak tampak pergeseran garis tengah
- Tak tampak perdarahan intraparenkihimal,sub / epidural hemato,ataupun perdarahan
subarachnoid
- Cerebellum dan pons baik
- Tulang-tulang kepala baik
Kesan :
Tak tampak perdarahan epidural, subdural, subarachnoid ,maupun intraparenkim
cerebri dan cerebelli.
Tidak tampak fraktur pada tulang-tulang calvaria.

Thoraks AP (14/06/2017) :
- Jantung kesan tidak melebar.
- Aorta dan mediastinum tidak melebar.
- Trakea ditengah, dan kedua hilus tidak menebal.
- Corakan bronkovaskular kedua paru baik.
- Tidak terdapat infiltrat maupun nodul pada kedua lapangan paru.
- Kedua hemidiagfragma licin, sinus kosto frenikus kanan-kiri lancip.
- Tulang-tulang dan jaringan lunak dinding dada baik.
Kesan :
cor dan pulmo tak tampak kelainan
Tidak tampak fraktur pada tulang-tulang costae

III. 5. RESUME
Pasien laki-laki (21 tahun) datang ke IGD RS fatmawati dengan keluhan post
kecelakaan lalu lintas 7 jam SMRS. Pasien mengendarai motor dengan kecepatan tinggi
dan menggunakan helm. Pasien mengantuk dan menabrak tiang listrik. Dada dan perut
pasien menabrak stang motor, kemudian pasien tidak sadarkan diri selama + 10 menit.
Pasien tidak ingat kejadian setelah kecelakaan. Pasien muntah 2x, tidak menyemprot,
didahului oleh mual, muntah berupa ampas makanan berwarna kekuningan. Pasien
kemudian dibawa ke RS.Aminah dan dirujuk ke RSUP Fatmawati. Pasien mengeluh nyeri
perut kanan atas dan pinggang kanan. Pasien dilakukan pemasangan kateter dan
ditemukan air kencing berwarna merah

Dari pemeriksaan fisik didapatkan status generalis: hemodinamik stabil, Akral hangat,
CRT <2, Konjuntiva anemis -/-, abdomen : Datar, terdapat luka jejas pada pinggang
kanan, ekimosis +, perdarahan aktif - , defans muscular (-), nyeri tekan pinggang kanan.
RT : TSA baik, ampula tidak kolaps, massa -, NT segala arah, teraba prostat tidak
membesar. ST : Feses +, darah -, lendir -. Sudut costo vertebrae : massa -/-, jejas +/-,
Nyeri tekan +/-, nyeri ketok +/-, Ballotemen : -, Regio suprapubis : massa (-), jejas (-),
buli-buli kosong, nyeri tekan (-), timpani, genitalia eksterna : Terpasang catheter dengan
produksi urine + disertai dengan darah , tanda radang (-), OUE letak normal.

Dari pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan leukositosis. Dari pemeriksaan


CT Scan whole abdomen didapatkan Ruptur hepar AAST grade IV, Ruptur ginjal kanan
AAST grade IV, Ruptur lien AAST grade I dan Cairan bebas di hepatorenal, perivesika
velea, mesenterium dan rongga pelvis.
III. 6. DIAGNOSIS KERJA
- Hematuria ec Trauma Renal dextra gr IV ec. Trauma tumpul abdomen
- Rupture hepar grade IV dan rupture limfe grade I ec Trauma tumpul Abdomen

III. 7. PENATALAKSANAAN
- Rawat
- Observasi tanda vital
- IVFD Asering 500cc/8 jam
- Ceftriaxone 2x1 gr
- Omz 2x1 amp
- Transamin 3x1 amp
- Vit K 3x1 amp
- Vit C 1x2 amp

III. 8. PROGNOSIS
Ad vitam : Bonam

Ad functionam : Dubia ad bonam

Ad sanactionam : Dubia ad bonam


BAB IV

ANALISA KASUS

Di dalam laporan ini dipaparkan kasus seorang laki-laki 21 tahun datang ke UGD
RSUP Fatmawati dengan keluhan post kecelakaan lalu lintas 7 jam SMRS. Pasien
mengendarai motor dengan kecepatan tinggi dan menggunakan helm. Pasien mengantuk dan
menabrak tiang listrik. Dada dan perut pasien menabrak stang motor, kemudian pasien tidak
sadarkan diri selama + 10 menit. Pasien tidak ingat kejadian setelah kecelakaan. Pasien
muntah 2x, tidak menyemprot, didahului oleh mual, muntah berupa ampas makanan
berwarna kekuningan. Sakit kepala tidak ada keluhan. Pasien kemudian dibawa ke
RS.Aminah dan dirujuk ke RSUP Fatmawati. Pasien mengeluh nyeri perut kanan atas dan
pinggang kanan. Keluhan keluar darah dari hidung ataupun telinga setelah kecelakaan
disangkal pasien. Pasien dilakukan pemasangan selang kencing dan ditemukan air kencing
berwarna merah. Anamnesa diperoleh setelah kesadaran kompos mentis dan tanda vital
stabil. Dari anamnesis tersebut didapatkan data bahwa dada dan perut pasien menabrak stang
motor (trauma tumpul), disertai nyeri perut kanan atas dan pinggang kanan, serta air kencing
berwarna merah (hematuria).

Trauma tumpul biasanya diakibatkan kecalakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas
yang dialami pasien ini menyebabkan stang motor mengenai dada dan perut sehingga
menimbulkan nyeri perut kanan atas dan pinggang kanan. Berdasarkan letak anatominya
kemungkinan organ yang terkena akibat trauma tumpul tersebut adalah hepar dan ginjal.
Kecelakaan merupakan penyebab utama trauma tumpul pada ginjal. Kurang lebih 10% dari
trauma pada abdomen mencederai ginjal.

Ginjal terletak di rongga retroperitoneum dan terlindung oleh otot-otot punggung di


sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah anteriornya, karena itu
cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ yang mengitarinya. Trauma yang
hebat dapat pula disertai dengan hematuria. Hematuria makroskopik atau mikroskopik
merupakan tanda utama cedera saluran kemih. Pada pasien ini BAK berdarah terus menerus
pada seluruh proses miksi menandakan bahwa tempat kelainan dapat terjadi pada buli-buli,
ureter, atau ginjal. Adanya trauma didaerah pinggang dan perut bagian atas dengan disertai
nyeri atau didapatkan adanya jejas, adanya hematuria, dan disebabkan cedera deselerasi yang
berat akibat kecelakaan lalu lintas. Maka dari kesimpulan tersebut bahwa kasus ini mengarah
pada ginjal.

Trauma pada buli-buli dan ureter dapat disingkirkan karena pada trauma buli-buli
biasanya disertai dengan fraktur pelvis dengan perdarahan yang aktif, nyeri pada daerah
panggul ataupun suprapubik. Sedangkan trauma pada ureter terdapat ekstravasasi urin dapat
timbul urinoma pada pinggang atau abdomen, fistel uretero-kutan melalui luka dan dapat juga
ditemukan anuria. Sedangkan pada pasien ini masih dapat buang air kecil.

Menurut insidensi juga mengatakan bahwa trauma (ruptur) ginjal merupakan trauma
urologi yang paling sering terjadi, Dari seluruh trauma sistem genitourinaria, trauma ginjal
menduduki angka tertinggi sekitar 50%.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan status generalis: tanda vital dan hemodinamik
stabil, Akral hangat, CRT <2, Konjuntiva anemis -/-, menandakan bahwa kondisi pasien
masih stabil belum dalam kehilangan volume darah yang banyak dan tidak masuk tahap syok.

Pada pemeriksaan abdomen: Datar, terdapat luka jejas pada pinggang kanan,
ekimosis, nyeri tekan pinggang kanan. Sudut costo vertebrae: massa -/-, jejas +/-, Nyeri tekan
+/-, nyeri ketok +/-, Ballotemen: -/-. Regio suprapubis: massa (-), jejas (-), buli-buli kosong,
nyeri tekan (-), timpani. Genitalia eksterna: Terpasang catheter dengan produksi urine +
disertai dengan darah.

Dari pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hemoglobin dalam batas


normal. Akan tetapi terjadi peningkatan kadar Leukosit yang menandakan adanya infeksi atau
inflamasi. Peningkatan leukosit pada kasus ini kemungkinan besar disebabkan adanya trauma
deselerasi pada abdomen sehingga menimbulkan suatu proses inflamasi yang masif disertai
risiko infeksi karena kerusakan pada organ gastrointestinal. Kemudian disertai peningkatan
kadar SGOT dan SGPT disebabkan adanya gangguan pada hepar. Sedangkan hasil lab untuk
fungsi ginjal seperti kreatinin darah masih dalam batas normal. Pada USG FAST tidak
didapatkan adanya cairan intraabdomen.

Ginjal terletak di rongga retroperitoneum dan terlindung oleh otot-otot punggung di


sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah anteriornya, karena itu
cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ yang mengitarinya. Hal ini terlihat
pada hasil CT Scan abdomen yaitu tampak laserasi parenkim hepar disertai hemato
subkapsular di perihepatika dan laserasi parenkim lien disertai hematom subkapsular.
Sedangkan ginjal kanan tampak laserasi pool atas dan bawah parenkim ginjal mencapai
pelviokalises. Arteri renalis sistem pelviokalises tidak melebar. Fungsi ginjal baik. Tidak
tampak ekstravasasi kontras. Ginjal kiri dan buli-buli tidak tampak laserasi maupun
ekstravasasi. Berdasarkan The American Association for the surgery of Trauma (AAST),
trauma pada ginjal termasuk pada grade IV yaitu laserasi korteks meluas ke collecting system.

Kesimpulan diagnosa berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang bahwa pasien ini didiagnosis sebagai:

Hematuria ec. Trauma renal dextra gr.IV ec. Trauma tumpul Abdomen.
Rupture hepar grade IV dan rupture limfe grade I ec Trauma tumpul Abdomen

Tatalaksana pada pasien ini berupa konservatif dengan mengobati secara simptomatik
dengan observasi tanda vital dan klinis lainnya sudah sesuai dengan tatalaksana yang sudah
dijelaskan pada trauma renal grade IV berupa terapi konservatif seperti observasi tanda-tanda
vital, kemungkinan adanya penambahan massa dipinggang, adanya pembesaran lingkaran
perut, penurunan kadar haemoglobin darah, dan perubahan warna urine. Jika selama tindakan
konservatif tidak memberikan respon positif terhadap pengobatan konservatif seperti terdapat
tanda-tanda perdarahan, bertambah besarnya massa pada regio flank, rasa sakit yang terus
menerus atau kebocoran urine yang menimbulkan infeksi, harus segera dilakukan tindakan
operasi.

Indikasi operasi antara lain:

o Hemodinamik tidak stabil


o Ekplorasi trauma penyerta
o Hematome yang meluas atau pulsatif yang ditemukan pada saat eksplorasi
o Trauma grade V
o Keadaan ginjal pretrauma yang memerlukan tindakan bedah

Prognosis ad vitam bonam karena kasus ini sudah mendapat penanganan segera
dengan baik. Sedangkan ad fungsionam dan ad sanactionam dubia ad bonam karena
tergantung dari follow up selanjutnya.
BAB V

KESIMPULAN

Ginjal terletak di rongga retroperitoneum dan terlindung oleh otot-otot punggung di


sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah anteriornya, karena itu
cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ disekitarnya. Trauma ginjal
merupakan trauma terbanyak pada sistem urogenitalia. Kurang lebih 10% dari trauma pada
abdomen mencederai ginjal. Kecelakaan merupakan penyebab utama trauma tumpul pada
ginjal.

Masalah organ traktus urinarius pada kasus ini adalah ruptur ginjal. Maka berdasarkan
anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang bahwa diagnosa kasus ni adalah
hematuria ec trauma renal dextra gr.IV ec. trauma tumpul abdomen. Data dari anamnesa di
dapatkan BAK disertai darah dan adanya nyeri pada pinggang kanan dengan riwayat trauma.
Sedangkan pemeriksaan fisik di dapatkan hemodinamik stabil, abdomen terdapat luka jejas
pada pinggang kanan, nyeri tekan + pinggang kanan. Sudut costo vertebrae: jejas, Nyeri tekan
+/-, nyeri ketok +/-, Ballotemen: -/-, Regio suprapubis: jejas, nyeri tekan (-), timpani,
genitalia eksterna: Terpasang catheter dengan produksi urine + disertai dengan darah.

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan hemoglobin dan kreatinin


dalam batas normal. Pada USG FAST tidak didapatkan adanya cairan intraabdomen. Pada
CT Scan abdomen didapatkan tampak laserasi pool atas dan bawah parenkim ginjal mencapai
pelviokalis. Klasifikasi trauma ginjal membantu penentuan terapi dan memperkirakan
prognosis. The American Association for the surgery of Trauma (AAST) membagi trauma
ginjal menjadi 5 grade. Berdasarkan CT Scan abdomen, maka klasifikasi AAST pada kasus
ini termasuk trauma renal grade IV yaitu adanya laserasi korteks meluas ke collecting system.

Pasien trauma tumpul dengan hemodinamik stabil grade IV ditatalaksana secara


konservatif, bed rest, antibiotik, dan monitoring vital sign. Dengan follow up yang cermat,
kebanyakan trauma ginjal memiliki prognosis yang baik, dengan penyembuhan spontan dan
fungsi ginjal kembali membaik. Kematian, biasanya karena ada trauma lainnnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo, BB. Dasar-dasar Urologi. Edisi ketiga. Jakarta: Sagung Seto; 2014.
2. Sjamsuhidajat. De jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ketiga. Jakarta;EGC.2011
3. Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2014.
4. Staf Pengajar Ilmu Bedah FKUI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: FKUI. 2010.
5. Summertom D.J et all. Renal Trauma in Guidelines on Urological Trauma. European
Association of Urology. 2013.
6. McAninch, JW. Lue, TF. Smith & Tanagho's General Urology. 18th Ed. United
States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2013.
7. Wein, AJ. Kavoussi, LR. Partin, AW. Peters, CA. Campbell-Walsh Urology. 11th Ed.
USA: Elsevier. 2015.

You might also like