You are on page 1of 4

2.4.2.

Pola Hubungan Dokter Pasien

1. Pengertian Pola Hubungan Dokter Pasien

Dahulu dokter sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dianggap tahu segalanya oleh

pasien. Sehingga melahirkan hubungan paternalistic antara dokter dengan pasien sebagai

penerima jasa pelayanan kesehatan. Pola hubungan paternalistic ini identik dengan pola

hubungan vertical dimana kedudukan atau posisi antara pemberi jasa pelayanan kesehatan dan

penerima jasa pelayanan kesehatan tidak sederajat.

Dengan berkembang pesatnya sarana informasi melalui media massa dan media

elektronik, kerahasiaan profesi dokter mulai terbuka, sementara itu ketidaktahuan pasien

terhadap kesehatan mengalami perubahan kearah masyarakat yang terdidik dalam bidang

kesehatan. Semakin meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat terhadap tanggung

jawab atas kesehatannya sendiri, mengakibatkan pergeseran paradigma yang berlaku dari

kepercayaan yang semula tertuju kepada kemampuan sang dokter secara pribadi sekarang

tergeser kearah kemampuan ilmu dari sang pengobat. Dari sinilah timbul kesadaran masyarakat

untuk menuntut adanya hubungan seimbang antara dokter sebagai pemberi jasa pelayanan

kesehatan dengan pasien sebagai pihak penerima jasa pelayanan kesehatan, dimana pasien tidak

lagi sepenuhnya pasrah kepada dokter.

Perkembangan hubungan antara dokter dan pasien oleh Dassen digambarkan sebagai

berikut :

1) Pasien pergi kedokter karena ada merasa sesuatu yang membahayakan kesehatannya,

sehingga memerlukan pertolongan dokter sebagai pribadi yang mempunyai kelebihan

karena kemampuan mengobati yang dimilikinya. Dari sudut pandang pasien yang
menyerahan nasibnya kepada dokter, dokter dianggap mempunyai peranan yang lebih

penting dan kedudukan lebih tinggi dari pasien.

2) Pasien pergi ke dokter karena mengetahui dirinya sakit dan dokter mampu

menyembuhkannya. Pasien mulai menyadari haknya terhadap pelayanan kesehatan yang

merupakan kewajiban dokter terhadap dirinya, menganggap kedudukannya sama dengan

dokter, tetapi pasien tetap menyadari bahwa peranan dokter lebih penting dari dirinya.

3) Pasien pergi ke dokter untuk mendapatkan pemeriksaan yang intensif dan mengobati

penyakityang biasanya diperintahkan oleh pihak ketiga (pihak asuransi).

Leenen, yang dikutip oleh Lamintang (1991: 63-65) mengemukakan sejumlah gejala

yang telah berperan sehingga terjadi perubahan mengenai hubungan antara dokter dengan pasien,

antara lain:

1) Posisi tidak bebas dari seorang pasien yang karena terpaksa harus mencari pertolongan yang

tidak sesuai dengan keinginannya. Ketidakbebasan ini mengakibatkan semakin

meningkatnya pasien rumah sakit, karena adanya perubahan lingkungan hidup, dan silat serta

lamanya proses penyakit pada penyakit kronis, sehingga pasien jauh dari dokter.

2) Sifat profesional para dokter terhadap pasiennya. Sifat profesional itu didasarkan pada

pengetahuannya, cara berfikirnya dan dengan metodenya sendiri. Dalam rangka pemberian

pertolongan, para dokter menterjemahkan problema dan seorang pasien ke dalam bahasa

profesional ini, karena tindakan yang sifatnya tidak profesional tidak boleh dilakukannya.

Kerugiannya adalah proses pemberian bantuan itu telah tidak diketahui oleh pasien. Dengan

demikian, sifat sebagai profesional dalam hal tertentu telah menjauhkan hubungan antara

dokter dengan pasien.


3) Faktor lain yang menjauhkan hubungan antara dokter dengan pasien adalah kenyataan,

bahwa permintaan untuk mendapatkan pertolongan itu telah datang secara besar-besaran

sehingga dikerahkan aparat pemberi pertolongan. Dengan aparat seperti itu, hubungan

menjadi tidak teratur dan telah menjauhkan hubungan antara satu dengan yang lainnya. Baik

pasien maupun para pemberi pertolongan menjadi tidak senang dengan proses semacam itu.

4) Birokrasi merupakan gejala tambahan yang menjauhkan hubungan di dalam organisasi.

Birokrasi itu mempunyai pengaruh yang merenggangkan hubungan antara dokter dengan

pasien.

5) Pelayanan kesehatan dari hari ke hari telah diatur sesuai dengan keahlian. Kepentingan

pribadi telah memberikan tempat bagi suatu lembaga pemberi pertolongan disusun secara

rasional dan obyektif. Oleh karena pengkhususan seperti itu maka pelayanan kesehatan

memperoleh sifat sebagai suatu industri, sehingga meniadakan hubungan pribadi antara

dokter dengan pasien.

6) Petumbuhan sistem registrasi, antara lain dibuat secara otomatis di dalam bank data.

Registrasi itu seringkali mempunyai pengaruh terhadap pemberian pertolongan, antara lain

karena pemberi pertolongan itu sendiri telah menentukan syarat, norma dan menggariskan

prosedur. Perilaku yang bersifat pribadi itu adalah tidak sesuai di dalam suatu sistem

registrasi. Registrasi itu juga dapat memberikan gambaran yang salah mengenai seorang

pasien dan dapat menimbulkan pengaruh negatif pada hubungan antara dokter dengan pasien.

7) Hubungan antara dokter dengan pasien telah tidak bersifat pribadi lagi. karena pengkhususan

di dalam pelayanan kesehatan. Problematik seorang pasien telah dipotong-potong dalam

bagian yang kecil, demikian juga hubungannya dengan para pemberi pertolongan. Problema

yang dihadapi pasien hanya dilihat sebagian saja, sehingga tidak bisa diselesaikan seluruhnya
Para pemberi pertolongan jumlahnya semakin sedemikian besar, sehingga mempengaruhi

hubungan yang bersifat pribadi antara dokter dengan pasien.

8) Perkembangan masyarakat dan pelayanan kesehatan memaksa dokter menghadapi problema

yakni untuk membuat pertimbangan antara kepentingan pasien dengan kepentingan lainnya,

bahkan antara para dokter sendiri dapat. berhadapan dengan suatu konflik antar kepentingan

dalam menghadapi pasiennya.

You might also like