You are on page 1of 71

I.

Skenario
Mrs. Lina, 29 years old, attend the primary health centre with her husband. They have been
trying to get pregnant for 3 years but failed. She has regular mesntrual cycles, every 28 days.
There was no history of intermenstrual or postcoital bleeding. There was no pain during her
period, no contraception used, no history of drug consumption (including alcohol and
tobacco). She didnt have previous abdominal surgecy, no history of allergies, no pelvic
infection and no chronic disease. Her husband (32 years old) is a bank employee. He had no
history of mumps and medication for any disease. He was not smoking and no alcohol
consumption. He also didnt have any allergies. This couple enjoyed regular intercourse.
You act as the doctor in the clinic and be pleased to analyse this case.
In the examination finding:
Wife
Height = 160 cm; Weight 55 kg; BMI= 21 kg/m2; Blood pressure = 110/70 mmHg; Pulse =
80 x/m; RR = 18 x/m.
Palpebral conjunctiva looked normal, no exophthalamus, no sign of hirsutism, no thyroid
enlargement, no galactorrhoea, secondary sexual characteristics are normal.
External examination: abdomen flat and souffle, symmetric, uterine fundal not palpable, there
are no mass, pain tenderness and free fluid sign.
Internal examination:
Speculum examination: portio not livide, external os closed, no fluor, no fluxus, there are no
cervical erotion, laceration or polyp.
Bimanual examination: cervix is firm, the external os closed, uterine size normal, both
adnexa and parametrium within normal limit.
Laboratory examination:
Hb 12 g/dL; WBC 8.000/mm3; RBC 4,3x106/mm3; Ht 36 vol%; platelets 250.000/mm3; ESR
15 mm/hour; blood type A Rh (+); blood film: Normal.
Urine : Normal
* Ultrasound: normal internal genitalia; sonohysterography : normal uterine and both tubal
patency.
Postcoital test : normal

1
Husband
Height= 176 cm; Weight = 72 kg; BMI = 23 kg/m2; Blood pressure = 120/80 mmHg; Pulse =
76 x/m; RR = 20 x/m.
Palpebra conjuctiva looked normal, no exopthalmus, no thyroid enlargement, no
gynecomastia, secondary sexual characteristics are normal
External examination: abdomen flat and tender, symmetric, no sign of hepatomegaly and
inguinal hernia
Genital examination:
Penis: normal, testes: normal size and volume; scrotum: no varicocele
Lab examination:
Hb 14 g/dL; WBC 8.000/L ; Ht 42 vol%, Platelets 350.000/L; WSR 6 mm/hour; Blood
type O Rh (+); Blood film: Normal, blood chemistry: Normal. Hormonal : FSH, LH, and
testosterone level: Normal.
Urine: Normal
Semen analysis: volume 4.5 ml; sperm concentration 0.1x106/ml; motility 22% forward
progression, 15 % rapid forward progression; morphology 5 %with normal forms.

2
II. Klarifikasi Istilah
1. Intermenstrual bleeding : Perdarahan vaginal yang terjadi antara pediode mens.
2. Postcoital bleeding : Perderahan setelah melakukan hubungan seks.
3. Kontrasepsi : Suatu cara mencegah terjadinya kehamilan yang bertujuan
untuk menjarangkan kehamilan, merencanakan jumlah anak,
dan meningkatkan kesejahteraan keluarga.
4. Mumps : Penyakit paramixovirus akut, menular, paling sering
menyerang anak-anak, terutama mengenai kelenjar ludah,
paling sering kelenjar prostat.
5. Eksothalamus : Protusio mata yang abnormal
6. Hirsutism : Pola distribusi rambut yang abnormal khususnya pada wanita.
7. Galactorrhoea : Sekresi air susu yang secara terus menerus yang tiidak
berhubungaan dengan menyusui.
8. Portio : Bagian atau divisi servix yang menonjol ke dalam vagina.
9. Fluor : (albus) keputihan.
10. Fluxus : Cairan yang keluar dari vagina dengan jumlah yang banyak
11. Erosi : Terkikisnya fpermukaan, ulserasi dangkal atau superfisial
12. Laserasi : Luka robek
13. Polip : Setiap pertumbuhan atau massa yang menonjol dari membran
mukosa
14. Sonohysteography : Pemeriksaan untuk mendeteksi adanya kelainan pada rongga
rahim dan saluran telur.
15. Ginecomastia : Perkembangan kelenjar susu laki-laki yang berlebihan bahkan
sampai tingkat fungsional.
16. Postcoital test : Tes untuk memeriksa mukus servikal wanita setelah
berhubungan seksual untuk melihat apakah ada spermanya dan
apakah sperma itu bergerak dengan normal.
17. Varicocele : Varikositas fleksus pampiriformis pada funikulus spermatikus
yang membentuk tonjolan skrotum dan terasa seperti kantong
cacing.

3
III. Identifikasi Masalah
1. Ny. Lina, 29 tahun datang ke Puskemas bersama suaminya dengan keluhan tidak hamil
selama 3 tahun.
2. Riwayat Ny. Lina:
- Periode menstruasi, 28 hari
- No intermenstrual history
- No post coital bleeding
- No pain during her period
- No contraception used
- No history of drug consumption (include alcohol and tobacco)
- No abdominal surgery
- No history of allergies
- No pelvic infection
- No cronic disease

3. Riwayat Suami (32 tahun):


- No mumps
- No medication for any disease
- Not smoking and no alcohol consumption
- Didnt have any allergies

4. Examination:
a. Wife
- Height = 160 cm; weight = 55 kg; BMI = 21 kg/m2; blood pressure = 110/70 mmHg;
pulse = 80 x/m; RR = 18 x/m
- Palpebral conjuctiva looked normal, no exopthalmus, no sign of hirsutism, no thyroid
enlargement, no galactorrhoea; secondary sexual characteristics are normal.
- External examination: abdomen flat and souffle, symetric, uterine fundal not palpable,
there are no mass, pain tenderness and free fluid sign.
- Internal examination :
- Speculum examination: portio not livide, external os closed, no flour, no fluxus, there
are no cervical erotion, laceration or polyp

4
- Bimanual examination: cervix is firm, the external os closed, uterine size normal, both
adnexa and parametrium within normal limit.
- Laboratory examination: Hb 12 g/dL; WBC 8.000/mm3; RBC 4,3x106/mm3; Ht 36
vol%; platelets 250.000/mm3; ESR 15 mm/hour; blood type A Rh (+); blood film:
Normal.
- Urine : Normal
- Ultrasound: normal internal genitalia; sonohysterography : normal uterine and both
tubal patency.
- Postcoital test : normal

b. Husband
- Height= 176 cm; Weight 72 kg; BMI 23 kg/m2; Blood pressure 120/80 mmHg; Pulse
76 x/m; RR 20 x/m
- Palpebra conjuctiva looked normal, no exopthalmus, no thyroid enlargement, no
gynecomastia, secondary sexual characteristics are normal.
- External examination: abdomen flat and tender, symmetric, no sign of hepatomegaly
and inguinal hernia
- Genital examination:
Penis: normal; testes: normal size and volume; scrotum: no varicocele.
- Laboratory examination: Hb 14 g/dL; WBC 8.000/L; Ht 42 vol%; Platelets
350.000/L; ESR 6 mm/hour; Blood type O Rh (+); Blood film: Normal. Blood
chemistry: Normal. Hormonal : FSH, LH, and testosterone level: Normal.
- Urine: normal
- Semen analysis: volume 4,5 ml; sperm concentration 0,1x106/ml; motility 22%
forward progression, 15 % rapid forward progression; morphology 5 %with normal
forms.

5
IV. Analisis Masalah
1. Masalah I
1.1. Bagaimana kategori infertil?
Infertilitas didefenisikan sebagai ketidakmampuan pasangan untuk mencapai kehamilan
setelah 1 tahun hubungan seksual tanpa pelindung (KeperawatanMedikalBedah)
Infertilitas (pasanganmandul) adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu
tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetapi
belum memiliki anak. (Sarwono, 2000).
Klasifikasi Infertilitas
Infertilitas terdiri dari 2 macam, yaitu :
1. Infertilitas primer yaitu jika perempuan belum berhasil hamil walaupun bersenggama
teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-turut.
2. Infertilitas sekunder yaitu disebu tinfertilitas sekunder jika perempuan penah hamil, akan
tetapi kemudian tidak berhasil hamil lagi walaupun bersenggama teratur dan dihadapkan
kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut- turut.

1.2. Hubungan infertil dengan usia pasangan suami istri?


Fertilitas berubah seiring waktu, baik pada laki-laki dan perempuan. Secara umum, semakin
tua usianya fertilitas menurun. Secara gradual terjadi penurunan fertilitas mulai usia 30-an,
dengan kemungkinan hamil 20%. Usia 40-an kemungkinan hamil kurang dari 5%. Usia
reproduksi yang paling baik bagi wanita adalah kisaran usia 20-an (American Society for
ReproductiveMedicine, 2012). Pada kasus ini, usia Ny.Lina adalah 29 tahun, hal in
menunjukkan faktor usia tidak berpengaruh terhadap kondisi infertilitas pasangan ini.

2. Masalah II
2.1. Makna klinis dari riwayat:
a. Siklus menstruasi 28 hari
Siklus menstruasi normal adalah 22-35 hari, interpretasi pada kasus adalah normal.
Gangguan haid dan siklusnya khususnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam :
1. Perubahan pada siklus haid
2. Perubahan jumlah darah haid
3. Gangguan pada siklus dan jumlah darah haid

6
b. Tidak ada riwayat intermenstrual bleeding
Penyebab dari intermenstrual bleeding (IMB)
Kehamilan ektopik dan penyakit trophoblastic gestasional
Fisiologis - 1-2% bercak sekitar waktu ovulasi
Iatrogenic
o Combined oral contraceptive pill (COCP)
o Progesterone-only pill
o Contraceptive depot injections
o Intrauterine systems (IUS) atau implant
o Emergency contraception
o Tamoxifen
o Following smear or treatment to the cervix
o Caesarean section scars[7]
o Drugs altering clotting parameters, eg anticoagulants, SSRIs, corticosteroids
o Alternative remedies, eg ginseng, ginkgo, soy supplements, and St John's wort
Penyebab Vaginal :
o Adenosis
o Vaginitis(jarang perdarahan sebelum menopause)
o Tumours
Penyebab Cervical:
o Infection - chlamydia, gonorrhoea
o Cancer (but bleeding is most often postcoital)
o Cervical polyps
o Cervical ectropion
o Condylomata acuminata of the cervix
Penyebab Uterine:
o Endometrial polyps
o Cancer (endometrial adenocarcinoma, adenosarcomaand leiomyosarcoma)
o Adenomyosis
o Endometritis
o Fibroids
Oestrogen-secreting ovarian cancers

7
Intermenstrual bleeding adalah kondisi dimana wanita mengalami perdarahan dari
vaginanya diantara siklus menstruasi regulernya.Salah satu penyebab utamanya adalah
metode pengontrol kehamilan, terutama kontrasepsi oral dan peralatan yang dipasang
intrauterine.Kontrasepsi oral menggunakan estrogen, yang menjaga tubuh wanita agar tidak
membentuk sel telur setiap bulannya. Perdarahan vagina diantara siklus menstruasi ini dapat
terjadi pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral, biasanya pada tiga bulan pertama
ketika tubuhnya menyesuaikan kadar estrogennya atau jika tidak mengkonsumsi pil nya
secara teratur. IUD juga dapat menyebabkan perdarahan.
Intermenstrual bleeding dapat mengindikasikan terjadinya penyakit-penyakit tertentu
seperti endometritis, PCOS, tumor, kanker dll.Endometriosis, yang terjadi saat jaringan uterin
ditanamkan dan berkembang di luar uterus sering mempengaruhi fungsi sperma, telur dan
indung telur, uterus, dan tuba falopi.Polycystic ovary syndrome (PCOS), sebuah kondisi di
mana tubuh Anda memproduksi terlalu banyak hormon androgen yang menyebabkan
masalah ovulasi.PCOS juga sering dikaitkan dengan resistensi insulin dan obesitas. Fibroid
uterin, yang merupakan tumor jinak di dinding uterus dan umum terjadi di perempuan di usia
30-an dan 40-an. Meski jarang, fibroid uterin dapat menyebabkan infertilitas karena memblok
tuba falopi. Seringnya fibroid menganggu dengan penanaman pada telur yang dibuahi.

c. Tidak ada riwayat postcoital bleeding


Postcoital bleeding biasanya mengindikasikan adanya erosi serviks, polip di serviks,
kehadiran AKDR, pemakaian pil KB, infeksi vagina, PMS, infeksi di serviks, Ca serviks, Ca
uterus dll.
AKDR akan menghalangi pertemuan sperma dengan oosit dengan cara menghambat jalur
perjalanan sperma. Sedangkan pemakaian pil KB akan mencegah terjadinya ovulasi sehingga
sehingga tidak akan terjadi konsepsi.
Distorsi kavum uteri seperti adanya mioma dan polip juga dapat mengganggu transportasi
spermatozoa.
Infeksi di serviks juga dapat menghalangi pertemuan sperma dan oosit. Kanalis servikalis
berbentuk lekukan dan dapat mengeluarkan sekret. Bentuk kanalis servikalis yang normal
memungkinkan adanya penimbunan dan terpeliharanya spermatozoa motil dari kemungkinan
fagositosis dan juga terjaminnya penyampaian sperma ke dalam kanalis servikalis secara
terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Saat lingkungan d serviks terganggu, maka
tingkat fertilitas pun terganggu.

8
d. Tidak nyeri saat periode menstruasi
Nyeri saat menstruasi (dismenore), di bagi menjadi dua kelompok, yaitu primer dan
sekunder. Nyeri pada dismenore primer bersifat fisiologis, sedangkan pada dismenore
sekunder nyeri bersifat patologis.
Dismenore sekunder berhubungan dengan kelainan ginekologi sepertipada penyakit pelvis
organik, endometriosis, penyakit radang pelvis,stenosis serviks, neoplasma ovarium atau
uterus, dan polip uters, IUDjuga dapat menyebabkan dismenore sekunder (Bobak, 2004).
Dismenorebiasanya ditemukan jika terdapat penyakit atau kelainan pada alatreproduksi.
Nyeri dapat terasa sebelum, selama, dan sesudah haid (Laila,2011). Proverawati dan misaroh
(2009), menyebutkan bahwa dismenoresekunder atau yang sering disebut juga dismenore
ekstrinsik terjadi padawanita yang sebelumnya tidak mengalami dismenore.

Pada kasus tidak ada riwayat nyeri saat menstruasi (dysmenorae), yang menanda kan bahwa
infertilias yang terjadi bukan disebabkan oleh adanya kelainan yang yang telah disebutkan
sebelumnya yaitu penyakit pelvis organik, endometriosis, penyakit radang pelvis,stenosis
serviks, neoplasma ovarium atau uterus, dan polip uterus.

e. No contraception
I. Vasektomi
Sperma pada laki-laki melalui beberapa saluran dari testis sampai ke uretra, dan apabila
terjadi kerusakan pada saluran-saluran ini maka akan dapat menghambat pengeluaran sperma
dan bisa berakhir pada infertilitas. Kerusakan saluran ini dapat berupa kelainan genetik,
namun yang paling sering adalah akibat adanya infeksi atau vasektomi.
II. Kontrasepsi Hormonal
Sama halnya dengan cara KB pada wanita, pemberian hormon seks steroid yang dapat
memblokir ovulasi secara umpan balik negatif (negative feedback), juga terjadi secara analogi
padapria. Pemberian hormon androgen akan
menekan produksi LH oleh pituitari anterior, yang pada akhirnya menekan spermatogenesis.
Namun, hal ini akan menimbulkan efek samping berupa
penurunan libido dan berpotensi pula untuk menurunkan kemampuan seksual.

KB Pria
Dari data yang ada dapat disimpulkan, bahwa peserta KB pria tidak suka
memakai kondom karena adanya perasaan kurang nyaman. Kondom

9
kebanyakan hanya dipakai untuk menghindari penularan Penyakit Menular
Seksual. Sedangkan MOP (vasektomi) adalah suatu cara KB yang termasuk
kontrasepsi mantap, dimana ada keterbatasan untuk menghasilkan
keturunan kembali (ireversibel), sehinggajuga tidak disukai .

Pada Wanita
Ber-KB sementara yang berujung pada kondisi sulit hamil, sebenarnya
merupakan teka-teki besar bagi dunia kesehatan. Majalah Health Journal memaparkan, 48%
perempuan muda yang menggunakan pil antihamil dan spiral KB (IUD) selama 2-4 tahun,
mengalami sulit hamil saat menginginkan anak pertama. Sejumlah spesialis infertilitas Barat
pun kemudian melakukan penelitian untuk mengetahui penyebabnya. Faktanya, faktor
antibodi antisperma pada wanita bisa memicu kegagalan kehamilan. Kondisi ini terjadi
lantaran pemerosotan potensi sperma dalam membuahi ovum (sel telur) dalam tubuh wanita.
Muncul dugaan kuat bahwa penggunaan alat kontrasepsi seperti pil atau suntik KB yang
berisi hormon penolak pembuahan serta IUD dalam jangka waktu tertentu jadi penyebab
meningkatnya antibodi antisperma.
Pada pasangan yang menggunakan kontrasepsi seperti pil dan suntik KB,
walaupun terjadi kontak antara sperma dan sel telur dalam tubuh wanita, pembuahan takkan
terjadi. Sedangkan pada KB IUD (spiral) pembuahan bisa terjadi, namun biasanya langsung
gugur. Selama penggunaan alat kontrasepsi, pembentukan antibodi terhadap sperma akan
terus terbentuk. Bahkan, semakin lama kadarnya semakin tinggi dan pertahanannya semakin
kuat. Diduga, inilah pemicu utama kesulitan mendapatkan keturunan.Dengan kata lain, dalam
tubuh si wanita telanjur timbul kontrasepsi alami, atau tercipta antibodi kuat penolak
kehadiran sperma yang hendak membuahi sel telurnya. Kalaupun sampai terjadi pembuahan,
bisa jadi, akan membentuk efektor imun lebih dahsyat. Efektor imun adalah sistem imun
seluler (yang dibawa oleh leukosit, makrofag, dan lain-lain) yang mampu menimbulkan
peradangan terhadap janin dan plasenta yang mulai berkembang dalam rahim sang ibu.
Penolakan imun ini bisa berujung pada keguguran.Jika pascapenggunaan kontrasepsi
mengalami kesulitan hamil, pasutri dianjurkan menjalani terapi kondom atau sarung KB.
Jadi, setelah setop menggunakan obat antihamil, selama 6-10 bulan berikutnya, sebaiknya
menggunakan sarung KB.

10
Kb Suntik
Salah satu kekurangan kontrasepsi suntik adalah terlambatnya pengembalian kesuburan
setelah penghentian pemakaiannya. Hal ini dapat disebabkan oleh belum selesainya
pelepasan hormon dari Depo-nya.
Kontrasepsi suntik merupakan hormon yang disuntikkan ke dalam aliran darah sehingga
dapat menimbulkan serangkaian efek yang dapat mencegah terjadinya reproduksi. Hormon
yang disuntikkan itu dapat berupa hormon Progesteron saja atau kombinasi antara hormon
Progesteron dan Estrogen. Pada dasarnya, kontrasepsi suntik menghambat reproduksi melalui
3 cara, yaitu:
1. Menghambat perkembangan folikel di ovarium dan menghambat terjadinya ovulasi
dengan merangsang terjadinya feedback negative bagi GnRH. Hal ini dapat terjadi
karena kadar hormon ovarium yang tinggi dalam darah (baik itu progesterone saja
maupun kombinasi progesterone & estrogen). Kadar yang tinggi tersebut berasal dari
kontrasepsi suntik. Kadar estrogen/progesterone yang tinggi dapat mengakibatkan
terjadinya penurunan pelepasan GnRH (feedback negative). Sehingga dapat menurunkan
pelepasan FSH dan LH juga. Rendahnya kadar FSH dapat menghambat pematangan
folikel ovarium dan rendahnya kadar LH dapat menghambat terjadinya ovulasi.
2. Menghambat penetrasi sperma dengan mengubah mukosa serviks. Pada kondisi normal,
atas pengaruh Progesteron, bagian bawah leher rahim dapat memproduksi lendir yang
kental dan lengket yang dapat menutup saluran leher rahim. Meskipun demikian, masih
ada celah kecil yang memungkinkan sperma dapat masuk. Namun, pada pemakaian
kontrasepsi, kadar progesteron meningkat sehingga produksi lendir leher rahim juga akan
meningkat menjadi semakin kental dan lengket. Hal ini dapat menghambat penetrasi
sperma ke dalam uterus dan tuba Fallopii.
3. Jika fertilisasi masih terjadi (tapi hal ini sangat kecil kemungkinannya), kontrasepsi
suntik juga dapat menghambat terjadinya implantasi karena perubahan pada
endometrium (sehubungan dengan penghambatan kerja ovarium). Walaupun kadar
estrogen/progesterone dari kontrasepsi tinggi, namun biasanya hormon steroid yang
digunakan pada kontrasepsi tersebut adalah hormon steroid sintetis (buatan), sehingga
kurang efektif untuk menstimulasi perkembangan endometrium (yang membutuhkan
hormon steroid asli dari ovarium).

11
f. No drugs consumption history
Obat-obat tertentu memiliki dmpak negative terhadpa organ reproduksi pria dan wanita.
Sebagi contoh: steroid, antihipertensi, dan antidepresan. ESO yang paling sering adalah
menurunnya libido. Namun, obat-obat tersebut juga dapat menyebabkan:
Penurunan jumlah sperma
Disfungsi erektil
Iregularitas menstruasi
Contoh obat-obatan yang berdampak terhadap ORP:
Sulfasalazine dan nitrofurantoin berdampak pada motilitas sperma
Steroid anabolic, cimetidine, dan spironolactone berdampak pada siklus reproduksi pria
Fenitoin menurunkan kadar FSH

g. No abdominal surgery
Adanya riwayat operasi abdomen, seperti appendectomy, terbukti memiliki korelasi terhadap
infertilitas pada beberapa penelitian. Peritonitis, apendisitis, dan kondisi abdomen lainnya
yang menyebabkan dilakukannya operasi menyebabkan peningkatan risiko infertilitas 5 kali
lipat (Mokhtar, 2006).
Operasi pelvis atau ginekologi dan operasi lainnya yang dilakukannya tindakan
laparotomy, dapat meningkatkan risiko pembentukan adhesi. Adhesi atau jaringan scar ini
dapat ditimbulkan dari bekas operasi, endomettriosi atau infeksi yang menimbulkan
responinflamasi dan mengawasi pembentukan adhesi. Adhesi pelvis ini bisa terjadi pada
permukaan cavitas pelvis, mencakup uterus, tuba falopii, ovarium, vesikaurinaria dan usus.
Jika mengenai organ-organ ini dapat menyebabkan gangguan fungsi, misalnya mengenai
fimbria tuba, yang berfungsi membawa telur kedalam tuba, jika terjadi adhesi pada fimbria,
maka fimbria akan terfiksasi dan tidak bisa menggerakkan telur. Adhesi pada tuba juga bisa
memblok atau mendistorsi tuba menyebabkan infertilitas atau meningkatkan risiko kehamilan
ektopik.

h. Tidak ada alergi


Menyingkirkan kemungkinan adanya:
- Alergi sperma

12
Tubuh wanita akan memproduksi sejumlah antibody untuk menyerang sperma. Gejalanya:
kemerahan, bengkak, rasa terbakar di daerah yang terkena semen, adanya vaginal
discharge dan vaginal discoloration.
- Adanya intoleransi makanan. Wanita yang mempunyai multipel alergi dan intoleransi
makanan mempunyai kecenderungan keguguran. Sistem imun yang sangat aktif akan
menyerang sel tubuhnya sendiri. Dari sisi imunologi, embryo dan sel sperma adalah benda
asing, tapi normalnya, sistem imun wanita akan dapat membedakannya dengan benda
asing yang patogen.
Normalnya, respon imun terhadap embryo dan sel sperma dipengaruhi oleh sitokin Th2 yang
mensupresi killer cells agar embryo tidak diserang, sedangkan respon imun yang abnormal
terhadap implantasi dipengaruhi oleh sitokin Th1, yang menstimulasi aktivitas killer cells.
Intoleransi makanan terbanyak adalah intoleransi gluten dan produk susu, jadi sebaiknya
wanita memeriksakan tes IgG untuk mengetahui adanya intoleransi gluten dan produk susu
dan hindari gluten dan produk susu selama prekonsepsi dan periode kehamilan.

i. Tidak ada infeksi pelvis


Penyakit Radang Panggul, juga dikenal sebagai PID, adalah suatu kondisi medis yang
ditandai dengan infeksi bakteri pada saluran genital wanita bagian atas, seperti kandungan
(rahim), tuba falopii dan ovarium. Pada sebagian besar kasus, PID disebabkan oleh infeksi
pada vagina atau serviks yang menyebar sampai ke rahim.Sumber infeksi bakteri biasanya
berasal dari pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim atau melalui penyakit menular seksual,
seperti klamidia atau gonore. PID terjadi pada wanita yang aktif secara seksual, biasanya
pada usia muda antara 15 sampai 24 tahun. Orang yang menderita PID ringan biasanya tidak
merasakan gejala apapun. Namun pada beberapa kasus, mereka dapat mengalami gejala nyeri
pada punggung bagian bawah, sekret vagina yang banyak dengan bau yang tidak sedap,
periode menstruasi yang tidak teratur, demam, dan kelelahan. Kerusakan yang berat pada
organ reproduksi wanita dapat menyebabkan komplikasi, seperti infertilitas dan kehamilan
ektopik.

j. Tidak ada penyakit kronis


Makna klinis dari riwayat tidak ada penyakit kronis
Berikut beberapa penyakit kronis yang berpengaruh terhadap infertilitas pria:
a. Diabetes

13
Kerusakan akibat neuropati diabetik dapat menimbulkan ejakulasi retrograde atau
disfungsi ereksi.
b. Hipertensi:
Dapat menimbulkan masalah ereksi, baik secara langsung maupun sebagai efek
samping pengobatan antihipertensif.
c. PJK:
Pengerasan arteri yang terjadi, khususnya di penis, dapat menimbulkan masalah pada
ereksi. Hal yang sama juga berlaku pada obat-obatan yang dugunakan untuk PJK.
d. Gangguan neurologis:
Penyakit seperti multiple sklerosis, strok, dan trauma medulla spinalis juga dapat
menimbulkan masalah ereksi dan ejakulasi
e. Penyakit hati:
Manifestasi penyakit hati berupa hepatomegali dapat berhubungan dengan
metabolism hormon androgen.
f. Penyakit ginjal:
Pada gagal ginjak kronis, sisa metabolism tubuh akan menumpuk dan mempengaruhi
kualitas sperma serta menyebabkan masalah ereksi.
g. Kanker:
Kanker yang berpengaruh langsung pada traktus genitalia atau endokrin dapat
menyebabkan infertilitas secara langsung. Selain itu, obat-obatan dan radiasi yang
digunakan untuk terapi kanker juga bisa menurunkan bahkan menghentikan produksi
sperma.

3. Masalah III
3.1. Makna klinis dari riwayat suami:
a. Tidak ada riwayat mumps
Penyakit Mumps atau Parotitis adalah suatu penyakit menular dimana sesorang terinfeksi
oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga
dan rahang sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian
bawah.
Salah satu komplikasi terjadinya Mumps adalah terjadinya epididymo orchitis.
Orchitis bakterial, sering akibat dari epididymitis, suatu peradangan saluran sperma
(epididymis). Gejala orchitis biasanya timbul mendadak, bisa berupa: pembengkakan testis,

14
nyeri serta gejala infeksi secara umum seperti demam, mual-muntah, nyeri sendi serta gejala
lokal lainnya seperti adanya duh tubuh (cairan dari penis) dan adanya darah dalam ejakulat.
Sebagian orchitis berhubungan dengan penyakit Gondongan ( Mumps, Parotitis ).
Disebutkan bahwa 30 % penderita Gondongan dapat mengalami Orchitis pada hari ke 4
hingga hari ke 7. Ini terjadi karena penjalaran infeksi melalui aliran limfe.
Pada pria dewasa atau pubertas, biasanya terjadi kerusakan tubulus seminiferus dan pada
beberapa kasus merusak sel-sel leydig, sehingga terjadi hipogonadisme akibat defisiensi
testosteron. Ada resiko infertilitas yang bermakna pada pria dewasa dengan orchitis
parotitika. (Price, 2005). Infertilitas juga dapat terjadi apabila infeksi sudah mengenai kedua
testis.

b. Tidak ada riwayat pengobatan penyakit


Untuk Wanita:
- Pemakaian ganja, kokain, dan heroin ditengarai menyebabkan gangguan sekresi
gonadotropin dan prolaktin sehingga bisa menghambat ovulasi.
Obat-obatan yang paling sering dikonsumsi untuk meredakan sakit kepala, nyeri haid,
dan nyeri sendi yaitu golongan NSAID ternyata turut pula mengakibatkan kejadian
infertilitas. Karena, obat-obat ini menyebabkan luteinized unrupted follicle syndrome,
yakni kegagalan folikel untuk melepaskan sel telur. Lain lagi dengan obat untuk
epilepsi, berdasarkan penelitian menyebabkan wanita yang mengkonsumsinya
mengalami gangguan haid, polikistik ovari dan peningkatan kadar hormon
testosteron. Pada wanita yang mendapat terapi kanker khususnya obat-obatan
kemoterapi, dapat menyebabkan kerusakan ovarium sehingga kadar hormon yang
diperlukan untuk mengontrol siklus haid menjadi terganggu. Sedangkan obat
golongan dopamin agonist seperti metoclopramide (anti mual), metil dopa
(antihipertensi), cimetidine (H2 antagonist) dan haloperidol menyebabkan
peningkatan kadar prolaktin sehingga menekan sekresi gonadotropin releasing
hormon (GnRH). Dampaknya juga bisa tidak terjadi ovulasi.
- Alkohol menekan produksi hormon estrogen dan progesteron serta meningkatkan
prolaktin. Hal ini akan menghambat terjadinya proses ovulasi.
- Kebiasaan merokok pada wanita akan menurunkan fungsi ovarium dalam
memproduksi hormon reproduksi dan sel telur.

15
Untuk Pria:
- Dalam penyalahgunaan zat, seperti kokain atau menggunakan ganja (opiate) secara
berat tampaknya akan mengurangi jumlah dan kualitas sperma sebanyak 50%.
Sperma benar-benar memiliki reseptor untuk senyawa tertentu dalam ganja yang
dapat mengganggu kemampuan sperma untuk berenang dan juga menghambat
kemampuan mereka untuk menembus sel telur. Ada sejumlah obat yang
mempengaruhi kesuburan pria, termasuk steroid (anabolic steroid). Anabolik steroid
adalah obat kuat yang membantu membangun jaringan otot dan meningkatkan massa
tubuh dengan bertindak seperti hormon alami laki-laki yang disebut dengan
testosteron. Karenanya obat ini sering disalahgunakan oleh orang lain yang ingin
mengambil jalan pintas.Anabolik steroid diketahui dapat meningkatkan massa otot
dan kekuatan seseorang. Sebagian besar orang tidak menyadarinya dan efek anabolik
steroid yang ditimbulkan . Efek pada laki-laki tubuh mulai memproduksi lebih sedikit
testosteron yang dapat mengakibatkan testis mulai menyusut, bahkan menyebabkan
impotensi pada pria.
- Alkohol dapat mengurangi kuantitas dan kualitas sperma dari seorang pria. Salah satu
cara di mana pengaruh alkohol adalah dengan mencegah tubuh menyerap zat seng
dengan normal. Seng ditemukan dalam jumlah yang tinggi dalam sperma. Ini adalah
mineral penting dalam pembentukan lapisan luar sel sperma dan ekor. Kekurangan
zinc telah terdeteksi pada pria yang memiliki jumlah sperma rendah. Ekor sel sperma
perlu kuat untuk motilitas yang baik (kemampuan untuk bergerak dan berenang dan
menembus sel telur)
- Merokok dapat mengubah bentuk sperma dan merusak DNA, juga mengurangi
jumlah sperma dan menurunkan aliran darah penis sehingga menyebabkan impotensi.
Dengan demikian, perokok menjadi lebih mudah mengalami kemandulan (Depkes RI,
2010). Rokok berpengaruh kepada kualitas dan kuantitas sperma. Pada kasus-kasus
infertilitas, hasil analisis semen menunjukkan bahwa infertilitas banyak disebabkan
oleh kelainan konsentrasi, disusul dengan kelainan morfologi dan motilitas dari
sperma.
- Meskipun kemungkinan terjadinya kecil, hanya sekitar 20-30%. Gondongan tidak
bisa dianggap sepele karena merupakan penyebab yang memungkinkan kesuburan
pria terganggu. Berat atau tidaknya gangguan kesuburan bergantung pada tingkat
kerusakan testis sebagai pabrik sel sperma. Jika ternyata rusak parah, maka yang

16
bersangkutan bisa mengalami jumlah sperma nihil (asthenozoospermia). Kerusakan
seperti ini sifatnya permanen dan tidak bisa diperbaiki dengan cara apapun.
- Sejumlah jenis obat-obatan yang termasuk golongan narkotik ataupun obat-obatan
kedokteran seperti jenis antibiotik, obat maag, obat darah tinggi, antikejang, serta
obat-obatan yang digunakan untuk terapi kanker, bisa mempengaruhi kualitas sperma
dan menurunkan kesuburan wanita.
- pria yang akrab dengan minuman beralkohol dan merokokakan mengurangi ukuran
testis dan bisa menurunkan volume air mani, mobilitas, morfologi, maupun
konsentrasi spematozoa mereka

c. Bukan perokok
Pria yang merokok memiliki jumlah sperma dan motilitas sperma yang rendah serta terjadi
pula penurunan libido dan dapat meracuni pertumbuhan sperma

d. Tidak mengkonsumsi alkohol


Pada laki-laki, konsumsi alkohol dapat menurunkan kadar testosteron. Sebuah penelitian
menunjukkan laki-laki yang diberi alkohol dan berlanjut hingga empat minggu. Terjadi
penurunan testosterone dan kehilangan libido dan penurunan kuantitas dan kualitas sperma.
Sedangkan pada perermpuan menyebabkan ketidakseimbangan systemhormone yang
mengontrok reproduksi wanita. Bahkan konsusi alkohol dapat mengganggu siklus menstruasi
dan kemampuan wanita untuk hamil. Disinyalir bahwa konsumsi 10 gelas atau lebih alkohol
dapat menurunkan kecenderungan kosepsi lebih jauh.
Namun, pada pasien ini baik istri (Ny.Lina) ataupun suaminya tidak
menggunakan obat tertentu, mengkonsumsi alkohol, ataupun merokok. Pernyataan ini
menyingkirkan predisposisi atau kemungkinan alkohol, rokok dan obat-obatan untuk
mengakibatkan infertilitas pada pasangan ini.

17
4. Masalah IV
4.1. Wife
a. Height = 160 cm; weight = 55 kg; BMI = 21 kg/m2; blood pressure = 110/70
mmHg; pulse = 80 x/m; RR = 18 x/m
Data Nilai normal Interpretasi
BMI 21 kg/m2 18,5 -25 kg/m2 Normal
Tekanan Darah 110/70 120/80 mmHg Hipotensi ringan
mmHg
Nadi 80 x/m 60-100 x/m Normal
RR 18 x/m 12-24 x/m Normal

b. Palpebral conjuctiva looked normal, no exopthalmus, no sign of hirsutism, no


thyroid enlargement, no galactorrhoea; secondary sexual characteristics are
normal.
- Palpebra conjuntiva normal mengindikasikan tidak terjadi anemia sehingga dapat
menyingkirkan kemungkinan penyakit kronis atau terjadi perdarahan.
- Tidak ada exoptalmus dan pembesaran kelenjar tiroid mengindikasikan tidak terjadi
penyakit tiroid seperti hipertiroidisme. Kelebihan hormon tiroid (hipertiroidisme) baik
akibat kerja kelenjar tiroid yang terlalu aktif atau konsumsi hormon tiroid yang berlebihan
juga menimbulkan gangguan terhadap fertilitas. Hormon tiroid dapat memblok kerja
estrogen di berbagai tempat di dalam tubuh. Akibatnya, jaringan endometrium dapat
bersifat tidak stabik sehingga menimbulkan perdarahan uterus yang abnormal.
- Tidak ada galacthorea juga bisa mengindikasikan tidak terjadi hipotiroidisme. Infertilitas
seringkali disebabkan oleh penyakit hipotiroidisme. Karena kadar hormon tiroid dalam
darah rendah, maka sesuai dengan prinsip umpan balik negative, konsentrasi TRH dan
TSH dalam darah akan meningkat. Namun, ternyata, TRH tidak hanya menstimulasi
peningkatan TSH, melainkan juga menstimulasi hormon prolaktin. Peningkatan kadar
prolaktin dapat mempengaruhi ovulasi dengan cara menekan pelepasan LH dan FSH.
Akibatnya, proses ovulasi pun terganggu. Selain itu, rendahnya konsentrasi hormon tiroid
juga berpengaruh terhadap metabolism hormon seks yang turut berkontribusi dalam
gangguan ovulasi.
- Tidak ada hirsutism mengindikasikan tidak ada gangguan hormonal berupa kelebihan
androgen dan sindrom virilisasi.

18
- Sifat kelamin sekunder yang normal mengindikasikan tidak ada gangguan hormonal pada
estrogen dan menyingkirkan diagnosis seperti sindrom turner.

c. External examination: abdomen flat and souffle, symetric, uterine fundal not
palpable, there are no mass, pain tenderness and free fluid sign.
- Abdomen rata dan souffle: Tidak terjadi kehamilan, rata dan lembut menunjukkan bahwa
sang istru tidak obesitas dan tidak adanya pembesaran organ (organomegali) ataupun tanda
kelainan lainnya.
- Fundus Uteri tidak teraba: tidak terjadi kehamilan maupun tanda-tanda pembesaran pada
uteri.
- Tidak ada massa: Tidak adanya hepatospenomegali ataupun masa lain berupa tumor.
- Tidak ada nyari tekan: Tidak ada tanda tanda perdangan
- Tidak ada tanda cairan bebas:menunjukkan tida; terjadinya trauma pada abndomen
disebabkan adanya deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai
kelenturan (noncompliant organ) seperti hati, limpa, pankreas, dan ginjal.
d. Internal examination :
Speculum examination: portio not livide, external os closed, no flour, no fluxus,
there are no cervical erotion, laceration or polyp
Nidasi ovum yang telah dibuahi terjadi di endometrium. Kejadian ini tidak dapat
berlangsung apabila ada patologi di uterus maupun serviks. Patologi tersebut antara lain
polip endometrium, adenomiosis, mioma uterus atau leiomioma,bekas kuretase dan
abortus septik. Kelainan-kelainan tersebut dapat mengganggu implantasi,
pertumbuhan,nutrisi serta oksigenisasi janin (Wiknjosastro, 2002 : 509).
Erosi serviks mempengaruhi pH sekresi sehingga merusak sperma.

e. Bimanual examination: cervix is firm, the external os closed, uterine size


normal, both adnexa and parametrium within normal limit.
Bimanual Examination:
Cervic is firm Normal, tidakadakelainanserviks
External os closed Normal
Uterine size normal Normal, tidakadakelainanpada uterus(misal: malformasi
Both adnexa uterus, mioma uteri dan adhesi uterus)
&parametrium Normal, tidakadakelainanpada adnexa danparametrium

19
within normal limit (misal: PID)

f. Laboratory examination: Hb 12 g/dL; WBC 8.000/mm3; RBC 4,3x106/mm3; Ht


36 vol%; platelets 250.000/mm3; ESR 15 mm/hour; blood type A Rh (+); blood
film: Normal. Urine : Normal
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
Hb 12 g/dl 12-16 g/dl Normal
WBC 8.000/mm3 5000-10.000/mm3 Normal
RBC 4,3 juta/mm3 4,0x106-5,0x106 /mm3 Normal
Ht 36 vol% 37-42 vol% Normal
Platelet 250.000/mm3 150.000-500.000/mm3 Normal
ESR 15 mm/jam 0-15 mm/jam Normal
Golongandarah A - Normal
Rh (+),
apusandarah
normal
Urin - Normal

g. Ultrasound: normal internal genitalia; sonohysterography : normal uterine and


both tubal patency. Postcoital test : normal
Ultrasound: normal internal genitalia; sonohysterography: normal uterine and both tubal
patency. Postcoital test: normal.
Menunjukkan bahwa tidak adanya gangguan pada genitalia interna pada Ny. Lina yang
dapat menyebabkan infertilitas.

4.2. Husband
a. Height= 176 cm; Weight 72 kg; BMI 23 kg/m2; Blood pressure 120/80 mmHg;
Pulse 76 x/m; RR 20 x/m
Data Nilai normal Interpretasi
BMI 23 kg/m2 18,5 -25 kg/m2 Normal
Tekanan Darah 120/80 120/80 mmHg Normal
mmHg
Nadi 76 x/m 60-100 x/m Normal

20
RR 20 x/m 12-24 x/m Normal

b. Palpebra conjuctiva looked normal, no exopthalmus, no thyroid enlargement, no


gynecomastia, secondary sexual characteristics are normal.

- Palpebra conjuntiva normal mengindikasikan tidak terjadi anemia. Pada anemia sel sabit
dapat menurunkan kualitas testis, menurunkan potensi seksual
- Tidak ada exopthalmus dan pembesaran kelenjar tiroid mengindikasikan tidak terjadi
gangguan hipertiroid yang dapat mempengaruhi kesuburan.
- Ginekomastia menunjukkan adanya proses feminisasi pada pria. Ginekomastia
merupakan salah satu tanda hipogonadisme. Pria dengan hipogonadisme kongenital
mungkin juga memiliki gejala anosmia, buta warna, ataksia serebelum, dan palatoskizis.
Selain itu, ginekomastia juga merupakan tanda dari berbagai varian sindroma yang
tergabung dalam kumpulan Sindroma Insensitivitas Androgen (Androgen Insensitivity
Syndrome). Adanya mutasi pada reseptor androgen menyebabkan organ target tidak peka
terhadap stimulus androgen sehingga dapat menyebabkan individu bersifat infertile.
- Sifat kelamin sekunder yang normal mengindikasikan tidak ada gangguan hormonal pada
terstosteron dan menyingkirkan diagnosis seperti sindrom klinefelter.

c. External examination: abdomen flat and tender, symmetric, no sign of


hepatomegaly and inguinal hernia
- Abdominal rata dan lembut: rata dan lembut menunjukkan bahwa sang suami tidak
obesitas dan tidak adanya pembesaran organ (organomegali) ataupun tanda kelainan
lainnya.
- Simetris: menunjukkan bahwa tidak adanya kelainan pada abdomen, tidak adanya
tumor ataupun organomegali.
- Hepatomegali: menandakan bawa infertilitas tidak disebabkan oleh adanya
pembesaran hati akibat infeksi maupun keganasan.
- Hernia inguinalis: Saluran inginalis memungkinkan struktur-struktur yang melewati
menuju ke dan dari testis ke abdomen pada pria. Terdapatstruktur misalnya pembuluh
darah dan saraf berjalan bersama-sama vas deferens. Apa bila terjadi hernia maka
akan terjadi sumbatan.

21
d. Genital examination:
Penis: normal; testes: normal size and volume; scrotum: no varicocele.
Scrotum : no varicocele
Skrotum harus diraba untuk menilai kemungkinan skrotum terisi banyak cairan, terdapat
hernia skrotalis atau terdapat varikokel. Jumlah testis, volume testis dan turunnya testis ke
dalam skrotum juga perlu diperhatikan. Suhu skrotum lebih rendah 1 - 8 OC dari suhu tubuh,
jadi skrotum yang normal menjaga sperma agar tidak mati karena sperma sensitif terhadap
panas. Spermatogenesis abnormal dapat terjadi akibat orkitis karena mumps, kelainan
kromosom, terpajan bahan kimia, radiasi atau varikokel (Benson R & Pernoll M, 2009 : 680).
Varikokel pada pria juga salah satu penyebab infertilitas. Varikokel merupakan suatu keadaan
dimana adanya dilatasi vena. Aliran darah yang terlalu banyak akan menyebabkan pembuluh
darah disekitar testis membesar sehingga akan meningkatkan suhu testis dan pada akhirnya
akan berpengaruh pada produksi sperma.

Penis Normal
Penis yang abnormal dapat menyebabkan gangguan ejakulasi, sehingga sperma sulit untuk
berpenetrasi ke sel telur.
Penis perlu diperhatikan letak uretra yang dapat terkait dengan abnormalitas seperti
hipospadia. Kelainan bawaan ini terjadi saat lubang kencing berada di bagian bawah penis.
Bila tidak dioperasi maka sperma dapat kesulitan mencapai serviks.

e. Laboratory examination: Hb 14 g/dL; WBC 8.000/L; Ht 42 vol%; Platelets


350.000/L; ESR 6 mm/hour; Blood type O Rh (+); Blood film: Normal. Blood
chemistry: Normal. Hormonal : FSH, LH, and testosterone level: Normal.
Urine: normal
Hb 14g/dl NORMAL
WBC 8000/mm3
HT 42 vol%
Plt 350.000/mm3
ESR 6 mm/hour
Blood type O
Rh (+)
Blood film: normal

22
Blood chemistry:
normal
Hormonal: FSH, Menyingkirkankelainan hormonal
LH dan Hipergonadotropik-hipogonad atau
testosterone level hipogonadotropik-hipogonad.
normal
Urine: normal

f. Semen analysis: volume 4,5 ml; sperm concentration 0,1x106/ml; motility 22%
forward progression, 15 % rapid forward progression; morphology 5 %with
normal forms.
Riwayat medis dan pemeriksaan fisik merupakan penilaian standar pada semua pria. Sebuah
pemeriksaan andrologi yang komphrehensif diindikasikan jika analisis semen menunjukkan
nilai yang abnormal dibandingkan nilai baku (pada tabel di bawah). Penentuan jenis
tatalaksana berdasarkan analisis semen.

Tabel. Batas minimal nilai referensi untuk penilaian semen.

Jika hasil analisis semen tergolong normal berdasarkan standar WHO, maka penialaian satu
kali sudah cukup. Jika hasilanya tidak normal, maka harus dilakkukan tes minimal dua kali,
dan indikasi untuk investigasi andrologi lebih jauh. Penting auntuk membedakan kriteria
berikut:
Oligozoospermia : < 15 juta spermatozoa/ml

23
Asthenozoospermia: <32% pergerakan spermatozoa
Teratozoospermia: <4% bentuk sperma yang normal.

Jika terjadi anomaly pada ketiganya secara bersamaan, maka dinamai


OligoAsthenoTeratozoospermia (OAT). Sedangakn zoospermia, merupakan kasus ekstrim
dimana jumlah spermatozoa < 1 juta/mL, terjadi peningkatan risiko obstruksi traktus genitalia
dan abnormalitas genetik (Jungwirthdkk, 2012).
Berdasarkan data dari pemeriksaan laboratorium, maka dapat dilakukan analisis dan
interpretasi dari hasil analisis semen suami Ny. Lina sebagai berikut:

Pemeriksaan Hasil yang didapat Niai normal Interpretasi


Volume 4,5 mL 1,4-1,7 Meningkat
Konsentrasisperma 0,1x106/ml (30-46) x106 Oligozoospermia
Forward progression 22% 38-42% Asthenozoospermia
Rapid forward 15% 31-34% Asthenozoospermia
progression
Morfologi normal 5% 3-4% Normal

Hasil analisis semen suami Ny. Lina menunjukkan peningkatan volume semen, namun tidak
sampai kondisi hyperspermik. Karena penggolongan jika volume semen sudah lebih dari 5,5
mL (Master Mens Clinic, 2012).
Berat badan:
Wanita dengan berat badan lebih atau berat badan kurang pada umunya memiliki gangguan
ovulasi. Penurunan berat badan atau peningkatan yang tiba-tiba 10% dari berat badan dalam
satu tahun berkaitan dengan oligomenorrhoea atau amenorrhoea dan anvoulasi.

Tinggi badan:
Perawakan pendek dengan amnorrhea primer dengan leher berlipat mengarah pada
kecurigaan sindrom Turner. Orang dengan sindrom turner yang merupakan kelainan
kromosom, salah satu gejalanya adalah infertil.

24
5. Masalah V
5.1. Bagaimana cara penegakan diagnosis dan pemeriksaan penunjang?
Mengetahui penyebab infertilitas sangat perlu untuk bisa segera mengatasi kondisi sulit
mendapatkan keturunan. Penyebab infertilitas bisa diketahui awalnya melalui pemeriksaan
riwayat medis (anamnesis) dan pemeriksaan fisik oleh dokter, kemudian dilanjutkan dengan
pemeriksaan penunjang diagnosa lainnya seperti pemeriksaan laboratorium dan ultrasound.
Anamnesis:
Adakah keluarga yang mengalami keadaan yang sama?
Adakah penyakit kronis?
Adakah trauma atau pembedahan yang bisa berpengaruh pada fertilitas?
Bagaimana perilaku seksual (pola hubungan intim) dan perkembangannya
selama masa pubertas?
Bagaimana siklus haid dan kehamilan sebelumnya?
Pemeriksaan fisik:
TD, BB, TB, dan pemeriksaan ginekologi
Dokter akan menilai organ genitalia eksterna dan interna
Pemeriksaan histerosalpingografi
Pemeriksaan histerosonografi: alternative bagi pemeriksaan HSG apabila
terdapat alergi zat kontras, tidak adanya peralatan rontgen atau pada pasien
dengan riwayat hamil dan melahirkan sebelumnya.

Laboratorium:
Pemeriksaan laboratorium bagi pria yang umumnya dilakukan:
Analisa sperma
Semen didapat dari masturbasi dan diejakulasikan kedalam wadah khusus
kemudian dikirim ke laboratorium untuk melihat jumlah sperma dan
memeriksa adakah abnormalitas morfologi dan motilitas sperma. Dapat juga
dilihat apakah ada masalah pada semen seperti infeksi. Hitung sperma
bervariasi tiap spesimennya. Apabila analisis sperma normal,
direkomendasikan untuk dilakukan tes pada pasangan wanita sebelum
melakukan tes infertilitas pria lainnya.
Follicle-stimulating hormone (FSH)
Luteinizing hormone (LH)

25
Testosteron
Prolaktin

Pemeriksaan ultrasound bagi pria yaitu transrectal and scrotal ultrasound.


Pemeriksaan ini dapat membantu dokter untuk melihat adanya retrograde ejaculation
dan kerusakan pembuluh ejakulator.
Scrotal ultrasound dapat melihat adanya obstruksi atau masalah lainnya
pada testicles dan struktur lainnya.
Transrectal ultrasound untuk memeriksa prostat dan melihat apakah ada
blokade pada duktus ejakulatorius dan vesikula seminalis yang membawa
semen.
Pemeriksaan hormone
Post-ejaculation urinalysis sperma di urine bisa mengindikasikan sperma
berbalik arah ke vesica urinaria, bukan ke penis selama ejakulasi (retrograde
ejaculation).
Tes genetic apabila konsentrasi sperma sangat rendah, bisa jadi
penyebabnya genetic adanya perubahan pada kromosom Y.
Biopsi testis
Tes antibodi anti-sperm apakah ada sel imun yang menyerang sperma,
biasanya pada pria yang divasektomi reversal.
Specialized sperm function tests sejumlah tes untuk melihat apakah sperma
dapat bertahan setelah ejakulasi dan bagaimana sperma melakukan penetrasi
pada ovum.

Pemeriksaan laboratorium bagi wanita yang umumnya dilakukan:


Thyroid-stimulating hormone (TSH)
Prolaktin
Luteinizing hormone (LH)
Follicle-stimulating hormone (FSH)
Progesteron

Pemeriksaan ultrasound bagi wanita yaitu:


Hysterosalpingography (HSG) untuk melihat kondisi uterus dan tuba falopii.

26
Laparoskopi untuk memeriksa indung telur, tuba falopii, dan uterus terkait
masalah penyakit seperti jaringan parut dan endometriosis.

5.2. Apa DD dan WD pada kasus?


Indikator Kasus Infertilitas Infertilit Infertilitas Infertilitas Infertilitas Infertilitas
karena as karena karena karena karena
STD karena undescende varikokel hiperprolakti defisiensi
(Clamidia sumbata n testis nemia gonadotro
sis) n pin
Nyeri - - - - - -
pelvis
kronik
Abnormal - - - - -
vaginal /
penile
discharge
Sensasi - - - - - -

27
terbakar
saat miksi
(disuria)
Testis - ? - mengecil mengecil
membeng (Skrotum)
kak (3
bulan
lalu)
Galactorr - - - - -
hoea dan (ginekom
ginekoma astia)
stia
Chlamydi - - - - - -
a
Infection
Level Normal Normal Normal ? normal ? Abnormal
FSH, LH, (menurun
testoteron )
Sperma Oligoasth Azoosper Azoosp ? Motilitas Oligospermia azoosper
enoteratoz mia ermia sperma mia
oospermia kurang

5.3. Apa etiologi dan faktor resiko pada kasus?


Berbagai gangguan yang memicu terjadinya infertilitas antara lain :
A. Pada wanita
a. Gangguan organ reproduksi
1. Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina yang akan membunuh
sperma dan pengkerutan vagina yang akan menghambat transportasi sperma
ke vagina
2. Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang mengganggu
pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikit di serviks, perjalanan
sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu, bekas operasi pada serviks yang
menyisakan jaringan parut juga dapat menutup serviks sehingga sperma tidak
dapat masuk ke rahim

28
3. Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang
mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang
menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus dan
akhirnya terjadi abortus berulang
4. Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba falopii
dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu
b. Gangguan ovulasi
Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal seperti
adanya hambatan pada sekresi hormon FSH dan LH yang memiliki pengaruh
besar terhadap ovulasi. Hambatan ini dapat terjadi karena adanya tumor kranial,
stress, dan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan terjadinya disfungsi
hipothalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi kedua hormon ini, maka
folicle mengalami hambatan untuk matang dan berakhir pada gengguan ovulasi.
c. Kegagalan implantasi
Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami kegagalan dalam
mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi pembuahan, proses
nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik. Akiatnya fetus tidak dapat
berkembang dan terjadilah abortus.
d. Endometriosis
Endometriosis bisa menyebabkan INFERTILITAS karena berbagai keadaan
berikut :
Parameter Hormonal Dibandingkan dengan siklus normal, fase folikular
penderita endometriosis lebih singkat, kadar estradiol lebih rendah, dan nilai
puncak produksi LH (LH surge) berkurang. Folikel yang terbentuk pada saat
LH surge cenderung berukuran lebih kecil.
Luteinized Unruptured Follicle Syndrome (LUF) LUF adalah kegagalan
pelepasan sel telur dari ovarium.
Pengaruh Peritoneal Pada penderita endometriosis ditemukan peningkatan
jumlah dan aktivitas cairan peritoneum dan makrofag peritoneum.
Sistem Kekebalan Endometriosis mempengaruhi sistem kekebalan dan secara
langsung bisa mengakibatkan infertilitas.
Produksi Prostaglandin Prostaglandin diduga dihasilkan oleh sel-sel
endometriosis muda, menyebabkan spasme atau

29
kontraksi otot. Akibat pengaruh prostaglandin, tuba menjadi kaku dan tidak
dapat mengambil sel telur yang dihasilkan ovarium serta terjadi penolakan
perlekatan janin dalam rahim. Selain itu gerakan sperma juga berkurang
sehingga mempengaruhi kemampuannya menembus sel telur.
e. Abrasi genetis
f. Faktor immunologis
Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu
memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat
menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.
g. Lingkungan
Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas ananstesi, zat kimia, dan
pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh termasuk organ
reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan.
B. Pada pria
a. Bentuk dan gerakan sperma yang tidak sempurna
Sperma harus berbentuk sempurna serta dapat bergerak cepat dan akurat menuju
ke telur agar dapat terjadi pembuahan. Bila bentuk dan struktur (morfologi)
sperma tidak normal atau gerakannya (motilitas) tidak sempurna sperma tidak
dapat mencapai atau menembus sel telur.
b. Konsentrasi sperma rendah
Konsentrasi sperma yang normal adalah 20 juta sperma/ml semen atau lebih. Bila
10 juta/ml atau kurang maka menujukkan konsentrasi yang rendah (kurang subur).
Hitungan 40 juta sperma/ml atau lebih berarti sangat subur. Jarang sekali ada pria
yang sama sekali tidak memproduksi sperma. Kurangnya konsentrasi sperma ini
dapat disebabkan oleh testis yang kepanasan (misalnya karena selalu memakai
celana ketat), terlalu sering berejakulasi (hiperseks), merokok, alkohol dan
kelelahan.
c. Tidak ada semen
Semen adalah cairan yang mengantarkan sperma dari penis menuju vagina. Bila
tidak ada semen maka sperma tidak terangkut (tidak ada ejakulasi). Kondisi ini
biasanya disebabkan penyakit atau kecelakaan yang memengaruhi tulang
belakang.

30
d. Varikosel (varicocele)
Varikosel adalah varises atau pelebaran pembuluh darah vena yang berhubungan
dengan testis. Sebagaimana diketahui, testis adalah tempat produksi dan
penyimpanan sperma. Varises yang disebabkan kerusakan pada sistem katup
pembuluh darah tersebut membuat pembuluh darah melebar dan mengumpulkan
darah. Akibatnya, fungsi testis memproduksi dan menyalurkan sperma terganggu.
e. Testis tidak turun
Testis gagal turun adalah kelainan bawaan sejak lahir, terjadi saat salah satu atau
kedua buah pelir tetap berada di perut dan tidak turun ke kantong scrotum. Karena
suhu yang lebih tinggi dibandingkan suhu pada scrotum, produksi sperma
mungkin terganggu.
f. Kekurangan hormon testosteron
Kekurangan hormon ini dapat mempengaruhi kemampuan testis dalam
memproduksi sperma.
g. Kelainan genetik
Dalam kelainan genetik yang disebut sindroma Klinefelter, seorang pria memiliki
dua kromosom X dan satu kromosom Y, bukannya satu X dan satu Y. Hal ini
menyebabkan pertumbuhan abnormal pada testis sehingga sedikit atau sama sekali
tidak memproduksi sperma.
h. Infeksi
Infeksi dapat memengaruhi motilitas sperma untuk sementara. Penyakit menular
seksual seperti klamidia dan gonore sering menyebabkan infertilitas karena
menyebabkan skar yang memblokir jalannya sperma.
i. Masalah seksual
Masalah seksual dapat menyebabkan infertilitas, misalnya disfungsi ereksi,
ejakulasi prematur, sakit saat berhubungan (disparunia). Demikian juga dengan
penggunaan minyak atau pelumas tertentu yang bersifat toksik terhadap sperma.
j. Ejakulasi balik
Hal ini terjadi ketika semen yang dikeluarkan justru berbalik masuk ke kantung
kemih, bukannya keluar melalui penis saat terjadi ejakulasi. Ada beberapa kondisi
yang dapat menyebabkannya, di antaranya adalah diabetes, pembedahan di kemih,
prostat atau uretra, dan pengaruh obat-obatan tertentu.

31
k. Sumbatan di epididimis atau saluran ejakulasi
Beberapa pria terlahir dengan sumbatan di daerah testis yang berisi sperma
(epididimis) atau saluran ejakulasi. Beberapa pria tidak memiliki pembuluh yang
membawa sperma dari testis ke lubang penis.
l. Lubang kencing yang salah tempat (Hypo-epispadia)
Kelainan bawaan ini terjadi saat lubang kencing berada di bagian bawah penis.
Bila tidak dioperasi maka sperma dapat kesulitan mencapai serviks.
m. Antibodi pembunuh sperma
Antibodi yang membunuh atau melemahkan sperma biasanya terjadi setelah pria
menjalani vasektomi. Keberadaan antibodi ini menyulitkannya mendapatkan anak
kembali saat vasektomi dicabut.
n. Cystic fibrosis
Cystic fibrosis adalah penyakit bawaan yang menyebabkan masalah dalam sistem
pernafasan dan pencernaan. Beberapa pria penderita penyakit ini tidak dapat
mengeluarkan sperma dari testis mereka, meskipun sperma tersedia dalam jumlah
yang cukup.
o. Kanker Testis
Kanker testis berpengaruh langsung terhadap kemampuan testis memproduksi dan
menyimpan sperma. Penyakit ini paling sering terjadi pada pria usia 18 32
tahun.
A. Penyebab pada suami dan istri :
1. Gangguan pada hubungan seksual.Kesalahan teknik sanggama dapat
menyebabkan penetrasi tak sempurna ke vagina, impotensi, ejakulasi prekoks,
vaginismus, kegagalan ejakulasi, dan kelainan anatomik seperti hipospadia,
epispadia, penyakit Peyronie.
2. Faktor psikologis antara kedua pasangan (suami dan istri).
a. Masalah tertekan karena sosial ekonomi belum stabil
b. Masalah dalam pendidikan
c. Emosi karena didahului orang lain hamil

5.4. Apa epidemiologi pada kasus?


Secara umum, diperkirakan satu dari tujuh pasangan di dunia bermasalah dalam hal
kehamilan.

32
Di Indonesia, angka kejadian perempuan infertil primer 15% pada usia 30-34 tahun,
meningkat 30% pada usia 35-39 tahun dan 64% pada usia 40-44 tahun.
Berdasar survei kesehatan rumah tangga tahun 1996, diperkirakan ada 3,5 juta
pasangan (7 juta orang) yang infertil. Mereka disebut infertil telah meningkat
mencapai15-20 persen dari sekitar 50 juta pasangan di Indonesia.
Penyebab infertilitas sebanyak 40% berasal dari pria, 40% dari wanita, 10% dari pria
dan wanita dan 10% tidak diketahui

5.5. Apa patofisiologi pada kasus?


Wanita
Beberapa penyebab dari gangguan infertilitas dari wanita diantaranya gangguan stimulasi
hipofisis hipotalamus yang mengakibatkan pembentukan FSH dan LH tidak adekuat sehingga
terjadi gangguan dalam pembentukan folikel di ovarium. Penyebab lain yaitu radiasi dan
toksik yng mengakibatkan gangguan pada ovulasi. Gangguan bentuk anatomi sistem
reproduksi juga penyebab mayor dari infertilitas, diantaranya cidera tuba dan perlekatan tuba
sehingga ovum tidak dapat lewat dan tidak terjadi fertilisasi dari ovum dan sperma. Kelainan
bentuk uterus menyebabkan hasil konsepsi tidak berkembang normal walapun sebelumnya
terjadi fertilisasi. Abnormalitas ovarium, mempengaruhi pembentukan folikel. Abnormalitas
servik mempegaruhi proses pemasukan sperma. Faktor lain yang mempengaruhi infertilitas
adalah aberasi genetik yang menyebabkan kromosom seks tidak lengkap sehingga organ
genitalia tidak berkembang dengan baik.
Beberapa infeksi menyebabkan infertilitas dengan melibatkan reaksi imun sehingga terjadi
gangguan interaksi sperma sehingga sperma tidak bisa bertahan, infeksi juga menyebebkan
inflamasi berlanjut perlekatan yang pada akhirnya menimbulkan gangguan implantasi zigot
yang berujung pada abortus.

b. Pria
Abnormalitas androgen dan testosteron diawali dengan disfungsi hipotalamus dan hipofisis
yang mengakibatkan kelainan status fungsional testis. Gaya hidup memberikan peran yang
besar dalam mempengaruhi infertilitas diantaranya merokok, penggunaan obat-obatan dan zat
adiktif yang berdampak pada abnormalitas sperma dan penurunan libido. Konsumsi alkohol
mempengaruhi masalah ereksi yang mengakibatkan berkurangnya pancaran sperma. Suhu
disekitar areal testis juga mempengaruhi abnormalitas spermatogenesis. Terjadinya ejakulasi

33
retrograt misalnya akibat pembedahan sehingga menyebebkan sperma masuk ke vesika
urinaria yang mengakibatkan komposisi sperma terganggu.
Kemampuan seorang pria memberikan keturunan tergantung pada kualitas spermatozoa yang
dihasilkan oleh testis melalui proses spermatogenesis dan kemampuan organ reproduksinya
untuk menghantarkan sperma bertemu dengan ovum (Nasution,1999). Proses
spermatogenesis didalam tubuli seminiferi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain,
faktor hormonal, faktor penghambatan fungsi epididimis, faktor radiasi, dan faktor suhu.
Spermatogenesis akan terganggu atau terhambat apabila terjadi peningkatan suhu testis
beberapa derajat saja dari temperatur normal testis, yaitu 35C (Nasution n Matondang,
1984). Dampak yang sama dapat ditemukan pada rutinitas dan aktivitas sehari-hari dimana
terjadi peningkatan panas dari lingkungan seperti: pemakaian celana dalam yang ketat, mandi
air panas (sauna), dan pekerjaan yang mengharuskan duduk lama selama berjam jam (
misalnya supir).
Panas sebagai bentuk stres fisik seperti halnya dingin, radiasi, getaran, bising dan psikologis
mengaktifkan respon senteral dan perifer pada sistem endokrin syaraf otonom sebagai bentuk
reaksi adaptasi. Aktivasi sistem endokrin yaitu sumbu Hipotalamus-Hipofise-Adrenal (HHA)
melibatkan pengeluaran neurohormon CRH (Corticotropin Releasing hormone).
Peningkatan CRH yang menimbulkan penurunan GnRH menyebabkan penurunan produksi
FSH (Folikel Stimulating Hormon) dan LH oleh adenohipofisis maka terjadi gangguan pada
sumbu HHT, berupa penurunan LH, FSH dan testosteron jelas mengganggu kualitas
spermatozoa.
Disamping itu peningkatan suhu akan mengakibatkan gangguan fungsi epididimis dalam
pematangan spermatozoa termasuk dalam memberikan pasokan bahan makanan terutama
glukosa sebagai substrat untuk metabolisme spermatozoa. Aktivitas maksimum untuk
sebagian besar enzim manusia berlangsung sekitar suhu 37 C karena pada suhu yang lebih
tinggi terjadi denaturasi (hilangnya struktur skunder dan tertier) (Marks n Smith, 1996).
Baik denaturasi enzim spermatozoa maupun gangguan pasokan glukosa sehingga
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas spermatozoa termasuk viabilitas spermatozoa
dan akan terbentuknya spermatozoa yang abnormal.

5.6. Apa manifestasi klinik pada kasus?


- Volume semen 4,5 ml
- Konsentrasi sperma 0,1x106/ml = oligospermia
34
- Motilitas 22% forward progression, 15 % rapid forward progression =
asthenozoospermia
- Morfologi normal 5 %
- Ketidakmampuan pasangan untuk mendapatkan kehamilan adalah gejala utama
infertilitas. Selain itu, tidak terdapat gejala yang lebih jelas atau khas.

5.7. Apa tatalaksana pada kasus?


Penangan infertilitas pada prinsipnya didasarkan atas 2 hal yaitu:
1. Mengatasi faktor penyebab/etiologi
2. Meningkatkan peluang untuk hamil, seperti inseminasi dan fertilisasi invitro.

Terapi hormon. Hipofisismelepaskan hormon godadotropin yang memicu testis untuk


menghasilakan sperma. Pada sejumlah kasus, gangguan kesuburan pada pria
disebabkan oleh rendahnya kadar gonadotropin. Pemberian hormon ini dapat memicu
produksi sperma.
Inseminasi buatan suami (AIH), inseminasi buatan dengan menggunakan sperma
suami. Cairan semen dikumpulkan, dicuci, dan di pekatkan kemudia di masukkan
dengan menggunakan peralatan khusus ke dalam vagiana servik uterus atau ke
tuba falopii. Dapat dilakukan pada keadaaan-keadaan: gangguan transpor sperma ke
dalam vagiana seperti pada impotensi, ejakulasi retrogrid, hipospadia/epispadia;
kualitan dan kuantitas spermatozoa terganggu; gangguan penetrasi spermatozoa ke
kanali servikalis.
Teknologi kedokteran yang membantu pasangan infertil untuk berhasil hamil dan
melahirkan anak sercara umum disebut Teknologi Reproduksi Dibandu (Assisted
Reproductive Technology = ART). Pada dasarnya teknologi ini tidak memperbaiki
kesuburan, teknologi ini langsung menerobos menuju pada masalah keinginan
menjadi hamil dan mempunyai anak, tanpa mencoba memperbaiki kesuburan yang
terganggu. Bebrapa cara ART telah dicoba dan diterapkan untuk menangani kasus
infertilitas, yiitu in vitro fertilization embryo transfer (IVT ET), yang secara
populer disebut bayi tabung.
Kadangkala semen mengandung sperma dalam jumlah yang amat sedikit sehingga
sulit untuk melakukan tindakan IVT. Pada kasus seperti ini, tidakan intra
cytoplasmic sperm injection dapat digunakan. Sel telut diambil dari ovarium dan satu

35
per satu disuntikan dengan satu buah sperma. Sel telur yang dapat dibuahi kemudian
dimasukkan ke dalam rahim.

Tenaga pemberi pelayanan:


1. Tingkat 1: dokter umum
2. Tingkat 2:
a. Spesialis obstetric dan ginekologi
b. Spesialis andrologi
c. Spesialis urologi
3. Tingkat 3: subspesialis endokrinologi reproduksi dan infertilitas
Indikasi kasus infertilitas yang harus ditangani pada masing-masing tingkat pelayanan:

Penanganan yang dapatdilakukan :

5.8. Apa pencegahan dan edukasi pada kasus?


Pria:
Hindari kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol yang berlebihan
Jangan terlalu sering berendam air panas atau bersauna, karena suhu tinggi bisa
mempengaruhi produksi dan gerakan sperma, meskipun bersifat sementara.

36
Cegah penyakit menular seksual
Jangan memakai pakaian dalam yang terlalu ketat
Hindari penggunaan steroid anabolik (untuk body building atau olahraga lainnya)
produksi sperma terganggu.
Hindari bahan-bahan kimia seperti pestisida, logam berat, bahan toksik, dan radiasi karena
bisa mempengaruhi kualitas dan kuantitas sperma.

Wanita:
Olahraga secara teratur
Jaga berat badan (kelebihan atau kekurangan berat badan bisa mempengaruhi produksi
hormone reproduksi)
Hindari rokok dan alkohol
Batasi konsumsi kafein dan pemakaian obat-obatan tertentu.

5.9. Apa Komplikasi pada kasus?


Ketidakmampuan untuk memiliki bayi
Tekanan emosional. Depresi, kecemasan, dan masalah pernikahan mungkin terjadi.

5.10. Apa prognosis pada kasus?

37
Menurut Behman dan Kistner, prognosis terjadinya kehamilan pada pasangan infertilitas
tergantung pada umur suami, umur istri, dan lamanya dihadapkan pada kemungkinan
kehamilan (frekuensi senggama dan lamanya perkawinan).
Fertilitas maksimal wanita dicapai pada umur 24 tahun, sementara fertilitas maksimal pria
dicapai pada umur 24 hingga 25 tahun.pengelolaan mutahir terhadap pasangan infertile dapat
membawa kehamilan kepada lebih dari 50% pasangan, walaupun masih selalu ada 10-20%
pasangan yang belum diketahui etiologinya. Separuhnya lagi terpaksa harus hidup tanpa
anak, atau memperoleh anak dengan jalan lain, umpamanya dengan inseminasi buatan donor,
atau mengangkat anak (adopsi).

5.11. Apa SKDI pada kasus?


Infertilitas pria : 3A
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang
paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

V. Learning Issue
1. Anatomi dan fisiologi alat reproduksi wanita
2. Anatomi dan fisiologi alat reproduksi laki-laki
3. Infertilitas
4. Analisis sperma

VI. Hipotesis
Ny. Lina (29 tahun) dan suaminya (32 tahun) mengalami kesulitan mendapatkan keturunan
dikarenakan suaminya mengalami infertilitas primer.

38
VII. Kerangka Konsep

Faktor risiko Mrs. Lina (29 Faktor risiko


pada istri tidak tahun) dan pada suami tidak
ada (-) suami (32 tahun) ada (-)

Etiologi idiopatik

Analisis sperma
suami

Oligospermia astenozoospermia

Infertilitas
Primer

VIII. Kesimpulan
Ny. Lina (29 tahun) dan suaminya (32 tahun) mengalami kesulitan mendapatkan keturunan
dikarenakansuaminya mengalami infertilitas primer.

39
IX. Sintesis
1. Anatomi dan fisiologi alat reproduksi wanita
a. Anatomi
Alat reproduksi wanita berada di bagian tubuh seorang wanita yang disebut
panggul. Secara anatomi nilai reproduksi wanita dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
bagian yang terlihat dari luar ( genitalia eksterna ) dan bagian yang berada di dalam
panggul ( genitalia interna ). Genitalia eksterna meliputi bagian yang disebut
kemaluan ( vulva ) dan liang sanggama ( vagina ).Genetika interna terdiri dari rahim
( uterus ), saluran telur ( tuba ), dan indung telur ( avarium ). Pada vulva terdapat
bagian yang menonjol yang di dalamnya terdiri dari tulang kemaluan yang ditutupi
jaringan lemak yang tebal. Pada saat pubertas bagian kulitnya akan ditumbuhi
rambut. Lubang kemaluan ditutupi oleh selaput tipis yang biasanya berlubang sebesar
ujung jari yang disebut selaput dara ( hymen ). Di belakang bibir vulva terdapat
kelenjar-kelenjar yang mengeluarkan cairan. Di ujung atas bibir terdapat bagian yang
disebut clitoris, merupakan bagian yang mengandung banyak urat-urat syaraf. Di
bawah clitoris agak kedalam terdapat lubang kecil yang merupakan lubang saluran
air seni ( urethra ). Agak ke bawah lagi terdapat vagina yang merupakan saluran
dengan dinding elastis, tidak kaku seperti dinding pipa. Saluran ini menghubungkan
vulva dengan mulut rahim. Mulut rahim terdapat pada bagian yang disebut leher
rahim ( cervrz ), yaitu bagian ujung rahim yang menyempit. Rahim berbentuk seperti
buah pir gepeng, berukuran panjang B-9 cm. Letaknya terdapat di belakang kandung
kencing dan di depan saluran pelepasan. Dindingnya terdiri dari dua lapisan Mot
yang teranyam saing metintang. Lapisan dinding rahim yang terdalam disebut
endometrium, merupakan lapisan setaput kndir. tvtutai dari ujung atas kanan kiri
rahim terdapat saluran telur yang ujungnya berdekatan dengan indung telur kiri dan
kanan. lndung tekur berukuran 2,5x1,5x0,6 cm, mengandung sel-sel telur ( ovum )
yang jumtahnya lebih kurang 200.000-400.000 butir. Otot-otot panggul dan jaringan
ikat disekitarnya menyangga alat-alat reproduksi, kandung kencing dan saluran
peiepasan sehingga alat-alat itu tetap berada pada tempatnya.

40
b. Fisiologi
Berdasarkan fungsinya (fisiologinya), alat reproduksi wanita mempunyai 3
fungsi, yaitu:
Fungsi Seksual
Alat yang berperan adalah vulva clan vagina. Ketenjar pada vulva yang dapat
mengeluarkan cairan, berguna sebagai pefumas pada saat sanggama. Selain itu
vulva clan vagina juga berfungsi sebagai jalan lahir.

Fungsi Hormonal
Yang disebut fungsi hormonal ialah peran indung telur dan rahim didalam
memperlahankan ciri kewanitaan clan pengaturan haid. Perubahan-perubahan fisik
dan psikis yang terjadi sepanjang kehidupan seorang wanita erat hubungannya
dengan fungsi indung telur yangmenghasilican hormon-harmon wanita yaitu
estrogen dan progesteron. Datam masa kanak-kanak indung telur belum
menunaikan fungsinya dengan baik. Indung teiur mulai berfungsi, yaitu kurang
lebih pada usia 9 tahun, mulailah ia secara produktif menghasilkan hormon-
hormon wanita. Hormon-hormon ini mengadakan interaksi dengan hormon-
hormon yang dihasilkan kelenjar-kelenjar di otak. Akibatnya terjadilah perubahan-
perubahan fisik pada Wanita. Paling awal terjadi pertumbuhan payudara, kemudian
terjadi pertumbuhan rambut kemaluan disusul rambut-rambut di ketiak.

41
Selanjutnya terjadilah haid yang pertama kali, disebut menarche, yaitu sekitar usia
10-16 tahun. Mula-mula haid datang tidak teratur, selanjutnya timbul secara
teratur. Sejak saat inilah seorang wanita masuk kedalam masa reproduksinya yang
berlangsung kurang lebih 30 tahun. Pertumbuhan badan menjelang menarche dari 1
sampai 3 tahun setelah menarche bertangsung dengan cepat, saat ini disebut masa
pubertas. Setelah masa reproduksi wanita masuk kedalam masa kllmakterium yaitu
masa yang menunjukan fungsi indung telur yang mutai berkurang. Mula-mula haid
menjadi sedikit, kemudian datang 1-2 bulan sekali atau tidak teratur dan akhirnya
berhenti sama sekali. Bila keadaan ini berlangsung 1 tahun, maka dikatakan wanita
mengalami menopause. Menurunnya fungsi indung telur ini sering disertai gejala-
gejala panas, berkeringat, jantung berdebar, gangguan psikis yaitu emosi yang
labil. Pada saat ini terjadi pengecilan alat-alat reproduksi dan kerapuhan tulang.

Menstruasi atau haid yang terjadi secara siklus, 24-36 hari sekali, timbul
karena penganuh-pengaruh hormon yang berinteraksi terhadap selaput lendir rahim
(endometrium). Lapisan tersebut berbeda ketebalannya dari hari kehari, paling
tebal terjadi pada saat masa subur, yang mana endometrium dipersiapkan untuk
kehamilan. Bila kehamilan tidak terjadi, lapisan ini mengelupas dan terbuang
berupa darah haid. Biasanya haid berlangsung 2- 8 hari dan jumlahnya kurang
lebih 30-80 cc. Sesaat setelah darah haid habis, lapisan tersebut mulai tumbuh
kembali, mula-mula tipis kemudian bertambah tebal untuk kemudian mengelupas
lagi berupa darah haid. Menjelang haid dan beberapa hari saat haid wanita sering
mengeluh lelah, mudah tersinggung, pusing, nafsu makan berkurang, buah dada
tegang, mual dan sakit perut bagian bawah. Kebanyakan wanita menyadari adanya
keluhan ini dan tidak mengganggu aktivitasnya, tetapi beberapa wanita merasakan
keluhan ini berlebihan. Berat ringannya keluhan ini, sesungguhnya tergantung dari
latar belakang psikologis dan keadaan emosi pada saat haid.

Fungsi Reproduksi
Tugas reproduksi dilakukan oleh indung telur, saluran telur dan rahim. Sel
telur yang setiap bulannya dikeluarkan dari kantung telur pada saat masa subur
akan masuk kedalam saluran telur untuk kemudian bertemu dan menyatu dengan
sel benih pria ( spermatozoa ) membentuk organisme baru yang disebut Zygote,
pada saat inilah ditentukan jenis kelamin janin dan sifat -sifat genetiknya.

42
Selanjutnya zygote akan terus berjalan sepanjang saluran telur dan masuk kedalam
rahim. Biasanya pada bagian atas rahim zygote akan menanamkan diri dan
berkembang menjadi mudigah. Mudlgah selanjutnya tumbuh dan berkembang
sebagai janin yang kemudian akan lahir pada umur kehamilan eukup bulan. Masa
subur pada siklus haid 28 hari, terjadi sekitar hari ke empat belas dari hari pertama
haid. Umur sel telur sejak dikeluarkan dari indung telur hanya berumur 24 jam,
sedangkan sel benih pria berumur kurang lebih 3 hari.

2. Anatomi dan fisiologi alat reproduksi laki-laki

A. ANATOMI
Organ seks eksterna
Penis : alat untuk melakukan persetubuhan pada laki-laki.
Skrotum : struktur yang tertutup kulit tempat bergantungnya penis
Organ seks interna
Testis : memproduksi spermatozoa dan testosterone.
Saluran Reproduksi
Epididimis : saluran panjang berkelok yang menjadi penghubung antara testis
dengan
vas deferens dan tempat penyimpanan sperma sementara hingga
menjadi
matang.
Vas deferens : saluran lanjutan epididimis untuk mengangkut sperma dari epididimis
ke
uretra.
Ductus ejaculatorius : saluran penghubung vas deferens dan uretra yang berjalan
menuju
prostate.
Uretra : saluran akhir dari saluran reproduksi untuk menyalurkan sperma dan
urin
keluar tubuh.

Kelenjar Kelamin

43
Vesikula seminalis : mensekresi cairan cadangan makanan bagi sperma berupa
fruktosa dan bahan lain (kental dan kekuningan).
Kelenjar prostate : penghasil getah yang dialirkan ke saluran sperma.
Kelenjar cowper : penghasil getah sebelum ejakulasi untuk melumasi penis agar
mudah masuk ke vagina.

Struktur
Testis adalah genitalia pria yang terletak di skrotum, ukuran testis pada orang
dewasa adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan volume 15 25 ml berbentuk avoid. Kedua buah
testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis.Di luar tunika
albuginea terdapat tunika vagainalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis serta
tunika dortos.Secara histologis, testis terdiri atas 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas
tubuli seminiferi.Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogonia dan sel
sertoli.Sedang di antara tubuli seminferi terdapat sel-sel leydig. Sel-sel spermatogonium
pada proses spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel sertoli berfungsi memberi
makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel kydig atau disebut sel-sel interstisial testis
berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron.Sel-sel spermatozoa yang diproduksi
di tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan/maturasi di epididimis.
Epididimis adalah organ yang berbentuk seperti sosis terdiri atas kaput, korpus dan
kaudo epididimis korpus epididimis dihubungkan dengan testis melalui duktuli
eferentes.Vaskularisasi epididimis berasal dari arteri testikularis dan arteri
deferensialis.Di sebelah kaudal epididimis berhubungan dengan vasa deferens.
Vas Deferens adalah organ berbentuk tabung kecil dan panjangnya 30 35 cm, dan
berakhir pada duktus ejakulatorius di uretra posterior. Dalam perjalanannya menuju
duktus ejakularius, duktus deferens dibagi dalam beberapa bagian, yaitu (1) pars tunika
vaginalis, (2) pars skrotalis, (3) pars inguinlais, (4) pars palvileum dan (5) pars
ampularis.Setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari
epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Vesikula
seminalis serta cairan prostat membentuk cairan semen atau manis.
Vesikula seminalis terletak di dasar buli-buli dan di sebelah kranial dari kelenjar
prostat panjangnya kurang lebih 6 cm berbentuk sakula-sakula.Vesikula seminalis
menghasilkan cairan yang merupakan bagian dari semen.Cairan ini diantaranya adalah
fruktosa, berfungsi dalam memberi nutrisi pada sperma.Bersama-sama dengan vas
deferens, vesikula seminalis bermuara di dalam duktus ejakularius.

44
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di bawah kandung kencing, di atas
diafragma urogenitale dan meliputi bagian pertama uretra. Terdiri atas 2 lobus lateral dan
1 lobus medial. Salurannya dilapisi oleh epitel torak dan bermuara pada uretra pars
prostatika.

B. FISIOLOGI
Gametogenesis dan ejakulasi
Testis mendapatkan darah dari berbagai cabang arteri yaitu arteri spermatika interna
yang merupakan cabang dari aorta, arteri deferensialis cadang dari arteri epigastika.Testis
taut kedap (tight junction) antara sel sertoli berdekatan lamina basalis membentuk sawar
darah testis yang mencegah protein dan molekul besar lain berjalan dari jaringan interstisial
dan bagian lumen tubulus (ruangan basal) ke daerah dekat lumen tubulus (ruangan adluminal)
dan lumen.
Spermatogenesis (sel benih primitif dekat lamina basalis tubulus seminiferi) matang
ke spermatosit primer. Proses ini dimulai selama adolesen. Spermatosit primer mengalami
pembelahan miosis yang mengurangi spermatosit sekunder dan kemudian ke spermatoid yang
mengandung jumlah haploid 73 kromosom.
Spermatogenesis memerlukan suhu yang jauh lebih rendah dibandingkan interior
badan. Testis normalnya dipertahankan pada suhu sekitar 32 C.Cairan yang diejakulasikan
pada waktu orgasme (semen) mengandung sperma serta sekresi vesikulo seminalis, prostat,
glandula cowper dan mungkin glandula urethra. Volume rata-rata per ejakulasi 2,5 3,5 ml
setelah beberapa hari pantang. Walau iahanya mengambil 1 sperma untuk memfertilisasi
ovum, namun normalnya sekitar 100 juta sperma per mililiter semen.
Ejakulasi merupakan refleks spinalis 2 bagian yang melibatkan emisi (gerakan semen
ke dalam urethra) dan ejakulasi yang sebenarnya dorongan semen keluar urethra pada waktu
orgasme.Ereksi dimulai dari penglihatan atau dari bau yang dapat menyebabkan dilatasi
arteriola penis akibat rangsangan dari hipotalamus yang menyebabkan jaringan eriktil penis
terisi dengan darah, maka vena tertekan, yang menyumbat aliran keluar dan menambah turgor
organ ini. Pusat terpadu di dalam pars lumbalis medula spinalis diaktivasi oleh impuls dalam
aferen dari genetalia dan traktus desendens yang memperantarai ereksi dalam respon terhadap
rangsangan psikis erotik.Serabut parasimpatis eferen terletak dalam nervus splanchnicus
pelvis (nervi erigentes).Serabut yang mungkin mengandung asetikolin dan VIP sebagai
konstransmiter, serta pelepasan keduanya menimbulkan vasodilatasi dalam kasus apapun,
suntikan VIP lokal menimbulkan ereksi.Impuls vasokontriktor ke arteriola mengakhiri ereksi.

45
Fungsi Endokrin Testis
Kimiawi dan biosintesis testosteron (hormon utama testis) merupakan steorid C19
dengan suatu gugusan OH pada posisi 17, ia disintesis dari kolesterol dlam sel
lydig.Kecepatan sekresi testosteron 4 9 mg/hari (13,9 31,2 n mol/hari) dalam pria dewasa
normal.Sejumlah kecil testosteron yang disekresi dalam wanita, mungkin dari ovarium, tetapi
mungkin dari adrenalis juga.
Transpor dan metabolisme, sembilan puluh persen testosteron dalam plasma terikat ke
protein, 40% diikat ke b-globulin yang dinamakan globulin pengikat steroid gonad (GBG :
Gonad Steroid dinding globulin) atau globulin pengikat steroid seks, 40 % ke albumin dan
17% ke protein lain.Disamping kerjanya selama perkembangan testosteron dan androgen lain
menimbulkan efek umpan balik inhibisi atas sekresi LH hypothesis. Perkembangan dan
pemeliharaan sifat seks sekunder pria serta menimbulkan efek peningkatan pertumbuhan,
anabolik protein yang penting.Perubahan luas dalam distribusi rambut, konfigurasi tubuh dan
ukuran genitalia yang berkembang pada anak laki-laki pada pubertas tidak hanya prostat dan
vesicula seminalis membesar tetapi vesicula seminalis mulai mensekresi fruktosa.Efek
anabolik androgen meningkatkan sintesis dan menurunkan pemecahan protein, yang
menyebabkan peningkatan dalam kecepatan pertumbuhan.Mekanisme kerja seperti steroid
lain testosteron terikat ke reseptor intra sel dan kemudian kompleks reseptor, steroid terikat
ke DNA di dalam hati, yang memfasilitasi transkripsi berbagai gen.Produksi estrogen testis
70 % estradiol dalam plasma prima dewasa dibentuk oleh aromatisasi testosteron dan
androstinedion yang bersirkulasi.
Kendali fungsi Testis
FSH bersifat tropik bagi sel sertoli serta FSH dan androgen mempertahankan fungsi
gametogenik testis.FSH juga merangsang sekresi protein pengikat androgen dan inhibin.
Testosteron mengurangi LH plasma, tetapi kecuali dalam dosis besar, ia tidak berefek atas
FSH plasma.Umpan balik steroid, hipotesis kerja saat ini tentang cara fungsi testis diregulasi
dipertahankan, kastrasi diikuti oleh peningkatan dalam isi hypophysis serta sekresi FSH dan
LH, serta lesi hypothalamus mencegah peningkatan ini.Testosteron menghambat sekresi LH
dengan bekerja langsung atas lobus anterior hypophysis dan menghambat sekresi LHRH dari
hypothalamus.

3. Infertilitas

A. Pengertian
46
Infertilitas di defenisikan sebagai ketidakmampuan pasangan untuk mencapai kehamilan
setelah 1 tahun hubungan seksual tanpa pelindung (Keperawatan Medikal Bedah)
Infertilitas (pasangan mandul) adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu
tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetapi
belum memiliki anak. (Sarwono, 2000).
Infertilitas adalah pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis serta berusaha selama
satu tahun tetapi belum hamil.(Manuaba, 1998).Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk
hamil dalam waktu satu tahun.Infertilitas primer bila pasutri tidak pernah hamil dan
infertilitas sekunder bila istri pernah hamil.(Siswandi, 2006).Pasangan infertil adalah suatu
kesatuan hasil interaksi biologik yang tidak menghasilkan kehamilan dan kelahiran bayi
hidup.
B. Klasifikasi Infertilitas
Infertilitas terdiri dari 2 macam, yaitu :
1. Infertilitas primer yaitu jika perempuan belum berhasil hamil walaupun bersenggama
teratur dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan berturut-
turut.
2. Infertilitas sekunder yaitu Disebut infertilitas sekunder jika perempuan penah hamil,
akan tetapi kemudian tidak berhasil hamil lagi walaupun bersenggama teratur dan
dihadapkan kepada kemungkinan kehamilanselama 12 bulan berturut- turut.
C. Etiologi Infertilitas
1. Penyebab Infertilitas pada perempuan (Istri) :
Faktor penyakit
o Endometriosisadalah jaringan endometrium yang semestinya berada di lapisan
paling dalam rahim (lapisan endometrium) terletak dan tumbuh di tempat lain.
Endometriosis bisa terletak di lapisan tengah dinding rahim (lapisan
myometrium) yang disebut juga adenomyosis, atau bisa juga terletak di indung
telur, saluran telur, atau bahkan dalam rongga perut. Gejala umum penyakit
endometriosis adalah nyeri yang sangat pada daerah panggul terutama pada
saat haid dan berhubungan intim, serta -tentu saja-infertilitas.
o Infeksi Panggul adalah suatu kumpulan penyakit pada saluran reproduksi
wanita bagian atas, meliputi radang pada rahim, saluran telur, indung telur,
atau dinding dalam panggul. Gejala umum infeksi panggul adalah: nyeri pada
daerah pusar ke bawah (pada sisi kanan dan kiri), nyeri pada awal haid, mual,
nyeri saat berkemih, demam, dan keputihan dengan cairan yang kental atau

47
berbau. Infeksi panggul memburuk akibat haid, hubungan seksual, aktivitas
fisik yang berat, pemeriksaan panggul, dan pemasangan AKDR (alat
kontrasepsi dalam rahim, misalnya: spiral).
o Mioma Uteriadalah tumor (tumor jinak) atau pembesaran jaringan otot yang
ada di rahim. Tergantung dari lokasinya, mioma dapat terletak di lapisan luar,
lapisan tengah, atau lapisan dalam rahim. Biasanya mioma uteri yang sering
menimbulkan infertilitas adalah mioma uteri yang terletak di lapisan dalam
(lapisan endometrium). Mioma uteri biasanya tidak bergejala. Mioma aktif
saat wanita dalam usia reproduksi sehingga -saat menopause- mioma uteri
akan mengecil atau sembuh.
o Polip adalah suatu jaringan yang membesar dan menjulur yang biasanya
diakibatkan oleh mioma uteri yang membesar dan teremas-remas oleh
kontraksi rahim. Polip dapat menjulur keluar ke vagina. Polip menyebabkan
pertemuan sperma-sel telur dan lingkungan uterus terganggu, sehingga bakal
janin akan susah tumbuh.
o Kista adalah suatu kantong tertutup yang dilapisi oleh selaput (membran) yang
tumbuh tidak normal di rongga maupun struktur tubuh manusia.Terdapat
berbagai macam jenis kista, dan pengaruhnya yang berbeda terhadap
kesuburan. Hal penting lainnya adalah mengenai ukuran kista. Tidak semua
kista harus dioperasi mengingat ukuran juga menjadi standar untuk tindakan
operasi. Jenis kista yang paling sering menyebabkan infertilitas adalah
sindrom ovarium polikistik. Penyakit tersebut ditandai amenore (tidak haid),
hirsutism (pertumbuhan rambut yang berlebihan, dapat terdistribusi normal
maupun tidak normal), obesitas, infertilitas, dan pembesaran indung telur.
Penyakit ini disebabkan tidak seimbangnya hormon yang mempengaruhi
reproduksi wanita.
o Saluran telur yang tersumbat menyebabkan sperma tidak bisa bertemu dengan
sel telur sehingga pembuahan tidak terjadi alias tidak terjadi kehamilan.
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui saluran telur yang tersumbat
adalah dengan HSG (Hystero Salpingo Graphy), yaitu semacam pemeriksaan
rntgen (sinar X) untuk melihat rahim dan saluran telur.
o Kelainan pada sel telur dapat mengakibatkan infertilitas yang umumnya
merupakan manifestasi dari gangguan proses pelepasan sel telur (ovulasi).
Delapan puluh persen penyebab gangguan ovulasi adalah sindrom ovarium

48
polikistik. Gangguan ovulasi biasanya direfleksikan dengan gangguan haid.
Haid yang normal memiliki siklus antara 26-35 hari, dengan jumlah darah haid
80 cc dan lama haid antara 3-7 hari. Bila haid pada seorang wanita terjadi di
luar itu semua, maka sebaiknya beliau memeriksakan diri ke dokter.
Faktor fungsional
o Gangguan system hormonal wanita dan dapat di sertai kelainan bawaan
(immunologis)
Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu
memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat
menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.
o Gangguan pada pelepasan sel telur (ovulasi).Ovulasi atau proses pengeluaran
sel telur dari ovarium terganggu jika terjadi gangguan hormonal. Salah
satunya adalah polikistik. Gangguan ini diketahui sebagai salah satu penyebab
utama kegagalan proses ovulasi yang normal. Ovarium polikistik disebabkan
oleh kadar hormon androgen yang tinggi dalam darah. Kadar androgen yang
berlebihan ini mengganggu hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone)
dalam darah. Gangguan kadar hormon FSH ini akan mengkibatkan folikel sel
telur tidak bisa berkembang dengan baik, sehingga pada gilirannya ovulasi
juga akan terganggu.
o Gangguan pada leher rahim, uterus (rahim) dan Tuba fallopi (saluran telur)
Dalam keadaan normal, pada leher rahim terdapat lendir yang dapat
memperlancar perjalanan sperma. Jika produksi lendir terganggu, maka
perjalanan sperma akan terhambat. Sedangkan jika dalam rahim, yang
berperan adalah gerakan di dalam rahim yang mendorong sperma bertemu
dengan sel telur matang. Jika gerakan rahim terganggu, (akibat kekurangan
hormon prostaglandin) maka gerakan sperma melambat. Terakhir adalah
gangguan pada saluran telur. Di dalam saluran inilah sel telur bertemu dengan
sel sperma. Jika terjadi penyumbatan di dalam saluran telur, maka sperma
tidak bisa membuahi sel telur. Sumbatan tersebut biasanya disebabkan oleh
penyakit salpingitis, radang pada panggul (Pelvic Inflammatory Disease) atau
penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur klamidia.Kelainan pada uterus,
misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang mengganggu pertumbuhan
fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang menyebabkan terjadinya gangguan
suplai darah untuk perkembangan fetus dan akhirnya terjadi abortus

49
berulang.Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba
falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu.
o Gangguan implantasi hasil konsepsi dalam Rahim.Setelah sel telur dibuahi
oleh sperma dan seterusnya berkembang menjadi embrio, selanjutnya terjadi
proses nidasi (penempelan) pada endometrium. Perempuan yang memiliki
kadar hormon progesteron rendah, cenderung mengalami gangguan
pembuahan. Diduga hal ini disebabkan oleh antara lain karena struktur
jaringan endometrium tidak dapat menghasilkan hormon progesteron yang
memadai.
2. Penyebab pada laki-laki (suami).
Kelainan pada alat kelamin
o Hipospadia yaitu muara saluran kencing letaknya abnormal, antara lain pada
permukaan testis.
o Ejakulasi retrograd yaitu ejakulasi dimana air mani masuk kedalam kandung
kemih.
o Varikokel yaitu suatu keadaan dimana pembuluh darah menuju bauh zakar
terlalu besar, sehingga jumlah dan kemampuan gerak spermatozoa berkurang
yang berarti mengurangi kemampuannya untuk menimbulkan kehamilan.
o Testis tidak turun dapat terjadi karena testis atrofi sehingga tidak turun.
Kegagalan fungsional
o Kemampuan ereksi kurang.
o Kelainan pembentukan spermatozoa
o Gangguan pada sperma.
Gangguan di daerah sebelum testis (pretesticular). Gangguan biasanya terjadi pada
bagian otak, yaitu hipofisis yang bertugas mengeluarkan hormon FSH dan LH.
Kedua hormon tersebut mempengaruhi testis dalam menghasilkan hormon
testosteron, akibatnya produksi sperma dapat terganggu serta mempengaruhi
spermatogenesis dan keabnormalan semen Terapi yang bisa dilakukan untuk
peningkatan testosterone adalah dengan terapi hormon.
Gangguan di daerah testis (testicular). Kerja testis dapat terganggu bila terkena
trauma pukulan, gangguan fisik, atau infeksi. Bisa juga terjadi, selama pubertas
testis tidak berkembang dengan baik, sehingga produksi sperma menjadi
terganggu. Dalam proses produksi, testis sebagai pabrik sperma membutuhkan
suhu yang lebih dingin daripada suhu tubuh, yaitu 3435 C, sedangkan suhu

50
tubuh normal 36,537,5 C. Bila suhu tubuh terus-menerus naik 23 C saja,
proses pembentukan sperma dapat terganggu.
Gangguan di daerah setelah testis (posttesticular). Gangguan terjadi di saluran
sperma sehingga sperma tidak dapat disalurkan dengan lancar, biasanya karena
salurannya buntu. Penyebabnya bisa jadi bawaan sejak lahir, terkena infeksi
penyakit -seperti tuberkulosis (Tb)-, serta vasektomi yang memang disengaja.
Tidak adanya semen. Semen adalah cairan yang mengantarkan sperma dari penis
menuju vagina. Bila tidak ada semen maka sperma tidak terangkut (tidak ada
ejakulasi). Kondisi ini biasanya disebabkan penyakit atau? kecelakaan yang
memengaruhi tulang belakang.
Kurangnya hormon testosterone. Kekurangan hormon ini dapat mempengaruhi
kemampuan testis dalam memproduksi sperma.
3. Penyebab pada suami dan istri
Gangguan pada hubungan seksual.Kesalahan teknik sanggama dapat
menyebabkan penetrasi tak sempurna ke vagina, impotensi, ejakulasi prekoks,
vaginismus, kegagalan ejakulasi, dan kelainan anatomik seperti hipospadia,
epispadia, penyakit Peyronie.
Faktor psikologis antara kedua pasangan (suami dan istri).
o Masalah tertekan karena sosial ekonomi belum stabil
o Masalah dalam pendidikan
o Emosi karena didahului orang lain hamil
Manifestasi klinis.
o Belum ada tanda-tanda kehamilan meski sudah diupayakan terus menerus
o Adanya menstruasi terus menerus setelah diupayakan terus menerus.
D. Patofisiologi
a. Wanita
Beberapa penyebab dari gangguan infertilitas dari wanita diantaranya gangguan
stimulasi hipofisis hipotalamus yang mengakibatkan pembentukan FSH dan LH tidak
adekuat sehingga terjadi gangguan dalam pembentukan folikel di ovarium. Penyebab
lain yaitu radiasi dan toksik yng mengakibatkan gangguan pada ovulasi. Gangguan
bentuk anatomi sistem reproduksi juga penyebab mayor dari infertilitas, diantaranya
cidera tuba dan perlekatan tuba sehingga ovum tidak dapat lewat dan tidak terjadi
fertilisasi dari ovum dan sperma. Kelainan bentuk uterus menyebabkan hasil konsepsi
tidak berkembang normal walapun sebelumnya terjadi fertilisasi. Abnormalitas

51
ovarium, mempengaruhi pembentukan folikel. Abnormalitas servik mempegaruhi
proses pemasukan sperma. Faktor lain yang mempengaruhi infertilitas adalah aberasi
genetik yang menyebabkan kromosom seks tidak lengkap sehingga organ genitalia
tidak berkembang dengan baik.
Beberapa infeksi menyebabkan infertilitas dengan melibatkan reaksi imun sehingga
terjadi gangguan interaksi sperma sehingga sperma tidak bisa bertahan, infeksi juga
menyebebkan inflamasi berlanjut perlekatan yang pada akhirnya menimbulkan
gangguan implantasi zigot yang berujung pada abortus.
b. Pria
Abnormalitas androgen dan testosteron diawali dengan disfungsi hipotalamus dan
hipofisis yang mengakibatkan kelainan status fungsional testis. Gaya hidup
memberikan peran yang besar dalam mempengaruhi infertilitas dinataranya merokok,
penggunaan obat-obatan dan zat adiktif yang berdampak pada abnormalitas sperma
dan penurunan libido. Konsumsi alkohol mempengaruhi masalah ereksi yang
mengakibatkan berkurangnya pancaran sperma. Suhu disekitar areal testis juga
mempengaruhi abnormalitas spermatogenesis. Terjadinya ejakulasi retrograt misalnya
akibat pembedahan sehingga menyebebkan sperma masuk ke vesika urinaria yang
mengakibatkan komposisi sperma terganggu.

E. Manifestasi Klinis
1. Wanita
a. Terjadi kelainan system endokrin
b. Hipomenore dan amenore
c. Diikuti dengan perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat menunjukkan
masalah pada aksis ovarium hipotalamus hipofisis atau aberasi genetik
d. Wanita dengan sindrom turner biasanya pendek, memiliki payudara yang tidak
berkembang,dan gonatnya abnormal
e. Wanita infertil dapat memiliki uterus
f. Motilitas tuba dan ujung fimbrienya dapat menurun atau hilang akibat infeksi,
adhesi, atau tumor
g. Traktus reproduksi internal yang abnormal
2. Pria
a. Riwayat terpajan benda benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas,
radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi)

52
b. Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu
Riwayat infeksi genitorurinaria
c. Hipertiroidisme dan hipotiroid
d. Tumor hipofisis atau prolactinoma
e. Disfungsi ereksi berat
f. Ejakulasi retrograt
g. Hypo/epispadia
h. Mikropenis
i. Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha
j. Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma)
k. Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis )
l. Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)
m. Abnormalitas cairan semen
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan fisik
a. Hirsutisme diukur dengan skala Ferriman dan Gallway, jerawat
b. Pembesaran kel. Tiroid
c. Galaktorea
d. Inspeksi lendir serviks ditunjukkan dengan kualitas mucus
e. PDV untuk menunjukkan adanya tumor uterus / adneksa
2. Pemeriksaan penunjang
a. Analisis Sperma :
Jumlah > 20 juta/ml
Morfologi > 40 %
Motilitas > 60 %
b. Deteksi ovulasi :
Anamnesis siklus menstruasi, 90 % siklus menstrusi teratur :siklus ovulatoar
Peningkatan suhu badan basal, meningkat 0,6 - 1oC setelah ovulasi : Bifasik
Uji benang lendir serviks dan uji pakis, sesaat sebelum ovulasi : lendir serviks
encer, daya membenang lebih panjang, pembentukan gambaran daun pakis
dan terjadi Estradiol meningkat
c. Biopsi Endometrium

53
Beberapa hari menjelang haid , Endometrium fase sekresi : siklus ovulatoar,
Endometrium fase proliferasi/gambaran, Hiperplasia : siklus Anovulatoar
d. Hormonal: FSH, LH, E2, Progesteron, Prolaktin
e. USG transvaginal
Secara serial : adanya ovulasi dan perkiraan saat ovulasi
Ovulasi : ukuran folikel 18 - 24 m
f. Histerosalpinografi
1. Radiografi kavum uteri dan tuba dengan pemberian materi kontras. Disini dapat
dilihat kelainan uterus, distrosi rongga uterus dan tuba uteri, jaringan parut dan
adesi akibat proses radang. Dilakukan secara terjadwal. Menilai Faktor tuba :
lumen, mukosa, oklusi, perlengketan
2. Faktor uterus : kelainan kongenital (Hipoplasia, septum, bikornus, Duplex),
mioma, polip, adhesi intrauterin (sindroma asherman)
3. Dilakukan pada fase proliferasi : 3 hari setelah haid bersih dan sebelum perkiraan
ovulasi
4. Keterbatasan : tidak bisa menilai
5. Kelainan Dinding tuba : kaku, sklerotik
6. Fimbria : Fimosis fimbria
7. Perlengketan genitalia Int.
8. Endometriosis
9. Kista ovarium
10. Patensi tuba dapat dinilai :HSG, Hidrotubasi (Cairan), Pertubasi (gas CO2)
g. Pemeriksaan pelvis ultrasound
Untuk memvisualisasi jaringan pelvis, misalnya untuk identifikasi kelainan,
perkembangan dan maturitas folikuler, serta informasi kehamilan intra uterin.

h. Uji paska sanggama (UPS)


Syarat :Pemeriksaan Lendir serviks + 6 - 10 jam paska sanggama. Waktu sanggama
sekitarovulasi, bentuk lendir normal setelah kering terlihat seperti daun pakis.Menilai
:
Reseptifitas dan kemampuan sperma untuk hidup pada lendir serviks.
i. Laparoskopi :
Gambaran visualisasi genitalia interna secara internal menyuluruh. Menilai faktor :

54
1. Peritoneum/endometriosis
2. Perlengketan genitalia Interna
3. Tuba : patensi, dinding, fimbria
4. Uterus : mioma
5. Ovulasi : Stigma pada ovarium dan korpus luteum
Keterbatasan:
Tidak bisa menilai : Kelainan kavum uteri dan lumen tuba
Bersifat invasif dan operatif
G. Penatalaksanaan Medis
a. Medikasi
1. Obat stimulasi ovarium (Induksi ovulasi)
Klomifen sitrat
a. Meningkatkan pelepasan gonadotropin FSH & LH
b. Diberikan pd hari ke-5 siklus haid
c. 1 x 50 mg selama 5 hari
d. Ovulasi 5 - 10 hari setelah obat terakhir
e. Koitus 3 x seminggu atau berdasarkan USG transvaginal
f. Dosis bisa ditingkatkan menjadi 150 - 200 mg/hari
g. 3 - 4 siklus obat tidak ovulasi dengan tanda hCG 5000 - 10.000 IU
2. Epimestrol. Memicu pelepasan FSH dan LH, Hari ke 5 - 14 siklus haid, 5 - 10
mg/hari
3. Bromokriptin
Menghambat sintesis & sekresi prolaktin
Indikasi : Kdr prolaktin tinggi (> 20 mg/ml) dan Galaktore
Dosis sesuai kadar prolaktin :
Oligomenore 1,25 mg/hari
Gangguan haid berat : 2 x 2,5 mg/hari
Gonadotropin
HMG (Human Menopausal Gonadotropine)
FSH & LH : 75 IU atau 150 IU
Untuk memicu pertumbuhan folikel
Dosis awal 75 - 150 IU/hari selama 5 hari dinilai hari ke 5 siklus haid
4. HCG
5000 IU atau 10.000 IU, untuk memicu ovulasi

55
Diameter folikel17 - 18 mm dgn USG transvaginal
Mahal, sangat beresiko :
Perlu persyaratan khusus
Hanya diberikan pada rekayasa teknologi reproduksi
Catatan : Untuk pria diterapi dengan FSH, Testosteron
5. Terapi hormonal pada endometriosis
Supresif ovarium sehingga terjadi atrofi Endometriosis
6. Danazol
Menekan sekresi FSH & LH
Dosis 200 - 800 mg/hari, dosis dibagi 2x pemberian
7. Progesteron
Desidualisasi endometrium pada Atrofi jaringan Endometritik
8. Medroksi progesteron asetat 30 - 50 mg/hari
9. GnRH agonis
Menekan sekresi FSH & LH
Dosis 3,75 mg/IM/bulan
Tidak boleh > 6 bulan : penurunan densitas tulang

b. Tindakan Operasi Rekontruksi


Koreksi :
Kelainan Uterus
Kelainan Tuba : tuba plasti
Miomektomi
Kistektomi
Salpingolisis
Laparoskopi operatif dan Terapi hormonal untuk kasus endometriosis + infertilitas
Tindakan operatif pada pria : Rekanalisasi dan Operasi Varicokel.

c. Rekayasa Teknologi Reproduksi


1. Inseminasi Intra Uterin (IIU)
Metode ini merupakan rekayasa teknologi reproduksi yang paling sederhana.
Sperma yang telah dipreparasi diinseminasi kedalam kavum uteri saat ovulasi.

56
Syarat : tidak ada hambatan mekanik : kebuntuan tuba Falopii,
Peritoneum/endometriosis
Indikasi Infertilitas oleh karena faktor :
Serviks
Gangguan ovulasi
Endometriosis ringan
Infertilitas Idiopatik
Angka kehamilan 7 - 24 % siklus
2. Fertilisasi Invitro (FIV)
Fertilisasi diluar tubuh dengan suasana mendekati alamiah.Metode ini menjadi
alternatif atau pilihan terakhir
Syarat :
Uterus & endometrium normal, Ovarium mampu menghasilkan sel telur,
Mortilitas sperma minimal 50.000/ml
Angka kehamilan : 30 - 35 %
3. Intracytoplasmic Ssperm Injection (ICSI)
Injeksi sperma intra-sitoplasmik (intracytoplasmic sperm injection = ICSI)
merupakan teknik mikromanipulasi yang menyuntikkan satu spermatozoon ke
dalam sitoplasma oosit mature telah digunakan untuk penanganan infertilitas pria
sejak lebih dari satu dekade ini (Palermo et al, 1992).
Segera setelah itu diikuti dengan keberhasilan teknik ini pada pria azoospermia
dengan menyuntikkan spermatozoa dari testis dan epididymis. Teknik ini
memberikan harapan yang nyata pada pria infertil dengan oligo-astheno-
teratozoospermia berat maupun azoospermia, dengan penyebab apapun. Dengan
berkembangnya teknologi dimana ICSI dapat dilaksanakan dengan tidak terlalu
rumit, maka ketersediaan sarana yang melaksanakan ICSI berkembang dengan
sangat pesat (Hinting, 2009).
Klinik-klinik diberbagai tempat didunia berkembang terus melaksanakan ICSI dengan angka
keberhasilan yang memuaskan. Kurang dari 10% oocytes rusak dengan prosedur ini dan
angka fertilisasi berkisar antara 50-75%. Embryo transfer dapat dilaksanakan pada lebih dari
90% pasangan dan menghasilkan angka kehamilan berkisar antara 25-45%. Hasil-hasil ini
tidak berbeda antara sperma ejakulat, epididymis maupun testis (Palermo et al, 2001; Hinting
et al, 2001).

57
4. Analisis sperma
5.
1. Penerangan dan cara penampungan sperma manusia
Sebelum melakukan analisis sperma perlu terlebih dahulu untuk memberikan
penerangan sejelas-jelasnya kepada pria yang akan diperiksa tersebut mengenai
maksud dan tujuan analisis sperma dan juga untuk menjelaskan cara pengeluaran dan
penampungan sperma tersebut. Penerangan mengenai cara pengeluaran,
penampungan dan pengiriman sperma ke laboraturium. Sebelum pemeriksaan
dilakukan sebaiknya pasien dianjurkan untuk memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Melakukan abstinensia selam 3 5 hari, paling lama selama 7 hari.
b. Pengeluaran ejakulat sebaiknya dilakukan pada pagi hari dan harus dikeluarkan di
laboratorium. Bila tidak mungkin, harus tiba di laboraturium paling lambat 2 jam dari
saat dikeluarkan.
c. Ejakulat ditampung dalam wadah / botol gelas bemulut besar yang bersih dan steril
( jangan sampai tumpah ), Kemudian botol ditutup rapat-rapat dan diberi nama yang
bersangkutan.
d. Pasien mencatat waktu pengeluaran mani, setelah itu langsung di serahkan pada
petugas laboraturium untuk pemeriksaan dan harus diperiksa sekurang-kurangnya 2
kali dengan jarak antara waktu 1-2 minggu. Analisis sperma sekali saja tidak cukup
karena sering didapati variasi antara produksi sperma dalam satu individu.
e. Sperma dikeluarkan dengan cara : rangsangan tangan (onani/masturbasi), bila tidak
mungkin dapat dengan cara rangsangan senggama terputus (koitus interuptus) dan
jangan ada yang tumpah.
f. Untuk menampung sperma tidak boleh menggunakan botol plastik atau kondom.

1.1 Beberapa cara memperoleh sperma

a. Masturbasi / Onani
Cara ini merupakan methode yang paling dianjurkan untuk memperoleh sperma,
biasanya dengan tangan (baik tangan sendiri maupun tangan istrinya) atau dengan
suatu alat tertentu. Kebaikan cara ini menghindari kemungkinan tumpah ketika
menampung sperma, menghindari dari pencemaran sperma dengan zat-zat yang lain.

58
b. Coitus Interuptus ( CI )
Adalah melakukan persetubuhan secara terputus, hal ini kurang baik dianjurkan sebab
:
Memungkinkan sperma dapat tercampur dengan cairan vagina, sehingga banyak
mengandung epitel, leukosit, eritosit, bakteri, parasit, jamur dll.
Dalam jumlah penampungannya kurang, karena sperma sebagian dapat mesuk ke
vagina. Disamping itu terjadi kesalahan pada pemeriksaan PH dan konsentrasi.

c. Coitus Condomatosus
Pengeluaran sperma dangan cara ini dilarang dan sangat tidak diperkenankan. Karena
sebagian besar karet kondom mengandung bahan spermiacidal, yaitu bahan yang
dapat mematikan sperma

d. Reflux poscital
Adalah suatu cara Coitus dimana setelah sperma keluar dan masuk kevagina, sperma
tersebut dibilas demga pz atau cairan lainnya. Hal ini akan timbul kekeliruan dalam
volume konsentrasi dan viskositas.

e. Massage prostat
Adalah suatu cara pengeluaran dengan cara memijat kelenjar prostat lewat rectum,
disini jelas akan timbul kekeliruan dalam penafsiran pH, konsentrasi dan sebagainya
yang keluar adalah cairan prostat.
Jadi cara memperoleh sperma yang paling baik adalah dengan onani meskipun faktor
psikis ada pengaruhnya. Hal ini dapat terjadi pada orang desa, orang tertentu yang
tidak bisa melakukan onani atau orang yang tidak mengerti tentang onani.
Biasanya orang kota lebih gampang dari pada orang desa, orang muda lebih mudah
dari pada orang tua, orang yang tidak di sunat lebih gampang daripada orang yang di
sunat, juga pengaruh religius.
Cara memperoleh sperma sebagai pilihan kedua adalah dengan cara Coitus Interuptus
bila alasan religius cara pertama tidak memungkinkan.

1.2 Tempat Penampung Sperma

59
Sebenarnya semua alat boleh dipakai asalkan tempat tersebut tidak mengandung
spermatotoxic. Sperma sangat tidak dianjurkan ditampung pada tempat-tempat yang
terbuat dari :
1. Logam, sebab logam bisa mengganggu muatan listrik dan sperma, sehingga
pergerakannya tergaggu.
2. Plastik sebab plastik umumnya mengandung gugus fenol (C6H5OH) sehingga
sperma akan rusak.
Pada umumnya tempat yang digunakan menampung sperma terbuat dari gelas yang
bersih . tidak mengandung spermatotoxic. Tetapi sperma dilarang ditempat yang
terbuat dari :
Tempat penampung sperma dianjurkan ditampung pada tempat yang terbuat dari
bahan yang tidak bereaksi apa-apa.
Tempat penampung sperma harus bermulut lebar supaya muat pada penis.
Tempat diberi penutup agar tidak terkontaminasi
Ukuran tempat penampung sperma 50 ml 100 ml.

2. Pelaksanaan Analisa Sperma


Spermiogram memuat data-data tentang :
1. Volume sperma.
2. Bau.
3. pH
4. Warna.
5. Liquefaction.
6. Viskositas.
7. Aglutinasi.
8. Jumlah sperma / lapangan pandang.
9. Pergerakan spermatozoa.
10. Leucocyte.
11. Fruktosa.

2.1. Analisa sperma Secara Makroskopis

60
Sperma yang baru keluar selalu menunjukan adanya gumpalan atau koagolum
diantara lendir putih yang cair. Pada sperma yang normal gumpalan ini akan segera
mencair pada suhu kamar dalam waktu 15 20 menit. Peristiwa ini dikatakan sperma
mengalami pencairan (Liquefaction).
Liquefaction terjadi karena daya kerja dari enzim enzim yang diproduksi oleh
kelenjar prostat, enzim ini disebut enzim seminim. Pemeriksaan makroskopis antara
lain meliputi :

a. Pengukuran Volume
Dilakukan setelah sperma mencair, cara kerja :
Sperma ditampung seluruhnya dalam botol penampung yang bermulut lebar untuk
sekali ejakulasi
Volume diukur dengan gelas ukur yang mempunyai skala volume 0,1 ml.
Kemudian baca hasil.
Volume normal sperma belum jelas sampai sekarang, disebabkan lain bangsa lain
volume. Bagi orang indonesia volume yang normal 2 3 ml. Volume yang lebih dari
8 ml disebut Hyperspermia, Sedangkan yang kurang dari 1 ml disebut Hypospermia.

Hypospermia disebabkan oleh :


Ejakulasi yang berturut-turut
Vesica seminalis kecil ( buntu cabstuksi )
Penampung sperma tidak sempurna

Hyperspermia disebabkan oleh :


Kerja kelenjar prostat dan vesika seminalis terlalu giat.
Minum obat hormon laki laki.

Kesan volume ini menggambarkan kerja kelenjar prostat dan vesika seminalis.

b. PH
Sperma yang normal tidak banyak berbeda dengan pH darah, untuk mengukur pH
cukup dengan menggunakan kertas pH kecuali dalam satu penelitian dapat digunakan
pH meter. Cara kerjanya :

61
Celupkan kertas pH dalam sperma yang homogen yang terdapat dalam botol
penampung, baca hasil. Sperma yang normal pH menunjukan sifat yang agak basa
yaitu 7,2 7,8. pengukuran sperma harus segera dilakukan segera setelah sperma
mencair karena akan mempengaruhi pH sperma. Juga bisa karena sperma terlalu lama
disimpan dan tidak segera diperiksa sehingga tidak dihasilkan amoniak ( terinfeksi
oleh kuman gram (-), mungkin juga karena kelenjar prostat kecil, buntu, dan
sebagainya.
pH yang rendah terjadi karena keradangan yang kronis dari kelenjar prostat,
Epididimis, vesika seminalis atau kelenjar vesika seminalis kecil, buntu dan rusak.

c. Bau Sperma
Spermatozoa yang baru keluar mempunyai bau yang khas atau spesifik, untuk
mengenal bau sperma, seseorang harus telah mempunyai pengalaman untuk membaui
sperma. Sekali seorang telah mempunai engalaman, maka ia tidak akan lupa akan bau
sperma yang khas tersebut. Baunya Sperma yang khas tersebut disebabkan oleh
oksidasi spermin (suatu poliamin alifatik) yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat.

Cara pemeriksaannya :
Sperma yang baru keluar pada botol penampung dicium baunya
Dalam laporan bau dilaporkan : khas / tidak khas
Dalam keadaan infeksi sperma berbau busuk / amis. Sacara biokimia sperma
mempunyai bau seperti klor / kaporit.

d. Warna sperma
Memeriksa warna sperma sekaligus memeriksa kekeruhan, sperma yang normal
biasanya berwarna putih keruh seperti air kanji kadang-kadang agak keabu-abuan.
Adanya lekosit yang disebabkan oleh infeksi traktus genitalia dapat menyebabkan
warna sperma menjadi putih kekuningan. Adanya perdarahan menyebabkan sperma
berwarna kemerahan.
Cara kerja :
Sperma yang ada dalam tabung reaksi diamati dengan menggunakan latar belakang
warna putih menggunakan penerangan yang cukup.

62
e. Liquefection
Liquefaction dicheck 20 menit setelah ejakulasi (setelah dikeluarkan). Dapat dilihat
dengan jalan melihat coagulumnya.
Bila setelah 20 menit belum homogen berarti kelenjar prostat ada gangguan
(semininnya jelek).
Bila sperma yang baru diterima langsung encer mungkin :
Tak mempunyai coagulum oleh karena saluran pada kelenjar vesica seminalis buntu
atau memang tak mempunyai vesika seminalis.

f. Viskositas (Kekentalan)
Kekentalan atau viskositas sperma dapat diukur setelah likuifaksi sperma sempurna.
Pemeriksaan viskositas ini dapat dilakukan dengan dua cara :

Cara subyektif
Dengan menyentuh permukaan sperma dengan pipet atau batang pengaduk, kemudian
ditarik maka akan terbentuk benang yang panjangnya 3 5 cm. Makin panjang
benang yang terjadi makin tinggi viskositasnya.

Cara Pipet Elliason


Syaratnya sperma harus homogen dan pipet yang digunakan harus kering. Mengukur
vikositas dengan menggunakan pipet elliason. Prosedurnya cairan sperma dipipet
sampai angka 0,1, kemudian atas pipet ditutup dengan jari. Setalah itu arahkan pipet
tegak lurus dan stopwath dijalankan, jika terjadi tetesan pertama stopwath dimatikan
dan hitung waktunya dengan detik. Vikositas sperma normal < 2 detik. Semakin
kental sperma tersebut semakin besar vikositasnya. Hal ini mungkin disebabkan
karena :
- Spermatozoa terlalu banyak
- Cairannya sedikit
- Gangguan liquedaction
- Perubahan komposisi plasma sperma
- Pengaruh obat-obatan tertentu.

63
g. Fruktosa Kualitatif
Fruktosa sperma diproduksi oleh vesica seminalis. Bila tidak didapati fruktosa dalam
sperma, hal ini dapat disebabkan karena
- Azospermia yang disebabkan oleh agenesis vas deferens
- Bila kedua duktus ejakulatorius tersumbat
- Kelainan pada kelenjar vesika seminalis
Cara pemeriksaan fruktosa :
- 0.05 ml sperma + 2 ml larutan resolsinol ( 0.5 % dalam alkohol 96% ) campur
sampai rata.
- Panaskan dalam air mendidih 5 menit.
- Bila sperma mengandung fruktosa maka campuran diatas menjadi merah coklat atau
merah jingga.
- Bila tidak ada fruktosa maka tidak menjadi perubahan warna.
Pemeriksaan fruktosa kualitatif ini harus merupakan pemeriksaan rutin pada sperma
azoospermia

2.2 Analisa Sperma Secara Mikroskopik

Sebelum pemeriksaan mikroskopik, sperma tersebut harus diaduk dengan baik, untuk
pemeriksaan mikroskopik maka 1 tetes sperma, diameter sekitar 2 3 mm, diletakan
diatas gelas objek yang bersih dan kemudian ditutup dengan gelas penutup, Setelah
itu siap di periksa dibawah pembesaran 100 X atau 400-600 X.

1. Jumlah Sperma Perlapang Pandang / Perkiraan densitas sperma


Sebelum menentukan atau menghitung konsentrasi sperma perlu dilakukan perkiraan
kasar jumlah sperma agar dapat menentukan prosedur pengenceran yang akan
digunakan dan untuk mempersiapkan sediaan apus untuk analisis morfologi.
Cara Pemeriksaanya :
- Diaduk sperma hingga homogen
- Diambil 1 3 tetes cairan sperma ditaruh diatas obyek glass lalu ditutup dengan
cover glass(ukuran standar)
- Kemudian dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 40 X
- Dihitung berapa banyak spermatozoa pada beberapa lapang pandang
Misalnya dihitung berturut-turut : lapang pandang

64
I = 10 Spermatozoa
II = 5 Spermatozoa
III = 7 Spermatozoa
IV = 8 Spermatozoa
Disini dalam laporan dituliskan terdapat 5 10 spermatozoa perlapang pandang.
Perkiraan konsentrasi spermatozoa dikalikan dengan 106 berarti perkiraan konsentrasi
spermatozoa adalah 5 10 juta/ml
Kalau spermatozoanya banyak dihitung perkwadran (1/4 lapang pandang)
Misalnya Lapang pandang = 50 spermatozoa, jadi perlapang pandang 200
spermatozoa. Perkiraan konsentrasi spermatozoa dikalikan dengan 106 berarti
perkiraan konsentrasi spermatozoa adalah 200 juta/ml
Kalau dilihat perlapang pandang didapatkan nol spermatozoa maka tidak usah
dilakukan pemeriksaan konsentrasi, jadi disini menghemat tenaga dan reagensia, bila
didapatkan nol spermatozoa disebut Azoospermia.
Azoospermia dapat disebabkan oleh karena :
- Testisnya kecil atau rusak
- Salurannya testis buntu (obstruksi)
- Vasectomy bila diperlukan untuk check up
Apabila Azoospermia, ini menggambarkan operasi vasectomy tersebut berhasil dan
ini sangat menggembirakan pasien
- Over dosis Androgen dan corticosteroid

2. Pergerakan Sperma
Pada pemeriksaan perlapang pandang sekaligus kita memeriksa pergerakan
spermatozoa dalam memeriksa pergerakan spermatozoa sebaiknya diperiksa setelah
20 menit karena dalam waktu 20 menit sperma tidak kental sehingga spermatozoa
mudah bergerak akan tetapi jangan lebih dari 60 menit setelah ejakulasi sebab dengan
bertambahnya waktu maka :
- spermatozoa akan memburuk pergerakannya.
- pH dan bau mungkin akan berubah .
spermatozoa yang bergerak baik adalah gerak kedepan dan arahnya lurus, gerak yang
kurang baik adalah gerak zig-zag, berputar-putar dan lain-lain
- Jangan sekali-kali menyebut spermatozoa itu mati yang betul adalah spermatozoa
tidak bergerak

65
- Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada suhu kamar (20OC - 25 OC).

Perhitungan :
Dihitung dulu spermatozoa yang tidak bergerak kemudian dihitung yang bergerak
kurang baik, lalu yang bargerak baik misal :
- yang tidak bergerak = 25%
- yang bergerak kurang baik = 50%
- yang bergerak baik = 100% - 25% - 50% = 25%
Prosentase pergerakan cukup ditulis dengan angka bulat (umumnya kelipatan 5
misalnya : 10%,15%, 20%)
Kalau sperma yang tidak bergerak > 50% maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut guna mengetahui viabilitas sperma (banyaknya sperma yang hidup) sebab
sprermatozoa yang tidak bergerakpun kemungkinan masih hidup.

Sebab menurunnya motilitas spermatozoa


Dilakukan pemeriksaan yang terlalu lama sejak sperma dikeluarkan.
Cara penyimpanan sampel yang kurang baik.

3. Perhitungan Jumlah Sperma


Perhitungan konsentrasi spermatozoa dapat ditentukan dengan mengunakan metode
hemositometer atau electronic coulter counter. Metode hemositometer lebih sering
digunakan untuk sperma yang mempunyai perkiraan spermatozoa yang sangat rendah
(misalnya 10 juta/ml) atau pemeriksaan sperma yang memerlukan penentuan jumlah
dengan segera. Metode hemositometer ini dipergunakan di sebagian besar negara.
Sperma yang telah diaduk dengan baik diencerkan 1 :10, 1:20,1:50,atau 1:100
tergantung pada perkiraan jumlah spermatozoa yang telah dilakukan sebelumnya.
Sebagai pengencer berisi 50 gr NaHCO3, 10 ml 35% formalin, 5 ml cairan gentian
violet pekat dan aquadestilita sampai 1000 ml. Pewarnaan tidak diperlukan bila
dipergunakan mikroskop fase kontras. Perlu digunakan 2 pengenceran untuk setiap
sperma. Meskipun sering digunakan pipet leukusit tidak cukup tepat untuk digunakan
sebagai alat pengenceran dan karena itu disarankan sebagai alat pengenceran
dipergunakan pipet mikro modern (10, 50, 100 atau 200ul). Sperma yang diencerkan

66
harus diaduk lebih dahulu dan segera dipindahkan ke hemositometer (kamar hitung
Neubauer) yang telah ditutup dengan gelas penutup.
hemositometer ini diletakan kamar lembab selama 15 menit sampai 20 menit agar
semua sel mengendap kemudian dihitung dibawah mikroskop cahaya atau mikroskop
fase kontras dan pembesaran 100 atau 100X spermatozoa (sel benih yang matang
yang mempunyai ekor yang dihitung). Perbedaan antara jumlah sperma dari kedua
pengenceran tadi tidak boleh lebih dari 10 % pada sperma yang mempunyai densitas
rendah atau 20% pada sperma yang mempunyai densitas tinggi (> 60 juta/ml).
Perlu dipahami bahwa yang disebut konsentrasi sperma adalah jumlah
spermatozoa/ml sperma. Sedangkan jumlah spermatozoa total ialah jumlah
spermatozoa dalam ejakulat.
Prosedur perhitungan spermatozoa dengan menggunakan hemositometer (kamar
hitung Neubauer) adalah sebagai berikut :
Hitung jumlah sperma dengan objek 40 x pada daerah leukosit, cukup satu bidang saja
(tidak perlu 4 bidang)

Kamar hitung Neubeur untuk menghitung spermatozoa

Perhitungan :
Luas = 1 mm2
Tinggi = 0,1 mm
Vol = 0,1 mm3
Jumlah sperma dalam 1 mm3 = 1/0,1 X pengenceran X N
= 10 X N X pengenceran
= 10 N X Pengenceran /mm3
Jumlah spermatozoa / cc = 10 N X Pengenceran x 1000

N = Jumlah sperma yang dihitung dalam kotak W

4. Morfologi
Pemeriksaan morfologi berdasarkan kepala dari spematozoa dapat dilakukan dengan
cara :
Membuat preparat hapusan diatas obyek glass keringkan selama 5 menit, lalu di fixasi
dengan larutan metilalkohol selama 5 menit, kemudian selanjutnya dilakukan

67
pewarnaan dengan larutan giemsa, wright, atau zat warna yang lain menurut kesukaan
sendiri.
Bentuk Normal :
Bentuk oval

Bentuk spermatozoa abnormal :


Bentuk Piri ( Seperti buah pir )
Brntuk terato ( tidak beraturan dan berukuran besar )
Bentuk lepto ( ceking )
Bentuk Mikro ( Kepala seperti jarum pentul )
Bentuk Strongyle ( seperti larva stongyloides )
Bentuk Lose Hezel ( Tanpa kepala )
Bentuk Immature ( spermatozoa belum dewasa, terdapat cytoplasmic )

Cytoplasmic droplet

Arti klinik
1. Banyak kepala normal / oval berarti fungsi testis baik
2. banyak bentuk bukan oval fungsi testis jelek
3. banyak sel imatur, epidemis banyak gangguan.
Misalnya : radang varicocle atau abstinensia seksualitasnya kurang lama.

5. Lekosit
Leukosit di laporkan per lapang pandang seperti halnya dalam sedimen urin, misalnya
3 8 perlapang pandang. Jumlah lekosit yang besar erat hubunganya dengan infeksi
organ organ spermiogenesis.

2.3. Analisa Sperma Secara Kimia


Pemeriksaan kimia terbatas pada perhitungan kadar fruktosa, nilai normal fruktosa
adalah : Fruktosa tersebut berasal dari vesiculze Seminalis
Cara pemeriksaan Fruktosa :

68
Regensia :
1. Larurtan Ba(OH)2 0,3N
2. Larutan Zn SO4 0,175M
3. Larutan Resorcinol 0,1% dalam 100ml alkhohol 95%.
4. Standar fruktosa stock 50 mg fruktosa larut dalam 100 ml asam benzoat 0,2 %
Standar fruktosa 1 ml standar fruktosa stock diencerkan dengan H2O 100ml.
Konsentrasi 200 mg fruktosa / dalam mani.

Prosedur Kerja
1. Lakukan diproteinsasi mani yang akan diperiksa dengan terlebih dahulu
mengencerkan 0.1 ml mani dengan 2.9 ml air. Kemudian tambah 0.5 ml larutan
Ba(OH)2 campur tambahan 0.5 ml Zn SO4. kemudian dicentrifuqe.
2. Sediakan 3 tabung , satu tabung Tt (test) S (standar) dan B (banko)
Tabung T diisi 2 ml cairan pada langkah 1
Tabung S diisi 2 ml sebagai fruktosa
Tabung B diisi 2 ml aquadest
3. Ketiga tabung ditambah masing - masing 2 ml recorcinol dan 6 ml HCl
4. Campur isi tabung, panasi dalam weter bath 900 C selama 10 menit
5. Baca aboubusi T terhadap S pada 490 mm dengan spektrofotometer
6. Hitung kadar fruktosa dengan rumus AT / AS x 200 = mg/dl
Kadar Fruktosa sperma normal : 120 450 mg/dl

69
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan, Ed. III, cetakan I. Jakarta: PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
2. Manuaba, Ida Ayu Chandradinata, dkk. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi
Wanita. Jakarta : EGC.
3. Mansjoer, arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
4. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka.
5. Bagian Obstetric Dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. 1981.
Ginekologi. Elstar Offset, Bandung.
6. Rabe, Thomas, 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan, Hipokrates, Jakarta.
7. Speroff L, Fritz MA (2005). Anovulation and the polycystic ovary. Clinical
Gynecologic Endocrinology and Infertility, 7th ed., pp. 465498. Lippincott Williams
and Wilkins.
8. Muchtar,rustman.1998.Sinopsis Obstetri.Jakarta:EGC
9. Mubin Halim Prof. dr., Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam (Diagnosis dan Terapi),
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2008.
10. Konsil Kedokteran Indonesia.2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta:
Konsil Kedokteran Indonesia.
11. Pritchard, dan MacDonald, G. (2001), Obstetri Williams, Edisi Ketujuhbelas,
Airlangga University Press, Jakarta.
12. Mochtar, R. (2004), Sinopsis Obstetri Fisiologi Patologi, Edisi III, EGC, Jakarta.
13. Achadiat, C.M. (2004), Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi, EGC, Jakarta.
14. Depkes RI, (2002), Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar, Pelayanan
Kesehatan Neonatal Esensial, Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal
Pembinaan Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan Keluarga, Jakarta.
15. American Society for ReproductiveMedicine. 2012. Ageandfertility : A Guide for
PatientsRevised 2012. Alabama. Hal 3-13.
https://www.asrm.org/uploadedFiles/ASRM_Content/Resources/Patient_Resources/Fac
t_Sheets_and_Info_Booklets/agefertility.pdf (diakses tanggal 4 Maret 2014).
16. Mokhtar S dkk. RiskFactors for PrimaryandSecondaryFemaleInfertilityin Alexandria :
A HospitalBasedCase Control Study. J Med Research Institute [online] ;

70
2006;Vol.27.No.4: hal 255-6.
http://www.mri.alexu.edu.eg/gnuboard4/bbs/download.php?bo_table=journal&wr_id=1
01&no=0 (diakses tanggal 3 Maret 2014).
17. Jungwirth A dkk. Guidelines on Male Infertility. European Association of Urology
[online]. 2012. Hal 1-64.
http://www.uroweb.org/gls/pdf/15_Male_Infertility_LR%20II.pdf (diakses tanggal 3
Maret 2014).
18. Master MensClinic. AndropauseandTestosterone. 2012.
http://www.mastersmensclinic.com/male_sexual_function.htm (diakses tanggal 4 Maret
2014).
19. Sistem Reproduksi. Available from URL
http://yubillyturangan.site90.com/documents/Sistem%20Reproduksi%20Pada%20Man
usia.docx(diakses tanggal 5 Maret 2014).
20. http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/viewFile/482/482
21. http://www.persify.com/id/perspectives/medical-conditions-diseases/infertilitas-pria-_-
9510001031663
22. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27178/4/Chapter%20II.pdf

71

You might also like