You are on page 1of 22

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN HASIL STUDY LAPANGAN DI WISATA EDUKASI


MANGROVE BULAKSETRA BABAKAN

Disusun oleh :

1. Amalia Sabila
2. Dimas Sandi Pasha
3. Farhan Ramadhan Priatna
4. Laela Nurfadila
5. Shabrina Ridha Azizah

Telah diselesaikan dan disetujui untuk memenuhi tugas study lapangan


kelas IX Bilingual Smp Negeri 1 Pangandaran tahun 2016

Pangandaran, 01 November 2016

Guru Pembimbing

Bidang Study IPA

Meilita S.Pd
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan

rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah

tentang ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami

berterima kasih kepada :

1. Dr. Dodi Budiana, M.Pd. selaku kepala sekolah SMPN 1 Pangandaran

2. Meilita, S.Pd selaku guru pembimbing

3. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah

wawasan serta pengetahuan kita mengenai Bulak Setra. Kami juga menyadari

sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata

sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi

perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat

tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang

membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami

sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila

terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan

saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Pangandaran, November 2016

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hutan mangrove merupakan vegetasi pantai yang mampu tumbuh dan
berkembang pada daerah pasang surutdan pantai berlumpur. Hutan mangrove
merupakan vegetasi yang tumbuh pada tanah lumpur aluvial di daerah pantai
dan muara sungai yang masih dipengaruhi pasang surut air laut.
Hutan mangrove tersebar di beberapa negara. Indonesia merupakan
negara yang memiliki hutan mangroveterluas di dunia dan tersebar di
beberapa pulau seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan
Kepulauan Maluku. Luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1982
sekitar 4,25 juta Ha dan pada tahun 1985 sekitar 3,24 juta Ha. Hasil survei
akhir pada tahun 1995 menyebutkan bahwa luas hutan mangrove Indonesia
tersisa 2,06 juta Ha.
Luas hutan mangrove di Indonesia makin lama semakin berkurang, hal
ini disebabkan adanya kegiatan manusia yang berpengaruh terhadap ekosistem
mangrove. Ada tiga faktor utama penyebab kerusakan mangrove, yaitu (1)
pencemaran, (2) konversi hutan mangrove yang kurang memperhatikan faktor
lingkungan dan (3) penebangan yang berlebihan.
Ekosistem mangrove di Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman
spesies yang tertinggi didunia. Di Indonesia tercatat sebanyak 202 spesies
mangrove yang terdiri atas 89 spesies pohon, 5 spesies palem, 19 spesies
liana, 44 spesies herba, 44 spesies epifit dan 1 spesies paku (Noor, 2006). Dari
202 spesies mangrove tersebut, tersebar di beberapa pulau, yang pola
penyebarannya ditentukan oleh adaptasi mangrove terhadap lingkungan.
Mangrove memiliki kemampuan adaptasi yang khas terhadap
lingkungan, yaitu (1) adaptasi terhadap kadar oksigen rendah, menyebabkan
mangrove memiliki bentuk perakaran yang khas (bertipe cakar ayam, dan
bertipe penyangga) misalnya Avecennia sp., Xylocarpus., Sonneratia sp.,
dan Rhizophora sp., (2) adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi; dengan
memiliki sel-sel khusus pada daun yang berfungsi untuk menyimpan garam,
berdaun tebal dan kuat yang banyak mengandung air untuk mengatur
keseimbangan garam dan memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi
penguapan, dan (3) adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya
pasang surut, dengan cara mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif
dan membentuk jaringan horisontal yang lebar.
Kemampuan adapatasi mangrove terhadap lingkungan menentukan
adanya zona yang berbeda untuk setiap spesies. Mangrove tumbuh dalam
empat zona, yaitu pada daerah terbuka, daerah tengah, daerah yang memiliki
sungai berair payau sampai hampir tawar, dan daerah yang memiliki air tawar
(Noor, 2006). Berdasarkan penggenangan air, mangrove dapat tumbuh dalam
3 zona, yaitu zona proksimal yaitu kawasan yang dekat dengan laut,
zona midle yaitu zona yang terletak antara laut dan darat, dan zona distal yaitu
zona yang terjauh dari laut.
Pada setiap zona ditemukan spesies mangrove yang berbeda-beda. Pada
zona proksimal ditemukan spesies Rhizophora apiculata, Rhizophora
mucuranata dan Sonneratia alba, zona midle ditemukan mangrove
spesies Sonneratia caseolaris, Brugiera gymnorrhiza, Avicennia marina,
Avicennia officianalis dan Ceriops tagal,sedangkan pada
zona distal ditemukan spesies Heritiera litorralis, Pongamia, Pandanus sp.,
dan Hibiscus tiliaceus.
Sebagai suatu ekosistem di wilayah pesisir, hutan mangrove mempunyai
fungsi yang bersifat ganda dalam menunjang perkembangan serta kelestarian
potensi sumber daya alam lainnya. Fungsi hutan mangrove dapat dipandang
dari beberapa segi yaitu dari segi ekonomi, fisik, dan dari segi biologi yang
fungsinya sangat potensial.
Fungsi mangrove secara ekonomis meliputi hasil hutan sebagai kayu,
tempat rekreasi, dan sebagai bahan baku industri, sedangkan fungsi fisik hutan
mangrove yaitu melindungi daerah di belakang mangrove dari hempasan
gelombang dan angin kencang, serta fungsi hutan mangrove secara biologis
meliputi tempat mencari makan, tempat memijah dan tempat berkembang biak
berbagai spesies ikan, udang, kerang, dan biota laut lainnya.
Mengingat pentingnya hutan mangrove dalam mempertahankan dan
meningkatkan produksifitas biota laut, maka usaha konservasi hutan
mangrove merupakan hal yang harus diperhatikan. Kenyataan di lapangan
menunjukkan adanya kerusakan hutan mangrove yang cukup memprihatinkan.
Kawasan Bulaksetra merupakan tanah timbul membentuk pulau hasil
sedimentasi dua sungai yaitu Sungai Putrapinggan dan Cikidang serta Sungai
Cibuntung. Sungai Cibuntung merupakan pemisah antara daratan utama
dengan Bulaksetra. Status kepemilikan lahan di Bulaksetra adalah tanah
negara dimanfaatkan masyarakat untuk pemukiman, lahan pertanian dan
tambak. Sebelum tsunami 2006, Bulaksetra merupakan pemukiman bagi 38
keluarga pindahan proyek pembangunan pelabuhan samudera Pangandaran.
Tumbuhan mangrove di kawasan Bulak Setra saat ini masih dalam
tahap pertumbuhan sebagai hasil proses suksesi akibat terhantam
tsunami pada tahun 2006 yang lalu. Ekosistem mangrove menjadi produk
wisata yang menarik karena menyajikan fenomena alam yang beragam,
mulai dari keanekaragaman jenis mangrove, jenis jenis fauna yang
terdapat dalam ekosistem tersebut seperti burung, mollusca (siput atau
keong), ikan, jenis-jenis crustacean (kepiting) dan hewan-hewan lainnya.

1.2 Tujuan Penulisan


Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
a. Untuk memenuhi tugas mata pelajaran Ilmu pengetahuan Alam
b. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang hutan mangrove di Bulak
Setra Pangandaran
BAB II

ISI

2.1 Pengertian
Mangrove merupakan kombinasi antara kata Mangue (bahasa Portugis)
yang berarti tumbuhan dan Grove(bahasa Ingris) yang berarti belukar (Arief,
2003), selanjutnya menurut Mastaller (dalam Noor, 2006) bahwa Kata
mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno yaitu mangi-mangi yang
digunakan untuk menerangkan marga Avecennia.
Berdasarkan SK Dirjen Kehutanan No.60/Kpts/Dj./1/1978 (dalam Arief,
2003) bahwa Mangrove dikatakan sebagai hutan yang terdapat disepanjang
pantai dan muara sungai yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut,
yakni tergenang pada saat pasang dan bebas genangan pada saat surut.
Selanjutnya menurut Kitamura (2003) menyatakan bahwa Mangrove
merupakan tumbuhan tropis dan komunitasnya di daerah pasang surut.
Daearah pasang surut merupakan daerah yang mendapat pengaruh pasang
surut dan terletak disepanjang garis pantai, termasuk tepi laut, muara sungai
dan teri sungai.
Berdasarkan uraian tersebut, hutan mangrove dapat dikatakan
sebagai vegetasi pantai tropis dan sub-tropisyang didominasi oleh beberapa
spesies mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang
surut, lumpur dan berpasir. Namun demikian tidak semua pantai ditumbuhi
mangrove, karena untuk pertumbuhannya memiliki persyaratan, antara lain
adalah kondisi pantainya terlindung dan relatif tenang, landai dan mendapat
sedimen dari muara sungai.
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut dimana
bagian daratnya masih dipengaruhi oleh sifat laut seperti pasang surut, angin
laut dan perembesan air asin, sedangkan air lautnya masih dipengaruhi oleh
proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi aliran air tawar dan
semua kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan, pencemaran dan
sebagainya.

Hutan mangrove atau disebut juga hutan bakau adalah hutan yang
tumbuh di air payau dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini
tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan
akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari
gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan
mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Hutan mangrove sering kali disebut hutan bakau. Bakau sebenarnya
hanya salah satu spesies tumbuhan yang menyusun hutan mangrove, yaitu
spesies Rhizophora sp yang merupakan spesies yang mendominasi hutan
mangrove. Meskipun demikian penggunaan istilah hutan bakau untuk
menggambarkan hutan mangrove kurang tepat karena dalam kawasan hutan
mangrove terdapat beberapa spesies yang berasosiasi di dalamnya.
Terdapat beberapa spesies mangrove yang menyusun vegetasi mangrove
termasuk dalam genus Rhizophora, Sonneratia, Xylocarpus, Avicennia dan
dari suku palma seperti Nypa fructicans.
Hutan mangrove merupakan sumber bahan organik yang dibutuhkan
bagi hewan atau biota yang hidup di ekosistem mangrove. Kawasan mangrove
secara nyata menjadi penyedia bahan makanan dan energi bagi kehidupan di
pantai tropis, serupa dengan peranan fitoplankton dan berbagai spesies alga di
laut.
Hutan mangrove dapat berfungsi secara fisika, kimia, biologi dan
ekonomi serta dapat berfungsi sebagai kawasan wisata dan tempat penelitian,
pendidikan dan konservasi. Fungsi ekonomi dari hutan mangrove adalah
kayunya dapat dijadikan sebagai bahan bangunan, bahan bakar, penambakan
ikan dan udang. Kulit dijadikan sebagai bahan penyamak, obat-obatan dan
sebagai bahan makanan.
Fungsi biologi hutan mangrove sebagai habitat dari berbagai macam
kepiting, udang, ikan, selain itu sebagai tempat bersarangnya burung-burung
serta sebagai pemasok bahan organik, sehingga dapat menyediakan makanan
untuk organisme yang hidup pada perairan sekitarnya. Fungsi fisik hutan
mangrove yaitu sebagai pelindung pantai dan wilayah pesisir dari hempasan
gelombang, angin dan badai, sedangkan fungsi hutan mangrove dalam bidang
industri, yaitu sebagai penghasil arang berkualitas tinggi disamping sebagai
penghasil kayu bakar dan bahan penyamak kulit.
Di Indonesia, hutan mangrove yang luas terdapat di sekitar Dangkalan
Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai
besar. Yakni di pantai timur Sumatra dan pantai barat serta
selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis
oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan. Di bagian timur Indonesia, di
tepi Dangkalan Sahul, hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai
barat daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua
mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.
a. Suksesi hutan
Tumbuh dan berkembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi
hutan (forest succession atau sere). Hutan bakau merupakan suatu contoh
suksesi hutan di lahan basah (disebut hydrosere). Dengan adanya proses
suksesi ini, perlu diketahui bahwa zonasi hutan bakau pada uraian di atas
tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser. Suksesi dimulai
dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (mudflat) yang dapat berfungsi
sebagai substrat hutan bakau. Hingga pada suatu saat substrat baru ini
diinvasi oleh propagul-propagul vegetasi mangrove, dan mulailah
terbentuk vegetasi pionir hutan bakau.
Tumbuhnya hutan bakau di suatu tempat bersifat menangkap lumpur.
Tanah halus yang dihanyutkan aliran sungai, pasir yang terbawa arus laut,
segala macam sampah dan hancuran vegetasi, akan diendapkan di antara
perakaran vegetasi mangrove. Dengan demikian lumpur lambat laun akan
terakumulasi semakin banyak dan semakin cepat. Hutan bakau pun
semakin meluas.
Pada saatnya bagian dalam hutan bakau akan mulai mengering dan
menjadi tidak cocok lagi bagi pertumbuhan jenis-jenis pionir
seperti Avicennia alba dan Rhizophora mucronata. Ke bagian ini masuk
jenis-jenis baru seperti Bruguiera spp. Maka terbentuklah zona yang baru
di bagian belakang.
Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan waktu berpuluh hingga
beratus tahun. Sementara zona pionir terus maju dan meluaskan hutan
bakau, zona-zona berikutnya pun bermunculan di bagian pedalaman yang
mengering.
b. Adaptasi hutan mangrove
Vegetasi hutan mangrove tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut air
laut yang banyak mengandung lumpur dan pasir. Vegetasi ini mampu
hidup dalam genangan air laut dan tanah yang berawa dan mengandung
sedikit oksigen. Oleh karena itu vegetasi mangrove dapat menyesuaikan
diri dengan genangan air laut dan lumpur dengan cara sebagai berikut :
1) Untuk mencegah kelebihan kadar garam maka vegetasi mangrove
dapat membentuk pori-pori khusus pada daun, batang dan akarnya,
sehingga dapat mengeluarkan partikel garam pada saat surut.
2) Dengan membentuk akar napas vegetasi mangrove dapat bernapas
dalam lumpur.
3) Akar-akar yang menegakan dan menopang tumbuhan pada habitat
lumpur.
4) Mempunyai cara berkecambah yang khas yaitu kecambah terbentuk
sewaktu buah masak masih tergantung didahan atau pohon, kemudian
jatuh dan tertancap di lumpur secara tegakan lurus pada waktu surut
dan dapat terbawa oleh arus laut keberbagai lokasi yang cocok untuk
berkecambah pada waktu air pasang.
c. Kekayaan flora
Beraneka jenis tumbuhan dijumpai di hutan bakau. Akan tetapi hanya
sekitar 54 spesies dari 20 negara, anggota dari sekitar 16 suku, yang
dianggap sebagai jenis-jenis mangrove sejati. Yakni jenis-jenis yang
ditemukan hidup terbatas di lingkungan hutan mangrove dan jarang
tumbuh di luarnya.
Dari jenis-jenis itu, sekitar 39 jenisnya ditemukan tumbuh di Indonesia;
menjadikan hutan bakau Indonesia sebagai yang paling kaya jenis di
lingkungan Samudera Hindia dan Pasifik. Total jenis keseluruhan yang
telah diketahui, termasuk jenis-jenis mangrove ikutan, adalah 202 spesies
d. Perkembang Biakannya
Adaptasi lain yang penting diperlihatkan dalam hal perkembang biakan
jenis. Lingkungan yang keras di hutan bakau hampir tidak memungkinkan
jenis biji-bijian berkecambah dengan normal di atas lumpurnya. Selain
kondisi kimiawinya yang ekstrem, kondisi fisik berupa lumpur dan
pasang-surut air laut membuat biji sukar mempertahankan daya
hidupnya.Hampir semua jenis flora hutan bakau memiliki biji atau buah
yang dapat mengapung, sehingga dapat tersebar dengan mengikuti arus air.
Selain itu, banyak dari jenis-jenis mangrove yang bersifat vivipar: yakni
biji atau benihnya telah berkecambah sebelum buahnya gugur dari pohon.
e. Lingkungan Fisik Dan Zonasi
Jenis tumbuhan hutan bakau ini berbeda-beda, karena bereaksi terhadap
variasi (perubahan) lingkungan fisik di atas, sehingga memunculkan zona-
zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah
sebagai berikut :
1) Jenis tanah
Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat
berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas
lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di
beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya;
bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah gambut.
Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang
tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang
berdekatan dengan terumbu karang.
2) Terpaan ombak
Bagian luar atau bagian depan hutan bakau yang berhadapan
dengan laut terbuka sering harus mengalami terpaan ombak yang keras
dan aliran air yang kuat. Tidak seperti bagian dalamnya yang lebih
tenang. Yang tampak serupa adalah bagian-bagian hutan yang
berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni yang terletak di
tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak begitu tinggi,
terutama di bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan bakau
juga merupakan salah satu perisai alam yang menahan laju ombak
besar.

3) Penggenangan oleh air pasang

Bagian luar juga mengalami genangan air pasang yang paling lama
dibandingkan bagian yang lainnya; bahkan kadang-kadang terus
menerus terendam. Pada pihak lain, bagian-bagian di pedalaman hutan
mungkin hanya terendam air laut manakala terjadi pasang tertinggi
sekali dua kali dalam sebulan. Menghadapi variasi kondisi lingkungan
seperti ini, secara alami terbentuk zonasi vegetasi mangrove; yang
biasanya berlapis-lapis, mulai dari bagian terluar yang terpapar
gelombang laut, hingga ke pedalaman yang relatif kering.

f. Bentuk-bentuk Adaptasi
Menghadapi lingkungan yang ekstrem di hutan bakau, tumbuhan
beradaptasi dengan berbagaicara. Secarafisik, kebanyakan vegetasi
mangrove menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka
bentuk akar dan kelenjar garam di daun. Untuk mengatasi salinitas yang
tinggi, api-api mengeluarkan kelebihan garam melalui kelenjar di bawah
daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti Rhizophora mangle,
mengembangkan sistem perakaran yang hampir tak tertembus air garam.
Air yang terserap telah hampir-hampir tawar, sekitar 90-97% dari
kandungan garam di air laut tak mampu melewati saringan akar ini. Garam
yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan, diakumulasikan di daun tua
dan akan terbuang bersama gugurnya daun. Pada pihak yang lain,
mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi mangrove harus
berupaya mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal
lingkungan lautan tropika yang panas mendorong tingginya penguapan.
Beberapa jenis tumbuhan hutan bakau mampu mengatur bukaan mulut
daun (stomata) dan arah hadap permukaan daun disiang hari terik,
sehingga mengurangi evaporasi dari daun.
g. Fungsi Dan Manfaat
1) Mencegah Intrusi Air Laut
Intrusi laut merupakan peristiwa perembesan air laut ke tanah daratan.
Intrusi laut dapat menyebabkan air tanah menjadi payau sehingga tidak
baik untuk dikonsumsi. Hutan Mangrove memiliki fungsi
mengendapkan lumpur di akar-akar pohon bakau sehingga dapat
mencegah terjadinya Intrusi Air laut ke daratan.
2) Mencegah Erosi dan Abrasi Pantai
Erosi merupakan pengikisan permukaan tanah oleh aliran air
sedangkan abrasi merupakan pengikisan permukaan tanah akibat
hempasan ombak laut. Hutan Mangrove memiliki akar yang efisien
dalam melindungi tanah di wilayah pesisir, sehingga dapat menjadi
pelindung pengikisan tanah akibat air.
3) Sebagai pencegah dan penyaring alami
Hutan mangrove biasanya yang dipenuhi akar pohon bakau dan
berlumpur. Akar tersebut dapat mempercepat penguraian limbah
organik yang terbawa ke wilayah pantai.Selain pengurai limbah
organik, hutan mangrove juga dapat membantu mempercepat proses
penguraian bahan kimia yang mencemari laut seperti minyak dan
diterjen, dan merupakan enghalang alami terhadap angin laut yang
kencang pada musim tertentu.
4) Sebagai tempat hidup dan sumber makanan bagi beberapa jenis satwa
Hutan Mangrove juga merupakan tempat tinggal yang cocok bagi
banyak hewan seperti biawak, kura-kura, monyet, burung, ular, dan
lain sebagainya. Beberapa jenis hewan laut seperti ikan, udang,
kepiting dan siput juga banyak tinggal didaerah ini. Akar tongkat
pohon mangrove memberi zat makanan dan menjadi daerah nursery
bagi hewan ikan dan invertebrata yang hidup di sekitarnya. Ikan dan
udang yang ditangkap di laut dan di daerah terumbu karang sebelum
dewasa memerlukan perlindungan dari predator dan suplai nutrisi yang
cukup di daerah mangrove ini. Berbagai jenis hewan darat berlindung
atau singgah bertengger dan mencari makan di habitat mangrove.
5) Berperan dalam pembentukan pulau dan menstabilkan daerah pesisir
Hutan mangrove seringkali dikatakan pembentuk daratan karena
endapan dan tanah yang ditahannya menumbuhkan perkembangan
garis pantai dari waktu ke waktu. Pertumbuhan mangrove memperluas
batas pantai dan memberikan kesempatan bagi tumbuhan terestrial
hidup dan berkembang di wilayah daratan. Sebagai contoh, Buah
vivipar yang terbawa air akan menetap di dasar yang dangkal, dapat
berkembang dan menjadi kumpulan mangrove di habitat yang baru.
Dalam kurun waktu yang panjang habitat baru ini dapat meluas
menjadi pulau sendiri.
6) Kategori Pola Penyebaran Mangrove
1) Secara alami
Kelemahannya yaitu secara alami yaitu Dia akan terbawa arus dan
penanaman tidak akan beraturan.
Kelebihannya yaitu secara alami yaitu Akan cepat tumbuh dan mudah
beradaptasi.
2) secara buatan
Kelemahannya yaitu lama, harus melalui proses beradaptasi dahulu.
Kelebihannya yaitu secara buatan yaitu Dapat di tanam dimana saja.
7) Hama
Hama yang dapat menyerang poho mangrove yaitu kepiting dab kerang,
penghilang hama memang sangat sulit jadi pohon mangrove harus banyak
di control.
2.2 Hutan Mangrove Bulaksetra
Hutan Mangrove Bulaksetra, terletak di kawasan desa Babakan
Pangandaran, sekitar 15 menit sebelum pintu masuk Pangandaran, dengan
menggunakan kendaraan masuk dari arah Pelabuhan Cikidang, dan berjalan
menyusuri pesisir pantai Bulaksetra atau masuk dari sebelah SMAN 1
Pangandaran dan berperahu menyebrangi sungai menuju kawasan konservasi.
Pantai Bulak Setra berbatasan langsung dengan pantai dan terdapat
ekosistem mangrove yang berfungsi sebagai penahan abrasi. Ada 4 suku
(family) mangrove yang tumbuh di kawasan ini, antara lain : Rhizophoraceae,
Avicenniaceae, Sonneratiaceae, dan juga Nipah (Nypa fruticans). Tumbuhan
mangrove di kawasan Bulak Setra saat ini masih dalam tahap pertumbuhan
sebagai hasil proses suksesi akibat terhantam tsunami pada tahun 2006 yang
lalu.
Pantai di kawasan Bulak Setra ditumbuhi oleh beberapa jenis
tumbuhan seperti cemara laut ( Casuarina equisetifolia), ketapang
(Terminalia catappa), butun atau oleh masyarakat Pangandaran dikenal
sebagai ketapang laut (Baringtonia asiatica), nyamplung (Calophyllum
inophyllum), dan pandan laut (Pandanus tectorius). Sama dengan ekosistem
mangrove, tumbuhan di pesisir pantai Bulaksetra juga masih dalam tahap
pertumbuhan dari proses suksei akibat tsunami. Pantai Bulaksetra memiliki
bentang alam yang luas dan landai sangat cocok untuk berbagai aktivitas
wisata..
Sebelum tsunami, kondisi hutan mangrove di Pangandaran sudah
rusak karena alam maupun manusia. Namun alih fungsi dari hutan
mangrove menjadi pemukiman dan tambak ikan penyebab utama kerusakan.

2.3 Manfaat Hutan Mangrove Bulaksetra


Manfaat dibudidayakan hutan mangrove di Bulaksetra adalah :
a. Untuk melindungi garis pantai dari ancaman abrasi dan membantu
menangkap sendimen yang dibawa air sungai ke laut hingga membantu
melindungi ekosistem lain seperti terumbu karang.
b. Sebagai kawasan wisata edukasi, pengunjung yang datang tidak hanya
melihat keindahan alam dan hutan mangrove. Tetapi dapat pula
mempelajari fungsi juga turut serta menjadi bagian dari kelestarian hutan
tersebut. Hal seperti itu terlihat di kawasan wisata edukasi mangrove
Bulaksetra, Desa Babakan, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten
Pangandaran. Kawasan tersebut adalah program dari Sustainable Tourism
through Energy Efficiency with Adaption and Mitigation Measure
(STREAM) yang mendapat bantuan dari United Nation World Tourism
Organization (UNWTO). Hal itu dalam rangka merevitalisasi Pangandaran
pascatsunami tahun 2006.
c. Ekosistem mangrove menjadi produk wisata yang menarik karena
menyajikan fenomena alam yang beragam. Pantai di kawasan Bulak Setra
ditumbuhi oleh beberapa jenis tumbuhan seperti cemara laut (Casuarina
equisetifolia), ketapang (Terminalia catappa), butun atau oleh masyarakat
Pangandaran dikenal sebagai ketapang laut (Baringtonia asiatica),
nyamplung (Calophyllum inophyllum), dan pandan laut (Pandanus
tectorius)., jenis jenis fauna yang terdapat dalam ekosistem tersebut
seperti burung, mollusca (siput atau keong), ikan, jenis-jenis crustacea
(kepiting) dan hewan-hewan lainnya.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
LAMPIRAN

1. Bibit Tanaman Mangrove

Gambar1.1.Mangrove

2. Tanaman mangrove yang telah di tanam


Gambar1.2.Mangrove

3. Alat pengukur kadar garam

Gambar3.1.Mangrove

4. Proses penanaman tanaman bakau

Gambar4.1.Mangrove
5. Tanaman mangrove yang sudah besar

Gambar5.1.Mangrove
6. Bibit tanaman yang baru ditanam

Gambar6.1.Mangrove
7. Foto kelompok study lapangan

Gambar7.1.FotoKelompok

Gambar7.2.FotoKelompok
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_bakau

http://www.indecon.or.id/hutan-mangrove-yang-asik-di-pangandaran/

http://protourpangandaran.com/uncategorized/pelestarian-mangrove-bulaksetra-
pangandaran/?lang=af

http://www.mongabay.co.id/2012/12/02/ayo-berwisata-sekaligus-rehabilitasi-
mangrove-di-pangandaran/

http://www.mypangandarantour.com/paketwisata/read/16/paket-wisata-edukasi-
mangrove.html

http://earthhour.wwf.or.id/5-manfaat-hutan-mangrove-untuk-manusia/

http://strukturvegetasi.blogspot.co.id/2013/03/vegetasi-mangrove.html

You might also like